BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab landasan teori ini, akan penulis akan mencoba menguraikan teori yang relevan, lengkap, dan terkini sejalan dengan permasalahan yang dihadapi, juga diuraikan hubungan antara permasalahan tersebut dengan teknik yang digunakan dalam perancangan program aplikasi ini serta bagaimana cara penulis dalam mengatasi dan menyelesaikannya System Development Life Cycle (SDLC) Menurut Turban, et. Al. (2001, p ), Software Development Life Cycle (SDLC) adalah kerangka terstruktur yang terdiri dari beberapa proses yang berurutan yang diperlukan untuk membangun suatu sistem informasi. Pendekatan Prototyping digunakan untuk menggambarkan SDLC. SDLC dirancang dengan tujuan untuk membangun alur pemrograman yang terstruktur dan untuk membantu manajemen proyek dalam perhitungan estimasi waktu dan sumber yang dibutuhkan suatu proyek.

2 11 Gambar 2.1 Prototype Model Model ini kemudian menjadi panduan langkah-langkah pembuatan program aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan penyelesaian akan masalah yang dihadapi, serta harapan dari penggunanya, supaya proyek pengembangan program aplikasi tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan sempurna Use Case Diagram Use Case menunjukkan hubungan interaksi antara aktor dengan use case di dalam suatu sistem (Mathiassen, 2000, p343) yang bertujuan untuk menentukan bagaimana aktor berinteraksi dengan sebuah sistem. Aktor adalah orang atau sistem lain yang berhubungan dengan sistem.

3 12 dibawah ini. Ada tiga simbol yang mewakili komponen sistem seperti terlihat pada gambar Gambar 2.2 Notasi Use Case Diagram Sumber : Mathiassen (2000, p343) Menurut Schneider dan Winters, ada lima hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan diagram use case (Schneider dan Winters, 2001, p26): Aktor: segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem dan melaksanakan use case yang terkait. Precondition: kondisi awal yang harus dimiliki aktor untuk masuk ke dalam sistem untuk terlibat dalam suatu use case. Postcondition: kondisi akhir atau hasil apa yang akan diterima oleh aktor setelah menjalankan suatu use case. Flow of Events: kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada sebuah proses use case. Alternative Paths: kegiatan yang memberikan serangkaian kejadian berbeda yang digunakan dalam Flow of Events.

4 Class Diagram Class Diagram adalah salah satu diagram struktur statis yang menunjukkan struktur dari sistem dengan menunjukkan class(es) yang ada pada sistem, attribute dan method class(es) tersebut dan hubungan antar class. Hubungan class terdiri dari link, association, aggregation dan composition. Gambar 2.3 Notasi Class Diagram Sumber: Lethbridge (2002, p.439) Link adalah hubungan dasar antar obyek yang menggambarkan garis penghubung antara dua atau lebih class. Link merupakan bagian dari association. Association menggambarkan kumpulan link yang saling berhubungan. Binary Association (dengan dua titik akhir) biasanya digambarkan sabagai sebuah garis, dimana masing-masing titik akhir dihubungkan dengan sebuah class. Association memiliki dua atau lebih titik akhir. Gambar 2.4 Hubungan Association Pada Class Diagram Sumber: Aggregation adalah lambang dari memiliki sebuah atau hubungan association merupakan perluasan association, hubungan aggregation hanya dapat melibatkan dua class.

5 14 Aggregation terjadi bila suatu class mengandung satu atau lebih obyek dari class lain, tetapi class yang dikandung tidak memiliki life cycle dependency dengan class yang mengandung. Gambar 2.5 Hubungan Aggregation Pada Class Diagram Sumber: Composition merupakan hubungan aggregation di mana class yang dikandung telah memiliki life cycle dependency dengan class yang mengandung. Gambar 2.6 Hubungan Composition Pada Class Diagram Sumber: Sequence Diagram Menurut Lethbridge (2002, p.270), sequence diagram adalah diagram yang menunjukkan urutan proses dan penukaran pesan oleh sejumlah obyek (dan seorang actor yang optional) dalam melakukan tugas tertentu. Sequence diagram menggambarkan skenario runtime sederhana secara grafis.

6 15 Gambar 2.7 Notasi Object, Lifetime dan Activation Sumber: Lethbridge (2002, p.440) Gambar 2.8 Notasi Sequence Diagram Sumber: State Transition Diagram (STD) Pengertian STD STD merupakan suatu modeling tool yang menggambarkan sifat ketergantungan sistem. Pada mulanya hanya digunakan untuk menggambarkan suatu sistem yang memiliki sifat realtime seperti proses control, telephone switching system, dan control system.

7 Simbol dan Sifat STD State adalah kumpulan keadaan dan atribut yang mencirikan obyek pada waktu atau kondisi tertentu. Disimbolkan dengan segi empat. Gambar 2.9 Notasi State Transition adalah symbol perpindahan keaktifan dari sebuah obyek menjadi obyek lain. Transition disimbolkan dengan anak panah. Gambar 2.10 Notasi Transition Condition adalah suatu keadaan pada lingkungan eksternal yang dapat dideteksi oleh sistem. Condition menggambarkan syarat yang biasanya digunakan dalam hubungan seleksi. Action adalah yang dilakukan sistem bila terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi akan menghasilkan keluaran atau output. Display adalah hasil yang merupakan STD.

