Contoh Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan Dua Sektor Produksi. Alokasi Output Permintaan Antara Sektor Produksi Struktur Input 1 2

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Contoh Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan Dua Sektor Produksi. Alokasi Output Permintaan Antara Sektor Produksi Struktur Input 1 2"

Transkripsi

1 BAB II Kajian Pustaka II.1 Analisis input output II.1.1 Tabel Input-Output Hubungan timbal balik dan saling keterkaitan antara satuan kegiatan (sektor) perekonomian dengan sektor lain secara menyeluruh dapat digambarkan menggunakan tabel input-output. Tabel input-output pada dasarnya adalah matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antara sektor satu dengan sektor lain dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Masing-masing baris pada tabel input-output menunjukkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara sektor lain dan permintaan akhir. Sedangkan masing-masing kolom menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor di dalam proses produksi. Untuk memperoleh gambaran tentang struktur tabel input-output, pada Tabel II.1 disajikan contoh tabel input-output untuk sistem perekonomian yang terdiri dari 2 sektor produksi, yaitu sektor 1 dan 2. Tabel II.1 Contoh Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan Dua Sektor Produksi Alokasi Output Permintaan Antara Sektor Produksi Struktur Input 1 2 Input Sektor Antara Nilai Tambah Bruto W 1 W 2 Jumlah Input X 1 X 2 Permintaan Akhir Jumlah Output 1 z 11 Z 12 Y 1 X 1 Produksi 2 Z 21 Z 22 Y 2 X 2 Berdasarkan cara pengisian angka-angka ke dalam sistem matriks, maka dapat dilihat bahwa angka-angka setiap sel pada Tabel II.1 memiliki makna ganda. Angka pada 4

2 suatu sel pada transaksi antara misal z 12, jika dilihat menurut baris menunjukkan besar output sektor 1 yang dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara di sektor 2. Sedangkan jika dilihat menurut kolom, z 12 mununjukkan besar input yang digunakan oleh sektor 2 yang berasal dari sektor 1. II.1.2 Demand-Side Input-Output Models Apabila dilihat berdasarkan baris dari Tabel II.1, dapat disimpulkan bahwa Jumlah Output suatu sektor, sama dengan jumlah ouput antara sektor tersebut, ditambah dengan Permintaan Akhir,. Jadi untuk perekonomian dengan dua sektor seperti contoh di atas, dan atau Apabila setiap elemen dari kolom matriks transaksi dibagi dengan Jumlah Output dari sektor yang sama, diperoleh matriks direct-input coefficient,. Jadi apabila elemen matriks adalah maka. Persamaan untuk dapat ditulis sebagai berikut, Persamaan dapat ditulis ulang menjadi, 5

3 Jadi perubahan terhadap permintaan akhir, akan mengakibatkan perubahan pada Jumlah Ouput, sebesar Matriks disebut sebagai input inverse matrix. II.1.3 Supply-Side Input-Output Models Apabila setiap elemen baris dari matriks transaksi Z pada Tabel II.1 dibagi dengan jumlah output dari baris tersebut, diperoleh matriks direct-output coefficient,. Jadi apabila elemen matriks adalah maka. Persamaan untuk dapat ditulis sebagai berikut, Apabila dilihat berdasarkan kolom, Jumlah Output untuk suatu sektor, merupakan jumlah dari input antara untuk sektor tersebut, ditambah dengan Nilai Tambah Bruto,. Jadi untuk perekonomian dengan dua sektor seperti contoh di atas, dan atau Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut, 6

4 Karena matriks dapat ditulis sebagai, persamaan di atas dapat diubah menjadi, Karena, maka Jadi perubahan pada Nilai Tambah Bruto, akan menyebabkan perubahan pada Jumlah Input, sebesar Matriks disebut output inverse matrix. II.1.4 Inter-Industrial Linkage Analysis Di dalam kerangka model input-output, produksi suatu sektor memiliki dua efek pada sektor lain. Jika sektor j menambah outputnya, maka akan ada pertambahan kebutuhan dari sektor j ke sektor-sektor lain yang outputnya menjadi input bagi sektor j untuk berproduksi. Hubungan antara suatu sektor ekonomi dengan sektor lain di mana ia membeli input disebut backward linkage. Di sisi lain, pertambahan output di sektor j berarti ada pertambahan jumlah produk j yang dapat dipakai oleh sektor lain sebagai input. Jadi akan ada pertambahan supply dari sektor j untuk sektor-sektor 7

5 lain yang menggunakan barang j dalam produksinya. Hubungan antara suatu sektor dengan sektor lain di mana ia menjual outputnya disebut forward linkage. Apabila backward linkage suatu sektor i lebih besar dibanding sektor j, dapat disimpulkan bahwa nilai satu rupiah pertambahan output sektor i lebih menguntungkan bagi ekonomi dibanding pertambahan yang sama dari sektor j dipandang dari sudut aktivitas produksi yang akan dibangkitkannya. Apabila forward linkage suatu sektor r, lebih besar dibanding sektor s, dapat disimpulkan bahwa satu rupiah ekspansi output sektor r akan lebih bermanfaat dibanding pertambahan output yang sama dari sektor s dipandang dari sudut keseluruhan aktivitas produksi yang didukungnya. BACKWARD LINKAGE Salah satu ukuran kekuatan backward linkage suatu sektor i adalah jumlah kolom ke i dari direct-input coefficients matrix, yaitu. Karena koefisien-koefisien di dalam matriks hanya mengukur efek langsung, biasanya variabel ini disebut sebagai direct backward linkage,. Jadi sehingga. OUPUT MULTIPLIER Ukuran kekuatan backward linkage yang lebih komperhensif dari suatu sektor j adalah jumlah elemen-elemen pada kolom ke j output invers matrix yaitu. Koefisien-koefisien di dalam matriks memperhitungkan efek langsung maupun tidak langsung sehingga variabel ini merupakan total backward 8

6 linkage atau lebih dikenal sebagai output multiplier masing-masing sektor,. Jadi Matriks baris untuk output multiplier tersebut adalah. FORWARD LINKAGE Paralel dengan backward linkage, direct forward linkage suatu sektor j, adalah jumlah baris ke j dari matriks direct output coefficients, yaitu Matriks kolom untuk direct forward linkage masing-masing sektor adalah. INPUT MULTIPLIER Input multiplier atau total forward linkage dari suatu sektor j, jumlah elemen-elemen pada baris ke j dari inverse output matriks, adalah, yaitu Matriks kolom input multiplier berbagai sektor dapat diperoleh dengan 9

