NOTA KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (PK): TREN, PERMASALAHAN, DAN REKOMENDASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NOTA KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (PK): TREN, PERMASALAHAN, DAN REKOMENDASI"

Transkripsi

1 Infid Jakarta NO. 01 OKTOBER infid NOTA KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (PK): TREN, PERMASALAHAN, DAN REKOMENDASI Oleh: Sugeng Bahagijo Direktur Eksekutif INFID Perkembangan dan Data Kemiskinan Indonesia tergolong negara kelas menengah (middle income) yang kantong kaum miskinnya terbesar, baik dibandingkan dengan rata-rata negara menengah maupun dibandingkan dengan negara-negara dengan kue pembangunan (PDB) terbesar di dunia anggota G20. Di samping pertumbuhan ekonomi yang positif selama 10 tahun terakhir dan rata-rata pendapatan per kapita USD, disisi lain, pemerintah baru juga diwarisi oleh angka ketimpangan yang meni ngkat drastis dari level 0.35 tahun 2005, menjadi 0.41 (Indeks Gini) pada tahun 2013, yang tertinggi dalam sejarah Indonesia. Jumlah penduduk atau warga miskin makin menurun tiap tahun, setidaknya dari data dan klaim pemerintah. Tahun 2014, jumlah penduduk miskin berjumlah 28 juta jiwa. Tetapi, jumlah ini masih sangat besar. Lebih besar dari total penduduk Malaysia (22 juta), lebih dari 2,5 kali penduduk DKI Jakarta (9 juta) dan hampir 10 kali penduduk Propinsi Sulawesi Selatan (3 juta). Jumlah penduduk miskin perlu dilihat dalam dua konteks: jumlah penduduk dan jumlah angkatan kerja dan angka pengangguran NO. 01 OKTOBER 2014 NEWSLETTER INFID 1

2

3 BERITA UTAMA terbuka. Pada tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia adalah 252,3 juta jiwa (proyeksi), jumlah angkatan kerja berjumlah 1,48 juta orang, dan jumlah pengangguran terbuka berjumlah 6.9 juta orang. Meski secara umum kemiskinan ditandai oleh kurangnya pendapatan, aset dan pekerjaan (jobholder vs jobless), namun sebab-sebab kemiskinan berbeda-beda di perkotaan dan pedesaan. Pemulung di kota Jakarta memiliki pendapatan yang tetap, meski hidup di kolong jembatan dan tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya. Sebaliknya, kemiskinan di pedesaan ditandai oleh ketiadaan lahan, modal yang lemah dan kekurangan pendapatan, meski memiliki rumah. Kemiskinan di pedesaan ditandai juga oleh lemahnya kesempatan menikmati barang dan jasa layanan pemerintah seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, lapangan kerja. Sebab lain kemiskinan ketiadaan jaminan sosial karena penduduk terpapar resiko hidup (menjadi tua, meninggal) dan resiko sosial (PHK, menganggur, perceraian, sakit) tanpa dilindungi oleh sistem jaminan sosial modern. Karena sistem jaminan sosial publik Indonesia (kesehatan dan ketenagakerjaan) belum berjalan atau melindungi semua warganegara (universal), dan hanya melindungi sebagian kecil lapisan penduduk (PNS, TNI dan kelompok swasta profesional). JKN dan Jaminan Ketenagakerjaan masih sedang dibangun. Pemerintah melalui TNP2K telah mengembangkan dan memiliki data penduduk miskin yang sama (unified data base), yang digunakan oleh semua kementrian dan lembaga pemerintah, sebagai rujukan agar program diselenggarakan secara tepat sasaran. Data yang tunggal ini akan memudahkan perancangan dan evaluasi programprogram pemerintah. Pemerintah telah mengembangkan berbagai macam program pengurangan kemiskinan mulai dari PKH, PNPM, KUR, BOS dan Raskin, Jampersal dan sebagainya. Cakupan wilayah dan penerima manfaat dari masing-masing program bervariasi. PNPM memiliki cakupan yang luas. Demikian juga dengan Raskin dan Bos dan Jampersal. Sementara PKH memiliki cakupan wilayah dan penerima manfaat lebih sempit dan terbatas. Tidak mengejutkan bila capaian dan hasil dari masing-masing program berbeda-beda. Besaran anggaran untuk seluruh program-program penanggulangan kemiskinan diperkirakan antara Triliun. Dalam APBN 2014, terdapat pos Belanja Sosial sebesar Rp.73, 2 Triliun. Sebelumnya, tahun 2013, sebesar Rp. 93 Triliun. Angka persisnya barangkali masih dapat diperdebatkan, namun jelas bahwa secara nominal, dana untuk PK tiap tahun terus meningkat, sejalan dengan membesarnya volume APBN. Namun demikian, dibandingkan dengan volume belanja subsidi BBM dan belanja barang, maka tren yang terlihat nyata dan jelas adalah belanja sosial selalu lebih kecil (lihat tabel 2 dan 3). Kebijakan dan Programprogram Kemiskinan Kemiskinan dapat diatasi melalui setidaknya dua jalur utama. (i) Melalui pasar kerja; antara lain melalui ketersediaan lapangan kerja dan upah layak dan luas sempitnya kapasitas industrialisasi dan pertanian dalam menyerap angkatan kerja; (ii) Intervensi pemerintah melalui (a) Kebijakan Fiskal dan Moneter; (b) Sistem Jaminan Sosial; (c) Program-program pemerintah; termasuk didalamnya subsidi pertanian dan penyediaan air bersih dan sanitasi. Pemerintah dapat memengaruhi jalur pertama secara tidak langsung baik melalui kebijakan upah minimum maupun melalui investasi dalam negeri dan FDI. Sebaliknya, pemerintah dapat menentukan atau mengendalikan secara langsung melalui jalur kedua yaitu melalui kebijakan fiskal, sistim jaminan sosial, dan program-program PK yang diselenggarakannya. Secara skematis, maka kedudukan atau porsi dari program-program PK pemerintah paling jauh akan memiliki bobot separuh dalam menurunkan kemiskinan. Sisanya akan harus dilakukan melalui kebijakan makro ekonomi melalui kebijakan fiskal (pajak, subsidi) dan moneter (suku bungan, inflasi). Keberhasilan programprogram PK dapat diukur dari setidaknya dua kriteria dan dimensi. Yaitu (a) Efisiensi dan efektivitas, dalam arti kebijakan dan program telah mencapai dengan biaya dan kelembagaan yang ada. Kriteria ini NO. 01 OKTOBER 2014 NEWSLETTER INFID 3

4 BERITA UTAMA TABEL 1. JUMLAH PENDUDUK MISKIN (*PROYEKSI) * JUTA JUTA JUTA JUTA JUTA JUTA TABEL 2. BELANJA SOSIAL VS SUBSIDI BBM (*PROYEKSI) TAHUN BELANJA SOSIAL SUBSIDI BBM DALAM TRILIUN RUPIAH * TABEL 3. DUA JALUR PENANGGULANGAN KEMISKINAN JALUR PASAR (Pemerintah Mempengaruhi) Pembukaan Lapangan Kerja Upah yang Layak Suku bunga Perbankan Jumlah investasi Informasi Pasar Kerja PERAN PEMERINTAH (Pemerintah Mengendalikan) Jaminan Kesehatan (Kartu Indonesia Sehat/JKN) Pelayanan Pendidikan (Kartu Indonesia Pintar) Program-Program PK (PNPM, PKH, Raskin, BOS, BLT, BLSM, dll) Pelayanan Perumahan (Rumah Deret), Air Minum dan Sanitasi, Perlindungan Aset warga (Rumah, Tanah, Tabungan) Kebijakan Alokasi APBN dan APBD Kebijakan Pajak (PPh, PPn) Kinerja Kementrian Tenaga Kerja, Pertanian, Kesehatan dan Pendidikan 4 NEWSLETTER INFID NO. 01 OKTOBER 2014

