Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari. Konsep konsultasi publik versi 2

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari. Konsep konsultasi publik versi 2"

Transkripsi

1 Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari Konsep konsultasi publik versi 2 25 Mei 2005

2 Laporan ini disusun oleh ProForest atas nama Kelompok Kerja Kriteria Konferensi Minyak Sawit Lestari (RSPO) Penghargaan: Penyusunan prinsip dan kriteria RSPO minyak sawit lestari didanai oleh HSBC Malaysia dan Doen Foundation Negeri Belanda

3 Daftar Isi 1. PENDAHULUAN SEKILAS MENGENAI DOKUMEN INI MASALAH-MASALAH UTAMA UNTUK DIKOMENTARI LEBIH LANJUT 6 2. PRINSIP DAN KRITERIA UNTUK MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN 9 3. PEDOMAN YANG DITAWARKAN UNTUK MEMENUHI KRITERIA 4. MASALAH-MASALAH YANG MENONJOL UNTUK DIPERHATIKAN OLEH CWG 4.1. RUANG LINGKUP PENERAPAN KRITERIA RSPO 4.2. INTERPRESTASI NASIONAL MENGENAI KRITERIA RSPO 4.3. VERIFIKASI TERHADAP PEMENUHAN KRITERIA RSPO DAN KONTRROL ATAS KALIM APPENDIX 1: DEFINISI-DEFINISI YANG DITAWARKAN APPENDIX 2: SEBUAH PEDOMAN SEDERHANA MENGENAI BEBERAPA STANDAR INTERNASIONAL SEBAGAI REFERENSI TAMBAHAN UNTUK KRITERIA SOSIAL APPENDIX 3: INDIKATOR-INDIKATOR YANG TERUKUR UNTUK KRITERIA MINYAK SAWIT YANG BERKELANJUTAN, UNTUK MELENGKAPI KRITERIA 8.1

4 1. Pendahuluan Konferensi Minyak Sawit Lestari (RSPO) merupakan prakarsa berbagai pengambil keputusan di dunia mengenai minyak sawit lestari. Para anggota RSPO, dan para peserta dalam aktivitasaktivitas RSPO berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, yang meliputi perusahaan perkebunan, pabrikan dan pengecer produk-produk minyak kelapa sawit, LSM lingkungan hidup dan LSM sosial serta dari berbagai negara penghasil atau pengguna minyak sawit. Tujuan utama RSPO adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan penggunaan minyak sawit lestari melalui kerjasama dalam mata rantai pemasokan dan membuka dialog antara para pengambil keputusannya. Konferensi Minyak Sawit Lestari yang pertama diadakan di Kuala Lumpur pada bulan Agustus tahun 2003, yang menghasilkan Pernyataan Bersama yang secara hukum tidak mengikat. Pernyataan tersebut berisi, antara lain, perlu adanya definisi yang jelas mengenai produksi minyak sawit lestari yang akan ditetapkan melalui penyusunan seperangkat kriteria. 1

5 Tahap pertama proses penyusunan ini adalah dibuatnya sebuah laporan pada bulan Maret Laporan ini dibuat oleh sebuah Kelompok Teknis yang ditetapkan oleh Panitia Pelaksana Konferensi, dan menetapkan kerangka penyusunan kriteria beserta usulan proses penyusunan kriteria tetap. Tahap yang kedua adalah menyusun seperangkat asas dan kriteria tetap minyak sawit lestari. Dewan Pelaksana RSPO telah menunjuk sebuah Kelompok Kerja Kriteria (CWG) untuk mengawasi proses ini dan Kelompok ini terdiri dari para wakil produsen, mata rantai pemasokan, serta kepentingan investor, kepentingan lingkungan hidup, dan kepentingan sosial. Rancangan asas dan kriteria tersebut mencakup aspek-aspek hukum, ekonomi, teknik, lingkungan hidup dan sosial produksi minyak sawit. Asas-asas dan kriteria tersebut dimaksudkan untuk diberlakukan di seluruh dunia dan menjangkau baik perkebunan yang sudah ada maupun yang baru akan dibuka. 1 Kerangka Rancangan Kriteria Minyak Sawit Lestari: Makalah pembahasan untuk memulai proses penyusunan kriteria Konferensi Minyak Sawit Lestari. Maret Dapat dilihat di Website RSPO 2

6 Proses penyusunan konsep 2 dirancang untuk memastikan adanya peluang besar penyampaian masukan dari berbagai perseorangan atau organisasi yang berkepentingan. RSPO menganggap perlu agar asas-asas dan kriteria tersebut disusun atas dasar masukan dari berbagai pengambil keputusan. Artinya, setiap pengambil keputusan dapat memberikan masukan untuk asas-asas dan kriteria tersebut. Rancangan pertama asas-asas dan kriteria tersebut terbuka untuk ditanggapi masyarakat mulai dari tanggal 25 November 2004 hingga 25 Januari Hal ini diikuti dengan pertemuan kedua CWG tanggal Februari 2005 di Malaysia. Tujuan pertemuan tersebut adalah melakukan perbaikan-perbaikan substansial dalam rangka penyusunan konsep asas, kriteria, dan pedoman kedua, yang mencakup pertimbangan atas tanggapan dari masyarakat yang diterima selama masa konsultasi pertama. RSPO juga menyediakan sinopsis tanggapan-tanggapan masyarakat. 2 Proses dan tatacara yang akan ditempuh dalam menyusun kriteria tersebut diuraikan dalam dokumen yang berjudul Process and procedures for the development of international criteria for sustainable palm oil (Proses dan tatacara penyusunan kriteria internasional minyak sawit lestari), yang terdapat dalam website RSPO 3

7 Dokumen ini merupakan hasil pembahasan selama dan sesudah pertemuan kedua CWG, dan merupakan Versi 2 Kriteria Konsep RSPO Minyak Sawit Lestari. Masyarakat dapat memberi tanggapan mereka terhadap dokumen ini hingga tanggal 25 Juli Jika saudara ingin memberikan masukan untuk proses ini, kirimkanlah tanggapan saudara ke alamat info@proforest.net atau melalui pos kepada ProForest, South Suite, Frewin Chambers, Frewin Court, OX1 3HZ Oxford, UK. Batas akhir pemberian tanggapan adalah tanggal 25 Juli Versi terakhir kriteria harus jelas dan dapat diterapkan. CWG juga harus memastikan tingkat pengelolaan perkebunan yang berterima tanpa memberikan beban yang tidak perlu atau tidak adil kepada para pengelola perkebunan. Pertemuan ketiga CWG dijadwalkan pada bulan September, dan sasaran CWG adalah merampingkan Kriteria RSPO untuk diajukan kepada Dewan Pelaksanaan. 4

8 1.1. Sekilas mengenai dokumen ini Dokumen ini terdiri dari bagian-bagian berikut: Bagian 2: Asas-asas dan Kriteria Minyak Sawit Lestari. Bagian ini berisi rancangan asas-asas dan kriteria dan dapat digunakan baik untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai kriteria dan cara kriteria tersebut disusun atau bagi mereka yang ingin memberikan tanggapan secara luas. Bagian 3: Pedoman pemenuhan kriteria. Bagian ini berisi pernyataan kembali asas-asas dan kriteria, namun dengan rancangan naskah pedoman rinci untuk memenuhi kriteria. Pedoman ini dapat digunakan oleh mereka yang ingin memberikan tanggapan-tanggapan rinci mengenai kriteria tersebut. Bagian 4: Masalah-masalah yang menonjol pada CWG. Ini mencakup masalah-masalah yang berhubungan dengan ruang lingkup penerapan kriteria, interpretasi dan verifikasi secara nasional. Lampiran 1: Usulan definisi beberapa istilah yang digunakan dalam asas-asas dan kriteria tersebut. Lampiran 2: Asas-asas dan kriteria sosial utama dari standar dan konvensi internasional, untuk dijadikan referensi. 5

9 Lampiran 3: Usulan indikator yang dapat digunakan untuk menunjukkan perbaikan yang terus-menerus dilakukan Masalah-Masalah Utama untuk Ditanggapi Lebih Lanjut CWG sangat menyadari adanya sejumlah masalah yang perlu banyak diperbaiki, diantaranya: Petani 3. CWG menganggap penting untuk tidak mengabaikan petani dari produksi minyak kelapa sawit lkyang memenuhi asas-asas dan kriteria, dan kriteria tidak menjadi hambatan bagi para petani yang ingin menerapkan manajemen lestari minyak sawit dan memasok minyak sawit lestari ke pasar. Banyak kriteria tidak dapat diberlakukan sepenuhnya kepada para petani, atau akan sangat sulit untuk dilaksanakan oleh para petani, dan sangat penting untuk memastikan agar pedoman penafsiran kriteria atas dasar petani menyinggung masalah ini. Hal ini melibatkan pertimbangan mengenai apa yang sepantasnya diharapkan dari masing-masing petani dan apa yang sepantasnya diharapkan dari program-program petani dalam rangka menerapkan asas-asas dan kriteria. Namun, pedoman untuk para petani belum cukup mendapat perhatian. Ini mungkin karena beberapa kriteria tertentu tidak berlaku bagi para petani, atau mungkin perlu untuk 3 Lihat Lampiran 1 mengenai usulan definisi petani. 6

10 menyusun suatu revisi kriteria untuk para petani. Pedoman di bagian 3 memuat sejumlah usulan penafsiran kriteria yang akan diterapkan oleh para petani. Untuk membahas masalah ini, konsultasi yang aktif dengan organisasi petani akan menjadi tujuan utama selama masa konsultasi masyarakat ini. Bagian pedoman. Telah dicapai konsensus pada pertemuan kedua CWG mengenai perlunya dilakukan perubahanperubahan terhadap sebagian besar asas dan kriteria, yang mencakup masalah-masalah yang menjadi tema sebagian besar tanggapan masyarakat. Namun demikian, masih terdapat kebutuhan umum untuk meningkatkan kecermatan dan akurasi redaksi pada bagian pedoman. Disamping itu, telah dimuat beberapa usulan untuk diterapkan oleh para petani (lihat atas) dan penafsiran secara nasional (lihat bagian 4). Masalah-masalah spesifik yang memerlukan pertimbangan rinci lebih lanjut, dan karenanya sangat terbuka untuk ditanggapi, adalah: Keperluan-keperluan atas dokumen-dokumen tertentu yang harus tersedia untuk masyarakat (kriteria 1.1 dan 1.2); Keperluan-keperluan yang berhubungan dengan penggunaan bahan kimia (kriteria 4.6); 7

11 Keperluan-keperluan akan indikator-indikator khusus agar dapat dilakukan perbaikan terus-menerus (kriteria 8.1 and Lampiran 3). Struktur dokumen kriteria tetap RSPO. Ada dua pilihan utama mengenai struktur dokumen tetap. Pilihan tersebut adalah, satu dokumen tunggal dengan tanggapan pendahuluan, asas-asas, kriteria, pedoman dan lampiran; atau dua dokumen terpisah, satu berisi asas-asas dan kriteria wajib, dan lainnya berisi informasi tambahan seperti pedoman, mungkin dalam bentuk buku petunjuk atau buku kerja. Kesemua pertimbangan ini akan segera menjadi bagian dari tugastugas utama CWG setelah masa konsultasi umum, dan oleh karena itu diharapkan adanya usulan-usulan mengenai semua masalah ini. 2. Asas-asas dan kriteria minyak sawit lestari Produksi minyak sawit lestari akan tergantung pada kelayakan ekonomi, lingkungan hidup dan sosial, yang dicapai melalui: Asas 1: Komitmen terhadap keterbukaan Kriteria 1.1 Para produsen (growers) kelapa sawit memberikan informasi lengkap kepada para pengambil keputusan dalam bahasa dan bentuk yang sesuai, dan secara 8

12 tepat waktu, agar dapat berperanserta dengan baik dalam pengambilan keputusan. Kriteria 1.2 Dokumen-dokumen manajemen dapat diperoleh oleh masyarakat umum kecuali jika dilindungi oleh kerahasiaan komersial atau jika publikasi informasi tersebut akan menimbulkan dampak negatif pada lingkungan hidup dan masyarakat. Asas 2: Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Kriteria 2.1 Patuh terhadap hukum dan peraturan setempat, nasional maupun internasional yang telah diratifikasi. Kriteria 2.2 Hak penggunaan lahan jelas dan tidak dalam status sengketa. Kriteria 2.3 Penggunaan lahan untuk kelapa sawit tidak mengganggu hak-hak hukum atau adat pengguna lain, tanpa persetujuan sukarela mereka yang diberitahukan sebelumnya. Asas 3: Perencanaan manajemen untuk mencapai kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang Kriteria 3.1 Produktivitas dan kualitas jangka panjang optimal hasil panen dan produk-produk dicapai melalui 9

13 praktik-praktik agronomi, pengolahan dan manajemen. Kriteria 3.2 Praktek-praktek produsen dan pabrik pengolah cukup optimal untuk mempertahankan produksi minyak sawit yang bermutu tinggi. Asas 4: Digunakannya praktik usaha yang baik oleh para produsen dan pabrik pengolah Kriteria 4.1 Tatacara operasi terdokumentasikan dengan baik dan diimpelemtasikan serta dipantau secara taat asas (konsisten). Kriteria 4.2 Praktek-praktik mempertahankan, dan jika memungkinkan meningkatkan, kesuburan tanah berada pada tingkat yang dapat menjamin hasil yang banyak dan berkelanjutan. Kriteria 4.3 Praktek-praktik yang meminimalisasi dan mengendalikan erosi serta degradasi tanah. Kriteria 4.4 Praktek-praktik ditujukan pada penjagaan mutu dan ketersediaan air permukaan dan air tanah. Kriteria 4.5 Hama, penyakit, gulma, dan spesies pengganggu lain dapat dikendalikan dengan baik dan penggunaan 10

14 bahan kimia dilakukan secara optimal atas dasar teknik Manajemen Hama Terpadu (IPM). Kriteria 4.6 Bahan kimia (Obat) digunakan dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan atau lingkungan hidup. Kriteria 4.7 Aturan keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan. Kriteria 4.8 Semua staf, pekerja, petani dan kontraktor dilatih dengan baik. Asas 5: Tanggung jawab lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam serta keanekaragaman hayati. Kriteria 5.1 Dilakukan penilaian mengenai dampak lingkungan kelapa sawit yang ditanam, baik positif maupun negatif, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan manajemen serta dilaksanakan dalam prosedur operasional. Kriteria 5.2 Membangun pemahaman tentang spesies dan habitat tumbuhan dan hewan yang berada di dalam dan di sekitar areal penanaman. 11

15 Kriteria 5.3 Rencana dikembangkan, diimplementasikan dan dipantau untuk menangani keragaman biota di dalam dan di sekitar areal penanaman. Kriteria 5.4 Limbah dimusnahkan, didaur ulang, dimanfaatkan kembali dan dibuang dengan cara yang ramah lingkungan dan ramah sosial. Kriteria 5.5 Memaksimalkan efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi yang terbaharukan. Kriteria 5.6 Menghindari pembakaran untuk memusnahkan limbah dan mempersiapkan lahan penanaman kembali kecuali dalam situasi khusus. Kriteria 5.7 Mengembangkan, melaksanakan dan memantau rencana pengurangan polusi dan emisi, termasuk gas rumah kaca. Asas 6: Pertimbangan yang bertanggung jawab para karyawan dan perorangan serta masyarakat yang terkena dampak dari produsen dan pabrik pengolah. 4 4 Ringkasan standar internasional yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial utama yang dicakup oleh Asas 6 terdapat dalam Lampiran 2 yang digunakan sebagai rujukan. Ringkasan ini menjadi tambahan pada bagian pedoman. 12

16 Kriteria 6.1 Menilai dampak sosial, baik positif maupun negatif, dari kelapa sawit yang ditanam dan diolah, dan memasukkan hasilnya ke dalam perencanaan manajemen dan dilaksanakan dalam tatacara operasional. Kriteria 6.2 Terdapat metoda yang terbuka dan transparan untuk melakukan komunikasi dan konsultasi antara produsen (growers) dan/atau pabrik pengolah, masyarakat setempat dan pihak-pihak lain yang terkena dampak atau berkepentingan. Kriteria 6.3 Terdapat sistem yang disepakati bersama dan terdokumentasi untuk menangani keluhan dan ketidaksetujuan, yang dilaksanakan dan diterima oleh semua pihak. Kriteria 6.4 Setiap negosiasi mengenai kompensasi atas hilangnya hak hukum atau adat ditangani melalui sebuah sistem yang terdokumentasi yang memungkinkan penduduk pribumi, masyarakat setempat dan para pengambil keputusan dapat 13

17 menyatakan pandangan mereka melalui lembaga perwakilan mereka sendiri. Kriteria 6.5 Majikan memastikan agar upah dan syarat kerja memenuhi paling tidak standar hukum atau standar industri minimum serta cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan memperoleh penghasilan wajar. Kriteria 6.6 Majikan menghargai hak semua pekerja untuk mendirikan dan ikut dalam serikat pekerja yang mereka pilih dan untuk menentukan posisi tawar (bargain) mereka secara kolektif. Jika undangundang melarang hak kebebasan berserikat dan menentukan posisi tawar mereka secara kolektif, majikan memfaslitasi sarana berserikat secara mandiri dan bebas dan penentuan posisi tawar semua pekerja. Kriteria 6.7 Dilarang mempekerjakan anak-anak. Anak-anak tidak dihadapkan pada suasana kerja yang berisiko. Anak-anak hanya boleh bekerja pada perkebunan keluarga, dengan pengawasan orang dewasa, dan selama tidak mengganggu program pendidikannya. 14

18 Kriteria 6.8 Majikan tidak boleh terlibat dalam atau mendukung diskriminasi berdasarkan ras, kasta, asal negara, agama, cacat tubuh, jenis kelamin, orientasi seksual, keanggotaan serikat pekerja, afiliasi politik atau usia. Kriteria 6.9 Para produsen dan pabrik pengolahan berhubungan secara baik dan terbuka dengan para petani kecil dan pengusaha setempat. Kriteria 6.10 Para produsen (growers) dan pabrik pengolahan memberikan sumbangsih terhadap pembangunan wilayah jika memungkinkan. Asas 7: Pengembangan perkebunan baru yang bertanggung jawab Kriteria 7.1 Melakukan penilaian dampak sosial dan lingkungan yang menyeluruh dan melibatkan semua pihak sebelum melakukan penanaman atau operasi baru, atau memperluas perkebunan yang sudah ada, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan, manajemen dan operasi. 15

19 Kriteria 7.2 Menggunakan informasi survei tanah dan topografi untuk perencanaan lokasi penanaman baru, dan hasilnya dimasukkan ke dalam rencana dan operasi. Kriteria 7.3 Penanaman baru sejak [tanggal diterapkannya kriteria RSPO] belum menggantikan hutan primer atau setiap daerah yang mengandung satu atau lebih Nilai-Nilai Tinggi Pelestarian [sisipkan tanggal jika Kriteria RSPO diterapkan]. Kriteria 7.4 Dilarang mengembangkan perkebunan di dataran yang curam, dan/atau di pinggir serta tanah yang rapuh. Kriteria 7.5 Tidak boleh melakukan penanaman baru di atas tanah rakyat setempat tanpa persetujuan sukarela yang diberitahukan sebelumnya, yang ditangani dengan sistem terdokumentasi yang memungkinkan penduduk pribumi, masyarakat setempat dan para pengambil keputusan mengungkapkan pandanganpandangan mereka melalui lembaga-lembaga perwakilan mereka sendiri. Kriteria 7.6 Masyarakat setempat diberi kompensasi atas setiap pengambilalihan lahan dan pengalihan hak yang 16

20 disepakati, sesuai dengan persetujuan sukarela yang diberitahukan sebelumnya dan kesepakatan yang telah dirundingkan. Kriteria 7.7 Dilarang melakukan pembakaran untuk menyiapkan penanaman baru kecuali dalam situasi khusus. Asas 8: Komitmen terhadap peningkatan sinambung di bidang kegiatan utama Kriteria 8.1 Produsen (grower) secara rutin memantau dan mengkaji ulang kegiatan-kegiatan mereka dan mengembangkan serta melaksanakan program kerja yang memungkinkan peningkatan nyata dan sinambung dalam operasi-operasi utama. 17

21 3. Usulan Pedoman untuk memenuhi kriteria Bagian ini berisi rancangan naskah pedoman rinci untuk memenuhi kriteria. Diakui bahwa pedoman ini masih memerlukan banyak perbaikan baik pada isi maupun tata letaknya. Kami sangat mengharapkan tanggapan dan usulan. Asas 1: Komitmen terhadap transparansi Kriteria Kriteria 1.1 Para produsen (grower) kelapa sawit memberikan informasi lengkap kepada para pengambil keputusan dalam bahasa dan bentuk yang sesuai, dan secara tepat waktu, agar peranserta dalam pengambilan keputusan efektif. Kriteria 1.2 Dokumen-dokumen manajemen dapat diperoleh Usulan Pedoman Para produsen harus menanggapi secara konstruktif permintaan informasi dari para pengambil keputusan. Harus dibuat catatan mengenai semua permintaan informasi. Lihat kriteria 1.2 Mengenai keperluan akan dokumentasi yang dapat diperoleh masyarakat. Lihat juga kriteria 6.2 dan 7.3 yang berhubungan dengan konsultasi. Dokumen-dokumen yang dapat diperoleh masyarakat, termasuk namun tidak terbatas pada: 18

22 masyarakat, kecuali jika dilindungi oleh kerahasiaan komersial atau jika pengungkapan informasi tersebut akan memberi dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan masyarakat. Tatacara operasional (4.1). Analisis mengenai dampak lingkungan hidup dan sosial (5.1, 6.1, 7.1). Program keanekaragaman hayati (5.3). Rincian keluhan (6.3). Tatacara negosiasi (6.4). Program peningkatan secara terus-menerus (8.1). Contoh informasi komersial yang bersifat rahasia termasuk data keuangan seperti biaya dan pendapatan, serta data-data yang berhubungan dengan pelanggan dan/ atau pemasok Contoh informasi yang jika diungkapkan dapat memberi dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan masyarakat termasuk informasi peka mengenai spesies langka atau tempat suci di lokasi. Asas 2: Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. 19

23 Kriteria Kriteria 2.1 Patuh pada hukum dan peraturan setempat, nasional dan internasional yang telah diratifikasi Usulan Pedoman Semua aturan hukum wajib dilaksanakan oleh semua produsen dimanapun lokasi mereka dan berapapun skala mereka. Tidak boleh terjadi pelanggaran terhadap peraturan hukum yang berkenaan. Peraturan yang berkenaan termasuk, namun tidak terbatas pada, peraturan mengenai masa pakai lahan dan hak-guna pakai, tenaga kerja, praktek pertanian (misalnya penggunaan anti hama), lingkungan hidup (misalnya undang-undang satwa yang dilindungi, undang-undang polusi, pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan). Peraturan yang berkenaan juga termasuk undang-undang yang dibuat sesuai dengan kewajiban negara terhadap hukum atau konvensi internasional (misalnya Konvensi mengenai Keragaman Hayati, CBD). Sistem yang digunakan untuk memahami dan melaksanakan hukum harus sesuai dengan skala organisasi. Pada umumnya diharapkan agar para produsen besar mempunyai sistem dokumentasi yang baik, termasuk informasi tertulis mengenai persyaratan hukum, mekanisme untuk memastikan agar peraturan-peraturan hukum tersebut 20

24 Kriteria 2.2 Hak untuk menggunakan lahan dapat dibuktikan dan tidak dalam status sengketa dilaksanakan dan setiap perubahannya diketahui. Untuk para produsen kecil, yang menjadi perhatian adalah agar para produsen memiliki cukup pengetahuan mengenai persyaratan hukum utama dan melaksanakannya. Untuk interprestasi setempat, semua peraturan yang berkenaan harus diidentifikasi, dan terutama persyaratan yang penting. Di beberapa negara produsen terdapat kontradiksi dan inkonsistensi antara peraturan-peraturan sehingga yang tidak memungkinkan dipatuhinya peraturan hukum secara penuh. Harus ada pedoman mengenai cara para manajer mengatasi hal ini. Hak para produsen atas lahan yang digunakan harus jelas. Hal ini harus ditunjukkan dengan bukti kepemilikan atau hak pakai, seperti dokumen yang menunjukkan kepemilikan atau bukti sewa yang sah, riwayat jangka waktu penggunaan lahan dan penggunaan lahan sebenarnya secara sah. Jika terjadi perselisihan, mungkin juga diperlukan informasi tambahan sebagai bukti perolehan hak secara sah dan kompensasi wajar kepada pemilik dan pengguna sebelumnya. 21

25 Kriteria 2.3 Penggunaan lahan untuk kelapa sawit tidak mengganggu hak hukum dan adat para pengguna lain, tanpa persetujuan sukarela mereka sebelumnya. Tidak boleh terdapat sengketa lahan yang berat, kecuali persyaratan proses penyelesaian sengketa yang berlaku sudah dipenuhi (kriteria 6.3 dan 6.4). Untuk interprestasi setempat, harus diidentifikasi setiap hak adat penggunaan lahan atau perselisihan yang mungkin berkaitan. Jika kemungkinan terdapat hak lain, produsen harus menunjukkan bahwa hak-hak tersebut telah diketahui dan tidak terancam atau berkurang. Kriteria ini harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kriteria 6.4. Kriteria ini memungkinkan dilakukannya penjualan dan diadakannya kesepakatan untuk memberikan kompensasi kepada para pengguna lahan sebelumnya karena hilangnya keuntungan dan/atau lepasnya hak. Untuk interprestasi setempat, harus diidentifikasi, setiap situasi yang umum dihadapi. Lihat definisi hak adat (lihat Usulan definisi dalam Lampiran 1). 22

26 Asas 3: Perencanaan pengelolaan yang bertujuan mencapai kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang. Kriteria Kriteria 3.1 Produktivitas dan kualitas jangka panjang optimal hasil perkebunan dan produkproduk dicapai melalui praktik agronomi, pengolahan dan manajemen. Usulan Pedoman Dokumen perencanaan manajemen harus konsisten dengan optimalisasi jangka panjang produktivitas dan kualitas produk. Optimalisasi produktivitas termasuk perkembangan sosial dan lingkungan hidup, sebagaimana yang disyaratkan kiteria RSPO. Jika telah diketahui bahwa rentabilitas jangka panjang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar kekuasaan langsung mereka, para manajer harus mampu menunjukkan perhatian mereka terhadap kelayakan ekonomi dan finansial melalui perencanaan pengeloaan jangka panjang. Praktek-praktek untuk mencapai produktivitas jangka panjang harus termasuk hal-hal berikut ini: Bibit harus bermutu tinggi, dan dibeli dari sumber terpercaya. Produsen harus harus mencatat nama 23

27 Kriteria 3.2 Produsen dan pabrik pengolah mempertahankan produksi minyak sawit bermutu tinggi secara cukup optimal. pemasok, nomor batch dan tingkat perkecambahan, serta rincian mengenai setiap persilangan jika dipasok oleh penjual. Pengelolaan pembibitan harus termasuk pelaksanaan program Penanganan Hama Terpadu (IPM), penggunaan air yang berwawasan lingkungan (termasuk perlindungan terhadap sumber air yang digunakan untuk irigasi dan menghindari polusi) serta mencegah polusi atau degradasi tanah. Hindari penggunaan humus dari hutan atau area vegetasi alam lain dalam pembibitan. Para produsen harus memiliki sebuah sistem peningkatan praktek-praktek sejalan dengan informasi dan teknikteknik baru. Untuk program petani, pimpinan program diharapkan dapat memberi para anggotanya informasi mengenai peningkatan-peningkatan yang signifikan. Persyaratan pasar mengenai kualitas harus dipenuhi dengan: Pengiriman buah secara cepat untuk menekan penurunan mutu. 24

28 Meminimalisasi zat pencemar dan residu. Operasi penggilingan/pengolahan yang tepat. Penyimpanan dan penanganan yang tepat. Asas 4: Pengunaan praktik terbaik tepat guna oleh para produsen dan pabrik pengolah Kriteria Kriteria 4.1 Tatacara operasi didokumentasikan dengan baik & dilaksanakan serta dipantau secara konsisten Usulan Pedoman Tatacara yang didokumentasikan harus mencakup semua kegiatan yang dijelaskan dalam kriteria Para produsen harus memiliki mekanisme untuk memeriksa konsistensi pelaksanaan tatacara. Harus ada catatan mengenai hasil-hasil yang terukur jika perlu, untuk menunjukkan peningkatan sinambung. Lihat kriteria 8.1. Untuk interprestasi setempat, aturan nasional mengenai praktik atau Praktik Manajemen Terbaik (BMP) harus dijadikan acuan. Untuk petani perseorangan, praktik kerja harus konsisten dengan tatacara terdokumentasi yang disediakan oleh 25

29 Kriteria Kriteria 4.2 Praktek mempertahankan, dan jika memungkinkan meningkatkan, kesuburan tanah pada tingkat yang dapat menjamin diperolehnya hasil yang banyak dan berkelanjutan. Usulan Pedoman pelanggan atau organisasi petani. Pemantauan dan pembuatan catatan akan lebih diutamakan lagi. Kesuburan jangka-panjang akan tergantung pada pemeliharaan struktur tanah, kandungan organik, status zat hara dan kesehatan mikrobiologis tanah. Hal ini dapat termasuk praktek-praktek berikut: Memelihara kandungan organik tanah jangka panjang; Meminimalisasi masa kegundulan tanah; Pengeringan atau pemecahan; Meminimalisasi pembakaran (lihat kriteria 5.6 dan 7.7) Mengawasi pemadatan tanah; Mengatur ph tanah; Mengatur salinitas tanah; Mengembalikan zat hara ke tanah (tandan kosong, limbah, lumpur batang pohon); Memperbaiki Nitrogen dengan kacang-kacangan; Menentukan kebutuhan pupuk atas dasar analisis tanah dan daun, perhitungan eksperimentasi lapangan 26

30 Kriteria Kriteria 4.3 Praktek-praktek penekanan dan pengendalian erosi dan penurunan mutu tanah. Usulan Pedoman dan daur ulang elemen. Dosis tidak boleh berlebihan. Para petani harus mampu menunjukkan bahwa mereka memahami teknik-teknik yang diperlukan untuk mempertahankan kesuburan tanah dan bahwa semua teknik tersebut telah dijalankan. Interprestasi setempat harus mengidentifikasi teknikteknik yang tepat guna. Harus ditempuh teknik-teknik untuk menekan erosi tanah. Hal ini dapat termasuk praktek-praktek seperti: Perencanaan dan pelaksanaan pembersihan lahan untuk mempekecil erosi (misalnya, dengan melakukan penanaman di bagian bawah atau membatasi ukuran masing-masing blok tanam jika memungkinkan). Memastikan adanya cukup tanaman penutup dan menghindari penyemprotan hebrisida yang berlebihan. Melakukan praktek-praktek irigasi yang dirancang dan dilaksanakan untuk menekan erosi. Mengatasi erosi jika perlu, yang termasuk pembuatan teras jika memungkinkan. 27

31 Kriteria Usulan Pedoman Merancang-bangun dan memelihara jalan dengan baik. Menghindari penanaman di bidang yang curam atau tanah yang amat mudah tererosi. Mempertahankan wilayah tepian curam untuk menekan erosi pinggiran sungai. Setelah menebang pohon-pohon lama, sisa-sisa tanaman yang masih ada di tempat dengan risiko risiko erosi penting untuk dipertahankan atau tanaman penutup atau tanaman rotasi harus ditanam. Dilarang membakar untuk menghilangkan sisa tanaman (lihat kriteria 5.6). Para petani harus dapat menunjukkan bahwa mereka memahami teknik-teknik yang diperlukan untuk menekan erosi tanah dan bahwa teknik-teknik tersebut sedang dilaksanakan. Interprestasi setempat harus mengacu pada pedoman nasional, dan mengidentifikasi praktek-praktek terbaik pengelolaan serta teknik-teknik yang sesuai untuk memelihara kualitas tanah di lokasi setempat, termasuk 28

32 Kriteria Kriteria 4.4 Praktek-praktek bertujuan untuk menjaga kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah Usulan Pedoman pedoman mengenai jenis tanah, dan setiap ambang kinerja yang tepat, seperti kemiringan maksimum yang dapat diterima untuk penanaman. Para produsen harus memahami pengaruh-pengaruh penggunaan air oleh mereka dan pengaruh-pengaruh kegiatan mereka pada sumber daya air setempat. Praktekpraktek tersebut dapat termasuk: Penggunaan rencana pengelolaan air, dengan mengingat efisiensi penggunaan dan keterbaharuan sumbersumber air. Memastikan agar penggunaan air tidak menimbulkan dampak yang merugikan terhadap ketersediaan air tersebut bagi para pemakai di bagian hilir. Perlindungan aliran air, tanah sawah dan rawa, yang termasuk menjaga wilayah penopang tepian tebing di sepanjang badan air. Menghindari kontaminasi air permukaan dan air tanah melalui aliran permukaan tanah, zat hara atau bahanbahan kimia, atau sebagai akibat pembuangan limbah 29

33 Kriteria Kriteria 4.5 Hama, penyakit, rumput, dan spesies pengganggu lain ditangani secara efektif dan penggunaan bahan kimia dioptimalkan dengan menggunakan teknik Pengelolaan Hama Terpadu (IPM). Usulan Pedoman secara tidak tepat. Penanganan limbah pabrik secara tepat dan pemantauan rutin terhadap kualitas limbah, yang harus memenuhi peraturan nasional. Interprestasi setempat harus mengacu pada pedoman nasional atau praktek-praktek terbaik dan jika memungkinkan ambang batas kinerja persyaratan seperti ukuran dan lokasi jalur tepian tebing atau tingkat aliran permukaan maksimum yang dapat diterima. Para produsen harus menerapkan teknik-teknik IPM yang diakui, dengan memasukkan metoda-metoda budi daya, biologis, mekanis atau fisik untuk menekan penggunaan bahan kimia: Harus ada program untuk memantau hama dan penyakit. Penanganan hama tanpa bahan kimia harus lebih diutamakan dampak penangangan hama dengan menggunakan bahan kimia. Perlindungan tanaman terhadap hama, penyakit, dan rumput harus dilakukan 30

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Perhatian: ini adalah terjemahan dari teks bahasa Inggris. Versi asli bahasa Inggrislah yang dianggap sebagai dokumen yang mengikat secara hukum. - April 2015

Lebih terperinci

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN No Aspek Indikator Indikator Ekonomi 1 Kinerja Ekonomi Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung, meliputi pendapatan,

Lebih terperinci

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja Kriteria, Indikator dan KPI Karet Alam Berkesinambungan 1. Referensi Kriteria, Indikator dan KPI SNR mengikuti sejumlah

Lebih terperinci

LAMPIRAN I Cara. Indikator. Kualitas (esensi) Ada/Tidak

LAMPIRAN I Cara. Indikator. Kualitas (esensi) Ada/Tidak LAMPIRAN I Indikator INDIKATOR KINERJA EKONOMI Kinerja Ekonomi Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung yang meliputi pendapatan, biaya operasional, imbal jasa EC1 (kompensasi) karyawan, donasi,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik

Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik Indikator Pasal Biaya (Rp) Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja SOP Kebun mulai dari LC (Land Clearing) sampai dengan panen tersedia 4.1

Lebih terperinci

Termasuk Indikator dan Panduan. Oktober RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm

Termasuk Indikator dan Panduan. Oktober RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm Termasuk Indikator dan Panduan Oktober 2007 RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm Principle & Criteria untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Pembukaan Produksi minyak sawit

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia.

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia. Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia Draft 3 Oktober 2007 Prinsip 1 : Komitmen terhadap transparansi Nasional 1.1.Pihak

Lebih terperinci

Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup

Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup Dipersiapkan oleh Taskforce untuk Petani Tanggal: 19 Juni 2010 Pendahuluan: Dokumen ini menetapkan Pedoman Umum RSPO untuk

Lebih terperinci

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PENGANTAR AptarGroup mengembangkan solusi sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan usaha yang wajar dan hukum ketenagakerjaan, dengan menghargai lingkungan dan sumber daya alamnya.

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN

Lebih terperinci

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi ID Dokumen BAHASA INDONESIA Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi Kelompok Pakar Sejawat, Skema Lisensi Penilai (ALS) HCV Resource Network (HCVRN) Prosedur

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik Kurikulum xxxxxxxxxx2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan 1/5 Keberlanjutan merupakan inti dari strategi dan kegiatan operasional usaha Valmet. Valmet mendorong pelaksanaan pembangunan yang dan berupaya menangani masalah keberlanjutan di seluruh rantai nilainya

Lebih terperinci

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN. 1. Lampiran 1 : Rincian Beban Tidak Terikat RSUD Tarakan.

LAMPIRAN. 1. Lampiran 1 : Rincian Beban Tidak Terikat RSUD Tarakan. L 1 LAMPIRAN 1. Lampiran 1 : Rincian Beban Tidak Terikat RSUD Tarakan. Keterangan 2012 2011 Beban Layanan : Beban Pegawai XX XX Beban Farmasi XX XX Beban Laboratorium XX XX Beban Bahan Makanan XX XX Beban

Lebih terperinci

ITEM PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN. 3 EC 3 Jaminan kewajiban organisasi terhadap program imbalan pasti

ITEM PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN. 3 EC 3 Jaminan kewajiban organisasi terhadap program imbalan pasti 71 ITEM PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN NO kode GRI KETERANGAN 1 EC 1 2 EC2 Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung,meliputi pendapatan, biaya operasi, imbal jasa karyawan, donasi

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO Hal. 1 NO. PRINSIP DAN KRITERIA INDIKATOR 1. SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN 1.1 Perizinan dan sertifikat. 1. Telah memiliki izin lokasi dari pejabat yang Pengelola perkebunan harus memperoleh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan

Lebih terperinci

Document finalpedoman Petani Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani. Tanggal: 2 Juli 2009

Document finalpedoman Petani Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani. Tanggal: 2 Juli 2009 Document final Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani Tanggal: 2 Juli 2009 Page 1 1/11/2012 Pendahuluan: Dokumen ini menampilkan versi akhir pedoman Generik RSPO untuk Petani Plasma. Dokumen ini

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

Kode Perilaku 4C. 4CDoc_001a_Code of Conduct_v1.3_id

Kode Perilaku 4C. 4CDoc_001a_Code of Conduct_v1.3_id Kode Perilaku 4C 4CDoc_001a_Code of Conduct_v1.3_id versi disetujui pada bulan Mei 2009 Meliputi - Umum yang Disetujui pada Bulan Februari 2010 Versi berlaku dari Juli 2010 seterusnya Harap kirim pertanyaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KODE PERILAKU 4C DISETUJUI OLEH DEWAN 4C PADA TANGGAL 9 DESEMBER 2014 VERSION 2.0

KODE PERILAKU 4C DISETUJUI OLEH DEWAN 4C PADA TANGGAL 9 DESEMBER 2014 VERSION 2.0 KODE PERILAKU 4C DISETUJUI OLEH DEWAN 4C PADA TANGGAL 9 DESEMBER 2014 VERSION 2.0 DAFTAR ISI KODE Pendahuluan Dimensi Ekonomi Prinsip Pertanian sebagai usaha (1.1-1.3) Prinsip Dukungan untuk petani (1.4-1.8)

Lebih terperinci

Kode Etik Pemasok 1/11

Kode Etik Pemasok 1/11 1/11 Kami akan memimpin sebuah gerakan yang akan menjadikan cokelat berkelanjutan sebagai norma, sehingga cokelat yang kita semua cintai akan selalu hadir untuk generasi yang akan datang. Pengantar Sebagai

Lebih terperinci

Kode Perilaku VESUVIUS: black 85% PLC: black 60% VESUVIUS: white PLC: black 20% VESUVIUS: white PLC: black 20%

Kode Perilaku VESUVIUS: black 85% PLC: black 60% VESUVIUS: white PLC: black 20% VESUVIUS: white PLC: black 20% Kode Perilaku 2 Vesuvius / Kode Perilaku 3 Pesan dari Direktur Utama Kode Perilaku ini menegaskan komitmen kita terhadap etika dan kepatuhan Rekan-rekan yang Terhormat Kode Perilaku Vesuvius menguraikan

Lebih terperinci

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 3 NOTA KESEPAKATAN (MOU) UNTUK MERENCANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA. (Versi Ringkas)

LAMPIRAN 3 NOTA KESEPAKATAN (MOU) UNTUK MERENCANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA. (Versi Ringkas) LAMPIRAN 3 NOTA KESEPAKATAN (MOU) UNTUK MERENCANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) Pihak Pertama Nama: Perwakilan yang Berwenang: Rincian Kontak: Pihak Kedua

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas)

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) LAMPIRAN 6 PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) Pihak Pertama Nama: Perwakilan yang Berwenang: Rincian Kontak: Pihak Kedua Nama:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang : Perlindungan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 6 TAHUN 1995 (6/1995) Tanggal : 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/12; TLN NO. 3586

Lebih terperinci

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n T E N T A N G P E R M A K U L T U R S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n A PA ITU P ERMAKULTUR? - MODUL 1 DESA P ERMAKULTUR Desa yang dirancang dengan Permakultur mencakup...

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO Lampiran 1 Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO PRINSIP 1 LEGALITAS USAHA PERKEBUNAN Kriteria 1.1 Izin Lokasi Perusahaan Perkebunan harus memperoleh Izin Lokasi

Lebih terperinci

Nilai-Nilai dan Kode Etik Grup Pirelli

Nilai-Nilai dan Kode Etik Grup Pirelli Nilai-Nilai dan Kode Etik Grup Pirelli Identitas Grup Pirelli menurut sejarahnya telah terbentuk oleh seperangkat nilai-nilai yang selama bertahun-tahun telah kita upayakan dan lindungi. Selama bertahuntahun,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

NILAI-NILAI DAN KODE ETIK GRUP PIRELLI

NILAI-NILAI DAN KODE ETIK GRUP PIRELLI NILAI-NILAI DAN KODE ETIK GRUP PIRELLI MISI NILAI-NILAI GRUP PIRELLI PENDAHULUAN PRINSIP-PRINSIP PERILAKU KERJA - SISTEM KONTROL INTERNAL PIHAK-PIHAK YANG BERKEPENTINGAN Pemegang saham, investor, dan komunitas

Lebih terperinci

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO 14 th Sept 2015 Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta PREPARED BY: kompensasi Task Force Prosedur Remediasi and Kompensasi RSPO terkait Pembukaan Lahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI OLEH DIREKTUR TANAMAN TAHUNAN HOTEL SANTIKA, JAKARTA 29 JULI 2011 1 KRONOLOGIS FAKTA HISTORIS Sejak 1960-an dikalangan masyarakat internasional mulai berkembang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

Kode Etik Pemasok. Pendahuluan

Kode Etik Pemasok. Pendahuluan KODE ETIK PEMASOK Kode Etik Pemasok Pendahuluan Sebagai peritel busana internasional yang terkemuka dan berkembang, Primark berkomitmen untuk membeli produk berkualitas tinggi dari berbagai negara dengan

Lebih terperinci

Stop Eksploitasi pada Pekerja kelapa sawit. Panduan untuk kebun

Stop Eksploitasi pada Pekerja kelapa sawit. Panduan untuk kebun Stop Eksploitasi pada Pekerja kelapa sawit Panduan untuk kebun Januari 2016 Panduan kerja untuk perkebunan, pabrik pengolahan, kebun, dan ladang Pendahuluan Panduan ini disusun dari Prinsip Tanpa Eksploitasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi RSPO RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang kebun sawit yang berkelanjutan. Diinisiasi oleh WWF, Aarhus, Golden Hope, MPOA, Migros,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Dokumen Panduan

Prinsip dan Kriteria RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Dokumen Panduan Prinsip dan RSPO Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Dokumen Panduan Naskah final untuk Kelompok Kerja RSPO Maret 2006 Panduan untuk memenuhi Prinsip dan RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1993 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1993 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1993 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Geografi K e l a s XI KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kegiatan pertanian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS

Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS Versi 1.0.0 Versi 1.0.0 Fair Trade USA A. Pengantar Standar Produksi Pertanian (Agricultural Production Standard/APS) Fair Trade USA merupakan serangkaian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE Pada tanggal 1 Juli 2015, the Komite Keefektifan Pembangunan (Committee on Development Effectiveness/CODE) membahas draf kedua dari Tinjauan dan Pembaruan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEDOMAN PERILAKU PEMASOK CATERPILLAR

PEDOMAN PERILAKU PEMASOK CATERPILLAR PEDOMAN PERILAKU PEMASOK CATERPILLAR HARAPAN PEMASOK Saat Caterpillar melaksanakan bisnis dalam kerangka kerja peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, kepatuhan terhadap hukum saja belum cukup bagi

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Petunjuk Keselamatan Umum Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro Pedoman berikut dibuat untuk meminimalkan atau menghilangkan bahaya di

Petunjuk Keselamatan Umum Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro Pedoman berikut dibuat untuk meminimalkan atau menghilangkan bahaya di Petunjuk Keselamatan Umum Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro Pedoman berikut dibuat untuk meminimalkan atau menghilangkan bahaya di Laboratorium Terpadu. Pedoman ini juga disediakan untuk menjaga

Lebih terperinci

Regulasi sanitasi Industri Pangan

Regulasi sanitasi Industri Pangan Regulasi sanitasi Industri Pangan Nur Hidayat Regulasi Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang: Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3586 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12) UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original Tata Tertib Semua unit Misi KONE adalah untuk meningkatkan arus pergerakan kehidupan perkotaan. Visi kita adalah untuk Memberikan pengalaman terbaik arus pergerakan manusia, menyediakan kemudahan, efektivitas

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa irigasi sebagai salah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam mencapai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesian Smallholder Working Group (INA-SWG) Dok: 01/INA-SWG/2009 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Petani Kemitraan Republik Indonesia Dokumen akhir Interpretasi

Lebih terperinci

Pedoman bagi Manajer Kelompok Versi 2.4, 09 Desember 2015

Pedoman bagi Manajer Kelompok Versi 2.4, 09 Desember 2015 PEDOMAN RSPO BAGI PETANI MANDIRI DALAM MENGELOLA Nilai Konservasi Tinggi (NKT) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG TELAH BERDIRI (Kriteria 5.2) Pedoman bagi Manajer Kelompok Versi 2.4, 09 Desember 2015 RSPO-GUI-T06-007

Lebih terperinci

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) DAFTAR ISI I. DASAR HUKUM II. TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG III. ATURAN BISNIS IV. JAM KERJA V. RAPAT VI. LAPORAN DAN TANGGUNG JAWAB VII.

Lebih terperinci

Indorama Ventures Public Company Limited. Kode Etik Pemasok

Indorama Ventures Public Company Limited. Kode Etik Pemasok Indorama Ventures Public Company Limited Kode Etik Pemasok Kode Etik Pemasok Indorama Ventures Public Company Limited dan anak perusahaan / afiliasi (secara kolektif disebut sebagai Perusahaan) berkomitmen

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 Tanggal 5 Juni Presiden Republik Indonesia,

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 Tanggal 5 Juni Presiden Republik Indonesia, Menimbang : ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 Tanggal 5 Juni 1986 Presiden Republik Indonesia, a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan

Lebih terperinci

NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN

NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat menentukan bagi

Lebih terperinci

TATA CARA PENILAIAN KETAATAN DAN PENILAIAN KINERJA LEBIH DARI KETAATAN

TATA CARA PENILAIAN KETAATAN DAN PENILAIAN KINERJA LEBIH DARI KETAATAN LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TATA CARA PENILAIAN KETAATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013 Tentang Sistem Pertanian Konvensional Sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang pengolahan tanahnya secara mekanik (mesin). Sistem pertanian konvensional memiliki tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184)

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) 1 R184 - Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) 2 R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) Rekomendasi mengenai Kerja Rumahan Adopsi: Jenewa, ILC

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Indorama Ventures Public Company Limited

Indorama Ventures Public Company Limited Indorama Ventures Public Company Limited Kode Etik untuk Pemasok (Sebagaimana yang di setujui pada Desember 2014) Revisi 1 (Sebagaimana yang di setujui pada Mei 2017) Catatan Dalam hal ketentuan apa pun

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI I. UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-42/MENLH/11 /94 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN AUDIT LINGKUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-42/MENLH/11 /94 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN AUDIT LINGKUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-42/MENLH/11 /94 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN AUDIT LINGKUNGAN, MENIMBANG : 1. bahwa setiap orang yang menjalankan suatu bidang

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 30 /PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

No Kode Nama Perusahaan

No Kode Nama Perusahaan Lampiran 1. Sampel Nama Perusahaan No Kode Nama Perusahaan 1 ADRO Adaro Energy 2 ADHI Adhi Karya 3 ANTM Aneka Tambang 4 AALI Astra Agro Lestari 5 ASII Astra International 6 UNSP Bakrie Sumatra Plantations

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

Pertanyaan Umum (FAQ):

Pertanyaan Umum (FAQ): Pertanyaan Umum (FAQ): Persyaratan dan Panduan Sistem Manajemen RSPO untuk Kelompok Produksi TBS (Versi AKHIR, Maret 2016) Untuk diperhatikan: dokumen FAQ ini akan diperbaharui secara berkala setelah menerima

Lebih terperinci

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa

Lebih terperinci