7 II.2 Model kontrak pengusahaan migas indonesia Model kontrak pengusahaan gas bumi Indonesa diperlukan sebagai landasan dalam membuat analisa kebijakan dan pengambilan dasar keputusan pemberian insentif. Dalam kajian ini hanya dibahan tentang kontrak kerja sama atau production sharing contract. Kontrak lainnya seperti TAC dan JOB tidak di bahas karena merupakan kontrak turunan dari PSC dan akan habis masa berlakunya dalam waktu dekat. Sejak tahun 2001 yang lalu paradigma pengusahaan migas nasional berkembang sedemikian rupa sejak diundangkannya UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dengan adanya UU Migas yang baru, maka aturan lama yang selama ini menjadi pondasi kegiatan usaha Gas Bumi di Indonesia yaitu UU No 08 Tahun 1971 tentang Pertamina tidak berlaku lagi. Beberapa pokok perubahan paradigma tersebut dapat dijelaskan dalam bagan pada Gambar II.1 Gambar II.1 Perubahan Paradigma Pengelolaan Gas Bumi Nasional Dari gambar diatas, sebelum UU No 22 Tahun 2001, subyek utama kegiatan usaha gas bumi adalah pemerintah, Pertamina dan PGN. Pemerintah bertanggung jawab 10

8 merumuskan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pembinaan, standar mutu dan lindung lingkungan. Pertamina bertanggung jawab atas kegiatan usaha hulu dan hilir gas. Kegiatan hulu dipegang oleh Pertamina sebagai pemegang kuasa pertambangan seluruh Indonesia. Dalam pelaksanaannya, Pertamina bekerja sama dengan Kontraktor hulu. Sedangkan untuk kegiatan usaha hilir gas, dilaksanakan Pertamina secara monopolis. Disamping Pertamina, PGN melakukan kegiatan transmisi dan distribusi gas bumi dengan segmen utama pemasokan gas ke rumah tangga, pelanggan kecil, komersial dan industri. Masuknya PGN ke dalam bisnis gas, pada awalnya diperuntukkan untuk mengembangkan gas kota (city gas). Namum demikian, mengingat kemungkinan pengembangan city gas masih kurang menggembirakan, pengembangan bisnis transmisi menjadi alternatif. Saat ini PGN sudah merupakan perusahaan publik, dengan demikian, perannya sebagai kepanjangan pemerintah dengan sendirinya sudah tidak berlaku lagi. Dengan berlakunya UU No 22 Tahun 2001, subyek utama pelaku migas dipegang oleh Ditjen Migas, BP Migas dan BPH Migas, sedangkan mekanisme usaha diserahkan ke pasar terbuka yang memungkinkan masuknya badan usaha baru. Berdasarkan UU Migas, Pemerintah menjalankan fungsi pengaturan (policy), pembinaan, penentuan standar mutu, keselamatan kerja, lindung lingkungan dan pemberian ijin usaha. Tanggung jawab utama Badan Pelaksana Migas adalah mengatur dan mengawasi kegiatan usaha migas atas dasar kontrak kerjasama, sedangkan BPH Migas berwenang untuk melakukan pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM dan pengangkutan gas bumi melalui pipa. Badan ini juga punya hak untuk menetapkan harga gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil serta penyelesaian perselisihan usaha antar pelaku bisnis hilir. Perkembangan Kontrak Gas Bumi di Indonesia Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu, kontrak kerjasama yang banyak berlaku saat ini adalah kontrak bagi hasil (production sharing contract-psc). Dalam 11

9 perkembangannya dan pelaksanaannya PSC mengalami perubahan-perubahan beberapa prinsip pokoknya. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan akibat situasi perminyakan baik di dalam maupun di luar negeri. Dengan adanya perubahanperubahan tersebut, prinsip PSC dapat dikelompokkan sebagai berikut: PSC generasi pertama ( ) Kontrak ini merupakan bentuk awal PSC. Pada tahun 1974 terjadi lonjakan harga minyak dunia sehingga pemerintah menetapkan kebijakan bahwa sejak tahun 1974, Kontraktor wajib melaksanakan pembayaran tambahan kepada pemerintah. Prinsipprinsip pokok PSC generasi I adalah: Manajemen operasi di tangan pertamina Kontraktor menyediakan seluruh biaya operasi perminyakan Kontraktor akan memperoleh seluruh biaya operasinya, dengan ketentuan maksimum 40 % setiap tahun. Dari 60 % dibagi menjadi: Pertamina : 65 % Kontraktor : 40 % Pertamina membayar pajak pendapatan kepada pemerintah Kontraktor wajib memenuhi kebutuhan BBM untuk dalam negeri secara proporsional (maksimum 25 % bagiannya) dengan harga US $ 0.20/ bbl. Semua peralatan dan fasilitas yang dibeli oleh Kontraktor menjadi milik pertamina. Dari interest Kontraktor ditawarkan kepada perusahaan nasional Indonesia setelah lapangan dinyatakan komersial. Sejak tahun 1974 sampai dengan 1977, Kontraktor diwajibkan memberikan tambahan pembayaran kepada pemerintah. PSC generasi kedua ( ) 12

10 Prinsip-prinsip pokok PSC generasi II adalah sebagai berikut : Tidak ada pembatasan biaya pengembalian biaya operasi yang diperhitungkan oleh Kontraktor Setelah dikurangi biaya-biaya, pembagian hasil menjadi : untuk minyak : 65,91 % untuk Pertamina, 34,09 % untuk Kontraktor. Untuk gas : 31,8 % untuk Pertamina, 68,2 % untuk Kontraktor Kontraktor membayar pajak 56 % secara langsung kepada pemerintah Kontraktor mendapat insentif : - harga ekspor penuh minyak mentah DMO setelah lima tahun pertama produksi - insentif pengembangan 20 % dari modal yang dikeluarkan untuk fasilitas produksi. PSC generasi ke III ( ) Pada tahun 1984 pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan pajak baru dengan tarif 48 %. Namun peraturan tersebut baru dapat diterapkan terhadap PSC yang ditandatangani tahun 1988, karena dalam perundingan-perundingan yang dilakukan, pihak Kontraktor masih mempunyai kecenderungan untuk menggunakan peraturan perpajakan yang lama. Dengan demikian pembagian hasil berubah menjadi : - untuk minyak : % untuk Pertamina, % untuk Kontraktor - untuk gas : % untuk Pertamina, % untuk Kontraktor Bagian bersih setelah dikurangi pajak : - untuk minyak : Pertamina/Kontraktor = 85 : 15 - untuk gas : Pertamina/Kontraktor = 70 : 30 PSC generasi ke IV (2001 sekarang) 13

11 PSC generasi ini dikembangkan berdasarkan UU No 22 Tahun beberapa ketentuan yang menonjol adalah Diterapkannya DMO gas sebesar 25% dari produksi, Penetapan split antara pemerintah dan Kontraktor yang bervariasi tergantung keekonomian lapangan. Untuk lebih menarik investor asing menanamkan modalnya di bidang migas di Indonesia yang nampak mulai mengalami penurunan akibat tidak menentunya harga minyak di pasar dunia, maka pemerintah mengeluarkan beberapa insentif sebagai berikut. Model Kontrak Bagi Hasil Skematika dari rincian PSC di atas untuk minyak dan gas bumi dapat dilihat pada Gambar II.2. 14