8 Flowchart Flowchart adalah representasi skematik dari sebuah algoritma atau sebuah proses yang teratur, menunjukkan langkah-langkah dalam kotak-kotak yang bervariasi dan urutannya dengan menghubungkan kotak-kotak tersebut dengan panah. Flowchart digunakan dalam mendesain atau mendokumentasikan sebuah proses atau program (Wikipedia 2008). Flowchart pertama kali diperkenalkan oleh Frank Gilbreth kepada anggota ASME (American Society of Mechanical Engineers) pada tahun 1921 sebagai representasi Process Charts First Steps in Finding the One Best Way dan saat ini menjadi alat yang sering digunakan untuk menunjukkan aliran proses dalam suatu algoritma. Sebuah Flowchart pada umumnya memiliki simbol-simbol sebagai berikut: Start and end symbols Direpresentasikan dalam bentuk oval, atau persegi panjang dengan ujung yang membulat, biasanya mengandung kata Start atau End atau frase lainnya yang menujukkan awal proses atau akhir dari proses, seperti submit enquiry atau receive product. Arrows Menunjukkan apa yang disebut sebagai flow of control dalam ilmu komputer. Sebuah arrow datang dari sebuah simbol dan berakhir pada simbol lainnya merepresentasikan bahwa kontrol berpindah pada simbol yang ditunjukkan oleh arrow.

9 18 Processing steps Direpresentasikan sebagai sebuah persegi panjang. Contoh: tambahkan 1 pada X ; ganti bagian yang diidentifikasi ; simpan data. Input / Output Direpresentasikan sebagai sebuah jajaran genjang. Contoh: ambil X dari user ; tampilkan X. Conditional or decision Direpresentasikan sebagai sebuah belah ketupat / bentuk berlian. Biasanya berisi pertanyaan yang mempunyai jawaban yes atau no, ataupun true atau false. Simbol ini unik karena ada dua arrows yang keluar dari simbol ini. Biasanya terdapat pada bagian bawah dan kanan, dan berkorespondensi pada jawaban yes atau no, ataupun true atau false. Tiap arrow harus diberi label di dalamnya. Lebih dari dua arrows dapat digunakan, tetapi secara normal berarti bagian tersebut dapat dipecah lagi secara lebih mendalam. Gambar 2.11 Flowchart Sumber:

10 Interaksi Manusia dan Komputer (IMK) Berdasarkan evaluasi dari sudut interaksi manusia dan komputer, program simulasi yang dirancang harus bersifat interaktif. Suatu program yang interaktif dan baik harus bersifat user friendly, ramah terhadap penggunanya, dengan lima kriteria (Shneiderman 2005, p15) sebagai berikut: Waktu belajar yang tidak lama. Kecepatan penyajian informasi yang tepat. Tingkat kesalahan pemakaian rendah. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu. Kepuasan pribadi. Menurut (Shneiderman 2005, p74), dalam merancang sistem interaksi manusia dan komputer yang baik juga harus memperhatikan delapan aturan utama (eight golden rules), yaitu: Strive for consistency (berusaha untuk konsisten). Enable frequent user to use shortcuts (memungkinkan pengguna untuk menggunakan jalan pintas). Offer informative feedback (memberikan umpan balik yang informatif). Design dialogs to yield closure (pengorganisasian yang baik sehingga pengguna mengetahui kapan awal dan akhir dari suatu aksi). Offer simple error handling (memberikan pencegahan kesalahan dan penanganan kesalahan yang sederhana). Permit easy reversal of actions (memungkinkan kembali ke aksi sebelumnya dengan mudah).

11 20 Support internal locus of control (memungkinkan pengguna untuk menguasai dan mengontrol sistem). Reduce short term memory load (mengurangi beban ingatan jangka pendek, sehingga pengguna tidak perlu banyak menghafal) Pengenalan Pola Pengenalan pola merupakan sebuah metode yang telah lama ada dan terus berkembang hingga saat ini. Pengenalan pola tradisional masih berbasis pada kemampuan indra manusia, yang tentu saja sangat terbatas, dan kemampuannya tidaklah sama dari waktu ke waktu, walaupun hal tersebut sudah cukup dalam beberapa kasus yang umum dijumpai. Misal, dengan hanya mendengar sebagian lagu, dapat membuat seseorang mengingat seluruh lagu. Hal ini menyatakan pada kita bahwa manusia mampu mengingat suatu informasi pola secara menyeluruh hanya dengan berdasarkan sebagian informasi yang tersimpan dalam ingatannya. Pengenalan pola adalah kemampuan manusia untuk mengenali obyek-obyek berdasarkan ciri-ciri dan pengetahuan yang pernah diamatinya dari obyek tersebut. Tujuan dari pengenalan pola ini adalah mengklasifikasi dan mendeskripsikan pola atau obyek kompleks berdasarkan ciri-cirinya sehingga kelak menjadikannya mudah dikenali. Dewasa ini, komputer telah memiliki sistem visual intelligencia, yang membuat sistem tersebut dapat melihat dan mengenali sebuah obyek, secara terpisah dari obyek lainnya. Untuk dapat mengenali sebuah obyek, komputer harus melakukan pengolahan citra dan pengenalan pola. Pengolahan citra digunakan untuk mendapatkan citra dengan kualitas yang baik, namun tetap menyimpan ciri-ciri yang dibutuhkan dari pola tersebut. Sementara itu, pengenalan pola berfungsi agar komputer dapat mengenali citra tersebut,

12 21 untuk kemudian sanggup dipergunakan dalam proses berikutnya bila memang tersedia dan dibutuhkan. Dalam pengenalan pola, kita bisa membagi keseluruhan proses menjadi tiga tahap yaitu: Perolehan data (data acquisition), yaitu tahap saat data analog akan dilewatkan pada penerjemah yang akan membuatnya menjadi format digital untuk diproses oleh komputer. Pengolahan data (data preprocessing), yaitu tahap saat data digital yang diperoleh dari tahap sebelumnya diekstraksi karakteristiknya dan kemudian karakteristik tersebut menjadi data output. Pengklasifikasian keputusan (decision classification), yaitu tahap saat karakteristik yang diperoleh pada tahap sebelumnya, digunakan untuk mengklasifikasikan obyek. Gambar 2.12 Representasi Konseptual dari Sistem Pengenalan Pola Dalam pengenalan pola, banyak sekali metode yang bisa digunakan dan tidak ada suatu metode yang bisa dikatakan paling tepat. Metode terbaik yang digunakan untuk mengenali suatu pola, berbeda-beda tergantung pada obyek yang diteliti. Namun demikian, pendekatan pengenalan pola yang berkembang dewasa ini adalah dengan menggunakan jaringan saraf tiruan.

13 22 Jadi, dapat kita simpulkan bahwa pengenalan pola adalah suatu proses untuk mengenali sebuah obyek dengan berbagai metode, dan dalam proses pengenalannya harus memiliki tingkat akurasi yang tinggi, yang tentunya juga berarti bahwa suatu metode pengenalan pola yang diterapkan pada komputer dituntut harus mampu mengenali setiap karakter uji dengan baik, meskipun pola tersebut mungkin sulit untuk dikenali manusia secara manual (kasat mata) Citra Digital Citra merupakan istilah lain untuk gambar. Penggunaan kata citra lebih banyak digunakan pada materi-materi yang berkaitan dengan konseptual dan teknis, sementara kata gambar digunakan jika mengacu pada obyek yang dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari. Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi) yang memiliki sumbu x dan sumbu y. Dalam tahapan pengenalan pola, data analog sebuah citra harus diubah melalui suatu penerjemah menjadi bentuk citra digital yang tak lain adalah representasi dari sebuah citra, disimpan dalam bentuk array dua dimensi, dan setiap array-nya akan menyimpan nilai warna dan intensitas pencahayaan. Untuk mengubah citra analog menjadi citra digital, kita bisa menggunakan beberapa alat tambahan, misalnya kamera digital atau scanner. Satuan terkecil dari suatu citra disebut pixel (picture element/pel) yang berarti elemen citra. Citra dibentuk dari kotak-kotak persegi yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antara pixel adalah sama pada seluruh bagian citra. setiap pixel diwakili oleh bilangan bulat (integer) untuk menunjukkan lokasinya dalam bidang citra dan juga untuk menunjukkan cahaya (keadaan terang gelap) pixel tersebut.

14 23 (x,y) m kolom n baris Gambar 2.13 Sistem Koordinat pada Citra Digital Untuk menunjukkan lokasi pixel, koordinat (0,0) berfungsi untuk menunjukkan posisi sudut kiri atas pada citra, indeks x bergerak ke kanan dan indeks y bergerak ke bawah. Koordinat (m-1, n-1) digunakan untuk menunjukkan posisi kanan bawah dalam citra berukuran m x n pixel. Untuk menunjukkan tingkat pencahayaan suatu pixel, digunakan bilangan bulat yang besarnya 8 bit (1 byte) untuk setiap pixel, dengan lebar selang antara 0 255, di mana 0 untuk warna hitam, 255 untuk warna putih dan tingkat keabuan ditandai dengan nilai di antara Jenis Citra Digital Citra digital dapat dikelompokan menjadi tiga menurut jumlah tingkat kuantisasi dan warnanya, yaitu: Citra biner (binary image), yaitu citra di mana setiap pixel-nya hanya memiliki dua kemungkinan warna yaitu hitam dan putih atau 0 dan 1. Citra keabuan (grayscale), yaitu citra yang memiliki tingkat kuantisasi lebih dari dua.

15 24 Citra warna (true color), yaitu citra yang setiap pixel-nya selain memiliki nilai tingkat kuantisasi juga memiliki nilai warna. Citra warna ini biasanya memiliki komponen RGB (Red, Green, Blue). Selain pengelompokan berdasarkan jumlah tingkat kuantisasi dan warnanya, sebuah citra digital juga dapat dikelompokkan menjadi: Citra raster, yaitu citra yang disimpan dalam bentuk array dari pixel. Pada citra raster, banyaknya kemungkinan warna dalam satu pixel disebut dengan sebutan kedalaman warna (colour depth). Citra vektor, yaitu citra yang disimpan dalam bentuk geometri, seperti garis, lengkung dan berbagai bentuk geometri lainnya Citra Warna/True Color Setiap citra warna, memiliki pixel yang terdiri dari tiga warna yang spesifik, yaitu merah, hijau, dan biru. Format citra ini disebut dengan citra RGB (Red, Green, Blue). Setiap warna dasar memiliki intensitasnya sendiri dengan nilai maksimum 255 (8 bit) dan nilai minimum 0. Sebagai contoh, warna kuning merupakan kombinasi warna merah dengan nilai 255 dan warna hijau 255, sehingga kombinasi RGB-nya adalah Dari contoh di atas, dapat kita lihat bahwa sebuah pixel dari citra warna akan membutuhkan ukuran data 3 bytes. Jumlah kombinasi warna yang mungkin dari sebuah citra warna adalah 2 24 atau lebih dari 16 juta warna. Hal inilah yang membuat citra warna disebut dengan istilah true color, karena secara umum dianggap telah berhasil mencakup seluruh tampilan warna yang ada.

16 Citra Keabuan/Grayscale Seperti telah dijelaskan di atas, citra dapat terbagi menjadi tiga, yaitu citra warna (true color), citra keabuan, dan citra biner. Citra biner adalah citra yang hanya memiliki dua jenis warna yaitu hitam dan putih. Berbeda dengan citra biner, citra keabuan memiliki kemungkinan warna yang lebih banyak daripada citra biner. Banyaknya kemungkinan warna pada citra keabuan bergantung pada jumlah bit yang digunakan. Sebagai contoh, jika suatu citra memiliki nilai 4 bits, maka kemungkinannya adalah 2 4 = 16 warna. Format citra ini disebut sebagai skala keabuan, karena nilai minimum yang dimilikinya adalah warna hitam, nilai maksimumnya adalah warna putih, dan nilai di antaranya adalah warna abu-abu Gambar 2.14 Matriks 2D Citra Keabuan

17 Pengolahan Citra Digital Image Processing atau sering juga disebut pengolahan citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra agar lebih mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer. Agar dapat diolah dengan baik oleh komputer, maka suatu citra harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Representasi citra dari fungsi nalar (kontinu) menjadi nilai nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang dihasilkan inilah yang kemudian disebut sebagai citra digital (digital image). Pengolahan citra merupakan suatu proses yang memiliki masukan berupa citra, namun memiliki keluaran yang juga merupakan citra (walau keduanya berbeda). Citra Masukan Pengolahan Citra Citra Hasil Gambar 2.15 Representasi dari Sistem Pengolahan Citra Untuk meningkatkan mutu suatu citra, kita dapat mengeliminasi noise yang tidak diinginkan dari citra tersebut. Selain itu kita juga harus menjaga detail-detail penting yang tetap ingin ditampilkan pada citra. Noise pada suatu citra digital bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti citra analog yang telah memiliki noise, noise yang disebabkan oleh penerjemah (transducer), dan berbagai macam kemungkinan lainnya. Noise ini haruslah dihilangkan untuk menghasilkan citra yang lebih baik. Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu suatu citra, terutama citra digital, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

18 27 Perataan histogram Histogram citra adalah suatu grafik yang menyajikan distribusi warna dari suatu citra digital. Histogram tersebut akan menyajikan banyaknya pixel untuk setiap warna yang ada pada citra. Dengan melakukan perataan histogram, maka kita akan mendapatkan citra dengan daerah tingkat keabuan yang sesuai. Penapisan Penapisan atau filtering adalah suatu tahap untuk menahan suatu frekuensi spasial dari suatu citra. Filtering bisa dilakukan dengan menentukan nilai intensitas suatu pixel berdasarkan nilai intensitas pixel-pixel di sekitarnya. Untuk meningkatkan mutu citra dengan mengurangi noise, kita bisa menggunakan dua jenis filter yaitu low pass filter dan high pass filter. Low pass filter mempunyai efek perataan warna keabuan, sehingga gambar yang diperoleh akan tampak agak kabur kontrasnya, sedangkan high pass filter berfungsi sebaliknya. Filter tersebut akan menyalurkan dan memperkuat komponen frekuensi tinggi dari suatu citra, sehingga mempertajam garis batas antar obyek. Thresholding Thresholding adalah suatu metode untuk mengubah citra digital menjadi citra biner, yaitu citra dengan dua warna. Proses ini juga akan membantu untuk menghilangkan noise pada citra. Untuk melakukan thresholding, kita membutuhkan nilai ambang (threshold value). Nilai ambang ini digunakan sebagai penentu apakah suatu pixel akan diubah menjadi warna putih atau menjadi warna hitam. Jika nilai pixel lebih besar dari nilai ambang, pixel

19 28 tersebut akan diubah menjadi warna putih, sebaliknya akan menjadi warna hitam. Sampai saat ini tidak ada aturan yang pasti mengenai nilai ambang ini. Kita dapat mengubah nilai ambang sesuai dengan kebutuhan supaya mendapat hasil terbaik. Namun demikian ada salah satu metode yang berfungsi untuk menentukan nilai ambang, yaitu adaptive threshold. Untuk menggunakan metode ini, kita harus menjumlahkan seluruh nilai pixel yang ada pada citra, dan kemudian membaginya dengan luas dari citra. Hasil dari perhitungan tersebut dapat digunakan sebagai nilai ambang Abjad Arab Abjad Arab ditulis dari kanan ke kiri, terdiri dari 28 huruf asas (utama). Penyesuaian tenik penulisan yang biasa dipakai bahasa lain seperti misalnya dalam bahasa Parsi, Urdu, Jawi, dan lain-lain umumnya menyertakan berbagai bentuk huruf huruf (abjad) tambahan untuk melengkapinya. Abjad Arab tidak memiliki perbedaan antara huruf besar dengan huruf kecil seperti lazimnya terdapat dalam sistem alphabet romawi. Susunan abjad Arab yang kini digunakan ialah bahwa huruf-hurufnya dikumpulkan mengikut bentuk mereka, seperti yang disertakan dalam gambar-gambar berikut ini: Gambar 2.16 Tabel susunan abjad Arab yang biasa Sumber :

20 29

21 30

22 31

23 32 Gambar 2.17.a Tabel abjad Arab biasa (beserta pengucapannya) Sumber : Gambar 2.17.b Tabel abjad Arab biasa (beserta pengucapannya) Sumber :

24 Wavelet Transformasi Wavelet merupakan metode yang biasa digunakan untuk menyajikan data, fungsi atau operator ke dalam komponen-komponen frekuensi yang berlainan, dan kemudian mengkaji setiap komponen dengan suatu resolusi yang sesuai dengan skalanya. Transformasi Wavelet mempunyai kemampuan membawa keluar ciriciri/karakteristik khusus dari citra yang sedang diteliti Transformasi Wavelet Diskrit Transformasi merupakan suatu proses untuk mengubah suatu data ke dalam bentuk lain agar lebih mudah untuk dianalisis. Sebagai contoh, Transformasi Fourier merupakan suatu proses untuk mengubah data ke dalam beberapa gelombang cosinus yang berfrekuensi berbeda. Jadi Transformasi Wavelet adalah proses pengubahan sinyal ke dalam berbagai basis Wavelet dengan berbagai fungsi pergeseran dan pengaturan skala yang jelas. Transformasi Wavelet Diskrit merupakan pengubahan (transformasi) sinyal diskrit menjadi koefisien-koefisien Wavelet yang diperoleh dengan cara menapis sinyal dengan menggunakan dua buah tapis yang berlawanan. Kedua tapis tersebut adalah : Tapis perataan atau penyekalan atau disebut juga dengan tapis lolos rendah (low pass filter). Tapis detil atau tapis lolos tinggi (high pass filter). Pada tahap pertama, sinyal dilewatkan pada rangkaian filter high-pass dan lowpass, kemudian setengah dari masing-masing keluaran diambil sebagai sample melalui operasi sub-sampling. Proses ini disebut sebagai proses dekomposisi satu

25 34 tingkat. Keluaran dari filter low-pass digunakan sebagai masukan di proses dekomposisi tingkat berikutnya. Proses ini diulang sampai tingkat proses dekomposisi yang diinginkan. Gabungan dari keluaran-keluaran filter high-pass dan satu keluaran filter low-pass yang terakhir, disebut sebagai koefisien Wavelet, yang berisi informasi sinyal hasil Transformasi yang telah terkompresi. Jadi secara umum dapat kita simpulkan bahwa Transformasi Wavelet Diskrit adalah proses dekomposisi citra pada frekuensi sub-band dari citra tersebut, di mana komponen sub-band tersebut dihasilkan dengan cara menurunkan level dekomposisi. Gambar 2.18 Dekomposisi Wavelet Diskrit pada Sinyal Satu Dimensi

26 35 Output filter yang memiliki respon impulse h(n) dan input x(n) adalah: sehingga output dari LPF dan HPF setelah downsampling adalah: Di mana g(n) dan h(n) adalah respon impulse dari HPF dan LPF. Dalam dekomposisi Wavelet, level maksimum ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: Pada Transformasi Wavelet diskrit, terdapat beberapa jenis basis induk Wavelet, seperti Wavelet Haar dan Wavelet Daubechies. Wavelet Haar adalah jenis Wavelet yang pertama kali dikenal. Wavelet ini juga merupakan jenis Wavelet yang paling sederhana. Adapun fungsi dari Wavelet Haar adalah sebagai berikut: Selain itu, fungsi skala dari Wavelet Haar adalah sebagai berikut:

27 36 Pada Wavelet Daubechies, terdapat empat fungsi skala, yaitu: Dari empat fungsi skala tersebut, koefisien fungsi Wavelet-nya antara lain aalah:,,, dan. Setiap langkah dari proses Transformasi Wavelet, akan menggunakan fungsi tersebut. Jika data input memiliki nilai N, maka fungsi Wavelet akan digunakan untuk menghitungnya, dan menghasilkan output. Dari fungsi-fungsi di atas, dapat kita rangkumkan fungsi skala dari Wavelet Daubechies adalah: Sementara fungsi umum Wavelet Daubechies adalah: Penelitian ini menggunakan basis Wavelet jenis Haar atau sering juga disebut dengan D2 (Daubechies 2).

28 Transformasi Wavelet Dua Dimensi Data citra merupakan data yang berbentuk array dua dimensi, yang berisi informasi tentang warna dan intensitas pencahayaan dari suatu pixel. Gambar 2.19 Algoritma Transformasi Wavelet Diskrit Dua Dimensi Untuk mentransformasikan data dua dimensi dengan menggunakan metode Wavelet, penulis menggunakan Transformasi Wavelet dua dimensi yang mana merupakan suatu penggeneralisasian Transformasi Wavelet pada ruang satu dimensi, algoritmanya dapat dilihat pada gambar 2.19 di atas. Proses dekomposisi Transformasi Wavelet untuk citra dua dimensi dapat dijelaskan pada gambar Gambar 2.20 Transformasi Wavelet untuk Citra Dua Dimensi

29 Jaringan Saraf Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia dapat mengolah berbagai informasi dengan menggunakan otaknya. Teknologi (artificial) neural network saat ini ingin meniru kemampuan otak manusia yang sangat hebat tersebut. Pada sub bab berikut akan dijelaskan tentang teori dasar serta konsep dari jaringan saraf manusia dan jaringan saraf tiruan Jaringan Saraf Manusia Keunikan dari jaringan saraf manusia yaitu kemampuannya untuk belajar dan mengingat berbagai informasi serta dapat beradaptasi dengan cara menanggapi suatu rangsangan. Otak manusia diperkirakan oleh para ahli terdiri dari sel saraf (neuron). Di dalam otak inilah terdapat fungsi fungsi yang sangat banyak dan rumit, di antaranya adalah ingatan, belajar, penalaran, kecerdasan, inisiatif, dan lain lain. Untuk membentuk fungsi-fungsi itu, tiap-tiap sel saraf akan saling berhubungan membentuk jaringan yang sangat rumit yang disebut dengan jaringan saraf. Tiap sel saraf berhubungan dengan sel lain melalui sebuah saluran yang disebut dengan sinapsis. Saraf biologi mempunyai 3 komponen utama yang bisa diadopsi untuk memahami saraf tiruan, yaitu: Dendrit : Menerima sinyal dari saraf (neuron) lainnya. Badan Sel (Soma/Cell Body) : Menampung semua sinyal yang diterima sel, apabila sinyal yang diterima cukup besar, sel tersebut akan membangkitkan sinyal untuk dikirim ke sel-sel lainnya.

30 39 Akson : Menransmisikan aktivitas neuron dari badan sel ke dendrit sel lainnya. Sinapsis : Bisa meningkatkan dan mengurangi kekuatan hubungan karena eksitasi. Setiap neuron mempunyai tiga sifat dasar : Kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsangan yang masuk melalui sinapsis. Kemampuan untuk mempropagansikan sinyal eksitasi yang diterima ke bagian yang lain. Kemampuan untuk mempengaruhi neuron-neuron yang lain. Gambar 2.21 Jaringan Saraf Manusia Sumber :

31 40 Arus input yang berasal dari dendrit dijumlahkan secara bertahap oleh kapasitas/weight yang terdapat dalam badan sel. Neuron bereaksi jika eksitasi dalam badan sel melebihi ambang batas. Sel saraf bereaksi mengirim sinyal melalui akson, kemudian dikirim ke sinapsis. Dari sinapsis sinyal tersebut disebarkan ke dendritdendrit yang lain. Secara garis besar neuron mengolah informasi yang masuk dan meneruskan ke neuron yang lain Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan (JST) adalah suatu sistem pemrosesan informasi yang punya karakteristik untuk bertingkah dan berlaku layaknya jaringan saraf manusia. Jaringan saraf tiruan dapat dikatakan sebagai pemodelan matematika dari jaringan saraf manusia dengan menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: Pemrosesan informasi terjadi pada elemen-elemen sederhana yang disebut sebagai neuron. Sinyal-sinyal yang mengaliri neuron-neuron melewati hubungan link. Setiap link penghubung punya bobot yang bersesuaian, yang dalam suatu jaringan saraf menggandakan sinyal yang ditransmisikan Setiap neuron menerapkan suatu fungsi aktivasi (biasanya non-linier) ke input jaringan (jumlah dari sinyal input terbobotnya) untuk menentukan sinyal output-nya.

32 41 Karakteristik jaringan saraf tiruan ditentukan oleh: Pola hubungan antar neuron (disebut dengan arsitektur jaringan saraf). Metode penentuan bobot keterhubungan (disebut dengan pelatihan atau proses belajar jaringan) Fungsi aktivasi. Gambar 2.22 Jaringan Saraf Tiruan dengan Satu Lapisan Tersembunyi Suatu jaringan saraf tiruan terdiri dari banyak neuron yang disusun dalam berbagai cara untuk membentuk arsitektur jaringan. Setiap saraf menerima input, memroses bermacam input tersebut, dan mengirimkan output tunggal. Pada dasarnya cara kerja JST tersebut dengan cara menjumlahkan hasil kali dari nilai masukan dengan nilai bobotnya. Pada Gambar 2.20 diperlihatkan serangkaian masukan. Setiap masukan akan dikalikan berturut-turut dengan bobot dengan demikian hasil kali keluaran akan sama dengan:

33 42 Gambar 2.23 Input dan Bobot pada Jaringan Saraf Tiruan Sumber : Fungsi Aktivasi Dalam jaringan komputasi, fungsi aktivasi dari sebuah neuron akan mendefinisikan nilai output yang akan dihasilkan dari sebuah atau serangkaian input. Sebuah sirkuit komputer sederhana dapat dilihat sebagai sebuah jaringan digital. Hal ini serupa dengan perilaku dari jaringan perceptron pada jaringan saraf tiruan. Aktivasi dari neuron adalah jumlah bobot paling tinggi dari masukan sebuah neuron dalam jaringan saraf tiruan. Terdapat banyak macam fungsi aktivasi, mulai dari fungsi linear, sigmoid, step, ramp, namun yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi aktivasi jenis sigmoid. Fungsi logistik dari fungsi sigmoid adalah, sebagai berikut:

34 43 Gambar 2.24 Fungsi Sigmoid Sumber : Back Propagation Tingkat kemiripan antara citra query dengan citra pustaka akan dihitung dengan menggunakan metrika jaringan saraf tiruan jenis Back Propagation, yang adalah jaringan saraf tiruan dengan metode pelatihan perambatan balik galat (generalized delta rule) yang merupakan metode penurunan gradien untuk minimisasi galat kuadrat total pada output yang dihitung dari jaringan. Pelatihan jaringan dengan perambatan balik melibatkan proses tiga tingkat, yaitu: Umpan maju; Perhitungan dan perambatan balik galat terkait; dan Pengaturan bobot.

35 44 Dalam Back Propagation terdapat tiga lapisan, yaitu: Lapisan input, yaitu lapisan yang akan diisi dengan data yang akan dilatihkan ke dalam jaringan saraf tiruan. Lapisan tersembunyi (hidden layer), suatu lapisan (layer) yang tidak pernah muncul dan berada di antara lapisan input dan lapisan output. Layer output, yaitu layer yang akan berisi nilai output dari proses Back Propagation Algoritma Back Propagation Algoritma Back Propagation terbagi menjadi dua, yaitu alogritma training dan algoritma untuk aplikasi. Pada algoritma training, ada dua langkah yang harus dilakukan, yaitu langkah maju (feedfoward) dan langkah mundur (backward). Sementara untuk bagian aplikasi, hanya langkah maju yang akan dijalankan. Lebih rincinya, kedua tahap tersebut adalah sebagai berikut: Tahap 0 : Inisialisasi nilai weight. Tahap 1 : Jika proses terus ingin dilanjutkan, lakukan tahap 2-9. Tahap 2 : Untuk setiap pasangan data training lakukan tahap 3-8. Langkah maju (Feedforward) Tahap 3 : Setiap unit input (x i, i = 1,...,n) menerima sinyal input x i dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan di atasnya (hidden layer). Tahap 4 : Setiap unit tersembunyi (z j, j=1,...,p) menjumlahkan sinyalsinyal input terbobot.

36 45 kemudian digunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output-nya. dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output). input terbobot, Tahap 5 : Setiap unit output (y k, k=1,...,m) menjumlahkan sinyal-sinyal kemudian digunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output-nya. Langkah mundur (backward) Tahap 6 : Tiap-tiap unit output (y k, k=1,...,m) menerima pola target yang berhubungan dengan pola input pembelajaran. Hitung informasi error-nya, hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai w jk ), hitung juga koreksi bias (yang nantinya digunakan untuk memperbaiki nilai w ok ), dan kirimkan nilai ke unit-unit yang ada dilapisan bawahnya.

37 46 Tahap 7 : Tiap-tiap hidden unit (z j, j=1,...,p) menjumlahkan delta inputnya (dari unit yang berada pada lapisan atasnya), kalikan nilai ini denan turunan dari fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi error-nya, kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya digunakan untuk memperbaiki nilai v ij ), hitung juga koreksi bias (yang nantinya digunakan untuk memperbaiki nilai v oj ), perbaiki bobot dan bias. Tahap 8 : Setiap unit output (Y k, k=1,...,m) memperbaiki bobot dan biasnya (j=0,...,p), setiap unit tersembunyi (Z j, j=1,...,p) memperbaiki bobot dan biasnya (i=0,...,n). Tahap 9 : tes kondisi berhenti. Jadi, pada landasan teori ini, telah dibahas teori-teori yang berhubungan dengan perancangan program aplikasi, seperti metode perancangan program, image processing, Transformasi Wavelet, Jaringan Saraf Tiruan, dan algoritma Back Propagation. Penggunaan dari teori-teori tersebut akan dijelaskan lebih lanjut pada bab selanjutnya.

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Program aplikasi ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual C# 2008 Express Edition. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object Oriented

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Landasan teori ini secara umum berisi dua hal penting, yaitu kerangka teori dan pola

BAB 2 LANDASAN TEORI. Landasan teori ini secara umum berisi dua hal penting, yaitu kerangka teori dan pola 7 BAB 2 LANDASAN TEORI Landasan teori ini secara umum berisi dua hal penting, yaitu kerangka teori dan pola pikir dari penulis. Sebagai kerangka teori, penulis menyajikan sejumlah teori yang relevan dengan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. simulasi penyelesaian rubix cube ini adalah sebagai berikut. 1. Processor: Intel (R) Pentium (R) 4 CPU 1.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. simulasi penyelesaian rubix cube ini adalah sebagai berikut. 1. Processor: Intel (R) Pentium (R) 4 CPU 1. BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Program Spesifikasi sistem komputer yang digunakan untuk menjalankan program simulasi penyelesaian rubix cube ini adalah sebagai berikut. 4.1.1 Spesifikasi

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. berhubungan dengan image restoration, di antaranya adalah tentang image, image

BAB 2 LANDASAN TEORI. berhubungan dengan image restoration, di antaranya adalah tentang image, image BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa landasan teori dan konsep konsep yang berhubungan dengan image restoration, di antaranya adalah tentang image, image processing, convolution, edge detection,

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. citra, piksel, convolution, dan Software Development Life Cycle.

BAB 2 LANDASAN TEORI. citra, piksel, convolution, dan Software Development Life Cycle. BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini diuraikan beberapa landasan teori dan konsep konsep yang berhubungan dengan pengolahan citra, di antaranya adalah tentang pengolahan citra, citra, piksel, convolution,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 32 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang analisis sistem melalui pendekatan secara terstruktur dan perancangan yang akan dibangun dengan tujuan menghasilkan model atau representasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Model Cutting Stock Problem 2.1.1 Integer Knapsack Cutting-stock problem merupakan salah satu satu contoh persoalan dalam Integer Knapsack. Dalam persoalan integer knapsack,

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Barcode Rcognition System Using Backpropagation Neural Networks M. Kayadoe, Francis Yuni Rumlawang, Yopi Andry Lesnussa * Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu enam bulan terhitung mulai februari 2012 sampai juli 2012. Tempat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. untuk pengguna interface, membutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak.

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. untuk pengguna interface, membutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak. 29 BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Gambaran Umum Sistem Pada dasarnya untuk pembuatan aplikasi ini, yakni aplikasi pengenalan suara untuk pengguna interface, membutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak.

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. suatu negara yang memiliki tingkat kriminalitas cukup tinggi. Hal inilah yang

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. suatu negara yang memiliki tingkat kriminalitas cukup tinggi. Hal inilah yang 38 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Kriminalitas adalah suatu hal yang sering terjadi di dunia ini. Indonesia termasuk suatu negara yang memiliki tingkat kriminalitas cukup tinggi. Hal inilah yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1)

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1) 3 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang mendasari penelitian ini. Dimulai dari teori dan konsep citra digital, deteksi pola lingkaran dengan Circle Hough Transform (CHT), ekstrasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra digital didefinisikan sebagai matriks berukuran N baris dan M kolom di mana elemen dari matriks merupakan suatu nilai yang menyatakan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN :

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN : Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN : 289-933 ANALISIS METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK PENGENALAN SEL KANKER OTAK Novita Handayani Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER Dalam analisis dan perancangan sistem program aplikasi ini, disajikan mengenai analisis kebutuhan sistem yang digunakan, diagram

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI Putri Khatami Rizki 1), Muchlisin Arief 2), Priadhana Edi Kresnha 3) 1), 2), 3) Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasanya, digunakannya berbagai macam huruf dengan kepentingannya masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. bahasanya, digunakannya berbagai macam huruf dengan kepentingannya masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa Arab menggunakan beragam jenis karakter untuk sistem penulisan bahasanya, digunakannya berbagai macam huruf dengan kepentingannya masing-masing benar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisis Masalah Dalam mengetahui suatu bahan jenis kulit cukup sulit karena bahan jenis kulit memeliki banyak jenis. Setiap permukaan atau tekstur dari setiap jenisnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi GUI GUI diimplementasikan sesuai dengan program pengolah citra dan klasifikasi pada tahap sebelumya. GUI bertujuan untuk memudahkan pengguna mengidentifikasi

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra 2.1.1 Definisi Citra Secara harfiah, citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Jika dipandang dari sudut pandang matematis, citra merupakan hasil pemantulan

Lebih terperinci

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Penerapan Neural Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (inderaja) merupakan proses penentuan piksel-piksel masuk ke dalam suatu kelas obyek tertentu. Pendekatan

Lebih terperinci

NEURAL NETWORK BAB II

NEURAL NETWORK BAB II BAB II II. Teori Dasar II.1 Konsep Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) Secara biologis jaringan saraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan. Neuron merupakan unit struktural

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Dalam pengerjaan perancangan dan pembuatan aplikasi pengenalan karakter alfanumerik JST algoritma Hopfield ini menggunakan software Borland Delphi 7.0. 3.1 Alur Proses Sistem

Lebih terperinci

MILIK UKDW. Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MILIK UKDW. Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini, jaringan syaraf tiruan telah berkembang dengan pesat. Berbagai aplikasi telah memanfaatkan jaringan syaraf tiruan dalam penerapannya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan adalah paradigma pengolahan informasi yang terinspirasi oleh sistem saraf secara biologis, seperti proses informasi pada otak manusia.

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK

PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK PENGENALAN POLA HURUF ROMAWI DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERSEPTRON LAPIS JAMAK Eko Budi Wahyono*), Suzuki Syofian**) *) Teknik Elektro, **) Teknik Informatika - Fakultas Teknik Abstrak Pada era modern

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan teknik statistik, matematika, kecerdasan buatan, tiruan dan machinelearning

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan teknik statistik, matematika, kecerdasan buatan, tiruan dan machinelearning BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Data Mining Data mining adalah kombinasi secara logis antara pengetahuan data, dan analisa statistik yang dikembangkan dalam pengetahuan bisnis atau suatu proses yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas teori yang digunakan sebagai landasan pengerjaan pengenalan kata berdasarkan tulisan tangan huruf Korea (hangūl) menggunakan jaringan saraf tiruan propagasi balik.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m.

BAB III METODE PENELITIAN. dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. Processor Intel Core i3-350m. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan, maka diperlukan alat dan bahan, agar mendapatkan hasil yang baik dan terstruktur. 3.1.1 Alat Penelitian Adapun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2. Sistem Jaringan Saraf Tiruan Struktur atau arsitektur jaringan saraf tiruan (JST) diilhami oleh struktur jaringan saraf biologi, khususnya jaringan otak manusia. Cara kerja JST

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital BAB II DASAR TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dua dimensi,dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f(x,y) adalah disebut dengan intensitas atau tingkat keabuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: b. Memori : 8192 MB. c. Sistem Model : Lenovo G40-45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: b. Memori : 8192 MB. c. Sistem Model : Lenovo G40-45 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Hardware a. Prosesor : AMD A8-6410 APU (4 CPUs), ~2.0 GHz b. Memori : 8192

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Pengembangan Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang melakukan proses data mulai dari pengolahan citra otak hingga menghasilkan output analisa

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisa Program Aplikasi Dalam proses identifikasi karakter pada plat nomor dan tipe kendaraan banyak menemui kendala. Masalah-masalah yang ditemui adalah proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Citra Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

Desain Perangkat Lunak Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Klasifikasi Citra Rontgen Paru-paru

Desain Perangkat Lunak Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Klasifikasi Citra Rontgen Paru-paru JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 10, NOMOR 1 JANUARI 2014 Desain Perangkat Lunak Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Klasifikasi Citra Rontgen Paru-paru M. Arief Bustomi, 1, Hasan

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

Architecture Net, Simple Neural Net

Architecture Net, Simple Neural Net Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Model Neuron JST 2. Arsitektur JST 3. Jenis Arsitektur JST 4. MsCulloh Pitts 5. Jaringan Hebb 2 Model Neuron JST X1 W1 z n wi xi; i1 y H ( z) Y1 X2 Y2 W2

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR Zulkifli Dosen Tetap Fakultas Ilmu Komputer Universitas Almuslim Email : Zulladasicupak@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

Karakteristik Spesifikasi

Karakteristik Spesifikasi Sinyal yang masuk difilter ke dalam sinyal frekuensi rendah (low-pass filter) dan sinyal frekuensi tinggi (high-pass filter) Lakukan downsampling pada kedua sinyal tersebut Low-pass frekuensi hasil downsampling

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu objek atau benda, misal: foto seseorang mewakili entitas dirinya sendiri di depan kamera. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat 6 BAB II DASAR TEORI 2.1. Daging Sapi dan Daging Babi 2.1.1.Daging Sapi Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON

RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON Liza Afriyanti Laboratorium Komputasi dan Sistem Cerdas Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri,Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perangkat keras komputer berkembang dengan pesat setiap tahunnya selalu sudah ditemukan teknologi yang lebih baru. Meskipun demikian masih banyak hal yang belum dapat

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan Computer Vision terutama dalam bidang pengenalan wajah berkembang pesat, hal ini tidak terlepas dari pesatnya

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisis Masalah Indera pendengaran manusia tidak dapat mengetahui secara pasti jenis nada apa yang didengar olehnya, terkecuali para pemusik profesional. Hal

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka 23 BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Pengolahan Citra Digital Citra yang diperoleh dari lingkungan masih terdiri dari warna yang sangat komplek sehingga masih diperlukan proses lebih lanjut agar image tersebut

Lebih terperinci

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A ARTIFICIAL NEURAL NETWORK CAHYA YUNITA 5213100001 ALVISHA FARRASITA 5213100057 NOVIANTIANDINI 5213100075 TEKNIK PERAMALAN - A MATERI Neural Network Neural Network atau dalam bahasa Indonesia disebut Jaringan

Lebih terperinci

Raden Abi Hanindito¹, -². ¹Teknik Informatika, Fakultas Teknik Informatika, Universitas Telkom

Raden Abi Hanindito¹, -². ¹Teknik Informatika, Fakultas Teknik Informatika, Universitas Telkom Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) ANALISIS & IMPLEMENTASI IMAGE DENOISING DENGAN MENGGUNAKAN METODE NORMALSHRINK SEBAGAI WAVELET THRESHOLDING ANALYSIS & IMPLEMENTATION IMAGE DENOISING USING NORMALSHRINK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil tahun 2006/2007

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil tahun 2006/2007 7 UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil tahun 2006/2007 PERANCANGAN APLIKASI PENGENAL PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR DENGAN PENDEKATAN BACKPROPAGATION

Lebih terperinci

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 30 BAB IV SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 4.1 Gambaran Umum Sistem Diagram sederhana dari program yang dibangun dapat diilustrasikan dalam diagram konteks berikut. Gambar

Lebih terperinci

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah Vol. 14, No. 1, 61-68, Juli 2017 Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah La Surimi, Hendra, Diaraya Abstrak Jaringan syaraf tiruan (JST) telah banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN POSISI MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DENGAN UMPAN BALIK KAMERA PEMOSISIAN GLOBAL

PENGENDALIAN POSISI MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DENGAN UMPAN BALIK KAMERA PEMOSISIAN GLOBAL PENGENDALIAN POSISI MOBILE ROBOT MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DENGAN UMPAN BALIK KAMERA PEMOSISIAN GLOBAL Randy Reza Kautsar (1), Bima Sena Bayu D S.ST M.T (2), A.R. Anom Besari. S.ST, M.T (2) (1)

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Karyawan atau tenaga kerja adalah bagian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap

Lebih terperinci