KARAKTERISASI DAN ANALISIS KANDUNGAN NITRAT TANAMAN PAKIS SAYUR (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI DAN ANALISIS KANDUNGAN NITRAT TANAMAN PAKIS SAYUR (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR."

Transkripsi

1 KARAKTERISASI DAN ANALISIS KANDUNGAN NITRAT TANAMAN PAKIS SAYUR (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR Oleh FUZY NOVASARI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN FUZY NOVASARI. Karakterisasi dan Analisis Kandungan Nitrat Tanaman Pakis Sayur (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) di Kecamatan Dramaga, Bogor. (Dibimbing oleh Herdhata Agusta dan Juang Gema Kartika). Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi tanaman pakis sayur (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum), mempelajari perbedaan karakter morfologi dan karakter pertumbuhan tanaman antar lokasi, serta menganalisis kandungan nitrat pada jaringan tanaman pakis sayur. Penelitian dilakukan di tiga lokasi di kecamatan Dramaga (Arboretum Fahutan, CIFOR 1, CIFOR 2) selama bulan Oktober 2009 sampai Maret Percobaan disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor dengan lokasi sebagai faktor uji dan terdiri dari 10 ulangan untuk masingmasing lokasi. Data kualitatif dibandingkan secara sederhana antar lokasi. Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dibawah program SAS dengan menggunakan ANOVA (Uji F), dan dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) jika terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5%. Hasil penelititan terhadap bibit Pleocnemia irregularis di tiga lokasi di Kecamatan Dramaga menunjukkan laju pertumbuhan bibit P. irregularis di ketiga lokasi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Karakterisasi terhadap karakter morfologi tanaman dewasa P. irregularis di ketiga lokasi menunjukkan Pleocnemia irregularis di lokasi CIFOR 2 memiliki ukuran terkecil untuk seluruh karakter morfologi di antara lokasi yang diuji. Hasil analisis kandungan nitrat (NO - 3 ) pada fiddlehead P. irregularis di ketiga lokasi menunjukkan bahwa ketiga lokasi memiliki nilai di bawah Acceptable Daily Intake (ADI) untuk ion nitrat berdasarkan berat badan 60 kg dengan asumsi konsumsi harian 100g/hari. Bobot basah panen dan tinggi fiddlehead layak panen P. irregularis di lokasi CIFOR 2 memiliki nilai yang terendah di antara lokasi yang diuji, sedangkan persentase edible part di ketiga lokasi tidak berbeda. Rata-rata siklus panen P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan, CIFOR 1, dan CIFOR 2 berturut-turut adalah 4.13, 5.37, dan 6.27 minggu. Rata-rata siklus panen P. irregularis terpendek dimiliki oleh lokasi Arboretum Fahutan.

3 ABSTRACT Characterization and Nitrate Content Analysis of Pleocnemia irregularis (C. Presl ) Holttum at Dramaga, Bogor. Fuzy Novasari 1, Herdhata Agusta 2, Juang Gema Kartika 2 1 Student of Agronomy and Horticulture, Agriculture Faculty of IPB 2 Lecture of Agronomy and Horticulture, Agriculture Faculty of IPB The aimed of the study was to characterizing and learning the differences of Pleocnemia irregularis character in three different places at Dramaga and to analize nitrate content of edible part from Pleocnemia irregularis. The research was conducted from October 2009 to March 2010 at Arboretum of Forestry Faculty, Bogor Agricultural University (Arboretum Fahutan) as the first place and Dramaga Research Forest of Bogor Research Centre and Forest Concervacy for the second and third places (CIFOR 1 and CIFOR 2). The result showed that there are no differences of qualitative character among those three location. Based on quantitave character, P. irregularis at CIFOR 2 is the smallest than the other location. The nitrate content of edible part P. irregularis at all of tested locations are under the safe limit of Acceptable Daily Intake for human with 60 kg of body weight and 100 g per day consumption. The harvest intensity of Arboretum Fahutan are the fastest (4.13 week/ harvest) without differences in percentage of edible part among locations. Key words : characterization, nitrate content, Pleocnemia irregularis

4 KARAKTERISASI DAN ANALISIS KANDUNGAN NITRAT TANAMAN PAKIS SAYUR (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor FUZY NOVASARI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul : KARAKTERISASI DAN ANALISIS KANDUNGAN NITRAT TANAMAN PAKIS SAYUR (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR Nama : Fuzy Novasari NRP : A Pembimbing I Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing II Dr. Ir. Herdhata Agusta Juang Gema Kartika, SP. MSi. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Nopember 1986 di Cianjur, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan (Alm.) Tamsil dan Sumartini. Penulis menempuh pendidikan tingkat dasar di SD Negeri 09 Pagi, Kebon Baru, Jakarta, dan lulus pada tahun 2001 dengan NEM tertinggi. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertamanya di SMP Negeri 30 Jakarta pada tahun Pada tahun 2005, penulis lulus dari SMA Negeri 13 Jakarta, dan diterima di IPB melalui jalur USMI. Setelah satu tahun menempuh Tingkat Persiapan Bersama, penulis pun diterima di Mayor Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian dan mengambil Supporting Course dari beberapa Fakultas yang berbeda. Sepanjang masa studinya penulis aktif sebagai pengurus di Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan sebagai sekretaris Rohis Agronomi dan Hortikultura (RAGHA) 42 pada tahun Pada tahun ajaran penulis juga tercatat sebagai asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Penulis juga aktif mengikuti beragam kepanitiaan untuk kegiatan-kegiatan kampus maupun di luar kampus. Penulis bersama tim juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (2008) dan lolos sebagai salah satu tim yang mendapatkan pembiayaan dari DIKTI bidang pengabdian masyarakat. Selain itu, bersama rekan-rekannya, penulis juga kini merintis sebuah lembaga di wilayah Bogor yang bergerak pada bidang pemberdayaan sumberdaya manusia dan pertanian.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas nikmat kekuatan yang diberikannya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitiannya. Shalawat serta salam juga senantiasa tercurah pada teladan kita, Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Penelitian mengenai pakis sayur (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum) ini terdorong oleh ketertarikan penulis terhadap tanaman hortikultura, khususnya sayuran daun. Pakis sayur merupakan salah satu sayuran indigenous Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian untuk dikembangkan Penulis menyampaikan terima kasih kepada, 1. Ibu, Mba Tanti, beserta keluarga yang atas kesabaran, pengertian, bantuan serta dukungan tiada henti yang diberikan kepada penulis selama masa studi. 2. Dr. Ir. Herdhata Agusta dan Juang Gema Kartika, SP. MSi. atas kesabaran dan bimbingannya selama masa penelitian dan penyelesaian skripsi. 3. Dr. Ir. Shandra Arifin Azis atas arahan dan sarannya dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Soewarto yang telah memberikan arahan akademik selama penulis menempuh studi di Departemen Agronomi dan Hortikultura. 5. Bapak Zaenal dan seluruh staf lapang Hutan Penelitian Darmaga, Situgede dan Kebun Percobaan Cikabayan atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. 6. Sahabat-sahabat penulis di FKRD, FA Faperta 42, Departemen Agronomi dan Hortikultura 42, Lingkaran Cahaya, Pragalas, K Kamal beserta keluarga, Fefin, Amy, Atika, dan Erwansyah atas segala bantuan dan motivasi yang tak pernah lelah untuk diberikan kepada penulis. Jazakumullah khairan katsiran. Penulis berharap, penelitian ini dapat memberikan informasi berharga terkait pengembangan pakis sayur di masa yang akan datang. Bogor, Mei 2011 Penulis

8 DAFTAR ISI PENDAHULUAN.. Latar Belakang Tujuan... Hipotesis. Halaman TINJAUAN PUSTAKA. Sayuran Indigenous. Botani Pteridophyta Syarat Tumbuh Siklus Hidup Pteridophyta.. Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum.... Nitrat (NO 3 - ) dalam Tanaman. Akumulasi Nitrat pada Sayuran.. Bahaya Nitrat Bagi Kesehatan Acceptable Daily Intake (ADI) Nitrat BAHAN DAN METODE.. Waktu dan Tempat.. Bahan dan Alat Metode Percobaan... Pengamatan. Pemeliharaan... Analisis Data... HASIL DAN PEMBAHASAN... Kondisi Umum Karakter Pertumbuhan Vegetatif Bibit P. irregularis di Ketiga Lokasi.. Laju Pertumbuhan... Tinggi Tanaman.. Panjang Daun.. Panjang Stipe... Lebar Daun. Jumlah Daun... Karakter Kuantitatif Morfologi Tanaman Dewasa P. irregularis.. Akar-Batang Frond (Blade dan Stipe).. Bobot Basah Total, Bobot Kering Total, dan Kadar Air Total... Karakter Kualitatif Tanaman Dewasa P. irregularis.. Fitografi Batang dan Akar.. Fitografi Stipe. Fitografi Daun. Fitografi Organ Generatif

9 Karakter Fisiologis. Analisis Kandungan Nitrat (NO 3 - ) pada Bagian yang Dapat Dikonsumsi (Edible Part) dari P. irregularis di Ketiga Lokasi.. Perbandingan Kandungan Nitrat Edible Part P. irregularis di Ketiga Lokasi dengan Nilai ADI Nitrat.. Karakter Organ Reproduksi Generatif Karakter Panen P. irregularis. Persentase Bagian Tajuk P. irregularis.. Bobot Basah dan Persentase Edible Part.... Tinggi Fiddlehead... Siklus Panen KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan.. Saran DAFTAR PUSTAKA. 46 LAMPIRAN 49

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman - 1. Perkiraan Asupan NO 3 Dari Berbagai Sumber Bahan Pangan di Dunia Klasifikasi Sayuran Berdasarkan Pada Kadar NO Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Ion Nitrat Berdasarkan Berat Badan Manusia Kondisi Tanah di Lokasi Hutan Penelitian Dramaga CIFOR 1 dan CIFOR Rata-rata Laju Pertumbuhan Bibit P. irregularis Rata-rata Tinggi Bibit (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi. 7. Rata-rata Panjang Daun (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi Rata-rata Panjang Stipe (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi Rata-rata Lebar Daun (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi. 10. Rata-rata Jumlah Daun Bibit P. irregularis di Ketiga Lokasi Karakter Kuantitatif Morfologi P.irregularis di Ketiga Lokasi Karakter Kualitatif Tanaman Dewasa Pleocnemia irregularis di Ketiga Lokasi 13. Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Ion Nitrat (NO 3 - ) Berdasarkan pada Berat Badan Manusia 14. Nilai Rata-Rata untuk Karakter Generatif Tanaman P. Irregularis Rata-rata Bobot Basah Fiddlehead Layak Panen dan Persentase Edible Part P. irregularis di Ketiga Lokasi Kerapatan Relatif (KR) P. irregularis di Ketiga Lokasi Pengamatan

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Stuktur Tumbuhan Paku Sejati Siklus Hidup Tanaman Paku Siklus Hidup Tanaman Paku Pleonemia irregularis (C. Presl) Holttum Pelabelan Tanaman P. irregularis di Lokasi Kondisi Umum Lokasi Pengamatan. 6. Keragaan P. irregularis Fitografi Bagian Daun P. irregularis di Ketiga Lokasi. 8. Karakter Daun P. irregularis di Ketiga Lokasi Karakter Penyebaran Sorus Pada Daun P. irregularis Karakter Organ Generatif P. irregularis Rata-rata Kandungan Nitrat P. irregularis di Ketiga Lokasi Persentase Bagian Tajuk P. irregularis di Ketiga Lokasi Berdasarkan Bobot Basah Masing-Masing Bagian Tajuk Rata-Rata Tinggi Fiddlehead Layak Panen di Ketiga Lokasi Fiddlehead P. irregularis Layak Panen di Ketiga Lokasi. 15. Rata-Rata Siklus Panen P. Irregularis di Ketiga Lokasi Untuk Tiga Kali Siklus

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Surat Keterangan Identifikasi Tanaman Kunci Deskripsi Tanaman.. 3. Colour Chart Glosarium Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah. 6. Rekapitulasi Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Karakter Pertumbuhan Bibit P. irregularis di Ketiga Lokasi.. 7. Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Karakter Kuantitatif Vegetatif Tanaman Dewasa P. irregularis di Ketiga Lokasi Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Bobot Basah Panen, Persentase Edible Part, Tinggi Fiddlehead Layak Panen dan Hasil Analisis Kandungan Nitrat fiddlehead P. irregularis di Ketiga Lokasi 9. Nilai F Hitung dan Koefisien Keragaman (KK) Siklus Panen P. irregularis di Ketiga Lokasi Deskripsi Tanaman Pleocnemia irregularis Metode Analisis Kandungan Nitrat pada Fiddlehead

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan merupakan bagian dari diet manusia yang berfungsi sebagai sumber vitamin, karbohidrat, dan mineral yang tidak dapat disubstitusi dengan makanan pokok. Di beberapa daerah, ditemukan jenis sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman dahulu, atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu yang biasa didefinisikan sebagai sayuran indigenous (Putrasamedja, 2005). Salah satu sayuran indigenous yang tumbuh liar di alam dan seringkali dimanfaatkan sebagai sayuran ialah pakis sayur. Banyak jenis pakis yang dikenal memiliki daun yang dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Beberapa memiliki rasa yang sangat enak dan dijual sebagai makanan yang sangat lezat, terutama bagian daun mudanya yang masih menggulung (fiddleheads) (de Winter and Amoroso, 2003). Jenis pakis yang paling umum untuk dikonsumsi sebagai sayuran di wilayah Asia Tenggara ialah green fern atau Diplazium esculentum (Retz.) Swartz, red fern atau Stenochlaena palustris (Burm. f.) Bedd, Marsilea crenata, Nephrolepis hirsutula (G. Forst.) C. Presl, dan Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum (de Winter and Amoroso, 2003). Jenis yang terakhir disebut merupakan jenis yang paling mudah ditemui di alam dan memiliki wilayah penyebaran yang luas. Pleocnemia juga merupakan jenis yang paling banyak dikenal serta dijual di pasar tradisional di daerah Jawa Barat selain Diplazium sp. Daun pakis muda yang tumbuh secara liar telah dikonsumsi sebagai sayuran, namun potensi budidayanya hanya menerima sedikit perhatian (Mertzo, 1999). Pakis sayur yang dikonsumsi umumnya dapat ditemui di pasar dan diperoleh dari hasil panen di sekitar hutan. Tanaman ini belum dibudidayakan secara komersial sehingga ketersediaannya di pasar rendah dan tidak berkesinambungan. Tanaman pakis sayur yang merupakan salah satu plasma nutfah yang potensial sebagai salah satu sayuran indigenous Indonesia perlu diberdayakan dengan cara karakterisasi. Soemantri et. al., (2004) menyatakan

14 bahwa karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan. Dalam usaha pengembangan tanaman pakis sayur, keamanan pakis sayur sebagai bahan konsumsi juga patut menjadi perhatian. Sejumlah sayuran mengakumulasi nitrat pada level yang tinggi pada bagian tertentu dari jaringan tanaman. Menurut laporan Vermer et al. (1998), melalui aliran darah, nitrat bereaksi dengan hemoglobin untuk membentuk methehemoglobin yang menyebabkan transport oksigen terhambat. Methehemoglobinemia menjadi resiko kesehatan yang besar. Secara teoritis terdapat kaitan antara cahaya dengan kandungan nitrat tanaman (Sirait, 2006). Terdapat kecenderungan peningkatan kandungan nitrat pada tanaman seiring peningkatan taraf naungan (Van Eysinga, 1984), karenanya perlu diwaspadai adanya kemungkinan terjadinya akumulasi nitrat dengan kadar yang tinggi pada jaringan tanaman pakis sayur yang biasa tumbuh pada kondisi naungan berat. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari karakter morfologi dan karakter pertumbuhan tanaman pakis sayur dari beberapa aksesi serta melakukan analisis terhadap kandungan nitrat yang terakumulasi pada jaringan tanaman tersebut sebagai informasi dalam pengembangan tanaman pakis sayur sebagai sayuran indigenous. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi tanaman pakis sayur (Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum), mempelajari perbedaan karakter morfologi dan karakter pertumbuhan setiap tanaman antar aksesi, serta menganalisis kandungan nitrat pada jaringan tanaman pakis sayur. Hipotesis 1. Terdapat perbedaan karakter morfologi antar aksesi tanaman pakis sayur. 2. Terdapat perbedaan potensi produksi antar aksesi. 3. Terdapat akumulasi kadar nitrat yang tinggi pada jaringan tanaman pakis sayur yang tumbuh pada kondisi naungan berat.

15 TINJAUAN PUSTAKA Sayuran Indigenous Sayuran indigenous adalah sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi atau sayuran introduksi yang telah berkembang lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu. Sayuran indigenous biasanya tumbuh di pekarangan rumah maupun kebun secara alami dan dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga, baik sebagai sayuran yang dimasak maupun lalapan. Pada kenyataannya di daerah Jawa Barat sayuran indigenous sudah memasuki pasar di rumah makan yang digunakan sebagai lalap. Banyak sayuran indigenous yang berfungsi sebagai obat dari suatu penyakit manusia. Beberapa contoh sayuran indigenous di Jawa Barat yang biasa dimanfaatkan sebagai lalapan adalah kemangi; kecipir; roay; gambas; dan paria. Pemanfaatan sayuran indigenous dan nilai ekonominya dari masingmasing daerah berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh permintaan pasar maupun keadaan geografis daerah setempat. Sayuran indigenous mempunyai peranan untuk membantu mengatasi masalah gizi di Indonesia, terutama untuk keluarga pra sejahtera mengingat tanaman indigenous telah beradaptasi terhadap lingkungan setempat dengan cara budi daya yang mudah dan biaya yang murah. Sayuran indigenous masih memerlukan kajian nilai ekonomi, potensi kandungan gizi maupun prospek pengembangannya (Putrasamedja, 2005). Pemanfaatan sayuran indigenous Indonesia pada umumnya dilakukan oleh masyarakat sekitar dalam jumlah kecil dan tidak berkelanjutan. Rashid, et. al. (2008) dalam sebuah penelitian di India menyampaikan bahwa keberadaan tanaman-tanaman liar yang dapat dikonsumsi (edible) menghadapi ancaman dalam habitat alaminya dari beragam aktivitas manusia. Besar pengaruhnya bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Lima faktor utama yang mengancam keberadaan tanaman-tanaman liar edible antara lain : jumlah pemanenan berlebihan untuk makanan ternak, perluasan lahan pertanian, penebangan hutan untuk bahan konstruksi dan teknologi, eksploitasi berlebihan dari produk-produk kehutanan, serta pembakaran hutan yang tidak terkontrol.

16 Salah satu solusi untuk mengatasi pemanfaatan sayuran indigenous yang belum optimum ini adalah melalui kegiatan eksplorasi dan koleksi (Hermanto, 2008). Tidak cukup dengan kegiatan eksplorasi saja, namun plasma nutfah yang sudah terkoleksi harus diberdayakan dengan cara dikarakterisasi dan dievaluasi. Karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan. Sifat/karakter yang diamati dapat berupa karakter morfologis (bentuk daun, bentuk buah, warna kulit biji, dan sebagainya), karakter agronomis (umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, jumlah anakan, dan sebagainya), karakter fisiologis (senyawa alelopati, fenol, alkaloid, reaksi pencoklatan, dan sebagainya), marka isoenzim, dan marka molekular (Soemantri, et. al., 2004). Botani Pteridophyta Pteridophyta (paku sejati) merupakan kelompok tumbuhan paku yang memiliki daun lebar dan helaian daunnya memiliki pertulangan daun yang menonjol dan bercabang-cabang (Gambar 1). Daunnya berfungsi baik untuk fotosintesis maupun reproduksi. Kebanyakan tanaman dari kelompok ini menyukai daerah lembab. Tumbuhan paku sejati dicirikan oleh pucuk (daun muda) yang menggulung (circinate). Daunnya secara menyeluruh dikenal sebagai ental (frond) dan helaian anak daun terkecil disebut pinnule (Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, 2007). Proses pertumbuhan daun paku-pakuan merupakan salah satu cirinya yang paling menonjol. Pada perkembangannya, seluruh jaringan daun paku terbentuk melalui pertumbuhan ujung yang lama dan terus menerus. Ujungnya menggulung seperti pegas. Selama pertumbuhan, perpanjangan yang lebih cepat pada sel-sel bagian dalam daun menyebabkan ujung tersebut lambat membuka gulungannya. Ujung yang melengkung pada daun muda dikenal dengan istilah fiddlehead (Sudarnadi dan Zakaria, 1984). Pada umumnya, pada tanaman paku-pakuan dikenal dua macam daun, yang satu disebut sporofil, bersifat fertile dan membentuk sporangia, sedangkan daun lainnya bersifat steril, tidak membentuk sporangia dan fungsinya semata-

17 mata vegetatif. Kondisi tanaman dengan dua jenis fungsi daun dalam satu tanaman seperti ini disebut sebagai dimorfisme (Sudarnadi dan Zakaria, 1984). Gambar 1. Stuktur Tumbuhan Paku Sejati (de Winter dan Amoroso, 2003) Tak seperti tanaman lainnya yang tumbuh dari biji, paku tumbuh dari spora yang kemudian berkembang menjadi sporofit. Spora terbentuk dalam kotak spora (sporangium) dan biasa ditemukan di permukaan daun bagian bawah (Thomas and Garber, 1999). Kumpulan sporangia disebut sorus (jamak : sori) dan

18 biasanya sori terdapat pada sisi bawah daun fertile (Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, 2007). Pola penyebaran sori berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman paku (Djuita, 2007). Syarat Tumbuh Temperatur Di daerah tropis, paku biasa ditemui di bawah penutupan tajuk pohon yang rapat. Tanaman ini menyukai temperatur sejuk dan kelembaban tinggi untuk pertumbuhannya (Thomas and Garber, 1999). Tanaman paku tumbuh baik pada temperatur yang sesuai dengan kebutuhan jenisnya. Paku-paku yang tumbuh di daerah tropis pada umumnya menghendaki kisaran o C untuk pertumbuhannya (Hoshizaki and Moran, 2001). Kelembaban Menurut Thomas dan Garber (1999), kelembaban ialah salah satu faktor pembatas dalam budidaya paku. Tanpa kelembaban udara yang tinggi, umumnya paku akan tumbuh tidak sehat. Tingkat kelembaban 30% ialah persentase terendah yang masih dapat ditoleransi oleh paku untuk pertumbuhannya. Hoshizaki dan Moran (2001) dalam bukunya tentang budidaya paku, menyatakan bahwa kelembaban relatif yang baik bagi pertumbuhan tanaman paku pada umumnya berkisar antara %. Intensitas Cahaya Kebanyakan tanaman paku tumbuh baik pada kondisi ternaungi. Kisaran intensitas cahaya terbaik bagi pertumbuhan paku adalah antara 200 sampai 600 f.c. (foot-candles). Paku pada stadia dewasa membutuhkan cahaya yang lebih banyak dibandingkan paku pada stadia yang lebih muda. Kondisi naungan yang rapat kurang cocok bagi pertumbuhan paku. Kondisi ini dapat menyebabkan frond memanjang dan kurus, memperlambat siklus produksinya, serta cenderung menguning dan mati lebih cepat. Paku yang tumbuh pada intensitas cahaya rendah namun cukup biasanya berukuran besar dan tumbuh subur. Pada kondisi cahaya tinggi, frond tanaman paku menjadi lebih keras, lebih tebal, lebih banyak

19 memproduksi sori, serta menjadi lebih toleran terhadap perubahan lingkungan. Sedangkan tanaman paku yang kelebihan cahaya biasanya berukuran lebih kecil, kurang subur, daunnya hijau menguning serta bagian tepi daunnya berwarna cokelat (Hoshizaki and Moran, 2001). Siklus Hidup Pteridophyta (Paku Sejati) Gambar 2. Siklus Hidup Tanaman Paku (Conqruist, 1971 dalam Djuita, 2007) Siklus hidup tanaman paku tidak biasa karena terdiri dari dua fase tanaman yang berbeda. Paku yang biasa kita lihat merupakan fase generatif atau yang biasa disebut sebagai sporofit (Thomas and Garber, 1999). Sporofit memproduksi spora yang kemudian berkecambah membentuk rumput kecil memasuki fase gametofit (Dickinson, 1998). Gametofitnya disebut protalus dan bentuknya seperti hati. Siklus hidup pteridophyta ditampilkan pada Gambar 2.

20 Rhizoid, anteridia, dan arkegonia terdapat pada sisi bawah gametofit. Anteridium menghasilkan gamet jantan dan arkegonium menghasilkan gamet betina. Setelah gamet betina dibuahi gamet jantan, akan terbentuk zigot yang kemudian berkembang menjadi embrio. Embrio memiliki kaki, akar primer, batang primer, dan daun primer. Setelah sporofit baru tumbuh dan berkembang menjadi tanaman bebas, gametofit lambat laun mengalami degenerasi dan mati. Sporofit yang tumbuh dewasa akan menghasilkan sporangia yang memproduksi spora (Djuita, 2007). Bergantung pada jenisnya, umumnya dibutuhkan waktu antara 2-6 bulan sejak pembuahan terjadi sampai tunas pertama muncul (Thomas and Garber, 1999). Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum atau juga dikenal sebagai Arcypteris irregularis (C. Presl) Ching (1940) merupakan tanaman paku yang masuk dalam divisi Pteridophyta dan kelas Pteridopsida. Jenis ini diklasifikasikan dalam PROSEA (1993) masuk dalam family Dryiopteridaceae. Di Indonesia, tumbuhan ini memiliki nama lokal paku andam (Melayu); paku kapal; dan paku kebo (Sunda), sedangkan di Malaysia, paku ini dikenal sebagai paku siar. Darnaedi dan Praptosuwiryo memaparkan deskripsi tanaman beserta kebiasaan tumbuhnya dalam PROSEA (2003). Deskripsi tanaman Pleocnemia irregularis merupakan tanaman paku berukuran besar yang hidup di atas permukaan tanah (terrestrial). Daunnya berstruktur bipinnatifid, dengan pinnules terbawah berukuran sangat besar. Rhizomenya (batang) pendek dan tumbuh tegak (erect). Bagian apex dan dasar petiolenya (stipe) ditutupi oleh sisik yang rapat. Sisiknya tipis, linear atau lanceolate dengan panjang antara 3-4 cm, dan berwarna cokelat gelap. Stipenya tegak dengan panjang berkisar antara cm, berwarna hijau ketika hidup dan pucat ketika mengering, gelap pada bagian dasar, tidak memiliki sisik kecuali pada bagian dasar. Keragaan P. irregularis ditunjukkan pada Gambar 3.

21 2 3 5 mm Gambar 3. Pleonemia irregularis (C. Presl) Holttum. Keragaan Tanaman (1); Pinna (2); Pinna dengan Sori (3); Perbesaran Lobe untuk Menunjukkan Venasi dan Posisi Sori (4). 4 Helai daunnya (blade) lanceolate, berukuran panjang cm dan lebarnya cm, mantap dan herbaceous. Warna blade pada umumnya hijau terang dan menjadi cokelat jika mengering. Pada daun muda, warna daunnya lebih pucat dan menarik perhatian. Pinnae tersusun berhadapan dan dalam jumlah yang banyak, ukuran pinna terbawah (basal pinnae) merupakan yang terbesar. Basal pinnae memiliki pinnule yang terletak asimetris dan mengarah ke pangkal (basiscopic), berukuran cm x 6 cm, tak memiliki stipe (sessile), dengan lekukan tepi daun yang dalam, biasanya berukuran lebih panjang dari yang lainnya. Urat daun membentuk baris tunggal areoles yang sempit di sepanjang kedua sisi costae dan areoles yang lebih pendek di kedua sisi costules. Sisanya,

22 seluruh bagian lamina diisi dengan 4-6 elongated areoles yang saling berhadapan. Sori (tunggal : sorus) membulat atau seringkali membentang sepanjang urat daun dan kadang-kadang juga confluent. Ukurannya kecil, tersebar dengan jarak yang berdekatan, kadang berpencar teratur, dan tidak memiliki indusial. Distribusi P. irregularis terdistribusi dari wilayah selatan Burma (Myanmar) melalui Asia Tenggara sampai Kepulauan Caroline, Kepulauan Solomon, dan Fiji. P. irregularis tidak dibudidayakan secara komersial dan tidak diperdagangkan secara internasional. Daun mudanya dikumpulkan dari alam dan dikonsumsi secara lokal sebagai sayuran atau dijual di pasar lokal. Manfaat Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum merupakan salah satu sayuran indigenous yang tumbuh liar di alam dan seringkali dimanfaatkan sebagai sayuran. Bagian daun muda yang menggulung (fiddlehead) dari paku sayur ialah bagian yang dapat dikonsumsi. Di Asia Tenggara, daunnya yang sukulen, muda dan masih menggulung biasa dimakan mentah sebagai salad/lalap atau dikukus sebagai sayuran. Bagian akar dan rhizomanya yang dihancurkan dapat diaplikasikan untuk mengobati kulit yang terinfeksi kudis, sedangkan daun dan pucuknya yang dimemarkan dapat digosokkan pada tubuh untuk menanggulangi demam akibat malaria. Ekstrak rebusan daunnya efektif untuk menanggulangi diarrhoe. Ekologi dan Perbanyakan P. irregularis terbiasa tumbuh di permukaan hutan yang ternaungi sebagian dan pada tepi hutan di bukit-bukit. Selain itu, juga mudah ditemukan di sekitar perumahan dan pada areal pertanaman. P. irregularis tumbuh pada tanah lempung berat, liat berkapur, atau tanah yang kaya akan humus berbatu, pada ketinggian permukaan laut sampai 800 m dpl. Tumbuhan paku ini toleran terhadap kondisi kering dibandingkan jenis paku terestrial lainnya. Jika ingin diperbanyak, P. irregularis mudah untuk diperbanyak menggunakan spora.

23 Nitrat (NO - 3 ) dalam Tanaman Nitrat adalah senyawa yang pembentukannya di alam merupakan bagian dari siklus nitrogen, sebagaimana bahan tambahan makanan yang diterima. Nitrat memegang peranan penting dalam nutrisi dan fungsi tanaman karena potensinya untuk terakumulasi. Faktor lingkungan dan teknik budidaya tanaman yang mempengaruhi konsentrasi nitrat dalam tanaman, diantaranya adalah kelembaban tanah, intensitas cahaya dan suhu udara, pupuk, varietas tanaman, dan strategi proteksi tanaman (EFSA, 2008). Faktor lainnya yang mempengaruhi ialah panjang hari, genangan, intensitas cahaya dan durasi pencahayaan, serta temperatur (Lorenz, 1978). Cahaya merupakan faktor lingkungan yang paling berpengaruh (Maynard, 1978). Menurut Sirait (2006), terdapat kecenderungan peningkatan kandungan nitrat pada tanaman seiring peningkatan taraf naungan, karena itu perlu diwaspadai adanya kemungkinan keracunan nitrat pada tanaman yang tumbuh dalam kondisi naungan berat dengan taraf pemupukan yang tinggi. Kebanyakan tanaman tingkat tinggi mengambil nitrogen dari tanah dalam bentuk ion amonium (NH + 4 ) atau ion nitrat (NO - 3 ). Nitrat adalah bentuk yang paling sesuai dan banyak diambil oleh tanaman. Nitrat harus dirubah menjadi amonium di dalam tanaman sebelum membentuk asam amino dan senyawa nitrogen lainnya. Proses reduksi nitrat menjadi nitrit maupun nitrit menjadi ion amonium memerlukan cahaya matahari. Aktivitas enzim nitrat reduktase meningkat dengan adanya cahaya yang bekerja lewat fotosintesis. Maynard (1978) menyatakan bahwa kebutuhan cahaya untuk mengaktifkan nitrat reduktase tercermin pada fluktuasi harian dari konsentrasi nitrat. Peningkatan konsentrasi nitrat berkaitan dengan intensitas cahaya. Pengurangan konsentrasi nitrat terjadi setelah periode pencahayaan penuh. Akumulasi Nitrat pada Sayuran Manusia memperoleh asupan nitrat melalui berbagai cara, sebagian besar secara eksogenetik melalui konsumsi sayuran, dan pada tingkat yang lebih sedikit melalui air dan makanan lainnya (Tabel 1). Nitrat juga terbentuk secara endogenetik. Dalam kebalikan dari metabolismenya, nitrit sebagian besar berasal dari konversi endogenetik nitrat (EFSA, 2008).

24 Tabel 1. Perkiraan Asupan NO 3 - dari Berbagai Sumber Bahan Pangan di Dunia (Berdasarkan pada Berat Badan 60 Kg) Wilayah Asupan ADI Kontributor utama (µg/mg) (mg/hari) (µg/mg) Sayuran Air Serealia Buah Middle Eastern Far Eastern Afrika Amerika Selatan Eropa <50 50 Sumber : (Santamaria, 2006) Sejumlah sayuran mengakumulasi nitrat pada level yang tinggi. Derajat akumulasi utamanya berkaitan dengan jenis tanaman, bagian tanaman, umur tanaman, dan jumlah nitrat yang terkandung dalam media (Lorenz, 1978). Santamaria et al. (1999) mengurutkan bagian-bagian tanaman berdasarkan kandungan nitratnya sebagai berikut : tangkai daun > daun > batang > akar > inflorescence > tuber > bulb > buah > biji. Dalam penelitiannya, Santamaria (2006) mengklasifikasikan beberapa sayuran berdasarkan pada kadar akumulasi nitrat seperti yang ditampilkan pada Tabel 2. - Tabel 2. Klasifikasi Sayuran Berdasarkan pada Kadar NO 3 Bobot Segar) (mg kg -1 Sangat Rendah (<200) Artichoke Asparagus Broad bean Brussels sprouts Bawang putih Bawang bombay Kacang hijau Melon Jamur Cabai Kentang Summer squash Ubi jalar Tomat Semangka Rendah ( ) Brokoli Wortel Kembang kol Timun Labu Sedang ( ) Kol Dill Radicchio Kol savoy Turnip Tinggi ( ) Seledri Chinese cabbage Endive Escarole Fennel Kohlrabi Daun chicory Leek Parsley Sangat Tinggi (>2500) Seledri Chervil Selada air Lamb s lettuce Lettuce Radish Bit merah Rocket Bayam Selada swiss Sumber : Santamaria (2006).

25 Bahaya Nitrat Bagi Kesehatan Nitrat (NO - 3 ) dalam tubuh manusia dikonversi menjadi nitrit (NO - 2 ). Dengan bantuan suatu enzym yang spesifik, nitrit berkonversi menjadi nitrosamine yang dapat memicu kanker. Efek yang lebih berbahaya dari nitrit adalah kemampuannya untuk bereaksi dengan haemoglobin (oxyhb) untuk membentuk methaemoglobin (methb) dan nitrat berdasarkan pada skema berikut (Santamaria, 2006), NO oxyhb(fe + 2 ) methb(fe ) + NO 3 Efek biologis utama dari nitrit pada manusia adalah pada keterlibatannya dalam oksidasi Hb normal ke methb yang tidak dapat mentransportasikan oksigen pada jaringan. Penurunan transport oksigen menjadi nyata ketika konsentrasi methb dalam darah mencapai 10% dari konsentrasi Hb normal. Jika kadarnya melebihi 10% maka disebut sebagai methaemoglobinaemia, yang menyebabkan cyanosis, dan dalam konsentrasi yang tinggi menyebabkan asphyxia. Normalnya, kadar methb pada manusia adalah kurang dari 2%, sedangkan pada anak-anak berusia di bawah tiga bulan, kurang dari 3% (WHO, 2007). Sampai sekarang, nitrat disebut sebagai komponen pangan berbahaya yang dapat menyebabkan infantile methaemoglobinaemia, karsinogenesis, dan bahkan teratogenesis (Santamaria, 2006). Acceptable Daily Intake (ADI) Nitrat World Health Organization (WHO) telah menentukan Acceptable Daily Intake (ADI) untuk ion nitrate dan nitrit. Dalam kajian terhadap toksisitas nitrat, NOEL (no-observed-effect-level) sebesar 370 mg NO - 3 /kg bobot segar merupakan nilai yang paling sesuai untuk evaluasi keamanan. Berdasarkan nilai tersebut, ADI untuk ion nitrat (NO - 3 ) ditetapkan sebesar mg/kg berat badan (Speijers, 1996) dan sebesar mg/kg berat badan yang terekspresi sebagai ion nitrit berdasarkan pada NOEL sebesar 6.7 mg/kg bobot segar per hari untuk pengaruhnya pada hati dan lambung dalam penelitian terhadap tikus selama 2 tahun (Speijers and van den Brandt, 2003). Toksisitas oral akut untuk nitrat pada manusia adalah sekitar 330 mg/kg berat badan (EFSA, 2008).

26 European Commission s Scientific Committee for Food juga memberikan rekomendasi terkait ADI untuk ion nitrat berdasarkan beragam berat badan manusia seperti yang tertampil pada Tabel 3. Tabel 3. Acceptable Daily Intake (ADI) untuk Ion Nitrat Sebagaimana yang Direkomendasikan oleh European Commission s Scientific Committee for Food (1995) Berdasarkan Berat Badan Manusia. Berat badan (kg) ADI (mg day 1) Sumber : European Commission s Scientific Committee for Food (1995) dalam Santamaria, et al. (1999) Terdapat dua strategi dasar untuk mengurangi resiko kontak nitrosamine sewaktu meningkatkan konsumsi sayuran, khususnya sayuran berdaun. Yang pertama adalah mengurangi jumlah nitrat dalam menu makanan, dan yang kedua adalah mencegah konversi nitrat menjadi nitrit di dalam tubuh. (Kennedy, 1995). Di sisi lain, vitamin C dan berbagai antioksidan yang terkandung pada sayur-sayuran dapat menghambat pembentukan nitrosamino (EFSA, 2008). Vitamin C, atau asam askorbat sangat efisien dalam mencegah konversi nitrat menjadi nitrit pada jaringan tanaman di dalam tubuh manusia. Hijauan yang sangat kaya akan vitamin C, seperti kale, memiliki vitamin C yang cukup untuk melindungi kita sepenuhnya terhadap nitrat yang dikandungnya (Kennedy, 1995).

27 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di tiga lokasi di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pengamatan lapang dilakukan Arboretum Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (Arboretum Fahutan) sebagai lokasi pertama dan Hutan Penelitian Dramaga, milik Pusat Penelitian dan Konservasi Hutan sebagai lokasi kedua (CIFOR 1) dan lokasi ketiga (CIFOR 2). Pengamatan laboratorium dilakukan di Laboratorium Pasca Panen dan Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini ialah tanaman dewasa dan bibit tanaman Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum yang tumbuh alami di ketiga lokasi, daun muda yang menggulung (fiddlehead) P. irregularis untuk analisis kandungan nitrat, serta daun fertil untuk pengamatan karakter spora. Bahan pendukung lain yang juga digunakan adalah aquades. Peralatan yang digunakan antara lain penggaris, meteran gulung, Color Chart, Horibameter C-141, camera digital, jangka sorong, alat ekstraksi, pipet tetes, tissue, label, amplop kertas coklat, cutter, gunting, pinset, ajir bambu, tali plastik, timbangan analitik, oven, mikroskop stereo, dan kaca preparat. Metode Percobaan Pelabelan Tanaman Contoh Pemilihan tanaman contoh dilakukan secara acak dan selektif terhadap 10 bibit tanaman dan 10 tanaman dewasa P. Irregularis yang tumbuh alami di masing-masing lokasi. Bibit P. irregularis yang dipilih adalah bibit dengan tinggi antara cm, sedangkan pemilihan tanaman dewasa P. Irregularis dilakukan dengan memilih tanaman yang berukuran relatif homogen secara visual di masing-masing lokasi. Metode ini dilakukan karena jumlah tanaman yang ada di

28 lokasi sangat terbatas dan beragam, maka contoh tanaman diambil dari individuindividu yang kebetulan dijumpai di lapang. Alasan lain digunakannya metode ini adalah karena tanaman P. irregularis merupakan tanaman yang tumbuh alami di masing-masing lokasi dan tidak diketahui umurnya. Metode seperti ini pernah dilakukan oleh Putrasamedja (2005). Pelabelan dilakukan dengan memasang papan label untuk tanaman dewasa dan bibit, serta dilakukan pemagaran di sekeliling tanaman dewasa menggunakan ajir bambu dan tali plastik seperti yang ditampilkan pada Gambar 4. a b Gambar 4. Pelabelan Bibit (a) dan Tanaman Dewasa P. Irregularis (b) di Lokasi Pengamatan. Pengamatan Bibit Pleocnemia irregularis Pertumbuhan Bibit Pengamatan terhadap pertumbuhan bibit P. irregularis di masing-masing lokasi dilakukan satu minggu sekali selama 7 minggu, ditambah pengamatan pada minggu ke- 13. Pengamatan dimulai sejak minggu ke-1 setelah pelabelan (MSP). Variabel kuantitatif pertumbuhan yang diamati antara lain sebagai berikut :

29 1. Tinggi tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi yang ditegakkan. 2. Panjang daun (cm) Panjang daun diukur dari pusat tanaman sampai ujung helai daun pada seluruh daun dewasa yang telah membuka sempurna. 3. Lebar daun (cm) Lebar daun diukur membujur pada bagian daun terlebar, dalam hal ini pinnae terbawah. Lebar daun diukur pada seluruh daun dewasa yang telah membuka sempurna. 4. Panjang stipe (cm) Panjang stipe diukur dari pusat tanaman sampai batas pangkal helai daun pada seluruh daun dewasa yang telah membuka sempurna. 5. Jumlah daun Jumlah daun yang dihitung ialah daun dewasa yang telah membuka sempurna, utuh, dan tidak layu/rusak. 6. Laju pertumbuhan mingguan Laju pertumbuhan diperoleh dari selisih nilai karakter kuantitatif pengamatan mingguan. Tanaman Dewasa Pleocnemia irregularis Karakter Morfologi Karakterisasi dilakukan terhadap karakter morfologi P. irregularis dewasa berdasarkan tuntunan bundel deskriptor P. irregularis (Lampiran 2) yang disusun mengacu pada buku Penuntun Praktikum Taksonomi Tumbuhan Berpembuluh (2007) dan disesuaikan dengan deskripsi tumbuhan pakis oleh Hoshizaki and Moran (2001). Variabel yang diamati meliputi karakter kuantitatif dan kualitatif. Karakter kualitatif yang diamati meliputi tipe akar-batang, tipe daun (frond dan blade), tipe stipe, dan tipe spora. Sedangkan karakter kuantitatif yang diamati terdiri dari panjang daun (frond), lebar daun (frond), panjang stipe, diameter stipe, jumlah pinna per frond, panjang rachis, jumlah frond per tanaman, diameter akarbatang, tinggi akar-batang, panjang akar, bobot basah (BB), bobot kering (BK),

30 dan kadar air (KA). Bobot basah tanaman diperoleh dengan cara memanen tanaman contoh P. irregularis di masing-masing lokasi di akhir pengamatan lalu ditimbang bobot basahnya. Bobot kering tanaman diperoleh dengan cara mengeringkan tanaman contoh menggunakan oven selama 3x24 jam dengan temperatur 105 o C. Pengovenan dilakukan secara terpisah untuk setiap bagian tanaman, terdiri dari bagian akar dan batang; stipe; dan blade. Kadar air adalah selisih antara bobot basah dan bobot kering tanaman yang dihitung menggunakan rumus sebagai berikut, KA (%) = x 100 % Siklus panen Pengamatan siklus panen dilakukan terhadap tanaman dewasa P. Irregularis yang telah ditandai di masing-masing lokasi. Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai siklus panen ke-3. Siklus panen pertama dihitung sejak minggu ke-0 pelabelan (MSP) sampai tanaman tersebut memiliki fiddlehead atau bagian daun muda yang memenuhi kriteria panen dan layak untuk dikonsumsi. Kriteria panen dari daun muda atau fiddlehead merupakan kriteria visual berupa tinggi dan besar fiddlehead atau daun muda yang bersumber dari kriteria P. irregularis yang dijual di pasaran. Kriteria ini berbeda-beda untuk masing-masing lokasi, bergantung pada ukuran tanaman. Melalui pengamatan siklus panen ini juga diperoleh data kriteria fiddlehead atau daun muda siap panen dan layak konsumsi. Karakter Agronomi Fiddlehead Panen Karakter agronomi fiddlehead layak panen yang diamati meliputi karakter tinggi dan bobot basah. Tinggi fiddlehead yang layak panen diukur dari pusat tanaman tempat keluarnya fiddlehead sampai ujung fiddlehead. Bobot basah fiddlehead panen diperoleh dengan melakukan penimbangan terhadap bobot segar fiddlehead yang dipanen dengan menggunakan timbangan analitik.

31 Persentase Edible Part Persentase bagian tanaman yang dapat dikonsumsi (% edible part) diperoleh dengan membandingkan antara bobot basah (BB) bagian yang dapat dikonsumsi dengan bobot basah brangkasan tanaman. Perhitungan yang digunakan ialah sebagai berikut : % edible part x 100 % Analisis Kandungan Nitrat (Karakter Fisiologis) Analisis terhadap kandungan nitrat dilakukan pada bagian jaringan daun muda atau fiddlehead dari tanaman P. Irregularis yang biasa dipanen dan dikonsumsi. Analisis kandungan nitrat dilakukan dengan mengambil ekstrak bagian daun muda (fiddlehead) kemudian ekstrak diuji dengan menggunakan Horibameter C-141. Analisis dilakukan sebanyak empat kali dengan jumlah sampel uji yang berbeda-beda pada tiap pengujian, bergantung pada ketersediaan bahan di lapang. Gambar metode analisis kandungan nitrat dilampirkan pada Lampiran 17. Potensi Reproduksi Generatif Dilakukan pengamatan mikroskopik terhadap jumlah sporangium pada daun-daun fertil tanaman P. Irregularis di lokasi Arboretum Fahutan dan CIFOR 1, sedangkan lokasi CIFOR 2 tidak diamati karena belum masuk ke fase generatif. Pengamatan dilakukan pada tiga helai pinna yang berada pada bagian tengah frond. Pinna-pinna ini dipilih karena ukurannya yang relatif seragam dan memiliki sorus yang tersebar memenuhi seluruh bagian pinna sehingga cukup representatif. Hasil pengamatan kemudian dikonversi sehingga diperoleh potensi reproduktif generatif tanaman di masing-masing lokasi uji berdasarkan perhitungan berikut, SPR/tan = SPR/PN x PN/frond x FRF/tan

32 Keterangan : SPR/tan SPR/PN PN/frond FRF/tan : jumlah sporangium per tanaman : jumlah sporangium per pinna : jumlah pinna per frond : jumlah frond fertil per tanaman (sporofil) Kerapatan Relatif (KR) Banyaknya tanaman P. irregularis di masing-masing lokasi dihitung dengan peubah kerapatan dan kerapatan relatif. Kerapatan (K) ialah banyaknya individu per satuan luas dan kerapatan relatif (KR) ialah persentase jumlah individu dari suatu jenis di suatu lokasi (Soerianegara dan Indrawan, 2005). Nilai K dan KR diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut : K = KR = x 100 % Pemeliharaan Tidak dilakukan pemeliharaan khusus terhadap seluruh tanaman sampel di masing-masing lokasi. Hal ini bertujuan agar dapat mengamati karakter asli dari masing-masing tanaman yang tumbuh di habitat alaminya. Analisis Data Penelitian merupakan penelitian eksploratif yang terdiri dari kegiatan pengamatan mingguan dan karakterisasi. Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor dengan lokasi sebagai faktor uji dan terdiri dari 10 ulangan untuk masing-masing lokasi. Percobaan ini menggunakan model matematis sebagai berikut, Y ij = μ + α i + β j + ε ij

33 dimana, Y ij = nilai pengamatan ke-ij μ = nilai tengah populasi α i = pengaruh aksesi ke-i βj = pengaruh kelompok ke-j ε ij = pengaruh galat ke-ij Informasi yang diperoleh dari kegiatan pengamatan mingguan dan karakterisasi disusun sebagai data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif hasil pengamatan karakter morfologi dianalisis sederhana dengan membandingkan karakter morfologi P. irregularis di masing-masing lokasi. Data kuantitatif hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (Uji F), dilanjutkan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) jika terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5%. Data diolah dibawah program SAS

34 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi pengamatan berjumlah tiga lokasi, yaitu Arboretum Fahutan; CIFOR 1; dan CIFOR 2. Arboretum Fahutan merupakan hutan buatan dengan jenis tegakan campuran, sedangkan kedua lokasi lainnya memiliki jenis tegakan utama Pinus merkusii Jungh.et.de.Vr. (CIFOR 1) dan Hymenaea courbaril L. (CIFOR 2). Luas masing-masing petak pengamatan sekitar 0.1 Ha. Jenis tanaman pakis yang menjadi bahan pengamatan adalah Pleocnemia irregularis (C. Presl) Holttum, seperti yang diterangkan pada dokumen hasil identifikasi tanaman oleh Pusat Konservasi Tanaman Kebun Raya Bogor, LIPI (Lampiran 1). Tipe curah hujan di Darmaga termasuk tipe A (Klasifikasi Schmidt dan Ferguson). Curah hujan rata-rata tahunan sebesar mm dengan kelembaban nisbi rata-rata per tahun di atas 80% dan suhu rata-rata sepanjang tahun sebesar 25 o C (Pratiwi, 2010). Kondisi ketiga lokasi pengamatan ditunjukkan pada Gambar 5. a b Gambar 5. Kondisi Umum Lokasi Pengamatan di Arboretum Fahutan (a); CIFOR 1 (b); dan CIFOR 2 (c). c

35 Data statistik Badan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor menyatakan tanah di areal Kampus IPB Darmaga termasuk jenis latosol yang memiliki kedalaman efektif lebih dari 90 cm dengan tekstur sedang. Lahan penelitian berada pada ketinggian 223 m dpl dengan lahan yang datar (Pratiwi, 2010). Kondisi tanah tergolong sangat masam dengan kandungan C dan N organik yang rendah (berdasarkan tabel kriteria penilaian sifat kimia tanah pada Lampiran 5). Hasil analisis tanah di lokasi percobaan ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Kondisi Tanah di Lokasi Hutan Penelitian Dramaga CIFOR 1 dan CIFOR 2 Parameter Satuan Kedalaman 0-10 cm Kedalaman cm Nilai Kriteria Nilai Kriteria ph (H 2 0) 4.2 sangat masam 4.3 sangat masam C Organik g/kg rendah rendah N Organik g/kg 1.10 rendah 1.00 rendah Ca cmol(+)/kg 0.94 sangat rendah 1.08 sangat rendah Mg cmol(+)/kg 0.25 sangat rendah 0.38 sangat rendah K cmol(+)/kg 0.06 sangat rendah 0.07 sangat rendah Na cmol(+)/kg 0.04 sangat rendah 0.06 sangat rendah CEC cmol(+)/kg sedang sedang Sumber : Laporan Pemantauan Hujan Asam di Indonesia. PUSARPEDAL-KLH Karakter Pertumbuhan Bibit Tanaman P. irregularis di Ketiga Lokasi. Laju Pertumbuhan Tabel 5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Bibit Tanaman P. irregularis di Ketiga Lokasi pada 1-7 Minggu. Laju Pertumbuhan Karakter Satuan Arboretum Uji F CIFOR 1 CIFOR 2 Fahutan Tinggi tanaman cm minggu tn Panjang frond cm minggu tn Panjang stipe cm minggu tn Lebar daun cm minggu tn Jumlah daun helai minggu tn Keterangan : tn tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%

36 Laju pertumbuhan mingguan untuk karakter-karakter agronomis bibit P. irregularis di ketiga lokasi ditampilkan pada Tabel 5. Laju pertumbuhan P. irregularis pada stadia bibit relatif rendah. Berdasarkan hasil uji F, pengamatan selama 7 minggu menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata dari laju pertumbuhan bibit P. irregularis di ketiga lokasi. Tinggi Tanaman Pengamatan terhadap karakter tinggi tanaman bibit P. irregularis selama 7 minggu ditambah pengamatan minggu ke-13 ditampilkan pada Tabel 6. Tinggi bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju 0.36 cm minggu -1 (Arboretum Fahutan), 0.33 cm minggu -1 (CIFOR 1), dan 0.16 cm minggu -1 (CIFOR 2) (Tabel 5). Tabel 6. Rata-rata Tinggi Bibit (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi. Lokasi Pengamatan Minggu Ke Arboretum Fahutan ab 25.65ab 26.41ab 28.80a CIFOR a 29.12a 29.22a 31.72a CIFOR b 21.74b 21.57b 21.77b Uji F tn tn tn tn * * * ** Keterangan : tn tidak nyata, * nyata pada taraf 5%, ** sangat nyata pada taraf 1%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Hasil uji F terhadap karakter tinggi tanaman untuk bibit P. irregularis menunjukkan tidak terdapat perbedaan tinggi tanaman antara ketiga lokasi sampai minggu ke-4. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara tinggi bibit P. irregularis di lokasi CIFOR 1 dengan CIFOR 2 pada minggu ke-5 sampai minggu ke-7. Pada minggu ke-13, perbedaan yang sangat nyata terlihat pada tinggi bibit P. irregularis di lokasi CIFOR 2, bibit di CIFOR 2 memiliki tinggi bibit terendah di antara lokasi lainnya. Bibit tanaman P. irregularis di lokasi Arboretum Fahutan tidak berbeda dengan kedua lokasi lainnya sepanjang masa pengamatan kecuali pada minggu ke-13. Hasil rekapitulasi uji F terhadap karakter tinggi bibit P. irregularis di ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 6.

37 Panjang Daun Pengamatan terhadap karakter panjang daun bibit P. irregularis selama 7 minggu ditambah pengamatan minggu ke-13 ditampilkan pada Tabel 7. Panjang daun bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju 0.30 cm minggu -1 (Arboretum Fahutan), 0.52 cm minggu -1 (CIFOR 1), dan 0.27 cm minggu -1 (CIFOR 2) (Tabel 5). Tabel 7. Rata-rata Panjang Daun (cm) P. irregularis di Ketiga Lokasi. Lokasi Pengamatan Minggu Ke Arboretum Fahutan ab b CIFOR a a CIFOR b b Uji F tn tn tn tn tn * tn ** Keterangan : tn tidak nyata, * nyata pada taraf 5%, ** sangat nyata pada taraf 1%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%. Hasil uji F terhadap karakter panjang daun untuk bibit P. irregularis antara lokasi menunjukkan tidak terdapat perbedaan panjang daun selama masa pengamatan, kecuali pada minggu ke-6 dan minggu ke-13. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan terdapat perbedaan panjang daun P. irregularis antara lokasi CIFOR 1 dan CIFOR 2 pada minggu ke-6, sedangkan pada minggu ke-13, perbedaan yang sangat nyata terlihat pada lokasi CIFOR 1. Bibit P. irregularis di CIFOR 1 memiliki panjang daun terpanjang di antara kedua lokasi lainnya. Hasil rekapitulasi uji F terhadap karakter panjang daun P. irregularis di ketiga lokasi dilampirkan pada Lampiran 6. Panjang Stipe Pengamatan terhadap karakter panjang stipe bibit P. irregularis selama 7 minggu ditambah pengamatan minggu ke-13 ditampilkan pada Tabel 8. Panjang stipe bibit P. irregularis di ketiga lokasi bertambah dengan laju 0.03 cm minggu -1 (Arboretum Fahutan), 0.23 cm minggu -1 (CIFOR 1), dan 0.15 cm minggu -1 (CIFOR 2) (Tabel 5).

BAHAN DAN METODE. Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE. Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di tiga lokasi di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pengamatan lapang dilakukan Arboretum Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 5. Kondisi Umum Lokasi Pengamatan di Arboretum Fahutan (a); CIFOR 1 (b); dan CIFOR 2 (c).

Gambar 5. Kondisi Umum Lokasi Pengamatan di Arboretum Fahutan (a); CIFOR 1 (b); dan CIFOR 2 (c). HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi pengamatan berjumlah tiga lokasi, yaitu Arboretum Fahutan; CIFOR 1; dan CIFOR 2. Arboretum Fahutan merupakan hutan buatan dengan jenis tegakan campuran, sedangkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Tanaman

Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Tanaman Lampiran 1. Surat Keterangan Identifikasi Tanaman Lampiran 2. Kunci Deskripsi Tanaman 1. Organ vegetatif a. Tipe Akar - akar tunggang - akar serabut b. Batang b.1 bentuk batang - membulat - persegi - pipih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Oktober 2007 di kebun percobaan Cikabayan. Analisis klorofil dilakukan di laboratorium Research Group on Crop Improvement

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl. Pengamatan pascapanen dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.)

PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) PENGARUH KETEBALAN MEDIA PASIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS AKSESI RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon L.) Oleh Chika Seriulina Ginting A34304064 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek. penelitian serta adanya kontrol penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek. penelitian serta adanya kontrol penelitian. 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini jenis penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek penelitian serta adanya

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN TOMAT TERHADAP FREKUENSI DAN TARAF PEMBERIAN AIR RISZKY DESMARINA A

RESPON TANAMAN TOMAT TERHADAP FREKUENSI DAN TARAF PEMBERIAN AIR RISZKY DESMARINA A RESPON TANAMAN TOMAT TERHADAP FREKUENSI DAN TARAF PEMBERIAN AIR RISZKY DESMARINA A24053423 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RISZKY DESMARINA.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada November 2011 sampai April 2012 dan bertempat di Kebun Manggis Cicantayan-Sukabumi dengan ketinggian tempat sekitar 500-700 m dpl (di atas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanaan di kebun percobaan IPB, Leuwikopo, Dramaga dengan jenis tanah latosol Dramaga. Percobaan dilaksanakan pada tanggal 26 September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Lewikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan megabiodiversity terbesar kedua. Tingginya tingkat keanekaragaman

PENDAHULUAN. dengan megabiodiversity terbesar kedua. Tingginya tingkat keanekaragaman 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dengan kekayaan sumber daya genetik (plasma nutfah) yang sangat besar. Oleh karena itu Indonesia termasuk negara dengan megabiodiversity terbesar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada 5 o 22 10 LS dan 105 o 14 38 BT dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat 18 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di kebun percobaan Institut Pertanian Bogor, Sawah Baru Babakan Darmaga, selama 4 bulan, dari bulan Mei-September 2010. Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. I. Pengujian Toleransi Salinitas Padi pada Stadia Perkecambahan di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian. I. Pengujian Toleransi Salinitas Padi pada Stadia Perkecambahan di Laboratorium 2. Terdapat genotipe-genotipe padi yang toleran terhadap salinitas melalui pengujian metode yang terpilih. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai November

Lebih terperinci

JUPE, Volume 1 ISSN Desember PENGARUH PARANET PADA SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L.

JUPE, Volume 1 ISSN Desember PENGARUH PARANET PADA SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L. PENGARUH PARANET PADA SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L.) Husnul Jannah Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, FPMIPA IKIP Mataram E-mail: nung_okas@gmail.com

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A24050822 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa tengah pada bulan Maret

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

III. METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo,

III. METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo, III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo, Batu, Malang. Ds. Junrejo, Kec. Junrejo berada pada ketinggian 800 m dpl, memiliki suhu

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A34101039 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN LAJU ASIMILASI BERSIH RUMPUT GAJAH DARI LETAK TUNAS STEK YANG BERBEDA DENGAN BEBERAPA DOSIS PUPUK NITROGEN SKRIPSI.

LAJU PERTUMBUHAN DAN LAJU ASIMILASI BERSIH RUMPUT GAJAH DARI LETAK TUNAS STEK YANG BERBEDA DENGAN BEBERAPA DOSIS PUPUK NITROGEN SKRIPSI. LAJU PERTUMBUHAN DAN LAJU ASIMILASI BERSIH RUMPUT GAJAH DARI LETAK TUNAS STEK YANG BERBEDA DENGAN BEBERAPA DOSIS PUPUK NITROGEN SKRIPSI Oleh SAVITRI SARI FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tumbuhan Paku Tumbuhan paku dalam dunia tumbuhan termasuk golongan besar atau Divisio Pteridophyta (pteris : bulu burung, phyta : tumbuhan ) yang diterjemahkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), Lembang, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga November 2016.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang dimulai pada bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1 Golongan Bentuk tanaman Tinggi tanaman Umur tanaman : hibrida : tegak : 110-140 cm : mulai berbunga 65 hari mulai panen 90 hari Bentuk kanopi : bulat Warna batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 7 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2012 di kebun percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga, Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang 1 Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September Oktober 2012. Tempat penelitian di Kebun Kartini Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Tanaman Gandum Tanaman gandum (Triticum aestivum L) merupakan jenis dari tanaman serealia yang mempunyai tektur biji yang keras dan bijinya terdiri dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci