Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan"

Transkripsi

1 Indonesian Smallholder Working Group (INA-SWG) Dok: 01/INA-SWG/2009 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Petani Kemitraan Republik Indonesia Dokumen akhir

2 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Kata Pengantar A. INA-SWG Indonesian Smallholder Working Group, disingkat INA-SWG (sebelumnya bernama Indonesian Smallholder Task Force, INA-STF), dibentuk pada 18 Januari 2007, beranggotakan para pemangku kepentingan yang terlibat dan/ atau memiliki keterkaitan dengan petani kelapa sawit,termasuk sejumlah petani kemitraan maupun petani swadaya. INA-SWG dibentuk dengan tujuan untuk menyusun dan menguji coba Interpretasi Nasional RSPO Principles & Criteria (P&C) untuk petani kelapa sawit Indonesia, yang tanpa dokumen tersebut tidak mungkin dilakukan sertifikasi petani sebagai produsen sustainable palm oil. Pada Desember 2007, INA-SWG telah selesai menyusun dokumen final Interpretasi Nasional RSPO P&C untuk petani kemitraan di Indonesia. Dokumen disusun berdasarkan P&C RSPO generik dengan memperhatikan karakteristik petani kemitraan dan dampak sosial yang mungkin terjadi sewaktu digunakan. B. Proses harmonisasi dengan 4th draft Generic Guidance on Scheme Smallholders (disusun oleh Task Force on Smallholder) INA-SWG telah mengirimkan dokumen final Interpretasi Nasional RSPO P&C untuk petani kelapa sawit Indonesia (INA-NI untuk petani) kepada sekretariat RSPO pada Desember 2007, namun persetujuannya menunggu finalisasi Generik untuk Petani Kelapa Sawit (Generic Guidance on Smallholder), yang disusun kemudian. Untuk mempercepat persetujuannya dan memungkinkan upaya-upaya persiapan petani menuju sertifikasi RSPO, pada April 2009 diselenggarakan pertemuan Steering Group Task Force on Smallholder (SG-TFS), yang beranggotakan perwakilan dari INA-SWG dan pokja petani dari Malaysia dan PNG, untuk membahas harmonisasi dokumen NI dan Generik untuk Petani. ProForest ditunjuk oleh Executive Board RSPO untuk mereview masing-masing NI dari Indonesia, Malaysia dan PNG terhadap Draft 3 Generik untuk Petani Kelapa Sawit dan hasil review itulah yang kemudian dibahas di dalam pertemuan tersebut untuk menghasilkan harmoni di antara dokumen. Pertemuan April 2009 juga merevisi Draft 3 menjadi Draft 4 Generik, dimana berbeda dengan Draft 3, Draft 4 hanya mengatur panduan untuk petani kemitraan. Sedangkan panduan untuk petani swadaya akan diterbitkan terpisah. C. Proses konsultasi publik ke-1 tanggal 25 Mei s/d tanggal 24 Juni 2009 Berangkat dari hasil pertemuan SG-TFS, kemudian INA-SWG mengadakan pertemuan pada tanggal 13 Mei 2009 untuk mendiskusikan hasil review ProForest serta mempertimbangkan perubahan pada Draft 4 Generik untuk Petani Kemitraan, dalam rangka mengharmonisasikan INA-NI dengan Generik. Dari pertemuan tersebut dihasilkan Dokumen Final INA-NI untuk Petani Kemitraan Kelapa Halaman 2 dari 36

3 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Sawit Indonesia (terharmonisasi dengan Draft 4 Generik) yang selanjutnya di-posting di website RSPO untuk komentar publik selama 30 hari, mulai 25 Mei 24 Juni Proses konsultasi publik ke-1 menerima beberapa komentar dari para pemangku kepentingan terhadap Dokumen Final INA-NI untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia (terharmonisasi dengan Draft 4 Generik) yang kemudian dibahas dalam pertemuan INA-SWG tanggal Juni Pertemuan tersebut menghasilkan Dokumen Final INA-NI untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia (terharmonisasi dengan Draft 4 Generik) Hasil Konsultasi Publik ke-1. D. Proses harmonisasi dengan Final RSPO Generic Guidance on Scheme Smallholders (disusun oleh Task Force on Smallholder) dan masukan dari hasil trial audit di PT Hindoli. Sementara itu dokumen Generic Guidance on Scheme Smallholder yang disusun oleh Task Force on Smallholder telah memasukan komentar-komentar dari proses konsultasi publik dari tanggal 27 April s/d 26 Juni Hasilnya kemudian di-endorse oleh Dewan Eksekutif RSPO pada tanggal 2 Juli Selain itu trial audit dengan menggunakan Dokumen Final INA-NI untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit hasil Konsultasi Publik ke-1 dilakukan di PT Hindoli dari tanggal Juli 2009 oleh British Standard International. Dari trial audit tersebut, auditor dan auditee memberikan beberapa masukan terhadap dokumen yang diujicobakan tersebut. Oleh karena itu INA-SWG melakukan harmonisasi kembali dengan dokumen Final RSPO Generic Guidance on Scheme Smallholder yang telah di-endorse tersebut dan juga membahas masukan dari hasil trial audit pada rapat yang dilakukan tanggal 27 Juli Hasilnya yaitu Dokumen Final INA-NI untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia (terharmonisasi dengan Final RSPO Generic Guidance on Scheme Smallholder) yang kemudian telah diajukan untuk konsultasi publik ke-2 selama 30 hari dari 19 Agustus s/d 18 September Konsultasi publik ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan konsultasi publik selama 60 hari dalam sistem sertifikasi RSPO setelah konsultasi publik ke-1 yang telah berlangsung selama 30 hari. Masukan dari konsultasi publik ke-2 ini telah dibahas dalam rapat INA-SWG tanggal 7 Oktober 2009 yang menghasilkan dokumen final INA-NI Petani Kemitraan Oktober 2009 ver01. E. Berbeda dengan Generik, INA-NI telah memiliki set indikator tersendiri yang disusun oleh INA-SWG, berdasarkan RSPO P&C Generik dan dengan mempertimbangkan peraturan dan regulasi Indonesia serta karakteristik petani. tersebut juga telah direview oleh ProForest dan hasilnya disajikan dalam laporannya sebelum pertemuan SG-TFS. Adanya indikator memungkinkan dilakukannya trial audit oleh certification body untuk mengetahui gap pengelolaan perkebunan kelapa sawit petani dengan standar yang disyaratkan oleh RSPO. F. Definisi petani kemitraan (scheme smallholder) Petani kemitraan, walaupun beragam, secara umum memiliki karakteristik sebagai petani yang secara struktural terikat oleh kontrak, perjanjian kredit atau perencanaan Halaman 3 dari 36

4 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 ke suatu pabrik kelapa sawit (PKS) tertentu. Petani kemitraan biasanya tidak bebas memilih jenis tanaman yang akan dikembangkan, dibantu dan dibina dalam penanaman dan teknik pengelolaannya, dan seringkali terorganisir, dibina atau dikelola langsung oleh pembina dari pabrik, kebun inti atau kelembagaan petani dimana secara struktur mereka terikat. Contoh petani kemitraan di Indonesia adalah PIR-BUN, PIR-TRANS dan KKPA yang dikelola oleh petani (sedangkan skema KKPA yang 100% dikelola oleh perusahaan inti maupun skema petani berdasarkan peraturan Menteri Pertanian No. 26/2007 disertifikasi menggunakan INA-NI untuk perusahaan besar). G. Definisi pembina kemitraan (scheme manager) Tanggungjawab untuk memastikan bahwa petani mampu memenuhi kriteria RSPO berada di pundak pembina kemitraan (scheme manager). Pembina kemitraan ini dapat berasal dari pemilik pabrik, manajer kebun inti, penyuluh pertanian dari pemerintah, kelembagaan petani, konsultan, bahkan pedagang. Halaman 4 dari 36

5 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Prinsip 1 : Komitmen terhadap transparansi Nasional 1.1.Pihak Pembina kemitraan kelapa sawit memberikan informasi yang memadai kepada stakeholder lainnya mengenai isu lingkungan, sosial dan hukum yang relevan dengan kriteria RSPO dalam bahasa dan bentuk yang sesuai, untuk memungkinkan adanya partisipasi efektif dalam pengambilan keputusan. 1. Permintaan informasi dan pemberian tanggapan kepada stakeholder tercatat dan disimpan dengan masa simpan sesuai peraturan yang berlaku dan kepentingannya. Petani kemitraan dan perusahaan pembina kemitraan memberikan respon konstruktif dan segera atas permintaan informasi dari stakeholder (lihat kriteria 1.2 untuk persyaratan terkait dokumentasi untuk publik). Informasi dan tanggapan dapat mencakup hal-hal berikut ini: Kontrak antara pengelola kemitraan dan petani (kriteria 1.2) Surat tanah/sertifikat hak milik (2.2) Materi/bahan pelatihan mengenai PHT dan penggunaan bahan kimia pertanian yang aman (4.6) Rencana kesehatan dan keselamatan (4.7). Perencanaan dan penilaian dampak berkaitan dengan dampak-dampak sosial dan lingkungan (5.1, 6.1, 7.1, 7.3). Rencana pencegahan pencemaran (5.6). Uraian lengkap pengaduan dan keberatan (6.3). Prosedur/tata-cara perundingan (6.4). Tata-cara untuk penghitungan harga, dan untuk menetapkan Halaman 5 dari 36