5 penting dalam menilai sejauh mana operasi dan teknis kelembagaanya efektif dan efisien dalam menyediakan jasa dan barang layanan itu sampai ke tangan pengguna/warganegara dengan tepat waktu dan dalam mutu yang dapat diterima. Selain itu, kebijakan juga dapat diukur dari sejauh mana (b) dampak program tersebut kepada pemecahan masalah kemiskinan. Hal ini antara lain dapat dilihat dari berbagai indikator yang relevan seperti jumlah penerimanya, jumlah lapangan kerja, angka pengangguran, jumlah penurunan angka putus sekolah, jumlah penurunan angka kematian ibu, dan seterusnya. Selama 10 tahun terakhir, kebijakan dan program-program pemerintah PK dapat digolongkan kepada beberapa upaya, antara lain (i) penyediaan sarana dan prasarana di pedesaan, di wilayah yang kekurangan sarana dan prasarana seperti jalan, jembatan, pasar dan sebagainya; (ii) penyediaan modal kerja dengan bunga rendah seperti KUR (Kredit untuk rakyat) yang disalurkan melalui perbankan seperti BRI; dan (iii) penyediaan pelayanan kesehatan seperti Jamkesmas dan Jampersal; (iv) penyediaan dana bantuan untuk sekolah seperti Bos. Kendala dan Permasalahan Dilihat dari Nawa Cita dan Negara Hadir serta Kemandirian Ekonomi, yang menjadi visimisi Jokowi JK, maka kebijakan dan program-program PK 10 tahun terakhir dapat dikatakan sebagai (i) negara tidak hadir karena pelayanan kebutuhan dasar ditumpukan dan diandalkan pada pendekatan pasar (you get what you pay) ketimbang pendekatan hak (you get what you need). (ii) Jika negara hadir, dalam bentuk berbagai program-program pemerintah, maka terdapat banyak kelemahan dalam operasi dan kelembagaannya. Sehingga barang dan jasa dari pemerintah tidak sampai, terlambat diterima, dan atau terlalu lemah untuk untuk meringankan dan menolong warga yang sedang membutuhkannya (kematian ibu, balita kurang gizi). Diperiksa dari pendekatan kualitas manusia dan keunggulan ekonomi, maka program kebijakan dan program-program PK terutama pada bidang kesehatan dan pendidikan lebih banyak menundukkan diri pada kebutuhan jangka pendek ketimbang kebutuhan jangka panjang. Kebutuhan jangka panjang artinya memenuhi kekurangan dan defisit yang selama dialami Indonesia, defisit dokter, insinyur, ahli hukum ekonomi, peneliti biotek, dll. Secara teknis operasi dan kelembagaan, kendala dan permasalahan dapat diringkas ke TABEL 4. JENIS DAN TIPE PROGRAM PK Nama Program Jenis/Tipe Cakupan PNPM PKH Raskin Jampersal BOS Prasarana pedesaan. Pembangunan Sarana dan Prasarana desa. Jenis proyek ditentukan oleh partisipasi warga, sesuai kebutuhan. Termasuk kelompok simpan pinjam. Didampingi oleh fasilitator. Pendapatan. Pemberian Dana Tunai Bersyarat kepada warga miskin (Orang tua wajib menyekolahkan anak dan Kaum ibu wajib memeriksakan kesehatan di Posyandu dan Puskesmas setempat). Pangan. Pemberian beras dengan harga dibawah harga pasar (bersubsidi) untuk Gakin (keluarga miskin) Kesehatan. Pelayanan Kesehatan gratis untuk ibu bersalin yang memerlukan (universal, tidak hanya yang miskin) Pendidikan.Bantuan untuk sekolah termasuk untuk pembangunan sarana dan prasarana sekolah Seluruh Indonesia Khusus untuk keluarga miskin di beberapa propinsi Keluarga Miskin di seluruh Indonesia Untuk semua warga di seluruh Indonesia Seluruh Indonesia NO. 01 OKTOBER 2014 NEWSLETTER INFID 5

6 BERITA UTAMA dalam satu frasa Kelemahan Teknis dan kelembagaan. Artinya, kelemahan pelaksanaan, pengawasan, pendataan dan sebagainya. Berikut ini, beberapa kendala dan permasalahan yang apabila diatasi akan dapat meningkatkan kualitas dan dampak program-program PK pemerintah di tahun-tahun mendatang. 1. Pengukuran dan Data Kemiskinan. Pemerintah belum atau tidak memiliki data angka kemiskinan sebelum dan sesudah intervensi program-program pemerintah dijalankan, yang ada adalah data tahunan angka kemiskinan. Hal ini tentu menyulitkan untuk bisa menilai sejauh mana hasil dan keberhasilan seluruh program-program PK pemerintah. 2. Pendekatan Kebijakan. Kebijakan dan program PK selama ini hanya memusatkan diri pada pengurangan KEMISKINAN, dan tidak sekaligus pengurangan KESENJANGAN. Di RPJM dan RKP serta Nota APBN pemerintah, ukuran keberhasilan pembangunan tidak/belum diukur dengan penurunan kesenjangan/ ketimpangan (penurunan Gini Rasio). Implikasinya, pemerintah hanya menggunakan pendekatan targeted, dan melupakan pendekatan universal (untuk semua warga). 3. Pendekatan Program. Program-program PK pemerintah masih bertumpu pada pendekatan the needy ( untuk yang miskin saja ) yaitu pendekatan targeted. Sementara banyak bidang memerlukan pendekatan yang universal (untuk semua), seperti dalam hal jaminan kesehatan, pelayanan pendidikan dan pelayanan ketenagakerjaan. 4 Penganggaran. Program-program PK banyak tetapi kualitas dan dampaknya sangat beragam mulai minimal hingga berdampak penting. Alokasi terbesar untuk program-program PK adalah PNPM dengan dana 11 T. Sementara program lainnya hanya berkisar 1-3 T per tahun. 5. Cakupan dan skala program minimal. Beberapa program pemerintah terlalu kecil dalam hal cakupan wilayah dan penerimanya, dengan dana yang minimal. Yang berakibat besaran manfaat yang diterimanya juga tidak signifikan. Akibatnya, manfaat dan dampak programprogram PK sulit diukur secara nasional dan agregat dalam menurunkan kemiskinan. Misalnya saja PKH. Cakupan PKH tidak bersifat nasional dan dengan alokasi dana program yang kecil. 6. Metode Penyaluran Subsidi yang keliru. Subsidi pupuk, benih (subsidi Pertanian) memainkan peran penting secara konsep. Dengan jumlah dana yang dialokasikan cukup besar. Pada tahun 2013 jumlahnya 17 Triliun. Metode penyaluran subsidi selama lebih berupa subsidi kepada produsen ketimbang subsidi pengguna atau petani. Hal ini yang berakibat salah sasaran dan manfaatnya atau dana subsidi itu dibajak atau dikorupsi melalui kerjasama elit politik dan penerima dana subsidi (Pusri, BUMN Pertanian, dll). Akibatnya manfaatnya tidak dirasakan ( negara tidak hadir ). Padahal pemerintah bisa memberikan subsidi langsung tunai kepada para petani dan nelayan dan membebaskan mereka untuk membelanjakannya 7. Kendala Pusat dan Daerah. Ditinjau dari aspek anggaran, selama ini peran pemerintah daerah (kota dan Kab) sangat minimal. Sebagian besar pemerintah daerah hanya mengalokasikan kurang dari 5 persen APBD untuk kesehatan dan pendidikan, Sementara pemerintah Kota dan Kab mengalokasikan lebih dari 60 persen untuk belanja eksekutif dan DPRD. 8. Program PK terlalu banyak ragamnya. Dari program PNPM hingga BOS, dari PKH hingga Raskin, secara manajemen dan kelembagaan, pemerintah menjebakkan diri pada rentang tugas yang rumit dan tanpa koordinasi. Pemerintah juga tidak memiliki standar teknis capaian dan akuntabilitas pada tiap program-program karena masingmasing dikerahkan kepada kementrian dan lembaga yang mengelolanya (PNPM di Kemendagri, PKH di Kemensos, Bos di Kementrian Pendidikan, dll). 6 NEWSLETTER INFID NO. 01 OKTOBER 2014

7 9. Kualitas kelembagaan yang buruk. Penyaluran berbagai program seringkali juga tidak efektif karena kinerja dan kelemahan birokrasi di kementrian dan lembaga pemerintah pusat: (i) keterlambatan, hingga tahunan bukan saja hari, minggu atau bulan.; misalnya saja penyaluran untuk siswa kelas 2 SMP, yang ternyata hanya diterima ketika dia sudah kelas 2 SMA, (ii) kegiatan yang tidak dilakukan, misalnya penyediaan dan distribusi obat-obat untuk rumah sakit rumah sakit pemerintah daerah oleh kemenkes. UKP4 memiliki data tentang kinerja berbagai program, termasuk keterlibatan dan berbagai kendala lain, sebagai hasil pemantauan langsung ke lapangan melalui uji petik di beberapa kab dan kota. 10. Silo-silo birokrasi dan kelembagaan: Program-program PK dikelola oleh berbagai lembaga, tanpa kordinasi yang baik dan terukut. PNPM oleh Kemendagri, BOS oleh Kementrian Pendidikan, dan PKH oleh Kemensos, Subsidi Pertanian oleh kementrian Pertanian, dan seterusnya, dan masing bergerak dengan egonya masing masing (silo-silo). Upaya memiliki data base keluarga miskin patut dipuji akan tetapi masih banyak hal dan aspek yang belum dapat disatukan atau dikoordinasi. Rekomendasi- Rekomendasi Rekomendasi Umum 1. Ujian politik dan teknis bagi pemerintah Jokowi adalah merevisi APBN, bagaimana melakukan perubahan APBN untuk menciptakan ruang fiskal yang memadai untuk mendanai program-program prioritas Jokowi JK sebagaimana dijanjikan 2. Pemerintah Jokowi JK perlu menciptakan ruang fiskal, 2-3% PDB atau sekitar T, untuk mendanai berbagai intervensi atau programprogram prioritas pemerintah Jokowi JK, dengan 3 cara (i) mengalihkan sebagian dana subsidi BBM dan Energi untuk program-program PK; (ii) penghematan belanja barang birokrasi (honor, perjalanan dinas, dll); (iii) Menaikkan tarif PPH orang pribadi untuk menyasar kelompok superkaya yang berpendapatan diatas 1 milyar dan 5 Milyar per tahun dengan tarif 40-45%. 3. Kebijakan PK harus sekaligus menurunkan ketimpangan. Oleh karena itu, pemerintah juga harus memfokuskan diri pada pelaksanaan jaminan kesehatan (Kartu Indonesia Sehat) dan jaminan ketenagakerjaan. Pemerintah Jokowi JK perlu mengukur keberhasilan pembangunan dengan indikator (a) penurunan Ketimpangan (penurunan Gini Rasio), disamping (b) penurunan angka kemiskinan dan (c) angka pengangguran. 4. Pemerintah menempuh dua jalur PK: Jalur Pasar dan Jalur Pemerintah. Dalam Jalur pemerintah, tiga intervensi yang harus diutamakan: dukungan fiskal (belanja sosial), jaminan sosial dan bantuan sosial. Untuk kebijakan fiskal, pemerintah perlu mengubah kebijakan pajak PPH orang pribadi perlu diubah untuk mencerminkan keadilan. Batas atas pendapatan pajak (PPh pribadi superkaya) perlu diubah dari Rp500 juta dengan tarif 35 persen perlu ditambah dengan (a) lapisan pendapatan Rp1 milyar ke atas, (b) pendapatan Rp5 milyar ke atas dan (c) lapisan Rp10 Miliar pertahun ke atas dengan tarif berkisar antara persen, sesuai dengan standar Uni Eropa. 5. Pemerintah Jokowi perlu menyelaraskan anggaran pemerintah daerah (kota dan kabupaten) melalui politik fiskal yaitu dengan cara: (a) mematok batas atas/maksimum bagi belanja eksekutif, DPRD dan Belanja pegawai tidak lebih dari 50% APBD. (b) mematok batas bawah/minimum untuk belanja pendidikan dan kesehatan tidak kurang dari 30% APBD (untuk pendidikan dan kesehatan. Kemenkeu tidak akan mencairkan dana pusat ke pemerintah kota dan kab (APBD) jika rencana APBD tidak mematuhi kaidah fiskal tersebut diatas. Rekomendasi Khusus 1. Subsidi Pertanian (Pupuk, Benih dll) diubah dari subsidi produsen kepada subsidi konsumen kepada petani secara NO. 01 OKTOBER 2014 NEWSLETTER INFID 7

8 BERITA UTAMA langsung. Subsidi dapat diberikan secara tunai kepada kelompok petani dan nelayan untuk membeli bibit, pupuk, modal kerja, kapal nelayan, dan sebagainya. 2. Berbagai program-program PK perlu dimerger ke dalam 4-5 program besar dengan tujuan menciptakan cakupan dan dampak yang lebih besar dan memudahkan pengelolaan, pelaporan dan akuntabilitas, serta didanai secara memadai (well-finance) untuk wilayah yang luas yang menjadi sasaran: Kartu Indonesia Sehat (Blok Kesehatan: Jampersal, Jamkesmas, dll) Kartu Indonesia Pintar (Blok Pendidikan: BOS, dll) Jaminan Tunai (Blok Bantuan Sosial: Raskin, PKH, dll) Kartu Indonesia Mandiri (Blok Jaminan Ketenagekerjaan) Program Pemberdayaan Mas yarakat (Blok Pemberdayaan: PNPM, dll) 3. Pemerintah perlu mengalokasikan dana tambahan APBN untuk premi Jaminan Kesehatan bagi kelompok yang ditanggung pemerintah (PBI) sesuai premi yang dipatok oleh Kemenkes: dari Rp19 T ke Rp30 T pada APBN Pemerintah perlu meminta BPS dan Bappenas memproduksi dan mengadakan data-data kemiskinan baru untuk memudahkan pemantauan dan pengukuran hasil program-program pemerintah: data sebelum intervensi pemerintah dan sesudah intervensi pemerintah. 5. Perlu dipikirkan badan tersendiri untuk PK yang langsung mengawasi dan mengkoordinasi semua program-program PK, yang didukung oleh unit pemantauan program dan unit teknis analisa kebijakan. 6. UKP4 dan BPKP perlu diperluas wewenang tidak hanya memantau penyerapan anggaran dan realisasi rencana, tetapi juga menilai kinerja dan kualitas implementasinya. Artinya, kedua lembaga itu juga diberi wewenang untuk mengusulkan pendekatan kebijakan dan desain dan metode teknis pelaksanaan. TABEL 5. LAMPIRAN PERINCIAN RENCANA AKSI KEMISKINAN MENDESAK 100HARI CETAK BIRU KARTU INDONESIA SEHAT (JKN) ALOKASI DANA UNTUK PREMI PBI JAMINAN KESEHATAN (JKN) CETAK BIRU KARTU INDONESIA PINTAR CETAK BIRU PERCEPATAN JAMINAN KETENAGAKERJAAN (KARTU INDONESIA MANDIRI) PEPRES PENYATUAN/MERGER BERBAGAI PROGRAM PK CETAK BIRU PERBAIKAN PERUMAHAN PERKOTAAN (RUMAH DERET) TAHUN 1 PENGADAAN DATA KEMISKINAN BARU STUDI KELAYAKAN DANA 1 JUTA UNTUK KELUARGA MISKIN/JAMINAN TUNAI PERPRES PENYELASARAN APBD SESUAI PRIORITAS JOKOWI JK PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN STUDI KELAYAKAN TUNJANGAN PENGANGGURAN (UNEMPLOYMENT BENEFITS) CETAK BIRU JAMINAN TUNAI INDONESIA 8 NEWSLETTER INFID NO. 01 OKTOBER 2014

