Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Dokumen Panduan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Dokumen Panduan"

Transkripsi

1 Prinsip dan RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Dokumen Panduan Naskah final untuk Kelompok Kerja RSPO Maret 2006

2 Panduan untuk memenuhi Prinsip dan RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan Pembukaan Produksi minyak sawit berkelanjutan meliputi pengelolaan dan operasi yang legal, layak secara ekonomi, berwawasan lingkungan dan bermanfaat secara sosial. Ini dapat dicapai lewat penerapan serangkaian prinsip dan kriteria, dan panduan terkait. dan panduan ini akan diterapkan untuk uji coba pelaksanaan yang akan berlanjut sampai bulan Nopember 2007, dan akan ditinjau pada akhir periode tersebut. Pelaksanaan uji coba tersebut ditujukan untuk uji coba prinsip dan kriteria di lapangan, dan karenanya memungkinkan adanya penyempurnaan pada panduan. Pengembangan panduan yang lebih rinci untuk penerapan prinsip dan kriteria oleh petani merupakan salah satu aspek penting dari kegiatan ini. Selama periode awal ini juga akan dikembangkan interpretasi nasional. Dokumen panduan ini mendefinisikan indikator dan panduan bagi tiap kriteria. Indikator merupakan bukti obyektif tertentu yang harus ada untuk menunjukkan atau memverifikasi kesesuaian terhadap kriteria. Panduan berisi informasi berguna untuk membantu pihak perkebunan/pabrik kelapa sawit dan auditor memahami apa maksud kriteria-kriteria ini dalam tingkat pelaksanaannya, termasuk dalam kasus tertentu panduan khusus untuk interpretasi kriteria nasional dan untuk penerapannya oleh petani. Preamble 2

3 Panduan untuk memenuhi Prinsip dan RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan Prinsip 1: Komitment terhadap transparansi 1.1. Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit memberikan informasi yang diperlukan kepada pihak lain menyangkut isu-isu lingkungan, sosial dan hukum yang relevan dengan kriteria RSPO, dalam bahasa dan bentuk yang memadai, untuk memungkinkan adanya partisipasi efektif dalam pembuatan kebijakan. Permintaan informasi dan tanggapan yang diberikan harus tercatat dengan baik. Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit harus memberikan respon konstruktif dan segera atas permintaan akan informasi dari stakeholder. Lihat kriteria 1.2 untuk persyaratan terkait dokumentasi untuk publik. Lihat kriteria 6.2 untuk masalah konsultasi. 1.2 Dokumen manajemen dapat diakses oleh publik, kecuali bila dicegah oleh aturan kerahasiaan dagang atau ketika keterbukaan informasi akan berdampak negatif pada lingkungan dan sosial. ini menyangkut dokumen manajemen mengenai isu-isu lingkungan, sosial dan hukum yang terkait dengan pemenuhan RSPO. Dokumen yang harus dipublikasikan untuk umum termasuk, namun tidak terbatas pada: Status tanah/hak guna (kriteria 2.2). Kesehatan dan rencana keamanan (4.7). Rencana-rencana dan analisa terkait dampak lingkungan dan sosial. (5.1, 6.1, 7.1, 7.3). Panduan for Principle 1: Commitment to transparency 3

4 Rencana pencegahan polusi (5.6). Detil keluhan dan penderitaan (6.3). Prosedur negosiasi (6.4). Rencana perbaikan kontinu (8.1). Contoh-contoh informasi komersial rahasia meliputi data keuangan seperti biaya dan pendapatan, dan rincian-rincian tentang pelanggan dan/atau pemasok. Data yang dapat mempengaruhi kerahasiaan pribadi juga dikategorikan sebagai dokumen rahasia. Contoh-contoh informasi yang pengungkapannya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan atau sosial meliputi informasi lokasi spesies langka yang pengungkapannya dapat menimbulkan perburuan atau penangkapan untuk perdagangan, atau lokasi tempat-tempat keramat yang hendak dipelihara masyarakat. Untuk interpretasi nasional, perlu dipertimbangkan pendekatan-pendekatan khusus terhadap keamanan pribadi, termasuk seluruh persyaratan hukum. Panduan for Principle 1: Commitment to transparency 4

5 Prinsip 2: Memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku 2.1 Semua hukum dan peraturan berlaku/diratifikasi baik di tingkat lokal, national maupun internasional dipenuhi. Bukti telah memenuhi persyaratan hukum tertentu. Sistem yang terdokumentasi, yang meliputi informasi tertulis persyaratan-persyaratan hukum. Mekanisme untuk memastikan bahwa upaya memenuhi persyaratan-persyaratan hukum tersebut telah dilaksanakan. Sistem untuk menelusuri perubahan-perubahan pada UU. Sistem yang digunakan untuk memahami dan menerapkan hukum harus sesuai dengan skala organisasi. Memenuhi seluruh persyaratan hukum merupakan persyaratan dasar yang esensial untuk seluruh perkebunan, di mana pun lokasi mereka atau seberapa besarnya pun skala mereka. Perundang-undangan yang relevan meliputi, namun tidak terbatas pada, peraturan tentang penguasaan tanah dan hak atas tanah, tenaga kerja, praktek-praktek pertanian (misalnya penggunaan pestisida atau bahan-bahan kimia), lingkungan (misalnya UU tentang satwa liar, polusi, pengelolaan lingkungan, dan kehutanan), tempat penyimpanan, transportasi dan proses pengolahan. Perundang-undangan dimaksud juga meliputi UU yang dikeluarkan di bawah UU atau konvensi internasional (misalnya Konvensi Keanekaragaman Hayati, CBD). Untuk produsen kecil fokus perlu ditujukan pada perkebunan yang memiliki pengetahuan akan persyaratan hukum dan yang menerapkannya. Panduan for Principle 2: Compliance with applicable laws dan regulations 5

6 UU dan konvensi-konvensi internasional yang paling penting dijabarkan dalam Annex/Lampiran 1. Untuk interpretasi nasional, seluruh perundang-undangan terkait dan persyaratanpersyaratan penting tertentu perlu diidentifikasi. Kontradiksi dan inkonsistensi perlu diidentifikasi dan disediakan solusinya. 2.2 Hak untuk menggunakan tanah dapat dibuktikan dan tidak dituntut secara sah oleh komunitas lokal dengan hak-hak yang dapat dibuktikan. Dokumen-dokumen yang menunjukkan kepemilikan atau kontrak sewa yang sah, sejarah penguasaan tanah dan pemanfaatan tanah sesungguhnya yang sah. Bila terdapat atau sudah terdapat perselisihan, tunjukkan bukti-bukti tambahan tentang akuisisi tanah dan kompensasi yang memadai kepada pemilik dan penghuni sebelumnya; dan bukti-bukti bahwa semua ini telah diterima dengan baik lewat persetujuan tanpa paksaan (free, prior and informed consent/fpic). Tidak adanya konflik atas tanah yang serius, kecuali persyaratan-persyaratan untuk penyelesaian konflik yang dapat diterima semua pihak (kriteria 6.3 dan 6.4) dilaksanakan dan disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat. Untuk interpretasi nasional, perlu identifikasi setiap hak pemanfaatan tanah secara adat atau perselisihan yang mungkin relevan. 2.3 Penggunaan tanah untuk kelapa sawit tidak menghilangkan hak legal maupun hak adat para pengguna lain tanpa adanya persetujuan tanpa paksa dari mereka. Peta-peta yang menunjukkan wilayah-wilayah di bawah hak-hak adat yang diakui (kriteria 2.3, 7.5 dan 7.6) Salinan kesepakatan negosiasi tentang proses keluarnya persetujuan (kriteria 2.3, 7.5 Panduan for Principle 2: Compliance with applicable laws dan regulations 6

7 dan 7.6) Bila tanah terhalangi oleh hak-hak legal atau adat, pihak perkebunan harus dapat menunjukkan bahwa hak-hak ini dipahami dan tidak terancam atau dihilangkan. ini harus dilihat bersama kriteria 6.4, 7.5 dan 7.6. Bila terdapat ketidakjelasan akan hak-hak adat, paling baik hak-hak ini ditetapkan lewat pemetaan partisipatif yang dilaksanakan baik oleh masyarakat yang dirugikan maupun masyarakat sekitar. ini juga memungkinkan kesepakatan negosiasi dan perdagangan untuk memberikan kompensasi kepada pengguna tanah lain atas keuntungan dan/atau hak yang hilang. Kesepakatan negosiasi harus bersifat tanpa paksaan dan dilakukan secara sukarela, dilakukan sebelum investasi atau operasi dilakukan, dan didasarkan pada keterbukaan informasi terkait yang dinyatakan dalam bentuk dan bahasa yang benar, termasuk analisa dampak, usulan pembagian keuntungan dan persyaratan-persyaratan hukum. Masyarakat harus diijinkan mencari bantuan hukum jika mereka menginginkannya. Masyarakat harus diwakili oleh lembaga atau perwakilan yang mereka pilih sendiri, yang transparan dan komunikasi terkait harus terbuka untuk seluruh anggota lembaga/perwakilan tersebut. Waktu yang memadai harus diberikan bagi pengambilan keputusan secara adat dan kedua belah pihak harus bersedia melakukan negosiasi yang panjang, jika perlu. Kesepakatan negosiasi harus mengikat seluruh pihak terkait dan pelanggaran akan itu dapat diproses di muka pengadilan. Menetapkan kepastian negosiasi tanah harus memberikan keuntungan jangka panjang bagi seluruh pihak terkait. Untuk interpretasi nasional, situasi apa pun yang lazim ditemui harus diidentifikasi. Untuk definisi hak adat (customary rights), lihat Definisi. Panduan for Principle 2: Compliance with applicable laws dan regulations 7

8 Prinsip 3: Komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang 3.1 Terdapat rencana manajemen yang diimplementasikan yang ditujukan untuk mencapai keamanan ekonomi dan keuangan dalam jangka panjang. Dokumen rencana usaha atau pengelolaan (minimum 3 tahun). Ada prosedur untuk mendapatkan informasi dan tehnik baru dan mekanisme untuk menyebarluaskan informasi ini ke seluruh jajaran pekerja. Untuk organisasi dan skema pengelolaan petani besar prosedur ini harus didokumentasikan. Meskipun diakui bahwa keuntungan jangka panjang dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kontrol langsung, pimpinan harus mampu menunjukkan perhatian terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan lewat perencanaan manajemen jangka panjang. Rencana usaha atau pengelolaan dapat meliputi: Perhatian terhadap kualitas bahan-bahan yang ditanam. Proyeksi tanaman = tren hasil tandan buah segar. Tingkat ekstraksi pabrik = tren OER. Biaya produksi = biaya per ton tren CPO. Perkiraan harga. Indikator finansial. Perhitungan yang dianjurkan tren rata-rata (mean) operasi 3 tahun dalam sepuluh tahun terakhir (tren TBS mungkin memberikan hasil yang rendah selama program Panduan for Principle 3: Commitment to long-term economic dan financial viability 8

9 penanaman utama). Untuk skema pengelolaan smallholder isi rencana usaha atau pengelolaan di atas mungkin berbeda. Pihak perkebunan perlu memiliki sistem untuk meningkatkan kinerja, yang sesuai dengan informasi dan tehnik-tehnik baru. Untuk petani, skema pengelolaan diharapkan dapat menyediakan informasi-infomasi tentang peningkatan penting yang dicapai bagi para anggotanya. ini tidak berlaku untuk petani perorangan. Panduan for Principle 3: Commitment to long-term economic dan financial viability 9

10 Prinsip 4: Penggunaan praktik terbaik tepat oleh perkebunan dan pabrik 4.1 Prosedur operasi didokumentasikan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten. Mekanisme untuk memeriksa konsistensi implementasi prosedur. Hasil-hasil terukur harus tercatat dengan baik. Untuk petani perorangan, praktek kerja harus konsisten dengan prosedur tercatat yang disediakan pelangan atau organisasi petani. Interpretasi nasional perlu mengacu pada kode etik nasional atau Praktek Pengelolaan Terbaik. 4.2 Praktik-praktik mempertahankan kesuburan tanah sampai pada suatu tingkat atau, jika memungkinkan, meningkatkan kesuburan tanah sampai pada tingkat, yang dapat memastikan hasil optimum dan berkelanjutan. Monitoring tren kandungan senyawa organik tanah. Monitoring input netto pupuk (farm gate measures of exports vs penggunaan pupuk). Kesuburan jangka panjang tergantung pada upaya mempertahankan struktur, kandungan senyawa organik, status nutrisi dan kesehatan mikrobiologis tanah. Pihak pengelola perlu memastikan bahwa mereka mengikuti praktek-praktek terbaik. Efisiensi nutrisi harus mempertimbangkan usia tanaman dan kondisi tanah. Petani harus mampu menunjukkan bahwa mereka memiliki pemahaman akan tehniktehnik yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesuburan tanah dan bahwa tehnik- Panduan for Principle 4: Use of appropriate best practices by growers dan mills 10

11 tehnik ini diterapkan. Interpretasi nasional perlu mengidentifikasi cakupan tehnik-tehnik yang tepat. 4.3 Praktik-praktik meminimalisasi dan mengendalikan erosi dan degradasi tanah. Monitoring persentase permukaan tanah yang dilindungi dari dampak air hujan. Monitoring persentase penanaman di lahan miring yang melebihi batasan tertentu (perlu monitoring yang spesifik tanah (soil-specific)). Adanya program pemeliharaan jalan. Tehnik-tehnik yang dapat meminimalisir erosi tanah haruslah tehnik-tehnik yang sudah dikenal dan harus diterapkan jika memungkinkan. Hal ini dapat meliputi praktekpraktek seperti: Perencanaan dan penerapan ground clearance (jarak terhadap tanah) untuk meminimalisir erosi. Memastikan tutupan tanah yang memadai dan menghindari penyemprotan herbisida yang berlebihan. Menggunakan praktek-praktek irigasi yang dirancang dan diterapkan untuk meminimalisir erosi. Mengontrol erosi setiap saat diperlukan, termasuk membuat teras-teras yang sesuai. Merancang dan memelihara jalan secara memadai. Menghindari penanaman pada lahan curam atau lahan dengan jenis tanah yang Panduan for Principle 4: Use of appropriate best practices by growers dan mills 11

12 rentan erosi. Memelihara dan memperbaiki lahan di sekitar tepi sungai untuk meminimalisir erosi pada sungai. Sesudah menebang tegakan lama, pertahankan sisa-sisanya di tempat yang memiliki kecenderungan erosi tinggi, atau tanam tanaman penutup atau tanaman keras yang biasa ditanam dalam sistem perladangan berpindah (rotation crop). Pembakaran tidak dianjurkan untuk membersihkan sisa-sisa penebangan, kecuali dalam kondisi tertentu (lihat kriteria 5.5). Petani harus mampu menunjukkan bahwa mereka memiliki pemahaman tehnik-tehnik yang dibutuhkan untuk meminimalisir erosi tanah dan bahwa tehnik-tehnik ini diterapkan. Interpretasi nasional perlu mengacu pada panduan nasional, dan mengidentifikasi praktek terbaik dan tehnik yang tepat untuk mempertahankan kualitas tanah dalam kondisi setempat, termasuk panduan akan jenis-jenis tanah, dan setiap batasan kinerja (performance threshold) yang sesuai, seperti maksimum gradien kemiringan lahan yang dapat diterima untuk praktek penanaman. 4.4 Praktik-praktik mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah. Rencana pengelolaan air yang diterapkan. Monitoring limbah BOD. Monitoring pengunaan air per ton TBS oleh pabrik. Panduan for Principle 4: Use of appropriate best practices by growers dan mills 12

13 Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit perlu mengatasi efek penggunaan air mereka dan efek kegiatan mereka terhadap sumber air setempat. Praktek-praktek yang dapat dilakukan meliputi: Mempertimbangkan efisiensi pemanfaatan dan pemeliharaan (renewability) sumber air. Memastikan bahwa penggunaan air tidak menimbulkan dampak negatif terhadap ketersediaan air bagi masyarakat di daerah hilir. Perlindungan aliran air dan lahan basah, termasuk memelihara dan memperbaiki daerah pendukung di sepanjang tepi sungai. Menghindari kontaminasi terhadap air permukaan dan air tanah akibat pengikisan tanah, pemakaian suplemen nutrisi atau bahan-bahan kimia, atau akibat pembuangan limbah yang tidak memadai. Pemeliharaan yang memadai terhadap limbah pabrik dan monitoring berkala atas kualitas limbah, yang sesuai dengan perundang-undangan nasional. Interpretasi nasional perlu mengacu pada panduan nasional atau praktek terbaik dan jika diperlukan termasuk batasan kinerja untuk persyaratan-persyaratan seperti luas dan lokasi lahan tepian sungai (riparian strips) atau maksimum laju air di atas permukaan tanah (runoff level) yang dapat diterima. 4.5 Hama, penyakit, gulma dan spesies baru yang agresif dikelola secara efektif menggunakan teknik Pemberantasan Hama Terpadu (PHT) secara tepat. Monitoring unit level kandungan racun (toxicity unit) (a.i. x LD 50 / ton TBS). Monitoring luasan implementasi PHT / total ha. Panduan for Principle 4: Use of appropriate best practices by growers dan mills 13

14 Adanya program untuk memonitor hama dan penyakit. Karena masalah akurasi pengukuran, monitoring level kandungan racun pestisida tidak dapat diterapkan pada smallholder. Pihak perkebunan harus menerapkan tehnik PHT yang diakui, yang menggunakan metode budaya, biologis, mekanis atau fisik untuk meminimalisir penggunaan bahanbahan kimia. Sedapat mungkin spesies asli harus digunakan dalam kontrol biologis. Interpretasi nasional perlu menyediakan panduan lebih lanjut tentang praktek mana yang paling tepat untuk negara tertentu, dan jika diperlukan, praktek-praktek yang tepat untuk petani. 4.6 Bahan kimia pertanian digunakan dengan cara-cara tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan. Tidak ada penggunaan bahan prophylactic dan ketika bahan kimia pertanian dikategorikan sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm dan Rotterdam digunakan, maka pihak perkebunan harus secara aktif melakukan upaya identifikasi bahan alternative dan proses ini harus didokumentasikan. Justifikasi seluruh penggunaan bahan-bahan kimia. Catatan penggunaan pestisida (termasuk bahan aktif yang digunakan, daerah tempat pestisida digunakan, jumlah yang digunakan per ha dan jumlah penerapan). Bukti-bukti dokumentasi yang menunjukkan bahwa bahan-bahan kimia yang dikategorikan sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm dan Rotterdam, serta paraquat (sejenis herbisida) dikurangi atau dihilangkan penggunaannya. Penggunaan produk terpilih yang spesifik atas hama dan gulma yang menjadi target, dan yang memiliki efek minimum terhadap spesies yang tidak menjadi target harus Panduan for Principle 4: Use of appropriate best practices by growers dan mills 14

15 digunakan jika ada. Namun, langkah-langkah untuk menghindari perkembangan resistensi (seperti rotasi pestisida) perlu dilakukan. Bahan-bahan kimia hanya boleh digunakan oleh mereka yang memenuhi kualifikasi yang telah mendapatkan pelatihan terkait, dan harus selalu digunakan sesuai dengan spesifikasi produk. Fasilitas penyelamatan yang memadai harus ada dan digunakan. Seluruh tindakan keamanan/darurat yang dianjurkan produk harus diperhatikan dengan cermat, diterapkan dan dipahami para pekerja. Lihat kriteria 4.7 mengenai kesehatan dan keselamatan. Penyimpanan seluruh bahan kimia harus memenuhi persyaratan Panduan Praktek FAO (lihat Annex/Lampiran 1). Seluruh bahan kimia harus dibuang secara baik dan tidak digunakan untuk keperluan lain (lihat kriteria 5.3). Pemakaian pestisida lewat metode yang telah terbukti yang dapat meminimalisir resiko dan dampak. Penyemprotan pestisida lewat udara hanya diijinkan jika ada justifikasi yang terdokumentasi. Bukti tes residu CPO, sebagaimana diminta rantai pasokan. Pembuangan limbah yang baik, sesuai dengan prosedur yang sepenuhnya dipahami para pekerja dan pihak pengelola. Lihat kriteria 5.3 mengenai pembuangan limbah. Pemeriksaan kesehatan operator pestisida tiap tahun. Interpretasi nasional perlu mempertimbangkan persyaratan hukum penggunaan pestisida, daftar agrochemical yang dilarang, residu agrochemical yang harus dites dan level residu yang tepat, dan praktek penggunaan pestisida terbaik atau sumber-sumber Panduan for Principle 4: Use of appropriate best practices by growers dan mills 15

16 informasi mengenai masalah penggunaan pestisida ini. Catatan: RSPO akan mengidentifikasi alternatif yang aman dan ekonomis untuk mengganti bahan-bahan kimia yang dikategorikan sebagai Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan-bahan yang termasuk dalam daftar Konvensi Stockholm dan Rotterdam, serta paraquat (sejenis herbisida) Hasil identifikasi akan disusun dan disampaikan bulan Nopember Rencana kesehatan dan keselamatan kerja dielaborasi, disebarluaskan dan diimplemantasikan secara efektif. Rencana kesehatan dan keselamatan mencakup hal-hal berikut: Kebijakan kesehatan dan keamanan, yang diimplementasikan dan dimonitor. Seluruh operasi terkait kesehatan dan keselamatan harus telah melewati analisa resiko, dan seluruh prosedur dan tindakan didokumentasikan dan diimplementasikan untuk mengatasi isu-isu teridentifikasi. Seluruh tindakan pengamanan yang dianjurkan produk perlu diperhatikan dengan baik dan diterapkan kepada pekerja terkait. Seluruh pekerja yang terlibat dalam operasi telah mendapat pelatihan yang memadai mengenai praktek kerja yang aman (lihat kriteria 4.8). Peralatan perlindungan yang memadai harus tersedia bagi para pekerja di tempat kerja masing-masing untuk melakukan operasi-operasi yang dapat menimbulkan bahaya, seperti penggunaan pestisida, persiapan lahan, pemanenan dan pembakaran jika ada. Orang yang bertanggung jawab harus diidentifikasi. Harus ada catatan tentang pertemuan berkala antara penanggung jawab dan para pekerja yang membicarakan masalah kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan pekerja. Panduan for Principle 4: Use of appropriate best practices by growers dan mills 16

17 Tindakan-tindakan darurat dan tindakan-tindakan penanganan kecelakaan harus ada dan seluruh petunjuknya harus dimengerti dengan baik oleh seluruh pekerja. Prosedur penanganan kecelakaan harus ditulis dalam bahasa yang dimengerti para pekerja. Para pekerja yang telah mendapatkan pelatihan P3K harus berada dalam operasi di lapangan dan di kebun lainnya, dan perlengkapan P3K harus tersedia di lokasi kerja. Catatan tentang kecelakaan yang terjadi harus simpan dengan baik dan secara periodik di tinjau ulang. Para pekerja harus dilindungi dengan asuransi kecelakaan. Pencatatan kecelakaan saat bekerja. Perhitungan yang dianjurkan: tingkat Lost Time Accident (LTA) (baik dengan menyatakan batas maksimum yang dapat diterima, atau kecenderungan penurunan). Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit perlu memastikan bahwa tempat kerja, mesin-mesin, peralatan, transportasi dan proses-proses yang berada di bawah kontrol mereka aman dan tidak menimbulkan resiko terhadap kesehatan. Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit perlu memastikan bahwa bahan-bahan dan agen kimia, fisik dan biologis yang berada di bawah kontrol mereka tidak menimbulkan resiko kesehatan jika ditangani secara benar. Lingkungan kerja yang aman dan sehat harus tersedia bagi seluruh pekerja, baik para karyawan maupun kontraktor. Rencana kesehatan dan keselamatan harus mencerminkan panduan Konvensi ILO No. 184 (lihat Annex/Lampiran 1). Untuk petani perorangan, pendekatan yang lebih informal terhadap dokumentasi dan pencatatan sudah memadai, selama praktek-praktek kerja seluruh pekerja aman. Panduan for Principle 4: Use of appropriate best practices by growers dan mills 17

18 Untuk interpretasi nasional, seluruh persyaratan hukum serta panduan lokal atau nasional mengenai praktek-praktek pertanian yang aman perlu diidentifikasi dan digunakan. Yang juga penting adalah mengidentifikasi kondisi-kondisi apa yang dapat menimbulkan operasi yang membahayakan dalam konteks lokal. 4.8 Seluruh staf, karyawan, petani dan kontraktor haruslah dilatih secara tepat. Organisasi besar memiliki program pelatihan formal yang meliputi analisa regular terhadap kebutuhan-kebutuhan pelatihan dan dokumentasi program. Catatan pelatihan bagi setiap karyawan. Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit perlu memberikan pelatihan kepada seluruh staf, pekerja dan kontraktor untuk memungkinkan mereka memenuhi tugas dan tanggung jawab mereka sesuai dengan prosedur yang terdokumentasi, dan sesuai dengan persyaratan prinsip-prinsip dan kriteria-kriteria ini. Para pekerja di lahan petani juga membutuhkan pelatihan dan kemampuan yang memadai, dan hal ini dapat dicapai lewat pembinaan oleh pihak perkebunan atau pabrik yang membeli buah mereka, oleh organisasi petani, atau lewat kerjasama dengan institusi dan organisasi lain. Untuk petani catatan pelatihan tidak perlu dibuat namun siapa saja yang bekerja di lahan perkebunan perlu mendapatkan pelatihan untuk kebutuhan pekerjaan mereka. Untuk interpretasi nasional, perlu identifikasi kualifikasi pelatihan kerja yang tepat. Panduan for Principle 4: Use of appropriate best practices by growers dan mills 18

19 Prinsip 5: Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati 5.1 Aspek-aspek manajemen perkebunan dan pabrik yang menimbulkan dampak lingkungan diidentifkasi, dan rencana-rencana untuk mengurangi/mencegah dampak negatif dan mendorong dampak positif dibuat, diimplementasikan dan dimonitor untuk memperlihatkan kemajuan yang kontinu. Dokumen analisa dampak. Perencanaan manajemen dan prosedur operasi yang tepat. Bila identifikasi dampak membutuhkan perubahan pada praktek-praktek yang sedang dijalankan, untuk mengurangi dampak negatif, perlu dibuat sebuah jadwal perubahan. AMDAL dapat meliputi kegiatan-kegiatan berikut: Membangun jalan-jalan, pabrik pengolahan atau infrastruktur baru. Menerapkan sistem drainase atau irigasi. Melakukan penanaman kembali atau perluasan daerah tanam. Pembuangan limbah pabrik (lihat kriteria 4.4); Pembersihan vegetasi alam yang tersisa. AMDAL dapat diidentifikasi pada sumber-sumber air tanah, kualitas air (lihat kriteria 5.6), keanekaragaman hayati dan ekosistem, dan fasilitas publik (lihat kriteria 6.1 untuk dampak sosial), baik yang berada di dalam maupun di luar lokasi kerja. Konsultasi stakeholder memiliki peran kunci dalam proses identifikasi AMDAL. Adanya konsultasi haruslah menghasilkan proses-proses yang lebih baik untuk mengidentifikasi dampak dan untuk mengembangkan langkah-langkah pencegahan yang dibutuhkan. Panduan for Principle 6: Responsible consideration of employees dan of individuals dan communities affected by growers dan mills 19

20 Yang juga penting, saat kegiatan, tehnik atau operasi mengalami perubahan seiring dengan waktu, identifikasi dampak, dan setiap upaya pencegahan yang dibutuhkan juga perlu diperbarui (updating). Untuk skema smallholder, pengelolaan skema memiliki tanggung jawab untuk melakukan AMDAL dan untuk merencanakan dan beroperasi sesuai dengan hasil AMDAL. Petani perorangan tidak dituntut melakukan AMDAL (kecuali ada persyaratan hukum untuk itu) namun mereka perlu memiliki pemahaman yang baik tentang dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh kegiatan mereka, dan tentang tehnik-tehnik pencegahan yang benar. Interpretasi nasional perlu mempertimbangkan seluruh persyaratan legal nasional serta isu-isu lain yang tidak diwajibkan oleh hukum namun penting. 5.2 Status spesies-spesies langka, terancam, atau hampir punah dan habitat dengan nilai konservasi tinggi, jika ada di dalam perkebunan atau yang dapat terpengaruh oleh manajemen kebun dan pabrik harus diidentifikasi dan konservasinya diperhatikan dalam rencana dan operasi manajamen. Penyusunan informasi yang meliputi baik daerah tanam sendiri maupun pertimbangan bentang alam yang lebih luas dan relevan (misalnya koridor satwa liar). Informasi dimaksud harus mencakup: Keberadaan daerah yang dilindungi yang mungkin terkena dampak luar biasa dari kegiatan perkebunan atau pabrik. Status konservasi (misalnya status IUCN), perlindungan hukum, status populasi dan persyaratan habitat spesies langka, terancam atau hampir punah, yang mungkin terkena dampak luar biasa dari kegiatan perkebunan atau pabrik. Identifikasi habitat dengan nilai konservasi tinggi, seperti ekosistem yang langka dan terancam, yang mungkin terkena dampak luar biasa dari kegiatan perkebunan Panduan for Principle 6: Responsible consideration of employees dan of individuals dan communities affected by growers dan mills 20

21 atau pabrik. Jika terdapat spesies langka atau terancam, atau habitat dengan nilai konservasi tinggi, maka langkah-langkah perencanaan manajemen dan operasi yang benar harus mencakup: Memastikan bahwa seluruh persyaratan hukum yang terkait dengan perlindungan spesies atau habitat tersebut di atas dipenuhi. Menghindari kehancuran dan kerusakan atas habitat-habitat terkait. Mengontrol setiap kegiatan perburuan, penangkapan ikan atau pemanenan ilegal atau tidak benar; dan mengembangkan upaya-upaya yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik antara manusia dan satwa liar (misalnya serbuan gajah ke wilayah pemukiman). Pengumpulan informasi ini harus meliputi pemeriksaan atas catatan-catatan biologi yang tersedia, dan konsultasi dengan departemen dan lembaga penelitian terkait, serta NGO yang berkepentingan, jika dibutuhkan. Tergantung pada nilai keanekaragaman hayati yang ada, dan banyaknya informasi yang tersedia, survey lapangan tambahan mungkin perlu dilakukan. Untuk petani perorangan, pemahaman dasar tentang spesies atau habitat terkait, serta kebutuhan konservasinya, sudah memadai. Untuk interpretasi nasional, sumber informasi yang tepat mencakup daftar spesies yang terancam yang dikeluarkan pemerintah atau dunia internasional ( red data lists ), perundang-undangan tentang perlindungan satwa liar nasional, instansi yang Panduan for Principle 6: Responsible consideration of employees dan of individuals dan communities affected by growers dan mills 21

22 5.3 Limbah harus dikurangi, didaur ulang, dipakai kembali, dan dibuang dengan cara-cara bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial bertanggung jawab atas daerah dan spesies yang dilindungi, atau NGO yang relevan. Pengelolaan limbah dan rencana pembuangan limbah. Pembuangan wadah pestisida yang aman. Pengelolaan limbah dan rencana pembuangan limbah harus meliputi langkah-langkah untuk: Mengidentifikasi dan memonitor sumber limbah dan polusi. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber, dan mendaur ulang limbah sebagai nutrisi atau mengubahnya menjadi produk dengan nilai tambah (misalnya lewat program pemberian pakan ternak). Pembuangan bahan-bahan kimia berbahaya dan wadahnya yang tepat. Kelebihan wadah bahan kimia harus dibuang atau dibersihkan dengan cara yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial (misalnya mengembalikannya ke penjual atau melakukan pencucian tiga tahap), sehingga tidak timbul resiko kontaminasi terhadap sumber air atau kesehatan manusia. Petunjuk pembuangan sebagaimana tertera pada label wadah harus dijadikan acuan. Petani harus mengadopsi langkah-langkah yang benar untuk membuang bahan-bahan kimia serta wadahnya. Interpretasi nasional dapat mencakup: rincian UU atau kebijakan nasional terkait, daftar jenis-jenis limbah yang harus diperhatikan, seluruh cara/jenis pembuangan yang tidak Panduan for Principle 6: Responsible consideration of employees dan of individuals dan communities affected by growers dan mills 22

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Perhatian: ini adalah terjemahan dari teks bahasa Inggris. Versi asli bahasa Inggrislah yang dianggap sebagai dokumen yang mengikat secara hukum. - April 2015

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Indonesian National Interpretation Working Group (INA-NIWG) Interpretasi Nasional Prinsip dan Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Dokumen Final Roundtable on Sustainable Palm Oil

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia.

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia. Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia Draft 3 Oktober 2007 Prinsip 1 : Komitmen terhadap transparansi Nasional 1.1.Pihak

Lebih terperinci

Termasuk Indikator dan Panduan. Oktober RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm

Termasuk Indikator dan Panduan. Oktober RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm Termasuk Indikator dan Panduan Oktober 2007 RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm Principle & Criteria untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Pembukaan Produksi minyak sawit

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik

Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik Indikator Pasal Biaya (Rp) Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja SOP Kebun mulai dari LC (Land Clearing) sampai dengan panen tersedia 4.1

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

Kode Etik Pemasok. Pendahuluan

Kode Etik Pemasok. Pendahuluan KODE ETIK PEMASOK Kode Etik Pemasok Pendahuluan Sebagai peritel busana internasional yang terkemuka dan berkembang, Primark berkomitmen untuk membeli produk berkualitas tinggi dari berbagai negara dengan

Lebih terperinci

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat Kode Etik Pemasok Kode Etik Pemasok 1. KEBEBASAN MEMILIH PEKERJAAN 1.1 Tidak ada tenaga kerja paksa atau wajib dalam bentuk apa pun, termasuk pekerjaan terikat, perdagangan manusia, atau tahanan dari penjara.

Lebih terperinci

Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup

Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup Dipersiapkan oleh Taskforce untuk Petani Tanggal: 19 Juni 2010 Pendahuluan: Dokumen ini menetapkan Pedoman Umum RSPO untuk

Lebih terperinci

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN No Aspek Indikator Indikator Ekonomi 1 Kinerja Ekonomi Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung, meliputi pendapatan,

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Indonesian National Interpretation Working Group (INA-NIWG) Interpretasi Nasional Prinsip dan Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Dokumen Draft Final Sinkronisasi RSPO P&C Oktober

Lebih terperinci

Stop Eksploitasi pada Pekerja kelapa sawit. Panduan untuk kebun

Stop Eksploitasi pada Pekerja kelapa sawit. Panduan untuk kebun Stop Eksploitasi pada Pekerja kelapa sawit Panduan untuk kebun Januari 2016 Panduan kerja untuk perkebunan, pabrik pengolahan, kebun, dan ladang Pendahuluan Panduan ini disusun dari Prinsip Tanpa Eksploitasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi RSPO RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang kebun sawit yang berkelanjutan. Diinisiasi oleh WWF, Aarhus, Golden Hope, MPOA, Migros,

Lebih terperinci

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PENGANTAR AptarGroup mengembangkan solusi sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan usaha yang wajar dan hukum ketenagakerjaan, dengan menghargai lingkungan dan sumber daya alamnya.

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesian Smallholder Working Group (INA-SWG) Dok: 01/INA-SWG/2009 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Petani Kemitraan Republik Indonesia Dokumen akhir Interpretasi

Lebih terperinci

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja Kriteria, Indikator dan KPI Karet Alam Berkesinambungan 1. Referensi Kriteria, Indikator dan KPI SNR mengikuti sejumlah

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha

Lebih terperinci

Kode Perilaku 4C. 4CDoc_001a_Code of Conduct_v1.3_id

Kode Perilaku 4C. 4CDoc_001a_Code of Conduct_v1.3_id Kode Perilaku 4C 4CDoc_001a_Code of Conduct_v1.3_id versi disetujui pada bulan Mei 2009 Meliputi - Umum yang Disetujui pada Bulan Februari 2010 Versi berlaku dari Juli 2010 seterusnya Harap kirim pertanyaan

Lebih terperinci

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial 2 Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO Lampiran 1 Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO PRINSIP 1 LEGALITAS USAHA PERKEBUNAN Kriteria 1.1 Izin Lokasi Perusahaan Perkebunan harus memperoleh Izin Lokasi

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO Hal. 1 NO. PRINSIP DAN KRITERIA INDIKATOR 1. SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN 1.1 Perizinan dan sertifikat. 1. Telah memiliki izin lokasi dari pejabat yang Pengelola perkebunan harus memperoleh

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Republik Indonesia Final Document (Terharmonisasi dengan 4th Draft Generic Guidance on

Lebih terperinci

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184)

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) 1 R184 - Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) 2 R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) Rekomendasi mengenai Kerja Rumahan Adopsi: Jenewa, ILC

Lebih terperinci

V. Roundtable Of Sustainable Palm Oil (RSPO)

V. Roundtable Of Sustainable Palm Oil (RSPO) V. Roundtable Of Sustainable Palm Oil (RSPO) 1. Latar Belakang Dan Sejarah Pendirian RSPO Hal yang melatarbelakangi adanya RSPO adalah: Perkembangan pembangunan kelapa sawit yang begitu pesat dan diperkirakan/dikhawatirkan

Lebih terperinci

Document finalpedoman Petani Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani. Tanggal: 2 Juli 2009

Document finalpedoman Petani Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani. Tanggal: 2 Juli 2009 Document final Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani Tanggal: 2 Juli 2009 Page 1 1/11/2012 Pendahuluan: Dokumen ini menampilkan versi akhir pedoman Generik RSPO untuk Petani Plasma. Dokumen ini

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan 1/5 Keberlanjutan merupakan inti dari strategi dan kegiatan operasional usaha Valmet. Valmet mendorong pelaksanaan pembangunan yang dan berupaya menangani masalah keberlanjutan di seluruh rantai nilainya

Lebih terperinci

Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari. Konsep konsultasi publik versi 2

Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari. Konsep konsultasi publik versi 2 Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari Konsep konsultasi publik versi 2 25 Mei 2005 Laporan ini disusun oleh ProForest atas nama Kelompok Kerja Kriteria Konferensi Minyak Sawit Lestari (RSPO) Penghargaan:

Lebih terperinci

KODE ETIK PEMASOK 1. UPAH YANG DI BAYARKAN CUKUP UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN HIDUP

KODE ETIK PEMASOK 1. UPAH YANG DI BAYARKAN CUKUP UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN HIDUP KODE ETIK PEMASOK Peraturan ini memberikan standard minimum yang bilamana mungkin, harus di lampaui oleh pemasok. Dalam penerapannya, para pemasok harus mengikuti hukum nasional dan hukum lainnya yang

Lebih terperinci

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 R-166 Rekomendasi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

Pertanyaan Umum (FAQ):

Pertanyaan Umum (FAQ): Pertanyaan Umum (FAQ): Persyaratan dan Panduan Sistem Manajemen RSPO untuk Kelompok Produksi TBS (Versi AKHIR, Maret 2016) Untuk diperhatikan: dokumen FAQ ini akan diperbaharui secara berkala setelah menerima

Lebih terperinci

Kode Etik Pemasok 1/11

Kode Etik Pemasok 1/11 1/11 Kami akan memimpin sebuah gerakan yang akan menjadikan cokelat berkelanjutan sebagai norma, sehingga cokelat yang kita semua cintai akan selalu hadir untuk generasi yang akan datang. Pengantar Sebagai

Lebih terperinci

Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO

Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO PRINSIP 1 KOMITMEN TERHADAP TRANSPARASI Kriteria I Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit menyediakan informasi yang

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 2 R-165 Rekomendasi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

Pedoman Perilaku BSCI 1

Pedoman Perilaku BSCI 1 Pedoman Perilaku BSCI 1 Kehadiran Pedoman Perilaku BSCI versi 1/2014 bertujuan mendirikan nilai-nilai dan prinsipprinsip bahwa para Peserta BSCI berusaha untuk menerapkan dalam rantai pasokan mereka. Pedoman

Lebih terperinci

KUALA LUMPUR KEPONG BERHAD. PELATIHAN MENGENAI KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN KLK (KLK Sustainability Policy)

KUALA LUMPUR KEPONG BERHAD. PELATIHAN MENGENAI KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN KLK (KLK Sustainability Policy) KUALA LUMPUR KEPONG BERHAD PELATIHAN MENGENAI KEBIJAKAN KEBERLANJUTAN KLK (KLK Sustainability Policy) 1 1.Kebijakan Lingkungan 1.1 Dilarang Deforestasi Tidak akan ada pengembangan baru di kawasan stok

Lebih terperinci

LAMPIRAN I Cara. Indikator. Kualitas (esensi) Ada/Tidak

LAMPIRAN I Cara. Indikator. Kualitas (esensi) Ada/Tidak LAMPIRAN I Indikator INDIKATOR KINERJA EKONOMI Kinerja Ekonomi Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung yang meliputi pendapatan, biaya operasional, imbal jasa EC1 (kompensasi) karyawan, donasi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

KODE PERILAKU 4C DISETUJUI OLEH DEWAN 4C PADA TANGGAL 9 DESEMBER 2014 VERSION 2.0

KODE PERILAKU 4C DISETUJUI OLEH DEWAN 4C PADA TANGGAL 9 DESEMBER 2014 VERSION 2.0 KODE PERILAKU 4C DISETUJUI OLEH DEWAN 4C PADA TANGGAL 9 DESEMBER 2014 VERSION 2.0 DAFTAR ISI KODE Pendahuluan Dimensi Ekonomi Prinsip Pertanian sebagai usaha (1.1-1.3) Prinsip Dukungan untuk petani (1.4-1.8)

Lebih terperinci

4. Metoda penerapan Konvensi No.111

4. Metoda penerapan Konvensi No.111 Diskriminasi dan kesetaraan: 4. Metoda penerapan Konvensi No.111 Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar Mengidentifikasi kebijakan dan tindakan

Lebih terperinci

Kode Perilaku VESUVIUS: black 85% PLC: black 60% VESUVIUS: white PLC: black 20% VESUVIUS: white PLC: black 20%

Kode Perilaku VESUVIUS: black 85% PLC: black 60% VESUVIUS: white PLC: black 20% VESUVIUS: white PLC: black 20% Kode Perilaku 2 Vesuvius / Kode Perilaku 3 Pesan dari Direktur Utama Kode Perilaku ini menegaskan komitmen kita terhadap etika dan kepatuhan Rekan-rekan yang Terhormat Kode Perilaku Vesuvius menguraikan

Lebih terperinci

Nilai-Nilai dan Kode Etik Grup Pirelli

Nilai-Nilai dan Kode Etik Grup Pirelli Nilai-Nilai dan Kode Etik Grup Pirelli Identitas Grup Pirelli menurut sejarahnya telah terbentuk oleh seperangkat nilai-nilai yang selama bertahun-tahun telah kita upayakan dan lindungi. Selama bertahuntahun,

Lebih terperinci

NILAI-NILAI DAN KODE ETIK GRUP PIRELLI

NILAI-NILAI DAN KODE ETIK GRUP PIRELLI NILAI-NILAI DAN KODE ETIK GRUP PIRELLI MISI NILAI-NILAI GRUP PIRELLI PENDAHULUAN PRINSIP-PRINSIP PERILAKU KERJA - SISTEM KONTROL INTERNAL PIHAK-PIHAK YANG BERKEPENTINGAN Pemegang saham, investor, dan komunitas

Lebih terperinci

Unilever. Secara Bertanggung Jawab. Kebijakan Penunjukan Pihak Luar. Menjalin kerja sama dengan para pemasok kami

Unilever. Secara Bertanggung Jawab. Kebijakan Penunjukan Pihak Luar. Menjalin kerja sama dengan para pemasok kami Unilever Kebijakan Penunjukan Pihak Luar Secara Bertanggung Jawab Menjalin kerja sama dengan para pemasok kami Juni 2016 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip-prinsip Mendasar 4 Pedoman Pelaksanaan 6 I Persyaratan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KABUPATEN RAMAH HAK ASASI MANUSIA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KABUPATEN RAMAH HAK ASASI MANUSIA BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KABUPATEN RAMAH HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang :a.

Lebih terperinci

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original Tata Tertib Semua unit Misi KONE adalah untuk meningkatkan arus pergerakan kehidupan perkotaan. Visi kita adalah untuk Memberikan pengalaman terbaik arus pergerakan manusia, menyediakan kemudahan, efektivitas

Lebih terperinci

Memahami. Panduan berilustrasi mengenai Praktik yang Tidak Dapat Diterima dan Prinsip-Prinsip Kode 4C. Kode Perilaku

Memahami. Panduan berilustrasi mengenai Praktik yang Tidak Dapat Diterima dan Prinsip-Prinsip Kode 4C. Kode Perilaku Memahami 4C Panduan berilustrasi mengenai Praktik yang Tidak Dapat Diterima dan Prinsip-Prinsip Kode 4C Kode Perilaku Memahami Kode Perilaku 4C Panduan berilustrasi mengenai Praktik yang Tidak Dapat Diterima

Lebih terperinci

Kode Etik Bisnis Pemasok Smiths

Kode Etik Bisnis Pemasok Smiths Kode Smiths Pengantar dari Philip Bowman, Kepala Eksekutif Sebagai sebuah perusahaan global, Smiths Group berinteraksi dengan pelanggan, pemegang saham, dan pemasok di seluruh dunia. Para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

Respon Pemantauan IFC ke. Audit CAO mengenai investasi IFC di

Respon Pemantauan IFC ke. Audit CAO mengenai investasi IFC di AUDIT PEMANTAUAN DAN LAPORAN PENUTUPAN CAO Audit IFC Kepatuhan CAO C-I-R6-Y08-F096 27 Maret 2013 Respon Pemantauan IFC ke Audit CAO mengenai investasi IFC di Wilmar Trading (IFC No. 20348) Delta Wilmar

Lebih terperinci

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015 Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 2.0 3 Juni 2015 APRIL Group (APRIL) berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan di seluruh areal kerja perusahaan dengan menerapkan praktik-praktik

Lebih terperinci

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional 1 2 5 6 Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan

Lebih terperinci

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) DAFTAR ISI I. DASAR HUKUM II. TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG III. ATURAN BISNIS IV. JAM KERJA V. RAPAT VI. LAPORAN DAN TANGGUNG JAWAB VII.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas)

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) LAMPIRAN 6 PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) Pihak Pertama Nama: Perwakilan yang Berwenang: Rincian Kontak: Pihak Kedua Nama:

Lebih terperinci

Indorama Ventures Public Company Limited. Kode Etik Pemasok

Indorama Ventures Public Company Limited. Kode Etik Pemasok Indorama Ventures Public Company Limited Kode Etik Pemasok Kode Etik Pemasok Indorama Ventures Public Company Limited dan anak perusahaan / afiliasi (secara kolektif disebut sebagai Perusahaan) berkomitmen

Lebih terperinci

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 2 R-188 Rekomendasi Agen Penempatan kerja Swasta, 1997 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas

Lebih terperinci

Standar Kita. Pentland Brands plc

Standar Kita. Pentland Brands plc Standar Kita Pentland Brands plc * * * Membangun rumpun merek yang dicintai dunia dari generasi ke generasi * Penerima Lisensi Alas Kaki Sebagai sebuah bisnis keluarga dan keluarga bisnis, nilai-nilai

Lebih terperinci

PEDOMAN PERILAKU PEMASOK CATERPILLAR

PEDOMAN PERILAKU PEMASOK CATERPILLAR PEDOMAN PERILAKU PEMASOK CATERPILLAR HARAPAN PEMASOK Saat Caterpillar melaksanakan bisnis dalam kerangka kerja peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, kepatuhan terhadap hukum saja belum cukup bagi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF Halaman: 1 dari 7 MAPPING (PM) ATAU Dibuat Oleh Direview Oleh Disahkan Oleh 1 Halaman: 2 dari 7 Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh 2 Halaman: 3 dari 7 Daftar Isi 1. Tujuan... 4

Lebih terperinci

ITEM PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN. 3 EC 3 Jaminan kewajiban organisasi terhadap program imbalan pasti

ITEM PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN. 3 EC 3 Jaminan kewajiban organisasi terhadap program imbalan pasti 71 ITEM PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN NO kode GRI KETERANGAN 1 EC 1 2 EC2 Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung,meliputi pendapatan, biaya operasi, imbal jasa karyawan, donasi

Lebih terperinci

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982,

Mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982, PERSETUJUAN PELAKSANAAN KETENTUAN-KETENTUAN KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT TANGGAL 10 DESEMBER 1982 YANG BERKAITAN DENGAN KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SEDIAAN IKAN YANG BERUAYA TERBATAS

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

Indorama Ventures Public Company Limited

Indorama Ventures Public Company Limited Indorama Ventures Public Company Limited Kode Etik untuk Pemasok (Sebagaimana yang di setujui pada Desember 2014) Revisi 1 (Sebagaimana yang di setujui pada Mei 2017) Catatan Dalam hal ketentuan apa pun

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik Kurikulum xxxxxxxxxx2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami

Lebih terperinci

MEKANISME KELUHAN PEKERJA

MEKANISME KELUHAN PEKERJA PROSEDUR TPI-HR-Kebijakan-04 Halaman 1 dari 7 MEKANISME KELUHAN PEKERJA Halaman 2 dari 7 Pendahuluan Keluhan didefinisikan sebagai masalah yang nyata atau dirasakan yang dapat memberikan alasan untuk mengajukan

Lebih terperinci

Standar Tanggung Jawab untuk Para Pemasok

Standar Tanggung Jawab untuk Para Pemasok Standar Tanggung Jawab untuk Para Pemasok 2017 PENGADAAN GLOBAL Keyakinan Kami Kami percaya bahwa tanggung jawab kami yang pertama adalah terhadap para dokter, perawat dan pasien; para ibu dan bapak dan

Lebih terperinci

R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA

R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA R198 REKOMENDASI MENGENAI HUBUNGAN KERJA 1 R-198 Rekomendasi Mengenai Hubungan Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-42/MENLH/11 /94 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN AUDIT LINGKUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-42/MENLH/11 /94 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN AUDIT LINGKUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-42/MENLH/11 /94 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN AUDIT LINGKUNGAN, MENIMBANG : 1. bahwa setiap orang yang menjalankan suatu bidang

Lebih terperinci

Catatan Pertemuan Periode I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF)

Catatan Pertemuan Periode I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF) Hari/Tanggal : Jumat, 18 Oktober 2013 Peserta : 23 Tempat : Kantor First Resources, Jakarta Jam Pembahasan Oleh 08.53 Pembukaan Rapat Prinsip 4 Prinsip 4 tidak mengalami perubahan, tetap digunakan kalimat

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN

Lebih terperinci

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA 0 Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA Paket 00.indb //0 :: AM STANDAR AUDIT 0 penggunaan PEKERJAAN PAKAR AUDITOR (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada

Lebih terperinci

LAMPIRAN 3 NOTA KESEPAKATAN (MOU) UNTUK MERENCANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA. (Versi Ringkas)

LAMPIRAN 3 NOTA KESEPAKATAN (MOU) UNTUK MERENCANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA. (Versi Ringkas) LAMPIRAN 3 NOTA KESEPAKATAN (MOU) UNTUK MERENCANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) Pihak Pertama Nama: Perwakilan yang Berwenang: Rincian Kontak: Pihak Kedua

Lebih terperinci

R197 REKOMENDASI MENGENAI KERANGKA PROMOTIONAL UNTUK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

R197 REKOMENDASI MENGENAI KERANGKA PROMOTIONAL UNTUK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA R197 REKOMENDASI MENGENAI KERANGKA PROMOTIONAL UNTUK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1 R-197 Rekomendasi Mengenai Kerangka Promotional Untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan

Lebih terperinci

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi ID Dokumen BAHASA INDONESIA Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi Kelompok Pakar Sejawat, Skema Lisensi Penilai (ALS) HCV Resource Network (HCVRN) Prosedur

Lebih terperinci

Prasyarat Penerima Hibah

Prasyarat Penerima Hibah Prasyarat Penerima Hibah Prinsip - Prinsip Grants Program Manager ( Pengelola Program Hibah ) atas nama MCA-Indonesia akan menilai dan menyaring semua Kertas Konsep dan / atau Proposal yang masuk dengan

Lebih terperinci

DOKUMEN PANDUAN UTZ PERLINDUNGAN ALAM

DOKUMEN PANDUAN UTZ PERLINDUNGAN ALAM DOKUMEN PANDUAN UTZ PERLINDUNGAN ALAM (Versi 1.0, 1-8-2016) Panduan tentang perlindungan alam, sebagaimana diwajibkan dalam Pedoman Perilaku Inti UTZ untuk sertifikasi kelompok dan multikelompok (Versi

Lebih terperinci

A. KRITERIA AUDIT SMK3

A. KRITERIA AUDIT SMK3 LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN SMK3 A. KRITERIA AUDIT SMK3 1 PEMBANGUNAN DAN

Lebih terperinci

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO 14 th Sept 2015 Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta PREPARED BY: kompensasi Task Force Prosedur Remediasi and Kompensasi RSPO terkait Pembukaan Lahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KODE ETIK PEMASOK KODE ETIK PEMASOK

KODE ETIK PEMASOK KODE ETIK PEMASOK KODE ETIK 16 December 2016 i DAFTAR ISI KOMITMEN ANZ 2 KOMITMEN PARA KAMI 2 HAK ASASI MANUSIA DAN HUBUNGAN DI TEMPAT KERJA 3 Hak Asasi Manusia 3 Gaji, Tunjangan & Kondisi dan Syarat Kerja 3 Kerja Paksa

Lebih terperinci

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 K-158 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA SOLUSI Masa depan perdagangan internasional Indonesia tidak harus bergantung pada deforestasi. Sinar Mas Group adalah pemain terbesar dalam sektor-sektor pulp dan kelapa sawit, dan dapat memotori pembangunan

Lebih terperinci

Alang-alang dan Manusia

Alang-alang dan Manusia Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara

Lebih terperinci

MENGHARGAI SESAMA DAN MASYARAKAT PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

MENGHARGAI SESAMA DAN MASYARAKAT PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA DAN MASYARAKAT 24 08 2010 PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA DAFTAR ISI PENDAHULUAN 3 BAGAIMANA KAMI MENERAPKAN STANDAR KAMI 4 STANDAR HAK ASASI MANUSIA KAMI 4 SISTEM MANAJEMEN KAMI 6 3 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE Pada tanggal 1 Juli 2015, the Komite Keefektifan Pembangunan (Committee on Development Effectiveness/CODE) membahas draf kedua dari Tinjauan dan Pembaruan

Lebih terperinci

Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis. 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola

Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis. 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola BP 2013 Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis 1. Pendahuluan Kami mengirimkan energi kepada dunia.

Lebih terperinci

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention)

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention) Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention) BAB 1 PRINSIP UMUM 1.1. Standar Definisi, Standar, dan Standar

Lebih terperinci

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu

Lebih terperinci

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011 Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011 Pak Muliadi S.E yang terhormat, Terima kasih atas surat Anda tertanggal 24 Februari 2011 mengenai Kalimantan Forests and Climate

Lebih terperinci

INA-NITF ( ) 1 4 INDIKATOR PANDUAN CATATAN

INA-NITF ( ) 1 4 INDIKATOR PANDUAN CATATAN Draft I Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO (Hasil Pertemuan I INA-NITF (16-18 Oktober 2013) Prinsip 1 s/d 4 NO Prinsip 1: Komitmen terhadap transparansi 1.1 Pihak perkebunan dan pabrik

Lebih terperinci

2. Konsep dan prinsip

2. Konsep dan prinsip Diskriminasi dan kesetaraan: 2. Konsep dan prinsip Kesetaraan and non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar 1. Menganalisa definisi diskriminasi di tempat kerja

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan)

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan) Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan) 13 Agustus 2015 Pengantar Bumitama Agri Ltd. adalah kelompok perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia

Lebih terperinci

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar Menetapkan konsep

Lebih terperinci

Indikator Verifikasi. Maret Palm Oil Innovation Group. Foto oleh: DAABON. Foto oleh: Paul Hilton / Rainforest Action Network

Indikator Verifikasi. Maret Palm Oil Innovation Group. Foto oleh: DAABON. Foto oleh: Paul Hilton / Rainforest Action Network Indikator Verifikasi Maret 2016 Foto oleh: DAABON Foto oleh: Paul Hilton / Rainforest Action Network Palm Oil Innovation Group Foto oleh: DAABON **Catatan: Indikator utama untuk setiap bagian ditandai

Lebih terperinci

Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017

Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017 Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017 Kode etik bisnis Kode etik bisnis ini berlaku pada semua bisnis dan karyawan Smiths Group di seluruh dunia. Kepatuhan kepada Kode ini membantu menjaga dan meningkatkan

Lebih terperinci