12 Gambar II.2 Sistematika Kontrak Bagi Hasil (PSC) Migas Indonesia 15

13 Adapun penjelasan lebih lanjut dari diagram di atas adalah sebagai berikut: a. Gross revenue (pendapatan kotor) adalah Lifting migas x harga. Lifting merupakan minyak/gas yang dijual. Angka lifting tidak sama dengan angka produksi sumur. Harga minyak ditentukan oleh pemerintah yang berpedoman pada formulasi ICP (indonesia crude price), sedangkan harga gas berdasarkan perjanjian antara Kontraktor dan pembelinya. b. FTP (First Tranche Petroleum) adalah minyak atau gas awal yang disisihkan sebelum dikurangi investment credit dan biaya operasi. Besarnya FTP adalah 20% (atau sesuai kontrak) dari gross revenue dan selanjutnya akan dibagi antara pemerintah dan Kontraktor sesuai dengan porsi bagi hasil yang telah disepakati. c. Investment credit Sejenis insentif dari pemerintah untuk mendorong investor menanamkan modalnya untuk mengembangkan penemuan migas. Investment credit diberikan kepada Kontraktor sebesar persentase tertentu dari investasi kapital. Investment credit merupakan obyek pajak. d. Cost recovery Jumlah biaya operasi yang dapat diganti sesuai dengan besarnya pengeluaran dan prosedur akuntansi yang berlaku dalam suatu periode tertentu dan dikoreksi pada akhir tahun. Apabila jumlah biaya operasi masih lebih besar dari jumlah gross revenue pada periode yang bersangkutan, maka biaya operasi yang belum tergantikan disebut unrecovered cost dan akan di carry forward ke tahun berikutnya. Dengan demikian cost recovery terdiri atas biaya operasi tahun lalu yang belum tergantikan, biaya operasi tahun yang bersangkutan, dan depresiasi terhadap modal kapital tahun sebelumnya dan tahun berjalan. e. Non Capital Cost Biaya operasi yang berkaitan dengan operasi pada tahun berjalan, termasuk biayabiaya survey dan pemboran eksplorasi, pemboran pengembangan, meliputi tenaga kerja, material, jasa, transportasi serta biaya umum dan administrasi dan lain-lain. f. Capital Cost 16

14 Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pembelian/pembangunan aset yang mempunyai umur manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. g. Depresiasi Nilai susut suatu barang yang berumur manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dihitung berdasarkan beberapa metode: straight line, declining balance, double declining balance, delining balance with lump sum payment atau declining balance with straight line switch. h. Equity to be split (ETS) Sejumlah perolehan setelah dikurangi dengan investment credit dan cost recovery yang dibagi antara pemerintah dengan Kontraktor sesuai dengan share yang telah ditentukan. i. Indonesia share Bagian pemerintah dari ETS. Besarnya sesuai dengan share yang ditentukan dalam kontrak. j. Contractor share Bagian Kontraktor dari ETS. Besarnya sesuai dengan share yang ditentukan dalam kontrak. k. DMO Domestic Market Obligation (DMO) adalah kewajiban Kontraktor kepada pemerintah untuk menyerahkan sejumlah 25% dari bagian migas dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri. DMO akan dikenakan apabila ETS lebih besar dari FTP. l. DMO Fee Imbalan yang diberikan pemerintah atas penyerahan DMO dengan ketentuan 60 bulan pertama sejak produksi harganya 100 % ICP dan selanjutnya 10% (atau sesuai kontrak) ICP. m. Taxable income Pendapatan Kontraktor sebelum kena pajak. Merupakan penjumlahan DMO fee, contractor share sesudah DMO, dan investment credit. n. Government Tax 17

15 Pajak yang harus dibayar oleh Kontraktor sesuai dengan perundangan yang berlaku. o. Net contractor income Pendapatan Kontraktor setelah dikurangi biaya-biaya operasi, pajak dan lain-lain. p. Bonus-bonus Pendapatan yang harus dibayar Kontraktor pada pemerintah atas prestasi produksi yang telah dicapai. q. Indonesia take Seluruh pendapatan bersih Indonesia dari migas baik yang berasal dari ETS, DMO, bonus-bonus, maupun pajak. r. Contractor take Seluruh pendapatan bersih Kontraktor dari migas setelah dikurangi biaya-biaya dan pajak. II.3 Cadangan Cadangan gas bumi Indonesia status 1 Januari 2006 sebesar TCF, terdiri dari 97,3 TSCF proven reserve, dan 88,5 TSCF potential reserve. Sebaran cadangan gas bumi nasional diperlihatkan pada Gambar II.3 dan Gambar II.4 18

16 Sumber, Ditjen Migas 2007 Gambar II.3 Cadangan Gas Bumi Indonesia (Status 01 Januari 2007) Pada Gambar II.3 diperlihatkan cadangan gas Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di Natuna, Kalimantan, Papua dan Sumatera Selatan. Cadangan gas di Natuna belum dieksplorasi, sedangkan cadangan di Papua masih dalam tahap pengembangan. Supply gas alam Indonesia selama ini berasal dari Kalimantan dan Sumatera Selatan yang saat ini telah mengalami penurunan produksi secara alami. 19

17 Sulawesi 2.5% Papua 13.0% NAD 2.4% Sumatera Utara 0.7% Sumatera Tengah 4.2% Natuna 28.9% Kalimantan 26.3% Jawa Timur 5.6% Jawa Barat 3.3% Sumatera Selatan 13.3% Gambar II.4 Sumber: Ditjen Migas, 2006 Distribusi Cadangan Gas Bumi Indonesia II.4 Produksi dan Pemanfaatan Produksi gas bumi nasional dalam 2 tahun terakhir mengalami penurunan walaupun cadangan gas bumi nasional sebagaimana diulas di atas terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2004 produksi nasional mencapai 3,03 TCF, sedangkan pada tahun ,16 TCF dan tahun ,04 TCF. Penurunan produksi ini disebabkan disebabkan menurunnya produksi di Aceh akibat gangguan keamanan. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan Timur terjadi kenaikan, terutama disebabkan pemindahan beban produksi untuk memenuhi komitmen dengan pembeli luar negeri akibat ditutupnya ladang gas di Aceh. Demikian pula produksi gas di Jawa Timur sudah mengalami penurunan disebabkan menurunnya produksi gas lapangan Kangean. Lebih lanjut tentang produksi gas bumi di Indonesia dapat di lihat pada Tabel II.2. 20

18 Tabel II.2 Produksi Gas Bumi Nasional Tahun Total Sales(mmscfd) Total Gross(mmscfd) , , , , , , , , , , , ,279.2 Sumber: Ditjen Migas 2005 Pada tahun 2004 Indonesia memproduksi 8,3 BSCFD atau sekitar 3,03 TSCF. Dari jumlah tersebut 444,84 BSCF digunakan untuk keperluan sendiri. Yang dimaksud dengan digunakan sendiri adalah penggunaan gas bumi untuk kebutuhan aktivitas produksi, pengolahan dan kompresi gas bumi pada pipa transmisi gas bumi. Total pemanfaatan gas bumi diluar pemakaian sendiri adalah 2,585 TSCF. Dari jumlah tesebut 62,2 % digunakan untuk ekspor. Hanya 37,8 % yang digunakan untuk keperluan domestik. Data pemanfaatan gas bumi dapat dilihat pada Tabel II.3. 21

