Kata kunci : fasilitas, cara penanganan, waktu transit, kualitas Ikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata kunci : fasilitas, cara penanganan, waktu transit, kualitas Ikan"

Transkripsi

1 ANALISIS HUBUNGAN ANTARA BERBAGAI FAKTOR DENGAN KUALITAS IKAN YANG DITANGKAP MENGGUNAKAN PURSE SEINE (Studi Kasus di Perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba) Oleh : Kasmiati, Metusalach, Rahmatang Ps. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Jl. P. Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea Makassar. Kasmiati74@yahoo.com ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui : perbedaan kualitas organoleptik dan ikan; perbedaan fasilitas, cara penanganan, dan waktu transit; hubungan antara waktu transit dengan kualitas organoleptik dan ikan, hubungan antara nilai organoleptik dengan ikan; hubungan fasilitas, cara penanganan, waktu transit terhadap kualitas ikan; dan besaran pengaruh variable bebas terhadap dan organoleptik ikan. Alat tangkap yang digunakan adalah purse seine yang dioperasikan di perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba. Sampel penelitian adalah 5 jenis ikan yang dominan tertangkap pada 5 trip operasi kapal purse seine di kedua lokasi. Parameter kualitas yang diamati adalah nilai dan organoleptik ikan pada 3 titik pengamatan yaitu diatas kapal sesaat setelah ikan mati, di TPI setelah ikan didaratkan, dan setelah ikan dilelang sebelum meninggalkan TPI. Hubungan antara parameter diuji menggunakan t test, regresi linear sederhana, dan regresi linear berganda, Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5 Jenis ikan yang dominan tertangkap pada kedua lokasi penelitian adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma), tembang (Sardinella sp, dan layang (Decapterus ruselli). Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui bahwa fasilitas penanganan di atas kapal dan di TPI, cara penanganan di TPI, dan waktu transit tidak berbeda (p>0,05) sedangkan cara penanganan di atas kapal berbeda (p>0,05) antara Barru dan Bulukumba. Hubungan nilai organoleptik dengan ikan sangat kuat dengan persamaan Y = x ; R 2 = 0,9975; R = 0,9987. Fasilitas, cara penanganan di atas kapal, dan waktu transit berpengaruh sebesar 17,1% terhadap kualitas (organoleptik), dan 4% terhadap ikan. Kata kunci : fasilitas, cara penanganan, waktu transit, kualitas Ikan ABSTRACT The objective of this study was to determine relationship between facilities, handling method, and transit duration and fish quality in Barru and Bulukumba waters. Data were collected by following the operation of five units of purse seine in each location, and then measured and organoleptic of five species dominantly caught.measurement of and organoleptic was carried out on board, in TPI before auction, and in TPI after auction. Relationship between facilities, handling method, and transit duration with fish quality was determined using t-test analysis, simple linear regression, and multiple linear regression. Five of the dominant species cathed in Barru and Bulukumba were Katsuwonus pelamis (cakalang), Rastrelliger kanagurta (kembung lelaki), Rastrelliger brachysoma (kembung perempuan), Sardinella (tembang), and Decapterus ruselli (layang). Based on the analysis of the handling facilities on board and at TPI, handling method at TPI, and transit duration showed that no significant differences (p>0.05) while for on board handling method, a significan difference (p<0.05) between Barru and Bulukumba existed. Relationship between and organoleptic value of fish can be represented by an equation Y = 0,3978x + 2,7662; R 2 = 0,9977. Facilities, handling on board, and transit time effect of 17.1% on the quality (organoleptic), and 4% of the of fish. Keywords: Facilities, handling method, transit duration, fish quality. 1

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil perikanan merupakan komoditas pangan yang paling mudah mengalami penurunan mutu yang disebabkan oleh kandungan air yang tinggi dan nutrisi yang lengkap sehingga tubuh ikan merupakan media yang sangat cocok untuk perkembangbiakan bakteri pembusuk. Ikan yang baru saja mati berada dalam tingkat kesegaran maksimum, artinya kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan hanya dapat dipertahankan melalui penerapan prinsip pananganan yang baik dan benar. Jika tidak segera ditangani, mutu ikan akan menurun seiring dengan waktu. Secara umum setiap jenis ikan memiliki pola dan kecepatan penurunanan mutu yang berbeda-beda. Berbagai faktor yang mempengaruhinya baik yang bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal antara lain jenis ikan, kondisi fisik, dan proses kematian ikan. Ikan yang mati akibat menggelepar atau berdesak-desakan lebih cepat membusuk daripada ikan yang mati seketika (Adawyah, 2007). Faktor eksternal seperti cara penangkapan, fasilitas, proses penanganan dan waktu transit. Kecepatan penurunan mutu ikan yang mengalami luka atau memar lebih tinggi dibandingkan dengan ikan dengan kondisi fisik yang utuh (Hadiwiyoto, 1993). Fasilitas kapal penangkap, cara penangkapan, dan waktu transit ikan dari kapal hingga selesai dilelang di TPI merupakan hal yang berpengaruh langsung terhadap kualitas ikan yang akan dipasarkan. Usaha yang paling efektif dan umum diterapkan untuk mempertahankan kesegaran ikan yang baru saja mati adalah penerapan suhu rendah sesegera mungkin seperti pendinginan menggunakan es dengan cara yang baik dan benar. Cara ini harus didukung oleh penggunaan wadah yang berinsulasi yang dapat mempertahankan suhu pendinginan sehingga proses penurunan mutu baik yang berlangsung secara enzimatis, biokimiawi dan mikrobiologis dapat dihambat (Hadiwiyoto, 1993). Purse seine merupakan alat tangkap yang menyebabkan ikan mati akibat menggelepar dan berdesak-desakan sehingga terjadi akumulasi asam laktat dari pemecahan glikogen dalam jaringan. Hal ini berpotensi mempercepat laju penurunan mutu jika ikan tidak segera ditangani dengan baik dan benar. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan berbagai faktor seperti fasilitas penanganan, cara penanganan, dan waktu transit dengan kualitas ikan sejak ikan mati diatas kapal hingga selesai dilelang di TPI dipandang penting untuk dilakukan. Dalam penelitian ini alat tangkap purse seine dioperasikan di perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba. Parameter kualitas ikan diwakili oleh nilai dan organoleptik. Hal ini penting karena kualitas ikan yang akan dipasarkan atau diolah oleh industri perikanan secara umum ditentukan oleh kualitas ikan yang ada di TPI. Selain itu FAO telah memprediksi bahwa terjadi kehilangan pascapanen sekitar 25% dari total hasil tangkapan akibat kelalaian cara penanganan. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilaksanakan pada dua lokasi ini bertujuan untuk : (1) mengetahui perbedaan kualitas organoleptik dan ikan yang dominan tertangkap, (2) mengetahui perbedaan fasilitas, cara penanganan, dan waktu transit, (3) mengetahui hubungan waktu transit dengan kualitas organoleptik dan ikan, (3) mengetahui hubungan antara nilai dengan organoleptik ikan, dan (4) mengetahui hubungan antara fasilitas, cara penanganan, dan waktu transit dengan kualitas ikan, serta variabel mana yang paling berpengaruh. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan September sampai November 2012 di perairan Tanah Beru Kabupaten Bulukumba, dan Desa Siddo Kabupaten Barru. Tahapan penelitian Penelitian dilakukan dengan mengikuti 5 trip operasi penangakapan ikan menggunakan alat tangkap purse seine pada kedua lokasi. Parameter yang diamati meliputi : kualitas ikan ( dan organoleptik), fasilitas dan cara penanganan diatas kapal, fasilitas dan cara penanganan di TPI, waktu transit sejak ikan mati diatas kapal hingga selesai di lelang di TPI (Gambar 1). Fasilitas penanganan Pengamatan fasilitas penanganan ikan di atas kapal dan di TPI dilakukan dengan cara memberikan nilai (1-3) terhadap fasilitas dengan urutan didasarkan pada pentingnya ketersediaan fasilitas tersebut. Nilai 4 jika tersedia palkah/peti berinsulasi atau box styrofoam, nilai 2 jika tersedia palkah/peti tidak berinsulasi, nilai 1 jika tidak tersedia palkah/peti atau menggunakan wadah yang lain seperti keranjang. 2

3 Cara penanganan Cara penanganan ikan yang dilakukan nelayan di atas kapal dan di TPI dinilai dari rentang 1 5 berdasarkan ketersedian es dan cara pengesan. Nilai 5 jika menggunakan es curai dan cara pengesan benar, nilai 4 jika menggunakan es curai tapi cara pengesan tidak benar, nilai 3 jika menggunakan es kasar tetapi cara pengesan benar, nilai 2 jika menggunakan es kasar dan cara pengesan tidak benar, dan nilai 1 jika tidak menggunakan es. yang dihitung dalam satuan jam merupakan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut atau memindahkan sejak ikan mati diatas kapal hingga selesai dilelang di TPI. Kualitas Ikan Penentuan nilai dan sifat organoleptik ikan dilakukan terhadap 5 jenis ikan yang dominan tertangkap dengan masing-masing 3 ulangan. Pengamatan dilakukan pada 3 titik yaitu diatas kapal sesaat setelah ikan mati, di TPI sesaat setelah ikan didaratkan, dan di TPI setelah ikan dilelang. Nilai daging ikan diukur menggunakan meter digitar merk Hanna yang merupakan alat khusus untuk menera tingkat keasaman daging atau bahan padat lainnya. Sebelum digunakan terlebih dahulu meter dikalibrasi pada 4 dan 7 menggunakan larutan buffer yang tersedia. Probe meter diinsertkan ke dalam daging ikan dan dibiarkan beberapa saat hingga nilai yang tertera di monitor stabil. Setelah digunakan, probe dicuci menggunakan aquadest dan dikeringkan menggunakan tissue. Sifat organoleptik ikan ditentukan dengan menilai kondisi mata, insang, lendir pada permukaan badan, bau, dan tekstur dengan rentang nilai 1 9 (SNI ). Analisa Data Analisis data dengan uji t untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan parameter uji (kualitas ikan, fasilitas, cara penanganan, waktu transit) di perairan Barru dan Bulukumba. Regresi sederhana untuk mengetahui hubungan/pengaruh setiap variabel bebas (waktu transit, fasilitas, cara penanganan) dengan/terhadap variabel terikat (, organoleptik), serta pengaruh terhadap sifat organoleptik. Regresi linear berganda untuk mengetahui hubungan/pengaruh semua variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat, dan untuk mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh. Mengikuti 5 trip operasi penangkapan ikan menggunakan Purse seine di Kabupaten Barru dan Kabupaten Bulukumba Pengamatan di atas kapal meliputi :, organoleptik, fasilitas dan cara penanganan Waktu Transit Pengamatan di TPI sebelum dilelang meliputi :, organoleptik, fasilitas dan cara penanganan Waktu Transit Pengamatan di TPI setelah dilelang meliputi : dan organoleptik Analisa data meliputi : uji t, regresi linear sederhana dan berganda Gambar 1. Diagram alir penelitian 3

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan lokasi penelitian di perairan Desa Siddo Kabupaten Barru dan perairan Tanah BeruKabupaten Bulukumba disesuaikan dengan jenis alat tangkap yang menjadi objek penelitian yakni purse seine. Alat tangkap purse seine banyak dioperasikan pada lokasi tersebut karena perairan memiliki kedalaman yang cukup serta merupakan jalur migrasi ikan. Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian merupakan kelompok ikan permukaan (pelagis) seperti yang terlihat pada Tabel 1. Hal ini sejalan dengan pendapat Widodo dkk. (2010) yang menyatakan bahwa penangkapan dengan purse seine merupakan salah satu metode yang agresif dan ditujukan untuk gerombolan ikan pelagis. Tabel 1. Jenis ikan yang tertangkap selama penelitian di Kabupaten Barru dan Bulukumba No. Kabupaten Barru Kabupaten Bulukumba 1. Cakalang (Katsuwonus pelamis) Cakalang (Katsuwonus pelamis) 2. Kembung Lelaki Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) (Rastrelliger kanagurta) 3. Kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) Kembung perempuan (Rastrelliger branchysoma) 4. Tembang (Sardinella) Tembang (Sardinella) 5. Layang (Decapterus ruselli) Layang (Decapterus ruselli) 6. Julung-julung (Hemirhamphus far) Tongkol (Auxis thazard) 7. Merah mata besar Cenro (Tylosurus crocodilus) (Priacanthus tayenus) 8. Terbang (Cypsilurus poecilopterus) - 9. Biji nangka (Upeneus mollucensis) Teri (Stolephorus indicus.) - Terdapat 5 jenis ikan yang dominan tertangkap pada kedua lokasi penelitian yaitu ikan cakalang, kembung lelaki, kembung perempuan, tembang, dan layang. Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan BBPPI Semarang (2007) dalam Widodo dkk. (2010) bahwa ikan pelagis yang dominan tertangkap menggunakan purse seine diantaranya adalah tembang, kembung, cakalang, dan tongkol. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Widodo dkk. (2010) bahwa hasil tangkapan purse seine di perairan Bulukumba adalah ikan-ikan pelagis jenis layang, tongkol, selar, dan tembang. Sifat Pengujian mutu organoleptik ikan bersifat subyektif yaitu penilaian diberikan oleh panelis berdasarkan pengamatan secara langsung yang mengacu pada score sheet dengan rentang nilai tertentu. Penilaian tersebut merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam menentukan tanda-tanda kesegaran ikan karena lebih mudah dan cepat, tidak memerlukan banyak peralatan dan laboratorium. Makin tinggi nilai yang diberikan menunjukkan makin bagus kondisi/kesegaran ikan (Hadiwiyoto, 1993). Nilai organoleptik yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah rerata dari nilai kondisi mata, insang, lendir permukaan badan, bau, dan tekstur ikan yang diperoleh setelah ikan dilelang sebelum meninggalkan TPI seperti yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata nilai organoleptik ikan setelah dilelang yang ditangkap dengan purse seine di perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba (α = 0,05) Jenis ikan Nilai organoleptik Signifikansi Barru Bulukumba Cakalang 7,60 7, Kembung Lelaki 7,65 8, Kembung Perempuan 7,32 8, Tembang 7,45 7, Layang 7,20 7,

5 Nilai organoleptik kelima jenis ikan yang dominan tertangkap di Barru dan Bulukumba cenderung sama yaitu berkisar antara 7,20-7,65 di Barru dan 7,00-8,00 di Bulukumba. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ikan yang meninggalkan TPI pada kedua lokasi penelitian tergolong ikan berkualitas baik meskipun telah mengalami sedikit penurunan mutu. Penurunan mutu tersebut ditunjukkan oleh penurunan nilai organoleptik dari nilai awal 9 sesaat setelah ikan mati diatas kapal. Hal ini sesuai dengan SNI (2006) bahwa ikan hasil tangkapan dengann nilai organoleptik berkisar antara 7 sampai 9 dikategorikan sebagai ikan kualitas baik dan layak dikonsumsi. Berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) diketahui bahwa tidak ada perbedaan signifikan (p > 0.05) antara nilai organoleptik kelima jenis ikan yang ditangkap di perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba (Lampiran 7). Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesegaran atau kualitas ikan yang ditangkap dengan purse seine di Barru dan Bulukumba relatif sama. Hubungan antara waktu transit dengan nilai organoleptik Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan penurunan mutu ikan yang akan dipasarkan adalah waktu transit yaitu waktu yang diperlukan untuk penanganan dan perpindahan ikan sejak dari atas kapal hingga selesai dilelang. Semakin lama waktu transit semakin cepat pula ikan mengalami penurunan mutu. yang lama tanpa penerapan suhu rendah memberikan kesempatan berlangsungnya aktivitas enzimatis, biokimiawi dan bakteriologis yang lebih cepat. Produk yang terbentuk dari aktivitas tersebut dapat diketahui melalui berbagai metode diantaranya adalah pengamatan secara organoleptik (Zakaria, 2008). Hal inii juga diungkapkan oleh Wulandari (2007) bahwa adanya perantara agen dalam kegiatan distribusi akan berlangsung baik jika pendistribusian cepat yaitu waktu yang digunakan singkat. Berdasarkan analisa regresi linear sederhana diketahui bahwa waktu transit dan nilai organoleptik lima jenis ikan memiliki hubungan sangat kuat yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (R) >0,90 (Gambar 2). Nilai organoleptik menurun seiring dengan bertambahnya waktu transit, artinya semakin lama waktu transit semakin besar pula penurunan mutu organoleptik ikan yang ditandai dengan koefisien regresi (r) negatif atau hubungan arah berlawanan. Persamaan regresi yang diwakili oleh ikan cakalang di Kabupaten Barru yaitu Y = -0,2376X + 8,8825. Persamaan tersebut menggambarkan bahwa jika waktu transit (X) = 0 maka nilai organoleptik (Y) = 8,8825. Koefisien regresi (r) sebesar -0,2376 berarti jika waktu transit (X) meningkat satu satuan maka nilai organoleptik (Y) menurun sebesar 0,2376X. Fenomena yang sama juga terjadi pada empat jenis ikan yang lain. A 9,5 B 9,5 9,0 9,0 8,5 8,0 7,5 8,5 8,0 7,5 7,0 7, Waktu transit Kembung lelaki Cakalang Kembung perempuan X Tembang X Layang Gambar 2. Hubungan waktu transit dengan nilai organoleptik ikan yang ditangkap dengan purse seine di Kabupaten Barru (A) dan Bulukumba (B). 5

6 Total waktu transit kelima jenis ikan sejak diatas kapal hingga selesai dilelang adalah 4,17 jam di Barru dan 9 jam di Bulukumba. Meskipun waktu transit di Bulukumba relatif lebih lama daripada di Barru namun hasil uji t menunjukkan bahwa waktu transit keduanya tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini didukung oleh nilai organoleptik kelima jenis ikan yang juga tidak berbeda nyata. Hubungan waktu transit dengan nilai organoleptik masing-masing jenis ikan diketahui melalui penggabungan data dari kedua lokasi seperti yang disajikan pada Gambar 3. 9,5 8,5 7, Kembung lelaki Cakalang Kembung perempuan X Tembang X Layang Gambar 3. Hubungan waktu transit dengan nilai organoleptik masing-masing jenis ikan yang tertangkap dengan purse seine di Barru dan Bulukumba. Hasil analisa regresi menunjukkan bahwa waktu transit dengan nilai organoleptik kelima jenis ikan memiliki hubungan yang sangat kuat ditunjukkan dengan koefisien korelasi (R) > 0,90. Koefisien regresi (r) negative menunjukkan arah yang berlawanan berarti semakin bertambah waktu transit semakin menurun pula nilai organoleptik. Persamaan regresi kelima jenis ikan berturut-turut adalah cakalang (Y = -0,2729x + 8,9334; R 2 = 0,9767; R = 0,9883), kembung lelaki (Y = -0,2149x + 8,9576;R 2 = 0,971; R = 0,9854), kembung perempuan (Y = -0,213x + 9,0023; R 2 = 1,000; R = 1,000), tembang (Y = -0,3486x + 8,9895; R 2 = 0,9993; R = 0,9996), dan layang(y = -0,2428x + 8,8427;R 2 = 0,9205; R = 0,9594). Hubungan waktu transit dengann nilai organoleptik ditunjukkan dengan persamaan regresi Y = -0,2572x + 8,9756;R 2 =0,9956; R= =0,9975. Persamaan diperoleh melalui penggabungan data kelima jenis ikan untuk mempertegas hasil pada Gambar 4 bahwa nilai organoleptik dipengaruhi sangat kuat oleh waktu transit. 9,5 8,5 7,5 y = -0,257x + 8,975 R² = 0, Gambar 4. Hubungan waktu transit dengan sifat organoleptik ikan 6

7 Pengaruh variabel bebas terhadap nilai organoleptik Variabel bebas yang dimaksud adalah fasilitas penanganan di atas kapal, fasilitas penanganan di TPI, cara penanganan di atas kapal, cara penanganan di TPI, dan waktu transit. Hasil uji t menunjukkan bahwa fasilitas penanganan di atas kapal dan di TPI pada kedua lokasi tidak berbeda nyata (p>0,05). Nilai signifikansi fasilitas penanganan diatas kapal dan di TP adalah dan Hal ini mengindikasikan bahwa nelayan purse seine dan pihak yang berwenang di TPI di Barru dan Bulukumba menggunakan fasilitas yang cenderung sama yaitu sebagian besar menggunakan palkah atau peti berinsulasi sebagai wadah penyimpanan dan penampungan ikan. Hal ini dipandang cukup efektif untuk mempertahankan kesegaran ikan sebagaimana yang dikemukakan oleh Hadiwiyoto (1993) bahwa untuk mempertahankan kesegaran ikan pasca tangkap harus didukung oleh ketersediaan fasilitas penanganan di atas kapal dan di TPI seperti es, keranjang/ basket, styrofoam/ peti berinsulasi, dan palka. Namun demikian fasilitas penanganan diatas kapal yang tersedia pada kedua lokasi penelitian secara umum masih perlu dibenahi dan ditingkatkan dengan memperhatikan aspek kebersihan dan perawatan secara berhala. Hasil penelitian menunjukkan bawha cara penanganan ikan di atas kapal berbeda nyata (p<0,05) antara Barru dan Bulukumba. Penanganan yang dilakukan oleh nelayan purse seine di Barru sedikit lebih baik yaitu mendinginkan ikan menggunakan es kasar dengan porsi yang masih kurang dan cara pengesan yang tidak benar. Penanganan ikan di Bulukumba umumnya tidak menggunakan es. Cara penanganan ikan di TPI pada kedua lokasi menunjukkan nilai yang sama atau tidak berbeda nyata (p>0,05) yaitu menggunakan es kasar dengan cara pengesan yang tidak benar. Hal ini bertentangan dengan Anonimous (2010) bahwa cara penanganan hasil tangkapan yang baik yaitu menggunakan es curah sebagai media pendingin dengan cara dan porsi yang sesuai, menyimpan di dalam palkahatau peti berinsulasi, merawat ikan selama penyimpanan sampai dengan saat pembongkaran di TPI. Analisa terhadap waktu transit menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk penanganan dan memindahkan ikan dari kapal hingga selesai dilelang di TPI adalah 2 9 jam di Bulukumba dan 5 7 jam di Barru. Meskipun rerata waktu transit di Bulukumba lebih tinggi dari pada di Barru namun secara statistik uji t menunjukkan bahwa keduanya tidak berbeda nyata (p>0,05). Dengan demikian kelima variabel yaitu fasilitas penanganan diatas kapal dan di TPI, cara penanganan di TPI, serta waktu transit ikan yang tertangkap dengan purse seinedi Barru dan Bulukumba secara umum tidak berbeda nyata (p>0,05), kecuali cara penanganan diatas kapal berbeda nyata (p<0,05) pada kedua lokasi. Pengaruh kelima variabel bebas terhadap perubahan sifat organoleptik ikan dan variabel mana yang paling berpengaruh diketahui melalui analisis regresi linear berganda. Diperoleh hasil bahwa hanya dua variabel yaitu yang muncul dalam persamaan yaitu fasilitas penanganan di atas kapal dan waktu transit, sedangkan tiga variabel yang lain dihilangkan karena terjadi kolinearitas. Dari kedua variabel tersebut, fasilitas penanganan diatas kapal tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap perubahan nilai organoleptik di Barru sedangkan waktu transit berpengaruh nyata (p<0,05). Hasil analisis tersebut memberikan persamaan Y = 5, ,160 1 X 1 + 0,285 5 X 5, dimana X 1 = fasilitas penanganan di atas kapal dan X 5 = waktu transit dengan nilair 2 = 0,371. Hal ini berarti bahwa 37,10% sifat organoleptik dipengaruhi oleh fasilitas penanganan di atas kapal dan waktu transit sedangkan sisanya 67% dipengaruhi oleh parameter lain. Hasil analisis regresi berganda di Kabupaten Bulukumba menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel yang muncul dalam persamaan, yaitu fasilitas penanganan di atas kapal, cara penanganan di atas kapal, dan waktu transit, sedangkan dua variabel yang lain tidak dimunculkan karena terjadi kolinearitas. Fasilitas penanganan di atas kapal dan cara penanganan di atas kapal tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap perubahan nilai organoleptik ikan sedangkan waktu transit berpengaruh nyata (p<0,05). Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = 7,340-0,464 1 X 1 + 0,621 3 X 3 + 0,152 5 X 5 dimana X 1 = Fasilitas penanganan di atas kapal, X 3 = Cara penanganan di atas kapal, X 5 =, dengan nilai R 2 = 0,474. Hasil tersebut menggambarkan bahwaketiga variabel memberikan pengaruh sebesar 47% sisanya 53% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam persamaan. Hasil analisa menunjukkan bahwa fasilitas dan cara penanganan di TPI di Barru dan Bulukumba mengalami kolinearitas sedangkan tiga variabel yang mempengaruhi perubahan sifat organoleptik adalah fasilitas penanganan di atas kapal (X 1 ), cara penanganan di atas kapal (X 3 ), dan waktu transit (X 5 ), Diperoleh persamaan regresi Y = 7,293-0,146 1 X 1 + 0,019 3 X 3 + 0,126 5 X 5 ; R 2 = 0,171 yang berarti ketiga variabel memberikan pengaruh sebesar 17,1% terhadap organoleptik, sedangkan 82,9% dipengaruhi variabel lain yang tidak termasuk dalam persamaan. 7

8 merupakan variabel yang berpengaruh signifikan (p<0,05) terhadap perubahan nilai organoleptik ikan, sedangkan fasilitas dan cara penanganan diatas kapal berpengaruh tidak signifikan (p>0,05). Nilai merupakan derajat keasaman yang juga menjadi salah satu indikator tingkat kesegaran ikan. Nilai pada Tabel 3 merupakan rerata ikan setelah dilelang di perairan Barru dan Bulukumba. Nilai kedua lokasi relatif sama yaitu 5,65-5,85 di Barru dan 5,38-5,92 di Bulukumba. Nilai tersebut telah mengalami penurunan dari nilai awal masing-masing 6,37 dan 6,31. Hal ini sesuai dengan pendapat Eskin (1990) bahwa setelah ikan mati, sirkulasi darah terhenti yang mengakibatkan runtutan perubahan yang terjadi dalam otot/jaringan ikan. Hal tersebut yang mengakibatkan terhentinya suplai O 2 sehingga terjadi proses glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dari pemecahan glikogen. Akumulasi asam laktat akan menurunkan tubuditunjukkan oleh penurunan daging ikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wangsadinata (2008) yang menyatakann bahwa ikan saat proses produksi dan saat pelelangan mengalami penurunan karena adanyaa proses perubahan glikogen menjadi asam laktat. Tabel 3. Rata-rata nilai ikan setelah dilelang yang ditangkap dengan purse seine perairan Kabupaten Barru dan Bulukumba Jenis ikan Nilai Barru Bulukumba Signifikansi Cakalang Kembung Lelaki Kembung Perempuan Tembang Layang Berdasarkan uji t pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) diketahui bahwa tidak ada perbedaan (p > 0,05) nilai kelima jenis ikan yang dominan tertangkap dengan purse seine di Kabupaten Barru dan Bulukumba. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan tingkat kesegaran atau kualitas ikan yang ada pada kedua lokasi tersebut. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ikan setelah dilelang masih dikategorikan segar atau baik (Hadiwiyoto, 1993) karenaa nilai < 7. Pengaruh waktu transit Pengaruh waktu terhadap transit terhadap dapat dilihat pada Gambar A B 7,0 5, , Kembung lelaki Cakalang Kembung perempuan X Tembang X Layang Gambar 5. Hubungan waktu transit dengan ikan di Kabupaten Barru (A) dan Bulukumba (B) 8

9 Hasil regresi linear menunjukkan bahwa waktu transit dan masing-masing ikan memiliki korelasi sangat kuat yang ditandai dengan koefisien regresi (R) > 0,90. proporsional dengan penurunan, semakin lama waktu transit semakin besar pula penurunan. Hal ini disebabkan karena proses glikolisis sudah mulai berlangsungg yang mengubah glikogen menjadi asam laktat sehingga akan menurunkan (Hadiwiyoto, 1993). Rata-rata total waktu transit kelima jenis ikan adalah 4.17 sampai 9 jam. Nilai ikan setelah dilelang berkisar antara 5,38 sampai 5,92 yang berarti kualitas ikan dikategorikan segar/baik dan layak dikonsumsi (Hadiwiyoto, 1993). Persamaan regresi hasil tangkapan di Barru adalah cakalang Y= -0,1016x + 6,248; R 2 = 0,9149, kembung lelaki Y= -0,0981x + 6,3794; R 2 = 0,896, kembung perempuan Y= -0,105x + 6,391; R 2 = 0,9996, tembang Y= -0,1278x + 6,2888; R 2 = 0,9645, layang Y= -0,0686x + 928; R 2 = 0,9927; Bulukumba adalah cakalang Y= -0,1005x + 6,3643; R 2 = 0,9828, kembung lelaki Y= -0,1201x + 839; R 2 = 0,9976, kembung perempuan Y= -0,066x + 6,4468; R 2 = 0,9664, tembang Y= -0,1938x + 6,2838; R 2 = 0,9885, dan layang Y= -0,0824x + 6,2454; R 2 = 0,9792. Hubungan waktu transit dengan setiap jenis ikan dapat diketahui dengan penggabungan data dari kedua lokasi sehingga diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Gambar 6A, kemudian dilanjutkan dengan penggabungan data semua jenis ikan yang menghasilkan hubungan waktu transit dengan ikan seperti yang terlihat pada Gambar 6B. A B 7,0 y = -0,102x + 6,337 R² = 0,999 5, ,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 Kembung lelaki Cakalang Kembung perempuan X Tembang \ X Layang Gambar 6. Hubungan dengan ikan di Kabupaten Barru dan Bulukumba (A) lima jenis ikan, dan (B) gabungan lima jenis ikan Gambar 6A menunjukkan hubungan waktu transit dengan pada kelima jenis ikan yang dominan tertangkap. dengan ikan memiliki hubungan yang sangat kuat yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (R > 0,90). Hasil analisa regresi salah satu jenis ikan yang tertangkap yaitu cakalang adalah Y = -0,1004x + 6,3039; R 2 = 0,9913; R = 0, Artinya jika X (waktu transit) = 0 maka Y () = a, dan dengan koefisien regresi (r) sebesar nilai b. Jika waktu transit mengalami kenaikan satu satuan, maka nilai akan mengalami peningkatan sebesar nilai bx. Hasil analisa regresi secara keseluruhan jenis ikan (Gambar 6B) memberikan persamaan hubungan waktu transit dengan yaitu Y = -0,1026x + 6,3373. Artinya jika X (waktu transit) = 0, maka Y () = 6,3373. Nilai koefisien regresi (r) sebesar -0,1026, memberi makna bahwa jika waktu transit mengalami kenaikan satu satuan, maka nilai akan menurun sebesar 0,1026x. 9

10 Hubungan dengan organoleptik Nilai menentukan sifat organoleptik ikan. Untuk memprediksi hubungan keduanya dilakukan analisa regresi linear sederhana dengan hasil seperti yang terlihat pada Gambar 7. A A B7,0 5,0 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 Kembung lelaki Cakalang Kembung perempuan X Tembang X Layang Gambar 7. Hubungan denganorganoleptik ikan yang ditangkap dengan purse seine di Kabupaten Barru (A) dan Bulukumba (B) Hubungan nilai kelima jenis ikan dengan sifat organoleptik pada kedua lokasi penelitian memiliki korelasi yang sangat kuat (R > 0,90). Penurunan nilai dan organoleptik memiliki pola yang serupa, yaitu semakin besar penurunan semakin besar pula penurunan nilai organoleptik tetapi hal inii hanya berlaku pada rentang nilai 7,00. Persamaan regresi kelima jenis ikan di Barru seperti yang disajikan pada Gambar 7A adalah : cakalang (Y = 0,4251x + 2,4697; R 2 = 0,9996; R = 0,9998), kembung lelaki (Y = 0,4464x + 2,378; R 2 = 0,955; R = 0,9772), kembung perempuan (Y = 0,3062x + 3,6197; R 2 = 0,955; R = 0,9772), tembang (Y = 0,4312x + 2,4295; R 2 = 0,999; R = 0,9995), dan layang (Y = 0,2451x + 3,9397; R 2 = 0,9109; R = 0,9544). Hal ini berarti jika X () = 0 maka Y () = a dengan koefisien regresi (r) sebesar nilai b. Jika nilai organoleptikmengalami kenaikan satu satuan, maka nilai akan meningkat sebesar nilai bx. Ikan yang ditangkap di Bulukumba (Gambar 7B) memiliki persamaan regresi : cakalang (Y = 0,5275x + 1,8225; R 2 = 0,9759; R = 0,9879), kembung lelaki (Y = 0,3296x + 3,4818;R 2 = 0,8509; R = 0,9224), kembung perempuan (Y = 0,535x + 1,6375; R 2 = 0,9443; R= 0,9718), tembang (Y = 0,465x + 2,08; R 2 = 0,9727; R = 0,9863), dan layang (Y = 0,3491x + 3,1116; R 2 = 0,9053; R = 0,9515). Hubungan nilai dengan sifat organoleptik setiap jenis ikan dapat diketahui dengan dengan penggabungan data dari kedua lokasi sehingga diperoleh illustrasi seperti yang terlihat pada Gambar 8A. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai setiap jenis ikan memiliki hubungan yang sangat kuat (R > 0.90) dengan sifat organoleptik ikan. Selanjutnya penggabungan data dan data organoleptik semua jenis ikan untuk memperoleh satu dataa dan satu data organoleptik pada tiga titik pengamatan (Gambar 8B). Hubungan dengan sifat organoleptik kelima jenis ikan yang dominan tertangkap di Barru dan Bulukumba menunjukkan korelasi yang sangat kuat dengan koefisien korelasi (R > 0,90). Hasil analisa regresi secara keseluruhan ikan di Barru dan Bulukumba (Gambar 8B) menghasilkan persamaan Y = 0,3978x + 2,7662, artinya jika X () = 0, makaa Y (organoleptik) = 2,7662 dengan koefisien regresi (r) 0,3978, maka jika nilai organoleptik mengalami kenaikan satu satuan, maka nilai akan mengalami peningkatan sebesar 0,3978x. 10

11 A 7,0 B y = 0,397x + 2,766 R² = 0,997 5,0 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 7,0 7,5 8,0 8,5 9,0 Kembung lelaki Cakalang Kembung perempuan X Tembang X Layang Gambar 10. Hubungan dengan organoleptik di Kabupaten Barru dan Bulukumba (A) lima jenis ikan, dan (B) gabungan lima jenis ikan. Menurut Metusalach dkk. (2012) daging ikan akan mengalami penurunan hanya sampai batas tertentu yaitu sekitar. Hal ini terkait dengan ketersediaan cadangan glikogen dalam daging. Jika cadangan glikogen telah habis terurai maka daging akan berhenti mengalami penurunan. Penguraian protein dan komponen selain protein yang mengandung nitrogen selama proses kemunduran mutu akan meningkatkan daging ikan, dan semakin tinggi tingkat pembusukan maka akan semakin tinggi pula. Ikan busuk memiliki sekitar Dilain pihak, nilai organoleptik akan terus mengalami penurunan sampai nilai terendah. Ikan busuk (berbau busuk) memiliki nilai organoleptik < 2. Hadiwiyoto (1993) terlebih dahulu mengemukakan bahwa setelah ikan mati daging yang ditangani dengan baik akan menurun secara bertahap dari 7,0 hingga 5,,5 akibat akumulasi asam laktat. Penurunan tersebut berlangsung selama 6 8 jam. Nilai ikan tidak pernah mencapai nilai dibawah 5,3 karena pada kondisi tersebut enzim-enzim yang yang terlibat dalam glikolisis anaerob tidak aktif bekerja. ikan secara umum menurun dari 6,35 5,75 selama 4 7 jamdi Barru, dan 6,36 5,77 selama 2-9 jam di Bulukumba. Ikan kembung lelaki merupakan ikan yang paling cepat mengalami penurunan mutu, diikuti ikan tembang, kembung perempuan, cakalang, dan layang. Hal ini disebabkan oleh cara penanganan yang diterapkan diatas kapal tidak tepat. Ikan diletakkan di dek dan dibiarkan menggelepar sampai mati tanpaa perlakuan sortasi, wadah yang digunakan tidak bersih, dan mengabaikan prinsip penanganan. Pengaruh variabel bebas terhadap Variabel bebas yang dimaksud adalah fasilitas penanganan di atas kapal, fasilitas penanganan di TPI, cara penanganan diatas kapal, cara penanganan di TPI, dan waktu transit ikan. Untuk mengetahui pengaruh variable-variabel tersebut dan variabel mana yang paling berpengaruh terhadap perubahan ikan, digunakan analisis regresi linear berganda. Hasil analisa kelima parameter variabel bebas menunjukkan hanya dua variabel yang muncul dalam persamaan yaitu fasilitas penanganan di atas kapal dan waktu transit. Tiga variabel dihilangkan karena adanya kolinearitas. Kedua variabel yang muncul tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap ikan di Barru. Hasil uji tersebut memberikan persamaan Y = 6,101-0,255 1 X 1 + 0,062 5 X 5, dimana X 1 = fasilitas penanganan di atas kapal, X 5 = waktu transit dengan nilai R 2 = 0,070. Hal ini berarti bahwa hanya 7% nilai dipengaruhi oleh variabel bebas dan 97% dipengaruhi parameter lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan. Khusus untuk lokasi Kabupaten Bulukumba, terdapat tiga variabel bebas yang muncul dalam persamaan yaitu fasilitas penanganan di atas kapal, cara penanganan di atas kapal, dan waktu transit, dua variabel yang lain dihilangkan karena terjadi 11

12 kolinearitas. Fasilitas penanganan di atas kapal dan waktu transit tidak berpengaruh (p > 0,05) terhadap ikan, sedangkan cara penanganan di atas kapal berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap nilai ikan. Dari hasil uji tersebut diperoleh persamaan: Y = 5,331-0,059 1 X 1 + 0,362 3 X 3 + 0,029 5 X 5, dimana X 1 = fasilitas penanganan di atas kapal, X 3 = cara penanganan di atas kapal, X 5 = waktu transit, dengan nilai R 2 = 0,670, artinya variabel bebas memberi pengaruh sebesar 67% terhadap nilai ikan dan sisanya 33% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan. Gabungan data kedua lokasi menunjukkan bahwa dua variabel mengalami kolinearitas yaitu fasilitas dan cara penanganan di TPI. Tiga variabel yang muncul yaitu fasilitas penanganan di atas kapal (X 1 ), cara penanganan di atas kapal (X 3 ), dan waktu transit (X 5 ) memiliki persamaan Y = 5,697-0,76 1 X 1 + 0,123 3 X 3 + 0,12 5 X 5 ; R 2 = 0,044. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa tiga variabel memberikan pengaruh sebesar 4,4% terhadap, sedangkan 95,6% dipengaruhi variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan. KESIMPULAN Kesimpulan hasil penelitian ini adalah : 1. Tidak terdapat perbedaan kualitas organoleptik dan ikan yang tertangkap pada alat tangkap purse seine di Kabupaten Barru dan Bulukumba. 2. Tidak terdapat perbedaan antara fasilitas penanganan di atas kapal, fasilitas penanganan di TPI, cara penanganan di TPI, dan waktu transit (p>0,05) sedangkan cara penanganan di atas kapal berbeda (p<0,05) diantara kedua lokasi. 3. mempengaruhi kualitas organoleptik dan ikan dengan persamaan regresi Y = -0,2572x + 8,9756; R 2 =0,995; R = 0,9975, sedangkan nilai dapat diprediksi dengan persamaany = -0,1026x + 6,3373; R 2 =0,9996; R = 0, Hubungan nilai dengan organoleptik sangat kuat dengan Y = 0,3978x + 2,7662; R 2 = 0,9977; R = 0, Hubungan nilai organoleptik dengan 5 variabel bebas diperoleh persamaan Y = 7,293-0,146 1 X 1 + 0,019 3 X 3 + 0,126 5 X 5 ; R 2 = 0,171. Ketiga variabel memberikan pengaruh sebesar 17,1% terhadap organoleptik, sedangkan 82,9% dipengaruhi variabel lain yang tidak termasuk dalam persamaan. berpengaruh signifikan (p<0,05) terhadap perubahan nilai organoleptik ikan, sedangkan fasilitas dan cara penanganan diatas kapal berpengaruh tidak signifikan (p>0,05). 6. Hubungan antara dengan variabel bebas diperoleh persamaan Y = 5,697-0,076 1 X 1 + 0,123 3 X 3 + 0,012 5 X 5 ; R 2 = 0,044. Tiga variabel memberikan pengaruh sebesar 4,4% terhadap, sedangkan 95,6% dipengaruhi variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan. DAFTAR PUSTAKA Adawyah R Pengolahan dan Pengawetan Ikan.Bumi Aksara : Jakarta. Anonimous, 2010.Penanganan Ikan Pasca Tangkap. tanggal 23 Februari 2012 Hadiwiyoto S Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I. Liberty.Yogyakarta. Metusalach, Kasmiati, Fahrul, dan IlhamJaya Analisis Hubungan antara Cara Penangkapan dan Cara penanganan dengan kualitas ikan yang dihasilkan. Laporan Hasil Penelitian LP2M. Unhas. SNI Ikan Segar. Standar Nasional Indonesia, SNI Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Indonesia Wangsadinata V Sistem Pengendalian Mutu Ikan Swanggi (Priacanthus macracanthus) (Studi Kasus di CV Bahari Express, Pelabuhan Ratu, Sukabumi).Skripsi.IPB.Bogor Widodo, Mandailing M. dan Herwandi A. Kelayakan Pengembangan Usaha Perikanan Mini Purse Seine di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. BBPPI. Semarang. Wulandary Tingkat Kebutuhan Es untuk Keperluan Penangkapan Ikan di Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman Jakarta. Skripsi.IPB. Bogor. Zakaria R Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling.Skripsi. IPB. Bogor 12

6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO

6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO 91 6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO 6.1 Tingkatan Mutu Hasil Tangkapan yang Dominan Dipasarkan di PPP Lampulo Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS IKAN SEGAR SECARA ORGANOLEPTIK YANG DIPASARKAN DI KABUPATEN JENEPONTO

STUDI KUALITAS IKAN SEGAR SECARA ORGANOLEPTIK YANG DIPASARKAN DI KABUPATEN JENEPONTO Jurnal IPTEKS PSP, Vol.3 (6) Oktober 2016 : 544-552 ISSN: 2355-729X STUDI KUALITAS IKAN SEGAR SECARA ORGANOLEPTIK YANG DIPASARKAN DI KABUPATEN JENEPONTO STUDY OF THE QUALITY OF FRESH FISH ORGANOLEPTICALLY

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 50 5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para

Lebih terperinci

KAJIAN MUTU IKAN TUNA (Thunnus albacares) SEGAR DI PASAR BERSEHATI KELURAHAN CALACA MANADO

KAJIAN MUTU IKAN TUNA (Thunnus albacares) SEGAR DI PASAR BERSEHATI KELURAHAN CALACA MANADO KAJIAN MUTU IKAN TUNA (Thunnus albacares) SEGAR DI PASAR BERSEHATI KELURAHAN CALACA MANADO Ade Neni Laismina, Lita A.D.Y Montolalu, Feny Mentang Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA

DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) DISTRIBUSI DAN MARGIN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus Affinis) DI TPI UJUNGBATU JEPARA Trisnani Dwi Hapsari 1 Ringkasan Ikan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 59 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Karakteristik konsumen di RW 11 Muara Angke Penjelasan tentang karakteristik individu konsumen yang diamati dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia,

Lebih terperinci

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 76 6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Fasilitas PPI Muara Angke terkait penanganan hasil tangkapan diantaranya adalah ruang lelang TPI, basket, air bersih, pabrik

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

6 EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 67 6 EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 6.1 Efisiensi Teknis Pendaratan Hasil Tangkapan Proses penting yang perlu diperhatikan setelah ikan ditangkap adalah proses

Lebih terperinci

Factors and Price Analysis of Short-Body Mackerel (Rastrelliger kanagurta) from Purse Seine Catches at TPI Bulu Tuban Regency East Java

Factors and Price Analysis of Short-Body Mackerel (Rastrelliger kanagurta) from Purse Seine Catches at TPI Bulu Tuban Regency East Java ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA HARGA IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta) HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE DI TPI BULU KABUPATEN TUBAN JAWA TIMUR Factors and Price Analysis of

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL PENANGANAN DAN MUTU HASIL TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU

5 KONDISI AKTUAL PENANGANAN DAN MUTU HASIL TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU 71 5 KONDISI AKTUAL PENANGANAN DAN MUTU HASIL TANGKAPAN DI PPN PALABUHANRATU Penanganan hasil tangkapan dalam usaha penangkapan ikan memegang peran yang sangat penting, hal ini dikarenakan hasil tangkapan

Lebih terperinci

Efektivitas Belimbing Wuluh terhadap Parameter Mutu Organoleptik dan ph Ikan Layang Segar Selama Penyimpanan Ruang

Efektivitas Belimbing Wuluh terhadap Parameter Mutu Organoleptik dan ph Ikan Layang Segar Selama Penyimpanan Ruang Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 201 Efektivitas Belimbing Wuluh terhadap Parameter Mutu Organoleptik dan ph Ikan Layang Segar Selama Penyimpanan Ruang 1,2 Raflin Djafar,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi

Lebih terperinci

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The objective of this research was to determine the differences

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum mengenai Hasil Tangkapan yang di Daratkan di PPI Karangsong Hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Karangsong adalah ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG

KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG Jurnal Perikanan dan Kelautan EFEKTIVITAS KONSENTRASI BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU ORGANOLEPTIK IKAN LAYANG (Decapterus sp.) Segar SELAMA PENYIMPANAN RUANG 1,2 Raflin

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Jenis dan sumber data Metode pengumpulan data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Jenis dan sumber data Metode pengumpulan data 17 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, Jakarta Utara pada bulan Agustus hingga Oktober 2010. 3.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESEGARAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) SELAMA PENYIMPANAN DINGIN BERDASARKAN UJI HISTAMIN dan ph

ANALISIS TINGKAT KESEGARAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) SELAMA PENYIMPANAN DINGIN BERDASARKAN UJI HISTAMIN dan ph ANALISIS TINGKAT KESEGARAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) SELAMA PENYIMPANAN DINGIN BERDASARKAN UJI HISTAMIN dan ph 1 Ferawati Y Pakaya, 2 Asri Silvana Naiu, dan 2 Nikmawatisusanti Yususf 1 ferawatypakaya@yahoo.co.id

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 61 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis 4.1.1 Kota Ambon Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas Kota Ambon adalah 377 Km 2 atau 2/5 dari luas wilayah Pulau Ambon.

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK 1 PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) Replin Amrin Saidi 1, Abdul Hafidz Olii 2, Yuniarti Koniyo 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN.

PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN. PENILAIAN MUTU ORGANOLEPTIK IKAN MUJAIR (TILAPIA MOSSAMBICA) SEGAR DENGAN UKURAN YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN DINGIN Nurmeilita Taher Staf Pengajar pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 30 4 HSIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (K) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan laut memimpin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG (Study on Molasses as Additive at Organoleptic and Nutrition Quality of Banana Shell Silage) S. Sumarsih,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN Oleh : Eddy Afrianto Evi Liviawaty i DAFTAR ISI PENDAHULUAN PROSES PENURUNAN KESEGARAN IKAN PENDINGINAN IKAN TEKNIK PENDINGINAN KEBUTUHAN ES PENGGUNAAN ES

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN 62 5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH CARA PENANGKAPAN, FASILITAS PENANGAN DAN CARA PENANGANAN IKAN TERHADAP KUALITAS IKAN YANG DIHASILKAN

PENGARUH CARA PENANGKAPAN, FASILITAS PENANGAN DAN CARA PENANGANAN IKAN TERHADAP KUALITAS IKAN YANG DIHASILKAN PENGARUH CARA PENANGKAPAN, FASILITAS PENANGAN DAN CARA PENANGANAN IKAN TERHADAP KUALITAS IKAN YANG DIHASILKAN Effect of fishing techniques, handling facilities and methods On quality of the fish Metusalach

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS HASIL TANGKAPAN KAPAL PURSE SEINE DENGAN PENDINGIN FREEZER DAN PENDINGIN ES DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

ANALISIS KUALITAS HASIL TANGKAPAN KAPAL PURSE SEINE DENGAN PENDINGIN FREEZER DAN PENDINGIN ES DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN ANALISIS KUALITAS HASIL TANGKAPAN KAPAL PURSE SEINE DENGAN PENDINGIN FREEZER DAN PENDINGIN ES DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN Quality Analysis Catch Purse Seine Vessel with Freezer Cooling

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Lama waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2010 di PPI Muara Angke, Jakarta.

3 METODOLOGI. 3.1 Lama waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2010 di PPI Muara Angke, Jakarta. 19 3 METODOLOGI 3.1 Lama waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2010 di PPI Muara Angke, Jakarta. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO

5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO 59 5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO 5.1 Kondisi Sanitasi Aktual di Dermaga dan Tempat Pelelangan Ikan PPP Lampulo (1) Kondisi dermaga Keberhasilan aktivitas

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

STUDI MUTU PRODUK IKAN JAPUH (Dussumieria acuta C.V.) ASAP KERING INDUSTRI RUMAH TANGGA DI DESA TUMPAAN BARU, KECAMATAN TUMPAAN

STUDI MUTU PRODUK IKAN JAPUH (Dussumieria acuta C.V.) ASAP KERING INDUSTRI RUMAH TANGGA DI DESA TUMPAAN BARU, KECAMATAN TUMPAAN STUDI MUTU PRODUK IKAN JAPUH (Dussumieria acuta C.V.) ASAP KERING INDUSTRI RUMAH TANGGA DI DESA TUMPAAN BARU, KECAMATAN TUMPAAN Gordianus P Lombongadil, Albert R Reo dan Hens Onibala Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA PENENTUAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF FISHING CATCHING SEASON (Decapterus Sp.) IN EAST WATERS OF SOUTHEAST SULAWESI Eddy Hamka 1),

Lebih terperinci

MICROBIOLOGICAL TEST OF Euthynnus affinis IN FISH LANDING SITE (TPI) LAMPULO, BANDA ACEH

MICROBIOLOGICAL TEST OF Euthynnus affinis IN FISH LANDING SITE (TPI) LAMPULO, BANDA ACEH UJI MIKROBIOLOGI IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) YANG DIDISTRIBUSIKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) LAMPULO DAN OLEH PEDAGANG IKAN KELILING (PIK) DI KOTA BANDA ACEH MICROBIOLOGICAL TEST OF Euthynnus

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 17 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Maret April 2010. Penelitian dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo, Kecamatan Kuta Alam,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan Aktivitas pendaratan hasil tangkapan terdiri atas pembongkaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo. Waktu penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Hasil tangkapan di PPS Belawan idistribusikan dengan dua cara. Cara pertama adalah hasil tangkapan dari jalur laut didaratkan di PPS Belawan didistribusikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan terutama diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan taraf hidup dan kesejahteran nelayan

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT SENSORIS BAKSO IKAN SELAMA PENYIMPANAN 1

PERUBAHAN SIFAT SENSORIS BAKSO IKAN SELAMA PENYIMPANAN 1 PERUBAHAN SIFAT SENSORIS BAKSO IKAN SELAMA PENYIMPANAN 1 Darimiyya Hidayati, Ihsannudin, dan Eko Kanti Sih Pratiwi Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura Jurusan Agribisnis,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

PERFORMA PELELEHAN ES PADA BENTUK ES YANG BERBEDA. Performance of Diffrent Ice-Forms Melting Process. Oleh:

PERFORMA PELELEHAN ES PADA BENTUK ES YANG BERBEDA. Performance of Diffrent Ice-Forms Melting Process. Oleh: Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 6, No. 1, Mei 2015 Hal: 97-108 PERFORMA PELELEHAN ES PADA BENTUK ES YANG BERBEDA Performance of Diffrent Ice-Forms Melting Process Oleh: Aprilia Putri Kusumah 1*, Yopi

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil

5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis kecil menurut ketentuan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan No. KEP.38/MEN/2003 tentang produktivitas

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan

4 HASIL 4.1 Proses penangkapan 4 HASIL 4.1 Proses penangkapan Pengoperasian satu unit bagan rambo membutuhkan minimal 16 orang anak buah kapal (ABK) yang dipimpin oleh seorang juragan laut atau disebut dengan punggawa laut. Juragan

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi dan Higienitas di Tempat Pelelangan Ikan Kebersihan terdiri dari dua aspek yang saling berkaitan yaitu sanitasi dan higienitas. Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

Analisis Faktor-Faktor Produksi Terhadap Hasil Tangkapan Purse Seine di TPI Ujong Baroh, Aceh Barat, Aceh

Analisis Faktor-Faktor Produksi Terhadap Hasil Tangkapan Purse Seine di TPI Ujong Baroh, Aceh Barat, Aceh Analisis Faktor-Faktor Produksi Terhadap Hasil Tangkapan Purse Seine di TPI Ujong Baroh, Aceh Barat, Aceh Analysis of Production Factors on Catch of Purse Seine in Ujong Baroh Fishing Port, West Aceh,

Lebih terperinci

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT. 3. METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011. Proses penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

CARA PEMINDANGAN DAN KADAR PROTEIN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI KABUPATEN REMBANG

CARA PEMINDANGAN DAN KADAR PROTEIN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI KABUPATEN REMBANG CARA PEMINDANGAN DAN KADAR PROTEIN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI KABUPATEN REMBANG SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kesehatan dan lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. bagi kesehatan dan lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari konsumen baik di Indonesia maupun di mancanegara karena rasanya yang khas dan aroma yang sedap spesifik.

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna 38 6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna Berdasarkan data statistik Palabuhanratu tahun 1997-2011, hasil tangkapan Yellowfin Tuna mengalami fluktuasi. Jika dilihat berdasarkan data hasil

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LOKASI PENJUALAN DAN JUMLAH JENIS IKAN DENGAN VOLUME PENJUALAN PADA PEDAGANG IKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN KOTA KENDARI

HUBUNGAN ANTARA LOKASI PENJUALAN DAN JUMLAH JENIS IKAN DENGAN VOLUME PENJUALAN PADA PEDAGANG IKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN KOTA KENDARI HUBUNGAN ANTARA LOKASI PENJUALAN DAN JUMLAH JENIS IKAN DENGAN VOLUME PENJUALAN PADA PEDAGANG IKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN KOTA KENDARI The Relationship Between The Location Of The Sales And The Number

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(6): , Desember 2014 ISSN

Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(6): , Desember 2014 ISSN Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(6): 204-208, Desember 2014 ISSN 2337-4306 Analisis tren hasil tangkapan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan alat tangkap purse seine dan pole and line

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Potensi hasil laut di Kabupaten Malang di pesisir laut jawa sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Potensi hasil laut di Kabupaten Malang di pesisir laut jawa sangatlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi hasil laut di Kabupaten Malang di pesisir laut jawa sangatlah besar. Perikanan laut di Kabupaten Malang per tahunnya bisa menghasilkan 400 ton ikan segar dengan

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun Cacth (ton) 46 4 HASIL 4.1 Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Jumlah dan nilai produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar dari tahun 24 28 dapat dilihat pada Gambar 4 dan

Lebih terperinci

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ) 1 Nurintang dan 2 Yudi ahdiansyah 1 Mahasiswa Manajemen

Lebih terperinci

dengan T4 mengalami kemunduran mutu sebesar 27.19%. Kemunduran mutu sebagian besar disebabkan oleh peralatan handling yang digunakan masih belum

dengan T4 mengalami kemunduran mutu sebesar 27.19%. Kemunduran mutu sebagian besar disebabkan oleh peralatan handling yang digunakan masih belum RINGKASAN DENNY HIDAYAT. Evaluasi dan Identifikasi Tingkat Kemunduran Mutu Hasil Perikanan Tangkap Ikan Belanak (Mugil spp) (Studi Kasus di Muara Angke Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara). Dibimbing oleh

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid Program Studi Ilmu Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar Email : hartati.tamti@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.3 Metode Penelitian 25 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Maret 2010 yang bertempat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta Utara. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state). Tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut. Garis

Lebih terperinci

BAB 3. DASAR-DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN. Keberhasilan penanganan ikan di atas kapal untuk menjaga mutunya sangat ditentukan oleh :

BAB 3. DASAR-DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN. Keberhasilan penanganan ikan di atas kapal untuk menjaga mutunya sangat ditentukan oleh : BAB 3. DASAR-DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN 3.1 Penanganan Ikan Segar 3.1.1 Di Atas Kapal Keberhasilan penanganan ikan di atas kapal untuk menjaga mutunya sangat ditentukan oleh : - Kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang proses dan pembekuan untuk hasil perikanan laut, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

STUDI LAMA PENGERINGAN IKAN SELAR (Selaroides sp) ASIN DIHUBUNGKAN DENGAN KADAR AIR DAN NILAI ORGANOLEPTIK

STUDI LAMA PENGERINGAN IKAN SELAR (Selaroides sp) ASIN DIHUBUNGKAN DENGAN KADAR AIR DAN NILAI ORGANOLEPTIK STUDI LAMA PENGERINGAN IKAN SELAR (Selaroides sp) ASIN DIHUBUNGKAN DENGAN KADAR AIR DAN NILAI ORGANOLEPTIK Adel Tuyu, Hens Onibala, Daisy M. Makapedua Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui waktu pelelehan es dan proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Makanan sebagai sumber zat gizi yaitu karbohidrat, lemak,

Lebih terperinci

PSPK STUDENT JOURNAL, VOL. I NO. 1 pp UNIVERSITAS BRAWIJAYA Recieved 18 January 2013, Accepted 16 May 2013

PSPK STUDENT JOURNAL, VOL. I NO. 1 pp UNIVERSITAS BRAWIJAYA Recieved 18 January 2013, Accepted 16 May 2013 PENGARUH PANJANG JARING, UKURAN KAPAL, PK MESIN DAN JUMLAH ABK TERHADAP PRODUKSI IKAN PADA ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PERAIRAN PRIGI KABUPATEN TRENGGALEK JAWA TIMUR Sholicha Annisa Suryana 1*) Iman Prajogo

Lebih terperinci

PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL. Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK

PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL. Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK Beberapa produsen ikan asap di daerah Bandarharjo Semarang menggunakan tawas sebagai perendam ikan sebelum

Lebih terperinci

PERBEDAAN PRODUKSI BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERIODE BULAN DI PERAIRAN KABUPATEN BARRU

PERBEDAAN PRODUKSI BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERIODE BULAN DI PERAIRAN KABUPATEN BARRU PERBEDAAN PRODUKSI BAGAN PERAHU BERDASARKAN PERIODE BULAN DI PERAIRAN KABUPATEN BARRU THE DIFFERENCE OF BOAT LIFT-NET PRODUCTION BASED ON MOON PERIOD AT BARRU WATERS Andi Nurlindah 1), Muhammad Kurnia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selain sebagai negara maritim juga sekaligus sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Artinya bahwa Indonesia merupakan negara yang paling

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

Pengaruh Harga Jual dan Volume Penjualan Terhadap Pendapatan Pedagang Pengumpul Ayam Potong

Pengaruh Harga Jual dan Volume Penjualan Terhadap Pendapatan Pedagang Pengumpul Ayam Potong Pengaruh Harga Jual dan Volume Penjualan Terhadap Pendapatan Pedagang Pengumpul Ayam Potong Tanrigiling Rasyid 1, Sofyan Nurdin Kasim 1, Muh. Erik Kurniawan 2 1 Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci