II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Teluk Palabuhan Ratu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Teluk Palabuhan Ratu"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Teluk Palabuhan Ratu Perairan Teluk Palabuhan Ratu terletak pada posisi geografis 6 o 57-7 o 07 LS dan 106 o o 23 BT dengan panjang pantai lebih kurang 105 km. Perairan tersebut merupakan perairan pantai selatan Jawa Barat yang memilliki hubungan dengan Samudra Hindia. Sistem sungai yang bermuara di perairan teluk diketahui ada 7 buah yaitu 2 buah golongan besar: S. Cimandiri dan S. Cibareno dan 5 buah lainnya tergolong sungai kecil: S. Cimaja, CiPalabuhan, Cidadap, Cibutun dan Ciletuh (LON-LIPI 1975) Musim sangat berpengaruh terhadap kondisi hidrodinamika perairan teluk. Pada periode Musim Timur (Mei-Agustus) gelombang dan arus relatif lebih tenang dibandingkan pada periode musim barat (November-Februari), diantara Musim Timur dan Musim Barat terjadi periode peralihan (Wyrtki, 1961) yang disebut Musim Peralihan Timur (Maret-April) dan Musim peralihan Barat (September-Oktober) Kondisi Teluk Palabuhan Ratu banyak dipengaruhi oleh kondisi oseanografi Samudera Hindia seperti adanya pengaruh angin yang besar. Wyrtki (1961) mengemukakan bahwa keadaan angin di Palabuhan Ratu sesuai dengan sifat laut dan tercatat kecepatannya sebesar cm/dtk pada Bulan September sampai Desember yang bergerak kearah barat. Selanjutnya dikatakan bahwa perairan Teluk Palabuhan Ratu mempunyai suhu permukaan laut pada musim barat berkisar o C dan pada musim timur o C Pariwono et al. (1988) mengemukaan bahwa pada Bulan September dan Oktober suhu permukaan laut relatif rendah, yaitu rata-rata o C sedangkan pada musim hujan suhu permukaan laut rata-rata naik menjadi o C padahal disaat itu laut kurang menerima pemanasan dari matahari, karena tertutup awan. Hal ini diduga sebagai pertanda bahwa proses upwelling terjadi pada Bulan Agustus September dan okteber di perairan Teluk Palabuhan Ratu. Dari hasil penelitian Purba (1995), diacu dalam PRTK & Dep ITK (2004) diketahui bahwa di lepas Pantai Palabuhan Ratu terjadi upwelling mulai Bulan Juli, terbukti dengan terlihatnya kelompok massa air yang lebih dingin di sekitar lepas pantai, diapit oleh massa air yang lebih hangat ke arah pantai dan ke arah laut lepas. Kelompok massa air dingin ini berasal dari proses upwelling oleh Ekman Pump yang dibangkitkan oleh angin Muson Tenggara. 5

2 Terdapat perbedaan suhu permukaan laut musim timur dan musim barat, baik di perairan lepas pantai selatan Jawa (S. Hindia) maupun di perairan Palabuhan Ratu. Levinton (1982) mendapatkan adanya perbedaan suhu permukaan laut di perairan lepas pantai selatan Jawa, yaitu 28 o C (Agustus- Oktober) dan 29 o C (Februari-April). Demikian pula hasil penelitian LON LIPI 1975 di perairan pantai selatan Jawa diketahui adanya perbedaan suhu pada musim kemarau (28 o C) dan musim hujan (29-30) Hasil penelitian Pariwono et al. (1988) menunjang pernyataan di atas setelah melakukan pengukuran suhu di perairan Palabuhan Ratu pada bulan September-Oktober (akhir musim timur) dan bulan November-Desember (awal musim barat) masing-masing tercatat sebesar 26 dan 28 o C. Selanjutnya dikemukaan bahwa terdapat fenomena perbedaan suhu yang relaif lebih rendah pada musim timur dibandingkan dengan musim barat menunjukkan adanya proses upwelling di perairan yang bersangkutan. Penyebaran suhu vertikal di perairan Teluk Palabuhan Ratu pada kedalaman 25 meter antara o C (rata-rata o C). Perbedaan tersebut disebabkan terutama adanya pengaruh penyinaran matahari terhadap peningkatan suhu permukaan perairan teluk (Sanusi dan Atmodipoera, 1993) Salinitas di perairan Teluk Palabuhan Ratu dipengaruhi oleh keadaan musim dengan faktor utama adanya masukan massa air sungai yang bermuara. Transpor massa air sungai yang terutama pada musim barat mengakibatkan turunnya salinitas perairan pantai Teluk Palabuhan Ratu. Namun demikian di perairan teluk bagian tengah nilai perbedaan salinitas permukaan laut pada musim timur dan musim barat relatif kecil. Hasil pengukuran memperlihatkan nilai salinitas rerata pada periode Agustus Oktober dan Mei-Juli masing-masing sebesar dan (Pariwono et al., 1988) Massa air bersalinitas tinggi ini berasal dari Laut Flores yang memasuki Laut Jawa seiring dengan pergerakan arus permukaan pada Musim Timur ini yang menuju ke barat. Menurut Wyrtki (1961), bahwa pada Musim Timur ini di sekitar Laut Banda dan Selat Makasar bagian selatan terjadii upwelling, sehingga daerah sekitarnya menjadi subur. Kesuburan perairan tersebut terbawa arus hingga ke Laut Jawa sehingga mangakibatkan Laut Jawa selama dan sesudah Musim Timur ini menjadi subur dan akan tersedia makanan bagi ikan dan pijahannya. 6

3 Karakter pasut di perairan Teluk Palabuhan Ratu sama dengan karakter gelombang, merupakan perambatan dari pengaruh pasut yang terjadi di Samudera Indonesia. Pasut bersifat campuran dominasi semidiurnal yaitu tinggi pasang dan surut pertama tidak sama dengan tinggi pasang dan surut kedua, terjadi karena perairan teluk berhubungan langsung dengan perairan laut lepas Samudera Hindia (PRTK & Dep ITK 2004). Gambar 2 menunjukkan grafik komponen pasut dalam 24 jam di Teluk Palabuhan Ratu. Gambar 2. Arah Kecepatan Arus dan pasang Surut dalam periode 24 jam di Teluk Palabuhan Ratu (PRTK & Dep ITK 2004). 2.2 Biologi larva ikan Ichthyoplankton merupakan cabang ilmu yang membahas tentang larva ikan yang hidup planktonik, merupakan cabang Ichtyologi yang membahas tentang stadia larva yang sifatnya sangat ditentukan oleh lingkungannya terutama dalam pergerakan dan migrasinya. Awal daur hidup ikan, menurut Effendie (1978) dan Matarase et al. (1989), meliputi stadia telur dan perkembangannya, yaitu stadia larva dan juwana (ikan muda). Ikan-ikan pada stadia telur dan larva ikan dapat digolongkan sebagai plankton, yaitu sebagian 7

4 dari siklus hidupnya merupakan plankton sementara atau meroplankton (Odum, 1993). Menurut Mantiri (1995), ikan-ikan yang masih berada pada stadia telur dan larva digolongkan dan di istilahkan sebagai ichthyoplankton. Adapun setelah dewasa mereka menjalani kehidupan sebagai perenang-perenang yang aktif yang sudah masuk dalam kategori nekton. Ichthyoplankton menurut Mantiri (1995) adalah merupakan organisme ikan yang masih berada pada stadia telur dan larva, namun ada juga yang menggunakan istilah ini pada ikan yang sudah berada pada stadia juwana yang masih bersifat planktonis. Selanjutnya dikatakan bahwa istilah Ichthyoplankton belum terlalu dikenal dan digunakan. Tulisan-tulisan ilmiah yang sudah menggunakan istilah ini seperti: Able (1978), Brodeur et al. (1985), Boehlert et al. (1985), Beckley (1986), Ozawa (1986), Brodeur dan Rugen (1994), Mantiri (1993 dan 1995). Ichthyoplankton sebagai tahapan awal perkembangan, sejak dari stadia telur menuju larva dan juwana ikan. Russel (1976) mengemukakan bahwa larva ikan merupakan bentuk atau tingkatan ikan setelah telur menetas dan menggunakan istilah larva yang merujuk pada larva masih memiliki yolk sac atau kantung telur dan postlarva untuk ikan muda antara stadia larva dan juwana. Stadia ini kemudian berakhir setelah persediaan kuning telur yang ada telah habis diserap. Pada tahap ini tingkat mortalitas tinggi karena peka terhadap predator, ketersediaan makanan dan perubahan lingkungan seperti suhu, salinitas. Dengan demikian tahap ini adalah kondisi yang paling menentukan kelangsungan hidup satu spesies maupun populasi ikan tersebut. Menurut Effendie (1978), Perkembangan larva dalam garis besarnya di bagi menjadi dua tahap yaitu prolarva dan postlarva. Untuk membedakannya, prolarva masih mempunyai kantung kuning telur yang terletak di bagian depan bawah, tubuh masih transparan dengan beberapa butir pigmen yang belum diketahui fungsinya. Sirip dada dan ekor sudah ada tapi belum sempurna bentuknya dan kebanyakan prolarva yang baru keluar dari cangkang telur tidak mempunyai sirip perut yang nyata, hanya bentuk tonjolan. Mulut dan rahang belum berkembang dan ususnya masih merupakan tabung yang lurus. Sistem pernafasan dan peredaran darah belum sempurna dan memperoleh makanan hanya dari sisa kuning telur yang belum habis diserap. 8

5 Masa postlarva ikan mulai dari hilangnya kantung kuning telur sampai terbentuknya organ-organ baru atau selesainya taraf penyempurnaan organorgan yang telah ada sehingga pada akhir masa postlarva tersebut secara morfologis sudah mempunyai bentuk hampir sama dengan induknya. Sirip dorsal sudah mulai dapat dibedakan, demikian pula dengan sirip ekor sudah mulai ada bentuknya. Berenangnya sudah mulai aktif dan kadang-kadang memperlihatkan sifat bergerombol walaupun tidak selamanya demikian (Effendie, 1978). Pada perkembangan larva lebih lanjut dijelaskan bahwa sirip ekor berkembang diikuti oleh pemisahan sirip punggung dan sirip dubur. Vertebra dan osteogenesis mengeras dan dengan perubahan pigmentasi badan maka post larva mencapai tingkat juwana. Pada larva ikan yang baru menetas kuning telur terletak pada bagian anterior vertebral tubuh, bentuk menonjol dan sering kali menutupi hampir separuh panjang total tubuh. Mata belum berpigmen, mulut belum berfungsi dan anal belum terbuka. Selama perkembangan larva, mata menjadi berpigmen, mulut serta anus mulai terbuka. Posisi anus dapat digunakan sebagai karakter identifikasi. Selama perkembangan kuning telur dan kelenjar minyak digunakan secara bertahap. Ketika kuning telur habis, organorgan yang dibutuhkan untuk mencari dan mengunyah makanan sudah berfungsi. Pada masa ini larva mengalami masa krisis (Effendie, 1978). Apabila masa postlarva berakhir, ikan akan memasuki masa juwana. Untuk beberapa ikan dalam memasuki masa ini ada beberapa yang mengalami perubahan bentuk tubuh atau bermetamorphose. Hoar dan Randall (1987) mengatakan bahwa ikan dalam mengawali daur hidup akan melalui tiga tahap, yaitu telur, larva dan juwana. Diantaranya terdapat dua tahap transisi antara telur dan larva dan antara larva dan juwana, yaitu tahap yolk sac, dan tahap transformasi larva. Dalam tahap telur, dibagi kedalam tiga sub divisi yaitu awal, tengah, dan akhir. Pada tahap larva juga di bagi menjadi 3 sub divisi yaitu: preflexion, plexion dan postflexion larva. Pada ikan ada beberapa kelompok sifat taksonomik yang digunakan untuk mengenal larva, yaitu: 1. Berbagai struktur atau bentuk bagian tubuh, seperti mata, kepala, badan, lambung dan sirip (khususnya sirip dada) 2. Urutan munculnya sirip dan kedudukannya, fotofora dan unsur tulang. 3. Ukuran larva. 4. Pigmentasi (letak, jumlah dan bentuk melanophora) 9

6 5. Tanda-tanda yang sangat khas seperti lipatan sirip yang membengkak, sirip yang memanjang dan terubah, sungut pada dagu dan duri pada preoperculum (Russel, 1976). Karakter melanophora merupakan ciri diagnostik utama dalam mengidentifikasi spesies pada stadia postlarva. Kesamaan antar spesies dapat dilihat dari ada atau tidaknya melanophora atau posisi dimana melanophora berada. Lokasi melanophora biasa terletak di bagian eksternal dari dermis atau epidermis, bagian internal peritoneum, di atas atau di bawah kolom vertebra dan di daerah otocystic (Russel, 1976). 2.3 Distribusi larva ikan Ichthyoplankton memiliki pola distribusi vertikal berdasarkan migrasinya yang di bagi atas dua tipe. Migrasi tipe I dikenal sebagai pola distribusi yang lebih umum yaitu Ichthyoplankton naik ke permukaan pada malam hari. Migrasi tipe II merupakan pola distribusi yang tidak umum dan merupakan kebalikan dari migrasi tipe I yaitu Ichthyoplankton naik ke lapisan permukaan pada siang hari. Pada dasarnya pola distribusi ini sangat di pengaruhi oleh cahaya, namun predator dapat juga mengubah pola distribusi vertikal Ichthyoplankton (Brodeur dan Rugen, 1993). Contoh-contoh pola distribusi tipe I seperti yang dilaporkan Rogers (1940), dan Brodeur et al. (1993). Adapun tipe II dilaporkan oleh Boehlert et al. (1985). Demikian halnya ukuran tubuh, peningkatan kemampuan berenang dan kapasitas perkembangan larva dikatakan merupakan pengontrol posisi vertikal golongan ini (Fortier dan Leggett, 1983). Secara umum seperti yang dikemukakan beberapa ahli, distribusi ichthyoplankton di tentukan oleh faktorfaktor tingkah laku seperti pergerakan berdasarkan waktu dan cahaya (Mantiri, 1995); faktor-faktor fisik seperti sirkulasi air pasang surut (Laprise dan Dodson, 1989), suhu, salinitas dan turbiditas (Able, 1978); dan faktor ketersediaan makanan. 10

7 2.4 Parameter Fisika Suhu perairan Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengaturan seluruh proses kehidupan dan penyebaran organisme, dan proses metabolisme tejadi hanya dalam kisaran tertentu. Di laut suhu berpengaruh secara langsung pada laju proses fotosintesis dan proses fisiologi hewan (derajat metabolisme dan siklus reproduksi) yang selanjutnya berpengaruh terhadap cara makan dan pertumbuhannya. Perbedaan penerimaan radiasi matahari setiap wilayah menyebabkan perbedaan suhu, terkait dengan perbedaan letak geografis lintang. Selain panas matahari, faktor lain yang mempengaruhi suhu permukaan laut adalah arus permukaan, keadaan awan, upwelling, divergensi dan konvergensi terutama sekitar estuaria sepanjang garis pantai (Hela dan Laevastu, 1970). Selain oleh faktor di atas suhu permukaan laut juga dipengaruhi oleh kondisi meteorologi seperti penguapan, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin oleh karenanya suhu permukaan biasanya mengikuti pola musiman. Seperti contoh pada saat musim pancaroba, angin biasanya lemah dan permukaan laut akan tenang sehingga proses pemanasan dipermukaan terjadi sangat kuat. Akibatnya pada musim pancaroba suhu lapisan permukaan mencapai maksimum (Nontji, 2001). Perubahan suhu juga dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan stratifikasi massa air dan hal itu dapat mempengaruhi distribusi. Ikan biasanya memilih suhu optimum untuk dapat hidup dengan baik. Aktivitas metabolisme dan penyebaran ikan banyak dipengaruhi oleh suhu perairan fluktuasi suhu dan perubahan geografis merupakan faktor penting yang menentukan konsentrasi dan pengelompokan ikan. Menurut Soegiarto dan Birowo (1975), suhu permukaan di perairan Indonesia berkisar antara o C dan di daerah upwelling suhunya dapat turun mencapai 25 o C dan secara horizontal suhu permukaan laut di perairan Indonesia memiliki variasi tahunan yang rendah, namun variasi tersebut masih menunjukkan perubahan musiman. Perubahan ini dipengaruhi oleh posisi matahari dan pengaruh massa air di daerah lintang tinggi. Suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menduga keberadaan organisme dalam suatu perairan, khususnya ikan. Hal ini karena sebagaian besar organisme bersifat poikiloterm. Tinggi rendahnya suhu 11

8 permukaan laut pada suatu perairan terutama dipengaruhi oleh radiasi matahari. Perubahan intensitas cahaya akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu air laut baik secara horizontal, mingguan, bulanan, maupun tahunan. Suhu berpengaruh terhadap tingkah laku ikan, mempunyai kisaran tertentu untuk melakukan pemijahan bahkan dengan suatu siklus musiman yang tertentu pula (Gunarso, 1985). Lawalata (1977), diacu dalam Olii (2003). Menurut Sidjabat (1978), menyatakan bahwa suhu perairan merupakan suatu faktor lingkungan yang paling mudah dipelajari dari faktor-faktor lainnya, sebab suhu merupakan suatu petunjuk yang berguna dari perubahan kondisi lingkungan, suhu air laut, terutama lapisan permukaan, ditentukan oleh pemanasan matahari yang intensitasnya senantiasa berubah terhadap waktu, sehingga suhu air laut akan seiring dengan perubahan intensitas penyinaran matahari tersebut. Perubahan suhu ini dapat terjadi secara: (1) harian, (2) musiman, (3) tahunan, dan (4) jangka panjang. Selanjutnya Sidjabat (1978) mengatakan bahwa jika suatu perairan yang homogen dan tenang dipanasi oleh matahari, distribusi suhu secara vertikal akan menurun eksponensial ke bawah. Apalagi jika tidak ada gangguan pada perairan ini, keadaan perairan akan selalu stabil karena lapisan yang paling atas yang lebih panas akan lebih rendah densitasnya dari pada lapisan bawah. Ikan dapat mendeteksi perubahan suhu meskipun lebih kecil dari 0,1 o C. Setiap ikan mempunyai rentang karakteristik aklimatisasi (optimum) suhu dan mempunyai batas toleransi suhu yang dapat berubah secara musiman pada stok yang satu dengan yang lainnya dalam spesies yang sama. Sulliva (1954), diacu dalam Laevastu dan Hayes (1981) merangkum pengaruh suhu terhadap ikan antara lain: 1) sebagai modifier proses metabolik (misalnya mempengaruhi kebutuhan makanan dan laju up take dan pertumbuhan); 2) sebagai modifier dari aktivitas badan (misalnya laju renang); dan 3) sebagai stimulus saraf. Reaksi ikan terhadap anomali suhu adalah suatu masalah kompleks. Asumsi bahwa hampir semua reaksi spesies ikan terhadap anomali lingkungan muncul pada skala waktu sinoptik dan bulanan. Sedangkan jangka yang lebih panjang: musiman dan tahunan, reaksinya harus mencakup beberapa proses integrasi, seperti perubahan wilayah pencarian makan melalui migrasi dan pencarian atau beberapa pengaruh terhadap laju pertumbuhan, maturasi dan terhadap rekruitmen (Sulliva 1954, diacu dalam Laevastu dan Hayes 1981). 12

9 2.4.2 Salinitas Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan nilai salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida. Laevastu dan Hayes (1981) menyatakan perubahan salinitas di laut terbuka relatif lebih kecil dibandingkan dengan perubahan salinitas di pantai yang memiliki masukan air tawar dari sungai terutama saat musim hujan. Salinitas berpengaruh pada osmoregulasi dari ikan serta berpengaruh besar terhadap kesuburan dan pertumbuhan telur. Beberapa spesies bisa hidup dengan toleransi salinitas yang besar (euryhaline) tetapi ada juga yang sempit (stenohaline). Disamping itu Hayes dan Laevastu (1982) menyatakan bahwa salinitas berpengaruh pada distribusi, orientasi migrasi, dan kesuksesan reprodukasi dari ikan. Hayes dan Laevastu (1982) menjelaskan bahwa salinitas mempengaruhi fisiologis kehidupan organisme dalam hubungannya dengan penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dan lingkungan. pengaruh ini berbeda pada setiap organisme baik itu fitoplankton, zooplankton, maupun ichthyoplankton. Pengaruh salinitas pada ikan dewasa sangat kecil karena salinitas di laut relatif stabil yaitu berkisar antara o / oo, sedangkan larva ikan biasanya cepat menyusuaikan diri terhadap tekanan osmotik. Namun demikian cenderung memilih perairan dengan kadar salinitas yang sesuai dengan tekanan osmotik tubuhnya. Dan hal ini secara langsung akan sangat mempengaruhi distribusi larva ikan (Lignot et al., 2000) Arus Arus berperan dalam transportasi ikan dan larva di laut. Adanya arus yang berlawanan akan menjadi perangkap bagi keberadaan makanan ikan di laut. Arus merupakan hal yang sangat penting kaitannya dengan iklim, arus juga membawa organisme plankton dalam jumlah yang besar dari tempat asalnya secara periodik (Davis, 1955). Pola aliran arus juga menentukan pola karakteristik penyebaran nutrien, transport sedimen, plankton, ekosistem laut dan geomorfologi pantai. Pada daerah teluk, pola aliran air lebih didominasi oleh pasang surut dan angin. 13

10 Di daerah teluk, jenis arus yang dibangkitkan oleh gaya pasang surut sangat dominan dibandingkan dengan arus yang dibangkitkan oleh gaya gesek angin dengan permukaan air. Dwiponggo (1972) mengemukakan bahwa jenis jenis ikan tertentu akan bergerak mengikuti arus pada waktu pasang naik kearah pantai. Laevastu dan Hayes (1981) mengungkapkan bahwa ikan-ikan besar menggunakan arus untuk mendeteksi medan geoelectrocity bagi perjalanan migrasi mereka. Ikan demersal juga melakukan hal yang sama yaitu antara arus pasut dan migrasinya. Arus juga berperan dalam distribusi pemindahan telur, larva dan ikan kecil selain itu arus merupakan faktor pembatas bagi beberapa spesies. Karakter arus bervariasi dari tahun ketahun dan berperan penting dalam migrasi musiman dan siklus hidup dari ikan pelagis dan semi pelagis. Sverdrup et al. (1972) membagi arus laut ke dalam tiga golongan besar, yaitu : 1). Arus yang disebabkan oleh perbedaan sebaran densitas di laut. Arus ini disebabkan oleh air yang berdensitas lebih berat akan mengalir ke tempat air yang berdensitas kecil atau lebih ringan. Arus jenis ini biasanya memindahkan sejumlah besar massa air ke tempat lain; 2). Arus yang ditimbulkan oleh angin yang berhembus di permukaan laut. Arus jenis ini biasanya membawa air kesatu jurusan dengan arah yang sama selama satu musim tertentu; 3). Arus yang disebabkan oleh air pasang. Arus jenis ini mengalirnya bolak-balik dari dan ke pantai, atau berputar. Gerakan massa air dalam sangat berbeda dengan massa air permukaan. Massa air dalam terisolasi dari angin, oleh karena itu gerakannya tidaklah bergantung pada angin. Tetapi gerakan massa air dalam sebenarnya terjadi karena perubahan gerakan air permukaan. Di daerah tertentu dan dalam keadaan tertentu pula, gerakan lateral air yang disebabkan oleh angin juga mengakibatkan air mengalami suatu sirkulasi vertikal atau gerakan ke atas atau upwelling (Nybakken, 1992). Arus sangat mempengaruhi penyebaran ikan Laevastu dan Hayes (1982) menyatakan, bahwa: 1) penyebaran ikan oleh arus mengalihkan telur dan anak anak ikan dari spawning ground (daerah pemijahan) ke nursery ground (daerah pembesaran) dan ke feeding ground (tempat mencari makan); 2) Migrasi ikan dewasa dapat disebabkan oleh arus, sebagai alat orientasi ikan dan sebagai pola rute alami; 3) Tingkah laku diurnal ikan dapat disebabkan oleh arus, khususnya arus pasang surut; 4) Arus dapat secara langsung mempengaruhi pengelompokan makanan atau faktor lain yang membatasinya (suhu); 5) Arus 14

11 juga mempengaruhi lingkungan alami ikan, dengan demikian secara tidak langsung mempengaruhi kelimpahan ikan tertentu dan sebagai pembatas distribusi geografisnya. Arus dapat mempengaruhi migrasi ikan oleh angkutan pasif juwana mulai dari daerah pembesaran sampai daerah pemijahan dan mungkin berperan sebagai suatu penjajakan migrasi arus balik dari ikan dewasa mulai dari daerah pembesaran sampai daerah pemijahan. Anomali arus permukaan dapat mempengaruhi distribusi larva, juwana dan juga migrasi pemijahan ikan dewasa. Selain itu, sebaran stok ikan utama biasanya mengikuti sistem arus tertentu. Arus arus yang besar di laut seluruhnya menyebabkan perubahan densitas massa air permukaan. Perubahan densitas air laut berhubungan dengan variasi suhu dan salinitas, yaitu kenaikan suhu menyebabkan penurunan densitas air laut yang diikuti dengan kenaikan salinitas. Di laut perubahan salinitas dan suhu biasanya terjadi bersama-sama dan keduanya sangat penting dalam mengendalikan densitas (Barnes dan Hughes, 1998). Menurut Hinckley et al. 1991, diacu dalam Olii (2003), arus selalu berhubungan dengan kedalaman. Perubahan arah arus yang kompleks susunannya terjadi sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan. Pada umumnya tenaga angin yang diberikan pada lapisan permukaan air dapat membangkitkan timbulnya arus permukaan yang mempunyai kecepatan sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri. Kecepatan arus ini akan berkurang cepat sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan dan akhirnya angin menjadi tak berpengaruh sama sekali terhadap kecepatan arus (Hutabarat dan Evans, 1986). Selanjutnya mengemukakan bahwa pada kedalaman dibawah 100 meter kecepatan arus sangat lambat sehingga Ichthyoplankton di daerah ini kemungkinan tidak hanyut jauh dari wilayah dimana mereka dipijahkan, sedangkan pada kedalaman di atas 50 meter dari kolom air, arus semakin cepat sehingga Ichthyoplankton akan mudah terbawa oleh arus Parameter Kimia Derajat Keasaman (ph) Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan ph. Perubahan ph sedikit saja dari ph alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO 2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. Derajat keasaman (ph) air laut permukaan 15

12 di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara Perubahan ph dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung (Romimuhtarto, 1991). Derajat keasaman merupakan salah satu parameter penentu produktivitas suatu perairan. Pada umumnya ph air laut tidak banyak bervariasi karena adanya sistem karbondioksida dalam laut, maka air laut mempunyai kapasitas penyangga (buffer) yang kuat (Nontji, 2001) Oksigen Terlarut (DO) Kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) dapat dijadikan ukuran untuk menentukan mutu air. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air (5 ppm). Selebihnya bergantung kepada ketahanan organisme, derajat aktivitasnya, kehadiran pencemar, suhu air dan sebagainya. Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme. Perubahan konsentrasi oksigen terlaurut dapat menimbulkan efek langsung yang berakibat pada kematian organisme perairan. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung adalah meningkatkan toksisitas bahan pencemar yang pada akhirnya dapat membahayakan organisme itu sendiri. Hal ini disebabkan karena oksigen terlarut digunakan untuk proses metabolisme dalam tubuh dan berkembang biak (Romimuhtarto, 1991). Selanjutnya Goldman dan Horne (1983), menyatakan bahwa oksigen terlarut dalam ekosistem perairan sangat penting untuk mendukung eksistensi organisme dan proses-proses yang terjadi didalamnya. Hal ini terlihat dari peranan oksigen selain digunakan untuk aktifitas respirasi organisme air juga organisme dekomposer dalam proses dekomposisi bahan organik dalam perairan. Respirasi di perairan memerlukan oksigen dari dalam air dan menghilangkan limbah karbon dioksida. Insang adalah tempat pertukaran gas terjadi pada sebagian besar jenis ikan, meskipun ada juga beberapa jenis ikan yang bernafas melalui kulit. Biasanya laju konsumsi oksigen dapat digunakan untuk mengukur intensitas metabolismenya. Laju ini dipengaruhi oleh ukuran ikan dan karakteristik air seperti suhu dan kandungan CO 2 (Reddy, 1993). Oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup di dalam air. Penentuan oksigen terlarut harus dilakukan berkali kali di berbagai lokasi dengan tingkat kedalaman yang berbeda pada waktu yang 16

13 tidak sama (Sastrawijaya, 2000). Oksigen terlarut merupakan parameter penting bagi sistem kimia air laut maupun proses biologi perairan laut. Hal ini karena oksigen diperlukan dalam proses mineralisasi/dekomposisi bakteri dalam menguraikan bahan organik. Penurunan oksigen terlarut juga akan mempengaruhi kehidupan organisme melalui proses respirasi, dan reaksi oksidasi reduksi terhadap senyawa-senyawa kimia dalam air laut Nitrat (NO 3 ) Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan organisme dan proses pembentukan protoplasma, serta merupakan salah satu unsur utama pembentukan protein. Di perairan, nitrogen biasanya ditemukan dalam bentuk amonia, amonium, nitrit (NO 2 ) dan nitrat (NO 3 ) serta beberapa senyawa nitrogen organik lainnya (Wardoyo, 1987). Pada umumnya nitrogen diabsorbsi oleh fitoplankton dalam bentuk nitrat dan amonia (NH 3 -N). Fitoplankton lebih banyak menyerap amonia dibandingkan dengan nitrat karena lebih banyak dijumpai diperairan baik dalam kondisi aerobik maupun anaerobik (Welch, 1980). Senyawa-senyawa nitrogen ini sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen dalam air, pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen berubah menjadi amoniak dan saat kandungan oksigen tinggi nitrogen berubah menjadi nitrat. Nitrat adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan salah satu nutrient senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi diperairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrient (Welch, 1980) Fosfat (PO 4 ) Selain nitrogen, fosfor merupakan nutrien penting bagi pertumbuhan fitoplankton. Parson et al., (1984) menyatakan bahwa fosfor diperairan berada dalam tiga bentuk utama yaitu fosfor anorganik terlarut, fosfor organik terlarut dan fosfor partikulat. Wetzel (1983) menyatakan bahwa orthofosfat merupakan bentuk senyawa dengan unsur dasar P yang efektif bagi pertumbuhan fitoplankton. Selanjutnya Grahame (1987) menambahkan bahwa fosfor terlarut terutama berfungsi sebagai ortofosfat anorganik (PO - 4 ) atau yang secara sederhana disebut fosfat (PO 4 ). Goldman dan Horne (1983) menyatakan bahwa fitoplankton hanya dapat menggunakan fosfor dalam bentuk fosfat untuk pertumbuhannya. 17

14 Pada perairan alami ikatan senyawa fosfat umumnya berada pada ikatan Fe dan Al, sedangkan pada perairan basa, fosfat berikatan dengan kation natrium dan pada perairan netral berikatan dengan kalsium (Prescott, 1973). Konsentrasi fosfat pada perairan tawar dan laut memiliki kisaran yang hampir sama yaitu 1 3 mg/l, sementara kisaran fosfat yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah ppm (Sunarto, 2001). Konsentrasi fosfat dalam perairan alami pada umumnya tidak melebihi 0,1 ppm. Kandungan fosfat yang melebihi kebutuhan normal akan meningkatkan kesuburan perairan dan merangsang pertumbuhan fitoplankton (Wardoyo, 1987). Kadar fosfat yang baik di perairan akan meningkatkan produktivitas perairan. Sebagai indikator produktivitas perairan, keberadaan fitoplankton atau zooplankton dapat diketahui melalui kandungan fosfat ideal yang terkandung di perairan karena akan menjadi makanan utama bagi larva ikan. 18

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teluk Palabuhanratu

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teluk Palabuhanratu 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teluk Palabuhanratu Teluk Palabuhanratu terletak di pantai selatan Jawa Barat, Kabupaten Sukabumi dengan posisi geografis 6 o 57-7 o 07 LS dan 106 o 22-106 o 23 BT dan mempunyai

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas 2.3 suhu 2.3.1 Pengertian Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan. Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali Selat adalah sebuah wilayah perairan yang menghubungkan dua bagian perairan yang lebih besar, dan karenanya pula biasanya terletak diantara dua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Bila nutrien dan intensitas cahaya matahari cukup tersedia,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arus Eddy Penelitian mengenai arus eddy pertama kali dilakukan pada sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidentifikasi eddy Gulf Stream dari data hidrografi, serta penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Pulau Biawak Pulau Biawak terletak di sebelah utara pantai Indramayu secara geografis berada pada posisi 05 0 56 002 LS dan 108 0 22 015 BT. Luas pulau ± 120 Ha,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Udang Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang tempat hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Jenis udang sendiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Larva Ikan Ichthyoplankton merupakan cabang ilmu yang membahas tentang larva ikan yang hidup plantonik, merupakan cabang ilmu ichthyologi yang membahas tentang stadia larva

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia memiliki banyak hutan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin Umum Perairan Indonesia memiliki keadaan alam yang unik, yaitu topografinya yang beragam. Karena merupakan penghubung dua system samudera

Lebih terperinci

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan n, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Primer Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Umum Perairan Selatan Jawa Perairan Selatan Jawa merupakan perairan Indonesia yang terletak di selatan Pulau Jawa yang berhubungan secara langsung dengan Samudera Hindia.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena 1.1. Latar Belakang Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan, sehingga kelimpahannya sangat berfluktuasi di suatu perairan. MacLennan dan Simmonds (1992), menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pantai Kawasan pantai (coastal zone) merupakan zona transisi yang berhubungan langsung antara ekosistem laut dan darat (terrestrial). Kawasan pantai dan laut paparan menyediakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Perairan Selat Malaka memiliki kedalaman sekitar 30 meter dengan lebarnya 35 kilometer, kemudian kedalaman meningkat secara gradual hingga 100 meter sebelum continental

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 YellowfinTuna. Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai. berikut: : Percomorphi

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 YellowfinTuna. Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai. berikut: : Percomorphi 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 YellowfinTuna berikut: Menurut Saanin (1984) ikan Yellowfin Tuna dapat diklasifikasikan sebagai Kingdom Sub Kingdom Phylum Sub Phylum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman Online di :

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman Online di : JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman 406-415 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose SEBARAN NITRAT DAN FOSFAT SECARA HORIZONTAL DI PERAIRAN PANTAI KECAMATAN TUGU,

Lebih terperinci