9 KEGIATAN INFID PERS RELEASE MASALAH KETIMPANGAN HARUS DIPECAHKAN OLEH PEMERINTAHAN BARU JAKARTA, 21 AGUSTUS 2014 Tahun 2012, tercatat rasio gini mencapai 0,41, merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Republik Indonesia. Kenyataan tersebut tidak hanya terjadi antar kabupaten atau propinsi tapi terjadi merata di Indonesia. Bahkan INFID mencatat dalam sepuluh tahun terakhir terjadi percepatan ketimpangan di Indonesia. Dalam rangka mengumpulkan bukti-bukti mengenai masalah ketimpangan, INFID menerbitkan buku berjudul Ketimpangan Pembangunan Indonesia dari Berbagai Aspek. Buku ini merupakan buku pertama di Indonesia yang mengulas mengenai ketimpangan di Indonesia dalam dua dekade terakhir disertai dengan berbagai ulasan mengenai bentuk-bentuk ketimpangan di berbagai sektor. Seperti perbankan, perkebunan, perpajakan, pendidikan dan kesehatan, juga mengkaji efektivitas program penanggulangan kemiskinan. Buku juga menampilkan beragam usulan kebijakan terkait dengan penurunan ketimpangan. Menurut Prastowo, salah seorang penulis buku menyebutkan, ketimpangan sungguh menjadi problem serius dan menjadi isu keadilan. Hal ini nampak dalam berbagai aspek yang diulas di dalam buku seperti sulitnya pelaku ekonomi kecil mendapatkan kredit karena perbankan tidak berpihak terhadap mereka. Sementara pemerintah yang berupaya menurunkan ketimpangan dengan fokus pada kemiskinan, terbukti program-programnya belum efektif menjawab masalah tersebut. Demikian halnya dengan kebijakan pajak yang belum mendukung paradigma kesetaraan. Sugeng Bahagijo, Direktur Eksekutif INFID menyatakan saat ini merupakan saat yang tepat bagi pemerintah baru untuk merumuskan agenda dan kebijakan yang mampu menurunkan ketimpangan. Berkaitan dengan hal tersebut, INFID memberi usulan terkait dengan upaya penurunan ketimpangan kepada pemerintahan baru meliputi: Penurunan ketimpangan dari indeks gini 0,41 menjadi 0,35 dalam lima tahun mendatang menjadi indikator keberhasilan pembangunan yang tertuang di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Memperbaiki kebijakan dan perolehan pajak antara 19% higga 24%, terutama memacu perolehan pada pajak penghasilan (PPh) kelompok superkaya dengan tarif pajak (PPh) baru hingga 45% untuk memastikan sumbangan kelompok superkaya Realokasi subsidi BBM untuk universalisasi manfaat jaminan sosial, seperti jaminan kesehatan sosial dan jaminan ketenagakerjaan untuk semua warga Reformasi kelembagaan untuk memperkuat pemerintahan yang terbuka dan bersih dari korupsi. Hormat Kami, Sugeng Bahagijo Direktur Eksekutif Kontak person: Siti Khoirun Ni mah Tlp: atau NO. 01 OKTOBER 2014 NEWSLETTER INFID 9

10 KEGIATAN INFID DISKUSI G20 DAN JEBAKAN NEGARA BERPENDAPATAN MENENGAH JAKARTA, 23 APRIL 2014 Sampul muka majalah The Economist edisi Februari 2014 berjudul The parable of Argentina what other countries can learn from a century of decline menggambarkan sebuah negara yaitu Argentina yang memiliki kekuatan ekonomi lebih baik dibanding Amerika Serikat di tahun Pendapatan perkapitanya di atas Jerman, Perancis dan Italia. Argentina menjadi negara dari sepuluh negara terkaya di dunia setelah Australia, Inggris dan Amerika Serikat. Namun gambaran sebaliknya dan jauh berbeda yang saat ini terjadi atas perekonomian Argentina. The Economist menyebut perekonomian Argentina telah menurun. Bahkan menjadi pusat dari krisis negara-negara emerging. Menurut the Economist, ada tiga sebab yang menjadikan perekonomian Argentina seperti itu yaitu tidak berkembangkan industri, kebijakan perdagangan yang cenderung tertutup, dan lemahnya institusi dalam mendorong kebijakan jangka panjang. Pertanyaannya, bagaimana dengan Indonesia? Indonesia yang telah masuk dalam negara yang sedang tumbuh (emerging country) memiliki masalah yang tidak jauh berbeda. Meskipun saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup tinggi dibanding negara-negara lain, namun industri nasional belum berkembang sebagaimana mestinya. Sebagian besar perekonomian masih disumbang bahan mentah dari komoditas perkebunan dan kehutanan, sementara industri olahan belum seperti yang diharapkan. Belum lagi institusi pemerintahan yang terus digerogoti penyakit korupsi, juga tiadanya strategi jangka panjang untuk menjadikan perekonomian Indonesia lebih tangguh di masa mendatang. Pertanyaan inilah yang coba dibahas di diskusi dengan tema G20 dan Jebakan Negara Berpendapatan Menengah. Diskusi menghadirkan dua pembicara yaitu Dr. Yulius Purwadi dari Universitas Parahiyangan Bandung dan Prof Erani Yustika dari Universitas Brawijaya Malang. Seyogyanya diskusi menghadirkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, namun pihak dari kementerian tidak hadir. Peserta diskusi dari berbagai organisasi masyarakat sipil, organisasi buruh dan mahasiswa, pemerintah dari kementerian keuangan dan kementerian perdagangan, Komisi Anti Korupsi (KPK), Bank Dunia, dan media massa. Dr. Yulius Purwadi memaparkan perkembangan pembahasan di G20. Menurutnya pendekatan yang digunakan Australia fokus pada pertumbuhan ekonomi melalui 10 NEWSLETTER INFID NO. 01 OKTOBER 2014

11 Table 1. Agenda G20 di bawah Keketuaan Australia dua prioritas yaitu meningkatkan investasi swasta dan membangun ekonomi global yang tangguh. Dari sepuluh prioritas keketuaan Australia, menurut masyarakat sipil, pemerintah Indonesia memberikan perhatian besar ke agenda investasi untuk infrastruktur. Indonesia yang dikeketuaan Rusia menjadi ketua kelompok studi pembiyaan jangka panjang untuk investasi bersama Jerman, menganggap agenda investasi untuk infrastruktur penting dalam mendukung perekonomian nasional. Menurut Prof Erani Yustika, pembahasan di G20 belum memiliki relevansi dalam menjawab problem perekonomian Indonesia terutama menjawab tantangan Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Menurutnya definisi jebakan negara pendapatan menengah dikeluarkan Bank Dunia dengan dua alasan. Pertama, negara yang tidak mampu keluar dari pendapatan menengah memiliki potensi menjadi negara otoritarian. Kedua, guna menjadi negara yang tangguh terhadap hantaman krisis dibutuhkan tingkat pendapatan berkisar USD USD Oleh karena itu, negara-negara emerging seperti Indonesia harus keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan mencapai tingkat pendapatan USD USD Alasannya ada potensi tabungan baik ekonomi skala rumah tangga maupun dalam skala yang lebih besar. Sementara pendapatan perkapita penduduk Indonesia saat ini dikisaran USD 4.000, masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu, masalah terpenting bagi Indonesia bukanlah meningkatkan pendapatan per kapita secara cepat seperti yang ditargetkan G20. Namun perlunya Indonesia menyusun dasar-dasar ekonomi yang kokoh melalui formasi aset yang merata, penciptaan lapangan kerja, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta meningkatkan kemampuan inovasi dan penguasaan tekhnologi. Hal minimal yang perlu dilakukan Pemerintah Indonesia di G20 yaitu menggunakan ruang-ruang perundingan di G20 untuk meningkatkan ruang pelaku ekonomi kecil yang saat ini semakin terpinggirkan melalui berbagai kebijakan yang mendukung penguatan ekonomi kecil. Berbeda dengan Prof Erani Yustika, menurut Maria Monica Wihardja dari Bank Dunia setidaknya ada tujuh agenda di G20 yang bisa digunakan Indonesia untuk meningkatkan perekonomian nasional yaitu investasi untuk infrastruktur dimana Indonesia saat ini sedang gencar meningkatkan pembangunan infrastruktur namun terkendala dengan pembiayaan. Sehingga pembahasan di G20 diharapkan membantu memecahkan masalah pembiayaan melalui dua skema penerbitan surat utang infrastruktur (infrastructure bond) dan pembentukan kelembagaan pembiayaan infrastruktur (institutional investor). Agenda lainnya meliputi perdagangan dan investasi, reformasi struktural, stabilitas makro-ekonomi, ketenagakerjaan, ketahanan pangan dan energi, dan stabilitas sosial dan politik termasuk mengatasi masalah ketimpangan. NO. 01 OKTOBER 2014 NEWSLETTER INFID 11

12 RESENSI BUKU KETIMPANGAN PEMBANGUNAN INDONESIA DARI BERBAGAI ASPEK Saat ini, Indonesia sedang dalam kondisi kritis. Dimana pembangunan n yang dilakukan malah menjadi sebuah panasea, terutama terhadap kemiskinan dan ketertinggalan rakyatnya. Juga terjadi dalam sektor pertanian, disini i terdapat sebuah ironi sebuah negara agraris yang petaninya tidak mendapatkan perlindungan negara a dan akhirnya petani beralih ke profesi lain. Buku ini mengulas panjang berbagai ketimpangan pembangunan yang terjadi di Indonesia. Banyaknya penulis yang terlibat penulisan buku ini merupakan salah satu keunggulannya. Sehingga pembaca bisa mendapatkan banyak informasi yang objektif dilihat berbagai sisi. Para penulis ini memiliki latar belakang yang berbeda yang Yustinus Prabowo memiliki i background perpajakan, Tursia yang adalah seorang aktivis perempuan, Sugeng Bahagijo memahami dunia hukum dan demokrasi, Ah Maftuchan seorang peneliti dan trainer dalam tema pembangunan sosial,arief Anshory Yusuf berlatarbelakang ekonomi, Firdaus memiliki keahlian memiliki keahlian dibidang pengorganisasian, Herjuno Ndaru Kinasih seorang peneliti sosial untuk isu-isu ekonomi dan pembangunan, Irhash Ahmady penggiat lingkungan, dan terakhir Mike Verawati Tangka yang memi- liki pemahaman yang dalam untuk isu kebijakan konstitusional dan keadilan gender. Buku ini berusaha memberikan usulan melalui satu pendekatan yang dapat menjadi penawar kelelahan rivalitas negara dan pasar : penciptaan kapabilitas yang ditopang partisipasi luas civil society. Pembangunan harus ditanam kembali ke tata nilai dan gugus kebutuhan manusia sebagai subjek. Melalui penetapan capaian-capaian yang berkualitas dan terukur, strategi yang tepat, dan ruang partisipasi publik yang luas, isu ketimpangan dan kemiskinan dapat dijadikan ti- tik awal untuk uk menafsirkan ulang dan menata visi pembangunan yang ada. Pembangunan harus memberikan ruang kebebasan, kesetaraan kesempatan, dan keberpihakan pada mereka yang telah dirugikan dan dipinggirkan. Buku ini juga bisa dijadikan rujukan, acuan dalam perumusan ulang kebijakan publik. Decomposing dan melakukan recomposing pada kebijakan dan strategi pembangunan. Meluputkan inti gagasan buku ini sama artinya dengan mengabaikan ikhtiar memperbaiki dan memajukan Indonesia. 12 NEWSLETTER INFID NO. 01 OKTOBER 2014

13 ANALISIS UTAMA KERTAS POSISI MASYARAKAT SIPIL INDONESIA G20 DAN MENJAWAB MASALAH KETIMPANGAN, PENGANGGURAN DAN PENDANAAN: RANGKUMAN DARI BERBAGAI USULAN MASYARAKAT SIPIL INDONESIA Tahun 2014 merupakan tahun ke-6 pertemuan G20 digelar setelah G20 menjadi pertemuan tingkat tinggi yang dihadiri para kepala negara dari 20 anggota. Pertemuan tingkat tinggi pertama berlangsung di Washington DC tahun 2008 yang diprakarsai oleh Presiden George W. Bush dengan agenda memperkuat konsolidasi global untuk mengatasi krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Pertemuan tersebut berhasil menggalang dana dengan adanya kesepakatan pemberian stimulus fiskal untuk bersama-sama mengatasi krisis di AS. Pertemuan tersebut sekaligus menjadikan G20 sebagai the primier forum for international economic cooperation atau sebagai forum utama yang membahas kerjasama ekonomi internasional, menggantikan G8 yang sebelumnya menjadi penentu kebijakan ekonomi global. Namun seiring berjalannya waktu, harapan untuk menjadikan G20 sebagai forum utama kian redup. G20 tidak mengambil banyak peran ketika krisis keuangan mulai melanda Uni Eropa di tahun Pertemuan G20 di Meksiko tahun 2012 tidak menghasilkan kesepakatan mengenai penyelesaian krisis di Uni Eropa karena Uni Eropa memutuskan untuk menyelesaikan sendiri krisis yang sedang mereka alami. Berikutnya adalah tidak terjadinya koordinasi kebijakan antar anggota G20 seperti yang diharapkan ketika AS secara NO. 01 OKTOBER 2014 NEWSLETTER INFID 13

14 ANALISIS UTAMA unilateral mengeluarkan kebijakan pengurangan stimulus, yang mengakibatkan negara-negara emerging termasuk Indonesia menghadapi pelarian modal dan menjadikan nilai rupiah terhadap dollar turun tajam. Ketika beberapa negara seperti Turki dan India menyerukan pentingnya koordinasi terkait dengan kebijakan tersebut sebelum berlangsungnya pertemuan G20 di St Petersburg, Rusia, namun dalam pertemuan puncak, koordinasi kebijkaan tidak dibahas. Belum lagi sikap AS yang tidak mendukung reformasi International Monetary Fund (IMF) yang telah menjadi komitmen G20. Di tengah-tengah kegamangan akan efektivitas dan juga soliditas G20, pemerintah Australia telah menetapkan pertumbuhan yang kuat sebagai prioritas pembahasan di G20. Merujuk pada komunike pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di Sydney yang berlangsung pada tanggal Februari 2014, ditargetkan perekonomian akan tumbuh 2% dalam lima tahun. Pertumbuhan diharapkan akan ditopang oleh peningkatan investasi swasta khususnya infrastruktur agar dapat menyerap tenaga kerja dan mendorong perdagangan. Pertumbuhan juga diharapkan tangguh terhadap goncangan sehingga perlu diperkuat aspek pembiayaan khususnya yang bersumber dari pajak. Diharapkan prioritas tersebut menjawab masalah keuangan dan ekonomi global dan juga menjawab efektivitas G20 sebagai forum kerjasama ekonomi global. Pertanyaannya, apakah capaian tersebut sesuai yang diharapkan masyarakat sipil?apa usulan masyarakat sipil terhadap delegasi pemerintah Indonesia yang hadir dalam pertemuan-pertemuan G20? Masyarakat sipil Indonesia mencatat tiga tantangan pembangunan yang dihadapi baik oleh Indonesia maupun negara lain, meliputi tingginya angka ketimpangan, tingginya angka pengangguran, dan juga rendahnya mobilisasi sumber daya domestik. Tiga tantangan inilah yang diharapkan dapat dibahas dipertemuan G Pertumbuhan versus ketimpangan Salah satu sasaran utama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang sedang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) adalah pertumbuhan ekonomi rata-rata 6% sampai 8% per tahun. Diharapkan dengan angka pertumbuhan tersebut, produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai USD pada tahun Pertumbuhan ekonomi juga menjadi tujuan utama G20 melalui kerangka strong, sustainable and balance growth. Bahkan tahun ini di bawah kepemimpinan Australia, G20 menetapkan target pertumbuhan 2% dalam kurun lima tahun ke depan dan fokus pada pertumbuhan yang kuat. Pada saat yang sama, Indonesia tengah menghadapi problem ketimpangan yang kian meningkat. Rasio gini koefisien mencapai 0,42 ditahun 2013, sebuah angka tert- Tabel 1. Gini Koefisien di Indonesia berdasarkan desa dan kota Sumber: Arief Anshory Yusuf, diolah dari Susenas (2013) 14 NEWSLETTER INFID NO. 01 OKTOBER 2014

15 Tabel 2. Gini koefisien berdasarkan Jawa dan Luar Jawa Sumber: Arief Anshory Yusuf, diolah dari Susenas (2013) inggi sepanjang sejarah Indonesia. Kajian INFID juga menunjukkan, terjadi percepatan ketimpangan selama dekade terakhir. Hampir semua wilayah seperti desa dengan kota, Jawa dengan luar Jawa, nasional maupun propinsi mengalami percepatan ketimpangan. Berbagai kebijakan di tingkat nasional yang mendorong melebarnya ketimpangan telah diidentifikasi masyarakat sipil seperti kebijakan perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit yang memberikan dukungan yang minim bagi petani skala kecil dibandingkan petani skala besar atau bahkan korporasi telah mendorong ketimpangan semakin lebar. Demikian halnya dengan kebijakan perbankan yang menerapkan penjaminan bagi pemberian kredit, sementara pemerintah tidak memberikan dukungan yang cukup bagi pelaku usaha kecil mengakibatkan sektor mikro kesulitan mendapatkan akses kredit. Menurut catatan OXFAM (2014), dalam tiga dekade terakhir ketimpangan global juga kian lebar. Jumlah kekayaan 1% penduduk dunia paling kaya sebesar USD 110 triliun atau 65 kali total kekayaan setengah dari jumlah penduduk dunia. Sementara setengah dari jumlah penduduk dunia memiliki kekayaan sama dengan 85 orang paling kaya di dunia. 2. Investasi dan Penyediaan Lapangan Kerja G20 menetapkan investasi swasta terutama untuk pembangunan infrastruktur sebagai salah satu penggerak pertumbuhan. Investasi swasta diharapkan dapat mendorong penciptaan lapangan kerja melalui kerjasama pemerintah dengan swasta (Public Private Partnership). Indonesia yang saat ini menjadi Ketua Kelompok Kerja untuk Investasi dan Infrastruktur di G20, telah menjadi pengagas utama mengenai pentingnya infrastruktur menjadi agenda G20. NO. 01 OKTOBER 2014 NEWSLETTER INFID 15

16 ANALISIS UTAMA Tabel 3: Perbandingan perkembangan investasi dengan penyerapan tenaga kerja Sumber: Erani Yustika, diolah dari BI 2014 Indonesia berharap dengan masuknya agenda infrastruktur dapat menjawab problem pembangunan infrastruktur di dalam negeri. Sementara itu, data di bawah ini menunjukkan investasi belum maksimal dalam menyerap angkatan kerja. Hal ini bisa dilihat dari tabel di bawah ini di mana perkembangan investasi terhadap PDB Indonesia yang berkisar 30% dalam tiga tahun terakhir belum menjamin meningkatnya lapangan kerja. Penyerapan lapangan kerja hanya sebesar 1,14 juta orang ditahun 2012, terus menurun dari tahun sebelumnya dan berbanding terbalik dengan investasi yang kian meningkat. Khusus untuk investasi asing langsung (foreign direct investment), selain kontribusinya terhadap penyediaan lapangan kerja yang tidak sesuai harapan, investasi asing malah memberi keuntungan yang tinggi bagi investor. Data yang diambil dari Eurodad, sebuah lembaga masyarakat sipil di Eropa yang membidani isu pembiayaan untuk pembangunan, mencatat investasi asing langsung di negara-negara berkembang yang keluar dalam bentuk selisih keuntungan lebih besar dibanding investasi yang masuk. 3. Mobilisasi Sumber Daya Domestik Pembiayaan pembangunan merupakan salah satu tantangan yang perlu mendapat perhatian baik G20 maupun pemerintah. Krisis yang melanda Uni Eropa mendorong pengetatan fiskal, meskipun langkah sebaliknya dilakukan AS dan Jepang dengan melakukan pelonggaran moneter. Namun bagi emerging countries termasuk Indonesia, pembiayaan pembangunan terutama untuk program-program sosial dan belanja infrastruktur merupakan salah satu persoalan yang perlu dipecahkan. Salah satu usulan G20 dalam meningkatkan kapasitas fiskal anggota G20 adalah melalui kerjasama mendukung realisasi agenda aksi Base Erosian and Profit Shifting (BEPS) yang dirintis. Ini merupakan agenda aksi berupa kerjasama multilateral yang lebih luas untuk menangkal upaya-upaya penghindaran pajak melalui pengalihan keuntungan yang masif. Pencegahan hanya bisa dilakukan melalui kerjasama perpajakan yang konkret, mengikat, dan terukur. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dan tujuan investasi utama juga mengalami persoalan dengan penerimaan pajak. Jika diukur dengan tax ratio atau perbandingan penerimaan pajak terhadap PDB, tax ratio Indonesia adalah 13,3%. Angka ini jauh di bawah rata-rata tax ratio lower middle-income countries yang mencapai 17.7%. Artinya, secara teoretik defisit penerimaan pajak Indonesia adalah 4.4% dari PDB atau sekitar Rp 375 trilyun. Rendahnya tax ratio Indonesia dipengaruhi beberapa hal, antara lain (i) masih rendahnya kapasitas otoritas pajak memungut pajak, (ii) tingginya pengaruh sektor informal economy yang belum terintegrasi dalam sistem perpajakan nasional, 16 NEWSLETTER INFID NO. 01 OKTOBER 2014

17 PERBANDINGAN TAX RATIO INDONESIA DENGAN NEGARA-NEGARA LAIN GRAFIK STRUKTUR PENERIMAAN PAJAK (iii) tingginya tax avoidance (penghindaran pajak). Struktur penerimaan pajak Indonesia juga masih memprihatinkan. Sebagaimana tampak dalam tabel, penerimaan pajak masih didominasi oleh penerimaan PPh dan PPN. PPh Badan masih mendominasi dan jauh di atas penerimaan PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi. Ini menunjukkan belum terpenuhinya keadilan pajak yang didasarkan pada prinsip kemampuan membayar (ability to pay). Indonesia masih bergantung pada pajak tidak langsung (PPN) dan belum optimalnya kontribusi wajib pajak badan dan orang pribadi dalam membayar pajak. Struktur penerimaan pajak yang adil seharusnya terdiri dari penerimaan PPh Orang Pribadi yang paling besar, lalu PPN, dan PPh Badan. Indikasi ini dapat dilihat pada tax ratio sektoral di bawah, yang menunjukkan tax ratio sektor perkebunan/kehutanan adalah yang terendah, lalu konstruksi dan pertambangan. Tidak dimungkiri, tiga sektor ini merupakan sektor yang kompleks dan umumnya melibatkan struktur bisnis lintas-batas (multinasional). Dengan demikian mobilisasi sumber pendanaan domestik yang bertumpu pada penerimaan pajak membutuhkan dukungan yang besar dan konkret dari berbagai pihak. Selain peningkatan kapasitas otoritas pemungut pajak, kerjasama internasional yang lebih konkret dan efektif dibutuhkan untuk menang- NO. 01 OKTOBER 2014 NEWSLETTER INFID 17

18 ANALISIS UTAMA kal praktik penghindaran pajak lintas-batas melalui skema transfer pricing, hybrid mismatch arrangement, dan digital economy. Forum G20 adalah forum yang tepat dan strategis untuk mendorong realisasi kerjasama perpajakan internasional yang lebih baik. 4. Usulan Masyarakat Sipil Tiga tantangan tersebut diharapkan menjadi prioritas G20. Sebab bagi masyarakat sipil, pertumbuhan yang kuat tidak akan berarti apa-apa jika menyisahkan masalah ketimpangan, pengangguran, dan juga keterbatasan pendanaan. Pertumbuhan yang kuat membutuhkan syarat yaitu menjawab tiga tantangan tersebut. Oleh karena itu, menurut masyarakat sipil tiga tantangan tersebut harus dijawab dengan kebijakan sebagai berikut: 1. Mendorong pembangunan yang inklusif melalui: Memberi prioritas kebijakan ekonomi bagi pelaku usaha kecil terutama perempuan dan anak muda yang bergerak di sektor informal (UMKM) dan juga petani skala kecil agar berdaya secara ekonomi. Meningkatkan peran sektor keuangan pada penguatan ekonomi riil. Meningkatkan investasi pada pembangunan sosial dengan meningkatkan belanja untuk pendidikan dan kesehatan. Meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan ekonomi. 2. Investasi yang menyerap angkatan kerja Memastikan investasi memberi nilai tambah bagi penguatan industri di dalam negeri dan penciptaan lapangan kerja yang layak. Investasi tidak hanya didasarkan pada value for money tapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Memberi prioritas pembangunan infrastruktur dasar seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sanitasi. 3. Mendorong peningkatan kerjasama perpajakan Pertukaran informasi (exchange of information) tanpa syarat. Pembentukan forum perpajakan multinasional dan re gional. Revisi terhadap Panduan Trans fer Pricing dan Tax Treaty Model. Table 9. Tax Ratio Sektoral Tahun Klasifikasi Lapangan Usaha Pertanian, Perkebunan, Kehutanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan Jasa-jasa Sumber: Ditjen Pajak dan BKF Kemenkeu (diolah) 18 NEWSLETTER INFID NO. 01 OKTOBER 2014

19 BACKGROUND PAPER PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN Bakground Paper adalah informasi awal untuk memberikan gambaran mengenai posisi diskursus pembiayaan pembangunan saat ini. Dalam agenda pembangunan paska-2015 dan rencana konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai pembiayaan pembangunan yang akan digelar di tahun 2015 atau 2016, terdapat dua area hal yang diulas dalam paper ini yaitu sumber-sumber pembiayaan di luar Official Development Assitance (ODA) dan peran lembaga keuangan yang berkaitan dengan sumber-sumber pembiayaan tersebut. Terjadi perdebatan mengenai bagaimana agenda pembangunan setelah berakhirnya Millenium Development Goals (MDGs) telah dimulai sejak tahun 2012 saat PBB mengadakan Konferensi Pembangunan yang Berkelanjutan di Brazil atau dikenal dengan Rio+20 Summit. Sejak saat itu, berbagai forum diselenggarakan dengan melibatkan beragam multi-stakeholder global dengan tujuan untuk mendapatkan masukan mengenai agenda pembangunan ke depan. Pada saat yang sama, terjadi pergeseran peta politik dan ekonomi global akibat krisis berkepanjangan yang dialami negara-negara maju dan juga tumbuhnya negaranegara emerging seperti China, India, Rusia, Brazil dan juga Indonesia. Pergeseran ini juga membawa perubahan terhadap komitmen negara-negara maju untuk memberikan bantuan berupa pinjaman luar negeri ke negara-negara miskin dan berkembang. ODA yang selama ini diandalkan sebagai sumber pembiayaan pembangunan terutama untuk tercapaianya MDGs kian berkurang dan tidak signifikan dibanding sumber-sumber pembiayaan lainnya. ODA dan Perjalanan panjang pembiayaan pembangunan MDGs menetapkan pembiayaan untuk pembangunan menjadi agenda bersama yang tertuang dalam tujuan kedelapan yaitu kerjasama global. Di dalam goal delapan tersebut, terdapat empat indikator kerjasama global yaitu bantuan dari negara-negara maju ke negara-negara miskin dan berkembang dalam bentuk ODA atau pinjaman luar negeri, perdagangan terutama terkait dengan akses pasar, keberlanjutan pinjaman luar negeri, dan kerjasama farmasi untuk pemenuhan obat dasar bagi negara miskin dan berkembang. Dua tahun setelah MDGs disepakati menjadi komitmen global (2002), diadakan konferensi yang berlangsung di Monterrey, Meksiko, dengan agenda membahas pembiayaan untuk pembangunan. Tujuan utama dari konferensi tersebut yaitu untuk mobilisasi pendanaan untuk mencapai target MDGs. Konferensi tersebut kemudian menghasilkan konsensus di antara negara-negara maju berupa komitmen bantuan dalam bentuk ODA kepada negara-negara miskin sebesar 0,7% dari produk domestik bruto. Komitmen ini kemudian dikenal dengan Monterrey Concencus. Tiga tahun berikutnya (2005), OECD (Organization of Economic Cooperation and Development) mengadakan pertemuan di Paris yang bertujuan untuk melakukan harmonisasi di antara negara-negara maju dalam rangka meningkatkan efektivitas bantuan. Pertemuan Paris menghasilkan lima poin kerjasama terdiri atas ownership (kepemilikan), alignment (keterpaduan), harmonisation (harmonisasi), result-based oriented (berdasarkan pada hasil), dan mutual accountability (akuntabilitas timbal balik). Lima pilar ini kemudian dikenal dengan Deklarasi Paris yang hingga saat ini digunakan sebagai acuan dalam kerjasama bantuan berupa pinjaman luar negeri. Beragam pertemuan yang diadakan tersebut untuk memastikan efektivitas bantuan agar dapat NO. 01 OKTOBER 2014 NEWSLETTER INFID 19

20 ANALISIS UTAMA Tabel 1. Gap komitmen ODA dan implementasinya gunan paska-2015 menekankan dua sumber pembiayaan yaitu pertama, ODA dengan komitmen yang sama 0,7% dari GDP dan 0,15% sampai 0,20% dari total GDP negara-negara maju untuk LDCs, dan kedua, mengurangi pelarian modal dan pajak termasuk mengembalikan aset yang dicuri. Dua sumber tersebut menggambarkan sumber pembiayaan diharapkan selain dari bantuan luar negeri, juga didapat dari mobilisasi sumber daya domestik. Dokumen HLPEP menggambarkan pergeseran kekuatan ekonomi global akibat krisis yang terjadi di Uni Eropa dan Amerika Serikat. Krisis yang mulai terjadi di tahun 2008 dan hingga kini masih belum pulih menyebabkan negaranegara maju mengurangi ODA dan mendorong pencarian sumber-sumber pembiayaan baru. Dua sumber pembiayaan baru yang diharapkan yaitu partisipasi sektor swasta dan sumber pembiayaan dari negaranegara emerging. Terdapat beberapa usulan yang mengemuka di berbagai forum internasional seperti G20, APEC, dan PBB mengenai pembiayaan pembangunan, mulai dari kerjasama perpajakan, meningkatkan investasi khususnya FDI (Foreign Direct Investment), transparansi industri ekstraktif, hingga meningkatkan public private partnership (PPP). Sumber: OECD mendukung tujuan pembangunan millenium. Namun berdasarkan laporan PBB di tahun 2012 (tiga tahun sebelum berakhirnya MDGs), hanya lima negara yang menjalankan komitmennya yaitu Swedia, Norwegia, Luxemburg, Denmark, dan Belanda. Sementara sebagian besar tidak mencapai target yang diharapkan. Secara total, ODA ditahun 2011 sebesar 0,31% dari GDP, jauh di bawah konsensus Monterrey. Meskipun ODA dianggap tidak mampu memenuhi harapan global terkait dengan pembiayaan pembangunan, namun bagi negara-negara miskin (least developed countries/ldcs) menganggap ODA masih diperlukan guna mendukung pembangunan di negara mereka. Potensi Sumber Pembiayaan untuk Pembangunan High level Panel of Eminent Person on Post-2015 Development Agenda (HLPEP) yang dibentuk Sekjend PBB, Ban Ki Moon, dengan mandat menyusun agenda pemban- Pembiayaan Pembangunan Sektor Swasta Hal lainnya yang menarik diamati akibat krisis ekonomi di AS dan Uni Eropa tahun 2008 adalah meningkatnya peran swasta dalam pembiayaan pembangunan baik sebagai sumber pembiayaan terutama PPP juga sebagai penerima ODA. Konferensi mengenai efektivitas bantuan yang berlangsung di Busan tahun 2012 menetapkan swasta sebagai aktor pembangunan. Hal ini berimplikasi terhadap sektor swasta dimana swasta memiliki hak untuk menerima ODA di luar pemerintah dan masyarakat sipil. Sebagai sumber pembiayaan, Bank Dunia dalam dokumen Financing for Development Post-2015 (2013) mengidentifikasi beberapa sumber pembiayaan dari sektor swasta meliputi FDI, pinjaman dari perbankan (bank loans), surat utang berharga (bond issues), institutional investor, dan remitansi (private transfer). Secara keseluruhan tabel di bawah ini menggambarkan besarnya dana yang mengalir ke negara-negara berkembang dimana paling besar dana dari FDI sebesar 60%. 20 NEWSLETTER INFID NO. 01 OKTOBER 2014

21 Tabel 2. Aliran dana ke negara-negara berkembang, 2012 (Dalam USD miliar, dan % dari total) FDI INFLOWS % BONDS 143.3, 14% SHORT-TERM DEBT FLOWS 126.7, 13% BANKS 71.5, 7% PORTFOLIO EQUITY INFLOWS 44.4, 4% OTHER PRIVATE 7.1, 1% ODA & OOF 14.1, 1% Sumber: Bank Dunia, 2013 Tabel di atas juga menggambarkan besarnya potensi pendanaan dari sektor swasta dibandingkan ODA yang hanya 14% dari total pendanaan yang ada. Peran Lembaga Keuangan Internasional Mulai tahun 2000-an, bantuan Bank Dunia ditujukan pada perubahan kebijakan pembangunan yang tertuang dalam pinjaman Development Policy Loan (DPL). DPL inilah yang mengarahkan kebijakan di Indonesia termasuk juga dalam hal pembiayaan pembangunan seperti pajak, PPP, inklusi keuangan, juga remitansi. Selain kebijakan, DPL juga mendorong pembentukan kelembagaan seperti pembentukan Indonesia Infrastructure Fund dan lain sebagainya. Ditingkat regional, Asia Development Bank (ADB) lebih mendorong regional integrity khususnya di kawasan Asia termasuk ASEAN melalui paket-paket pinjamannya. ADB juga melalui DPL, sama dengan Bank Dunia, mendorong perubahan kebijakan dan juga pembentukan kelembagaan terkait dengan area-area pembiyaan pembangunan seperti PPP. Jadi dapat dikatakan, lembaga keuangan internasional khususnya Bank Dunia dan ADB masih memiliki peranan besar terkait dengan pembiayaan pembangunan. NO. 01 OKTOBER 2014 NEWSLETTER INFID 21

KERTAS POSISI MASYARAKAT SIPIL INDONESIA 1

KERTAS POSISI MASYARAKAT SIPIL INDONESIA 1 KERTAS POSISI MASYARAKAT SIPIL INDONESIA 1 G20 dan Menjawab Masalah Ketimpangan, Pengangguran dan Pendanaan: Rangkuman dari Berbagai Usulan Masyarakat Sipil Indonesia Tahun 2014 merupakan tahun ke-6 pertemuan

Lebih terperinci

Nota Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan (PK): Tren, Permasalahan, dan Rekomendasi

Nota Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan (PK): Tren, Permasalahan, dan Rekomendasi Nota Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan (PK): Tren, Permasalahan, dan Rekomendasi oleh Sugeng Bahagijo Direktur Eksekutif INFID Perkembangan dan Data Kemiskinan Indonesia tergolong negara kelas menengah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN [Sugeng Bahagijo] Perkembangan dan Data Kemiskinan Jumlah penduduk atau warga miskin makin menurun tiap tahun, setidaknya dari data pemerintah. Tahun 2014, jumlah penduduk

Lebih terperinci

Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN

Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN Pendahuluan Bakground Paper ini disusun sebagai informasi awal untuk memberikan gambaran mengenai posisi diskursus pembiayaan pembangunan saat ini. Diharapkan

Lebih terperinci

KERTAS POSISI MASYARAKAT SIPIL INDONESIA

KERTAS POSISI MASYARAKAT SIPIL INDONESIA KERTAS POSISI MASYARAKAT SIPIL INDONESIA G20 dan Menjawab Masalah Ketimpangan, Pengangguran dan Pendanaan: Rangkuman dari Berbagai Usulan Masyarakat Sipil Indonesia Disusun oleh: Khoirun Ni mah (INFID),

Lebih terperinci

Nota Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan (PK): Tren, Permasalahan, dan Rekomendasi

Nota Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan (PK): Tren, Permasalahan, dan Rekomendasi NEWSLETTER infid@infid.org @infidjkt Infid Jakarta no. 01 oktober 2014 www.infid.org infid Nota Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan (PK): Tren, Permasalahan, dan Rekomendasi Oleh: Sugeng Bahagijo Direktur

Lebih terperinci

Diskusi Post event Feedback G20 Summit. INFID, 3 Oktober 2013

Diskusi Post event Feedback G20 Summit. INFID, 3 Oktober 2013 Diskusi Post event Feedback G20 Summit INFID, 3 Oktober 2013 Framework G20 Usulan Masyarakat Sipil: Hasil G20 Summit Inklusif sebagai pilar keempat dari Strong, Framework G20 tetap yaitu Strong, Sustainable

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Oleh Sugeng Bahagijo. International NGO Forum on Indonesian Development-INFID

Oleh Sugeng Bahagijo. International NGO Forum on Indonesian Development-INFID MDGs dan Post MDGs: PELUANG UNTUK PEMBANGUNAN YANG LEBIH BERMARTABAT BERKELANJUTAN DAN ADIL PASKA 2015 Presentasi untuk forum Konsultasi Agenda Pembangunan Post 2015 oleh Diselenggarakan oleh Komite Nasional

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

EVALUASI PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2013

EVALUASI PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2013 EVALUASI PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2013 DISKUSI PUBLIK Jakarta, 19 Desember 2013 WIKO SAPUTRA Peneliti Kebijakan Ekonomi dan Publik PERKUMPULAN PRAKARSA PENDAHULUAN Penerimaan pajak berkontribusi sebesar

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

MENINGKATKAN EFEKTIFITAS STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN

MENINGKATKAN EFEKTIFITAS STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN MENINGKATKAN EFEKTIFITAS STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN Hendri Saparini, Ph.D saparini@coreindonesia.org Diskusi Biro Analisa Anggaran - Setjen DPR RI Jakarta, 10 Juli 2014 Pengentasan

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan

Lebih terperinci

Laporan Perekonomian Indonesia

Laporan Perekonomian Indonesia 1 Key Messages Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi spillover dan gejolak pasar keuangan global. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan relatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Prospek pertumbuhan global masih tetap lemah dan pasar keuangan tetap bergejolak Akan tetapi, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga

Lebih terperinci

Meninjau Kerjasama Pembangunan bagi Pembiayaan Kesejahteraan

Meninjau Kerjasama Pembangunan bagi Pembiayaan Kesejahteraan Meninjau Kerjasama Pembangunan bagi Pembiayaan Kesejahteraan Mickael B. Hoelman choki.nainggolan@gmail.com Twitter: @ChokiHoelman Naskah disampaikan pada Konferensi PRAKARSA 2014 Akselerasi Transformasi

Lebih terperinci

INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Prof. Dr. Sri Adiningsih Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia Pontianak, 26 Oktober 2016 RAKERNAS PERBARINDO

Lebih terperinci

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan, CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP 2013 A. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen).

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah terwujudnya masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN 2012 I. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012 Lembaga 2011 2012 World Bank 6,4 6,7 IMF 6,2 6,5 Asian Development

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015

Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebagai Instrument Fiskal Stimulus Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015 Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP II, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara I. Pendahuluan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal

Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI PENDIDIKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL RINGKASAN EKSEKUTIF Pengkajian Pendanaan Pendidikan Secara Masal Studi Dampak Krisis Keuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

Disampaikan: Edy Putra Irawady Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan

Disampaikan: Edy Putra Irawady Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Disampaikan: Edy Putra Irawady Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan 1 PENGAMANAN UMUM Penempatan likuiditas dana di Bank2 BUMN Menerbitkan 2 Perpu (Penjaminan, kolateral Pinjaman)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

KINERJA PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA TIGA PEMERINTAHAN

KINERJA PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA TIGA PEMERINTAHAN Kajian INDEF KINERJA PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA TIGA PEMERINTAHAN Oleh Dradjad H. Wibowo (Ekonom Senior INDEF, Wanhor PAN) Andry Satrio Nugroho (Peneliti INDEF) Nailul Huda (Peneliti INDEF) Izzudin Al Farras

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia =============================================================================== Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia !" #$ %$#&%!!!# &%!! Tujuan nasional yang dinyatakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA Abstrak Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Pengalokasian anggaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

REFORMULASI KEBIJAKAN ANGGARAN SEBAGAI UPAYA MENGATASI KESENJANGAN EKONOMI. Oleh: Ahmad Heri Firdaus

REFORMULASI KEBIJAKAN ANGGARAN SEBAGAI UPAYA MENGATASI KESENJANGAN EKONOMI. Oleh: Ahmad Heri Firdaus REFORMULASI KEBIJAKAN ANGGARAN SEBAGAI UPAYA MENGATASI KESENJANGAN EKONOMI Oleh: Ahmad Heri Firdaus Abstrak Di tengah melambatnya kinerja perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga Triwulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sharp et al. (1996) mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai negara maju dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

Statement INFID Menyambut UN High Level Event on MDGs, 25 September 2008

Statement INFID Menyambut UN High Level Event on MDGs, 25 September 2008 ( NGO in Special Consultative Status with the Economic and Social Council of the United Nations, Ref. No : D1035 ) Jl. Mampang Prapatan XI No. 23, Jakarta 12790- Indonesia * Phone (62-21) 79196721, 79196722,

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

UMKM & Prospek Ekonomi 2006 UMKM & Prospek Ekonomi 2006 Oleh : B.S. Kusmuljono Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (Komnas PKMI) Komisaris BRI Disampaikan pada : Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan Artikel Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan Enam puluh tujuh tahun Indonesia telah merdeka. Usia untuk sebuah bangsa yang semakin matang tersebut, tidak seharusnya menyurutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan/ Ketua Tim Pelaksana Pengendali PNPM Mandiri Jakarta, 3 November 2008

Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan/ Ketua Tim Pelaksana Pengendali PNPM Mandiri Jakarta, 3 November 2008 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT PERLUASAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM MANDIRI) UNTUK MENGANTISIPASI DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL Paparan: Deputi Bidang Koordinasi

Lebih terperinci

Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015

Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015 Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference The Future of Asia s Finance: Financing for Development Jakarta, 2 September 2015 Yang terhormat Managing Director

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.

Lebih terperinci

Membedah Kinerja Setahun Pemerintahan Jokowi

Membedah Kinerja Setahun Pemerintahan Jokowi SEMINAR EKONOMI INDONESIA MENUJU KRISIS? Membedah Kinerja Setahun Pemerintahan Jokowi ENNY SRI HARTATI Auditorium Kampus Kwik Kian Gie School of Business 21 Oktober 2015 INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF ECONOMICS

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013 EVALUASI RENDAHNYA REALISASI PENDAPATAN NEGARA TAHUN 2013 Abstrak Penerimaan Negara merupakan pemasukan yang diperoleh Negara dan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah. Penerimaan pajak memberikan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci