BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan adalah paradigma pengolahan informasi yang terinspirasi oleh sistem saraf secara biologis, seperti proses informasi pada otak manusia. Elemen kunci dari paradigma ini adalah struktur dari sistem pengolahan informasi yang terdiri dari sejumlah besar elemen pemrosesan yang saling berhubungan (neuron), bekerja serentak untuk menyelesaikan masalah tertentu. Cara kerja jaringan saraf tiruan seperti cara kerja manusia, yaitu belajar melalui contoh. Sebuah jaringan saraf tiruan dikonfigurasikan untuk aplikasi tertentu, seperti pengenalan pola atau klasifikasi data, melalui proses pembelajaran. Belajar dalam sistem biologis melibatkan penyesuaian terhadap koneksi sinaptik yang ada antara neuron. Hal ini berlaku juga untuk jaringan saraf tiruan. Jaringan saraf tiruan mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk mendapatkan informasi dari data yang rumit atau tidak tepat, mampu menyelesaikan permasalahan yang tidak terstruktur dan sulit didefinisikan, dapat belajar dari pengalaman, mampu mengakuisisi pengetahuan walaupun tidak ada kepastian, mampu melakukan generalisasi dan ekstraksi dari suatu pola data tertentu, dapat menciptakan suatu pola pengetahuan melalui pengaturan diri atau kemampuan belajar (self organizing), mampu memilih suatu input data ke dalam kategori tertentu yang sudah ditetapkan (klasifikasi), mampu menggambarkan suatu objek secara keseluruhan walaupun hanya diberikan sebagian data dari objek tersebut (asosiasi), mempunyai kemampuan mengolah data data input tanpa harus mempunyai target (self organizing), dan mampu menemukan jawaban terbaik sehingga mampu meminimalisasi fungsi biaya (optimasi). Kelebihan kelebihan yang diberikan oleh jaringan saraf tiruan antara lain : 1. Belajar adaptive (beradaptasi). Kemampuan untuk mempelajari bagaimana melakukan pekerjaan berdasarkan data yang diberikan untuk pelatihan atau pengalaman awal.

2 2. Self-organization. Sebuah jaringan saraf tiruan dapat membuat organisasi sendiri atau representasi dari informasi yang diterimanya selama waktu belajar. 3. Real time operation. Perhitungan jaringan saraf tiruan dapat dilakukan secara paralel sehingga perangkat keras yang dirancang dan diproduksi secara khusus dapat mengambil keuntungan dari kemampuan ini. Selain mempunyai kelebihan kelebihan tersebut, jaringan saraf tiruan juga mempunyai kelemahan kelemahan berikut. 1. Tidak efektif jika digunakan untuk melakukan operasi operasi numerik dengan presisi tinggi. 2. Tidak efisien jika digunakan untuk melakukan operasi algoritma aritmatik, operasi logika dan simbolis. 3. Untuk beroperasi, jaringan saraf tiruan butuh pelatihan sehingga bila jumlah datanya besar, waktu yang digunakan untuk proses pelatihan sangat lama (Sutojo et al. 2011) Model Matematika Terdapat tiga komponen dasar penting ketika kita membuat sebuah model fungsional dari neuron biologis. Pertama, sinapsis neuron dimodelkan sebagai bobot. Kekuatan hubungan antara masukan dan neuron ditentukan oleh nilai bobot. Nilai bobot negatif mencerminkan koneksi hambat, sedangkan nilai nilai positif menandakan koneksi rangsang sel. Komponen kedua adalah penjumlahan semua masukan yang dimodifikasi oleh masing masing bobot. Kegiatan ini disebut sebagai kombinasi linear. Komponen ketiga bertindak sebagai fungsi kontrol aktivasi amplitudo keluaran dari neuron. Jaringan saraf tiruan merupakan generalisasi model matematis dengan beberapa asumsi berikut. 1. Pemrosesan informasi terjadi pada neuron. 2. Sinyal dikirimkan di antara neuron neuron melalui penghubung dendrit dan akson. 3. Penghubung antarelemen memiliki bobot yang akan menambah atau mengurangi sinyal.

3 4. Untuk menentukan output, setiap neuron memiliki fungsi aktivasi yang dikenakan pada jumlah semua input-nya. Besar output akan dibandingkan dengan nilai threshold tertentu. Berdasarkan moedel matematis tersebut, baik tidaknya suatu model jaringan saraf tiruan ditentukan oleh hal hal berikut. 1. Arsitektur jaringan, yaitu sebuah arsitektur yang menentukan pola antar neuron. 2. Metode pembelajaran, yaitu metode yang digunakan untuk menentukan dan mengubah bobot. 3. Fungsi aktivasi (Sutojo et al. 2011). Secara matematis proses ini dijelaskan dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1 Model matematis dari jaringan saraf tiruan (Siang, 2005) Y menerima masukan dari neuron x 1, x 2 dan x 3 dengan bobot hubungan masing masing adalah w 1, w 2 dan w 3. Ketiga impuls neuron yang ada dijumlahkan net = x 1 w 1 + x 2 w 2 + x 3 w 3...(2.1) Keterangan notasi diatas sebagai berikut. net : hasil penjumlahan ketiga impuls neuron dikalikan dengan bobot. x 1, x 2, x 3 : neuron masukan w 1, w 2, w 3 : bobot masing masing neuron Arsitektur Jaringan

4 Neuron neuron terkumpul dalam lapisan lapisan yang disebut lapisan neuron. Lapisan lapisan penyusun jaringan saraf tiruan dibagi menjadi tiga, yaitu (Sutojo et al. 2011) : 1. Lapisan Masukan (Input Layer). Unit unit dalam lapisan masukan disebut unit unit masukan yang bertugas menerima pola masukan dari luar yang menggambarkan suatu permasalahan. 2. Lapisan Tersembunyi (Hidden Layer). Unit unit dalam lapisan tersembunyi disebut unit unit tersembunyi yang mana nilai keluarannya tidak dapat diamati secara langsung. 3. Lapisan Keluaran (Output Layer). Unit unit dalam lapisan keluaran disebut unit unit keluaran, yang merupakan solusi jaringan saraf tiruan terhadap suatu permasalahan. Beberapa arsitektur jaringan yang sering digunakan dalam jaringan saraf tiruan antara lain (Sutojo et al. 2011) : 1. Jaringan Lapisan Tunggal Jaringan dengan lapisan tunggal terdiri dari 1 lapisan input dan 1 lapisan output (Gambar 2.2). Setiap unit dalam lapisan input selalu terhubung dengan setiap unit yang terdapat pada lapisan output. Jaringan ini menerima input kemudian mengolahnya menjadi output tanpa melewati lapisan tersembunyi. Contoh jaringan saraf tiruan yang menggunakan jaringan lapisan tunggal adalah Adaline, Hopfield, Perceptron.

5 Gambar 2.2 Jaringan saraf dengan lapisan tunggal (Sutojo et al. 2011) Pada Gambar tersebut lapisan input memiliki 3 unit neuron, yaitu x 1, x 2, dan x 3 yang terhubung langsung dengan lapisan output yang memiliki 2 unit neuron, yaitu y 1 dan Y 2. Hubungan neuron neuron pada kedua lapisan tersebut ditentukan oleh bobot yang bersesuaian w 11, w 12, w 21, w 22, w 31 dan w Jaringan Lapisan Banyak Jaringan lapisan banyak mempunyai 3 jenis lapisan, yaitu lapisan input, lapisan tersembunyi dan lapisan output (Gambar 2.3). Jaringan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih kompleks dibandingkan dengan jaringan lapisan tunggal. Contoh jaringan saraf tiruan yang menggunakan jaringan lapisan banyak adalah Madaline, Backpropagation, dan Neocognitron.

6 Gambar 2.3 Jaringan saraf dengan lapisan banyak (Sutojo et al. 2011) Pada Gambar 2.3, lapisan input memiliki 3 unit neutron, yaitu x 1, x 2, dan x 3 yang terhubung langsung dengan lapisan tersembunyi yang memiliki 2 unit neuron tersembunyi, yaitu z 1 dan z 2. Hubungan neuron neuron pada lapisan input dan lapisan output tersebut ditentukan oleh bobot v 11, v 12, v 21 v 22 v 31 dan v 32. Kemudian, 2 unit neuron tersembunyi z 1 dan z 2 terhubung langsung dengan lapisan output yang memiliki 1 unit neuron Y yang besarnya ditentukan oleh bobot w 1 dan w Jaringan dengan Lapisan Kompetitif Jaringan ini memiliki bobot yang telah ditentukan dan tidak memiliki proses pelatihan (Gambar 2.4). Jaringan ini digunakan untuk mengetahui neuron pemenang dari sejumlah neuron yang ada. Akibatnya, pada jaringan ini sekumpulan neuron bersaing untuk mendapatkan hak menjadi aktif. Nilai bobot setiap neuron untuk dirinya sendiri adalah 1, sedangkan untuk neuron lainnya bernilai random negatif. Contoh jaringan saraf tiruan yang menggunakan jaringan dengan lapisan kompetitif adalah LVQ.

7 Gambar 2.4 Jaringan saraf dengan lapisan kompetitif (Sutojo et al. 2011) Pelatihan Supervisi dan Tanpa Supervisi Bila dilihat dari cara memodifikasi bobotnya, pelatihan jaringan saraf tiruan dibagi menjadi dua, yaitu pelatihan dengan supervisi (pembimbing) dan pelatihan tanpa supervisi. Pada proses pelatihan, suatu input dimasukkan ke jaringan, kemudian jaringan akan memproses dan mengeluarkan suatu keluaran. Keluaran yang dihasilkan oleh jaringan dibandingkan dengan target. Jika keluaran jaringan tidak sama dengan target, maka perlu dilakukan modifikasi bobot. Tujuan dari pelatihan ini adalah memodifikasi bobot hingga diperoleh bobot yang bisa membuat keluaran jaringan sama dengan target yang diinginkan. Dalam pelatihan dengan supervisi, jaringan dipandu oleh sejumlah pasangan data (masukan dan target) yang berfungsi sebagai pembimbing untuk melatih jaringan hingga diperoleh bobot yang terbaik. Pelatihan dilakukan dengan memberikan pasangan pola pola masukan dan keluaran. Sebaliknya, dalam pelatihan supervisi tidak ada pembimbing yang digunakan untuk memandu proses pelatihan. Artinya, jaringan hanya diberi input, tetapi tidak mendapatkan target yang diinginkan sehingga modifikasi bobot pada jaringan dilakukan menurut parameter tertentu. Sebagai contoh, pola pola masukan yang tersedia diklasifikasikan ke dalam kelompok kelompok yang berbeda (Sutojo et al.2011) Aplikasi Aplikasi yang berhasil ditemukan antara lain (Siang, 2005) : a. Klasifikasi

8 Model yang dapat digunakan untuk aplikasi ini adalah Adaline, LVQ, Backpropagation, dll. b. Pengenalan pola Model yang dapat digunakan untuk aplikasi ini adalah ART (Adaptive Resonance Theory), LVQ, Backpropagation, Neocognitron, dan lain lain. c. Peramalan Model yang dapat digunakan untuk aplikasi ini adalah Adaline, Madaline, Backpropagation, dll. d. Optimisasi Model yang dapat digunakan untuk aplikasi ini adalah Adaline, Hopfield, Boltzman, Backpropagation, dll. 2.2 Metode Kohonen Jaringan yang ditemukan oleh Kohonen merupakan salah satu jaringan yang banyak dipakai. Jaringan Kohonen dipakai untuk membagi pola masukan kedalam beberapa kelompok Arsitektur Jaringan Kohonen Misalkan masukan berupa vektor yang terdiri dari n komponen yang akan dikelompokkan dalam maksimum m buah kelompok (disebut vektor contoh). Keluaran jaringan adalah kelompok yang paling dekat dengan masukan yang diberikan. Ada beberapa ukuran kedekatan yang dapat dipakai. Ukuran yang sering dipakai adalah jarak Euclidean yang paling minimum. Bobot bobot vektor contoh berfungsi sebagai penentu kedekatan vektor contoh tersebut dengan masukan yang diberikan. Selama proses pengaturan, vektor contoh yang pada saat itu paling dekat dengan masukan akan muncul sebagai pemenang. Vektor pemenang (dan vektor - vektor sekitarnya) akan dimodifikasi bobotnya. Arsitektur jaringan Kohonen tampak dalam gambar 2.5. Arsitektur ini mirip dengan model lain. Hanya saja jaringan Kohonen tidak menggunakan perhitungan net (hasil kali vektor masukan dengan bobot) maupun fungsi aktivasi (Siang, 2005).

9 Gambar 2.5 Arsitektur jaringan kohonen (Fausett, 1993) Algoritma Jaringan Kohonen Algoritma pengelompokan pola jaringan Kohonen adalah sebagai berikut (Siang, 2005). 0. Inisialisasi bobot w ji acak. laju pemahaman awal dan faktor penurunannya. bentuk dan jari jari (R) topologi sekitarnya. 1. Selama kondisi penghentian bernilai salah, dilakukan langkah Untuk setiap vektor masukan x, dilakukan langkah Dihitung D(j) = (w ji x i ) 2... (2.2) untuk semua j. 4. Ditentukan indeks j sedemikian hingga D(j) minimum. 5. Untuk setiap unit j di sekitar j dimodifikasi bobot : w baru ji = w lama ji + α(x i w lama ji )...(2.3) 6. Dimodifikasi laju pemahaman. 7. Diuji kondisi penghentian. Kondisi pengentian iterasi adalah selisih antara w ji saat itu dengan w ji pada iterasi sebelumnya. Apabila semua w ji hanya berubah sedikit saja, berarti iterasi sudah mencapai konvergensi sehingga dapat dihentikan.

10 Keterangan notasi diatas sebagai berikut. x i : input vektor w ji α : bobot untuk setiap input vektor x i : laju pemahaman 2.3 Metode Adaptive Resonance Theory (ART) Pada tahun 1987, Stephen Grossberg dan Gail Carpenter menerbitkan versi pertama dari jaringan Adaptive Resonance Theory (ART). Termasuk dalam pelatihan jaringan saraf tiruan tanpa supervisi yang tujuannya digunakan dalam pengenalan pola atau khususnya mengkategorikan pola ke kelompok kelompok. Kelebihannya, Adaptive Resonance Theory (ART) kemungkinan dapat menemukan kelompok baru. Jaringan ART telah banyak dikembangkan. Beberapa diantaranya : ART1 didesain untuk mengelompokkan vektor vektor masukan biner. ART2 dikembangkan untuk melatih masukan masukan berlanjut (terus menerus). Penambahan unit unit pengaturan dan penambahan lapisan untuk mempercepat pelatihan. ART3 adalah lanjutan pemgembangan ART2 dengan mengadaptasi proses biologi seperti proses kimia pada sinapsis (Kriesel, 2007) Arsitektur Adaptive Resonance Theory 1 (ART1) Arsitektur unit unit komputasi dari ART1 terdiri dari unit unit F 1 (unit masukan (input) dan unit tampilan (interface), unit unit F 2 (unit kelompok) dan unit reset yang digunakan oleh pengguna dalam mengatur tingkat kemiripan pola yang ditempatkan dikelompok yang sama. Struktur utama dari ART1 seperti pada gambar 2.6.

11 Gambar 2.6 Struktur dasar ART1 (Fausett, 1993) Setiap unit pada lapisan masukan F 1 (a) dihubungkan pada unit yang merespon pada lapisan tampilan F 1 (b). Setiap unit pada lapisan F 1 (a) dan F 1 (b) dihubungkan ke unit reset dan juga terhubung dengan setiap unit F 2 lapisan kelompok (Fausett, 1993) Algoritma Adaptive Resonance Theory 1 (ART1) Algoritma pengelompokan pola jaringan Adaptive Resonance Theory (ART) yang disesuaikan dengan arsitektur jaringan ART1 pada gambar 2.6 adalah sebagai berikut (Fausett, 1993). 0. Inisialisasi parameter : L > 1 0 < р 1 Inisialisasi bobot : 0 < b ij (0) < L L 1 + n, t ji (0) = 1 1. Selama kondisi penghentian bernilai salah, dilakukan langkah Untuk setiap input yang dilatih, dilakukan langkah Ditetapkan semua aktivasi unit F 2 ke nol. Ditetapkan aktivasi dari unit F 1 (a) ke vektor input s. 4. Dihitung nilai standar dari s :

12 s = i s i...(2.4) 5. Dikirim sinyal input s dari lapisan F 1 (a) ke F 1 (b) x i = s i... (2.5) 6. Untuk setiap simpul F 2 yang tidak terhambat : Jika y j 1, maka y j = i b ij x i...(2.6) 7. Selama reset benar, dilakukan langkah Dicari J (y J y j ) untuk semua simpul j. 9. Dihitung kembali aktivasi x F 1 (b) : x i = s i t Ji... (2.7) 10. Dihitung standar dari vektor x : x = i x i...(2.8) 11. Diuji untuk reset : Jika x s < p, maka y J = 1 (simpul J terhambat) (dan dilanjutkan, diulang kembali langkah 7). Jika x s p, dilanjutkan ke langkah Diperbaharui bobot simpul J : b ij (baru) = Lx i,...(2.9) L 1+ x t Ji (baru) = x i... (2.10) 13. Diuji sampai kondisi penghentian. Beberapa kondisi penghentian yaitu tidak ada bobot yang berubah, tidak ada unit yang diulang, dan maksimum iterasi. Keterangan notasi di atas sebagai berikut. n : jumlah vektor input m : maksimum kelompok yang akan digunakan b ij : bobot dari bawah ke atas (dari F 1 (b) unit x i ke F 2 unit Y j ) t Ji : bobot dari atas ke bawah (F 2 unit Y j ke F 1 unit x i ) p : parameter vigilance s : input vektor (biner) x : vektor aktivasi untuk lapisan F 1 (b) (biner) x : standar dari vektor x, didefinisikan dari penjumlahan seluruh komponen

13 x i Pelatihan Cepat (Fast Learning) dan Pelatihan Lambat (Slow Learning) Pada pelatihan cepat (fast learning), jaringan dianggap telah stabil ketika setiap pola telah memilih unit kelompok yang benar ketika proses dijalankan (tanpa menyebabkan unit reset). Untuk ART1, dikarenakan polanya adalah biner, bobot yang berasosiasi dengan setiap unit kelompok juga stabil pada pelatihan cepat. Vektor hasil akhir tepat untuk tipe masukan yang digunakan pada ART1. Dan juga, keseimbangan bobotnya mudah ditentukan. Pada pelatihan lambat, perubahan bobot belum mencapai keseimbangan selama proses pelatihan tertentu dan proses proses lain dibutuhkan sebelum jaringan stabil. Walaupun secara teori pelatihan lambat mungkin digunakan pada ART1, tetapi pelatihan ini biasanya tidak digunakan. Untuk ART2, bobot yang diproduksi oleh pelatihan lambat kemungkinan lebih tepat dibandingkan pelatihan cepat untuk data tertentu (Fausett, 1993). 2.4 Pengenalan Pola Secara umum pengenalan pola (pattern recognition) adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu objek. Pola sendiri adalah suatu entitas yang terdefenisi dan dapat diidentifikasikan serta diberi nama. Pola bisa merupakan kumpulan hasil pengukuran atau pemantauan dan bisa dinyatakan dalam notasi vektor atau matrik. Gambar 2.7 Struktur sistem pengenalan pola (Putra, 2010)

14 2.5 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah larik yang berisi nilai nilai real maupun komplek yang direpresentasikan dengan deretan bit tertentu. Suatu citra dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x, y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x, y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x, y dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital. Gambar 2.8 menunjukkan posisi koordinat citra digital. Gambar 2.8 Koordinat citra digital (Putra, 2010) Citra digital dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut. f(0,0) f(0,1) f(0, N 1) f(1,0) f(1,1) f(1, N 1) f(x, y) = [ ]...(2.11) f(m 1,0) f(m 1,1) f(m 1, N 1)

15 Nilai pada suatu irisan antara baris dan kolom (pada posisi x,y) disebut dengan picture elements, image elements, pels atau piksel. Istilah terakhir (piksel) paling sering digunakan pada citra digital (Putra, 2010). Gambar 2.9 menunjukkan ilustrasi digitalisasi citra dengan M = 20 baris dan N = 20 kolom. Gambar 2.9 Ilustrasi digitalisasi citra Citra RGB Pada citra RGB, masing masing piksel mempunyai sebuah warna khusus. Warna dideskripsikan oleh kombinasi warna merah (red), hijau (green) dan biru (blue) Citra Abu abu (Grayscale) Citra abu abu (Grayscale) terdiri dari piksel piksel yang berisikan warna abu abu dengan nilai normal antara 0 (hitam) sampai 255 (putih). Rentang tersebut berarti masing masing piksel dapat direpresentasikan oleh nilai 8 bit (Wahana Komputer, 2013) Citra Biner Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra B&W (black and white) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap piksel dari citra biner (Putra, 2010).

16 2.6 Prapengolahan Citra Teknik prapengolahan citra digunakan untuk mempersiapkan citra agar dapat menghasilkan ciri yang lebih baik pada tahap pemisahan ciri terhadap proses pengujian pola (Putra, 2009) Konversi RGB ke Abu abu (Grayscale) Sebuah citra berwarna mempunyai 3 lapisan matrik yaitu lapisan warna Red (merah), Green (hijau), Blue (biru). Dengan demikian bila proses perhitungan dilakukan menggunakan tiga lapisan, berarti diperlukan tiga kali perhitungan yang sama. Ini artinya waktu proses lebih lama. Dengan demikian, konsep dengan mengubah 3 lapisan RGB menjadi 1 lapisan matrik abu - abu, akan menghemat waktu pemrosesan dan kebutuhan memori. Secara umum, untuk mengubah citra berwarna yang memiliki matrik masing - masing RGB menjadi citra abu - abu dengan nilai S, dapat dilakukan dengan mengambil rata - rata dari nilai R, G, dan B, sehingga dapat dituliskan dengan rumus (Basuki et al. 2005): S = R+G+B 3 Dimana: S R... (2.12) : citra abu - abu : red (warna merah) G : green (warna hijau) B : blue (warna biru) Pengambangan (Tresholding) Proses pengambangan akan menghasilkan citra biner, yaitu citra yang memiliki dua tingkat keabuan yaitu hitam dan putih. Secara umum proses pengambangan citra abu abu untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai berikut. 1 jika f(x, y) T g(x, y) = { }...(2.13) 0 jika f(x, y) < T Dengan g(x, y) adalah citra biner dari citra abu abu f(x, y) dan T menyatakan

17 nilai ambang. Nilai T memegang peranan yang sangat penting dalam proses pengambangan. Kualitas hasil citra biner sangat tergantung pada nilai T yang digunakan. Terdapat dua jenis pengambangan yaitu pengambangan global (global thresholding) dan pengambangan secara lokal adaptif (locally adaptive thresholding). Pada pengambangan global, seluruh piksel pada citra dikonversikan menjadi hitam atau putih dengan satu nilai ambang T. Pada pengambangan lokal adaptif, suatu citra dibagi menjadi blok blok kecil dan kemudian dilakukan pengambangan lokal pada setiap blok dengan nilai T yang berbeda (Putra, 2010) Thinning Thinning merupakan suatu operasi morfologi. Thinning mengubah bentuk asli citra biner menjadi citra yang menampilkan batas batas objek hanya setebal satu piksel (Putra, 2010). 2.7 Ekstraksi Fitur Ekstraksi fitur merupakan bagian fundamental dari analisis citra. Fitur adalah karakteristik unik dari suatu objek. Karakteristik fitur yang baik sebisa mungkin memenuhi persyaratan berikut. 1. Dapat membedakan suatu objek dengan yang lainnya. 2. Memperhatikan kompleksitas komputasi dalam memperoleh fitur. Kompleksitas komputasi yang tinggi tentu akan menjadi beban tersendiri dalam menemukan suatu fitur. 3. Tidak terikat dalam arti bersifat invarian terhadap berbagai transformasi (rotasi, penskalaan, pergeseran, dan lain sebagainya). 4. Jumlahnya sedikit karena fitur yang jumlahnya sedikit akan dapat menghemat waktu komputasi dan ruang penyimpanan untuk proses selanjutnya (proses pemanfaatan fitur). Beberapa metode ekstraksi fitur yaitu amplitudo, histogram, matriks co-occurrence, gradient, wavelet dan lainnya (Putra, 2010).

18 2.7.1 Transformasi Wavelet 2D Transformasi Wavelet pada citra 2D dilakukan pada baris terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan transformasi pada kolom, seperti yang ditunjukkan pada gambar Pada gambar, LL menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melalui proses tapis Low pass dilanjutkan dengan Low pass. Citra pada bagian ini mirip dan merupakan versi lebih halus dari citra aslinya sehingga koefisien pada bagian LL sering disebut dengan komponen aproksimasi. LH menyatakan bagian koefisien yang diperoleh melalui proses tapis Low pass kemudian dilanjutkan dengan High pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah horisontal. Bagian HL menyatakan bagian yang diperoleh melalui proses High pass kemudian dilanjutkan dengan Low pass. Koefisien pada bagian ini menunjukkan citra tepi dalam arah vertikal. HH menyatakan proses yang diawali dengan High pass dan dilanjutkan dengan High pass dan menunjukkan citra tepi dalam arah diagonal. Ketiga komponen LH, HL dan HH disebut juga komponen detil. Hasil Transformasi Wavelet 2D satu level, sering dibuat dalam bentuk skema seperti dalam gambar Gambar 2.10 Transformasi Wavelet 2D 1 level CA, CV, CH dan CD berturut turut menyatakan komponen aproksimasi, vertikal, horisontal dan diagonal.

19 Gambar 2.11 Skema hasil Transformasi Wavelet 2D 1 level 2.8 Format File Citra JPEG (.jpg).jpg adalah format yang sangat umum digunakan saat ini khususnya untuk transmisi citra. Format ini digunakan untuk menyimpan citra hasil kompresi dengan metode JPEG (Putra, 2010). 2.9 Verifikasi Tanda Tangan Verifikasi tanda tangan terdiri dari dua jenis yaitu (Putra, 2009): 1. Verifikasi tanda tangan dinamis Metode verifikasi tanda tangan dengan akuisisi data secara dinamis disebut juga metode online. Dalam metode ini proses akuisisi data dilakukan bersamaan dengan proses penulisan. Data yang diambil umumnya bermacam macam, tidak hanya berupa koordinat posisi titik - titik penulisan tetapi juga informasi dinamis lain seperti tekanan, kecepatan, gaya penekanan tangan pada pena dan lainnya. Jenis data yang dapat diambil sangat bergantung pada kemampuan peralatan masukan yang digunakan. Peralatan masukan yang sering digunakan untuk mengakuisisi data secara dinamis ini disebut digitizer. 2. Verifikasi tanda tangan statis Metode verifikasi dengan akuisisi data secara statis disebut juga dengan metode offline. Berbalikan dengan metode dinamis, metode statis melakukan akuisisi data setelah proses penulisan selesai dilakukan atau bahkan kemungkinan lama setelah proses penulisan dilakukan. Seseorang menuliskan tanda tangannya pada kertas, yang kemudian diubah menjadi citra digital dengan menggunakan scanner. Dari citra inilah selanjutnya diproses untuk menentukan otentik atau tidaknya tanda tangan tersebut.

20 2.10 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penelitian Charu Jain, Priti Singh dan Aarti Chugh An Offline Signature Verification using Adaptive Resonance Theory 1 (ART1). Citra tanda tangan yang digunakan diolah dan diekstraksi fiturnya. Pola tanda tangan yang telah diolah, dilatih dan diuji menggunakan metode Adaptive Resonance Theory 1 (ART1). Sistem dapat mengenali pola tanda tangan dengan baik yaitu dengan persentase kebenaran mencapai 97.9%. 2. Penelitian Sigit Wasista dan Handayani Tjandrasa Metode Komponen Utama dan Kohonen SOM Sebagai Pengenalan Pola Geometri Tangan. Pola komputasi untuk menentukan akar akar ciri dan vektor ciri pola tangan yang merupakan koefisien pembobot komponen utama dilakukan dengan menggunakan metode rotasi Jacobi untuk mendapatkan nilai nilai dan vektor eigen. Vektor eigen kemudian dinormalisasi dan didapatkan komponen utama. Jika komponen utama telah mencapai 85%, maka pola tangan tersebut sudah dapat dikenali. Pola tangan dilatih dan diuji menggunakan Kohonen SOM. Metode Komponen Utama mencapai persentase pengenalan 100% sedangkan metode Kohonen SOM mencapai persentase pengenalan 90%. Didapatkan dalam penelitian ini, pengenalan pola geometri tangan menggunakan metode komponen utama lebih tepat dibandingkan Kohonen SOM. Dalam penelitian ini, metode komponen utama adalah metode yang lebih tepat dalam pengenalan geometri tangan yang memiliki tingkat keragaman relatif kecil. 3. Penelitian Sari Juli Anita Sihotang Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pengenalan Tanda Tangan. Pola tanda tangan dilatih dan diuji menggunakan metode jaringan saraf tiruan. Dengan menggunakan 100 pola tanda tangan, sistem dapat mengenali pola dengan persentase kebenaran mencapai 97% untuk yang sama dengan yang dilatihkan dan 90% untuk tanda tangan yang berbeda dengan yang dilatihkan. 4. Penelitian Haryo Kusuma Pratama Analisis Perbandingan Pengenalan Tanda Tangan dengan Menggunakan Metode Perceptron dan Backpropagation. Pola tanda tangan diekstraksi ciri menjadi pola 20 x 20. Bit hasil ekstraksi ciri kemudian dilatih dan dikenali menggunakan metode Perceptron dan metode

21 Backpropagation. Proses pelatihan metode Perceptron jauh lebih cepat dari metode Backpropagation. Tetapi dengan keunggulan arsitektur jaringannya, metode Backpropagation lebih baik dan akurat dari metode Perceptron.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Anatomi Ayam Pengetahuan tentang anatomi ayam sangat diperlukan dan penting dalam pencegahan dan penanganan penyakit Hal ini karena pengetahuan tersebut dipakai sebagai dasar

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut

Lebih terperinci

terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi

terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan informasi 25 BAB III JARINGAN SARAF TIRUAN (JST) 3.1 Pengertian JST JST merupakan sebuah model atau pola dalam pemrosesan informasi. Model ini terinspirasi dari sistem biologi saraf makhluk hidup seperti pemrosesan

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan 07/06/06 Rumusan: Jaringan Syaraf Tiruan Shinta P. Sari Manusia = tangan + kaki + mulut + mata + hidung + Kepala + telinga Otak Manusia Bertugas untuk memproses informasi Seperti prosesor sederhana Masing-masing

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Pola Pengenalan pola (pattern recognition) adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur atau sifat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sel Darah Merah Sel darah merah atau eritrositmemiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian telapak kaki yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu system perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Intensitas cahaya merupakan hasil kali antara jumlah pancaran (illuminasi) cahaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

BAB II MODEL NEURON DAN ARSITEKTUR JARINGAN

BAB II MODEL NEURON DAN ARSITEKTUR JARINGAN BAB II MODEL NEURON DAN ARSITEKTUR JARINGAN Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam pengoperasian JST. Neuron terdiri dari 3 elemen: Himpunan unit2 yang dihubungkan dengan jalus

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Dalam pengerjaan perancangan dan pembuatan aplikasi pengenalan karakter alfanumerik JST algoritma Hopfield ini menggunakan software Borland Delphi 7.0. 3.1 Alur Proses Sistem

Lebih terperinci

MODEL N EURON NEURON DAN

MODEL N EURON NEURON DAN 1 MODEL NEURON DAN ARSITEKTUR JARINGAN 1 1 Model Neuron Mengadopsi esensi dasar dari system syaraf biologi, syaraf tiruan digambarkan sebagai berikut : Menerima input atau masukan (baikdari data yang dimasukkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Syaraf manusia Jaringan syaraf dengan lapisan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas teori yang digunakan sebagai landasan pengerjaan pengenalan kata berdasarkan tulisan tangan huruf Korea (hangūl) menggunakan jaringan saraf tiruan propagasi balik.

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Program aplikasi ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual C# 2008 Express Edition. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object Oriented

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2. Sistem Jaringan Saraf Tiruan Struktur atau arsitektur jaringan saraf tiruan (JST) diilhami oleh struktur jaringan saraf biologi, khususnya jaringan otak manusia. Cara kerja JST

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital BAB II DASAR TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dua dimensi,dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f(x,y) adalah disebut dengan intensitas atau tingkat keabuan

Lebih terperinci

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah Vol. 14, No. 1, 61-68, Juli 2017 Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah La Surimi, Hendra, Diaraya Abstrak Jaringan syaraf tiruan (JST) telah banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA METODE KOHONEN NEURAL NETWORK DAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION PADA SISTEM PENGENALAN TULISAN TANGAN SECARA REAL TIME

PERBANDINGAN ANTARA METODE KOHONEN NEURAL NETWORK DAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION PADA SISTEM PENGENALAN TULISAN TANGAN SECARA REAL TIME PERBANDINGAN ANTARA METODE KOHONEN NEURAL NETWORK DAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION PADA SISTEM PENGENALAN TULISAN TANGAN SECARA REAL TIME Nama Mahasiswa : Asworo NRP : 205 00 077 Jurusan : Matematika FMIPA-ITS

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SELF ORGANIZING MAP DALAM KOMPRESI CITRA DIGITAL

IMPLEMENTASI SELF ORGANIZING MAP DALAM KOMPRESI CITRA DIGITAL IMPLEMENTASI SELF ORGANIZING MAP DALAM KOMPRESI CITRA DIGITAL Hisar M. Simbolon (1) Sri Suwarno (2) Restyandito (3) hisarliska@gmail.com sswn@ukdw.ac.id dito@ukdw.ac.id Abstraksi Kompresi citra digital

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan yang ada

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK Naskah Publikasi disusun oleh Zul Chaedir 05.11.0999 Kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

EVALUASI PENGARUH FUNGSI AKTIFASI DAN PARAMETER KEMIRINGANNYA TERHADAP UNJUKKERJA PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

EVALUASI PENGARUH FUNGSI AKTIFASI DAN PARAMETER KEMIRINGANNYA TERHADAP UNJUKKERJA PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN EVALUASI PENGARUH FUNGSI AKTIFASI DAN PARAMETER KEMIRINGANNYA TERHADAP UNJUKKERJA PENGENALAN JARINGAN SYARAF TIRUAN (Studi Kasus pada Pengenalan Karakter Angka Tulisan Tangan) Iwan Suhardi Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK Jurnal POROS TEKNIK, Volume 6, No. 2, Desember 2014 : 55-10 PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK Nurmahaludin (1) (1) Staff Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc IIS AFRIANTY, ST., M.Sc Sistem Penilaian Tugas dan Keaktifan : 15% Quiz : 15% UTS : 35% UAS : 35% Toleransi keterlambatan 15 menit Handphone: Silent Costume : aturan UIN Laki-laki Perempuan Menggunakan

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION 1 Andrian Rakhmatsyah 2 Sayful Hakam 3 Adiwijaya 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Barcode Rcognition System Using Backpropagation Neural Networks M. Kayadoe, Francis Yuni Rumlawang, Yopi Andry Lesnussa * Jurusan

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION Nama Mahasiswa : Gigih Prasetyo Cahyono NRP : 1206 100 067 Jurusan : Matematika FMIPA-ITS Dosen Pembimbing : Prof.

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan Pendahuluan Otak Manusia Sejarah Komponen Jaringan Syaraf Arisitektur Jaringan Fungsi Aktivasi Proses Pembelajaran Pembelajaran Terawasi Jaringan Kohonen Referensi Sri Kusumadewi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Gambar atau citra merupakan informasi yang berbentuk visual. Menurut kamus Webster citra adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu objek atau

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

1.1. Jaringan Syaraf Tiruan

1.1. Jaringan Syaraf Tiruan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi yang digambarkan sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan dan algoritma yang akan digunakan pada sistem pengenalan wajah. Bagian yang menjadi titik berat dari tugas akhir

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sel Darah Merah Sel yang paling banyak di dalam selaput darah adalah sel darah merah atau juga dikenal dengan eritrosit. Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan diameter

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 18 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Recurrent Neural Network untuk mengidentifikasi jenis tulisan Jepang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1)

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1) 3 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang mendasari penelitian ini. Dimulai dari teori dan konsep citra digital, deteksi pola lingkaran dengan Circle Hough Transform (CHT), ekstrasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai acuan dan

Lebih terperinci

Architecture Net, Simple Neural Net

Architecture Net, Simple Neural Net Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Model Neuron JST 2. Arsitektur JST 3. Jenis Arsitektur JST 4. MsCulloh Pitts 5. Jaringan Hebb 2 Model Neuron JST X1 W1 z n wi xi; i1 y H ( z) Y1 X2 Y2 W2

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra (image processing) merupakan proses untuk mengolah pixel-pixel dalam citra digital untuk tujuan tertentu. Beberapa alasan dilakukan pengolahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab 2 ini berisi tentang pembahasan teori-teori tentang jaringan syaraf tiruan, Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab 2 ini berisi tentang pembahasan teori-teori tentang jaringan syaraf tiruan, Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab 2 ini berisi tentang pembahasan teori-teori tentang jaringan syaraf tiruan, Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ). 2.1. Algoritma Algoritma adalah urutan langkah-langkah

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA Ramli e-mail:ramli.brt@gmail.com Dosen Tetap Amik Harapan Medan ABSTRAK Jaringan Syaraf Tiruan adalah pemrosesan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner Dosen Pengampu: Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap 2016/2017 Definisi Citra biner (binary image) adalah citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Citra Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA BERWARNA DENGAN ALGORITMA ENHANCED SELF ORGANIZING MAP (ENHANCED SOM)

KOMPRESI CITRA BERWARNA DENGAN ALGORITMA ENHANCED SELF ORGANIZING MAP (ENHANCED SOM) KOMPRESI CITRA BERWARNA DENGAN ALGORITMA ENHANCED SELF ORGANIZING MAP (ENHANCED SOM) Bambang Trianggono *, Agus Zainal Arifin * Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Farah Zakiyah Rahmanti

Farah Zakiyah Rahmanti Farah Zakiyah Rahmanti Latar Belakang Struktur Dasar Jaringan Syaraf Manusia Konsep Dasar Permodelan JST Fungsi Aktivasi JST Contoh dan Program Jaringan Sederhana Metode Pelatihan Supervised Learning Unsupervised

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pengenalan gender pada skripsi ini, meliputi cropping dan resizing ukuran citra, konversi citra

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI

IMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI IMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI Andi Harmin Program Studi : Teknik Komputer STMIK Profesional Makassar andiharmin1976@gmail.com

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION Alvama Pattiserlihun, Andreas Setiawan, Suryasatriya Trihandaru Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Matematika,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

PERANGKAT LUNAK PENGKONVERSI TEKS TULISAN TANGAN MENJADI TEKS DIGITAL

PERANGKAT LUNAK PENGKONVERSI TEKS TULISAN TANGAN MENJADI TEKS DIGITAL PERANGKAT LUNAK PENGKONVERSI TEKS TULISAN TANGAN MENJADI TEKS DIGITAL Oleh : ACHMAD FAUZI ARIEF 1203 109 007 Dosen Pembimbing : Drs. Nurul Hidayat, M.Kom JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Biometrik adalah ilmu untuk menetapkan identitas seseorang berdasarkan ciri fisik, kimia, ataupun tingkah laku dari orang tersebut. Dewasa ini, biometrik telah menjadi suatu

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA Nurmahaludin (1) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Banjarmasin Ringkasan Kebutuhan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanda Tangan Tanda tangan atau dalam bahasa Inggris disebut signature berasal dari latin signare yang berarti tanda atau tulisan tangan, dan biasanya diberikan gaya tulisan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas landasan teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan penelitian ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian citra, jenis-jenis citra digital, metode

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN :

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN : Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN : 289-933 ANALISIS METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK PENGENALAN SEL KANKER OTAK Novita Handayani Teknik Informatika

Lebih terperinci