Analisis Profil Sosial-Ekonomi Rumah Tangga Berdasarkan Pola Pengeluaran antara Perdesaan dan Perkotaan di Propinsi Jawa Timur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Profil Sosial-Ekonomi Rumah Tangga Berdasarkan Pola Pengeluaran antara Perdesaan dan Perkotaan di Propinsi Jawa Timur"

Transkripsi

1 Analisis Profil Sosial-Ekonomi Rumah Tangga Berdasarkan Pola Pengeluaran antara Perdesaan dan Perkotaan di Propinsi Jawa Timur Nita Indah Mayasari, Dr. Dra. Ismaini Zain, M.Si, Jurusan Statistika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Abstrak Pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari pengeluaran makanan dan bukan makanan dapat menggambarkan bagaimana penduduk mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perbandingan profil pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan antara perdesaan dan perkotaaan di Propinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan metode analisis profil untuk menggambarkan profil pengeluaran. Kabupaten/Kota yang memiliki pola yang sama dikelompokkan terlebih dahulu agar mempermudah dalam penggambaran dan interpretasi profil. Pengelompokkan wilayah Kabupaten/Kota di perdesaan dan di perkotaan diperoleh 4 kelompok. Profil pengeluaran yang hampir sama terdapat pada kelompok dan kelompok pada Ruta di perdesaan dan perkotaan. Kesamaan kelompok tersebut terletak pada prioritas konsumsi pada makanan pokok yaitu padi-padian dan makanan jadi. Kelompok 3 di perdesaan dan Kelompok 4 di perkotaan adalah Kota Malang memiliki profil berbeda dibanding Kabupaten/Kota lain namun hampir sama pada kelompok 4 di perdesaan yaitu Kota Pasuruan. Hal ini menjadi karakteristik bagi penduduk Jawa Timur sebagai konsumen terbesar dari padipadian, makanan jadi, dan olahan tembakau seperti rokok. Kata-kata kunci : Analisis Profil, Pengeluaran Rumah Tangga untuk makanan dan bukan makanan, Pedesaan, Perkotaan.. PENDAHULUAN Jawa Timur merupakan salah satu propinsi dengan sentra pangan yang besar namun angka rawan pangan yang tinggi sebesar 9,3 persen. Angka rawan pangan ini disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang rendah untuk makanan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok meningkat tajam sehingga banyak keluarga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang bergizi. Pemerintah mengupayakan peningkatan efisiensi sistem distribusi pangan agar harga pangan terjangkau oleh masyarakat. Bantuan dan subsidi pangan juga diberikan pada rumah tangga miskin yang tidak dapat menjangkau harga pangan yang terjadi di pasar. Selain itu, pangan lokal juga terus dikembangkan mengingat beragamnya pola pangan dan wilayah kepulauan yang dimiliki Indonesia untuk membantu daerah-daerah rawan pangan dan daerah-daerah yang jauh dari jangkauan distribusi nasional. Hal penting yang juga dilakukan adalah upaya peningkatan pendapatan masyarakat, terutama petani dan masyarakat pedesaan yang tingkat kemiskinannya tinggi sehingga daya beli dan kemampuan mereka untuk mengakses pangan semakin meningkat (BPS, 005). Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (Suryana, 003). Perubahan pola konsumsi penduduk merupakan indikator penting dalam proses pembangunan. Rumah tangga adalah lingkup terkecil dari organisasi masyarakat. Seriring dengan perkembangan ekonomi, rumah tangga pun selalu berupaya memenuhi kebutuhan baik makanan dan bukan makanan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh jumlah penghasilan dan pengeluaran serta sosial ekonomi dari masyarakat tersebut. Salah satu cara untuk mengetahui keadaan sosial ekonomi masyarakat adalah dengan Survey Sosial Ekonomi Sosial (Susenas) yang dilakukan oleh BPS. Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga/keluarga. Besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga tersebut. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga. Sebaliknya, rumah tangga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dibandingkan persentase pengeluaran untuk non makanan.

2 Rumah tangga yang memiliki kemampuan daya beli yang tinggi diharapkan mampu meningkatkan keseimbangan konsumsi untuk perbaikan gizi. Kondisi pola pengeluaran makanan berpengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan rumah tangga (Rachmawati, 009). Pengeluaran makanan dan bukan makanan juga dipengaruhi oleh sektor pekerjaan yang tersedia. Di Perkotaan yang cenderung sebagai wilayah padat didominasi oleh sektor perdagangan. Hal tersebut menjadi latar belakang penelitian perbandingan profil pengeluaran antara RT pedesaan dan perkotaaan di Propinsi Jawa Timur. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik RT berdasarkan sosial ekonomi dan pola pengeluaran di perdesaan dan perkotaaan Propinsi Jawa Timur dan mengkaji perbandingan profil pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan antara RT perdesaan dan RT perkotaaan di Propinsi Jawa Timur.Penelitian ini menggunakan metode analisis profil untuk menggambarkan profil pengeluaran makanan dan bukan makanan RT Pedesaan dan RT perkotaan kabupaten/kota di Propinsi Jawa Timur. Analisis profil adalah salah satu metode statistika untuk menggambarkan grafik profil dua kelompok atau lebih dalam satu gambar. Kabupaten/Kota yang memiliki pola yang sama akan dikelompokkan terlebih dahulu agar mempermudah dalam penggambaran dan interpretasi profil.. TINJAUAN PUSTAKA Analisis Profil Dalam tahapan analisis profil diperlukan analisis awal yaitu Manova. Analisis ini analog dengan Anova yaitu bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan mean di antara g kelompok pengamatan. Setelah diketahui bahwa terdapat perbedaan antar kelompok, maka dilanjutkan dengan analisis profil untuk memperjelas perbedaan tersebut. Analisis profil merupakan salah satu metode statistika yang menyinggung permasalahan di mana beberapa perlakuan (treatments) yang ditujukan untuk beberapa kelompok subjek pengamatan. (Johnson dan Wichern, 00). Respon yang didapat pada tiap kelompok akan dinyatakan dalam grafik yang dinamakan grafik analisis profil. Analisis profil dapat digunakan untuk menggambarkan grafik profil dua kelompok atau lebih dalam satu gambar. Pada prinsipnya analisis profil merupakan pembentukan grafik yang berisi plot vektor rata-rata dari serangkaian variabel respons µ, µ,..., µ. Analisis profil akan menjelaskan profil p yang terbentuk serta membandingkan antara dua atau lebih profil plot yang terbentuk (Rencher, 00). Pengujian Hipotesis Dalam analisis profil tahapan pengujian hipotesis merupakan syarat yang harus dipenuhi. Ada tiga tahapan pengujian hipotesis, antara lain Uji Paralel, Uji Coincident, dan Uji Level Profil. Macam-macam uji tersebut dijelaskan secara ringkas pada Tabel Tabel Uji Hipotesis Analisis Profil Uji Hipotesis Statistik Uji Daerah Kritis Uji Paralel H 0 : Cµ = Cµ H : Cµ Cµ Uji Coincident H 0 : ' µ = ' µ H : ' µ ' µ Uji Level H 0 : Cµ = 0 H : Cµ 0 T = ( X X )'C' CSpooled C C( X X + ) n n T = ' (X X )' 'Spooled (X X + ) n n [ CS C' ] CX Tolak H 0 jika T > C C ( n = + n )( p ) n + n Tolak H 0 jika T > p, n + n ( ) F α T = ( n + n ) X'C' Tolak H 0 jika T > F p, n + n ( ) pooled α F p, n + n p( α ) C = ()