19 Tabel II.3 Pemanfaatan Gas Bumi Ekspor Ekspor ke Singapura Ekspor LNG Ekspor LPG Domestik Pembangkit Listrik Pupuk Petrokimia Gas Kota Kilang Minyak LPG Plant Pabrik Semen Lain-lain Total Sumber: Ditjen Migas 2005 II.5 Data Pasokan dan Kebutuhan Gas Bumi Data pasokan dan permintaan gas bumi di representasikan dengan neraca pasokan dan permintaan gas bumi. Neraca pasokan dan permintaan gas bumi atau gas balance menunjukkan perbandingan antara supply dan demand gas bumi dalam suatu cakupan geografis tertentu dan rentang waktu tertentu. 22

20 Pasokan atau supply terbagi dalam 3 kategori : - Existing Supply Supply berasal dari lapangan sedang dan siap berproduksi. Existing supply menggunakan perhitungan (90%P1) untuk LNG dan (90% P % P2) untuk gas pipa. Formulasi tersebut digunakan untuk mendapatkan tingkat keyakinan terhadap estimasi cadangan dan mengantisipasi resiko alamiah kondisi reservoir. - Project Supply Project Supply adalah pasokan gas yang akan dihasilkan (estimasi) dari lapangan migas yang sedang dan akan dikembangkan. Formulasi yang digunakan sama dengan existing supply. Project supply meliputi: 1. On Going POD telah disetujui dan proses konstruksi sedang berlangsung 2. Plan POD disetujui dan fasilitas konstruksi belum dibangun 3. Confirmed Pasokan gas yang diperkirakan dari lapangan migas dimana POD sedang diproses. Pasokan gas yang diperkirakan dari lapangan migas dimana POD belum diusulkan namun cadangan dan besar pasokan telah dievaluasi secara In- House (belum dievaluasi oleh BPMIGAS) 23

21 - Potential Supply Potential supply diperkirakan akan dihasilkan dari lapangan yang cadangannya masih dikategorikan sebagai cadangan possible (P3) atau dari cadangan new discovery. Tingkat keyakinan 90%, 50% dan 25% dari cadangan, merupakan klasifikasi tingkat keyakinan terhadap estimasi. Sedangkan permintaan terbagi menjadi beberapa kategori: - Contracted Demand Contracted Demand adalah kebutuhan gas yang didasarkan pada perjanjian jual beli gas (PJBG/GSA) dimana pasokan sudah atau akan siap mengalir, meliputi: o GSA (on stream) o GSA (going to stream) - Committed Demand : Committed Demand terbagi menjadi: o Existing Capacity (feedstock/kapasitas sisa) Kebutuhan gas didasarkan pada kapasitas pabrik yang terpasang atau sisa kapasitas pabrik yang belum terpenuhi. Kebutuhan gas yang dialokasikan untuk PJBG yang akan berakhir pada tahun tertentu dan diprioritaskan antara lain Pupuk, PLN, Kilang Minyak dan Industri lain o Confirmed Demand (HoA/MoU/Negosiasi) Kebutuhan gas didasarkan pada pokok-pokok perjanjian (HoA), dimana volume dan profil pasokan gas serta harga gas masih dievaluasi. Confirmed demand juga dapat didasarkan pada Memorandum of 24

22 Understanding (MoU) dan proses negosiasi yang dilakukan antara KKKS dengan para calon pembeli. - Potential Demand : Potential Demand adalah kebutuhan gas yang didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh KKKS Data pasokan dan kebutuhan gas nasional menunjukkan fluktuasi supply gas bumi disebabkan menurunnya existing supply, sedangkan project supply dan potential supply tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Sementara itu, contracted demand gas bumi memang mengalami penurunan, sedangkan comitted demand dan potential demand mengalami kenaikan signifikan (lihat Gambar II.5). Kenaikan demand gas bumi yang paling utama datang dari pemanfaatan untuk bahan bakar industri domestik dan kebutuhan pembangkit tenaga listrik (lihat Gambar II.6). Gambar II.5 Grafik supply dan demand berdasarkan status kontrak gas bumi nasional

23 Gambar II.6 Grafik supply dan demand gas bumi nasional berdasarkan sektor pemanfaatan. Data pasokan dan kebutuhan gas bumi di atas merupakan kompilasi dari data pasokan dan kebutuhan gas bumi dari sebelas region di seluruh Indonesia. Region ditetapkan berdasarkan jumlah cadangan gas dan besar demand gas di wilayah tersebut serta keterhubungan jaringan pipa Region I meliputi wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Data Region I menunjukkan baik supply maupun demand gas bumi di region ini menurun. Penurunan ini disebabkan penurunan existing supply dan ekspor meskipun project supply meningkat. Kebutuhan untuk bahan baku industri dan pembangkit listrik di region ini antara tahun tetap. Grafik supply dan demand berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.7. Grafik supply dan demand berdasarkan pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.8. 26

24 Gambar II.7 Grafik supply dan demand gas bumi Region I berdasarkan status kontrak. 27

25 Gambar II.8 Grafik supply dan demand gas bumi Region I berdasarkan sektor pemanfaatan. Region II meliputi wilayah Sumatera Bagian Utara. Data region ini menunjukkan bahwa demand jauh lebih besar dibanding supply. Baik potential demand maupun comitted demand mengalami pertumbuhan yang besar sepanjang Hal ini disebabkan peningkatan kebutuhan gas untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri. Meskipun tidak sebesar kebutuhan bahan bakar industri, kebutuhan gas untuk pembangkit listrik juga mengalami peningkatan. Grafik supply dan demand gas bumi di Region II berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.9. Grafik supply dan demand gas bumi di Region II berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II

26 Gambar II.9 Grafik supply dan demand gas bumi Region II berdasarkan status kontrak. 29

27 Gambar II.10 Grafik supply dan demand gas bumi Region II berdasarkan sektor pemanfaatan. Region III meliputi wilayah Sumatera Bagian Tengah dan Sumatera Bagian Selatan serta Jawa Bagian Barat. Di region ini banyak terdapat pembangkit listrik tenaga gas PT PLN dan industri kimia dasar seperti pabrik ammonia-urea yang menggunakan gas bumi sebagai bahan baku serta industri lain yang membutuhkan gas bumi sebagai bahan bakar. Supply gas di region ini antara cenderung stagnan meskipun ada tambahan potential supply. Demand gas Region III termasuk yang tertinggi dibanding region lain. Demand gas region ini mengalami kenaikan antara tahun Peningkatan demand didorong oleh sektor bahan bakar industri dan listrik. Sedangkan demand untuk bahan baku industri cukup stabil. Grafik supply dan demand gas bumi di Region III berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.11. Grafik supply dan demand gas bumi di Region III berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II

28 Gambar II.11 Grafik supply dan demand gas bumi Region III berdasarkan status kontrak. 31

29 Gambar II.12 Grafik supply dan demand gas bumi Region III berdasarkan sektor pemanfaatan. Region IV meliputi wilayah Jawa Bagian Tengah. Di region ini existing supply sangat kecil. Data menunjukkan adanya project supply yang diperkirakan mulai terealisir setelah Pasokan tersebut mencapai lebih dari 190 MMSCFD dan akan stabil hingga Setelah 2013, pasokan akan mengalami penurunan. Demand di region ini antara tahun akan mengalami peningkatan. Peningkatan demand yang utama datang dari kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik dan bahan bakar industri. Grafik supply dan demand gas bumi di Region IV berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.13. Grafik supply dan demand gas bumi di Region IV berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II

30 Gambar II.13 Grafik supply dan demand gas bumi Region IV berdasarkan status kontrak. 33

31 Gambar II.14 Grafik supply dan demand gas bumi Region IV berdasarkan sektor pemanfaatan. Region V meliputi wilayah Jawa Bagian Timur. Existing supply di region ini mengalami penurunan demikian pula dengan contracted demand. Akan tetapi demand secara keseluruhan mengalami peningkatan. Peningkatan ini datang dari semua sektor pemanfaatan kecuali ekspor. Peningkatan terutama datang dari pemanfaatan untuk bahan baku industri dan energi. Sementara itu kebutuhan untuk pembangkit listrik cenderung fluktuatif. Grafik supply dan demand gas bumi di Region V berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.15. Grafik supply dan demand gas bumi di Region V berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II

32 Gambar II.15 Grafik supply dan demand gas bumi Region V berdasarkan status kontrak. 35

33 Gambar II.16 Grafik supply dan demand gas bumi Region V berdasarkan sektor pemanfaatan. Region VI meliputi wilayah Kalimantan Bagian Timur. Supply gas bumi di region ini akan mengalami penurunan sepanjang karena penurunan existing supply meskipun ada project supply dan potential supply. Demand gas bumi di region ini termasuk relatif tinggi karena ekspor yang cukup besar. Demand relatif stabil sepanjang tahun , karena meskipun ekspor mengalami penurunan yang signifikan, muncul demand baru dari sektor bahan bakar industri dan listrik. Demand gas bumi untuk bahan baku industri di region ini relatif stabil. Grafik supply dan demand gas bumi di Region VI berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.17. Grafik supply dan demand gas bumi di Region VI berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II

34 Gambar II.17 Grafik supply dan demand gas bumi Region VI berdasarkan status kontrak. 37

35 Gambar II.18 Grafik supply dan demand gas bumi Region VI berdasarkan sektor pemanfaatan. Region VII meliputi wilayah Sulawesi Bagian Tengah. Di region ini belum ada existing supply dan contracted demand. Di region ini hanya terdapat project supply yang diperkirakan akan mampu berproduksi setelah tahun 2009 dan akan memasok sekitar 325 MMSCFD. Demand gas bumi di region ini mengalami kenaikan yang signifikan sepanjang tahun kenaikan yang terbesar muncul dari kebutuhan energi dan pembangkit listrik. Grafik supply dan demand gas bumi di Region VII berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.19. Grafik supply dan demand gas bumi di Region VII berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II

36 Gambar II.19 Grafik supply dan demand gas bumi Region VII berdasarkan status kontrak. 39

37 Gambar II.20 Grafik supply dan demand gas bumi Region VII berdasarkan sektor pemanfaatan. Region VIII meliputi wilayah Sulawesi Bagian Selatan. Supply gas bumi di region ini sepanjang akan cenderung stabil. Selain existing supply, terdapat project supply yang akan berproduksi setelah 2007 dan menambah kapasitas hingga mencapai 73 MMSCFD. Existing supply yang ada digunakan untuk kebutuhan bahan bakar industri. Demand gas bumi di region ini sepanjang tahun akan mengalami kenaikan. Kenaikan ini muncul dari pemanfaatan gas bumi untuk pembangkit listrik. Grafik supply dan demand gas bumi di Region VIII berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.21. Grafik supply dan demand gas bumi di Region VIII berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II

38 Gambar II.21 Grafik supply dan demand gas bumi Region VIII berdasarkan status kontrak. 41

39 Gambar II.22 Grafik supply dan demand gas bumi Region VIII berdasarkan sektor pemanfaatan. Region IX meliputi wilayah Papua. Supply di region ini sepanjang tahun akan meningkat. Existing supply memang masih kecil, hanya sekitar 1 MMSCFD. Akan tetapi terdapat project supply yang akan mampu berproduksi penuh mulai tahun 2010 dengan kapasitas mencapai lebih dari 1080 MMSCFD. Project supply tersebut sudah memiliki contracted demand untuk ekspor. Grafik supply dan demand gas bumi di Region IX berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.23. Grafik supply dan demand gas bumi di Region IX berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II

40 Gambar II.23 Grafik supply dan demand gas bumi Region IX berdasarkan status kontrak. 43

41 Gambar II.24 Grafik supply dan demand gas bumi Region IX berdasarkan sektor pemanfaatan. Region X meliputi wilayah Masela. Di region ini hanya terdapat project supply yang akan terealisir setelah tahun Demand untuk kebutuhan ekspor maupun domestik sepanjang tahun belum ada. Grafik supply dan demand gas bumi di Region X berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.25. Grafik supply dan demand gas bumi di Region X berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II

42 Gambar II.25 Grafik supply dan demand gas bumi Region X berdasarkan status kontrak. 45

43 Gambar II.26 Grafik supply dan demand gas bumi Region X berdasarkan sektor pemanfaatan. Region XI meliputi wilayah Natuna. Supply gas bumi di region ini sepanjang tahun akan mengalami kenaikan. Terdapat project supply yang akan terealisir setelah tahun 2009 yang akan menambah kapasitas pasokan hingga mencapai lebih dari 680 MMSCFD dan setelah tahun 2014 yang akan menambah kapasitas pasokan hingga mencapai lebih dari 1600 MMSCFD. Contracted demand yang ada adalah untuk kebutuhan ekspor. Belum ada comitted demand maupun potential demand yang akan menyerap produksi dari project supply. Grafik supply dan demand gas bumi di Region XI berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.27. Grafik supply dan demand gas bumi di Region XI berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II

44 Gambar II.27 Grafik supply dan demand gas bumi Region XI berdasarkan status kontrak. 47

45 Gambar II.28 Grafik supply dan demand gas bumi Region XI berdasarkan sektor pemanfaatan. II.6 Data pemanfaatan gas bumi Gas bumi Indonesia dimanfaatkan untuk ekspor, bahan bakar pembangkit listrik, dan bahan baku industri. Pada tahun 2006, total produksi kotor mencapai 8,185 MMSCFD. Angka tersebut berasal dari produksi Pertamina sebesar 957,5 MMSCFD dan produksi PSC sebesar 7.225,5 MMSCFD. 65,4% dari produksi gas bumi tersebut diekspor sedangkan 33,1% digunakan untuk kepentingan domestik. Dari 33,1% yang digunanakan untuk kepentingan domestik tersebut, porsi terbesar digunakan oleh industri nasional untuk bahan baku maupun sebagai bahan bakar. Penggunan untuk pembangkit listrik oleh PLN hanya sekitar 4,6%. Neraca produksi dan pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.29 berikut ini. 48

46 KPS BSCFD PERTAMINA BSCFD PRODUKSI BSCFD DOMESTIK 45.3% MMSCF D (%) PEMAKAIAN DOMESTIK PUPUK KILANG PETROKIMIA KONDENSASI LPG PGN PLN KRAKATAU STEEL INDUSTRI LAIN PEMAKAIAN SENDIRI SUSUT+FLARE SUB TOTAL DOMESTIK 3, Gambar II.29 EKSPOR 54.7% Sumber: Migas 2006 LNG LPG GAS PIPA SUB TOTAL EKSPOR 4, T O T A L Neraca produksi dan pemanfaatan gas bumi 2007 (Status Agustus 2007). Grafik volume pemanfaatan gas bumi untuk masing-masing sektor tersebut dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar II.30 berikut ini. 49

47 Gambar II.30 Sumber: Migas 2005 Grafik volume pemanfaatan gas bumi dari tahun ke tahun untuk masing-masing sektor. 50

KOMERSIALITAS. hasil ini, managemennya seluruhnya dipegang oleh BP migas, sedangkan

KOMERSIALITAS. hasil ini, managemennya seluruhnya dipegang oleh BP migas, sedangkan KOMERSIALITAS 1 Sistem Kontrak Bagi Hasil Kontrak bagi hasil adalah bentuk kerjasama antara pemerintah dan kontraktor untuk melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya migas berdasarkan prinsip

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING. Oleh: KUSWO WAHYONO

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING. Oleh: KUSWO WAHYONO PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PRODUCTION SHARING Oleh: KUSWO WAHYONO 1 PRODUCTION SHARING CONTRACT Produksi setelah dikurangi cost recovery dibagi antara Pemerintah dan Kontraktor berdasarkan suatu persentase

Lebih terperinci

Analisa dan Diskusi. Neraca gas bumi

Analisa dan Diskusi. Neraca gas bumi BAB IV Analisa dan Diskusi IV.1 Neraca gas bumi Kajian tentang permintaan dan penyediaan gas bumi memperlihatkan bahwa terjadi kekurangan gas. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan yang tidak mampu

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI Jakarta, 6 Februari 2014 I KONDISI HULU MIGAS 2 CADANGAN GAS BUMI (Status

Lebih terperinci

Ringkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008

Ringkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008 Ringkasan ; Media Briefing Penyimpangan Penerimaan Migas, ICW; Kamis, 19 Juni 2008 Latar Belakang : 1. Defisit Neraca APBN tiap tahun serta kenaikan harga BBM. Disisi lain indonesia masih menghasilan minyak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN

BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN IV.1 Prinsip Perhitungan Keekonomian Migas Pada prinsipnya perhitungan keekonomian eksplorasi serta produksi sumber daya minyak dan gas (migas) tergantung pada: - Profil produksi

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PASAR DOMESTIK GAS BUMI TERBESAR ADA DI PULAU JAWA YANG MEMILIKI CADANGAN GAS BUMI RELATIF KECIL;

LATAR BELAKANG PASAR DOMESTIK GAS BUMI TERBESAR ADA DI PULAU JAWA YANG MEMILIKI CADANGAN GAS BUMI RELATIF KECIL; LATAR BELAKANG GAS BUMI MEMPUNYAI PERAN YANG SANGAT PENTING DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL, YAITU SEBAGAI SUMBER ENERGI, BAHAN BAKU DALAM NEGERI DAN SEBAGAI SUMBER PENERIMAAN NEGARA DAN DEVISA.; PERMINTAAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

N E R A C A G A S I N D O N E S I A

N E R A C A G A S I N D O N E S I A REPUBLIK INDONESIA N E R A C A G A S I N D O N E S I A 27-215 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL SAMBUTAN Neraca Gas Bumi Indonesia 27-215 disusun sebagai

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B

BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B BAB IV KAJIAN KEEKONOMIAN GAS METANA-B Sebelum dilakukan perhitungan keekonomian dari pengusahaan Gas Metana- B sesuai dengan prosedur penelitian yang telah diuraikan pada Bab III, kita harus melakukan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISIS KEEKONOMIAN PENGEMBANGAN COALBED METHANE (CBM) DI INDONESIA DENGAN BERBAGAI MODEL PRODUCTION SHARING CONTRACT (PSC) BERBASIS JOINT STUDY PADA LAPANGAN CBM X Abstrak Arif Budi Ariyanto, Siti Nuraeni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

Bab III Kajian Kontrak Pengusahaan dan Harga Gas Metana-B

Bab III Kajian Kontrak Pengusahaan dan Harga Gas Metana-B Bab III Kajian Kontrak Pengusahaan dan Harga Gas Metana-B Bab ini membahas pemodelan yang dilakukan untuk pengembangan kontrak dan harga Gas Metana-B di Indonesia dengan melakukan review terhadap model

Lebih terperinci

Pajak Perusahaan Migas dan Traktat Pajak Kenapa Ribut?

Pajak Perusahaan Migas dan Traktat Pajak Kenapa Ribut? Pajak Perusahaan Migas dan Traktat Pajak Kenapa Ribut? Benny Lubiantara Agustus 2011 Beberapa bulan yang lalu, kita melihat di mass media isu mengenai masalah pembayaran pajak perusahaan minyak. Karena

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT

STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 STUDI KELAYAKAN KEEKONOMIAN PADA PENGEMBANGAN LAPANGAN GX, GY, DAN GZ DENGAN SISTEM PSC DAN GROSS SPLIT William

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang Juta US$ 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia saat ini masuk sebagai negara net importir migas, meskipun sebelumnya sempat menjadi salah satu negara eksportir migas dan menjadi anggota dari Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

BAB I PENDAHULUAN. Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menjadi awal tonggak reformasi kegiatan usaha hulu migas di Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... SURAT PERNYATAAN KARYA ASLI TUGAS AKHIR... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN MOTTO... KATA PENGANTAR... ABSTRAK...

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang No.118, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. BIAYA OPERASI. PPH. Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6066)

Lebih terperinci

COST & FEE Model Alternatif Kontrak Kerja Sama Migas

COST & FEE Model Alternatif Kontrak Kerja Sama Migas IATMI 2005-39 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2005 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 16-18 November 2005. COST & FEE Model Alternatif Kontrak Kerja

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi Studi ini adalah untuk mengevaluasi model kontrak dan harga Gas Metana-B di Indonesia. Beberapa model kontrak mulai dari model Kontrak PSC Konvensional, model kontrak negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi nasional adalah mencapai masyarakat yang sejahtera. Oleh karena itu, pemerintah di berbagai negara berusaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN TAHUN PAJAK PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BAGI KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MIGAS

LAMPIRAN KHUSUS SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN TAHUN PAJAK PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BAGI KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MIGAS LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-28/PJ/2011 TENTANG : BENTUK DAN ISI SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI BIDANG USAHA HULU

Lebih terperinci

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER

INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER IATMI 520 PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 5 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 1618 November 5. INDONESIA MENUJU NET OIL EXPORTER Ir. Oetomo Tri Winarno,

Lebih terperinci

ERA BARU MIGAS INDONESIA:

ERA BARU MIGAS INDONESIA: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Temu Netizen ke-8 ERA BARU MIGAS INDONESIA: Investasi dan Kontrak Gross Split Migas Selasa, 20 Februari 2018 1 Realisasi dan Rencana Investasi Sektor Energi dan

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom No. 316, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Alokasi, Pemanfaatan dan Harga. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak Belanda ini mendorong diberlakukannya Undang-Undang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. minyak Belanda ini mendorong diberlakukannya Undang-Undang Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era industri migas dikelompokkan menjadi tiga era yaitu era kolonial belanda, era awal kemerdekaan, dan era industri migas modern. Era kolonial Belanda ditandai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip 264 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan : 5.1.1 Syarat-syarat dan ketentuan dalam kontrak EPCI di bidang usaha hulu Minyak Bumi dan Gas Alam mengandung asas-asas dari prinsip-prinsip unidroit. Peraturan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PROFIT SHARING MENJADI PRODUCTION SHARING PADA CONTRACT PSC GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI, DAYA TARIK INVESTOR DAN DEBIROKRATISASI OPERASI

PERUBAHAN PROFIT SHARING MENJADI PRODUCTION SHARING PADA CONTRACT PSC GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI, DAYA TARIK INVESTOR DAN DEBIROKRATISASI OPERASI PERUBAHAN PROFIT SHARING MENJADI PRODUCTION SHARING PADA CONTRACT PSC GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI, DAYA TARIK INVESTOR DAN DEBIROKRATISASI OPERASI Rudi Rubiandini R.S, Andrias Darmawan, Herbert Sipahutar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa. Eksplorasi: Plan of Development (POD)

UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa. Eksplorasi: Plan of Development (POD) UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa Kegiatan Hulu Migas Survey Umum Pembagian Wilayah Kerja (WK) Tanda tangan kontrak Eksplorasi: Eksploitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional

BAB I PENDAHULUAN. sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki sumber pendapatan dari sektor minyak dan gas bumi. Pengusahaan kekayaan alam ini secara konstitusional didasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis Perlakuan perpajakan..., Rusfin Molid Alamsyah, FISIP UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis Perlakuan perpajakan..., Rusfin Molid Alamsyah, FISIP UI, 2009 2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan. No.274, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Gas Bumi. Pipa. Transmisi. Badan Usaha. Wilayah Jaringan. Kegiatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Lebih terperinci

TAKARIR. = Pipa Selubung. = Pipa Produksi

TAKARIR. = Pipa Selubung. = Pipa Produksi TAKARIR Break Event Point Cost Recovery Casing Declining Balance Dry Gas First Tranche Petroleum Flow Line Gross Revenue Higher Rate of Income Tax Net Present Value Off Shore On Shore Packer Payback Period

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Ekplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi

Lebih terperinci

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) Pendahuluan Dalam delapan tahun terakhir (2005-2012) rata-rata proporsi subsidi listrik terhadap

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN PENERIMAAN NEGARA DARI SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI. Oleh: Bambang Rusamseno

PENGHITUNGAN PENERIMAAN NEGARA DARI SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI. Oleh: Bambang Rusamseno Journal of Applied Business and Economics Volume 1 Nomor 2 Januari 2015 PENGHITUNGAN PENERIMAAN NEGARA DARI SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI ABSTRAK Oleh: Bambang Rusamseno Program Studi Pendidikan Ekonomi Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS

ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS ANALISIS TANTANGAN MIGAS INDONESIA ; PENGUATAN BUMN MIGAS Biro Riset BUMN Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) Tantangan pengelolaan migas di Indonesia dihadapkan

Lebih terperinci

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und No.1589, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Harga. Pemanfaatan. Penetapan Lokasi. Tata Cara. Ketentuan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI

PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI PERMEN ESDM NO. 08 TAHUN 2017 KONTRAK BAGI HASIL GROSS SPLIT BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI 1 1 I LATAR BELAKANG 2 2 Kondisi Hulu Migas Saat ini 1. Skema PSC Cost Recovery kurang

Lebih terperinci

KEASLIAN KARYA ILMIAH...

KEASLIAN KARYA ILMIAH... HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERUNTUKAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi RINGKASAN... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI RENCANA PENYEDIAAN GAS BUMI NASIONAL

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI RENCANA PENYEDIAAN GAS BUMI NASIONAL RENCANA PENYEDIAAN GAS BUMI NASIONAL Disampaikan dalam : Round Table Forum Dialog & Business Opportunity 27 Bidang Energi Gas Pemanfaatan Gas Bumi Sebagai Energi Alternatif Dalam Negeri & Pengaruhnya Terhadap

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan visi menjadi perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal

Lebih terperinci

Hasil Perhitungan. Sumber Data dan Sectoral Re-segregation

Hasil Perhitungan. Sumber Data dan Sectoral Re-segregation BAB III Hasil Perhitungan III.1 Sumber Data dan Sectoral Re-segregation Data yang digunakan untuk perhitungan dan analisis berasal dari Tabel Input-Output Indonesia 2000 yang dikeluarkan oleh BPS (Badan

Lebih terperinci

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Dalam hal kontrak kerja sama di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah men

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Dalam hal kontrak kerja sama di bidang usaha hulu Minyak dan Gas Bumi, Pemerintah men TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN. BIAYA OPERASI. PPH. Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 118) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong

BAB I PENDAHULUAN. saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri Minyak dan Gas Bumi merupakan sektor penting di dalam pembangunan nasional baik dalam hal pemenuhan kebutuhan energi dan bahan baku industri di dalam negeri

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang

2017, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.304, 2017 PERPAJAKAN. Hulu Minyak dan Gas Bumi. Kegiatan Usaha. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi DASAR HUKUM UU No. 22/2001 PP 36 / 2004 Permen 0007/2005 PELAKSANAAN UU NO. 22 / 2001 Pemisahan yang jelas antara

Lebih terperinci

FORMAT SURAT SETORAN PAJAK PENGHASILAN MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI SURAT SETORAN PAJAK MIGAS (SSP MIGAS)

FORMAT SURAT SETORAN PAJAK PENGHASILAN MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI SURAT SETORAN PAJAK MIGAS (SSP MIGAS) 2012, No.544 14 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/PMK.02/2012 TENTANG TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORAN PENERIMAAN NEGARA DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN/ATAU

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya minyak dan gas bumi

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH EKSPLORASI GAS BUMI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TIMUR MELALUI PENDEKATAN INPUT OUTPUT

ANALISA PENGARUH EKSPLORASI GAS BUMI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TIMUR MELALUI PENDEKATAN INPUT OUTPUT ANALISA PENGARUH EKSPLORASI GAS BUMI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TIMUR MELALUI PENDEKATAN INPUT OUTPUT Moses L. Singgih Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111, Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan energi nasional sebagai blue print bagi penggunaan berbagai macam energi pada tahun 2025 untuk mengamankan pasokan

Lebih terperinci

FORMAT SURAT SETORAN PAJAK PENGHASILAN MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI SURAT SETORAN PAJAK MIGAS (SSP MIGAS)

FORMAT SURAT SETORAN PAJAK PENGHASILAN MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI SURAT SETORAN PAJAK MIGAS (SSP MIGAS) LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 79/PMK.02/2012 TENTANG : TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORAN PENERIMAAN NEGARA DARI KEGIATAN USAHA HULU MINYAK BUMI DAN/ATAU GAS BUMI DAN

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Struktur Perusahaan

Gambar 3.1. Struktur Perusahaan BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1. Sejarah Singkat PT. X Berdasarkan data yang diperoleh melalui Laporan Tahunan 2009, PT. X didirikan pada 9 Juni 1980 di bawah hukum Republik Indonesia dan memulai usahanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero) 1.1.2 Lokasi Perusahaan Jl. Medan Merdeka Timur 1A, Jakarta 10110

Lebih terperinci

MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split

MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split MENJAWAB KERAGUAN TERHADAP GROSS SPLIT Tanggapan atas Opini Dr Madjedi Hasan Potensi Permasalahan dalam Gross Split Oleh Prahoro Nurtjahyo Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Investasi dan Pengembangan Infrastruktur

Lebih terperinci

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1 Perkembangan Pasar Minyak Dunia Harga minyak mentah dunia terus mengalami kenaikan. Pada akhir bulan Oktober harga minyak mentah dunia menembus angka 90 dolar AS per

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi ( Migas ), batubara,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No No.116, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2017 TENTANG KONTRAK

Lebih terperinci

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH

Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR RI 1 Prediksi Lifting Minyak 811 ribu BPH Lifting minyak tahun 2016 diprediksi sebesar 811 ribu barel per hari (bph). Perhitungan ini menggunakan model

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI Oleh : A. Edy Hermantoro Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas disampaikan pada : DISKUSI EVALUASI BLUE PRINT ENERGI NASIONAL PETROGAS DAYS 2010 Jakarta, 11

Lebih terperinci

Kebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS

Kebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS Kebijakan Perpajakan Terkait Importasi Barang Migas KKKS Persen Kontribusi thp Pen Dom & Harga Minyak US$ per Barel Produksi Minyak Bumi ribu BOPD PERAN MIGAS DALAM APBN 100 1800 90 80 1600 70 60 1400

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONTRAK KERJA SAMA PENGELOLAAN SUMUR TUA DI INDONESIA. Oleh : Rizky Sulaksono*

PENGEMBANGAN KONTRAK KERJA SAMA PENGELOLAAN SUMUR TUA DI INDONESIA. Oleh : Rizky Sulaksono* PENGEMBANGAN KONTRAK KERJA SAMA PENGELOLAAN SUMUR TUA DI INDONESIA Oleh : Rizky Sulaksono* Sari Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 01 Tahun 2008, yang dimaksud dengan sumur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai penemuan cadangan minyak bumi dan pembangunan kilang-kilang minyak yang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai penemuan cadangan minyak bumi dan pembangunan kilang-kilang minyak yang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Pada dasarnya Indonesia memiliki prospek industri minyak bumi yang menjanjikan kedepannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan penduduknya. Berbagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan menggunakan metodologi yang dapat digambarkan pada diagram alir berikut. Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian

Lebih terperinci

POKOK-POKOK DALAM PENGATURAN PEMANFAATAN GAS BUMI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK (Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2017) Jakarta, 10 Februari 2017

POKOK-POKOK DALAM PENGATURAN PEMANFAATAN GAS BUMI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK (Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2017) Jakarta, 10 Februari 2017 POKOK-POKOK DALAM PENGATURAN PEMANFAATAN GAS BUMI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK (Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2017) Jakarta, 10 Februari 2017 MAKSUD DAN RUANG LINGKUP PENGATURAN Mengatur dari sisi teknis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan jumlah pembangkit listrik di Indonesia merupakan akibat langsung dari kebutuhan listrik yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, karena listrik merupakan energi

Lebih terperinci

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin)

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin) LAMPIRAN II MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin) Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu Jaminan pasokan energi Terjaminnya pasokan

Lebih terperinci

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini. BAB 6 P E N U T U P L sebelumnya. aporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2011 merupakan media perwujudan akuntabilitas terhadap keberhasilan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga,

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga, 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ekonomi dan Pertumnbuhan Ekonomi Sebuah Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa. Kata

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1130, 2016 KEMEN-ESDM. Kilang Minyak. Skala Kecil. Pembangunan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

Peran KESDM Dalam Transparansi Lifting Migas

Peran KESDM Dalam Transparansi Lifting Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Peran KESDM Dalam Transparansi Lifting Migas Disampaikan Dalam FGD Tranparansi Dana Bagi Hasil (DBH) Industri Ekstraktif Batam, 09 April 2018 1 II DAFTAR ISI

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA Prof. Indra Bastian, MBA, Ph.D, CA, CMA, Mediator PSE-UGM Yogyakarta,25 Agustus 2014 PRODUK GAS 1. Gas alam kondensat 2. Sulfur 3. Etana 4. Gas alam cair (NGL): propana,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ReforMiner Quarterly Notes

ReforMiner Quarterly Notes ReforMiner Quarterly Notes ReforMiner Quarterly Notes September 2017 Catatan terhadap Posisi dan Peran Industri Hulu Migas Dalam beberapa waktu terakhir sejumlah pihak menilai dan menyimpulkan bahwa saat

Lebih terperinci

KINERJA SEKTOR HULU MIGAS YTD SEPTEMBER 2017 (Q3) Jakarta, 27 Oktober 2017

KINERJA SEKTOR HULU MIGAS YTD SEPTEMBER 2017 (Q3) Jakarta, 27 Oktober 2017 KINERJA SEKTOR HULU MIGAS YTD SEPTEMBER 2017 (Q3) Jakarta, 27 Oktober 2017 1 I. KINERJA UTAMA HULU MIGAS (Q3 2017) 2 2017 SKK Migas All rights reserved Wilayah Kerja Migas Konvensional & NonKonvensional

Lebih terperinci