Pengaruh Komposisi Phenolic Epoxy Terhadap Karakteristik Coating pada aplikasi pipa overhead debutanizer

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengaruh Komposisi Phenolic Epoxy Terhadap Karakteristik Coating pada aplikasi pipa overhead debutanizer"

Transkripsi

1 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: F-69 Pengaruh Komposisi Phenolic Epoxy Terhadap Karakteristik Coating pada aplikasi pipa overhead debutanizer Diego Pramanta Harvianto dan Sulistijono Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya diegopramanta@gmail.com Abstrak - PT Pertamina RU V Balikpapan memiliki sistem yang komponennya rentan terhadap korosi yaitu Sistem Debutanizer. Korosi pada sistem Debutanizer ini disebabkan oleh adanya larutan asam klorida (HCl) yang terbaw a dari prosesproses sebelumnya. Mengingat hal tersebut, perlu dilakukan upaya untuk melindungi komponen dari serangan korosi. Salah satu cara perlindungan korosi adalah dengan metode pelapisan (coating) dengan Phenolic Epoxy. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh variasi komposisi Phenolic Epoxy terhadap karakteristik dan performa coating pada aplikasi pipa Overhead Debutanizer. Dilakukan pengujian secara eksperimental terhadap material pipa yang dilapisi coating Phenolic Epoxy pada variasi komposisi phenolic : epoxy sebesar 100:0, 80:20, 60:40, 40:60, 20:80 dan 0:100. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian ikatan polimer (FTIR), stabilitas termal (TGA), pengujian waktu kering, ketahanan panas, fleksibilitas, ketahanan asam dan ketahanan abrasi. Dari hasil pengujian FTIR yang telah dilakukan, terjadi ikatan pada pencampuran phenolic dan epoxy. Penambahan komposisi epoxy pada sampel cenderung meningkatkan ketahanan abrasi dan stabilitas termal. Sedangkan pada penambahan komposisi phenolic akan cenderung meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan asam serta mempercepat waktu kering. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perbandingan komposisi phenolic dan epoxy yang menghasilkan performa coating yang ideal berturut-turut adalah 60:40. Kata Kunci : Overhead Debutanizer, Coating, Phenolic, Epoxy D I. PENDAHULUAN ALAM industri perminyakan, penggunaan baja untuk komponen permesinan, konstruksi dan perpipaan sangat banyak digunakan. Dalam penggunaannya komponen tersebut sering mengalami kerusakan salah satunya disebabkan oleh korosi. PT Pertamina RU V Balikpapan memiliki sistem yang komponennya rentan terhadap korosi yaitu Sistem Debutanizer. Sistem Debutanizer adalah bagian dari Unit Platforming yang berfungsi untuk memisahkan fraksi LPG dari Reformate. Korosi pada sistem Debutanizer ini disebabkan oleh adanya larutan asam klorida (HCl) yang terbawa dari proses-proses sebelumnya. Asam klorida tersebut muncul karena pada sistem CCR ( Continous Catalyc Regeneration) diinjeksikan Propylene Dichloride (PDC) sehingga chloride terbawa sampai downstream proses. Sampai saat ini kehandalan sistem Debutanizer sangat rendah dalam menunjang performa Unit Platforming. Mengingat hal tersebut diatas, perlu dilakukan upaya untuk melindungi komponen tersebut dari serangan korosi. Salah satu cara perlindungan korosi adalah dengan metode pelapisan (coating) dengan cat yang berbahan polimer. Penggunaan material polimer dalam proses pelapisan logam telah banyak dilakukan dan dikembangkan pada dunia industri. Pelapisan polimer dinilai lebih unggul dalam ketahanan terhadap lingkungan asam, alkali, air dan dapat diaplikasikan pada temperatur kamar. Akan tetapi coating polimer dinilai kurang tahan terhadap temperatur tinggi. Resin phenolic adalah resin yang digunakan secara komersil lebih lama dari polimer sintetik lainnya. Resin ini memiliki keunggulan kestabilan dimensi, mudah dibentuk, penyusutan rendah, tahan retak, dan tahan asam akan tetapi kurang tahan terhadap alkali [1]. Resin phenolic banyak digunakan di dunia industry sebagai bahan perekat, molding dan cat. Resin Epoxy biasa digunakan sebagai bahan adhesif dan lapisan pelindung yang sangat baik karena memiliki kekuatan yang tinggi, dan daya rekat yang kuat. Selain itu epoxy juga baik dalam ketahanan terhadap bahan kimia, sifat dielektrik dan sifat isolasi, penyusutan rendah, stabilitas dimensi dan ketahanan lelahnya [2]. Cat dengan bahan dasar epoxy banyak digunakan untuk aplikasi adhesif logam terutama pada industry penerbangan, otomotif, militer dan di berbagai aplikasi industri yang lainnya. Hasil dari penggabungan resin phenolic dan resin epoxy akan menunjukkan variasi sifat kimia dan mekanik yang menggambarkan karakteristik dari coating Phenolic Epoxy. II. METODE PENELITIAN Pembuatan material coating dilakukan dengan mencampurkan resin phenolic dan resin epoxy. Variasi komposisi phenolic berbanding epoxy yang digunakan adalah 100:0, 80:20, 60:40, 40:60, 20:80, 0:100. Untuk memudahkan penyebutan komposisi, dibuatlah kode sesuai dengan komposisi yang digunakan. Kode 100P0E adalah untuk komposisi 100% phenolic : 0% epoxy, kode 80P20E untuk komposisi 80% phenolic : 20% epoxy, kode 60P40E untuk 60% phenolic : 40% epoxy, kode 40P60E untuk 40% phenolic : 60% epoxy, kode 20P80E untuk 20% phenolic : 80% epoxy

2 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: F-70 dan kode 0P100E untuk 0% phenolic : 100% epoxy. Pencampuran polimer blend resin phenolic dan resin epoxy dilakukan dengan metode manual stirrer pada temperatur kamar. Selanjutnya hasil polimer blend dilapiskan pada baja yang sebelumnya telah dibersihkan dari kotoran dan karat dengan teknik hand lay up. Setelah proses pelapisan dilakukan pengujian ikatan polimer menggunakan FTIR, stabilitas termal dengan TGA, pengujian waktu kering, ketahanan panas, fleksibilitas, ketahanan abrasi, dan ketahanan asam. HASIL DAN DISKUSI A. Pengujian Forrier Transform Infra Red Uji Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) ini menggunakan mesin dengan merek Thermo Scientific. Puncak grafik yang diperoleh pada semua sampel berada pada range wavenumber antara cm -1. Pada sampel 100P0E yang mengandung 100% phenolic jenis resol, terlihat adanya grup mono substitute aromatic hydrocarbon, aliphatic hydrocarbon dan hydroxyl phenol. Grup mono substitute aromatic hydrocarbon adalah senyawa aromatik yang terdiri dari ikatan C-H dan cincin C=C. Grup aliphatic hydrocarbon juga banyak ditemukan dalam senyawa spektroskopi infra merah. Daerah serapan yang paling penting adalah ikatan C-H pada wavenumber sekitar 3000 cm -1 dan antara 1460 cm -1 sampai 1380 cm -1. Atom yang secara langsung melekat pada grup aliphatic dapat menyebabkan perubahan yang signifikan dari frekuensi standarnya. Grup hydroxyl (ikatan OH) juga muncul pada komposisi ini. Grup ini muncul karena terjadinya ikatan hidrogen antar molekul pada fase kondensasi. Akibat adanya ikatan hidrogen, titik didih dari alkohol lebih tinggi daripada alkena lain dengan nomor atom karbon yang sama. Grup mono substitute aromatic hydrocarbon ditemukan pada wavenumber 1593 cm -1 dan 690 cm -1. Grup aliphatic hydrocarbon ditemukan pada wavenumber cm -1, cm -1, 1473 cm -1, 1463 cm -1 dan 750 cm -1. Wavenumber 1473 cm -1 dan 1463 cm -1 dianalisa adalah methylol pada resol. Sedangkan grup hydroxyl ditemukan pada wavenumber 3234 cm -1 dan 1208 cm -1. Pada wavenumber 1208 dianalisa sebagai ikatan C-O dari resin phenolic [2]. Grafik FTIR Phenolic dapat dilihat pada Gambar 1 (a). Pada sampel 0P100E yang mengandung 100% epoxy terlihat adanya grup aromatic ether, grup aliphatic hydrocarbon, primary aliphatic alcohol dan tertiary amide. Ether adalah senyawa organic yang terdiri dari atom oksigen yang tersambung dua grup alkyl atau grup aryl. Formula dari grup ini adalah C-O-C. Grup ether ditemukan pada wavenumber 1180 cm -1 dan pada wavenumber 1245 cm -. Grup ether tersebut merupakan karakteristik dari resin epoxy. Dianalisa grup ether pada wavenumber di atas adalah aryl ether yang memiliki ikatan yang sangat kuat. Grup aliphatic hydrocarbon pada komposisi ini terdapat pada wavenumber 2920 cm -1, cm -1 dan 1455 cm -1 yang merupakan ikatan C- H. Grup primary aliphatic alcohol adalah grup alcohol yang mengandung ikatan OH. Grup ini ditemukan pada wavenumber 1034 cm -1. Grup tertiary amide muncul akibat adanya penambahan poliamino amide pada saat pembuatan epoxy. Grup tertiary amide yang ditemukan adalah pada wavenumber 1644 cm -1 dan pada wavenumber 3282 cm -1. Hasil FTIR sampel PE- dapat dilihat pada Gambar 1 (b). Dari hasil polimer blend antara phenolic resin dengan epoxy resin pada sampel 80P20E didapatkan grafik gabungan dari grup hydroxyl phenol, secondary aliphatic alcohol, aliphatic hydrocarbon, ortho substitute aromatic hydrocarbon dan aromatic ether. Grup hydroxyl phenol pada komposisi ini terdapat pada wavenumber 1228 cm -1 dan 3260 cm -1. Grup secondary aliphatic alcohol ditemukan pada wavenumber 1100 cm -1. Grup aliphatic alcohol ini didefinisikan sebagai ikatan OH. Grup aliphatic hydrocarbon yang ditemukan memiliki wavenumber 1507 cm -1, 2921 cm -1 dan 2851 cm -1. Grup ini memiliki rantai -C-H. Pada komposisi ini juga didapatkan adanya grup ether pada wavenumber 1181 cm -1. Ini menunjukkan pada penambahan sedikit komposisi epoxy sudah didapatkan adanya grup ether pada campuran. Pada komposisi ini juga ditemukan grup ortho substitute aromatic hydrocarbon pada wavenumber 1594 cm -1 dan 752 cm -1. Ini menunjukkan bahwa gabungan dari resin phenolic dan resin epoxy dapat menghasilkan grup baru. Grup ini terdiri dari rantai C-H dan C=C. Hasil FTIR sampel 80P20E dapat dilihat pada Gambar 2 (a). (a) (b) Gambar 1. Hasil FTIR (a) 100P0E, (b) 0P100E Pada sampel 60P40E yang mengandung komposisi 60:40 didapatkan hasil adanya grup secondary aliphatic alcohol, aromatic ether, mono substitute aniline, para substitute aromatic hydrocarbon, hydroxyl phenol dan aliphatic hydrocarbon. Grup secondary aliphatic alcohol ditemukan pada wavenumber 1102 cm -1. Grup ini memiliki ikatan rantai OH di dalamnya. Grup aromatic ether pada sampel 60P40E ditemukan pada wavenumber 1180 cm -1. Grup ini dianalisa sebagai aryl ether. Grup hydroxyl dari phenol juga muncul pada komposisi ini yaitu pada wavenumber 1230 cm -1 dan

