JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-7 1"

Transkripsi

1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) ANALISIS FAKTOR PRODUKTIVITAS GULA NASIONAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN PERMINTAAN GULA IMPOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK Lilis Ernawati, dan Erma Suryani Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya lilis.ernawati9@gmail.com Abstrak- juga merupakan salah satu komoditas strategis yang berpengaruh pada kondisi perekonomian Indonesia. Permasalahan pada stabilitas pasokan, permintaan, dan harga gula menjadi ancaman pada kemandirian industri pergulaan nasional.kondisi persediaan gula nasional yang tidak kondusif dapat menyebabkan terjadinya distorsi pasokan yang berdampak pada volatilitas harga.peningkatan permintaan yang tidak diikuti dengan produksi yang memadai mendorong terjadinya peningkatan harga dipasar domestik. Hal ini kemudian menyebabkan dikeluarkannya kebijakan impor gula oleh Kementerian Perdagangan RI sebagai solusi tersendatnya pasokan dan tingginya harga di pasar domestik. Padahal salah satu indikator masalah industri gula Indonesia adalah kecenderungan volume impor yang terus meningkat. Dalam Tugas Akhir ini faktor-faktor penentu produktivitas gula nasional dimodelkan dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik.berdasarkan data historis yang diperoleh, dilakukan penentuan variabel-variabel yang secara signifikan berpengaruh pada produktivitas, harga, serta impor gula di Indonesia. Berdasarkan hasil simulasi dari 5 skenario yang dilakukan, faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh pada produktivitas gula dalam negeri adalah besarnya rendemen, dan kapasitas produksi (giling). Berdasarkan hasil skenario 5, peningkatan rendemen dan kapasitas produksi mampu meningkatan produksi gula hingga 5% dan mengurangi ketergantungan terhadap impor hingga 17%. Dengan melakukan perbaikan dari kedua aspek ini, yakni peningkatan dari segi on farm melalui rendemen dan perbaikan dari segi off-farm melalui perbaikan utilisasi dan penambahan kapasitas giling maka produksi menjadi lebih efisien dan tidak banyak tebu yang mengalami penundaan penggilingan. Kata Kunci Simulasi, Sistem Dinamik, Produktivitas. G I. PENDAHULUAN ula merupakan salah satu komoditas yang memegang peranan penting di sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan dalam perekonomian Indonesia. juga merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan sumber kalori yang relatif murah (Badan Litbang Pertanian, 25). Kedudukan gula sebagai bahan pemanis utama di Indonesia belum dapat digantikan oleh bahan pemanis lainnya yang digunakan baik oleh rumah tangga maupun industri makanan dan minuman. Dengan luas areal tebu rakyat sebesar ha dan areal tebu swasta ha, kemampuan produksi gula Indonesia hanya 2,1 juta gula Kristal putih (GKP) per tahun. Angka ini belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri yang hampir berada di angka 3 juta /tahun. Selain penurunan efisiensi di tingkat usahatani dan PG, berbagai faktor seperti kebijakan pemerintah juga berpengaruh secara signifikan terhadap kemunduran industri gula Indonesia (Wayan R. Susila, 25). Adanya kebijakan impor gula menimbulkan kekhawatiran pemerintah akan impor gula pasir yang tinggi, yang dipandang sebagai ancaman terhadap kemandirian pangan.kemandirian pangan merupakan hal penting bagi negara berkembang yang berpenduduk besar dengan daya beli masyarakat yang reatif rendah seperti Indonesia. Kestabilan harga gula pasir di pasar domestik pada tingkat yang dapat menguntungkan produsen (industri gula) dan layak bagi konsumen, merupakan suatu hal yang penting untuk menjamin kelangsungan hidup industri gula dan mendorong kenaikan produksi gula nasional, serta untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan akan gula sebagai salah satu bahan pokok masyarakat (Churmen, 21). Menurut catatan data Badan Litbang Pertanian, produksi gula nasional tahun 211 mencapai Kristal Putih (GKP) dan meningkat menjadi 2.58 pada tahun 212. Sementara itu, dalam roadmap swasembada gula disebutkan bahwa estimasi kebutuhan gula nasional pada 214 akan mencapai GKP. Untuk mewujudkan tujuan ini maka harus dilakukan usaha yang lebih optimal dalam meningkatkan produktivitas gula nasional dengan memperhatikan faktor-faktor penting dalam peningkatan produksi gula dan dengan mengembangkan industri gula lokal yang baru di dukung oleh 62 pabrik gula (PG). Dimana kondisi PG-PG terutama yang berada di Pulau Jawa yang kurang produktif dikarenakan faktor usia yang sudah tua dan sangat tergantung kepada petani tebu yang luas area tanam tebunya semakin terbatas.impor yang tinggi serta harga internasional yang murah semakin mempersulit posisi sebagian besar perusahaan gula (PG) untuk bertahan dalam industri gula nasional. Wayan (Wayan R. Susila, 25) mengevaluasi dan merumuskan beberapa alternatif kebijakan pemerintah yang meliputi kebijakan produksi, harga dasar, dan perdagangan. Maria (Maria, 29) menganalisis kebijakan tataniaga gula terhadap ketersediaan dan harga domestik gula pasir. Sawit (Sawit, 21) menganalisis konflik tujuan swasembada gula

2 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) dan mempelajari struktur pasar gula dalam negeri.dari beberapa studi tersebut, produktivitas gula masih belum menjadi perhatian utama padahal peningkatan produktivitas gula sangat penting untuk dilakukan guna mewujudkan swasembada gula nasional dan lebih mengoptimalkan potensi lahan tebu yang semakin terbatas. Besarnya produktivitas gula yang sangat dipengaruhi oleh dinamika antara aspek on-farm ditingkat petani dan off-farm ditingkat pabrik serta pengaruhnya terhadap harga domestik dan kebutuhan impor, menjadikan peningkatan produktivitas gula sebagai masalah yang cukup kompleks.karena dinamika tersebut dapat menjadi sangat penting, sistem dinamik memiliki potensi untuk memberikan pandangan yang sangat inovatif pada masalah. Oleh karena itu, dalam tugas akhir ini diusulkan sebuah pemodelan dan simulasi untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas gula nasional dan pengaruhnya terhadap harga gula domestik dan permintaan gula impor serta rekomendasi kebijakan untuk peningkatan produktivitas gula nasional berdasarkan hasil skenario model. Mulai II. METODOLOGI Identifikasi Masalah dan Pemahaman Industri Tinjauan Pustaka Pengumpulan Data Pengolahan Data : Analisi Variabel, Pembuatan Konseptual Model Pemodelan dan Simulasi Verifikasi dan Validasi ya Penyusunan skenario Analisi hasil dan interpretasi data Kesimpulan dan Saran Penyusunan Buku Tugas Akhir Selesai Tidak Input Data Mentah A. Identifikasi Masalah dan Pemahaman Kondisi Industri Metode pengerjaan tugas akhir ini diawali dengan pemahaman tentang kondisi industri pergulaan nasional beserta permasalahan yang timbul dalam proses bisnisnya. Identifikasi permasalahan ini merujuk pada penjelasan pada sub bab latar belakang dan tinjauan pustaka. Pada tahap ini dilakukan identifikasi beserta pemahaman terhadap masalah yang timbul sehingga ditemukan rumusan masalah yang akan diangkat dalam pembuatan tugas akhir ini. Identifikasi masalah dan pemahaman sistem dilakukan dengan mengumpulkan literatur dan sumber informasi terkait pergulaan nasional dari beberapa badan pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik, Badan Litbang Pertanian, Pusat Penelitian Perkebunan Indonesia (P3GI), PT.Perkebunan Nusantara XI dan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia. B. Tinjauan Pustaka Pada tahap ini akan dilakukan penggalian teori-teori maupun informasi lain yang menunjang pengerjaan tugas akhir sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan. Penggalian teori maupun informasi dilakukan melalui banyak sumber seperti internet, artikel ilmiah, paper, buku, dan jurnal. Tinjauan pustaka dilakukan sesuai dengan fokus tugas akhir, yaitu membuat model simulasi sistem dinamik terhadap pasokan, permintaan, dan harga gula dalam makro ekonomi Indonesia. C. Pengumpulan Data Dalam proses pengerjaan tugas akhir ini, data diperoleh dari beberapa badan pemerintah yang menangani masalah pergulaan yaitu Badan Pusat Statistik, Badan Litbang Pertanian, Pusat Penelitian Perkebunan Indonesia (P3GI), PT.Perkebunan Nusantara XI dan Tim Komoditi Spesialis Kementerian Perdagangan Republik. Adapun data yang dapat dikumpulkan melalui metode dokumentasi ini adalah : Data produksi gula,produktivitas gula, luas areal perkebunan tebu,produksi tebu, produktivitas lahan tebu, statistik rendemen, dan data konsumsi gula dari Badan Pusat Statistik. Data statistik harga gula domestik dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia Data terkait kondisi perkebunan tebu, produktivitas, produksi,musim panen dan giling serta arah pengembangan tebu dimasa depan dari Badan Litbang Pertanian, PT.Perkebunan Nusantara XI dan Pusat Penelitian Perkebunan Indonesia (P3GI). D. Pengolahan Data Tahapan pengolahan data dilakukan setelah diperoleh data mentah dari proses pengumpulan data. Terdapat beberapa langkah untuk melakukan pengolahan data, antara lain sebagai berikut : 1) Analisis Variabel Berdasarkan data mentah yang diperoleh dari tahap pengumpulan data, selanjutnya dilakukan analisis faktor serta variabel yang mempengaruhi tingkat produktivitas gula nasional. Dalam kaitannya dengan studi yang diusulkan, terdapat beberapa faktor yang mungkin berpengaruh terhadap stabilitas pasokan, permintaan, dan harga diantaranya : Permintaan

3 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) Permintaan dipengaruhi oleh konsumsi langsung (gula kristal) dan konsumsi gula kristal oleh industry makanan dan minuman, dimana besarnya dipengaruhi oleh tingginya laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan industri mamin. Selain tingkat konsumsi juga dipengaruhi oleh harga, dan daya beli masyarakat atau pendapatan. Pasokan Pasokan berhubungan langsung dengan besarnya produksi gula nasional yang dipengaruhi oleh tingkat rendemen, produksi tebu, delai penggilingan, utilitas pabrik dan kapasitas giling pabrik. Faktor lain seperti ketersediaan lahan juga sangat berkaitan erat dengan banyaknya tebu yang dihasilkan, yang kemudian berpengaruh pada tingkat rendemen yang dihasilkan. Dari sisi teknis, besarnya pasokan juga dipengaruhi oleh kebijaksanaan pemerintah, terutama terkait input seperti, penyediaan pupuk, peralatan pertanian, sarana transportasi dan output usaha tani tebu seperti, pemberian modal usahatani, penyaluran kredit yang didukung dengan bunga rendah, serta pemberian subsidi dari pemerintah terhadap prasarana usaha tani tebu. Keberadaan sarana dan prasarana tersebut ikut menentukan produktivitas tebu yang dihasilkan. Selain itu, besarnya rendemen tebu dipengaruhi oleh waktu panen, sistem tebang, lokasi jarak ke PG, iklim serta pengelolaan usahatani. Sementara utilisasi PG dipengaruhi oleh usia PG, dan kapasitas produksi. Harga Selain dipengaruhi oleh produksi, distribusi dan profit yang diperoleh oleh produsen baik tebu maupun gula, harga juga sangat dipengaruhi oleh dinamika permintaan dan penawaran (pasokan). 2) Pembuatan Konseptual Model Salah satu langkah awal dari tahapan adalah menentukan model konseptual untuk mengetahui pola perilaku dan hubungan antar variabel yang ada pada simulasi guna menentukan kesesuaian model dengan perilaku di kehidupan. Model konseptual tersebut digambarkan dalam sebuah Causal Loop Diagram (CLD). Causal Loop dibuat untuk menggambarkan interaksi atau hubungan sebab-akibat dari variabel-variabel utama yang akan dibuat dalam model. E. Pemodelan dan Simulasi Sistem Setelah pembuatan causal loop diagram, maka dilanjutkan ke pemodelan yang bertujuan merumuskan hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya. Dalam tahapan pemodelan sistem ini akan dihasilkan model diagram flow dari sistem, diagram inilah yang kemudian akan di simulasikan untuk melihat perilaku dari sistem yang dimodelkan. Simulasi model dari tugas akhir ini menggunakan interval waktu bulan, dan dilakukan untuk kurun waktu 3 tahun.penentuan waktu ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa dalam kurun waktu 3 tahun sudah cukup untuk mempelajari perilaku sistem, kausalitas antara demand dan supply serta bagaimana harga berubah dari waktu ke waktu pada kondisi tertentu. F. Verifikasi dan Validasi Verifikasi adalah pemerikasaan model simulasi konseptual (diagram alur dan asumsi) ke dalam bahasa pemrograman secara benar. Sementara validasi adalah penentuan apakah model konseptual simulasi adalah representasi akurat dari sistem nyata yang dimodelkan (Kel, 2). Pada tugas akhir ini, cara yang akan digunakan untuk melakukan validasi adalah melalui behaviour validity test, yaitu fungsi yang digunakan untuk memeriksa apakah model yang dibangun mampu menghasilkan tingkah laku (behaviour) output yang diterima. Terdapat dua cara pengujian dalam validasi behaviour (Barlas, 1989) yaitu sebagai berikut: Perbandingan rata-rata (Means Comparison) Dengan formula sebagai berikut : E1 = Dimana : : nilai rata-rata hasil simulasi : nilai rata-rata data Model dianggap valid jika E1 5% Perbandingan variasi amplitude (Amlitude Variations Comparisan) Dapat juga dikatakan % error variance dengan formula sebagai berikut : E2= Dimana : Ss : standart deviasi simulasi Sa : standart deviasi data Model dianggap valid bila E2 3%. G. Penyusunan Skenario Setelah Base Model yang telah kita buat valid dan verify, langkah selanjutnya yang akan dikerjakan adalah membuat skenario simulasi. Dalam simulasi sistem dinamik terdapat 2 jenis skenario, skenario struktur ( structure scenario), dan skenario parameter (parameter scenario). Skenario struktur digunakan mengubah struktur model dengan penambahan atau pengurangan variabel, sedangkan skenario parameter digunakan dengan mengubah nilai parameter suatu variabel yang berpengaruh pada model. H. Analisis Hasil dan Interpretasi Data Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap model dan skenario yang sudah dibuat untuk mengetahui bagaiamana perilaku sistem pasokan, permintaan, dah harga gula dimasa lalu dan bagaimana perilaku sistem dalam skenario yang di jalankan. Hasil dari analisis berupa Causes Strip Graph, Graph, dan Time Table.

4 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) I. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Kesimpulan diambil dari hasil analisis terhadap skenario parameter dan struktur,.dari analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang dapat memberikan solusi atau usulan dalam upaya menjaga stabilitas pasokan, permintaan, dan harga gula nasional. 2. Saran Setelah ditariknya kesimpulan yang menghasilkan beberapa solusi, maka dari beberapa solusi tersebut akan memiliki kekurangan dan kelebihan yang nanti akan dilaporkan sebagai saran atau masukan dari hasil pengerjaan tugas akhir ini. J. Penyusunan Buku Tugas Akhir Tahapan selanjutnya adalah penyusunan laporan tugas akhir, yang dibuat dalam bentuk buku tugas akhir. A. Pengembangan Model III. HASIL DAN PEMBAHASAN Berangkat dari ruang lingkup permasalahan yang ada dalam industri gula nasional yang menyangkut pasokan, permintaan, dan harga maka disusun beberapa sub model diantaranya yaitu: 1. Sub model persediaan panen tebu Persediaan tebu menunjukkan tebu hasil pannen yang siap giling, besarnya dipengaruhi oleh produktivitas lahan, luas lahan tanam dan banyaknya tebu yang masuk proses giling pabrik. luas lahan tanam delay produktifitas akibat masa panen rata2 nilai produktifitas delay panen produktifitas lahan tebu tidak tergiling panen tebu luas lahan panen persediaan panen tebu tebu tergiling kapasitas produksi PG utilisasi kapasitas 2. Sub model produksi gula Produksi menunjukkan besarnya produksi gula yang dihasilkan oleh pabrik gula per bulan, besarnya produksi gula dipengaruhi oleh banyaknya tebu yang digiling oleh pabrik dan nilai rendemen dari tebu tersebut. rendemen tebu digunakan delay rendemen akibat masa panen produksi gula 3. Sub model persediaan gula <tebu tergiling> nilai rendemen Sub model ini menghitung akumulasi laju persediaan dari produksi dalam negeri dan impor dikurangi dengan laju pasokan untuk memenuhi permintaan. bea masuk gula kristal profit importir <produksi gula> harga gula dunia harga gula kristal impor laju persediaan jumlah impor gula <harga dasar gula (HDG)> persediaan gula nasional kuota impor laju pasokan <Permintaan > rasio pemenuhan permintaan 4. Sub model permintaan Jumlah permintaan gula dipengaruhi oleh besarnya laju pertumbuhanya. Besarnya laju pertumbuhan diperoleh dari data historis selama 3 tahun mulai INIT permintaan lookup growth Permintaan laju permintaan gula <Time> 5. Sub model operasional Biaya operasional merupakan yang dikeluarkan petani untuk memproduksi tebu, terdiri dari tetap yakni sewa lahan, dan variabel seperti pembelian pupuk, herbisida, tenaga kerja, bibit, dan angkut ke pabrik. Round up Gesapak bibit tenaga kerja TSP DMA KCI Urea herbisida pupuk angkut variabel ZA operational budidaya tebu tetap sewa lahan 6. Sub model pokok produksi Biaya pokok produksi merupakan perhitungan yang dikeluarkan petani per gula yang dihasilkan dari penggilingan pabrik. Besarnya pokok produksi adalah pembagian antara operasional budidaya tebu dibagi dengan produktivitas gula yang dihasilkan per hektar lahan. Biaya pokok produksi merupakan salah satu variabel awal penentu harga gula ditingkat konsumen.

5 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) multiplier kg Harga Konsumen Valid operational budidaya tebu inflasi perubahan BPP produktifitas gula <multiplier bulan> BPP per unit (Rp/) per unit (rp/kg) harga lelang profit petani harga dasar gula (HDG) 7. Sub model harga gula Harga gula ditingkat konsumen dipengaruhi oleh beberapa variabel yang nilainya berubah-ubah dari waktu ke waktu, referensi harga konsumen diperoleh dari harga retailer, dimana harga ini masih dipengaruhi oleh adanya even hari raya yang cenderung menyebabkan kenaikan harga akibat tingginya permintaan. Harga juga dipengaruhi oleh inflasi yang berhubungan langsung dengan daya beli konsumen. per unit (rp/kg) harga dasar gula (HDG) harga lelang profit petani pengaruh even hari raya harga beli gula BULOG rasio pemenuhan permintaan harga jual gula di BULOG B. Verifkasi dan Validasi margin keuntungan BULOG harga ditingkat konsumen <inflasi> harga beli pedagang besar pengaruh permintaan terhadap harga rate perubahan harga <Time> harga jual pedagang besar harga jual retailer harga beli retailer margin keuntungan pedagang besar profit margin retailer Verifikasi dilakukan dengan memeriksa error rate, apakah model sudah terbebas dari error. Tahapan ini bertujuan melakukan pemeriksaan model simulasi apakah model sudah merepresentasikan konsep secara tepat atau tidak. Validasi dilakukan dengan membandingkan kesesuaian data dengan hasil simulasi. Variabel Rata-Rata Rata-Rata Mean Status Data Simulasi Variance Panen Tebu Valid 2 Produksi Valid Permintaan Valid 9 Harga Konsumen Valid Variabel Standar Deviasi Data Standar Deviasi Simulasi Error Variance Status Panen Tebu Valid Produksi Valid Permintaan Valid Berdasarkan persyaratan, model dikatakan valid jika mean variance 5% dan error variance 3%. Dari hasil penghitungan mean variance dan error variance pada variabel panen tebu, produksi gula dan harga tingkat konsumen, nilai mean variance model 5% dan dari keseluruhan hasil menunjukan model memiliki error variance 3%. C. Pembuatan Skenario Setelah model yang dikembangkan dinyatakan cukup valid, langkah berikutnya adalah penyusunan skenario simulasi sesuai dengan skenario kebijakan yang akan diputuskan. Adapun time frame yang digunakan adalah sampai dengan tahun 216. Skenario 1 Skenario 1 adalah melakukan perbaikan dari segi on-farm melalui intensifikasi lahan sehingga produktivitas lahan mencapai 87,84 /ha pada M 5.25 M 3.5 M 1.75 M Panen Tebu, Produksi, Impor panen tebu SK1 : Intensifikasi Lahan jumlah impor gula SK1 : Intensifikasi Lahan produksi gula SK1 : Intensifikasi Lahan Gambar III.1 Panen, Produksi, dan Impor SK1 Hasil simulasi skenario 1 menunjukkan adanya peningkatan panen tebu sebesar 4% dan peningkatan persediaan tebu sebesar 83% akibat meningkatnya produktivitas lahan pada 214. Namun demikian, peningkatan ini tidak diikuti dengan peningkatan produksi gula karena kapasitas giling pabrik masih rendah sehingga jumlah tebu tergiling tetap meskipun tebu yang dihasilkan meningkat. Selain itu, impor juga masih tetap dilakukan hingga 216 karena produksi gula nasional belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Skenario 2 Skenario 2 adalah melakukan perbaikan dari segi on-farm melalui intensifikasi tanaman sehingga rendemen menjadi 8,4% pada 213 dan 8,5% pada M 4.5 M 3 M 1.5 M Panen Tebu, Produksi, Impor panen tebu SK2 : Intensifikasi Tanaman jumlah impor gula SK2 : Intensifikasi Tanaman produksi gula SK2 : Intensifikasi Tanaman Gambar III.2 Panen, Produksi, dan Impor SK2

6 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) Hasil simulasi skenario 2 menunjukkan adanya peningkatan pada produksi gula yaitu sebesar 4% sehingga persediaan naik 1% dari kondisi existing. Peningkatan ini juga menyebabkan turunnya kebutuhan impor sebesar 11% dan penurunan BPP sebesar 1% yang diikuti dengan turunnya harga ditingkat konsumen sebesar 1%. Rp/Kg 2, 17,5 15, 12,5 harga ditingkat konsumen SK2 1, harga ditingkat konsumen SK2 : Intensifikasi Tanaman harga ditingkat konsumen SK2 : Existing Gambar III.3 Harga Ditingkat Konsumen SK2 Skenario 3 Skenario 3 adalah melakukan perbaikan dari segi off-farm yaitu dengan melakukan revitalisasi pabrik gula yaitu dengan peningkatan utilisasi atau penambahan kapasitas baru. utilisasi kapasitas target kapasitas penambahan kapasitas <panen tebu> rencana perubahan kapasitas kapasitas produksi PG tebu tidak tergiling peningkatan utilisasi Kapasitas perubahan kapasitas PG waktu penyesuaian Gambar III.4 Struktur Penambahan Kapasitas 6 M 4.5 M 3 M 1.5 M Panen Tebu, Produksi, dan Impor panen tebu : Revitalisasi PG jumlah impor gula : Revitalisasi PG produksi gula : Revitalisasi PG Gambar III.5 Panen, Produksi, dan Impor Berdasarkan hasil simulasi skenario 3, produksi gula naik sebesar 1% akibat adanya kenaikan kapasitas giling. Utiliisasi hingga akhir simulasi mencapai 85.68%, hal ini menyebabkan adanya penurunan persediaan tebu 1%. 4, 3, 2, 1, tebu tidak tergiling tebu tidak tergiling : Revitalisasi PG Gambar III.6 Tebu Tidak Tergiling Dari gambar III.6 dapat diamati bahwa jumlah tebu tidak tergiling semakin menurun sejak dilakukannya peningkatan utilisasi. Pada akhir simulasi yaitu tahun 216, jumlah tebu tidak tergiling adalah ,5 menurun dari jumlah pada kondisi existing yang mencapai ,5, padahal utilisasi pada tahun tersebut baru mencapai 85,86%.%. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya permasalahan yang ada di industri gula nasional adalah masih rendahnya produktivitas gula dan utilisasi pabrik. Skenario 4 Skenario 4 adalah skenario gabungan antara skenario 1 dan 3. Berdasarkan hasil simulasi, terjadi peningkatan panen tebu sebesar 4% sehingga produksi gula juga mengalami kenaikan yakni sebesar 3%. Jumlah persediaan tebu naik sebesar 36% dan kebutuhan impor menurun hingga 6%. 7 M 5.25 M 3.5 M 1.75 M Panen Tebu, Tebu Tergiling panen tebu SK4 : Intensifikasi Lahan dan Revitalisasi PG tebu tergiling SK4 : Intensifikasi Lahan dan Revitalisasi PG Gambar III.7 Panen dan Giling SK4 Dari gambar III.7 dapat diamati bahwa jumlah tebu tergiling meningkat seiring dengan adanya penyesuaian kapasitas. Kapasitas maksimal dibutuhkan hingga akhir simulasi adalah , kapasitas ini diperoleh dari peningkatan utilisasi hingga 97,32%. /Month 5, 375, 25, 125, Produksi dan Impor produksi gula SK4 : Intensifikasi Lahan dan Revitalisasi PG jumlah impor gula SK4 : Intensifikasi Lahan dan Revitalisasi PG Gambar III.8 Produksi dan Impor SK4

7 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (213) Skenario 5 Skenario 5 adalah skenario gabungan antara skenario 2 dan 3. 5, 375, Produksi dan Impor gula yang di produksi (skenario 1). Selain itu, jika peningkatan hanya difokuskan pada segi off-farm saja maka akan ada sisa kapasitas giling yang masih belum dioptimalkan, hal ini mengindikasikan bahwa produktivitas lahan saat ini masih rendah dan perlu ditingkakan (skenario 3). /Month 25, 125, produksi gula SK5 : Intensifikasi Tanaman dan Revitalisasi PG jumlah impor gula SK5 : Intensifikasi Tanaman dan Revitalisasi PG Gambar III.9 Produksi dan Impor SK5 Berdasarkan hasil simulasi, penerapan skenario 5 menyebabkan peningkatan sebesar 5% dan impor menurun 17%. Peningkatan produksi gula disebabkan oleh adanya peningkatan kualitas tebu dan peningkatan kapasitas sehingga jumlah tebu tergiling meningkat. Selain itu BPP juga mengalami penurunan sebesar 1% yang diikuti oleh adanya penurunan harga sebesar 1%. Rp/Kg 2, 17,5 15, 12,5 1, harga ditingkat konsumen SK5 harga ditingkat konsumen SK5 : Intensifikasi Tanaman dan Revitalisasi PG harga ditingkat konsumen SK5 : Existing Gambar III.1 Harga Tingkat Konsumen SK5 Utilisasi hingga akhir simulasi adalah sebesar 85.3%, lebih kecil dari skenario 3, dan 4. Padahal hasil gula pada skenario 5 lebih tinggi dibandingkan ke-4 skenario lainnya, hal ini menunjukkan bahwa perbaikan kualitas tebu memberikan dampak lebih besar pada peningkatan produksi gula dibandingkan peningkatan hasil panen tebu. DAFTAR PUSTAKA [1] Badan Litbang Pertanian. (25). Analisis Kebijakan tentang Kebijakan Komprehensif Pergulaan Nasional [2] Barlas, Y. (1989). Multiple test for validation of system dynamic type of simulation models. Europe Journal of Operational Research, [3] Churmen, H. I. (21). Menyelamatkan Industri Indonesia. Jakarta: Millenium Publisher. [4] Law, A., & Kel, W. D. (2). Simulation Modeling and Analysis Third Edition (3rd ed.). (Wright-Allen Press, Ed.) Massachusetts. [5] Pusat Penelitian Perkebunan Indonesia.(28). KONSEP PENINGKATAN RENDEMEN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM AKSELERASI INDUSTRI GULA NASIONAL. Jakarta. [6] Permenperind. (21). Peraturan Menteri Republik Indonesia Tentang Perubahan Atas Peraturan Perindustrian Nomor 116/M-IND/PER/1/29 Tentang Panduan (Road Map) Pengembangan Kluster Industri. Jakarta: Menteri Perindustrian Republik Indonesia. [7] Rahayuningrum, N. L. (26). Kajian Kebijakan : Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran. Jakarta: BadanPenelitian dan Pengembangan Perdagangan. [9] Regina Patricia Mboeik, R. (212). Pengaruh kebijakan makroekonomi terhadap volatilitas harga komoditas dalam perspektif G2. Jakarta: Pusat Kebijakan Peman Perubahan Iklim dan Multilateral, Kementerian Keuangan. A. Kesimpulan IV. KESIMPULAN [1] Wayan R. Susila, B. M. (25). Analisis Kebijakan Industri Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 23 No. 1, Berdasarkan hasil simulasi dari keseluruhan skenario yang dilakukan, peningkatan produktivitas gula tertinggi diperoleh dengan melakukan intensifikasi tanaman dan revitalisasi PG (skenario 5). Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan melakukan intensifikasi tanaman dan revitalisasi pabrik, produksi gula yang dihasilkan akan lebih besar dari dari ke-4 skenario lainnya. Berdasarkan hasil skenario 5, peningkatan produksi gula sebesar 5% mampu menurunkan kebutuhan impor sebesar 17% dan menurunkan harga gula sebesar 1%. Peningkatan pada aspek on-farm tanpa adanya kapasitas yang memadai menyebabkan banyaknya persediaan tebu yang tidak tergiling sehingga akan banyak tebu yang harus mengalami penundaan giling padahal hal tersebut sangat berpengaruh pada kualitas hasil

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang

Lebih terperinci

SIMULASI SISTEM DINAMIK TERHADAP ANALISIS FAKTOR PERTUMBUHAN UKM SEKTOR PERTANIAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PDRB PROVINSI JAWA TIMUR

SIMULASI SISTEM DINAMIK TERHADAP ANALISIS FAKTOR PERTUMBUHAN UKM SEKTOR PERTANIAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PDRB PROVINSI JAWA TIMUR SIMULASI SISTEM DINAMIK TERHADAP ANALISIS FAKTOR PERTUMBUHAN UKM SEKTOR PERTANIAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROVINSI JAWA TIMUR Abstrak Umi Salama 1, Erma Suryani 2 Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL. ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

Pengembangan Model Sistem Dinamik untuk Analisis Ketersediaan Beras (Studi Kasus : Divre Jawa Timur)

Pengembangan Model Sistem Dinamik untuk Analisis Ketersediaan Beras (Studi Kasus : Divre Jawa Timur) 1 Pengembangan Model Sistem Dinamik untuk Analisis Ketersediaan Beras (Studi Kasus : Divre Jawa Timur) Diajeng Permata I.J 1, Erma Suryani Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Salah satu keunggulan sebagai produsen

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: A-294

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: A-294 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 A-294 Analisa Harga dan Pemasaran untuk Meningkatkan abilitas UKM Kerajinan Kulit dengan Sistem Dinamik (Studi Kasus: Dwi Jaya Abadi Tanggulangin

Lebih terperinci

Adityas Ismawati NRP Dosen Pembimbing Erma Suryani, S.T., M.T., Ph.D.

Adityas Ismawati NRP Dosen Pembimbing Erma Suryani, S.T., M.T., Ph.D. PEMODELAN HARGA PRODUSEN GABAH UNTUK MELINDUNGI KESEJAHTERAAN PETANI MENGGUNAKAN MODEL SISTEM DINAMIK UNTUK MENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERUM BULOG Adityas Ismawati NRP. 5209100129 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (212) 15 1 Implementasi Sistem Dinamik Untuk Analisis Ketersediaan Pangan (UmbiUmbian) Sebagai Pengganti Konsumsi Beras Untuk Mencukupi Kebutuhan Pangan (Studi Kasus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Fokus MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Guru Besar Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis, Program Pascasarjana IPB Staf

Lebih terperinci

KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM

KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM Disusun oleh : Lilik Khumairoh 2506 100 096 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M. Eng. Latar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK UNTUK ANALISIS KETERSEDIAAN BERAS (STUDI KASUS : DIVRE JAWA TIMUR)

PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK UNTUK ANALISIS KETERSEDIAAN BERAS (STUDI KASUS : DIVRE JAWA TIMUR) PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK UNTUK ANALISIS KETERSEDIAAN BERAS (STUDI KASUS : DIVRE JAWA TIMUR) Diajeng Permata Inggar Jati (5209100111) Pembimbing : Erma Suryani, S.T., M.T., Ph.D. Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan Dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan Dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan Dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Putri Amelia dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula PENDAHULUAN Latar Belakang Gula pasir merupakan suatu komoditi strategis yang memiliki kedudukan unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula pasir merupakan salah

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA I. DINAMIKA HARGA 1.1. Harga Domestik 1. Jenis gula di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR). GKP adalah

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia bahkan bagi masyarakat dunia. Manfaat gula sebagai sumber kalori bagi masyarakat selain dari beras, jagung

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK

PERAMALAN PRODUKSI KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK PERAMALAN PRODUKSI KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Agung Brastama Putra 1) Budi Nugroho 2) E-mail : 1) agungbp.si@upnjatim.ac.id, 2) budinug@gmail.com 1 Jurusan Sistem Informasi, Fakultas

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 dipemodelan dan Simulasi Perencanaan Permintaan dan Pasokan Menggunakan Metode Sistem Dinamik Untuk Mengatasi Kelangkaan Pupuk Wilayah Jawa Timur (Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

3.3. PENGEMBANGAN MODEL

3.3. PENGEMBANGAN MODEL Selain teknologi pemupukan dan OPT, mekanisasi merupakan teknologi maju yang tidak kalah penting, terutama dalam peningkatan kapasitas kerja dan menurunkan susut hasil. Urbanisasi dan industrialisasi mengakibatkan

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Lembar Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Lembar Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... DAFTAR ISI Halaman Judul... ii Lembar Pengesahan... iii Lembar Pernyataan... iv Kata Pengantar... V Daftar Isi... vii Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... X Daftar Lampiran... xi Abstrak... Xii I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini perekonomian domestik tidak bisa berdiri sendiri melainkan dipengaruhi juga oleh kondisi ekonomi global. Pengalaman telah menunjukkan bahwa pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya 1 Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya Dewi Indiana dan Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng. Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi menjadi produsen gula dunia karena dukungan agroekosistem, luas lahan, dan tenaga kerja. Disamping itu prospek pasar gula di Indonesia cukup

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal tebu yang tidak kurang dari 400.000 ha, industri gula nasional pada saat ini merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sektor utama perekonomian dari sebagian besar negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor

Lebih terperinci

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu. 52 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan keputusan kompleks pada upaya pengembangan

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Oleh : Adi Prasongko (Dir Utama) Disampaikan : Slamet Poerwadi (Dir Produksi) Bogor, 28 Oktober 2013 1 ROAD

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 59 V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 5.1. Perkembangan Kondisi Pergulaan Nasional 5.1.1. Produksi Gula dan Tebu Produksi gula nasional pada tahun 2000 sebesar 1 690

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA Oleh: Supriyati Sri Hery Susilowati Ashari Mohamad Maulana Yonas Hangga Saputra Sri Hastuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 28 Oktober 2013 1. KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2 Ketersediaan

Lebih terperinci

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA Illia Seldon Magfiroh, Ahmad Zainuddin, Rudi Wibowo Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM

ANALISIS KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM ANALISIS KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM Lilik Khumairoh dan Budisantoso Wirjodirdjo Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan perekonomian Indonesia dibangun dari berbagai sektor, salah satu sektor tersebut adalah sektor perkebunan. Berbagai jenis perkebunan yang dapat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi permintaan dan relasi penawaran gula menghasilkan parameter estimasi yang konsisten dengan teori

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan dalam famili gramineae. Seperti halnya padi dan termasuk kategori tanaman semusim, tanaman tebu tumbuh

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014 ANALISIS POSISI DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN IMPOR GULA KRISTAL PUTIH DAN GULA KRISTAL RAFINASI INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Analysis of the Position and Level of Dependency on Imported White Sugar

Lebih terperinci

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD P3GI 2017 IMPLEMENTASI INSENTIF PERATURAN BAHAN BAKU MENTERI RAW PERINDUSTRIAN SUGAR IMPORNOMOR 10/M-IND/3/2017 UNTUK PABRIK DAN GULA KEBIJAKAN BARU DAN PEMBANGUNAN PABRIK PERLUASAN PG BARU DAN YANG PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-8 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-8 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-8 1 Model Simulasi Sistem Dinamik Dalam Perencanaan Kapasitas Supply Gas Di Sektor Industri dan Rumah Tangga Untuk Memenuhi Pasokan Gas di Masa Mendatang (Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL RANTAI PASOK PRODUKSI BERAS UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK

PENGEMBANGAN MODEL RANTAI PASOK PRODUKSI BERAS UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK PENGEMBANGAN MODEL RANTAI PASOK PRODUKSI BERAS UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK Isnaini Muhandhis 1) dan Erma Suryani 2) 1) dan 2) Jurusan Sistem Informasi, Fak. Teknologi

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Persediaan Beras Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik

Analisis Kebijakan Persediaan Beras Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik Seminar dan Konferensi Nasional IDEC 2017 ISSN: 25796429 Surakarta, 89 Mei 2017 Analisis Kebijakan Persediaan Beras Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik Wiwik Budiawan *1), Ary Arvianto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan sistem perekonomian pertanian komersil yang bercorak kolonial. Sistem Perkebunan ini dibawa oleh perusahaan kapitalis asing (pada zaman penjajahan)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Serta Proyeksinya 5.1.1.1 Produksi Produksi rata - rata ubi kayu di sampai dengan tahun 2009 mencapai

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Perkebunan pada Acara Semiloka Gula Nasional 2013 Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Mewujudkan Ketahanan

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

M.Ikhlas Khasana ( ) Mengetahui berbagai dampak kebijakan persawitan nasional saat ini. Pendahuluan. ekspor. produksi.

M.Ikhlas Khasana ( ) Mengetahui berbagai dampak kebijakan persawitan nasional saat ini. Pendahuluan. ekspor. produksi. Tugas Akhir ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERKEBUNAN SAWIT DI KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU: SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Membuat model persawitan nasional dalam usaha memahami permasalahan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

ROADMAP INDUSTRI GULA

ROADMAP INDUSTRI GULA ROADMAP INDUSTRI GULA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN JAKARTA, 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Ruang Lingkup Industri Gula Indonesia potensial menjadi produsen gula dunia

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS. EVALUASI KEBIJAKAN BONGKAR RATOON DAN KERAGAAN PABRIK GULA DI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan

Lebih terperinci

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Sembilan bahan pokok (Sembako) merupakan salah satu masalah vital dalam suatu Negara. Dengan demikian stabilitasnya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

7 SIMULASI MODEL DINAMIS

7 SIMULASI MODEL DINAMIS 62 7 SIMULASI MODEL DINAMIS Setelah model berhasil dibangun, maka dilanjutkan langkah berikut berupa simulasi model sistem dinamis menggunakan software Stella yang dibantu oleh model pendukung berbasis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan produksi tidak akan dapat dilakukan kalau tidak ada bahan yang memungkinkan dilakukannya proses

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional

Lebih terperinci