3 Uji paralel merupakan pengujian hipotesis yang pertama yaitu mengetahui apakah terdapat pararelism dua profil. Dua profil dikatakan paralel jika selisih antara dua profil untuk tiap variabel adalah sama. Dua profil yang paralel ditunjukkan dengan grafik profil yang sejajar satu sama lain. Setelah diketahui bahwa kedua profil bersifat paralel, maka dilanjutkan untuk melakukan uji coincident. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kedua profil saling berimpit atau tidak. Profil yang berimpit menunjukkan selisish antara dua profil yang cenderung nol untuk tiap variabel. Pengujian terakhir yang dilakukan setelah diketahui bahwa kedua profil bersifat coincident, yaitu uji level untuk mengetahui apakah profil berada pada level yang sama atau tidak. Konsep Dasar Rumah Tangga Menurut BPS (005), Rumah tangga biasa adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus dan umumnya tinggal bersama serta makan dari satu dapurpada umumnya, RT di daerah perkotaan cenderung bermata pencaharian di sektor formal sedangkan RT pedesaan cenderung berada di sektor informal (BPS, 005). Pengeluaran Rumah Tangga Tingkat kesejahteraan masyarakat antara lain dapat diukur melalui besarnya pendapatan/pengeluaran. Pengeluaran penduduk untuk kebutuhan konsumsi dapat mencerminkan tingkat kemampuan ekonomi penduduk. Secara umum, kemampuan ekonomi (daya beli) masyarakat dapat memberikan gambaran tentang tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut. Pengeluaran Rumah Tangga dibagi menjadi dua spesifikasi secara garis besar yaitu pengeluaran untuk Makanan dan pengeluaran bukan makanan. Menurut BPS (005), pengeluaran RT untuk makanan adalah nilai pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga selama seminggu yang lalu baik dari pembelian, produksi, atau pemberian. Untuk makanan yang berasal dari produksi sendiri atau pemberian, nilainya harus diperhitungkan sesuai dengan harga pasar setempat. Pengeluaran untuk makanan yang dicatat hanya yang benar-benar dikonsumsi oleh anggota rumah tangga selama seminggu yang lalu, tidak termasuk yang diberikan kepada karyawan/pekerja atau pihak lainnya. Pengeluaran RT bukan makanan adalah nilai pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan rumah tangga selama sebulan atau bulan yang lalu. Dalam penelitian ini, variabel pengeluaran bukan makanan dinyatakan dalam persentase rata-rata tiap variabel terhadap total pengeluaran bukan makanan setiap bulan.secara keseluruhan Variabel prediktor yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada indikator sosial ekonomi (Anonim, 009), serta diskusi dengan pihak Badan Ketahanan Pangan, yaitu : Status pekerjaan dengan penghasilan terbesar dalam RT, Pengeluaran Rumah Tangga per bulan, Jumlah pengeluaran untuk makanan sebulan, Jumlah pengeluaran untuk makanan sebulan, Jumlah Anggota Rumah Tangga. 3. METODOLOGI PENELITIAN Pada bagian ini akan dibahas mengenai sumber data, variabel-variabel penelitian, dan metode analisis yang dipergunakan untuk menganalisis data yang didapatkan. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Popinsi Jawa Timur tahun 006. Jumlah sampel yang diambil sebanyak rumah tangga yang tersebar di propinsi Jawa Timur (38 kabupaten/kota atau 653 kecamatan atau 87 desa/kelurahan). Setiap desa/kelurahan diwakili oleh 6 rumah tangga. Dalam penelitian ini, Data RT dipisah menjadi dua bagian yaitu 6.5 RT daerah pedesaan dan 3.5 RT di daerah perkotaan. Variabel penelitian ini adalah variabel sosial ekonomi dan variabel pola pengeluaran. Variabel sosial ekonomi digunakan untuk memberikan informasi mengenai profil karakteristik RT perdesaan dan RT perkotaan. Variabel sosial ekonomi akan dirincikan sebagai berikut. Tabel Variabel Sosial Ekonomi Variabel Definisi operasional Skala Data X Status pekerjaan RT Nominal X Jumlah anggota RT Rasio X 3 Pengeluaran RT Interval X 4 Pengeluaran RT untuk makanan Rasio X 5 Pengeluaran RT bukan makanan Rasio

4 Untuk memahami setiap variabel yang digunakan dalam penelitian ini, diberikan definisi masingmasing variabel yaitu sebagai berikut.. Status Pekerjaan adalah bidang kegiatan dari pekerjaan anggota RT dengan sumber penghasilan terbesar dalam RT. Status pekerjaan dibagi menjadi pengusaha, karyawan/buruh, dan penerima pendapatan (pasif).. Jumlah anggota RT adalah banyaknya anggota dalam satu rumah tangga. 3. Pengeluaran RT adalah nilai pengeluaran konsumsi rumah tangga setiap bulan. Pengeluaran RT dibagi menjadi lima interval, yaitu : Kurang dari Rp per bulan Antara Rp s.d Rp per bulan Antara Rp s.d Rp per bulan Antara Rp s.d Rp per bulan Lebih dari Rp per bulan 4. Pengeluaran RT untuk makanan adalah nilai pengeluaran untuk konsumsi makanan rumah tangga selama seminggu yang lalu baik dari pembelian, produksi, atau pemberian. Dalam Tabel 3, perincian variabel pengeluaran RT untuk makanan dinyatakan dalam persentase rata-rata tiap variabel terhadap total pengeluaran untuk makanan tiap bulan. Tabel 3 Variabel Pengeluaran untuk Makanan (Dalam Persentase Rata-rata) Variabel Pengeluaran untuk Makanan X 4 X 4 X 43 X 44 X 45 X 46 X 47 X 48 X 49 X 40 X 4 X 4 X 43 X 44 pengeluaran untuk padi-padian (beras, tepung, dsb) pengeluaran untuk umbi-umbian pengeluaran untuk ikan/udang/cumi/kerang pengeluaran untuk daging pengeluaran untuk telur dan susu pengeluaran untuk sayur-sayuran pengeluaran untuk kacang-kacangan pengeluaran untuk buah-buahan pengeluaran untuk minyak dan lemak pengeluaran untuk bahan minuman (gula, teh, kopi,dsb) pengeluaran untuk bumbu-bumbuan pengeluaran untuk konsumsi lainnya (mie, kerupuk, dsb) pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi pengeluaran untuk tembakau dan sirih 5. Pengeluaran RT bukan makanan adalah nilai pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan rumah tangga selama sebulan atau bulan yang lalu. Dalam penelitian ini, variabel pengeluaran bukan makanan dinyatakan dalam persentase rata-rata tiap variabel terhadap total pengeluaran bukan makanan setiap bulan. Rincian dari variabel pengeluaran RT bukan makanan disajikan pada Tabel 4. Variabel X 5 X 5 X 53 X 54 X 55 X 56 Tabel 4 Variabel Pengeluaran Bukan Makanan Pengeluaran Bukan Makanan (Dalam Persentase Rata-rata) pengeluaran untuk perumahan dan fasilitas rumah tangga pengeluaran untuk aneka barang dan jasa pengeluaran untuk pakaian, alas kaki, dan tutup kepala (pakaian jadi, bahan pakaian, sepatu, topi, dan lainnya) pengeluaran untuk barang tahan lama (alat rumah tangga, perkakas, alat dapur, alat hiburan (elektronik), alat olahraga, perhiasan, kendaraan, payung, arloji, kamera, HP, pasang telepon, pasang listrik, barang elektronik dll.) pengeluaran untuk pajak, pungutan, dan asuransi pengeluaran untuk keperluan pesta dan upacara/kenduri tidak termasuk makanan Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.. Statistika Deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi RT dan pola pengeluaran RT perdesaan dan RT perkotaan di Propinsi Jawa Timur.. Membuat analisis profil untuk menggambarkan pola pengeluaran RT dengan langkah sebagai berikut. a. Menyusun data pengamatan untuk analisis profil pada masing-masing pengeluaran RT pedesaan dan RT perkotaan.

5 b. Sebelum dilakukan analisis profil, membuat pengujian apakah data sudah memenuhi asumsi distribusi multinormal. c. Melakukan pengecekan asumsi yang meliputi distribusi data normal multivariat, homogenitas varians, serta dependensi antar variabel. d. Menyusun Manova untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antar kelompok menurut variabel pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. e. Menggambarkan profil pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan pada RT perdesaan dan RT perkotaan dengan menggunakan analisis profil. f. Melakukan uji hipotesis analisis profil dengan perumusan hipotesis yang meliputi uji level, uji Coincident, dan uji paralel. 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Deskripsi Variabel Penelitian Rumah Tangga di Propinsi Jawa Timur dibagi menjadi dua kelompok yaitu Ruta di Perdesaan dan Ruta di Perkotaan. Secara deskriptif, masing-masing kelompok Ruta akan digambarkan karakteristik Ruta dan pola pengeluaran secara sosial ekonomi. Status Pekerjaan Ruta di Perdesaan dan Perkotaan Status pekerjaan Ruta digunakan untuk mengetahui perolehan sumber pendapatan terbesar Ruta dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Berdasarkan Gambar 4., status pekerjaan yang mendominasi di desa adalah para pemilik usaha (pengusaha) sebanyak 60%. Para pengusaha ini termasuk pemilik usaha di bidang pertanian, perdagangan, dan bidang usaha lainnya. Buruh/karyawan di perdesaan menduduki peringkat kedua sebesar 33%, sisanya penerima pendapatan pasif. Di perkotaan, Ruta memperoleh penghasilan sebagai karyawan/buruh sebesar 48%, pengusaha 4%, dan % sebagai penerima pendapatan pasif. Gambar Status Pekerjaan RT dan Jumlah Anggota RT Banyaknya Anggota RT (ART) Banyaknya jumlah anggota RT akan menjadi tanggungan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan makanan dan bukan makanan apalagi jika tidak disertai penghasilan keluarga yang mencukupi. Berdasarkan Gambar, dapat dilihat distribusi ART antara RT pedesaan dengan RT perkotaan tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 3 atau 4 orang tiap RT. Sehingga, jumlah rata-rata pada RT Perkotaan maupun Peedesaan adalah 4 ART. ART pedesaan dengan persentase tertinggi 7,65% adalah tiga ART. Di perkotaan, sebanyak 7,9% RT memiliki anggota RT sebanyak 4 orang dan 4,0% RT beranggotakan 3 orang. Pengeluaran RT per Bulan Salah satu variabel yang sangat penting dalam penelitian sosial ekonomi adalah pendekatan pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran RT untuk kebutuhan konsumsi dapat mencerminkan tingkat kemampuan ekonomi RT. Pengeluaran RT per bulan yang besar menunjukkan kemampuan ekonomi yang lebih baik, begitu pula sebaliknya.

6 Gambar Pengeluaran RT per bulan Berdasarkan Gambar, distribusi pengeluaran RT di pedesaan cenderung menceng ke kiri dibandingkan dengan pengeluaran di Perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran RT di Pedesaan cenderung lebih rendah daripada pengeluaran RT di Perkotaan. Di Pedesaan, pengeluaran RT antara Rp Rp per bulan sebanyak 50,3% dari kisaran pengeluaran yang lain. Pengeluaran RT di Pedesaan kurang dari Rp sebesar 35,67%. berada Pengeluaran RT di pedesaan dan perkotaan, sebagian besar pengeluaran RT antara Rp Rp per bulan yaitu sebesar 50,3% dan 43,5%. Pengeluaran untuk Makanan dan Bukan Makanan Pengeluaran konsumsi secara umum dapat dibagi menjadi pengeluaran untuk makanan (X 4 ) dan pengeluaran bukan makanan (X 5 ). Berdasarkan Tabel 4., pengeluaran makanan minimum di perdesaan sebesar Rp dan maksimum Rp per bulan. Sedangkan Ruta perdesaan, pengeluaran bukan makanan minimum sebesar Rp hingga maksimum Rp Di perkotaan, terjadi perbedaan yang jauh pada rata-rata pengeluaran makanan dan bukan makanan. Pengeluaran minimum Ruta di perkotaan untuk makanan sebesar Rp Rupiah dan pengeluaran bukan makanan sebesar Rp Tabel 5 Pengeluaran Makanan dan Bukan Makanan (dalam Rupiah per Bulan) Variabel N Mean Median Min Max St. Dev X 4 -desa X 4 -kota X 5 -desa X 5 -kota Pada pengeluaran makanan terdapat 4 jenis konsumsi dan 6 jenis pengeluaran bukan makanan. Pengeluaran makanan dan bukan makanan pada Ruta di perdesaan dan perkotaan, digambarkan secara deskriptif pada Gambar 3 dan Gambar Data Data X4- X4- X4-3 X4-4 X4-5 X4-6 X4-7 X4-8 X4-9 X4-0 X4- X4- X4-3 X4-4 X4- X4- X4-3 X4-4 X4-5 X4-6 X4-7 X4-8 X4-9 X4-0 X4- X4- X4-3 X4-4 (a) Gambar 3 Boxplot Pengeluaran Makanan (a) di Perdesaan (b) Perkotaan (b)

7 Data 30 Data X5- X5- X5-3 X5-4 X5-5 X5-6 X5- X5- X5-3 X5-4 X5-5 X5-6 (a) (b) Gambar 4 Boxplot Pengeluaran bukan Makanan (a) di perdesaan (b) di perkotaan Analisis Profil Tahapan awal sebelum digambarkan profil dilakukan pengelompokkan Kabupaten/Kota yang berpola sama, hal ini mempermudah interpretasi pada pola pengeluaran. Analisis kluster hierarki digunakan untuk pengelompokkan berdasarkan pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan (Lampiran). Berikut hasil pengelompokkannya. Tabel 6 Pengelompokkan Kabupaten/Kota Ruta Perdesaan Kel Kode Kabupaten/Kota,, 3, 4, 5, 6, 7, 0, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0,,, 4, 5, 74, 79 8, 9,,, 3, 3, 6, 7, 8, 9 3 Kota Malang Kabupaten : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Lamongan, Gresik. Kota : Probolinggo, Batu. Kabupaten : Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Tuban, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep Kota Pasuruan Berdasarkan Tabel 6, didapatkan empat kelompok Kabupaten/Kota berdasarkan pengeluaran Ruta Perdesaan yang memiliki pola yang sama. Berdasarkan Tabel 7, Ruta di Perkotaan juga didapatkan empat kelompok berdasarkan pola pengeluaran makanan dan bukan makanan. Banyaknya Kabupaten/Kota pada kelompok ke- pada Ruta di Perdesaan maupun di Perkotaan menunjukkan bahwa karakteristik pengeluaran kelompok ke- tersebut memiliki banyak kesamaan. Tabel 7 Pengelompokkan Kabupaten/Kota Ruta di Perkotaan Kel Kode Kabupaten/Kota,, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0,,, 3, 4, 7, 8, 9, 0,,, 3, 7, 7, 74, 79 Kabupaten : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan. Kota : Probolinggo, Batu. 5, 6, 4, 5, 78 Kabupaten : Mojokerto, Jombang, Sampang, Pamekasan. Kota Surabaya. 3 6, 7, 8, 9 Kabupaten : Sumenep, Gresik, Bangkalan, Sidoarjo 4 Kota Malang Pengelompokkan Kabupaten/Kota yang diperoleh berdasarkan Ruta Perkotaan dan Ruta Perdesaan selanjutnya dilakukan pengecekan asumsi kelompok data multivariat. Pengecekan asumsi yang dimaksud adalah data berdistribusi normal multivariat, homogenitas matriks varians kovarians, dan dependensi variabel. Asumsi yang pertama yaitu data berdistribusi normal multivariat. Tabel 8 Pengecekan Asumsi Distribusi Normal Multivariat Variabel t hitung Daerah Kritis Kesimpulan X 4 -desa 0,606 X Data Berdistribusi 4 -kota 0,55 Data Berdistribusi Normal Multivariat jika t X 5 -desa 0,63 hitung lebih dari 0.5 Normal Multivariat X 5 -kota 0,763

8 Berdasarkan Tabel 8 yaitu hasil pengecekan dengan paket program Macro Minitab, didapatkan hasil bahwa pada variabel X 4 dan X 5 data pengamatan di Perdesaan dan Perkotaan telah memenuhi distribusi normal multivariat. Nilai t hitung menyatakan persentase data pengamatan telah mengikuti sebaran data normal multivariat. Matriks varians kovarian dinyatakan tidak homogen melalui pengecekan dengan statistik uji F. Pengecekan tersebut menghasilkan P_value yang lebih kecil dari 0,05 sehingga matriks varians kovarian tidak equal. Pengecekan asumsi yang terakhir yaitu variabel yang saling dependen. Dalam pengecekan asumsi ini digunakan uji Bartlett untuk mengetahui apakah ada hubungan antar variabel. Berdasarkan hasil paket program SPSS (Tabel 9) didapatkan nilai P_value 0,000 untuk seluruh masing-masing pengamatan yang menunjukkan bahwa antar variabel dependen memilki hubungan yang signifikan. Variabel Tabel 9 Pengecekan Asumsi Matriks Varian Kovarian dan Dependensi Uji Matriks Varian Kovarian Uji Dependensi Variabel F hitung P_value Kesimpulan Chi-Square P_value Kesimpulan X 4-desa 0,495 0,000 0,0003 0,000 X 4-kota X 5-desa 3,479 99, 0,000 0,000 Matriks varian kovarian tidak equal 0,000 0,005 0,000 0,000 X 5-kota 87,03 0,000 0,009 0,000 Variabelvariabel Dependen Saling Berkorelasi Setelah dilakukan pengecekan asumsi, analisis berikutnya adalah Manova untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan mean antar Kabupaten/Kota. Perumusan hipotesis Manova adalah sebagai berikut. H 0 : τ = τ = τ3 = τ4 = 0 H : minimal terdapat satu τ yang tidak sama Berdasarkan Tabel 0, hasil pengujian nilai statistik Wilk s Lambda menyatakan bahwa terdapat perbedaan antar kelompok (kelurahan) atau dengan kata lain menolak H 0 dengan P_value sebesar 0,000. Tabel 0 Pengecekan Manova Variabel Wilk s Lambda F hitung P_value Kesimpulan X 4 -desa 0,307 46,48 0,000 Terdapat X 4 -kota 0,39 4,756 0,000 perbedaan X 5 -desa 0,889 0,306 0,000 antar X 5 -kota 0,849 9,83 0,000 kelompok Setelah diketahui bahwa terdapat perbedaan antar kelompok, maka analisis berikutnya adalah dengan analisis profil untuk mengetahui letak perbedaan profil pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan masing-masing Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur. Profil pengeluaran Ruta di perdesaan dan di perkotaan akan dianalisis terpisah untuk mengetahui karakteristik masing-masing kelompok Ruta pada tiap Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur. Ruta perdesaan dan Ruta perkotaan akan memiliki karakteristik masing-masing berupa representasi grafik pola pengeluaran untuk makanan maupun bukan makanan. Melalui grafik tersebut dapat dibandingkan masing-masing variabel pola pengeluaran antar Kabupaten/Kota. Sehingga interpretasi dari gambar tersebut menjadi lebih sederhana. Profil pengeluaran Ruta di perdesaan yang telah dibedakan pengeluaran untuk makanan (X 4 ) dan bukan makanan (X 5 ) akan digambarkan secara serentak dengan menggunakan plot (gambar) profil. Namun, analisis pola pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan baik di Perdesaan maupun di Perkotaan kurang dapat diinterpretasikan karena terjadi penumpukkan pola tiap Kabupaten/Kota. Adapun, pola Kabupaten/Kota yang menunjukkan kesamaan pola dan pola yang perbedaannya mencolok. Profil Pengeluaran untuk Makanan Pengeluaran untuk makanan terdiri atas 4 variabel yaitu pengeluaran jenis makanan yang telah didefinisikan pada Susenas. Profil pengeluaran di Ruta di Perdesaan akan ditunjukkan oleh plot sebagai berikut. Berdasarkan Gambar 5, ditunjukkan profil pengeluaran untuk makanan Ruta di Perdesaan pada empat kelompok yang dalam satu gambar secara bersama-sama. Secara keseluruhan profil pengeluaran untuk makanan di empat kelompok cenderung berpola sama antara variabel X 4 sampai dengan variabel

9 X 4. Namun beberapa terdapat pola yang berbeda untuk beberapa variabel, seperutai pada variabel konsumsi untuk padi-padian (X 4 ), makanan jadi (X 43 ), dan tembakau (X 44 ). (a) (b) Gambar 5 Profil Pengeluaran untuk Makanan (a) di Perdesaan (b) di Perkotaan Keterangan : X 4 padi-padian (beras, tepung) X 46 sayur-sayuran X 4 bumbu-bumbuan X 4 umbi-umbian X 47 kacang-kacangan X 4 konsumsi lainnya (mie, kerupuk) X 43 ikan/udang/cumi/kerang X 48 buah-buahan X 43 makanan dan minuman jadi X 44 Daging X 49 minyak dan lemak X 44 tembakau dan sirih X 45 telur dan susu X 40 bahan minuman (gula, teh, kopi) Nilai profil pengeluaran untuk makanan Ruta di Perdesaan dapat ditunjukkan pada Tabel. Pada Kelompok, yang terdiri atas Kabupaten/Kota, adalah Ruta Perdesaan yang memiliki pola konsumsi terbesar pada padi-padian (X 4 ) sebesar 5,6 persen dari keseluruhan konsumsi untuk makanan yang lain. Kelompok mengalokasikan pengeluaran terbesar untuk konsumsi padi-padian yang tak jauh berbeda pada pola kelompok yaitu sebesar 3,96 persen. Ruta kelompok 3 (Kota Pasuruan) di Perdesaan yang menunjukkan pola pengeluaran sebesar 37,64 persen pada konsumsi makanan dan minuman jadi dan padi-padian menjadi prioritas kedua. Kelompok 4 yaitu Ruta Perdesaan Kota Pasuruan adalah konsumen terbesar pada tembakau dan sirih yaitu sebesar 30,65 persen dibandingkan dengan konsumsi pada makanan pokok. Variabel Tabel Nilai Profil Persentase Pengeluaran makanan Kelompok Perdesaan Kelompok Perkotaan X 4-5,6 3,96,80 0,4 4,49 9,68 4,74 3,38 X 4-,40,38,60 0,95 0,95 0,64, 0,77 X 4-3 5,86 0,5 3,96 5,85 6, 0,0 4,7 4, X 4-4,5,4 5,3,05 3,40 5,56 4,75 4,9 X 4-5 4,83 3,37 6,97 4,99 6,4 7,04 5,36 6,74 X 4-6 7,36 5,49 4,58,6 7,56 4, 4,57 4,58 X 4-7 6,5 5,46 3,08 3,44 6,0 4,63 4,53 5,05 X 4-8,63,58 6,80,90 3, 4,3,7 4,39 X 4-9 5,08 5,3 3,4,57 4,96 4,08 5,0 3,4

10 X 4-0 6,5 6,37 4,59 7,99 5,90 4,53 4,90 4,9 X 4-3,68 3,88,,8 3,46 3, 3,5, X 4-4,00 3,35 0,9,6 4,63 3,98 3,80 4,3 X 4-3 9,94 5,8 37,64,33,30 8,03 7,0 33,97 X 4-4 0,3 3,46 7,4 30,65 0,60 9,67 3,08 7,67 Profil pengeluaran untuk makanan empat kelompok Ruta di Perkotaan tidak jauh berbeda dengan Ruta di Perdesaan. Berdasarkan pada Gambar 5, pengeluaran konsumsi yang besar untuk padi-padian (X 4 ) cenderung sama pada kelompok dan 3 dengan persentase sebesar 4 persen. Konsumsi padipadian pada kelompok juga tidak jauh berbeda dengan kelompok namun juga diikuti konsumsi makanan dan minuman jadi yang hampir sebanding dengan padi-padian. Prioritas konsumsi setelah padi-padian pada kelompok 3 adalah konsumsi pada ikan (olahan air darat/laut) sebesar 4,7 persen dan konsumsi pada tembakau dan sirih sebesar 3,08 persen. Ruta Perkotaan di Kota Malang (kelompok 4) cenderung mengkonsumsi tembakau dan sirih yaitu sebesar 33,7 persen lebih besar dibanding padi-padian yang hanya sebesar 3,03 persen. Profil Pengeluaran bukan Makanan Pengeluaran bukan makanan terdiri atas 6 variabel yang dapat digambarkan setelah pengelompokkan Kabupaten/Kota sebelumnya. Berdasarkan Gambar 6, profil pengeluaran bukan makanan Ruta di Perdesaan tidak jauh berbeda antar kelompok Kabupaten/Kota. Pola pengeluaran terbesar yaitu lebih dari 50 persen cenderung pada pengeluaran untuk biaya perumahan dan fasilitas. Biaya perumahan yang dimaksud adalah biaya rumah, perawatan, dan tagihan rutin. Profil tersebut juga menunjukkan persentase pengeluaran yang besar pada barang dan jasa oleh kelompok 3 dengan 4,76 persen. Pengeluaran tersebut cenderung pada kebutuhan individual anggota Ruta misalnya biaya kesehatan, biaya pendidikan, dan transportasi. X 5- : Perumahan dan fasilitas Ruta X 5- : Barang dan jasa (a) (b) Gambar 6 Profil Pengeluaran bukan Makanan (a) di Perdesaan (b) di Perkotaan X 5-3 : Pakaian, alas kaki dan tutup kepala X 5-4 : Barang-barang yang tahan lama X 5-5 : Pajak dan asuransi X 5-6 : Keperluan pesta dan upacara Berdasarkan Gambar 6, dapat digambarkan profil pengeluaran bukan makanan yang tidak jauh berbeda oleh kelompok Ruta di Perkotaan. Hal ini didukung oleh nilai profil pada Tabel, yang menunjukkan pola yang sama antar kelompok di Perkotaan maupun antar kelompok di Perdesaan. Tabel Nilai Profil Persentase Pengeluaran Bukan Makanan Variabel Kelompok Perdesaan Kelompok Perkotaan X 5-50,98 58,6 48,97 56,5 55,85 5,7 60,35 54,56 X 5-7,4,75 4,76 8,3 8,4 3,5 3,6 34,8 X 5-3 8,04,5 5,6 4,45 7,76 6,79 7,79 4,74 X 5-4 3,6 3,55 0,48,7 3,9 3,75 4,49,45 X 5-5,47,36,95 0,9,4,67,66,36 X 5-6,95,94,57 8,,44,38,09,7 Berdasarkan hasil analisis sebelumnya pada masing-masing jenis pengeluaran dan kelompok wilayah, analisis profil dapat disederhanakan sebagai penamaan pada masing-masing kelompok wilayah. Penamaan kelompok ini meringkas penggambaran profil pada masing-masing kelompok wilayah.

11 Kel 3 4 Tabel 3 Penamaan kelompok Penamaan Kelompok (Kabupaten/Kota dengan konsumsi terbesar pada) Ruta Perdesaan Ruta Perkotaan Prioritas utama pada padi-padian, Prioritas utama padi-padian tembakau, dan makanan jadi dan makanan jadi Prioritas utama pada padi-padian, Prioritas utama padi-padian ikan segar, dan tembakau. dan makanan jadi Prioritas utama pada padi-padian, Prioritas utama pada padipadian makanan jadi, barang dan jasa. dan tembakau Prioritas utama pada tembakau Prioritas utama pada dan sirih tembakau dan sirih Berdasarkan Tabel 3, profil pengeluaran yang hampir sama terdapat pada kelompok dan kelompok pada Ruta di Perdesaan dan Perkotaan. Kesamaan kelompok tersebut terletak pada prioritas konsumsi pada makanan pokok yaitu padi-padian dan makanan jadi. Kelompok 3 di Perdesaan dan Kelompok 4 di perkotaan adalah Kota Malang yang memiliki profil berbeda dibanding Kabupaten/Kota lain namun hampir sama pada kelompok 4 di Perdesaan yaitu Kota Pasuruan. Prioritas utama pada kedua yang terletak di wilayah selatan tersebut adalah konsumsi pada tembakau dibanding makanan utama lainnya. Hal ini telah menjadi karakteristik bagi penduduk sebagai konsumen terbesar dari olahan tembakau seperti rokok. Pengeluaran untuk makanan berperan besar terhadap karakteristik pengeluaran dari wilayah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur. Sedangkan pengeluaran bukan makanan berpola sama pada seluruh wilayah. Berarti konsumsi untuk makanan dapat dijadikan gambaran yang lebih baik untuk karakteristik Ruta di Perdesaan maupun di Perkotaan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. Februari 009. Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Pedesaan Konsep dan Ukuran, Puslit Kependudukan LIPI <URL : BPS. (005). Konsumsi Penduduk Jawa Timur Tahun 005. BPS Propinsi Jawa Timur: Jawa Timur.. (007). Pola Konsumsi Penduduk Indonesia. BPS Indonesia: Jakarta. Johnson, R.A., dan D.W. Winchern. (00). Applied Multivariate Statistical Analysis, 5 th ed, Prentice Hall International Inc., New Jersey, Prestiwati, S. (00). Pemasok Daging, tetapi Konsumsi Lokal Minim. Januari 00. Rachmawati, A Analisis Regresi Logistik Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Masyarakat Nelayan. Surabaya : ITS Rencher, A. 00. Methods of Multivariate Analysis. Canada : John Wiley & Sons Inc Suryana, A Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Walpole, R.E dan Myers R.H. (995). Ilmu Peluang dan Statistika Untuk Insinyur dan Ilmuwan, terbitan ke-5. Bandung : Penerbit ITB.

Oleh : Nita Indah Mayasari Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si

Oleh : Nita Indah Mayasari Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si Oleh : Nita Indah Mayasari - 1305 100 024 Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si Jawa Timur Angka Rawan Pangan 19,3 % STATUS EKONOMI SOSIAL Rumah Tangga Pedesaan Rumah Tangga Perkotaan Perbedaan pengeluaran

Lebih terperinci

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sidang Tugas Akhir Surabaya, 15 Juni 2012 Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Wenthy Oktavin Mayasari

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN LAMONGAN PROFIL KEMISKINAN DI LAMONGAN MARET 2016 No. 02/06/3524/Th. II, 14 Juni 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 40/06/35/Th. XIV, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 IPM Jawa Timur Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada tahun 2015 terus mengalami

Lebih terperinci

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN EVALUASI/FEEDBACK PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN MALANG, 1 JUNI 2016 APLIKASI KOMUNIKASI DATA PRIORITAS FEEDBACK KETERISIAN DATA PADA APLIKASI PRIORITAS 3 OVERVIEW KOMUNIKASI DATA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 No. 010/06/3574/Th. IX, 14 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 IPM Kota Probolinggo Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kota Probolinggo pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR. Gangga Anuraga ABSTRAK

ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR. Gangga Anuraga ABSTRAK ANALISIS BIPLOT UNTUK PEMETAAN KARAKTERISTIK KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR Gangga Anuraga Dosen Program Studi Statistika MIPA Universitas PGRI Adi Buana Surabaya E-mail : ganuraga@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dari tahun ketahun. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal

Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal Oleh: DELTA ARLINTHA PURBASARI 1311030086 Dosen Pembimbing: Dr. Vita

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota TAHUN LAKI-LAKI KOMPOSISI PENDUDUK PEREMPUAN JML TOTAL JIWA % 1 2005 17,639,401

Lebih terperinci

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur TOTAL SKOR INPUT 14.802 8.3268.059 7.0847.0216.8916.755 6.5516.258 5.9535.7085.572 5.4675.3035.2425.2185.1375.080 4.7284.4974.3274.318 4.228 3.7823.6313.5613.5553.4883.4733.3813.3733.367

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 25/04/35/Th. XV, 17 April 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2016 IPM Jawa Timur Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada

Lebih terperinci

Analisis Pengelompokkan Berdasarkan Indikator Partisipasi Perempuan di Propinsi Jawa Timur

Analisis Pengelompokkan Berdasarkan Indikator Partisipasi Perempuan di Propinsi Jawa Timur Nama : Analisis Pengelompokkan Berdasarkan Indikator Partisipasi Perempuan di Propinsi Jawa Timur Dimas Okky S. (1307030006) Dosen Pembimbing : Dr.Dra.Ismaini Zain, MSi PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Partisipasi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Universitas Negeri Malang Kata Kunci: cluster, single linkage, complete linkage, silhouette, pembangunan manusia.

Universitas Negeri Malang   Kata Kunci: cluster, single linkage, complete linkage, silhouette, pembangunan manusia. 1 PERBANDINGAN JUMLAH KELOMPOK OPTIMAL PADA METODE SINGLE LINKAGE DAN COMPLETE LINKAGE DENGAN INDEKS VALIDITAS SILHOUETTE: Studi Kasus pada Data Pembangunan Manusia Jawa Timur Yuli Novita Indriani 1, Abadyo

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 57 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN DEFINITIF BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI (PASAL 25/29) DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

Pemetaan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menurut Jaminan Kesehatan dengan Metode Biplot

Pemetaan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menurut Jaminan Kesehatan dengan Metode Biplot SidangTugas Akhir Pemetaan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menurut Jaminan Kesehatan dengan Metode Biplot Oleh: Intan Nur Aini (1309 030 064) Dosen Pembimbing: Dr. Sutikno,S.Si, M.Si Surabaya, 11 July 2012

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur merupakan salah satu unit pelaksana induk dibawah PT PLN (Persero) yang merupakan

Lebih terperinci

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Qonitatin Nafisah, Novita Eka Chandra Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Islam Darul Ulum Lamongan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama di Indonesia. Bagian yang dimanfaatkan pada tanaman kedelai adalah bijinya. Berdasarkan Sastrahidajat

Lebih terperinci

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 61/09/35/Tahun XI, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI JAWA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 SEBANYAK

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 \ PERATURAN NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Eks Karesidenan Madiun Karesidenan merupakan pembagian administratif menjadi kedalam sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 OLEH : Drs. MUDJIB AFAN, MARS KEPALA BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR DEFINISI : Dalam sistem pemerintahan di Indonesia

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN SEMENTARA BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PASAL 25/29 DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M.

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M. 16 JANUARI ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDUDUK MISKIN DAN PENGELUARAN PERKAPITA MAKANAN DI JAWA TIMUR DENGAN METODE REGRESI NONPARAMETRIK BIRESPON SPLINE Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari

Lebih terperinci

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M. JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Seminar hasil TUGAS AKHIR Ayunanda Melliana 1309100104 Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Variabel Prediktor pada Model MGWR Setiap variabel prediktor pada model MGWR akan diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui variabel prediktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Kabupaten/Kota DAU 2010 PAD 2010 Belanja Daerah 2010 Kab Bangkalan 497.594.900

Lebih terperinci

P E N U T U P P E N U T U P

P E N U T U P P E N U T U P P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Menimbang: a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kersejahteraan rakyat khususnya

Lebih terperinci

PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KEMISKINAN DENGAN METODE CLUSTER ANALYSIS

PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KEMISKINAN DENGAN METODE CLUSTER ANALYSIS PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KEMISKINAN DENGAN METODE CLUSTER ANALYSIS 1 Nurul Komariyah (1309 105 013) 2 Muhammad Sjahid Akbar 1,2 Jurusan Statistika FMIPA

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penaksir Robust Metode mencari himpunan bagian dari himpunan X sejumlah h elemen di mana n p 1 h n di mana determinan matrik kovariansi minimum. Misalkan himpunan bagian

Lebih terperinci

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, namun jabatan pekerjaan, tingkat pendidikan umum, produktivitas, prospek

Lebih terperinci

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel Seminar Hasil Tugas Akhir Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel Mega Pradipta 1309100038 Pembimbing I : Dra. Madu Ratna, M.Si Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, walaupun telah dilakukan berbagai upaya dalam menanggulanginya, namun sampai saat ini masih terdapat lebih dari 1,2

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tercapainya kondisi

Lebih terperinci

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 Realisasi belanja APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur Oktober 2016 PROVINSI KABUPATEN/KOTA Provinsi Gorontalo Provinsi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 )

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 ) LAMPIRAN 1 LUAS WILAYAH,, DESA/KELURAHAN, PENDUDUK, RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT LUAS RATA-RATA KEPADATAN WILAYAH RUMAH JIWA / RUMAH PENDUDUK DESA KELURAHAN DESA+KEL. PENDUDUK (km 2 ) TANGGA

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Objek Wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi 29 kabupaten dan 9 kota. Peta wilayah disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur I. PEMOHON Hj. Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas tentang pola penyebaran angka buta huruf (ABH) dan faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically Weighted Regression (GWR),

Lebih terperinci

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4.1 Kondisi Kecukupan Kalori dan Protein Keseimbangan kontribusi diantara jenis pangan yang dikonsumsi masyarakat adalah salah satu

Lebih terperinci

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.1, (016) 337-350 (301-98X Print) D-45 Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel Nur Fajriyah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 6 BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Berdirinya PT PLN (Persero) Pada akhir abad ke-19, perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH Hitapriya Suprayitno 1) dan Ria Asih Aryani Soemitro 2) 1) Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil ITS, suprayitno.hita@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS KORESPONDENSI KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN PENYEBARAN PENYAKIT ISPA

ANALISIS KORESPONDENSI KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN PENYEBARAN PENYAKIT ISPA ANALISIS KORESPONDENSI KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN PENYEBARAN PENYAKIT ISPA IKO PUTRI TYASHENING 1311 030 013 Dosen Pembimbing : Dr Santi Wulan Purnami, MSi PENDAHULUAN PENDAHULUAN RUMUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah pusat memberikan kebijakan kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur Berikut dijelaskan tentang tugas pokok dan fungsi, profil, visi misi, dan keorganisasian Badan Ketahanan Pangan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus konomi 2016 No. 35/05/35/Th. XV, 24 Mei 2017 BRTA RSM STATSTK BADAN PUSAT STATSTK PROVNS JAWA TMUR Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode statistik. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode statistik. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan jenis pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menguji hubungan signifikan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN BADAN KOORDINASI WILAYAH PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik 6 BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Berdirinya PT PLN (Persero) Pada abad ke-19, perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dari Sisi Penerimaan dan Sisi Pengeluaran Selama masa desentralisasi fiskal telah terjadi beberapa kali perubahan

Lebih terperinci

Pemetaan Kelurahan Berdasarkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan Tradisional di Wilayah Kecamatan Bulak Surabaya

Pemetaan Kelurahan Berdasarkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan Tradisional di Wilayah Kecamatan Bulak Surabaya Pemetaan Kelurahan Berdasarkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan Tradisional di Wilayah Kecamatan Bulak Surabaya Saudi Imam Besari 1) Destri Susilaningrum dan Mutiah Salamah 2) 1) Mahasiswa S1 Statistika

Lebih terperinci

Model Regresi Multivariat untuk Menentukan Tingkat Kesejahteraan Kabupaten dan Kota di Jawa Timur

Model Regresi Multivariat untuk Menentukan Tingkat Kesejahteraan Kabupaten dan Kota di Jawa Timur JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 Model Regresi Multivariat untuk Menentukan Tingkat Kesejahteraan Kabupaten dan Kota di Jawa Timur M.Fariz Fadillah Mardianto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR. Presented by Rizky Amalia Yulianti Dosen Pembimbing : Dr. Vita Ratnasari, S.Si, M.Si

SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR. Presented by Rizky Amalia Yulianti Dosen Pembimbing : Dr. Vita Ratnasari, S.Si, M.Si SEMINAR HASIL TUGAS AKHIR Presented by Rizky Amalia Yulianti 1309 100 076 Dosen Pembimbing : Dr. Vita Ratnasari, S.Si, M.Si Agenda 1. 2. 3. 4. 5. Pendahuluan Tinjauan Metodelogi Hasil dan Kesimpulan 1.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. 1. Berdasarkan Tipologi Klassen periode 1984-2012, maka ada 8 (delapan) daerah yang termasuk

Lebih terperinci

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO 2 Penjelasan Umum Sensus Ekonomi 2016 Sensus Ekonomi merupakan kegiatan pendataan lengkap atas seluruh unit usaha/perusahaan (kecuali

Lebih terperinci

ANALISIS KELOMPOK METODE HIRARKI UNTUK PENGELOMPOKAN KOTA/KABUPATEN DI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KETENAGAKERJAAN,,

ANALISIS KELOMPOK METODE HIRARKI UNTUK PENGELOMPOKAN KOTA/KABUPATEN DI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KETENAGAKERJAAN,, 1 ANALISIS KELOMPOK METODE HIRARKI UNTUK PENGELOMPOKAN KOTA/KABUPATEN DI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KETENAGAKERJAAN,, Universitas Negeri Malang E-mail: desypurwaningyas@ymail.com Abstrak: Dengan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KEMISKINAN DI JAWA TIMUR DAN KEMISKINAN DINAMIS JAWA TIMUR PPLS 2011 DENGAN PBDT 2015

KARAKTERISTIK KEMISKINAN DI JAWA TIMUR DAN KEMISKINAN DINAMIS JAWA TIMUR PPLS 2011 DENGAN PBDT 2015 Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia KARAKTERISTIK KEMISKINAN DI JAWA TIMUR DAN KEMISKINAN DINAMIS JAWA TIMUR PPLS 2011 DENGAN PBDT 2015 Dr. Ardi Adji (Asisten Ketua Pokja Kebijakan) Tim Nasional

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Efferin, Darmadji dan Tan (2008:47) pendekatan kuantitatif disebut juga pendekatan

Lebih terperinci

Muhammad Aqik Ardiansyah. Dra. Destri Susilaningrum, M.Si Januari Dr. Setiawan, MS

Muhammad Aqik Ardiansyah. Dra. Destri Susilaningrum, M.Si Januari Dr. Setiawan, MS Muhammad Aqik Ardiansyah Fatah Nurdin 1310 Hamsyah 030 076 1310 030 033 08 Januari 2014 PROGRAM STUDI DIPLOMA III STATISTIKA JURUSAN STATISTIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG HARGA ECERAN TERTINGGI (NET) MINYAK TANAH Dl PANGKALAN MINYAK TANAH Dl JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 125/07/21/Th. III, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 No. 07/07/62/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

Pemetaan Kelurahan Berdasarkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan Tradisional Di Wilayah Kecamatan Bulak Surabaya

Pemetaan Kelurahan Berdasarkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan Tradisional Di Wilayah Kecamatan Bulak Surabaya Pemetaan Kelurahan Berdasarkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan Tradisional Di Wilayah Kecamatan Bulak Surabaya SAUDI IMAM BESARI (1306 100 046) Dosen Pembimbing : Dra. Destri Susilaningrum, M.Si

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN TAHUN 2010

PENGELOMPOKAN KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN TAHUN 2010 PENGELOMPOKAN KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR BERDASARKAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN TAHUN 00 Luthfi Kurnia Hidayati Dra. Lucia Aridinanti, MS MahasiswaJurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM KKBPK DATA MARET 2017 PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROPINSI JAWA TIMUR,

EVALUASI PROGRAM KKBPK DATA MARET 2017 PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROPINSI JAWA TIMUR, EVALUASI PROGRAM KKBPK DATA MARET 2017 PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROPINSI JAWA TIMUR, 2017 1 INDIKATOR KKP 2 INDIKATOR PROGRAM TAHUN 2017 NO INDIKATOR PROGRAM 2017 SASARAN

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007 BADAN PUSAT STATISTIK No. 38/07/Th. X, 2 Juli 2007 TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 No. 05/01/33/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 4,705 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia telah menerapkan penyelenggaraan Pemerintah daerah yang berdasarkan asas otonomi daerah. Pemerintah daerah memiliki hak untuk membuat kebijakannya

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Seminar Hasil Tugas Akhir

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Seminar Hasil Tugas Akhir INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 Seminar Hasil Tugas Akhir 1 PEMODELAN DAN PEMETAAN RATA-RATA USIA KAWIN PERTAMA WANITA DENGAN PENDEKATAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL DI PROVINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

CENTER OF GRAVITY MODEL PENENTUAN LOKASI SARANA KESEHATAN ILHAM AKHSANU RIDLO

CENTER OF GRAVITY MODEL PENENTUAN LOKASI SARANA KESEHATAN ILHAM AKHSANU RIDLO CENTER OF GRAVITY MODEL PENENTUAN LOKASI SARANA KESEHATAN ILHAM AKHSANU RIDLO 1 CENTER OF GRAVITY MODEL PENENTUAN LOKASI SARANA KESEHATAN Serial Paper Manajemen Penulis: Ilham Akhsanu Ridlo PHMovement

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN PEMETAAN FAKTOR UNMET NEED KB DI JAWA TIMUR SEBAGAI PERENCANAAN MENCEGAH LEDAKAN PENDUDUK DENGAN REGRESI LOGISTIK BINER

PEMODELAN DAN PEMETAAN FAKTOR UNMET NEED KB DI JAWA TIMUR SEBAGAI PERENCANAAN MENCEGAH LEDAKAN PENDUDUK DENGAN REGRESI LOGISTIK BINER PEMODELAN DAN PEMETAAN FAKTOR UNMET NEED KB DI JAWA TIMUR SEBAGAI PERENCANAAN MENCEGAH LEDAKAN PENDUDUK DENGAN REGRESI LOGISTIK BINER Anita Trias Anggraeni 1), Destri Susilaningrum 2) 1)2) Statistika,

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR No. 16/02/35/Th. XIII, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Jawa Timur Hasil Pendataan Potensi Desa 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan

Lebih terperinci

Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur

Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur Sebelum melakukan segmentasi, kita membutuhkan data-data tentang jawa timur sebagaiuntuk dijadikan acuan. Berikut data-data yang dapat dijadikan sebagai acuan. Segmentasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung yang terdiri dari 14 kabupaten/kota

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung yang terdiri dari 14 kabupaten/kota 41 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung yang terdiri dari 14 kabupaten/kota meliputi rumah tangga miskin yang dijadikan sampel Susenas di Provinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 DATA UMUM 4.1.1 Keadaan Demografi Provinsi Jawa Timur (Statistik Daerah Provinsi Jawa Timur 2015) Berdasarkan hasil estimasi penduduk, penduduk Provinsi Jawa

Lebih terperinci

SWOT Analysis PotensidanStrategi Pengembangan Bisnis pada Cluster Sektor Perikanan Laut Kabupaten/ Kota di Jawa Timur

SWOT Analysis PotensidanStrategi Pengembangan Bisnis pada Cluster Sektor Perikanan Laut Kabupaten/ Kota di Jawa Timur SWOT Analysis PotensidanStrategi Pengembangan Bisnis pada Cluster Sektor Perikanan Laut Kabupaten/ Kota di Jawa Timur R.A. Norromadani Yuniati 1, Farizi Rahman Jurusan Teknik Bangunan Kapal 1, Jurusan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA CABANG DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam 57 III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena dalam penelitiannya penulis menggunakan data analisis dan interprestasi dari arti

Lebih terperinci

PEMODELAN DISPARITAS GENDER DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN MODEL REGRESI PROBIT ORDINAL

PEMODELAN DISPARITAS GENDER DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN MODEL REGRESI PROBIT ORDINAL 1 PEMODELAN DISPARITAS GENDER DI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN MODEL REGRESI PROBIT ORDINAL Uaies Qurnie Hafizh, Vita Ratnasari Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Lebih terperinci