6 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Nasional 1.2 Dokumen perusahaan tersedia secara umum, kecuali jika dokumen tersebut dilindungi oleh kerahasiaan komersial atau bilamana pengungkapan informasi tersebut akan berdampak negatif terhadap lingkungan atau sosial. 1. Jenis informasi dan tanggapan yang diberikan mencakup dokumen sesuai peraturan nasional yang berlaku yaitu: Legal: Surat keterangan kepemilikan tanah berupa sertifikat Lingkungan: Dokumen AMDAL yang tersedia di kelembagaan petani Sosial: kelembagaan petani memiliki dokumen aktivitas organisasi dan sosial kualitas TBS (6.10) Rekaman terkini hutang dan pembayaran, potongan dan biaya (6.10) Rencana perbaikan terus-menerus (8.1). Informasi yang diberikan termasuk, namun tidak terbatas pada: keterangan identitas, domisili pemilik, luas areal, jenis tanaman, asal benih, produktivitas, lokasi kebun serta informasi yang berkaitan dengan isu legal, lingkungan dan sosial Dokumen analisa dampak lingkungan berupa AMDAL atau DPPL (jika relevan). Untuk petani kemitraan, dokumen mengenai legal, lingkungan dan sosial sudah terdapat dalam dokumen AMDAL perusahaan mitra (tergantung luasan total perkebunan plasma yang wajib AMDAL) yang dilakukan oleh perusahaan mitra dan dokumen tersebut disimpan di kelembagaan petani. Perusahaan mitra memfasilitasi proses legalisasi kepemilikan lahan (dalam bentuk sertifikat) untuk petani anggota kemitraan. Halaman 6 dari 36

7 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Prinsip 2 : Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku Nasional 2.1. Adanya kepatuhan terhadap semua hukum dan peraturan yang berlaku baik lokal, nasional maupun internasional yang telah diratifikasi. 1. Bukti kepatuhan terhadap peraturan-peraturan penting yang relevan dan terkait dengan perkebunan kelapa sawit. Petani memahami dan mematuhi hukum penting yang relevan dan terkait dengan kegiatan perkebunan kelapa sawit termasuk peraturan yang terkait dengan hubungan kemitraan antara perusahaan dengan mitra petani. Manajer skema secara rutin menyediakan daftar terkini dari hukum dan peraturan yang berlaku Untuk kebun yang sudah dibangun (existing), ada beberapa hal yang dapat dijadikan perkecualian, yaitu jika pelaksanaan peraturan dapat menyebabkan dampak sosial yang besar (konflik), selain itu juga dalam kondisi dimana lahan petani terbatas. Jika pada saat replanting konflik sosial yang besar tersebut masih ada maka perkecualian Hak untuk menguasai dan menggunakan tanah dapat dibuktikan dan tidak dituntut secara sah oleh komunitas lokal dengan hak-hak yang dapat dibuktikan. 1. Petani dapat menunjukkan surat keterangan kepemilikan tanah atau hak penggunaan lahan 1. Rekaman upaya penyelesaian keberatan dengan pihak lain, jika ada Informasi mengenai status tanah yang disampaikan adalah status tanah saat ini atau yang sedang dalam tahap pengurusan. Sekiranya terdapat konflik mengenai status lahan yang akan digunakan, bukti-bukti tindakan yang telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan pihak-pihak yang Halaman 7 dari 36

8 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Nasional terkait tersedia. Untuk setiap konflik atau perselisihan lahan, luasan areal yang diperselisihkan sebaiknya dipetakan dengan cara yang partisipatif. Surat kepemilikan tanah berupa sertifikat (lihat juga kriteria 1.2) 2.3. Penggunaan lahan untuk kelapa sawit tidak mengurangi hak berdasarkan hukum dan hak tradisional pengguna lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari mereka. 1. Jika lahan berdasarkan hak legal dan hak tradisional telah diambil alih, tersedia catatan proses dan atau kesepakatan negosiasi antara pemilik hak tradisional dan petani yang dilengkapi denah lokasi dalam skala yang sesuai, Jika dalam lahan terdapat suatu hak legal atau hak tradisional maka pihak petani harus dapat memperlihatkan bahwa hak-hak ini dipahami, dan tidak terancam atau dikurangi. ini harus dilihat bersama kriteria 6.4, 7.5 dan 7.6. Jika daerah hak tradisional ini tidak jelas, maka penentuannya paling baik dilakukan melalui kegiatan pemetaan bersama yang melibatkan masyarakat yang terkena dampak maupun masyarakat sekitar. ini memungkinkan adanya penjualan dan perjanjian imbalan berdasarkan negosiasi untuk memberikan kompensasi terhadap kehilangan keuntungan dan atau hak yang dilepaskan. Perjanjian yang dinegosiasikan harus dilakukan tanpa paksaan dan dibuat Halaman 8 dari 36

9 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Nasional sebelum investasi baru atau operasi dilakukan dan didasarkan atas kesepakatan yang terbuka atas semua informasi terkait dalam bentuk dan bahasa yang sesuai. Waktu yang memadai harus diberikan bagi pengambilan keputusan secara adat dan dapat dilakukan negosiasi berulang-ulang, jika diminta. Perjanjian yang telah dinegosiasi harus dapat mengikat semua pihak terkait, dan dapat dijadikan alat bukti dalam proses pengadilan. Menetapkan kepastian dalam negosiasi lahan merupakan suatu keuntungan jangka panjang bagi seluruh pihak terkait. Halaman 9 dari 36

10 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Prinsip 3 : Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang 3.1. Terdapat rencana manajemen yang diimplementasikan yang ditujukan untuk mencapai keamanan ekonomi dan keuangan dalam jangka panjang. 1. Tersedia dokumen rencana kerja operasional minimal 3 tahun Rencana kerja operasional selama 3 tahun, minimal meliputi prediksi produksi kebun Kelembagaan petani bersama pembina kemitraan menyusun: : prediksi produksi kebun akses kepada informasi teknologi baru dan informasi pasar/harga faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi Kelembagaan petani terlibat dalam perhitungan kredit, perjanjian kerjasama dengan bank, mekanisme agunan, dll). Petani memperoleh pembinaan dari pembina kemitraan dalam hal pengelolaan kebun untuk mengoptimalkan produktivitas berkelanjutan. Halaman 10 dari 36

11 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Prinsip 4 : Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh pembina kemitraan 4.1. Prosedur operasi didokumentasikan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten. 1. Tersedia manual GAP kegiatan penting (penggunaan bibit unggul, Pengelolaan Hama Terpadu (PHT), pemupukan, sistem panen) 1. Tersedia bukti hasil kegiatan penting tersebut Petani kemitraan melaksanakan GAP sesuai dengan SOP perusahaan mitra atau Pedoman Teknis Pembangunan Kebun Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan Departemen Pertanian Republik Indonesia Praktek-praktek mempertahankan kesuburan tanah, atau bilamana mungkin meningkatkan kesuburan tanah, sampai pada tingkat yang memberikan hasil yang optimal dan berkelanjutan 1. Daftar jenis dan volume pupuk yang disalurkan kepada petani 2. Rekaman produktivitas 3 tahun terakhir 1. Rekaman aplikasi janjang kosong dan/atau pupuk kandang untuk petani kemitraan yang melaksanakannya Petani diharapkan mempunyai dan melaksanakan manual GAP (lihat juga kriteria 4.1). Penggunaan pupuk organik, jika diperlukan, dapat digunakan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Kelembagaan petani dianjurkan untuk menguji kualitas saprodi yang mereka terima sebelum disalurkan kepada petani anggotanya. Dalam hal ini, kelembagaan petani berkonsultasi dengan perusahaan mitra atau pabrik yang membeli TBS mereka mengenai kualitas saprodi. Perusahaan mitra atau pabrik yang membeli TBS petani sebaiknya membantu memfasilitasi petani mitranya untuk mendapatkan saprodi yang berkualitas. Kelembagaan petani dan perusahaan mitra membina anggotanya agar dapat melakukan pencatatan sederhana mengenai kegiatan perkebunannya. Halaman 11 dari 36

12 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Pemanfaatan janjang kosong untuk petani kemitraan sepanjang tersedia di perusahaan mitra Praktek-praktek meminimalisasi dan mengendalikan erosi dan degradasi tanah 1. Bukti pembuatan terassiring dan upaya konservasi lainnya pada daerah curam sebelum atau pada saat replanting 1. Bukti penggunaan tanaman penutup tanah untuk TBM 2. Bukti pembuatan drainase di daerah gambut dan areal rendahan Petani diharapkan mempunyai dan melaksanakan manual sederhana GAP budidaya perkebunan kelapa sawit (lihat juga kriteria 4.1). Petani melakukan upaya untuk mencegah erosi di pingiran sungai di daerah perkebunan mereka apabila luasan lahan yang dimiliki petani sangat terbatas. Jika luasan tanah memungkinkan untuk konservasi riparian, maka harus dilakukan konservasi. Penanaman di lahan gambut sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku 4.4 Praktek-praktek mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah. 1. Bukti pelatihan mengenai konservasi tanah dan air 1. Bukti upaya pencegahan erosi dan menjaga sumber air alamiah 2. Rekaman penggunaan pestisida dan pemupukan Petani diharapkan mempunyai dan melaksanakan manual sederhana GAP budidaya perkebunan kelapa sawit (lihat juga kriteria 4.1) Hama, penyakit, gulma dan spesies introduksi yang berkembang cepat (invasif) dikendalikan secara efektif dengan menerapkan teknik 1. Laporan hasil pengamatan dan pengendalian hama dan penyakit 1. Petani dapat menunjukkan bahwa mereka memiliki pengetahuan yang cukup mengenai PHT dan mampu melaksanakannya. Petani melaksanakan GAP sesuai dengan SOP perusahaan mitra. Halaman 12 dari 36

13 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang memadai Agrokimia digunakan dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan. Tidak ada penggunaan propilaktik (pencegahan) dari pada pestisida, kecuali dalam kondisi khusus sebagaimana dimuat dalam panduan praktk terbaik Apabila agrokimia yang digunakan tergolong sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm atau Konvensi Rotterdam, maka perkebunan secara aktif mencari alternatif dan proses ini dokumentasikan. 1. Bukti penggunaan agrokimia yang terdaftar dan diijinkan oleh Menteri Pertanian dan tidak menggunakan agrokimia yang tergolong sebagai WHO Type 1A atau 1B atau bahan-bahan yang termasuk daftar konvensi Rotterdam dan Stockholm 2. Bukti bahwa aplikator menggunakan pestisida sesuai dengan target hama penyakit dan/atau gulma, dosis, cara dan waktu penggunaannya 3. Bukti penyimpanan pestisida dan pemusnahan bekas wadah pestisida sesuai dengan peraturan yang berlaku 1. Rekaman pengobatan bagi aplikator pestisida, jika terjadi kasus keracunan 2. Bukti pelatihan penggunaan pestisida terbatas 3. Daftar jenis dan volume pestisida yang disalurkan kepada petani 4. Tersedia alat keselamatan kerja yang memadai Petani diharapkan mempunyai dan melaksanakan manual sederhana GAP budidaya perkebunan kelapa sawit (lihat juga kriteria 4.1). Daftar agrokimia yang terdaftar dan diijinkan oleh Menteri Pertanian telah mempertimbangkan larangan menggunakan agrokimia yang tergolong sebagai Type 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar konvensi Rotterdam atau Stockholm Kelembagaan petani memiliki daftar pestisida yang digunakan Kelembagaan petani disarankan berkonsultasi dengan Komisi Pengawas Pestisida Daerah untuk tata cara pemusnahan limbah pestisida Gudang-gudang pestisida di kelembagaan petani dilengkapi dengan tanda-tanda peringatan Wanita hamil dan anak-anak tidak mengaplikasi pestisida Penggunaan paraquat diupayakan secara bertahap dikurangi dan Halaman 13 dari 36

14 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 digantikan dengan pestisida lain Pembina kemitraan menyalurkan pestisida kepada petani anggota kemitraan 4.7. Rencana kesehatan dan keselamatan kerja didokumentasikan, disebarluaskan dan diimplementasikan secara efektif. 1. Tersedia pedoman penanganan kesehatan dan keselamatan kerja petani yang dapat disusun oleh perusahaan mitra, kelembagaan petani atau instansi terkait 2. Bukti telah mendapat pelatihan mengenai praktek kerja yang aman 1. Bukti memahami dan/atau telah melaksanakan tindakan-tindakan darurat, prosedur dan penanganan bila terjadi kecelakaan 2. Rekaman kejadian kecelakaan, jika ada 3. Rekaman pertemuan membahas K3 4. Tersedia peralatan keselamatan kerja Petani di dalam kriteria ini mencakup anggota keluarganya yang bekerja pada perkebunan kelapa sawit mereka. Petani kemitraan seharusnya: Mengetahui praktek pada perkebunan yang mempunyai resiko tinggi dan menyusun cara kerja yang aman Membuat catatan penggunaan pestisida (merek, dosis, cara aplikasi). Melaksanakan aplikasi dengan caracara yang aman terhadap kesehatan pekerja dan lingkungan Perusahaan mitra, koperasi, kelembagaan petani dan petani memantau pelaksanaannya. 4.8 Seluruh staf, karyawan, petani dan kontraktor harus terlatih secara memadai. 1. Program pelatihan bagi setiap kelembagaan petani, yang disesuaikan dengan kebutuhan petani 1. Rekaman pelaksanaan pelatihan Kelembagaan petani pada kriteria ini berupa kelompok tani atau KUD Petani dapat menunjukan bahwa mereka telah mengikuti pelatihan mengenai pekerjaan yang dilakukan dan pemahaman tentang RSPO Halaman 14 dari 36

15 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Pekerja pada perkebunan kecil (perkebunan rakyat) memerlukan pelatihan dan peningkatan keahlian yang cukup yang dapat diperoleh melalui kegiatan penyuluhan dari: pekebun atau pengolah yang membeli TBS mereka, organisasi petani atau melalui kerja sama dengan lembaga dan organisasi lain. Pencatatan dan dokumentasi pelatihan bagi petani tidak diharuskan, tetapi setiap pekerja di perkebunan harus mendapatkan pelatihan yang cukup untuk operasional kerja yang dilakukan Petani kemitraan seharusnya difasilitasi oleh perusahaan mitra dan/atau kelembagaan petani. Halaman 15 dari 36

16 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Prinsip 5 : Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati 5.1 Aspek manajemen Pembina kemitraan, termasuk replanting yang menimbulkan dampak lingkungan diidentifkasi, dan rencana-rencana untuk mengurangi/mencegah dampak negatif dan mendorong dampak positif dibuat, diimplementasikan dan dimonitor untuk memperlihatkan kemajuan yang kontinu. 1. Tersedia dokumen penilaian dampak lingkungan di kelembagaan petani dan disosialisasikan kepada anggota 2. Penyusunan penilaian dampak lingkungan melibatkan partisipasi petani 1. Tersedia rekaman pelaksanaan dan pelaporan pengelolaan dampak lingkungan di kelembagaan petani Petani diharapkan mengetahui dampak negatif dari kegiatan mereka dan mengetahui cara meminimalkannya dan melaksanakannya (terutama: pembersihan lahan, pemupukan, aplikasi pestisida, erosi pinggiran sungai) Untuk petani kemitraan, dokumen penilaian dan pengelolaan dampak lingkungan yang terdokumentasi berupa AMDAL dilakukan oleh perusahaan mitra. Karena petani kemitraan, maka lahannya umumnya merupakan hamparan yang menyatu dengan perkebunan inti sehingga AMDAL petani merupakan bagian dari AMDAL perusahaan inti 5.2. Status spesiesspesies langka, terancam, atau hampir punah dan habitat dengan nilai konservasi tinggi, jika ada di dalam perkebunan atau yang dapat terpengaruh oleh manajemen kebun dan pabrik harus diidentifikasi dan konservasinya diperhatikan dalam rencana dan operasi manajamen dan atau kelembagaan petani. 1. Petani mampu menyebutkan nama jenis hewan dan tumbuhan yang dilindungi daerah setempat. 1. Jika terdapat spesies yang dilindungi dalam perkebunan, maka perlu ada petugas dalam kelembagaan petani untuk membina anggotanya dalam mengelola spesies yang dilindungi tersebut, termasuk mitigasi konfliknya 2. Terdapat bukti hasil identifikasi habitat bernilai Informasi tentang spesies yang dilindungi dan habitat berkonservasi tinggi dapat diperoleh dari organisasi petani dan instansi pemerintah terkait seperti Dinas Perkebunan/Penyuluh, BKSDA dan LSM yang berkompeten Pembina kemitraan membantu menyusun daftar spesies flora dan fauna langka (nama lokal dan nama latinnya) Halaman 16 dari 36

17 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 konservasi tinggi yang disimpan di kelembagaan petani (lihat juga kriteria 5.1) Penyusunan informasi tentang identifikasi spesies yang dilindungi dan habitat bernilai konservasi tinggi telah dilaksanakan oleh perusahaan mitra sesuai dengan dokumen AMDAL Limbah dikurangi, didaur ulang, dipakai kembali, dan dibuang dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara lingkungan dan sosial 1. Tersedia rencana pengelolaan limbah agrokimia 2. Petani dapat menerangkan cara pembuangan limbah agrokimia dan wadahnya sesuai dengan acuan yang ada dikemasan dan dapat menunjukkan bukti telah melaksanakannya. 1. Rekaman pengaduan masyarakat berkenaan dengan pembuangan limbah dan cara penyelesaiannya (jika ada). Pengelolaan dan rencana pembuangan limbah agrokimia harus meliputi langkah-langkah: Pembuangan limbah agrokimia berbahaya dan wadahnya yang tepat. Kelebihan wadah agrokimia harus dibuang atau dibersihkan dengan cara yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial. (misalnya mengembalikan ke penjual atau melakukan pencucian tiga tahap), Air bekas pencucian tidak dibuang ke sumber air. Petunjuk pembuangan sebagaimana tertera pada label wadah harus dijadikan acuan 5.4. Efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi terbarukan dimaksimalkan. 1. Pembina kemitraan membuat pedoman untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi di perkebunan petani mereka Efisiensi penggunaan energi di perkebunan petani meliputi misalnya penggunaan ternak dalam pengangkutan TBS dan penggunaan kotoran ternak untuk pupuk dan/atau biogas (apabila memungkinkan) Halaman 17 dari 36

18 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Tidak berlaku bagi petani kemitraan yang hanya menggunakan tenaga manusia untuk memelihara dan memanen tanaman 5.5 Penggunaan api untuk pemusnahan limbah dan untuk penyiapan lahan, guna penanaman kembali dihindari kecuali dalam kondisi spesifik, sebagaimana tercantum dalam kebijakan tanpabakar ASEAN atau panduan lokal serupa. 1. Pada saat replanting, petani dapat membuktikan tidak menggunakan api dalam penyiapan lahannya dan pemusnahan limbah, kecuali untuk membasmi hama penyakit dan harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari dinas teknis terkait 2. Petani mengetahui prosedur Tanggap Darurat untuk kebakaran lahan 1. Kelembagaan petani memiliki sarana dan prasarana sederhana penanggulangan kebakaran lahan. 2. Petani mendapatkan penyuluhan tentang penyiapan lahan tanpa bakar Penggunaan api hanya dibolehkan jika penilaian menunjukkan bahwa metode itulah yang paling efektif dan merupakan pilihan yang paling sedikit menimbulkan resiko terjadinya kerusakan lingkungan, dan untuk meminimalkan eksplosi hama dan penyakit, dengan disertai bukti-bukti adanya pengontrolan yang cermat terhadap pembakaran. Pembakaran di lahan gambut harus dihindari 5.6. Rencana-rencana untuk mengurangi pencemaran dan emisi, termasuk gas rumah kaca, disusun, diimplementasikan dan dimonitor. 1. Tersedia hasil identifikasi sumber polusi di perkebunan petani 2. Tersedia rencana pengurangan polusi Pembina kemitraan seharusnya melakukan penilaian atas semua kegiatan kelompok petani yang berpolusi dan mengembangkan rencana untuk mengurangi polusi dan emisi yang dihasilkan dari budidaya kelapa sawit. Halaman 18 dari 36

19 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Prinsip 6 : Tanggung Jawab kepada pekerja, individu-individu dan komunitas dari petani kemitraan 6.1 Aspek manajemen petani kemitraan termasuk replanting yang mempunyai dampak sosial diidentifikasi dengan cara partisipatif dan rencana penanganan dampak negatif dan pengembangan dampak positif disusun, dilaksanakan dan dimonitor untuk menunjukkan perbaikan yang berkelanjutan. 1. Tersedia dokumen penilaian dampak sosial di kelembagaan petani dan disosialisasikan kepada anggota 1. Petani kemitraan memiliki rekaman pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan dampak sosial yang tersedia di kelembagaan petani 2. Tersedia jadwal implementasi pengelolaan dampak sesuai dengan dokumen AMDAL Analisis dampak sosial dan pengelolaan dampak yang terdokumentasi berupa dokumen AMDAL telah disusun oleh perusahaan mitra 6.2. Terdapat metode terbuka dan transparan untuk komunikasi dan konsultasi antara pihak perkebunan dan/atau pabrik, masyarakat lokal, dan kelompok lain yang terkena dampak atau berkepentingan. 1. Kelembagaan petani mempunyai rekaman komunikasi dan konsultasi dengan masyarakat 2. Tersedia rekaman pertemuan berkala antara kelembagaan petani dengan anggotanya 1. Kelembagaan petani memiliki rekaman aspirasi masyarakat dan tanggapan/tindak-lanjutnya 2. Kelembagaan petani memiliki petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan konsultasi dan komunikasi dengan stakeholder. Mekanisme komunikasi dan konsultasi dirancang oleh kelembagaan petani bersama masyarakat lokal dan pihak yang terkena dampak atau pihak berkepentingan lainnya. Mekanisme ini perlu mempertimbangkan penggunaan mekanisme dan bahasa setempat. Pertimbangan perlu diberikan kepada keberadaan forum multi pihak. Komunikasi perlu mempertimbangkan kesenjangan akses terhadap informasi bagi kaum wanita dan pria, pemimpin desa dan buruh harian, kelompok masyarakat lama dan baru, dan berbagai kelompok etnis. Halaman 19 dari 36

20 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Pertimbangan perlu diberikan untuk pelibatan pihak ketiga, seperti kelompok masyarakat, LSM atau pemerintah (atau kombinasi dari ketiga kelompok ini) yang tidak memiliki kepentingan secara langsung, untuk memfasilitasi kemitraan petani dan masyarakat, dan pihak lainnya jika dibutuhkan, dalam komunikasi ini Terdapat sistem yang disepakati dan didokumentasikan bersama untuk mengurus keluhan dan ketidakpuasan yang diimplementasikan dan diterima oleh semua pihak. 1. Kelembagaan petani menyediakan sistem untuk menerima keluhan 1. Kelembagaan petani mempunyai rekaman keluhan/keberatan, penanganan keluhan / keberatan, dan pelaporan 2. Dokumentasi proses dan hasil penyelesaian perselisihan, jika ada Mekanisme penyelesaian perselisihan harus dibuat lewat kesepakatan terbuka dengan pihak yang terkena dampak Setiap perundingan menyangkut kompensasi atas kehilangan hak legal atau hak tradisional dilakukan melalui sistem terdokumentasi yang memungkinkan komunitas adat dan stakeholder lain memberikan pandangan pandangannya melalui institusi perwakilan mereka sendiri. 1. Rekaman proses negosiasi dan/atau hasil kesepakatan kompensasi tersedia, jika ada Pembayaran kompensasi perlu mempertimbangkan gender, penduduk asli dan pendatang. Masyarakat dapat menunjuk wakil mereka sendiri dalam proses negosiasi kompensasi Setiap pembayaran kompensasi atas pemindahan hak dari pihak lain harus dilakukan secara transparan, wajar dan tanpa tekanan sehingga tidak merugikan penduduk atau masyarakat yang memiliki hak atas Halaman 20 dari 36

21 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 lahan. Petani harus menunjukkan surat keterangan atas hak milik atau tradisional. Proses dan hasil dari setiap perjanjian yang disepakati didokumentasikan dan dilaksanakan secara terbuka 6.5 Upah dan persyaratanpersyaratan kerja bagi karyawan dan karyawan dari kontraktor harus selalu memenuhi paling tidak standar minimum industri atau hukum, dan sesuai untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak. 1. Bukti pembayaran upah pekerja 1. Terdapat perjanjian kerja untuk pekerja tetap, jika ada Kelembagaan petani harus memberikan informasi besarnya UMR pada daerah kebun tersebut berada secara periodik Dalam hal tenaga kerja lepas, kondisi kerja dan upah sesuai perjanjian yang ditetapkan secara transparan dan tanpa paksa. Bukti pembayaran upah pekerja bisa didapat dari pengakuan beberapa pekerja 6.6 Perusahaan menghormati hak seluruh karyawan untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja sesuai dengan pilihan mereka dan untuk tawar menawar secara kolektif. Ketika hak kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara kolektif dibatasi oleh hukum, maka perusahaan 1. Bukti tidak terdapat larangan bagi pekerja dan kontraktor untuk menjadi anggota serikat Hak pekerja dan kontraktor untuk berserikat dan melakukan negosiasi secara kolektif dengan pemberi kerja harus dihormati. Halaman 21 dari 36

22 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 memfasilitasi pendamping yang tidak berpihak, gratis dan melakukan tawar menawar bagi seluruh karyawan Anak-anak tidak dipekerjakan dan dieksploitasi. Pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak hanya diperbolehkan pada perkebunan keluarga, di bawah pengawasan orang dewasa dan tidak mengganggu program pendidikan mereka. Anak-anak tidak boleh terpapar oleh kondisi kerja membahayakan Segala bentuk diskriminasi berdasarkan ras, kasta, kebangsaan, agama, cacat, jender, orientasi seksual, keanggotaan serikat, afiliasi politik atau umur dilarang 1. Petani dapat membuktikan penggunaan tenaga kerja anak-anak sesuai peraturan yang berlaku 1. Bukti bahwa para pekerja dan kelompok pekerja, termasuk tenaga kerja pendatang, diperlakukan sama Petani harus mempekerjakan pekerja mengacu pada usia kerja minimum dan anak-anak usia sekolah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Petani atau perkebunan keluarga boleh mempekerjakan anak-anak di bawah pengawasan orang dewasa dan tidak mengganggu pendidikan mereka, sesuai peraturan yang berlaku Proses negosiasi juga harus melibatkan perempuan, penduduk asli dan suku minoritas Kelembagaan petani memilki prosedur penyampaian keluhan yang dapat dilaksanakan sesuai kriteria 6.3. Diskriminasi yang positif dalam penyediaan karyawan dan keuntungan untuk komunitas khusus, dapat diterima sebagai bagian dari perjanjian yang telah dinegosiasikan Kebijakan untuk mencegah pelecehan seksual dan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan untuk 1. Tersedia dokumen atau himbauan kepada para anggotanya untuk tidak melakukan pelecehan seksual Petani menghormati hak reproduksi tenaga kerjanya. Halaman 22 dari 36

23 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 melindungi hak reproduksinya, disusun dan diaplikasikan. dan berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan dan menghargai hak-hak reproduksi perempuan dan diimplementasikan 6.10 Pihak pembina kemitraan kelapa sawit berurusan secara adil dan transparan dengan petani dan bisnis lokal lainnya. 1. Bukti tidak terdapat perulangan keluhan yang sama dari perusahaan mitra dan atau mitra bisnis lokal lainnya, yang tersimpan di kelembagaan petani 2. Rekaman mekanisme penentuan harga dari Tim Penetapan Harga kepada kelembagaan petani dan bukti pembayaran TBS 1. Bukti kontrak kerjasama dengan mitra bisnis, jika ada. 2. Bukti pembayaran kontrak tepat waktu 3. Bukti pembayaran angsuran kredit, jika ada 4. Bukti pemeliharaan jalan dan transportasi, apabila petani membayar iuran terkait 5. Tersedia rencana peremajaan tanaman yang dilakukan dengan jeda waktu yang cukup Kontrak yang dibuat dipahami oleh semua pihak yang terlibat, harus bersifat adil, sah dan transparan. Semua biaya, komisi dan pungutan dijelaskan dan disetujui sebelumnya. Kelembagaan petani sebaiknya terlibat dalam penentuan harga TBS 6.11 Pembina kemitraan berkontribusi terhadap pembangunan lokal yang berkelanjutan bilamana dianggap memadai. 1. Rekaman kontribusi kelembagaan petani dan/atau petani terhadap pembangunan lokal Petani kemitraan pasca konversi berkontribusi terhadap pembangunan lokal melalui kelembagaan petani Kelembagaan petani secara aktif melakukan perundingan dengan perusahaan mitra dalam hal penentuan pemotongan hasil penjualan TBS petani untuk kontribusi pembangunan lokal dan pengelolaannya Halaman 23 dari 36

24 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Kelembagaan petani turut menentukan arah pemanfaatan dan pengelolaan dana kontribusi Halaman 24 dari 36

25 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Prinsip 7 : Pengembangan perkebunan baru secara bertanggung Jawab 7.1 Dilakukan analisis dampak sosial dan lingkungan hidup secara komprehensif dan partisipasif sebelum membangun kebun atau operasi baru memperluas perkebunan yang sudah ada dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan, pengelolaan dan operasi. 1. Tersedia dokumen analisis dampak sosial dan lingkungan sebelum pembangunan perkebunan dilaksanakan. Analisis dampak sosial dan lingkungan dilakukan oleh perusahaan mitra. 2. Bukti analisis dampak dilakukan bersama masyarakat lokal 1. Bukti hasil analisis dampak digunakan dalam penyusunan rencana pembangunan perkebunan Petani kemitraan mengetahui dampak sosial dan lingkungan perkebunan mereka yang merupakan bagian dari AMDAL perusahaan mitra, dan petani aktif melaksanakan RKL/UPL. Dokumen AMDAL disimpan di kelembagaan petani Petani kemitraan berkonsultasi kepada perusahaan mitra dalam pengelolaan dampak perkebunan Sebagaimana diminta dalam prinsip dan kriteria serta pedoman RSPO, bahwa penilaian dampak sosial dan lingkungan memasukan pertimbangan secara partisipatif berikut ini: Rencana pemanfaatan lahan dan alokasi lahan bagi petanipetani kemitraan dan kesepakatan mengenai pembebasan lahan. Identifikasi dan pengurangan dampak lingkungan Rencana pembangunan dan pemeliharaan jalan. Ketentuan hutang dan pembayaran, prosedur penetapan harga TBS, prosedur transportasi dan grading. Halaman 25 dari 36

26 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Nilai konservasi tinggi (lihat kriteria 7.3) yang mungkin terkena dampak negatif. Penilaian potensi dampak pada ekosistem alami dekat dari lahan yang akan dibangun kebun kemitraan, mencakup apakah pembangunan atau perluasan akan meningkatkan tekanan pada eksosistem alami terdekat. Identifikasi jalur-badan air dan penilaian potensi dampak pada tata-air (hidrologi) oleh pembangunan kebun petani mitra yang diusulkan. Upaya penanganan harus direncanakan dan dijalankan untuk memelihara kuantitas dan kualitas sumber air. Survei tanah dan informasi topograpi, mencakup identifikasi tanah marjinal dan rapuh, kawasan yang rentan erosi dan curam yang tidak sesuai untuk penanaman. Analisa terhadap jenis tanah yang digunakan (hutan, hutan terdegradasi, lahan terbuka). Analisa atas kepemilikan dan hak penggunaan lahan. Analisa pola penggunaan lahan yang ada. Penilaian potensi dampak sosial Halaman 26 dari 36

27 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 terhadap masyarakat sekitar perkebunan dan kebun petani mitra terkait, termasuk analisa perbedaan dampak terhadap perempuan dan laki-laki, suku etnis, pendatang (migran) dan penduduk yang telah tinggal lama. 7.2 Menggunakan survai tanah dan informasi topografi untuk merencanakan lokasi pengembangan perkebunan baru dan hasilnya digabungkan ke dalam perencanaan dan operasi 7.3 Penanaman baru sejak November 2005 tidak dilakukan di hutan primer atau setiap areal yang dipersyaratkan untuk memelihara atau meningkatkan satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi (High Conservation value) 1. Tersedia hasil survey topografi dan kesesuaian lahan yang dilakukan oleh perusahaan mitra 2. Pembangunan perkebunan di lahan gambut sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku 1. Petani dapat membuktikan bahwa lahan perkebunan mereka bukan berasal dari konversi hutan primer atau areal bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value, HCV) Untuk petani kemitraan pembangunan perkebunan disesuaikan dengan program kemitraan inti dan plasma Untuk petani kemitraan, perusahaan mitra akan melakukan identifikasi HCV di lahan petani peserta. 7.4 Dihindari memperluas perkebunan di atas lahan yang curam, dan atau di tanah marjinal serta rapuh. 1. Jika penanaman terbatas pada lahan curam dan/atau marginal tidak dapat dihindarkan, perusahaan mitra memberikan bimbingan teknis Untuk petani kemitraan, perusahaan mitra bersama dengan petani yang akan menyusun program penanaman baru Penanaman pada lahan yang curam dan/atau tanah marjinal yang rapuh, yang diperuntukkan untuk Halaman 27 dari 36

28 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 petani, sebaiknya dihindari. Penanaman pada lahan yang curam dan/atau tanah marjinal yang rapuh seperti dimaksud di atas, sesuai dengan peraturan yang berlaku 7.5 Tidak ada penanaman baru dilakukan di tanah masyarakat lokal tanpa persetujuan terlebih dahulu dari mereka, yang dilakukan melalui suatu sistem yang terdokumentasi sehingga memungkinkan masyarakat adat dan masyarakat lokal serta para pihak lainnya bisa mengeluarkan pandangan mereka melalui institusi perwakilan mereka sendiri. 7.6 Masyarakat setempat diberikan kompensasi atas setiap pengambilalihan lahan dan pelepasan hak yang disepakati dengan persetujuan sukarela yang diberitahukan sebelumnya dan kesepakatan yang telah dirundingkan 1. Bukti tidak terdapat penolakan dari masyarakat adat dan lokal terhadap pembangunan perkebunan (Bukti dapat berupa surat persetujuan dari masyarakat adat atau masyarakat lokal yang diketahui atau disetujui oleh Ketua Adat/Kepala Desa atau sesuai dengan ketentuan di daerah setempat) 1. Bukti kesepakatan yang telah diambil sebelum pembangunan perkebunan dilaksanakan (surat dokumentasi mengenai kesepakatan) 2. Bukti pelaksanaan kesepakatan sesuai perjanjian Pembina kemitraan sebaiknya mengidentifikasi cakupan lahan hak ulayat/adat yang diakui dan memetakannya. Pembina kemitraan melakukan pendekatan dengan masyarakat adat dan lokal dalam hal pembangunan perkebunan kelapa sawit, dan bila lahan tersebut milik dari masyarakat adat atau lokal harus dinegosiasikan untuk mendapatkan kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak. Semua kesepakatan dituangkan dalam dokumen sebagai bukti di kemudian hari. Pembina kemitraan sebaiknya mengidentifikasi cakupan lahan hak ulayat/adat yang diakui dan memetakannya. Didahului proses pada kriteria 7.5, maka kompensasi dan pemenuhan kesepakatan lain dilaksanakan Halaman 28 dari 36

29 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 pada point 1. sebelum pembangunan perkebunan kelapa sawit dilaksanakan 7.7 Dilarang membuka perkebunan baru dengan membakar, kecuali dalam keadaan khusus sebagaimana dalam ASEAN Guidelines atau regional Best Practices lainnya 1. Petani mengetahui dan mampu melaksanakan teknik penyiapan lahan tanpa bakar Petani mengetahui dan mematuhi undang-undang/peraturan yang melarang penggunaan api untuk penyiapan lahan. (misalnya petani mempunyai brosur / mengikuti pelatihan petunjuk teknik penyiapan lahan tanpa bakar yang dikeluarkan oleh instansi berwenang Instansi terkait atau petugas penyuluh lapangan memberikan pelatihan kepada petani mengenai teknik penyiapan lahan tanpa bakar. Penyiapan lahan petani kemitraan mengikuti teknik tanpa bakar yang dilaksanakan perusahaan mitra. Halaman 29 dari 36

30 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Prinsip 8 : Komitmen terhadap perbaikan terus-menerus pada wilayah-wilayah utama aktifitas 8.1 Pembina kemitraan kelapa sawit secara teratur memonitor dan mengkaji ulang aktifitas mereka dan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang memungkinkan adanya perbaikan nyata yang kontinu pada operasi-operasi utama. 1. Pembina kemitraan bersama petani membuat rencana tindakan untuk perbaikan terus menerus, berdasarkan pertimbangan dampak utama sosial dan lingkungan serta peluang untuk perbaikan. Halaman 30 dari 36

31 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 LAMPIRAN 1 DEFINISI Masyarakat sebagai bagian dari stakeholder adalah masyarakat sekitar lokasi kebun yang terkena dampak operasional kebun secara langsung, dan terwakili dalam suatu kelembagaan yang sah sesuai peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak tradisional adalah hak-hak yang timbul karena serangkaian tindakan kebiasaan atau adat, yang telah memperoleh kekuatan hukum dalam geografis atau sosiologis HCV (High Conservation Value)/ NKT (Nilai Konservasi Tinggi) atau kawasan bernilai konservasi tinggi. Kawasan harus menjaga atau meningkatkan satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi: HCV1. Kawasan yang memiliki konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman hayati yang secara global, regional atau nasional signifikan (misalnya endemisme, spesies-spesies yang terancam kepunahan). HCV2. Kawasan yang memiliki hutan dengan tingkat pertanaman yang tinggi yang secara global, regional atau nasional signifikan, dan yang di dalamnya terdapat, atau memiliki unit manajemen, dengan populasi hidup dari sebagian besar, jika tidak semua, spesies-spesies liar yang hidup dengan pola distribusi dan penyebaran alami. HCV3. Kawasan yang berada dalam atau memiliki ekosistem langka, terancam atau terancam punah. HCV4. Kawasan yang menyediakan pelayanan alami dasar dalam keadaan kritis (misalnya perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi). HCV5. Kawasan yang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat setempat (misalnya mata pencaharian, kesehatan). HCV6. Kawasan yang penting untuk identitas budaya tradisional masyarakat setempat (areal budaya, ekologi, ekonomi atau agama penting yang berhubungan dengan masyarakat setempat tersebut. (Lihat: The HCVF Toolkit pada AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) adalah sebuah proses memprakirakan dan menilai dampak-dampak sebuah atau serangkaian tindakan terhadap lingkungan hidup dan sosial, kemudian menggunakan kesimpulannya sebagai sebuah sarana untuk merencanakan dan mengambil keputusan. Vegetasi alami adalah areal yang memiliki banyak karakteristik utama dan elemen kunci ekosistem asli seperti kompleksitas, struktur dan keragaman. Perkebunan adalah lahan yang ditanami kelapa sawit dan dengan penggunaan lahan terkait untuk prasarana (misalnya, jalan), wilayah tepian tebing dan pencadangan konservasi. Hutan primer adalah sebuah hutan dengan karakteristik utama ekosistem asli seperti kompleksitas, struktur, dan keragaman serta pohon rindang yang berlimpah, yang relatif tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Propilaktik adalah sebuah perlakuan atau serangkaian tindakan yang digunakan untuk sebuah tindakan pencegahan Restorasi adalah mengembalikan areal yang mengalami degradasi atau telah diubah di dalam daerah perkebunan ke tingkat semi-alami. Petani adalah para petani yang menanam kelapa sawit, kadang-kadang bersamaan dengan tanaman lain sebagai mata pencaharian, yang sebagian besar pekerjanya adalah anggota keluarga dan perkebunan tersebut menjadi sumber utama mata pencaharian dan luas tanaman kelapa sawitnya maksimal 25 hektar. Halaman 31 dari 36

32 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Indonesia versi 01 Oktober 2009 Petani kemitraan adalah petani yang memiliki karakteristik sebagai petani yang secara struktural terikat oleh kontrak, perjanjian kredit atau perencanaan ke suatu pabrik kelapa sawit (PKS) tertentu. Petani kemitraan biasanya tidak bebas memilih jenis tanaman yang akan dikembangkan, dibantu dan dibina dalam penanaman dan teknik pengelolaannya, dan seringkali terorganisir, dibina atau dikelola langsung oleh pembina dari pabrik, kebun inti atau kelembagaan petani dimana secara struktur mereka terikat. Petani swadaya adalah petani yang memiliki karakteristik sebagai petani yang memiliki kebebasan menggunakan lahan-lahan mereka, menentukan jenis tanaman yang akan ditanam dan bagaimana mengelolanya; mengatur, mengelola dan membiayai sendiri; dan tidak terikat secara kontrak kepada pabrik kelapa sawit (PKS) atau kelembagaan tertentu. Walaupun demikian, mereka dapat menerima dukungan atau penyuluhan dari pemerintah. Perusahaan mitra adalah kebun inti dan pabrik kelapa sawit (PKS), yang membangunkan perkebunan kelapa sawit, termasuk infrastrukturnya, untuk petani kemitraan. Setelah tanaman menghasilkan, biasanya perkebunan diserahkan kepada petani untuk dikelola secara mandiri dan perusahaan mitra menampung TBS yang dihasilkan kebun petani kemitraan tersebut. Kelembagaan petani adalah kelembagaan dimana secara struktur petani terikat, dapat merupakan kelompok tani, gabungan kelompok tani atau Koperasi Unit Desa (KUD) Pemangku kepentingan adalah perseorangan atau kelompok yang berkepentingan dengan, atau dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan sebuah organisasi dan akibat kegiatan-kegiatan tersebut. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan sumber-sumber daya hutan yang dapat diperoleh dari masyarakat adat, kesepakatan bersama, atau diberikan oleh badan lain yang memiliki hak akses. Hak-hak ini dapat membatasi penggunaan sumber daya tertentu pada tingkat konsumsi tertentu atau teknik-teknik pemanenan tertentu. Halaman 32 dari 36

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia.

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia. Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia Draft 3 Oktober 2007 Prinsip 1 : Komitmen terhadap transparansi Nasional 1.1.Pihak

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Republik Indonesia Final Document (Terharmonisasi dengan 4th Draft Generic Guidance on

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesian Smallholder Working Group (INA-SWG) Dok. 02/INA-SWG/2010 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kelapa Sawit Swadaya Republik Indonesia Dokumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi RSPO RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang kebun sawit yang berkelanjutan. Diinisiasi oleh WWF, Aarhus, Golden Hope, MPOA, Migros,

Lebih terperinci

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO 14 th Sept 2015 Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta PREPARED BY: kompensasi Task Force Prosedur Remediasi and Kompensasi RSPO terkait Pembukaan Lahan

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Indonesian National Interpretation Working Group (INA-NIWG) Interpretasi Nasional Prinsip dan Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Dokumen Final Roundtable on Sustainable Palm Oil

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesian Smallholder Working Group (INA-SWG) Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kelapa Sawit Swadaya Republik Indonesia Mei 2010 (Draft untuk

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO Hal. 1 NO. PRINSIP DAN KRITERIA INDIKATOR 1. SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN 1.1 Perizinan dan sertifikat. 1. Telah memiliki izin lokasi dari pejabat yang Pengelola perkebunan harus memperoleh

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik

Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik Indikator Pasal Biaya (Rp) Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja SOP Kebun mulai dari LC (Land Clearing) sampai dengan panen tersedia 4.1

Lebih terperinci

Document finalpedoman Petani Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani. Tanggal: 2 Juli 2009

Document finalpedoman Petani Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani. Tanggal: 2 Juli 2009 Document final Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani Tanggal: 2 Juli 2009 Page 1 1/11/2012 Pendahuluan: Dokumen ini menampilkan versi akhir pedoman Generik RSPO untuk Petani Plasma. Dokumen ini

Lebih terperinci

Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup

Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup Dipersiapkan oleh Taskforce untuk Petani Tanggal: 19 Juni 2010 Pendahuluan: Dokumen ini menetapkan Pedoman Umum RSPO untuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO Lampiran 1 Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO PRINSIP 1 LEGALITAS USAHA PERKEBUNAN Kriteria 1.1 Izin Lokasi Perusahaan Perkebunan harus memperoleh Izin Lokasi

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI OLEH DIREKTUR TANAMAN TAHUNAN HOTEL SANTIKA, JAKARTA 29 JULI 2011 1 KRONOLOGIS FAKTA HISTORIS Sejak 1960-an dikalangan masyarakat internasional mulai berkembang

Lebih terperinci

Pertanyaan Umum (FAQ):

Pertanyaan Umum (FAQ): Pertanyaan Umum (FAQ): Persyaratan dan Panduan Sistem Manajemen RSPO untuk Kelompok Produksi TBS (Versi AKHIR, Maret 2016) Untuk diperhatikan: dokumen FAQ ini akan diperbaharui secara berkala setelah menerima

Lebih terperinci

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Perhatian: ini adalah terjemahan dari teks bahasa Inggris. Versi asli bahasa Inggrislah yang dianggap sebagai dokumen yang mengikat secara hukum. - April 2015

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Indonesian National Interpretation Working Group (INA-NIWG) Interpretasi Nasional Prinsip dan Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Dokumen Draft Final Sinkronisasi RSPO P&C Oktober

Lebih terperinci

Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO

Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO PRINSIP 1 KOMITMEN TERHADAP TRANSPARASI Kriteria I Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit menyediakan informasi yang

Lebih terperinci

Termasuk Indikator dan Panduan. Oktober RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm

Termasuk Indikator dan Panduan. Oktober RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm Termasuk Indikator dan Panduan Oktober 2007 RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm Principle & Criteria untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Pembukaan Produksi minyak sawit

Lebih terperinci

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF Halaman: 1 dari 7 MAPPING (PM) ATAU Dibuat Oleh Direview Oleh Disahkan Oleh 1 Halaman: 2 dari 7 Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh 2 Halaman: 3 dari 7 Daftar Isi 1. Tujuan... 4

Lebih terperinci

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan)

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan) Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan) 13 Agustus 2015 Pengantar Bumitama Agri Ltd. adalah kelompok perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia

Lebih terperinci

V. Roundtable Of Sustainable Palm Oil (RSPO)

V. Roundtable Of Sustainable Palm Oil (RSPO) V. Roundtable Of Sustainable Palm Oil (RSPO) 1. Latar Belakang Dan Sejarah Pendirian RSPO Hal yang melatarbelakangi adanya RSPO adalah: Perkembangan pembangunan kelapa sawit yang begitu pesat dan diperkirakan/dikhawatirkan

Lebih terperinci

Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Dokumen Panduan

Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Dokumen Panduan Prinsip dan RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Dokumen Panduan Naskah final untuk Kelompok Kerja RSPO Maret 2006 Panduan untuk memenuhi Prinsip dan RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Final - disetujui pada Juli 2010

Final - disetujui pada Juli 2010 Final - disetujui pada Juli 2010 Disusun oleh: BIOCert Indonesia dan ProForest RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm KONTEN: Istilah dan Definisi... 3 PENDAHULUAN... 7 Cakupan

Lebih terperinci

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja Kriteria, Indikator dan KPI Karet Alam Berkesinambungan 1. Referensi Kriteria, Indikator dan KPI SNR mengikuti sejumlah

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

TANYA JAWAB TENTANG PRINCIPLES & CRITERIA (P&C) RSPO 2013 YANG TELAH DIREVISI

TANYA JAWAB TENTANG PRINCIPLES & CRITERIA (P&C) RSPO 2013 YANG TELAH DIREVISI TANYA JAWAB TENTANG PRINCIPLES & CRITERIA (P&C) RSPO 2013 YANG TELAH DIREVISI PROSES PENINJAUAN KEMBALI P&C 1. Mengapa proses peninjauan kembali P&C RSPO dilakukan setiap 5 tahun sekali? Ketika standarisasi

Lebih terperinci

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat Kode Etik Pemasok Kode Etik Pemasok 1. KEBEBASAN MEMILIH PEKERJAAN 1.1 Tidak ada tenaga kerja paksa atau wajib dalam bentuk apa pun, termasuk pekerjaan terikat, perdagangan manusia, atau tahanan dari penjara.

Lebih terperinci

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional 1 2 5 6 Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari. Konsep konsultasi publik versi 2

Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari. Konsep konsultasi publik versi 2 Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari Konsep konsultasi publik versi 2 25 Mei 2005 Laporan ini disusun oleh ProForest atas nama Kelompok Kerja Kriteria Konferensi Minyak Sawit Lestari (RSPO) Penghargaan:

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA

PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA No

Lebih terperinci

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

Kode Etik Pemasok. Pendahuluan

Kode Etik Pemasok. Pendahuluan KODE ETIK PEMASOK Kode Etik Pemasok Pendahuluan Sebagai peritel busana internasional yang terkemuka dan berkembang, Primark berkomitmen untuk membeli produk berkualitas tinggi dari berbagai negara dengan

Lebih terperinci

RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm

RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm 1. Penilaian Dampak Aktivitas Langkah Tindakan Rinci Catatan Melakukan penilaian dampak sosial dan lingkungan independen yang komprehensif

Lebih terperinci

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik Kurikulum xxxxxxxxxx2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami

Lebih terperinci

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan 1/5 Keberlanjutan merupakan inti dari strategi dan kegiatan operasional usaha Valmet. Valmet mendorong pelaksanaan pembangunan yang dan berupaya menangani masalah keberlanjutan di seluruh rantai nilainya

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

Disusun oleh: BIOCert Indonesia dan ProForest. RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm

Disusun oleh: BIOCert Indonesia dan ProForest. RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm Disusun oleh: BIOCert Indonesia dan ProForest RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm KONTEN: Istilah dan Definisi... 5 PENDAHULUAN... 11 Lingkup dokumen ini... 11 Dokumen Acuan...

Lebih terperinci

Catatan Pertemuan Periode I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF)

Catatan Pertemuan Periode I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF) Hari/Tanggal : Jumat, 18 Oktober 2013 Peserta : 23 Tempat : Kantor First Resources, Jakarta Jam Pembahasan Oleh 08.53 Pembukaan Rapat Prinsip 4 Prinsip 4 tidak mengalami perubahan, tetap digunakan kalimat

Lebih terperinci

Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS

Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS Versi 1.0.0 Versi 1.0.0 Fair Trade USA A. Pengantar Standar Produksi Pertanian (Agricultural Production Standard/APS) Fair Trade USA merupakan serangkaian

Lebih terperinci

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN No Aspek Indikator Indikator Ekonomi 1 Kinerja Ekonomi Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung, meliputi pendapatan,

Lebih terperinci

Stop Eksploitasi pada Pekerja kelapa sawit. Panduan untuk kebun

Stop Eksploitasi pada Pekerja kelapa sawit. Panduan untuk kebun Stop Eksploitasi pada Pekerja kelapa sawit Panduan untuk kebun Januari 2016 Panduan kerja untuk perkebunan, pabrik pengolahan, kebun, dan ladang Pendahuluan Panduan ini disusun dari Prinsip Tanpa Eksploitasi

Lebih terperinci

KUALA LUMPUR KEPONG BERHAD. PELATIHAN MENGENAI KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN KLK (KLK Sustainability Policy)

KUALA LUMPUR KEPONG BERHAD. PELATIHAN MENGENAI KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN KLK (KLK Sustainability Policy) KUALA LUMPUR KEPONG BERHAD PELATIHAN MENGENAI KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN KLK (KLK Sustainability Policy) 1 1.Kebijakan Lingkungan 1.1 Dilarang Deforestasi Tidak akan ada pengembangan baru di kawasan stok

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015 Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 2.0 3 Juni 2015 APRIL Group (APRIL) berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan di seluruh areal kerja perusahaan dengan menerapkan praktik-praktik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi ID Dokumen BAHASA INDONESIA Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi Kelompok Pakar Sejawat, Skema Lisensi Penilai (ALS) HCV Resource Network (HCVRN) Prosedur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PENGANTAR AptarGroup mengembangkan solusi sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan usaha yang wajar dan hukum ketenagakerjaan, dengan menghargai lingkungan dan sumber daya alamnya.

Lebih terperinci

Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru

Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru 1 November 2016 Judul Dokumen: Kode Dokumen: Lingkup: Jenis Dokumen: FAQ Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM BAGI PENYEDIA JASA Elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas)

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) LAMPIRAN 6 PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) Pihak Pertama Nama: Perwakilan yang Berwenang: Rincian Kontak: Pihak Kedua Nama:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam mencapai

Lebih terperinci

Pedoman bagi Manajer Kelompok Versi 2.4, 09 Desember 2015

Pedoman bagi Manajer Kelompok Versi 2.4, 09 Desember 2015 PEDOMAN RSPO BAGI PETANI MANDIRI DALAM MENGELOLA Nilai Konservasi Tinggi (NKT) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG TELAH BERDIRI (Kriteria 5.2) Pedoman bagi Manajer Kelompok Versi 2.4, 09 Desember 2015 RSPO-GUI-T06-007

Lebih terperinci

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011 Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011 Pak Muliadi S.E yang terhormat, Terima kasih atas surat Anda tertanggal 24 Februari 2011 mengenai Kalimantan Forests and Climate

Lebih terperinci

Catatan Pertemuan I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF)

Catatan Pertemuan I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF) Hari/Tanggal : Selasa, 17 Oktober 2013 Peserta : 23 Tempat : Kantor First Resources, Jakarta Jam Pembahasan Oleh 09.10 Rapat dibuka Lanjutan Prinsip 1. Prinsip 1.3 Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

INA-NITF ( ) 1 4 INDIKATOR PANDUAN CATATAN

INA-NITF ( ) 1 4 INDIKATOR PANDUAN CATATAN Draft I Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO (Hasil Pertemuan I INA-NITF (16-18 Oktober 2013) Prinsip 1 s/d 4 NO Prinsip 1: Komitmen terhadap transparansi 1.1 Pihak perkebunan dan pabrik

Lebih terperinci

MINYAK SAWIT INDONESIA BERKELANJUTAN (INDONESIA SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) PERSYARATAN UNTUK KEBUN PLASMA/MITRA

MINYAK SAWIT INDONESIA BERKELANJUTAN (INDONESIA SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) PERSYARATAN UNTUK KEBUN PLASMA/MITRA Draft MINYAK SAWIT INDONESIA BERKELANJUTAN (INDONESIA SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) PERSYARATAN UNTUK KEBUN PLASMA/MITRA TIM ISPO 1 KEMENTERIAN PERTANIAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT (PLASMA) INDONESIA

Lebih terperinci

FORMULIR PENGAJUAN KELUHAN BAGIAN A DATA PELAPOR

FORMULIR PENGAJUAN KELUHAN BAGIAN A DATA PELAPOR FORMULIR PENGAJUAN KELUHAN Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) adalah organisasi nirlaba yang didirikan dengan visi mentransformasi pasar untuk menjadikan minyak sawit berkelanjutan sebagai norma.

Lebih terperinci

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) DAFTAR ISI I. DASAR HUKUM II. TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG III. ATURAN BISNIS IV. JAM KERJA V. RAPAT VI. LAPORAN DAN TANGGUNG JAWAB VII.

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

LAMPIRAN I Cara. Indikator. Kualitas (esensi) Ada/Tidak

LAMPIRAN I Cara. Indikator. Kualitas (esensi) Ada/Tidak LAMPIRAN I Indikator INDIKATOR KINERJA EKONOMI Kinerja Ekonomi Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung yang meliputi pendapatan, biaya operasional, imbal jasa EC1 (kompensasi) karyawan, donasi,

Lebih terperinci

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KONGRES INTERNASIONAL KE-6 ISPAH (KONGRES KESEHATAN MASYARAKAT DAN AKTIVITAS FISIK Bangkok, Thailand 16-19

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2014 T E N T A N G PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DALAM USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

Draft II Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO (Hasil Pertemuan I INA-NITF (20-22 November 2013)

Draft II Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO (Hasil Pertemuan I INA-NITF (20-22 November 2013) Draft II Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO (Hasil Pertemuan I INA-NITF (20-22 November 2013) NO Prinsip 1: Komitmen terhadap transparansi 1.1 Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

DOKUMEN PANDUAN UTZ PERLINDUNGAN ALAM

DOKUMEN PANDUAN UTZ PERLINDUNGAN ALAM DOKUMEN PANDUAN UTZ PERLINDUNGAN ALAM (Versi 1.0, 1-8-2016) Panduan tentang perlindungan alam, sebagaimana diwajibkan dalam Pedoman Perilaku Inti UTZ untuk sertifikasi kelompok dan multikelompok (Versi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Golden Agri-Resources Ltd

Golden Agri-Resources Ltd Golden Agri-Resources Ltd Intisari Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) 2015 Agus Purnomo Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement Bambang Chriswanto Head of National

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

Alang-alang dan Manusia

Alang-alang dan Manusia Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara

Lebih terperinci

Draft V Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan V INA-NITF (16 Januari 2014)

Draft V Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan V INA-NITF (16 Januari 2014) Draft V Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan V INA-NITF (16 Januari 2014) NO Prinsip 1: Komitmen terhadap transparansi 1.1 Pihak perkebunan dan 1.1.2. Tersedia rekaman

Lebih terperinci

PROSEDUR PENANAMAN BARU RSPO Panduan bagi Petani dalam Sertifikasi Kelompok RSPO untuk Produksi TBS. Agustus 2017 Versi 1

PROSEDUR PENANAMAN BARU RSPO Panduan bagi Petani dalam Sertifikasi Kelompok RSPO untuk Produksi TBS. Agustus 2017 Versi 1 PROSEDUR PENANAMAN BARU RSPO Panduan bagi Petani dalam Sertifikasi Kelompok RSPO untuk Produksi TBS Agustus 2017 Versi 1 1 Nama dokumen: Prosedur Penanaman Baru RSPO Panduan bagi Petani dalam Sertifikasi

Lebih terperinci

Kode Etik Pemasok 1/11

Kode Etik Pemasok 1/11 1/11 Kami akan memimpin sebuah gerakan yang akan menjadikan cokelat berkelanjutan sebagai norma, sehingga cokelat yang kita semua cintai akan selalu hadir untuk generasi yang akan datang. Pengantar Sebagai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I UMUM Menyadari bahwa peran sektor pertanian dalam struktur dan perekonomian nasional sangat strategis dan

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat. Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur

Lebih terperinci

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen

kepemilikan lahan. Status lahan tidak jelas yang ditunjukkan oleh tidak adanya dokumen Lampiran 1 Verifikasi Kelayakan Hutan Rakyat Kampung Calobak Berdasarkan Skema II PHBML-LEI Jalur C NO. INDIKATOR FAKTA LAPANGAN NILAI (Skala Intensitas) KELESTARIAN FUNGSI PRODUKSI 1. Kelestarian Sumberdaya

Lebih terperinci

Prinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2)

Prinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2) PTabel Cara Penilaian Pelaksanaan Safeguards dengan menggunakan Alat Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS) berdasar Keputusan COP-16 dalam Sistem Informasi Safeguards (SIS) REDD+ di Indonesia Prinsip Kriteria

Lebih terperinci

2. Rencana pengembangan Insan IMC selalu didasari atas bakat dan kinerja.

2. Rencana pengembangan Insan IMC selalu didasari atas bakat dan kinerja. KODE ETIK PT INTERMEDIA CAPITAL TBK ( Perusahaan ) I. PENDAHULUAN A. Maksud dan Tujuan Kode Etik ini disusun dalam rangka meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 188.44 / 62 / 2012 TENTANG KELAYAKAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. SUMUR PANDANWANGI LUAS AREAL

Lebih terperinci