3 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: F cm -1. Grup aliphatic hydrocarbon juga ditemukan pada wavenumber 1507 cm -1, cm -1 dan cm -1. Pada komposisi ini terdapat grup baru yang muncul yaitu mono substitute aniline. Grup aniline ini sama saja dengan grup dari aliphatic amine. Grup ini ditemukan pada wavenumber 3400 cm -1. Grup aniline ini secara umum tergolong lemah dan tidak terlalu berfungsi untuk diagnose polimer. Hasil FTIR sampel 60P40E dapat dilihat pada Gambar 2 (b). Sampel 40P60E dapat dilihat bahwa terdapat grup aliphatic hydrocarbon, aromatic ether, secondary aliphatic alcohol, mono substitute aniline, para substitute aromatic hydrocarbon dan hydroxyl phenol. Grup aliphatic hydrocarbon pada komposisi ini muncul pada wavenumber 1507 cm -1, 2920 cm -1, dan cm -1. Grup aromatic ether muncul pada wavenumber 1180 cm -1. Grup hydroxyl phenol muncul pada wavenumber 1233 cm -1 dan 3245 cm -1. Grup secondary aliphatic alcohol terlihat muncul pada wavenumber 1103 cm -1. Grup para substitute aromatic hydrocarbon hanya muncul pada wavenumber 753 cm -1. Sedangkan grup mono substitute aniline muncul pada wavenumber 3400 cm -1.. Hasil pengujian FTIR sampel 40P60E dapat dilihat padagambar 2 (c). Terlihat pada Gambar 4.6 bahwa puncak-puncak wavenumber memiliki kesamaan dari keempatnya. Pada wavenumber antara 3600 cm -1 sampai 3200 cm -1 dan 1228 cm -1 sampai 1244 cm -1 terdapat puncak dari grup hydroxyl (ran tai -OH). Pada wavenumber cm -1 sampai 2921 cm -1 dan wavenumber 1507 cm -1 terdapat grup aliphatic hydrocarbon (rantai -C-H). Pada wavenumber sekitar 1180 terdapat grup aromatic ether (rantai C-O-C ). Hasil pengujian ini dapat juga terlihat pembentukan senyawa baru apabila resin phenolic dcampur dengan resin epoxy. Adanya grup mono substitute aniline, secondary aliphatic alcohol, ortho substitute aromatic hydrocarbon dan para aromatic hydrocarbon adalah grup baru yang terbentuk akibat dari penggabungan dua resin ini. Dari pengujian FTIR penggabungan resin epoxy dan resin phenolic, dapat disimpulkan terjadi ikatan antara kedua bahan tersebut. Hal tersebut dapat terlihat dari adanya puncak-puncak wavenumber yang terdapat ciri-ciri dari phenolic dan epoxy. Pada sampel 80P20E sampai 20P80E terdapat wavenumber dari grup ether dan grup hydroxyl. Grup ether adalah karakterstik dari resin epoxy dan grup hydroxyl adalah karakteristik dari resin phenolic. (a) (b) (c) (d) B. Pengujian Termogravimetric Analisys Hasil pengujian sampel 100P0E menunjukkan kestabilan panas sampel pada temperatur 25 hingga C. Pada temperatur range ini tidak Nampak perubahan berat secara signifikan. Pada pemanasan berikutnya sampel mengalami penurunan berat hingga 10% pada temperatur 130 hingga C. Setelah pemanasan pada temperatur C sampel kembali stabil sampai temperatur C. Setelah pemanasan diatas temperatur C terjadi penurunan berat berlanjut hingga tersisa 80,4% berat sampel pada temperatur akhir pemanasan C Gambar 2. Hasil FTIR (a) 80P20E, (b) 60P40E, (c) 40P60E dan (d) 20P80E Pada sampel 20P80E terlihat adanya grup aromatic ether, aliphatic hydrocarbon, hydroxyl phenol, primary aliphatic alcohol dan secondary aliphatic alcohol. Grup ether terlihat pada wavenumber 1180 cm -1. Grup aliphatic hydrocarbon terlihat pada wavenumber 1507 cm -1, cm -1 dan cm - 1. Grup hydroxyl phenol terlihat pada wavenumber Grup primary aliphatic alcohol terlihat pada wavenumber 3265 cm -1 dan 1034 cm -1. Grup secondary aliphatic hydrocarbon terlihat pada wavenumber 1104 cm -1. Hasil pengujian FTIR sampel 20P80E dapat dilihat pada Gambar 2 (d). Dari gabungan polimer blend resin epoxy dan resin phenolic pada sampel 80P20E, 60P40E, 40P60E dan 20P80E menunjukkan penampakan yang identik pada pengujian FTIR. Gambar 3. Hasil pengujian TGA Pada sampel 80P20E menunjukkan komposisi tersebut stabil terhadap panas hingga pada temperatur C. Pada temperatur 25 hingga C tidaklah terjadi pengurangan berat yang signifikan. Sampel baru menunjukkan perubahan yang drastis setelah pemanasan di atas temperatur C. Pengurangan berat turun tajam hingga tersisa 40,6% berat sampel pada temperatur akhir pemanasan C. Sampel 60P40E menunjukkan komposisi tersebut stabil pada temperatur 25 hingga C. Perubahan baru terjadi setelah pemanasan diatas temperatur C. Terjadi penurunan berat hingga 68% selama pemanasan antara temperatur 310 sampai

4 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: F C. Berat akhir dari pemanasan temperatur C adalah sebesar 22,3% dari total berat. Sampel 40P60E menunjukkan komposisi tersebut stabil pada temperatur 25 hingga C. Perubahan baru terjadi setelah pemanasan diatas temperatur C dimana terjadi penurunan berat hingga 80% selama pemanasan antara temperatur 330 sampai C. berat akhir dari sampel tersisa hanya 13,4% dari berat total. Sampel 20P80E menunjukkan komposisi tersebut stabil pada temperatur 25 hingga C. Perubahan baru terjadi setelah pemanasan diatas temperatur C. Pada temperatur ini terjadi penurunan drastis hingga pada temperatur C. Penurunan berat yang terjadi pada interval ini adalah 80%. Setelah pemanasan diatas C temperatur kembali stabil hingga pada temperatur C. Berat sisa sampel pada akhir pemanasan C adalah sebesar 10,6%. Sampel 0P100E menunjukkan komposisi tersebut stabil pada temperatur 25 hingga C. Perubahan terjadi setelah pemanasan diatas temperatur C, dimana setelah pemanasan tersebut berat dari sampel menurun drastis hingga 87% pada temperatur C. Setelah pemanasan diatas temperatur C berat sampel kembali stabil hingga temperatur C. Berat sisa pada akhir pemanasan adalah 6,1% dari total berat. Tabel 1. Tabel kehilangan berat 5% dan 10% setelah pengujian TGA Sampel T ( 0 C) 5 % loss T ( 0 C) 10 % loss 100P0E 161,56 235,19 80P20E 164,17 306,00 60P40E 175,16 301,83 40P60E 224,50 325,16 20P80E 291,83 336,50 0P100E 329,50 347,00 Penelitian yang dilakukan oleh Zhang pada tahun 2011 menunjukkan bahwa stabilitas termal dari polimer dipengaruhi oleh 5% atau 10% pengurangan berat awal [3]. Semakin tinggi temperatur yang dibutuhkan untuk menghasilkan 5% atau 10% pengurangan berat, semakin stabil jenis polimer tersebut. Tabel pengurangan berat phenolic epoxy dapat dilihat pada tabel 1. Pengujian ini diawali dengan pengujian sampel murni, yaitu resin phenolic (100P0E) dan resin epoxy (0P100E). Berdasarkan Tabel 1 dan 2 pengurangan 5 % berat awal resin phenolic (sampel 100P0E) terjadi pada temperatur 161,56⁰ C, dan berat sisa pada temperatur 500⁰C senilai 80,4 %. Sedangkan pengurangan 5 % berat awal resin epoxy (sampel 0P100E) terjadi pada temperatur 329,5⁰ C, dan berat sisa pada temperatur 500⁰C senilai 6,1%. Ini menunjukan bahwa resin epoxy mempunyai sifat stabilitas termal yang lebih baik dari resin phenolic. Pada pengujian TGA sampel polimer blend phenolic epoxy, 80P20E, 60P40E, 40P60E dan 20P80E, menunjukan perbedaan stabilitas termal yang meningkat seiring naiknya komposisi resin epoxy. Ini terlihat pada 5% pengurangan berat awal sampel 80P20E terjadi pada 164,17⁰C, sampel 60P40E terjadi pada 175,16⁰C, sampel 40P60E terjadi pada 224,5⁰C dan sampel 20P80E terjadi pada 291,83⁰C. Hal yang hampir sama terjadi pada saat polimer blend kehilangan 10% dari berat awal. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa tren dari stabilitas termal cenderung meningkat seiring bertambahnya komposisi epoxy. Perbedaan utama dari hasil pengujian TGA ini adalah pada berat sisa yang dihasilkan dari pengujian. Sampel Tabel 2. Berat sisa di temperatur C Berat sisa (%) di T C 100P0E 80,4 80P20E 39,6 60P40E 22,3 40P60E 13,4 20P80E 10,6 0P100E 6,1 Dari Tabel 2 didapatkan data bahwa semakin banyak komposisi phenolic maka berat sisa setelah pengujian semakin tinggi, sedangkan makin banyak epoxy berat sisa akan menurun. Perbedaan sangat signifikan terjadi pada sampel 100P0E dengan berat sisa pada temperatur C sebesar 80,4% dengan sampel 0P100E dengan berat sisa hanya 6,1% pada temperatur C. Fenomena ini terjadi akibat terbentuknya arang pada sampel 100P0E sehingga berat sisa dari sampel masih tinggi. Sedangkan pada sampel 0P100E yang terjadi adalah menguapnya resin menjadi gas sehingga berat sampel yang tersisa hanya sebesar 6,1%. Dari hasil yang ada, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak komposisi phenolic pada polimer blend phenolic epoxy ini akan menurunkan stabilitas termalnya. Sedangkan makin banyak komposisi epoxy cenderung menaikkan stabilitas termal. Grafik tren pengaruh komposisi terhadap stabilitas termal polimer blend phenolic epoxy pada 5% dan 10% pengurangan berat dapat dilihat pada Gambar 3. Temperatur ( 0 C) P0E 80P20E 60P40E 40P60E 20P80E 0P100E Komposisi 5% Pengurangan Berat 10% Pengurangan Berat Gambar 3. Grafik stabilitas termal pada 5% dan 10% kehilangan berat polimer blend C. Pengujian Waktu Kering Pengujian ini mengacu pada standar ASTM D1640 [4]. Waktu kering yang didapatkan dari coating phenolic, epoxy, maupun paduan dari kedua bahan tersebut menunjukkan hasil

5 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: F-73 yang bervariasi. Waktu kering yang didapat adalah berkisar antara 20 sampai 140 menit seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil pengujian waktu kering No Sampel Waktu Kering 1 100P0E 20 menit 2 80P20E 3 60P40E 4 40P60E 5 20P80E 6 0P100E 25 menit 30 menit 45 menit 80 menit 140 menit Dibutuhkan waktu yang lebih lama agar epoxy benar-benar kering karena tingkat kereaktifan antara gugus-gugus kimianya yang rendah. Tingkat kereaktifitas ini merupakan fungsi dari waktu. Semakin tinggi reaktifitas suatu polimer dalam membentuk ikatan, maka semakin cepat reaksi kimianya. Hal berbeda akan terjadi apabila digunakan panas untuk mereaksikan epoxy. Saat menerima panas, tingkat reaktifitas dari gugus-gugus kimia epoxy meningkat dan mempercepat waktu kering dari epoxy. Dengan pemanasan, ikatan crosslinking resin epoxy lebih mudah terbentuk. Sedangkan semakin banyak komposisi phenolic justru semakin mempercepat waktu kering dari film coating. Ini disebabkan oleh reaktifitas gugus-gugus kimia dari phenolic yang tinggi, sehingga waktu yang diperlukan untuk saling bereaksi menjadi lebih cepat. Paduan dari sistem coating antara phenolic dan epoxy menunjukkan tren waktu kering yang semakin lama seiring dengan bertambahnya komposisi epoxy. D. Pengujian Ketahanan Panas Pengujian ini mengacu pada standar ASTM D1360 [5]. Pengujian ketahanan panas dilakukan pada temperatur 40 0 dan 80 0 C di dalam oven selama 24 jam. Hasil uji ketahanan panas disajikan pada Tabel 4. Pada pemanasan dengan temperatur 40 0 C selama 24 jam tidak terjadi perubahan pada semua spesimen. Ini menandakan bahwa coating ini dapat berfungsi dengan baik apabila digunakan pada temperatur kerja 40 0 C. Hasil yang berbeda muncul pada pengujian dengan temperatur 80 0 C. Pada sampel 80P20E sampai sampel 40P60E terjadi perubahan fisik pada permukaan coating, yakni berupa perubahan warna yang awalnya jingga menjadi kecoklatan. Perubahan ini dimungkinkan karena coating terbakar saat menerima panas dari lingkungannya. Akan tetapi perubahan warna ini dirasa tidak terlalu berpengaruh pada performa coating. Ini ditunjukkan oleh pengujian ketahanan termal yang dilakukan sebelumnya yakni TGA bahwa tidak terjadi perubahan yang sangat berarti apabila coating diekspose pada temperatur C. Pada pengujian TGA saat temperatur 40 dan 80 0 C pengurangan berat dari sampel hampir mendekati 0%. Dari hasil pengujian panas diatas dapat disimpulkan bahwa seluruh sampel coating aman untuk digunakan pada pipa overhead debutanizer dengan temperatur kerja 40 dan 80 0 C. Tabel 4. Hasil pengujian ketahanan panas Temperatur Sampel Hasil 40 0 C 100P0E 80P20E 60P40E 40P60E 20P80E 0P100E 80 0 C 100P0E 80P20E 60P40E 40P60E 20P80E 0P100E Warna berubah kecoklatan Warna berubah kecoklatan Warna berubah kecoklatan E. Pengujian Fleksibilitas Pengujian fleksibilitas yang dilakukan mengacu pada metode ASTM D522 [6]. Hasil pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil pengujian fleksibilitas No Sampel Hasil Bentuk retakan 1 100P0E Tidak retak P20E Tidak retak P40E Tidak retak P60E Retak Terdapat 4 retakan, panjang maksimal 17,5 mm dan lebar maksimal 6 mm 5 20P80E Retak Terdapat 6 retakan, panjang maksimal 15 mm dan lebar maksimal 5 mm 6 0P100E Tidak retak - Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semakin banyak komposisi epoxy maka fleksibilitas coating menjadi semakin berkurang. Retak pada sampel 40P60E dan 20P80E terjadi akibat komposisi keduanya yang terlalu getas. Ini diakibatkan oleh sifat dari resin epoxy yang keras dan kaku. Penambahan resin phenolic juga terbukti efektif untuk menaikkan sifat fleksibilitas dari coating. Ini dilihat dari sampel 100P0E, 80P20E dan 60P40E yang tidak mengalami keretakan pada pengujian. Hasil ini membuktikan bahwa resin phenolic memiliki ketahanan retak yang baik sesuai dengan yang disebutkan oleh Surdia pada tahun Paduan resin ini mampu tahan retak pada komposisi maksimum 60P40E yaitu 60:40. Dari pengujian fleksibilitas ini dapat disimpulkan bahwa penambahan phenolic pada komposisi coating dapat meningkatkan fleksibilitas dari polimer blend.

6 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: F-74 F. Pengujian Ketahanan Asam Pengujian yang dilakukan mengacu pada standar NACE TM0174 [7]. Uji ketahanan asam dilakukan untuk melihat respon dari coating apabila terkena larutan asam. Pengujian dilakukan dengan mencelupkan spesimen pada asam kuat yaitu HCl dengan ph 1 (konsentrasi 1 Molar) selama 7 hari. Hasil dari pengujian asam dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil pengujian ketahanan asam No Sampel Hasil 1 100P0E Coating bergelembung 2 80P20E 3 60P40E 4 40P60E 5 20P80E Coating terlepas dari substrat 6 0P100E Coating terlepas dari substrat Rusaknya coating ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan phenolic dan epoxy dalam bertahan di lingkungan asam kuat HCl. HCl dapat berdifusi ke dalam lapisan film dan berakhir pada lapisan interface antara substrat dan lapisan film. Akibatnya, pada interface akan terkumpul molekul air, dan akan terus meningkat sehingga pada bagian interface adesinya menjadi kurang baik. Reaksi korosi dimulai pada bagian tersebut karena adanya elektrolit yang terakumulasi. Reaksi tersebut menyebabkan terbentuknya blister (pelepuhan), di mana adesi antara coating dan substrat menjadi rusak. Blister ini tumbuh dan berkembang, sehingga pada sampel 20P80E dan 0P100E terjadi peristiwa delaminasi katodik (terlepasnya coating dari substrat). G. Pengujian Ketahanan Abrasi Uji tingkat ketahanan abrasi dilakukan dengan metode abrasive falling sand test yang dilakukan dengan cara menjatuhkan pasir silika di atas spesimen yang telah dicoating [8]. Hasil uji ketahanan abrasi tersebut disajikan pada Tabel 7. Sampel Tabel 7. Hasil pengujian ketahanan abrasi Tebal terabrasi (mikron per liter) 100P0E 6,8 80P20E 2,5 60P40E 2,0 40P60E 2,15 20P80E 2,15 0P100E 1,66 epoxy karena terdapat ikatan NH 2 di dalamnya. Dengan semakin meningkatnya komposisi epoxy, maka kekerasan dari coating juga akan bertambah. Dari hasil pengujian ketahanan abrasi, dapat disimpulkan bahwa semaikn banyak penambahan komposisi epoxy akan meningkatkan ketahanan abrasi dari coating. III. KESIMPULAN Dari hasil pengujian FTIR yang telah dilakukan, terjadi ikatan pada pencampuran phenolic dan epoxy. Penambahan komposisi epoxy pada sampel cenderung meningkatkan ketahanan abrasi dan stabilitas termal. Sedangkan pada penambahan komposisi phenolic akan cenderung meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan asam serta mempercepat waktu kering. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perbandingan komposisi phenolic dan epoxy yang menghasilkan performa coating yang ideal berturut-turut adalah 60:40. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada PT Pertamina RU V Balikpapan yang telah bersedia memberikan fasilitas berupa pengambilan data di perusahaan. DAFTAR PUSTAKA [1] Surdia, Tata. Pengetahuan Bahan Teknik. Pradnya Paramita. Jakarta (1999). [2] Sturiale, dkk Enhancement of the Adhesive Joint Strength of the Epoxy Amine System via the Addition of a Resole-Type Phenolic Resin. International Journal of Adhesion & Adhesives 27 (2007) [3] Zhang, dkk. Novel Flame Retardancy effects of DOPO-POSS on Epoxy Resins. Polymer Degradation and Stability 96 (2011) [4]. Standard Test Methods for Drying, Curing, or Film Formation of Organic Coatings at Room Temperature. D 1640, Annual Book ASTM Standar (1995). [5]. Standard Test Methods for Fire Retardancy of Paint. D 1360, Annual Book ASTM Standar (1998). [6]. Standard Test Methods for Mandrel Bend Test of Attached Organic Coatings. D 522, Annual Book ASTM Standar (1993).. [7]. Standard Test Methods Laboratory Methods for the Evaluation of Protective Coating and Lining Materials in Immersion Service. TM 0174, NACE International (1996). [8]. Standard Test Methods for Abrasion Resistance of Organic Coatings by Falling Abrasive. D 968, Annual Book ASTM Standar (1993). Tren yang didapatkan pada grafik menunjukkan bahwa semakin banyak komposisi phenolic akan menyebabkan ketahanan abrasi berkurang. Sebaliknya semakin banyak banyak komposisi epoxy akan meningkatkan ketahanan terhadap abrasi. Hal ini disebabkan oleh ikatan crosslinking epoxy yang menyebabkan sifat bahan tersebut lebih keras dan kaku. Penambahan katalis jenis amine juga dapat mengeraskan

Presentation Title PENGARUH KOMPOSISI PHENOLIC EPOXY TERHADAP KARAKTERISTIK COATING PADA APLIKASI PIPA OVERHEAD DEBUTANIZER TUGAS AKHIR MM091381

Presentation Title PENGARUH KOMPOSISI PHENOLIC EPOXY TERHADAP KARAKTERISTIK COATING PADA APLIKASI PIPA OVERHEAD DEBUTANIZER TUGAS AKHIR MM091381 TUGAS AKHIR MM091381 PENGARUH KOMPOSISI PHENOLIC EPOXY TERHADAP KARAKTERISTIK COATING PADA APLIKASI PIPA OVERHEAD DEBUTANIZER Oleh : Diego Pramanta Harvianto 2708100020 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Cobalt (II) Aniline Terhadap Sifat Mekanik dan Thermal Epoksi Sebagai Bahan Adhesif Baja ASTM A-36

Pengaruh Penambahan Cobalt (II) Aniline Terhadap Sifat Mekanik dan Thermal Epoksi Sebagai Bahan Adhesif Baja ASTM A-36 Pengaruh Penambahan Cobalt (II) Aniline Terhadap Sifat Mekanik dan Thermal Epoksi Sebagai Bahan Adhesif Baja ASTM A-36 Febrike Kautsar Liemawan dan Hosta Ardhyananta Jurusan Teknik Material dan Metalurgi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 PENGUJIAN KOMPOSISI Dari pengujian dengan alat spectrometer yang telah dilakukan pada sampel uji, komposisi yang terdapat di dalam sampel uji dapat dilihat pada Lampiran 1,

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F 196 Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester

Lebih terperinci

Pengaruh Poliamino Amid Terhadap Kekuatan Tarik dan Stabilitas Termal Polimer Blend Epoksi/Poliamino Amid

Pengaruh Poliamino Amid Terhadap Kekuatan Tarik dan Stabilitas Termal Polimer Blend Epoksi/Poliamino Amid Pengaruh Poliamino Amid Terhadap Kekuatan Tarik dan Stabilitas Termal Polimer Blend Epoksi/Poliamino Amid Oleh : Asep Nurimam 2708 100 078 Dosen Pembimbing : Dr. Hosta Ardhyananta ST.,M.Sc Co. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 26 BAB 4 HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian spesimen yang didapat dibandingkan dengan dua referensi utama yakni rujukan laboratorium dan artikel ilmiah yang relevan. Untuk aspek kemudahan dalam

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Agar pelaksanaan penelitian lebih mudah dan sistematis, maka dibuat diagram alir penelitian serta prosedur penelitian. Dengan begitu, percobaan akan lebih terarah. 3.1. DIAGRAM

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Mepoxe Terhadap Sifat Mekanik dan Stabilitas Thermal Epoksi sebagai Bahan Adhesif ASTM A-36

Pengaruh Penambahan Mepoxe Terhadap Sifat Mekanik dan Stabilitas Thermal Epoksi sebagai Bahan Adhesif ASTM A-36 Pengaruh Penambahan Mepoxe Terhadap Sifat Mekanik dan Stabilitas Thermal Epoksi sebagai Bahan Adhesif ASTM A-36 Oleh : Delsandy Wega R 2710100109 Dosen Pembimbing Dr.Eng Hosta Ardhyananta, S.T.,M.Sc PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Laporan Tugas Akhir PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK SARANG SEMUT TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN HCL 0.5M DAN H 2 SO 4 Saudah 2710100113 Dosen Pembimbing Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Material Abrasif Pada Blasting Terhadap Kekuatan Lekat Cat dan Ketahanan Korosi di Lingkungan Air Laut

Analisa Pengaruh Material Abrasif Pada Blasting Terhadap Kekuatan Lekat Cat dan Ketahanan Korosi di Lingkungan Air Laut JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-231 Analisa Pengaruh Material Pada Blasting Terhadap Kekuatan Lekat Cat dan Ketahanan Korosi di Lingkungan Air Laut Carolus Trijatmiko

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 PENGARUH VARIASI BENTUK DAN UKURAN GORESAN PADA LAPIS LINDUNG POLIETILENA TERHADAP SISTEM PROTEKSI KATODIK ANODA TUMBAL PADUAN ALUMINIUM PADA BAJA AISI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK SERTA STRUKTUR MIKRO KOMPOSIT RESIN YANG DIPERKUAT SERAT DAUN PANDAN ALAS (Pandanus dubius)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK SERTA STRUKTUR MIKRO KOMPOSIT RESIN YANG DIPERKUAT SERAT DAUN PANDAN ALAS (Pandanus dubius) SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK SERTA STRUKTUR MIKRO KOMPOSIT RESIN YANG DIPERKUAT SERAT DAUN PANDAN ALAS (Pandanus dubius) Citra Mardatillah Taufik, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknik pengerasan permukaan merupakan suatu proses untuk meningkatkan sifat kekerasan serta kinerja dari suatu komponen atau material. Kerusakan suatu material biasanya

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI Teknika : Engineering and Sains Journal Volume, Nomor, Juni 207, 67-72 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-446 print PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh berbagai macam sektor industri di Indonesia terutama industri perkapalan. Tidak sedikit

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING URZA RAHMANDA, EDDY WIDYONO Jurusan D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Temperatur Pirolisis Terhadap Waktu Pirolisis dilakukan dengan variasi tiga temperatur yaitu 400 C, 450 C, dan 500 C pada variasi campuran batubara dan plastik

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap: 1. Pembuatan (sintesis) material. Pada tahap ini, dicoba berbagai kombinasi yaitu suhu, komposisi bahan, waktu pemanasan dan lama pengadukan.

Lebih terperinci

Hasil-hasil distilasi minyak bumi berupa campuran beberapa alkana dan mungkin beberapa jenis hidrokarbon lain.

Hasil-hasil distilasi minyak bumi berupa campuran beberapa alkana dan mungkin beberapa jenis hidrokarbon lain. PENGGOLONGAN SOLVENT Solvent biasanya dibagi berdasarkan struktur kimia atau karakteristik fisikanya. Penggolongan solvent berdasarkan struktur kimia adalah sebagai berikut: 1. HIDROKARBON Sesuai namanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

Cat adalah istilah umum yang digunakan untuk keluarga produk yang digunakan untuk melindungi dan memberikanwarna pada suatu objek atau permukaan

Cat adalah istilah umum yang digunakan untuk keluarga produk yang digunakan untuk melindungi dan memberikanwarna pada suatu objek atau permukaan PAINT / CAT Cat adalah suatu cairan yang dipakai untuk melapisi permukaan suatu bahan dengan tujuan memperindah (decorative), memperkuat (reinforcing) atau melindungi (protective) bahan tersebut. Setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Secara garis besar, tahapan pelaksanaan penelitian yaitu : Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 22 Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode bent beam dengan menggunakan

Lebih terperinci

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan pembentukan minyak bumi. 2. Memahami fraksi-fraksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum dilakukan pengujian pada alumunium seri 6063 (Al-Mg-Si), terlebih

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum dilakukan pengujian pada alumunium seri 6063 (Al-Mg-Si), terlebih IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Awal Benda Kerja Sebelum dilakukan pengujian pada alumunium seri 6063 (Al-Mg-Si), terlebih dahulu dilakukan pemotongan dan pengukuran awal benda kerja sehingga benda

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA. Adriana *) ABSTRAK

PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA. Adriana *)   ABSTRAK PEMBUATAN KOMPOSIT DARI SERAT SABUT KELAPA DAN POLIPROPILENA Adriana *) email: si_adramzi@yahoo.co.id ABSTRAK Serat sabut kelapa merupakan limbah dari buah kelapa yang pemanfaatannya sangat terbatas. Polipropilena

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA

PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA PERANCANGAN ALAT UJI KOROSI SALT SPRAY CHAMBER DAN APLIKASI PENGUKURAN LAJU KOROSI PLAT BODY AUTOMOBILES PRODUKSI EROPA DAN PRODUKSI JEPANG PADA MEDIA NaCl DENGAN VARIASI KONSENTRASI RANDI AGUNG PRATAMA

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR METALURGI PENGUJIAN KETAHANAN PROTEKSI KOROSI CAT ANTI KARAT JENIS RUST CONVERTER, WATER DISPLACING, DAN RUBBER PAINT

TUGAS AKHIR METALURGI PENGUJIAN KETAHANAN PROTEKSI KOROSI CAT ANTI KARAT JENIS RUST CONVERTER, WATER DISPLACING, DAN RUBBER PAINT TUGAS AKHIR METALURGI PENGUJIAN KETAHANAN PROTEKSI KOROSI CAT ANTI KARAT JENIS RUST CONVERTER, WATER DISPLACING, DAN RUBBER PAINT Oleh Baskoro Adisatryanto NRP. 2102 100 047 Dosen Pembimbing Dr. Ir. H.C.

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 9 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012. Laboratorium yang digunakan yaitu Laboratorium Biokimia Hasil Perairan I untuk preparasi sampel

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN NANOKOMPOSIT EPOXY-TITANIUM DIOKSIDA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN NANOKOMPOSIT EPOXY-TITANIUM DIOKSIDA SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN NANOKOMPOSIT EPOXY-TITANIUM DIOKSIDA Firmansyah, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163 e-mail: firman_bond007@yahoo.com

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN Mukhtar Ali 1*, Nurdin 2, Mohd. Arskadius Abdullah 3, dan Indra Mawardi 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO DIAMETER TERHADAP KEDALAMAN PADA LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG

PENGARUH RASIO DIAMETER TERHADAP KEDALAMAN PADA LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG TUGAS AKHIR PENGARUH RASIO DIAMETER TERHADAP KEDALAMAN PADA LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG Disusun Oleh: ADI PRABOWO D 200 040 049 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN DISKUSI

BAB 4 HASIL DAN DISKUSI BAB 4 HASIL DAN DISKUSI 4.1 Uji Kekuatan Tabel 4.1 Hasil karakterisasi uji tekan pada epoxy resin Epoxy Resin (gr) Epoxy Hardener (gr) SiO 2 (gr) Suhu ( 0 C) Pemanasan (menit) Kekuatan Tekan (Kg/cm 2 )

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI CAMPURAN HARDENER DENGAN RESIN POLYESTER TERHADAP KUAT TARIK DAN BENDING POLIMER TERMOSET

PENGARUH KOMPOSISI CAMPURAN HARDENER DENGAN RESIN POLYESTER TERHADAP KUAT TARIK DAN BENDING POLIMER TERMOSET PENGARUH KOMPOSISI CAMPURAN HARDENER DENGAN RESIN POLYESTER TERHADAP KUAT TARIK DAN BENDING POLIMER TERMOSET La Maaliku 1, Yuspian Gunawan 2, Aminur 2 1 Mahasiswa Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM A 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM A 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY TUGAS AKHIR NOVITA EKA JAYANTI 2108030030 PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM A 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY PROGAM STUDI DIII TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI

EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA EFEKTIFITAS PENGGUNAAN PELAPIS EPOKSI TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DIDALAM TANAH SKRIPSI SITI CHODIJAH 0405047052 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, Laboratorium Mekanik Politeknik Negeri Sriwijaya. B. Bahan yang Digunakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl DENGAN KONSENTRASI 3,5%, 4% DAN 5% TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl DENGAN KONSENTRASI 3,5%, 4% DAN 5% TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl DENGAN KONSENTRASI 3,5%, 4% DAN 5% TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON SEDANG Disusun : RULENDRO PRASETYO NIM : D 200 040 074 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Tahapan proses penelitian

Gambar 3.1. Tahapan proses penelitian BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan yang di uraikan sebagai berikut. 3.1. Diagram Alir Penelitian Studi Literatur Pembuatan Sampel Persiapan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-42 Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur

Lebih terperinci

TITIK LELEH DAN TITIK DIDIH. I. TUJUAN PERCOBAAN : Menentukan titik leleh beberapa zat Menentukan titik didih beberapa zat II.

TITIK LELEH DAN TITIK DIDIH. I. TUJUAN PERCOBAAN : Menentukan titik leleh beberapa zat Menentukan titik didih beberapa zat II. TITIK LELEH DAN TITIK DIDIH I. TUJUAN PERCOBAAN : Menentukan titik leleh beberapa zat Menentukan titik didih beberapa zat II. DASAR TEORI : A. TITIK LELEH Titik leleh didefinisikan sebagai temperatur dimana

Lebih terperinci

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP Pengaruh Variasi Bentuk dan Ukuran Scratch Polyethylene Wrap Terhadap Proteksi Katodik Anoda Tumbal Al-Alloy pada Baja AISI 1045 di Lingkungan Air Laut Moch. Novian Dermantoro NRP. 2708100080 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAHAN ALAMI SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA CAT UTUK PELAT KAPAL A36

STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAHAN ALAMI SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA CAT UTUK PELAT KAPAL A36 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAHAN ALAMI SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA CAT UTUK PELAT KAPAL A36 Roni Septiari, Heri Supomo Jurusan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Penelitian ini menggunakan agregat kasar, agregat halus, dan filler dari Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pengujian agregat ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan pada tahun 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Fakultas

Lebih terperinci

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles.

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles. JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam,

Lebih terperinci

JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014

JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014 JURNAL PRAKTIKUM SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK 12 Mei 2014 Oleh KIKI NELLASARI (1113016200043) BINA PUTRI PARISTU (1113016200045) RIZQULLAH ALHAQ F (1113016200047) LOLA MUSTAFALOKA (1113016200049) ISNY

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material yang digunakan dalam pembuatan organoclay Tapanuli, antara lain

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material yang digunakan dalam pembuatan organoclay Tapanuli, antara lain BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Material Material yang digunakan dalam pembuatan organoclay Tapanuli, antara lain bentonit alam dari daerah Tapanuli, aquades, serta surfaktan heksadesiltrimetillammonium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan berkembangnya teknologi pembuatan komposit polimer yaitu dengan merekayasa material pada saat ini sudah berkembang pesat. Pembuatan komposit polimer tersebut

Lebih terperinci

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting Reni Silvia Nasution Program Studi Kimia, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia reni.nst03@yahoo.com Abstrak: Telah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 59 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 4.1 PENDAHULUAN Hasil perhitungan dan pengujian material uji akan ditampilkan pada Bab IV ini. Hasil perhitungan didiskusikan untuk mengetahui komposisi

Lebih terperinci

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu penghuni jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal adalah bahan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia dan banyak sekali produk turunan dari minyak sawit yang dapat menggantikan keberadaan minyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Tabel 4. 1 Rata-rata cuaca bulanan Stasiun PUSLITBANG FP UNS. Suhu Udara

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Tabel 4. 1 Rata-rata cuaca bulanan Stasiun PUSLITBANG FP UNS. Suhu Udara BAB IV HASIL DAN ANALISA Penelitian ini dilakukan dengan beberapa pengujian untuk mengetahui pengaruh variasi jenis pelindung terhadap waktu cuaca pada plastik PP-karet. Pengujian yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

MACAM MACAM EPOXY DAN POLYURETHANE BASED FLOORING SYSTEM BESERTA KINERJANYA

MACAM MACAM EPOXY DAN POLYURETHANE BASED FLOORING SYSTEM BESERTA KINERJANYA MACAM MACAM EPOXY DAN POLYURETHANE BASED FLOORING SYSTEM BESERTA KINERJANYA Brian Christopher Sutandyo 1, Evan Sutantu Putra 2, Sudjarwo 3, Januar 4 ABSTRAK : Cat lantai Epoxy dan Polyurethane merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawa-senyawa organik dan anorganik seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa amina.

Lebih terperinci

PEMBUATAN RESIN PHENOL FORMALDEHYDE SEBAGAI PREKURSOR UNTUK PREPARASI KARBON BERPORI

PEMBUATAN RESIN PHENOL FORMALDEHYDE SEBAGAI PREKURSOR UNTUK PREPARASI KARBON BERPORI JURNAL TEKNOLOGI & INDUSTRI Vol. 3 No. 1; Juni 2014 ISSN 2087-6920 PEMBUATAN RESIN PHENOL FORMALDEHYDE SEBAGAI PREKURSOR UNTUK PREPARASI KARBON BERPORI Pengaruh Jenis Phenol dalam Pembuatan Resin Terhadap

Lebih terperinci

Epoxy Floor Coating :

Epoxy Floor Coating : PT PUTRA MATARAM COATING INTERNATONAL Epoxy Floor Coating : Aplikasi dan masalahnya Volume 2 Desember 2015 Pendahuluan Epoxy merupakan cat dua komponen yang terbuat dari kombinasi polimer epoksi sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NIKEL DAN KLORIDA TERHADAP PROSES ELEKTROPLATING NIKEL

PENGARUH KONSENTRASI NIKEL DAN KLORIDA TERHADAP PROSES ELEKTROPLATING NIKEL PENGARUH KONSENTRASI NIKEL DAN KLORIDA TERHADAP PROSES ELEKTROPLATING NIKEL Mentik Hulupi Agustinus Ngatin Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Bandung E-mail: hulupimentik@yahoo.com

Lebih terperinci

Analisis Teknis dan Ekonomis Penggunaan Komposit Serabut Kelapa dan Serbuk Pohon Kelapa sebagai Isolasi Kotak Pendingin Ikan pada Kapal Ikan

Analisis Teknis dan Ekonomis Penggunaan Komposit Serabut Kelapa dan Serbuk Pohon Kelapa sebagai Isolasi Kotak Pendingin Ikan pada Kapal Ikan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271) 1 Analisis Teknis dan Ekonomis Penggunaan Komposit Serabut Kelapa dan Serbuk Pohon Kelapa sebagai Isolasi Kotak Pendingin Ikan pada

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK * Ir. Soewefy, M.Eng, ** Indra Prasetyawan * Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INDUSTRI KIMIA DAN PERKEMBANGANNYA Saat ini, perhatian terhadap industri kimia semakin meningkat karena berkurangnya pasokan bahan baku dan sumber energi serta meningkatnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

Pengaruh Kondisi Elektroda Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah

Pengaruh Kondisi Elektroda Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah Pengaruh Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah Yusril Irwan Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Jl. PKH. Mustafa No. 23. Bandung 4124 Yusril@itenas.ac.id,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Konstruksi dari beton banyak memiliki keuntungan yakni beton termasuk tahan aus dan tahan terhadap kebakaran, beton sangat kokoh dan kuat terhadap beban gempa bumi, getaran,

Lebih terperinci

Penentuan Laju Korosi pada Suatu Material

Penentuan Laju Korosi pada Suatu Material Penentuan Laju Korosi pada Suatu Material Sarasati Istiqomah (0823320), Vina Puji Lestari (08233006), Imroatul Maghfioh (0823325), Ihfadni Nazwa (0823326), Faridhatul Khasanah (0823334), Darmawan (0823339),

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

Pengukuran Laju Korosi Aluminum 1100 dan Baja 1020 dengan Metoda Pengurangan Berat Menggunakan Salt Spray Chamber

Pengukuran Laju Korosi Aluminum 1100 dan Baja 1020 dengan Metoda Pengurangan Berat Menggunakan Salt Spray Chamber TUGAS AKHIR Pengukuran Laju Korosi Aluminum 1100 dan Baja 1020 dengan Metoda Pengurangan Berat Menggunakan Salt Spray Chamber Disusun Oleh: FEBRIANTO ANGGAR WIBOWO NIM : D 200 040 066 JURUSAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang material nanokomposit akhir-akhir ini mendapatkan perhatian yang serius dari para ilmuwan. Berbagai penelitian dengan sangat cermat terus menerus dilakukan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

4027 Sintesis 11-kloroundek-1-ena dari 10-undeken-1-ol

4027 Sintesis 11-kloroundek-1-ena dari 10-undeken-1-ol 4027 Sintesis 11-kloroundek-1-ena dari 10-undeken-1-ol OH SOCl 2 Cl + HCl + SO 2 C 11 H 22 O C 11 H 21 Cl (170.3) (119.0) (188.7) (36.5) (64.1) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) F-56

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) F-56 JURNAL TEKNIK ITS Vol., No., () ISSN: -9 (-9 Print) F- Pengaruh Variasi Goresan Lapis Lindung dan Variasi ph Tanah terhadap Arus Proteksi Sistem Impressed Current Cathodic Protection (ICCP) pada Pipa API

Lebih terperinci

Kata kunci : Serat batang pisang, Epoxy, Hand lay-up, perbahan temperatur.

Kata kunci : Serat batang pisang, Epoxy, Hand lay-up, perbahan temperatur. KARAKTERISTIK EFEK PERUBAHAN TEMPERATUR PADA KOMPOSIT SERAT BATANG PISANG DENGAN PERLAKUAN NaOH BERMETRIK EPOXY Ngafwan 1, Muh. Al-Fatih Hendrawan 2, Kusdiyanto 3, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci