BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya"

Transkripsi

1 91 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Pemaparan hasil pengumpulan data mengenai pertanyaan peneliti pertama yaitu : Seperti apakah gambaran perilaku konformitas terhadap kelompok teman sebaya yang dilakukan remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung. Dari hasil penyebaran instrument kepada 172 responden yaitu siswa-siswi kelas XI SMAN 2 diperoleh gambaran umum perilaku konformitas terhadap kelompok teman sebaya yang dilakukan remaja pada Siswa kelas XI SMAN 24 Bandung Tahun Ajaran 2009/2010. Diketahui bahwa sebesar % remaja kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 berperilaku konformitas terhadap kelompok teman sebayanya. Sedangkan responden yang berada pada kelompok anti-konformitas adalah %. Secara visual gambaran umum gambaran perilaku konformitas terhadap kelompok teman sebaya yang dilakukan remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 divisualisasikan pada Grafik 4.1 berikut ini.

2 92 konformitas anti-konformitas % % Grafik 4.1 Persentase Tingkat Perilaku Konformitas Gambaran mum yang diperlihatkan oleh Grafik 4.1 menunjukan bahwa sebagian besar responden melakukan konformitas terhadap kelompok teman sebayanya. Selanjutnya untuk lebih jelas grafik 4.2 menggambarkan perilaku konformitas dan anti konformitas dalam aspek - aspek perilaku konformitas % 77.20% 84.40% 66.79% 34.37% 22.80% 33.21% 58.62% 41.38% 15.60% konformitas anti-konformitas Aspek 1 konformitas anti-konformitas Aspek 2 konformitas Aspek3 anti-konformitas konformitas Aspek 4 anti-konformitas konformitas anti-konformitas Aspek 5 Gafik 4.2 Gambaran Aspek Perilaku Konformitas

3 93 Keterangan : Aspek 1 = Aspek pengetahuan Aspek 2 = Aspek pendapat Aspek 3 = Aspek keyakinan Aspek 4 = Aspek ketertarikan Aspek 5 = Aspek kecenderungan berinteraksi Grafik 4.2 menunjukkan bahwa remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung menunjukan perilaku konformitas dengan memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap kelompoknya yaitu sebesar 84.40%, kemudian memiliki pendapat terhadap kelompok yang dipercaya sesuai dengan yang difikirkannya, memiliki pengetahuan tentang kelompok 65.63%, dan juga memiliki kecenderungan untuk saling berinteraksi yang tinggi yaitu sebesar 58.62%. Sedangkan pada aspek keyakinan sebesar 33.21%, jika dilihat dari persentase keseluruhan aspek maka aspek keyakinan ini merupakan aspek terendah dalam perilkau konformitas yang dilakukan remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung, yang berarti sebagian besar remaja lebih memilih untuk berperilaku anti-konformitas atau tidak menyesuaikan dirinya terhadap keyakinan yang ada dalam kelompok. Selanjutnya untuk memperjelas gambaran konformitas yang dilakukan remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 maka diuraikan juga gambaran umum masing-masing aspek perilaku konformitas yang meliputi aspek pengetahuan, aspek pendapat, aspek keyakinan, aspek ketertarikan (perasaan senang), dan aspek kecenderungan berinteraksi.

4 94 a. Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya pada Aspek Pengetahuan Hasil penelitian berkenaan dengan perilaku konformitas terhadap kelompok teman sebaya padaa aspek pengetahuan dapat dilihat pada grafik di bawah ini: 76.74% 87.50% 23.26% 12.50% 51.16% 48.84% 58.43% 41.57% konformitas anti-konformitas indikator 1 konformitas anti-konformitas indikator 2 konformitas anti-konformitas indikator 3 konformitas anti-konformitas indikator 4 Gambaran Umum Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya Keterangan Indikator 1 = Grafik 4.3 pada Aspek Pengetahuan per-indikatorr : Pengetahuan induvidu tentang anggota kelompok. Indikator 2 = Pengetahuan individu tentang aktivitas kelompok. Indikator 3 = Pengetahuan individu tentang tujuan kelompok. Indikator 4 = Pengetahuan individu tentang aturan atau norma kelompok. Gambaran perilaku konformitas pada aspek pengetahuan menunjukan bahwa remaja siswa kelas XI SMA Negeri 24 Bandung memiliki informasi yang tinggi

5 95 terutama mengenai aktivitas kelompok yaitu sebesar 87.50%, pengetahuan tentang anggota kelompokk sebesar 76.74%, dan pengetahuan tentang tujuan kelompok sebesar 51.16%, kemudian informasi tentang aturan atau norma kelompok sebesar 41.57%, jika di bandingkan dengan tiga indikator yang lain terlihat bahwa indikator pengetahuan individu tentang aturan atau norma kelompok adalah indikator paling rendah yang berarti sebagian besar remajaa tidak berperilaku konformitas terhadap informasi tentang aturan atau norma yang ada dalam kelompok. b. Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan pada Aspek Pendapat Hasil penelitian berkenaan dengan perilaku konformitas terhadap kelompok teman sebaya padaa aspek pendapat dapat dilihat pada grafik 4.44 di bawah ini: 92.25% 64.15% 83.14% 35.85% 52.52% 47.48% 7.75% 16.86% konformitas anti-konformitas indikator 1 indikator 2 indikator 3 konformitas anti-konformitas konformitas anti-konformitas konformitas anti-konformitas indikator 4 Grafik 4.4 Gambaran Umum Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya pada Aspek Pendapat per-indikator

6 96 Indikator 1 = Pendapat induvidu tentang anggota kelompok. Indikator 2 = Pendapat individu tentang aktivitas kelompok. Indikator 3 = Pendapat individu tentang tujuan kelompok. Indikator 4 = Pendapat individu tentang aturan atau norma kelompok. Aspek pendapat ini menggambarkan suatu kondisi kepercayaan individu terhadap berbagi hal yang ada dalam kelompok dan ia meyakini hal-hal tersebut sesuai dengan apa yang ia rasakan dalam kelompoknya. Grafik 4.4 menunjukan bahwa remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung berada pada kategori berperilaku konformitas yang ditunjukan dengan memiliki pendapat yang mendukung terhadap aktivitas kelompok, tujuan kelompok serta aturan dan norma yang ada dalam kelompok. c. Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan pada Aspek Keyakinan Hasil penelitian berkenaan dengan perilaku konformitas terhadap kelompok teman sebaya pada aspek keyakinan dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

7 % 67.25% 39.73% 60.27% 75.87% 24.13% konformitas anti-konformitas indikator 1 konformitas anti-konformitas indikator 2 konformitas anti-konformitas indikator 3 Grafik 4.5 Gambaran Umum Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya pada Aspek Keyakinan Keterangan : Indikator 1 = Kesediaan individu untuk menerima perlakuan kelompok. Indikator 2 = Ada atau tidaknya kesediaan untuk mematuhi perlakuan kelompok. Indikator 3 = Kesediaan untuk mematuhi dan mengikuti aturan atau norma kelompok Aspek keyakinan ini menggambarkan kondisi individu dalam kelompok yang menganggap semua hal dalam kelompok adalah benar sehingga memunculkan perilaku-perilaku penerimaan atau kesediaan atas hal-hal yang ditentukan dalam kelompoknya. Grafik 4.5 menunjukan remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung lebih memilih untuk bersikap anti konformitas terhadap keyakinan-keyakinan yang ada dalam kelompoknya. Hanya sebanyak 32.75% remaja yang mau menerima perlakuan kelompoknya, dan 39.73% saja yang bersedia mematuhi setiap

8 98 perlakuan kelompok serta 24.13% yang bersedia mematuhi dan mengikuti aturan atau norma kelompoknya. d. Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan pada Aspek Ketertarikan (Perasaan Senang). Hasil penelitian berkenaan dengan perilaku konformitas terhadap kelompok teman sebaya padaa aspek ketertarikan (perasaan senang) dapat dilihat pada grafik di bawah ini: 90.93% 51.74% 48.26% 9.07% konformitas anti-konformitas indikator 1 konformitas indikator 2 anti-konformitas Grafik 4.6 Gambaran Umum Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya pada Aspek Ketertarikan (perasaan senang) per-indikator senang (ketertarikan) terhadap anggota kelompok. Indikator 2 = Perasaan senang (ketertarikan) terhadap aktivitas Keterangan : Indikator 1 = Perasaan kelompok.

9 99 Berdasarkan hasil pengolahan data yang disajikan pada grafik 4.6 diatas terlihat bahwa sebanyak 90.93% remaja memiliki ketertarikan (perasaan senang) terhadap anggota kelompok sebayanya dan 51.74% responden juga menunjukan ketertarikan terhadap aktivitas yang dilakukan dalam kelompok. Aspek ketertarikan ini merupakan aspek teringgi perilaku konformitas terhadap kelompok teman sebaya. e. Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan pada Aspek kecenderungan berinteraksi. Hasil penelitian berkenaan dengan perilaku konformitas terhadap kelompok teman sebaya padaa aspek kecenderungan berinteraksi dapat dilihat pada grafik di bawah ini: 64.88%35.12%25.58% 74.42% 81.20% 10.80% konformitas anti-konformitas indikator 1 konformitas anti-konformitas indikator 2 konformitas anti-konformitas indikator 3 Grafik 4.7 Gambaran Umum Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya pada Aspek kecenderungan berinteraksi

10 100 Keterangan : Indikator 1 = Kecenderungan untuk menghabiskan waktu untuk berinteraksi Indikator 2 Indikator 3 dengan anggota kelompok. = Kecenderungan untuk menyesuaikan perilaku individu dengan perilaku kelompok. = Ada tidaknya kecenderungan untuk bekerja sama antara anggota kelompok. Memperhatikan grafik diatas, perilaku konformitas ditunjukan dengan tampak bahwa di milikinya kecenderungan yang tinggi untuk menjalin kerjasama dalam kelompoknya yaitu sebanyak 81.20% yang berarti bahwa sebagian besar remaja memiliki hubungan kerjasama yang erat dalam kelompoknya dan sebanyak 64.88% remaja memilih untuk menghabiskan waktu luangnya bersama. sedangkan kecenderungan remaja untuk mengikuti perilaku kelompok memiliki persentase yang lebih rendah dari kedua indikator lainnya yaitu sebanyak 25.58%. 2. Gambaran Umum Status Identitas Diri Remaja Pemaparan berikut merupakan hasil pengumpulan data mengenai pertanyaan penelitian kedua yaitu: Seperti apakah gambaran umum status identitas diri pada remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran Dari hasil penyebaran instrument kepada 172 responden yaitu siswa-siswi kelas XI SMAN 2 diperoleh gambaran umum status identitas remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran Data hasil penelitian yang

11 101 telah dihitung berdasarkan kombinasi skor total komitmen dan eksplorasi, diketahui bahwa sebesar % remaja memiliki komitmen dan eksplorasi pada tingkat kualifikasi tinggi, sementara 46.67% remaja berada pada kualifikasi rendah yang artinya sebagian besar remaja ini memiliki tingkat komitmen dan eksplorasi yang tinggi. Secara visual gambaran umum tingkat komitmen dan eksplorasi pada status identitas remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/20100 divisualisasikan pada grafik 4.8 berikut ini Tinggi Tinggi Rendah Rendah Komitmen dan Eksplorasi Grafik 4.8 Gambaran Umum Tingkat Komitmen dan Eksplorasi pada Status Identitas Remaja Selanjutnyaa untuk memperjelas gambaran status identitas diri remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 maka diuraikan juga gambaran umum masing-masing staus identitas berdasarkan pada perolehan skor tinggi-rendahnya dimensi komitmen dan eksplorasi pada masing-masing karakter status identitas seperti yang digambarkan matriks status identitas Marcia.

12 102 Eksplorasi Tinggi Rendah Tabel 4.1 Matriks Status Identitas Komitmen Tinggi Identity Achievement Identity Foreclosure Rendah Identity Moratorium Identity Diffusion Pada penelitian ini masing-masing pernyataan pada instrument pengungkap status identitas yang diadaptasi peneliti dari EOM EIS-2 revision (Extended Version of the Objective Measure of Ego Identity Status) yang disusun oleh Bennion dan Adams (1986) dalam Adams (1998) telah menunjukan karakter masing-masing status identitas maka dimensi komitmen dan eksplorasi menjadi kesatuan yang tidak dipisahkan. Data hasil penelitian yang telah dihitung berdasarkan kombinasi skor total komitmen dan eksplorasi kemudian dikelompokan kedalam empat status identitas dengan ketentuan nilai cut- off yang diperoleh masing-masing status identitas serta aturan pengelompokan status identitas yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, maka didapat gambaran umum status identitas pada remaja Siswa XI SMAN 24 Bandung Tahun Ajaran 2009/2010 dapat dilihat pada tabel 4.2.

13 103 Tabel 4.2 Gambaran Umum Pencapaian Status Identitas Remaja Siswa kelas XI SMAN 24 Bandung Status Identitas Jumlah % Identity Achievement Identity Foreclosure Identity Moratorium Identity Diffusion TOTAL Memperhatikan gambaran umum yang disajikan oleh tabel 4.2, tampak bahwa sebagaian besar remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung berada pada status identitas moratorium yang terdiri dari pure-moratorium dan low-profile moratorium, pada urutan terbanyak selanjutnya remaja berada pada status identitas Achievement dengan perbedaan persentase yang cukup tinggi. Untuk lebih jelas, maka gambaran status identitas diri remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 divisualisasikan pada digram berikut ini.

14 104 Diagram 4.1 Persentase Pencapaian Status Identitas Diri Remaja Siswa dengan Ketentuan Nilai Cut- Off 6.98 % % % 9.30 % Identity Achievement Identity Foreclosure Identity Moratorium Identity Difussion Dari diagram 4.7, sebanyak 69.77% atau 110 remaja dari 172 responden remaja kelas XI yang digunakan dalam penelitian ini merupakan remaja yang berada pada statuss identitas moratorium. Selanjutnya % berada pada status identitas achievement, kemudian sebesar 9.30 % berada pada status identitas foreclosure, sementara sisanya atau sebanyak 12 responden dari 172 responden berada pada status identitas diffusion. 3. Kontribusi Konformitas pada Pencapaian Identitas Diri Remaja Siswa Kelas XI SMAN 24 Bandung Tahun Ajaran 2009/2010 Pemaparan berikut merupakan hasil pengumpulan data mengenai pertanyaan penelitian ketiga yaitu: Berapa besar kontribusi konformitas pada pencapaian status identitas diri pada remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran Untuk menjawab pertanyaan penelitian ke tiga ini yaitu dengan menghitung korelasi dari kedua variabel penelitian. Dengan demikian untuk

15 105 menemukan korelasi kedua variabel digunakan rumus koefisien korelasi Spearman. Untuk melihat kontribusi konformitas kelompok teman sebaya pada pencapaian status identitas diri remaja, diajukan hipotesis sebagai berikut. H 0 : r = 0, ( Tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas diri remaja) H 1 : r 0, (Terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas diri remaja) Uji korelasi dengan rumus koefisien korelasi Spearman : dimana diketahui : n = 172 responden ² = =1 6 ² ( ² 1) Rumus 3.2 ( Sudjana, 2005:455) Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus diatas diperoleh nilai korelasi yang positif antara konformitas dan pencapaian identitas diri remaja sebesar Uji Signifikansi Dik : tingkat signifikan (α) 5% dk (derajat kebebasan) = jumlah data (n) - 2 = = 170

16 106 r tabel (batas nilai kritis)= Berdasarkan hasil perhitungan statistik tersebut diperoleh nilai r hitung yang bernilai positif sebesar 0.424, dan berada pada tingkat hubungan yang cukup kuat antara konformitas kelompok teman sebaya dengan pencapaian status identitas diri remaja. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa r hitung r tabel atau 0,424 0,306. Oleh karena itu H o ditolak. Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan antara konformitas dengan pencapaian status identitas diri remaja. Langkah selanjutnya yaitu menguji hipotesis, dengan menggunakan uji signifikansi dan diperoleh nilai thitung sebesar Dik : tingkat signifikan (α) 0,05 dk (derajat kebebasan) = jumlah data (n) - 2 = 172-2=170 nilai t tabel = Jika : t hitung t tabel, atau , maka tolak Ho artinya signifikan, dan t hitung t tabel, atau , maka terima Ho artinya tidak signifikan Dapat dilihat bahwa nilai t = > t tabel = 1,960 nampak bahwa hitung derajat hubungan antara konformitas kelompok teman sebaya dengan pencapaian status identitas diri remaja adalah signifikan. Kesimpulannya adalah hipotesis nol yang menyatakan tidak adanya hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas diri remaja ditolak dan hipotesis alterhatif diterima. Dimana koefisien korelasi antara

17 107 konformitas dan pencapain identitas diri remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung sebesar adalah signifikan dengan taraf kepercayaan 95 %. Besarnya persentase kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen, dapat dilihat melalui harga koefisien determinasi (KD) yang dihitung dengan rumus: KD=r 100 % KD = (0,424)² x 100 % KD = % Jadi, koefisien determinasi dari perilaku konformitas terhadap pencapain identitas diri remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung adalah sebesar %. Dengan kata lain konformitas memberikan kontribusi pada pencapain identitas diri remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung sebesar 17.96% dan sisanya % ditentukan oleh faktor lain. 4. Kontibusi Konformitas pada Masing-masing Pencapain Status Identitas Diri Remaja Pemaparan berikut merupakan hasil pengumpulan data mengenai pertanyaan penelitian keempat yaitu: Berapa besar kontibusi konformitas pada masingmasing pencapaian status identitas diri remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran Untuk menjawab pertanyaan penelitian ke empat ini

18 108 yaitu dengan menghitung korelasi dari variabel konformitas dan pencapain status identitas yang dicapai oleh remaja dalam penelitian. Dengan demikian untuk menemukan korelasi kedua variabel digunakan rumus koefisien korelasi Spearman. a. Kontribusi Konformitas pada Pencapain Identitas Achievement Remaja Untuk melihat kontribusi konformitas kelompok teman sebaya pada 24 remaja yang berada pada pencapaian status identitas achievement, diajukan hipotesis sebagai berikut. H 0 : r = 0, Tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas achievement remaja. H 1 : r 0, Terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas achievement remaja. Dari hasil penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien korelasi Spearman dan uji signifikansi, ditemukan adanya korelasi antara perilaku konformitas terhadap pencapaian identitas achievement remaja sebesar dan lilai thitung > ttabel Sesuai dengan pedoman interpretasi koefisien korelasi (Sugiono,2009:257), maka nilai korelasi tersebut memenuhi kriteria hubungan yang cukup kuat. Artinya pengaruh konformitas terhadap pencapaian identitas diri achievement pada remaja memiliki derajat hubungan yang cukup kuat. Koefisien korelasi tersebut juga bernilai positif,

19 109 artinya perilaku konformitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencapaian identitas diri achievement pada remaja dengan nilai koefisien determinasi %. b. Kontribusi Konformitas pada Pencapain Identitas Foreclosure Remaja Untuk melihat kontribusi konformitas kelompok teman sebaya terhadap 16 remaja yang berada pada pencapaian status identitas foreclosure, diajukan hipotesis sebagai berikut. H 0 : r = 0, Tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas foreclosure remaja. H 1 : r 0, Terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas foreclosure remaja. Dari hasil penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien korelasi Spearman dan uji signifikansi, ditemukan nilai korelasi antara perilaku konformitas terhadap pencapaian identitas foreclosure pada remaja sebesar dan nilai thitung 1.58 < ttabel Sesuai dengan pedoman interpretasi koefisien korelasi (Sugiono,2009:257), maka nilai korelasi tersebut memenuhi kriteria hubungan yang rendah. Artinya hampir tidak ada pengaruh konformitas terhadap pencapaian identitas diri forelosure pada remaja, dan hasil uji signifikansi, menunjukan nilai t tabel lebih besar dari pada t hitung, ini berarti t hitung jatuh pada daerah penolakan H 1, maka dapat dinyatakan hipotesis nol

20 110 yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas foreclosure diterima. Jadi kesimpulannya koefisien korelasi antara konformitas dan pencapaian status identitas foreclosure pada remaja sebesar adalah tidak signifikan. c. Kontribusi Konformitas pada Pencapain Identitas Moratorium Remaja Untuk melihat kontribusi konformitas kelompok teman sebaya terhadap 120 remaja yang berada pada pencapaian status identitas moratorium, diajukan hipotesis sebagai berikut. H 0 : r = 0, Tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas moratorium remaja. H 1 : r 0, Terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas moratorium remaja. Dari hasil penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien korelasi Spearman dan uji signifikansi, ditemukan adanya korelasi antara perilaku konformitas terhadap pencapaian identitas moratorium pada remaja sebesar 0.85 dan lilai thitung > ttabel Sesuai dengan pedoman interpretasi koefisien korelasi (Sugiono,2009:257), maka nilai korelasi tersebut memenuhi kriteria hubungan yang sangat kuat. Artinya pengaruh konformitas

21 111 terhadap pencapaian identitas diri moratorium pada remaja memiliki derajat hubungan yang sangat kuat. Koefisien korelasi tersebut juga bernilai positif dengan nilai t hitung lebih besar dari t tabel, artinya perilaku konformitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencapaian identitas diri moratorium pada remaja dan diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar %. d. Kontribusi Konformitas pada Pencapain Identitas Difussi Remaja Untuk melihat kontribusi konformitas kelompok teman sebaya terhadap 12 remaja yang berada pada pencapaian status identitas diffusion remaja, diajukan hipotesis sebagai berikut. H 0 : r = 0, Tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas difussi remaja. H 1 : r 0, Terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas difussi remaja. Dari hasil penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien korelasi Spearman dan uji signifikansi, ditemukan nilai korelasi antara perilaku konformitas terhadap pencapaian identitas difussi pada remaja sebesar dan nilai thitung 1.02 < ttabel Sesuai dengan pedoman interpretasi koefisien korelasi (Sugiono,2009:257), maka nilai korelasi tersebut memenuhi kriteria hubungan yang rendah. Artinya hampir tidak ada pengaruh konformitas terhadap pencapaian identitas diri diffusi pada remaja, dan hasil uji signifikansi, menunjukan nilai t tabel lebih besar dari pada t hitung, ini berarti t hitung jatuh

22 112 pada daerah penolakan H1, maka dapat dinyatakan hipotesis nol yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas difussi pada remaja diterima. Jadi kesimpulannya koefisien korelasi antara konformitas dan pencapaian status identitas difussi pada remaja sebesar adalah tidak signifikan, artinya koefisien tersebut tidak berlaku pada populasi dimana sampel diambil. B. Pembahasan Hasil Penelitian Pada bagian ini diuraikan pembahasan secara lebih mendalam untuk mengungkapkan hal-hal yang terkandung dalam hasil penelitian yang telah dilakukan. Melalui pembahasan, diharapkan dapat menemukan jawaban terhadap permasalahan yang telah dikemukakan dalam rumusan masalah penelitian. 1. Gambaran Umum Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Hasil penelitian menunjukan adanya kecenderungan perilaku konformitas pada remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung. Diketahui bahwa sebesar % remaja kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 berperilaku konformitas terhadap kelompok teman sebayanya. Konformitas terjadi ketika remaja melakukan penyesuaian dengan meniru atau mengubah keyakinan, sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tuntutan kelompok acuannya, baik ada maupun tidak ada tekanan secara langsung yang berupa suatu tuntutan tidak

23 113 tertulis dari kelompok terhadap anggotanya, namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku tertentu pada individu anggota kelompok. Tekanan teman sebaya merupakan ide yang umum dalam kehidupan remaja. Hal ini dapat terlihat pada hampir setiap sisi kehidupan remaja serta pilihan-pilihan mereka terhadap gaya berpakaian, aktivitas, dan nilai-nilai atau norma yang diyakini dalam kehidupan sehari-harinya. Ada dua alasan utama mengapa terjadi konformitas terhadap kelompok. Yang pertama adalah adanya normative sosial influence, yaitu keinginan individu untuk dapat diterima sebagai bagian dari kelompok. Alasan kedua adalah karena kelompok merupakan acuan atau dapat memberikan informasi yang dibutuhkan individu (informational sosial influencel). Dalam kehidupan sehari-hari kedua alasan ini sering terjadi secara bersama-sama sehingga perilaku conform yang dimunculkan remaja bukan semata-mata karena keinginan untuk diterima dalam suatu kelompok saja namun juga karena keinginan untuk berperilaku benar seperti yang dilakukan orang lain dalam kelompoknya (Myers,2002). Pada dasarnya konformitas yang dilakukan oleh remaja dapat menjadi positif atau negatif. Konformitas menjadi negatif ketika remaja mengikuti tekanan teman sebayanya yang melakukan hal-hal yang melanggar norma atau aturan di masyarakat, seperti menggunakan NAPZA, free seks, atau terlibat dalam kenakalan remaja. Sedangkan konformitas menjadi positif ketika remaja menyesuikan dirinya terhadap hal-hal yang dapat menanamkan nilai-nilai positif, seperti ketika remaja belajar untuk

24 114 saling mengenal kelebihan dan kekurangan dalam diri sendiri dan teman yang lain dan dapat saling menghargai satu sama lain dan terlibat dalam hal-hal yang bersifat sosial. Hasil penelitian pada aspek-aspek konformitas juga menunjukan bahwa remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung menunjukan perilaku konformitas dengan memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap kelompoknya yaitu sebesar 84.40%, kemudian memiliki pendapat terhadap kelompok yang dipercaya sesuai dengan yang difikirkannya, memiliki pengetahuan tentang kelompok, dan juga memiliki kecenderungan untuk saling berinteraksi sebesar 58.62%. Sedangkan pada aspek keyakinan remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung lebih memilih untuk berperilaku anti-konformitas. Perilaku anti konformitas muncul ketika individu menolak terhadap harapan kelompok dan kemudian dengan sengaja menjauh dari tindakan atau kepercayaan yang dianut kelompok (Santrock, 2003 : 221 ). Aspek keyakinan menggambarkan kondisi individu dalam kelompok yang menganggap semua hal dalam kelompok adalah benar sehingga memunculkan perilaku-perilaku penerimaan atau kesediaan atas hal-hal yang ditentukan dalam kelompoknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa walaupun remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung melakukan konformitas, dimana kelompok teman sebaya dimanfaatkan sebagai tempat yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam mengeksplorasi diri dan memahami peran sosialnya, tidak begitu saja mengikuti dan menerima perlakuan kelompok serta mematuhi dan

25 115 mengikuti setiap aturan atau norma kelompok. Hal ini memperlihatkan bahwa remaja telah memiliki pertimbangan dalam memutuskan hal yang baik dan tidak baik untuk diikuti dalam kelompok sebayanya. Berikut ini dijelaskan lebih lanjut mengenai perilaku konformitas yang dilakukan oleh remaja kelas XI SMA negeri 24 bandung pada aspek-aspek konformitas yang terdiri dari aspek pengetahuan, aspek pendapat, aspek keyakinan, aspek ketertarikan (perasaan senang) dan aspek kecenderungan berinteraksi. a. Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya pada Aspek Pengetahuan. Aspek pengetahuan yang dimaksud pada perilaku konformitas adalah sejauh mana penyesuaian individu pada informasi yang dimilikinya tentang anggota kelompok, aktivitas kelompok, tujuan kelompok, norma dan aturan yang ada dalam kelompok. Hasil penelitian menunjukan bahwa remaja siswa kelas XI SMA Negeri 24 Bandung memiliki informasi yang tinggi terutama mengenai aktivitas kelompok yaitu sebesar 87.50%, pengetahuan tentang anggota kelompok sebesar 76.74%, kemudian pengetahuan tentang tujuan kelompok sebesar 51.16%, sedangkan informasi tentang aturan atau norma kelompok sebesar 41.57%. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa remaja memiliki informasi yang tinggi mengenai anggota, tujuan dan aktivitas dalam kelompok, namun remaja memiliki informasi yang rendah terhadap aturan dan norma dalam kelompok.

26 116 Kelompok teman sebaya merupakan bentuk kelompok yang memiliki ikatan interaksi yang erat namun tidak terorganisir atau formal sehingga aturan atau norma yang ada dalam kelompok merupakan aturan yang sifatnya tidak tertulis, walaupuan pada dasarnya anggota kelompok memiliki kesadaran terhadap hal-hal yang lazim dan tidak lazim dalam kelompoknya, namun aturan yang tidak tertulis ini dapat menimbulkan kurangnya kejelasan informasi terhadap aturan atau norma yang berlaku dalam kelompok. Remaja melakukan penyesuaian (conform) dengan cara membekali dirinya dengan informasi tentang anggota kelompok, tujuan kelompok, aktivitas kelompok dan aturan atau norma kelompok agar ia dapat memahami kondisi kelompok dan mampu menganalisis peran yang sesuai bagi dirinya dalam kelompok sehingga ia dapat diterima menjadi bagain dari kelompok. Dalam lingkungan teman sebayanya remaja belajar untuk mengidentifikasi berbagai informasi yang ada tentang setiap anggota kelompok, aktivitas kelompok, tujuan kelompok serta aturan dan nilai-nilai yang ada sehingga ia dapat bertindak sesuai dengan harapan sosial dan pada akhirnya ia dapat diterima dalam kelompok sosialnya. Kenneth dodge (1983) menyatakan bahwa setiap individu melewati lima tahap pemrosesan informasi mengenai dunia sosial mereka, yaitu : 1) menerima isyarat sosial, 2) menginterpretasikan, 3) mencari respon,4) memilih respon yang optimal, dan 5) menghasilkan tindakan. Lingkungan kelompok teman sebaya dapat menjadi miniatur kelompok masyarakat bagi remaja dalam mempelajari peran dan

27 117 tanggung jawab sosial yang harus dijalaninya kelak sebagai bagian dari masyarakat. b. Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan pada Aspek Pendapat. Aspek pendapat ini menggambarkan suatu kondisi kepercayaan individu terhadap berbagi hal yang ada dalam kelompok dan ia meyakini hal-hal tersebut sesuai dengan apa yang ia rasakan dalam kelompoknya. Hasil penelitian menunjukan bahwa remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung berada pada kategori berperilaku konformitas yang ditunjukan dengan memiliki pendapat yang mendukung terhadap aktivitas kelompok, tujuan kelompok serta aturan dan norma yang ada dalam kelompok, serta pendapat yang positif terhadap keberadaan dan perilaku anggota kelompok. Remaja dalam kelompok sebayanya menginginkan teman-teman yang mempunyai minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat membuatnya merasa dimengerti dan membuatnya merasa aman, dan pada teman-teman sebaya inilah remaja dapat mempercayakan masalah-masalahnya dan membahas hal-hal yang menurutnya tidak dapat dibicarakan dengan orang dewasa. Remaja merasa bahwa dirinya mengerti tentang apa yang diharapkan dari teman-teman sebayanya. Inilah yang menjadi alasan bagi remaja untuk menyesuaikan pendapat dengan kelompok

28 118 sebayanya sehingga dapat memutuskan untuk menjadi bagian dari kelompok dan memposisikan diri untuk dapat diterima dalam kelompok. c. Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan pada Aspek Keyakinan. Aspek keyakinan ini menggambarkan kondisi individu dalam kelompok yang menganggap semua hal dalam kelompok adalah benar sehingga memunculkan perilaku-perilaku penerimaan atau kesediaan atas hal-hal yang ditentukan dalam kelompoknya. Dari hasil penelitian terlihat bahwa sebanyak 32.75% remaja yang mau menerima perlakuan kelompoknya, dan 39.73% saja yang bersedia mematuhi setiap perlakuan kelompok serta 24.13% yang bersedia mematuhi dan mengikuti aturan atau norma kelompoknya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar remaja menunjukan perilaku anti-konformitas pada aspek keyakinan ini. Remaja menyadari akan adanya tekanan dan tuntutan dari kelompoknya sehingga ia harus menyesuikan dirinya dengan aturan dan perlakuan kelompok, namun usaha penyesuaian terhadap harapan sosial ini juga dapat menimbulkan ketidakstabilan pada remaja. Dengan memunculkan perilaku anti konformitas terhadap keyakinan kelompok, remaja menunjukan bahwa dirinya memiliki kemandirian untuk mengontrol dirinya dan tidak mengikuti harapan kelompok yang tidak sesuai bagi pribadinya. Dalam kelompok sebayanya, remaja mempelajari bahwa dunia sosial dapat dikontrol. Orang lain mungkin berusaha untuk mengontrolnya tetapi para remaja

29 119 juga dapat memunculkan kontrol pribadi atas tindakan mereka dan pengaruh yang lain (Bandura,1989,1991). d. Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan pada Aspek Ketertarikan (Perasaan Senang). Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 90.93% remaja memiliki ketertarikan (perasaan senang) terhadap anggota kelompok sebayanya dan 51.74% responden juga menunjukan ketertarikan terhadap aktivitas yang dilakukan dalam kelompok. Aspek ketertarikan ini merupakan aspek teringgi perilaku konformitas terhadap kelompok teman sebaya. Dengan tingginya ketertarikan terhadap anggota kelompok dapat menggambarkan bahwa remaja memang memiliki ikatan yang kuat terhadap teman-teman dalam kelompok sebayanya. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, music dan film yang bagus dan sebagainya (Conger 1991). Adanya perasaan senang atau ketertarikan terhadap anggota maupun aktivitas kelompok adalah salah satu alasan utama remaja bertahan dalam kelompoknya. Remaja mencari teman dan tempat yang dapat membuat dirinya merasa nyaman dan dihargai. Dalam kelompok sebaya remaja dapat menilai dan mengevaluasi dirinya melalui teman sebaya, hal ini dianggap nyaman dan adil oleh remaja karena yang menilai adalah orang-orang yang sebaya dengannya dan memiliki tingkat perkembangan yang sama sehingga melakukan penilaian dengan landasan norma dan aturan yang

30 120 cenderung sama, lain halnya jika orang dewasa yang melakukannya remaja malah akan cenderung dihakimi oleh norma dan aturan yang dibuat orang dewasa yang tentunya dirasa tidak cocok dan akhirnya menimbulkan penentangan. Adanya ketertarikan pada anggota kelompok mendorong remaja untuk meyesuaikan dirinya dengan kondisi teman-teman dan aktivitas dalam kelompoknya. Dengan menyesuaikan diri terhadap ketertarikan yang ada dalam kelompok, remaja akan semakin merasa menjadi bagian kelompok, hal ini juga menambah keeratan hubungan emosional remaja dengan anggota kelompok yang lainnya. Kesamaan-kesamaan yang ada menjadikan keberadaan kelompok sebagai tempat yang paling memfasilitasi perkembangan diri bagi remaja. Dengan dimilikinya ketertarikan yang sama, maka tujuan kelompok pun menjadi sejalan dengan tujuan anggota sehingga penyesuaian pun terjadi untuk tercapainya tujuan bersama. e. Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan pada Aspek kecenderungan berinteraksi. Hasil penelitian menunjukan bahwa remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menjalin kerjasama dalam kelompoknya yaitu sebanyak 81.20% yang berarti bahwa sebagian besar remaja memiliki hubungan kerjasama yang erat dalam kelompoknya dan sebanyak 64.88% remaja memilih untuk menghabiskan waktu luangnya bersama, sedangkan

31 121 kecenderungan remaja untuk mengikuti perilaku kelompok memiliki persentase yang lebih rendah dari kedua indikator lainnya yaitu sebanyak 25.58%. Kedekatan dan keterikatan dalam kelompok membuat remaja melakukan penyesuaian untuk dapat bekerjasama dalam kelompok baik itu kerjasama dalam menyelesikan masalah, mengerjakan tugas atau hal-hal lain yang dianggap sebagai kegiatan bersama kelompok. Kedekatan ini terjalin dengan banyaknya waktu yang remaja habiskan dalam kelompok sebayanya. Remaja menjadi lebih banyak bersama dengan kelompok sebayanya dibandingkan dengan keluarga. Pada usia remaja mereka lebih memilih terlibat dalam kegiatan-kegiatan teman sebaya, seperti kegiatan ekstrakulikuler, rekreasi atau kegiatan hobi. Pada hasil penelitian terlihat bahwa meski remaja memiliki kecenderungan untuk saling bekerja sama yang tinggi, juga kecenderungan untuk banyak menghabiskan waktu lebih banyak bersama teman sebaya namun remaja memilih untuk bersikap anti-konformitas dalam mengikuti perilaku kolompok. Hal ini menandakan bahwa meski pun teman sebaya diakui memiliki pengaruh yang kuat terhadap pertimbangan dan keputusan remaja tentang perilakunya (conger,1991; deaux,et al,1993; papalia & olds,2001), namun remaja juga dapat memunculkan kontrol pribadi atas tindakan mereka dan pengaruh yang lain (Bandura,1989,1991).

32 Gambaran Umum Status Identitas Diri pada Remaja Dari hasil penyebaran instrument kepada 172 responden yaitu siswa-siswi kelas XI SMAN 2 diperoleh gambaran umum status identitas remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran Data hasil penelitian yang telah dihitung berdasarkan kombinasi skor total komitmen dan eksplorasi, diketahui bahwa sebesar % remaja memiliki komitmen dan eksplorasi pada tingkat kualifikasi tinggi, sementara 46.67% remaja berada pada kualifikasi rendah yang artinya sebagian besar remaja ini memiliki tingkat komitmen dan eksplorasi yang tinggi. Pada penelitian ini masing-masing pernyataan pada instrument pengungkap status identitas yang diadaptasi peneliti dari EOM EIS-2 revision (Extended Version of the Objective Measure of Ego Identity Status) yang disusun oleh Bennion dan Adams (1986) dalam Adams (1998) telah menunjukan karakter masing-masing status identitas maka dimensi komitmen dan eksplorasi menjadi kesatuan yang tidak dipisahkan. Data hasil penelitian yang telah dihitung berdasarkan kombinasi skor total komitmen dan eksplorasi kemudian dikelompokan kedalam empat status identitas dengan ketentuan nilai cut- off sehingga diperoleh gambaran umum status identitas pada remaja Siswa XI SMAN 24 Bandung Tahun Ajaran 2009/2010 sebagai berikut : sebanyak 13.95% remaja berada pada status identitas achievement, 9.30% berada pada status identitas

33 123 foreclosure, 69.77% berada pada status identitas moratorium dan 6.98 % berada pada status identitas diffusion. Berdasarkan hasil pengelompokan dengan ketentuan nilai cut-off, dapat dijelskan bahwa sebagian besar remaja berada pada fase status identitas moratorium, artinya sebagian besar remaja kelas XI berada pada kondisi eksplorasi yang tinggi namun belum memiliki komitmen yang jelas, salah satu media eksplorasi yang dapat memfasilitasi remaja dalam pembentukn identitas dirinya adalah melalui interaksi dengan kelompok sebaya. Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Marcia, bahwa remaja muda secara umum berada pada status identitas moratorium atau diffusion. Dalam kelompok sebaya remaja menyerap berbagai informasi yang dibutuhkannya dalam pencarian peran sosial, mempelajari norma-norma dan nilai sosial sehingga pada akhirnya remaja dapat memilih dan menentukan yang sesui dengan dirinya hingga tercapailah identitas achievement. Remaja berproses menjadi indivudu dewasa yang mandiri dan dapat memutuskan serta merencanakan masa depannya. Terdapat tiga aspek dari perkembangan remaja yang penting dalam pembentukan identitas (Marcia, 1987): remaja harus membentuk rasa percaya terhadap dukungan orang tua, mengembangkan suatu pemikiran untuk giat menghasilkan sesuatu dan memperoleh perspektif mengenai masa depan dan merefleksikan diri mereka sendiri.

34 Kontribusi Konformitas pada Pencapaian Identitas Diri Remaja Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan adanya korelasi antara perilaku konformitas terhadap pencapaian identitas diri remaja sebesar sesuai dengan pedoman interpretasi koefisien korelasi (Sugiono,2009:257), maka nilai korelasi tersebut memenuhi kriteria hubungan yang cukup kuat Artinya pengaruh konformitas terhadap pencapaian identitas diri remaja memiliki derajat hubungan yang cukup kuat. Koefisien korelasi tersebut juga bernilai positif, artinya perilaku konformitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencapaian identitas diri remaja. Selanjutnya dengan melalui perhitungan besarnya persentase kontribusi variabel konformitas terhadap variabel identitas diri, dengan menghitung harga koefisien determinasi (KD) dengan mengkuadratkan kefosien korelasi dikali seratus persen diperoleh harga koefisien determinasi sebesar %. Dengan kata lain kontribusi konformitas terhadap pencapain identitas diri remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung adalah sebesar 17.96% dan sisanya % ditentukan oleh faktor lain. Perkembangan dari suatu pemikiran tentang identitas adalah suatu tugas perkembangan yang membutuhkan waktu lama, rumit dan sulit bagi setiap individu. Hal ini sejalan dengan pandangan kontemporer mengenai perkembangan identitas yang menyatakan bahwa perkembangan identitas adalah suatu proses yang panjang dan dalam beberapa kondisi bisa bertahap, bukan merupakan suatu

35 125 transisi yang bersifat tiba-tiba seperti yang disebut krisis oleh Erikson (Baumesiter, 1991). Perkembangan identitas juga merupakan suatu proses yang luar biasa kompleks (Marcia, 1987, 1989). Pandangan yang kompleks dari Erikson mengenai identitas melibatkan tujuh dimensi (Bourne,1978) : 1. Genetik. Erikson menggambarkan perkembangan identitas sebagai suatu hasil yang mencakup pengalaman individu pada lima tahap pertama dari perkembangan. Perkembangan identitas merefleksikan cara individu mengatasi tahap-tahap sebelumnya seperti trust versus mistrus, autonomy versus doubt, initiative versus guilt dan industry versus inferiority. 2. Adaptif. Perkembangan identitas remaja dapat dilihat sebagai suatu hasil atau prestasi yang adaptif. 3. Struktural. Identity conifusion dalam identitas merupakan suatu kemunduran dalam perspektif waktu, inisiatif dan kemampuan untuk mengkoordinasikan perilaku dimasa kini dengan tujuan dimasa depan. Kemunduran semacam ini menunjukan adanya deficit secara struktural. 4. Dinamis. Erikson meyakini bahwa pembentukan identitas diawali ketika manfaat dari identifikasi berakhir. Proses ini muncul dari identifikasi masa kecil individu dengan orang dewasa yang kemudian menarik mereka ke dalam bentuk identitas baru, yang sebaliknya, menjadi tergantung dengan peran masyarakat bagi remaja. 5. Subjektif atau berdasarkan pengalaman.

36 Timbal balik psikososial. Erikson menekankan hubungan timbal balik antara remaja dengan dunia dan masyarakat sosialnya. Perkembangan identitas tidak hanya merupakan representasi jiwa diri namun juga melibatkan hubungan dengan orang lain, komunitas dan masyarakat. Konformitas merupakan salah satu perilaku timbal balik yang dilakukan remaja dalam lingkungan sosialnya. 7. Status eksistensial. Erikson berpendapat bahwa remaja mencari arti dalam hidupnya sekaligus arti dari hidup secara umum. Erikson juga mengakui adanya hubungan factor lain yang mempengaruhi pencapaian status identitas seperti kecemasan, self-esteem, moral reasoning, dan pola tingkah laku remaja. Terjadi atau tidak terjadinya konformitas oleh individu dalam kelompok, namun kelompok teman sebaya dapat memenuhi kebutuhan pribadi remaja, menghargai mereka, menyediakan informasi, menaikan harga diri dan memberikan suatu identitas (Santrock, 2003 : 231). Kelompok teman sebaya adalah suatu stasiun penghubung antara lepasnya ketergantungan terhadap orang tua pada masa kanak-kanak dengan pernyataan diri sendiri, keberhasilan dan otonomi atas diri sendiri sebagai orang dewasa. Konformitas mungkin memang tidak memiliki kontribusi yang sangat besar dalam pencapain identitas diri remaja karena pembentukan identitas sendiri merupakan proses yang kompleks dan rumit serta melibatkan banyak faktor dalam diri individu seperti yang dijelaskan oleh Erikson. Namun kelompok teman sebaya memfasilitasi remaja dalam pembentukan identitas diri. Selain itu, hasil penelitian

37 127 juga menunjukan bahwa remaja tidak kehilangan identitas pribadinya dengan melakukan konformitas, yang terlihat dari sebagian besar remaja telah berada pada pencapaian status identitas moratorium yang menandakan remaja sedang berada pada tahap eksplorasi yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dan remaja memanfaatkan teman sebaya dalam proses eksplorasi ini. 4. Kontribusi Konformitas pada masing-masing Pencapain Status Identitas Diri Remaja a. Kontribusi Konformitas pada Pencapain Identitas Achievement Pada Remaja Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 24 remaja atau 13.95% responden penelitian telah mencapai staus identitas achievement yang merupakan pencapain maksimal dalam status identitas Marcia. Meskipun dalam perkembangnnya seorang individu remaja belum mencapai pada pencapaian staus identitas yang stabil, karena masih akan dihadapkan pada berbagai pilihan sebelum ia berada pada fase dewasa. Sejumlah peneliti status identitas juga mengungkapkan bahwa terdapat suatu pola yang umum diantara individu yang telah mengembnagkan identitas positif yaitu mengikuti siklus MAMA,moratorium-achievement- moratorium-achievement (Archer,1989). Siklus ini bisa terjadi berulang-ulang sepanjang hidup seseorang (Francis, Fraser & Marcia, 1989). Perubahan pribadi, keluarga dan sosial tidak dapat

38 128 diperkirakan dan dibutuhkan fleksibilitas dan keterampilan baru dalam mengeksplorasi alternatif baru dan komitmen baru yang dapat memfasilitasi kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah. Menurut Erikson, identitas adalah konsep yang koheren tentang diri sendiri yang terdiri dari tujuan, nilai-nilai dan keyakinan pada seseorang yang komitmennya telah stabil. Seorang individu yang telah mencapai identitas achievement adalah individu yang telah menentukan komitmennya dengan terlebih dahulu melalui proses eksplorasi (masa krisis). Bagi remaja, kelompok teman sebaya merupakan tempat yang memfasilitasi dalam mengeksplorasi nilai-nilai, dan keyakinan yang nantinya akan ia pegang. Teman sebaya memberikan informasi yang dibutuhkan remaja dalam mengeksplorasi diri dan lingkungan. Dalam kelompok sebaya remaja belajar untuk dapat mengolah informasi dan menyesuikan dirinya atau konfrom terhadap nilai-nilai moral atau norma, aturan-aturan yang ada dalam kelompok agar dirinya dapat menemukan dan menjalani peran sosialnya. Salah satu alasan remaja untuk berperilaku conform adalah agar ia dapat menjadi bagian dari kelompok, karena kelompok dapat membantunya menemukan konsep dirinya, menaikan harga diri, dan memberikan kepercayaan diri. Halhal semacam ini akan sangat bermanfaat bagi remaja saat ia memasuki kelompok sosial yang lebih besar yaitu masyarakat. Apa yang remaja pelajari dalam kelompoknya, baik itu melalui penyesuaian (konformitas) maupun anti-

39 129 konformitas, remaja dapat menentukan komitmen dalam memutuskan untuk menjalani sesuatu setelah sebelumnya melakukan eksplorasi terhadap diri dan lingkungan. Sehingga saat masuk kedalam lingkungan masyarakat ia dapat menentukan perannya untuk dapat menjadi bagian dalam masyarakat. Maka, konformitas dan teman sebaya memiliki hubungan yang cukup erat dalam pencapaian identitas achievement pada remaja. b. Kontribusi Konformitas pada Pencapain Identitas Foreclosure Pada Remaja Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara perilaku konformitas remaja terhadap teman sebaya dengan pencapain identitas foreclosur. Dari hasil penelitian dengan 172 responden 16 diantaranya atau 9.3 % berada pada pencapain identitas foreclosure.menurut Marcia, pencapaia status identitas ini terjadi ketika remaja telah membuat suatu komitmen tanpa mengalami krisis (eksplorasi). Hal ini terjadi ketika orang tua menyerahkan komitmen pada remaja denagan cara yang otoritarian (Santrock,2003:345). Dengan kata lain pencapain status identitas foreclosure ini tidak dipengaruhi oleh penyesuaian remaja terhadap teman sebayanya, melainkan penyesuaian yang dilakukan terhadap orang tua. Remaja yang hidup dengan pola asuh orang tua yang otoriter tidak memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi nilai-nilai ideologi, cita-cita atau hal-hal yang mungkin

40 130 disukai, pilihan studi atau karir dan lain sebagainya, karena semuanya telah ditentukan orang tua. c. Pengaruh Konformitas Terhadap Pencapain Identitas Moratorium Pada Remaja Remaja dengan pencapaian identitas moratorium pada penelitian ini berada pada tingkat yang paling banyak, dengan kata lain sebagian besar remaja yang berusia antara 16 atau 17 hingga 18 tahun yang menjadi responden dalam penelitian ini berada pada status identitas moratorium. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Erikson bahwa remaja menghadapi sejumlah pilihan dan pada titik tertentu dimasa mudanya ia akan memasuki masa psikological moratorium. Selama masa moratorium ini, remaja mencoba berbagai peran dan kepribadian yang berbeda-beda sebelum akhirnya mencapai suatu pemikiran yang stabil. Eksperimen kepribadian ini merupakan usaha remaja dalam mencari tempat yang sesuai bagi mereka (Santrock,2003:342). Identitas moratorium merupakan kondisi dimana remaja belum memiliki komitmen dalam dirinya namun memiliki tingkat eksplorasi yang tinggi. Pencapaian status identitas moratorium ini memiliki tingkat korelasi yang sangat tinggi terhadap perilaku konformitas pada remaja. Remaja lebih sadar akan dirinya (self-conscious) dibandingkan pada masa kanak-kanak dan

41 131 mereka lebih memikirkan tentang pemahaman dirinya. Remaja juga menjadi lebih introspektif dimana hal ini merupakan bagian dari eksplorasi diri dan kelompok teman sebaya menjadi tempat yang memfasilitasi remaja dalam memberikan dukungan dan penjelasan diri melalui teman-teman sebayanya dan mendapatkan opini mengenai definisi diri yang baru muncul. Konformitas terhadap tekanan teman sebaya memang dapat menjadi positif atau negatif (Camarena,1991;Foster,Clark & Blyth,1991; Pearl, Bryen & Herzog,1990; Wall,1993). Dalam hal ini konformitas tidak membuat remaja mengalami kemunduran atau kebingungan identitas, sebaliknya konformitas memberikan nilai yang positif, penyesuain dengan teman sebaya memberikan informasi pada remaja tentang dirinya dan lingkungan yang digunakan oleh remaja sebagai media eksplorasi. Dengan melakukan penyesuaian (konformitas) remaja menjadi bagian dari lingkungan sosial sebayanya, dengan demikian ia tidak menjadi individu yang diisolasi oleh lingkungan. Remaja yang berada dalam kondisi isolasi oleh lingkungan sosialnya cenderung kesulitan dalam mengevaluasi dan introspeksi diri. Teman-teman bagi remaja juga sering menjadi sumber utama perolehan pujian terhadap diri sendiri, dan menjadi cermin sosial yang biasanya remaja merasa cemas untuk melihat kedalamnya (Rosenberg,1979). Maka hasil penelitian mendukung adanya kontribusi perilaku konformitas terhadap pencapain identitas moratorium remaja. Kelompok teman sebaya

BAB III METODE PENELITIAN. kuantatif. Kuantitatif merupakan pendekatan yang memungkinkan dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. kuantatif. Kuantitatif merupakan pendekatan yang memungkinkan dilakukan 62 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantatif. Kuantitatif merupakan pendekatan yang memungkinkan dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan layanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah memberikan pelayanan bimbingan pada peserta didik dalam rangka upaya agar siswa dapat menemukan pribadi, mengenal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identitas Ego 2.1.1. Definisi Identitas Menurut Erikson (dalam Corsini, 2002), identitas adalah suatu perasaan tentang menjadi seseorang yang sama, perasaan tersebut melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada masa transisi ini remaja mengalami perubahan yang cepat dan fundamental menuju

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran status identity di bidang akademik dalam pemilihan jurusan pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2007 di Universitas X, Bandung. Metode yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Modul ke: PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Perkembangan Remaja Fakultas Psikologi Tenny Septiani Rachman, M. Psi, Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Preface Masa remaja sering disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun psikologis menuju

Lebih terperinci

BAB II KONFORMITAS DAN PENCAPAIAN IDENTITAS DIRI REMAJA. tujuan kurikulum menekankan pada penyiapan peserta didik (SMA) untuk

BAB II KONFORMITAS DAN PENCAPAIAN IDENTITAS DIRI REMAJA. tujuan kurikulum menekankan pada penyiapan peserta didik (SMA) untuk 27 BAB II KONFORMITAS DAN PENCAPAIAN IDENTITAS DIRI REMAJA A. Bimbingan dan Konseling bagi Remaja Tujuan pendidikan menengah sering kali dibiaskan oleh pandangan umum yaitu demi mutu keberhasilan akademis,

Lebih terperinci

materi tambahan dari diskusi kelas PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr. Triana Noor Edwina D.S., M.Si Fakultas Psikologi Mercu Buana Yogyakarta

materi tambahan dari diskusi kelas PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr. Triana Noor Edwina D.S., M.Si Fakultas Psikologi Mercu Buana Yogyakarta materi tambahan dari diskusi kelas PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr. Triana Noor Edwina D.S., M.Si Fakultas Psikologi Mercu Buana Yogyakarta DIRI Pemahaman Diri Pemahaman diri remaja merupakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai Teori Psikososial, Erik Erikson ( 1902-1994 ) Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai manusia tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun jumlah mahasiswa di Indonesia cenderung meningkat. Latief (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan satu bentuk penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik korelasi. Penelitian dengan teknik korelasi merupakan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan salah satu masa dalam rentang perjalanan kehidupan dan menjadi bagian yang dilalui dalam siklus perkembangan manusia. Dewasa ini disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini membahas mengenai perencanaan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi. Pokok bahasan bab ini terdiri atas: lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Siapakah saya? Apa potensi saya? Apa tujuan yang ingin saya capai di

BAB 1 PENDAHULUAN. Siapakah saya? Apa potensi saya? Apa tujuan yang ingin saya capai di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Siapakah saya? Apa potensi saya? Apa tujuan yang ingin saya capai di masa depan? Apa peranan saya bagi dunia? Mungkin pertanyaan-pertanyaannya tersebut merupakan pertanyaan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN 2.1. Ego Development Definisi identitas menurut Erikson (dalam Subrahmanyam & Smahel, 2011) adalah perasaan subjektif terhadap diri sendiri yang konsisten dan berkembang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu

Lebih terperinci

Selamat Membaca dan Memahami Materi Perkembangan Kepribadian Rentang Perkembangan Manusia II

Selamat Membaca dan Memahami Materi Perkembangan Kepribadian Rentang Perkembangan Manusia II Selamat Membaca dan Memahami Materi Perkembangan Kepribadian Rentang Perkembangan Manusia II PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr Triana Noor Edwina DS, M.Si Fak Psikologi UMBY DIRI Pemahaman Diri Pemahaman

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. Hasil Analisis Deskriptif. Deskripsi data dilakukan untuk mengkategorikan kelompok

Bab IV Hasil dan Pembahasan. Hasil Analisis Deskriptif. Deskripsi data dilakukan untuk mengkategorikan kelompok 51 Bab IV Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian Hasil Analisis Deskriptif. Deskripsi data dilakukan untuk mengkategorikan kelompok subjek penelitian atau mengetahui karakteristik data yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik pada jenjang pendidikan menengah, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berada dalam tahapan usia remaja, yang

Lebih terperinci

Hubungan antara Gaya Pengasuhan Orangtua, Eksplorasi Religius, dan Komitmen Religius Mahasiswa

Hubungan antara Gaya Pengasuhan Orangtua, Eksplorasi Religius, dan Komitmen Religius Mahasiswa 1 Hubungan antara Gaya Pengasuhan Orangtua, Eksplorasi Religius, dan Komitmen Religius Mahasiswa Mohammad Bisri*) *) Mohammad Bisri adalah dosen Program Studi Psikologi Jurusan Bimbingan Konseling dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap warga negara Indonesia harus berperan serta secara positif untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap warga negara Indonesia harus berperan serta secara positif untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terus mengalami perkembangan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan menuju suatu kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Variabel X (Karakteristik Siswa)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Variabel X (Karakteristik Siswa) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Data Variabel X (Karakteristik Siswa) Data yang dikumpul dari penyebaran angket kepada responden yang berada di SMA

Lebih terperinci

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identitas Ego 2.1.1. Definisi identitas Erikson (dalam Santrock, 2011) berpendapat bahwa identitas merupakan sebuah aspek kunci dari perkembangan remaja. Identitas merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berupa hasil perhitungan statistik yang datanya diperoleh dari responden. Hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berupa hasil perhitungan statistik yang datanya diperoleh dari responden. Hasil 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Dalam bab ini dibahas mengenai hasil penelitian yang dilaksanakan, yaitu berupa hasil perhitungan statistik yang datanya diperoleh dari responden.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk-makhluk Tuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk-makhluk Tuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang diberikan kesempurnaan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk-makhluk Tuhan yang lainnya. Sejak dilahirkan

Lebih terperinci

ALBERT GULTOM, NIM : PENGARUH PEMBERIAN REWARD TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN TEMBUNG T.A 2016/2017.

ALBERT GULTOM, NIM : PENGARUH PEMBERIAN REWARD TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN TEMBUNG T.A 2016/2017. ABSTRAK ALBERT GULTOM, NIM : 1133111002 PENGARUH PEMBERIAN REWARD TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SDN 101771 TEMBUNG T.A 2016/2017. SKRIPSI. FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN, 2017.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG NURUL ILMI FAJRIN_11410126 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan dan potensi genetik seseorang. Lingkungan berperan dalam menyiapkan fasilitasfasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas beberapa hal terkait penelitian termasuk latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan organisasi skripsi. A. Latar Belakang Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu periode perkembangan yang harus dilalui oleh seorang individu untuk menuju kedewasaan atau kematangan adalah masa remaja (Yusuf, 2006). Masa remaja

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah dilaksanakan,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah dilaksanakan, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah dilaksanakan, yaitu berupa hasil perhitungan statistik yang datanya diperoleh dari responden.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diharapkan. Seperti yang dikemukakan oleh Hadi (2004), bahwa untuk. A. Identifikasi Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. diharapkan. Seperti yang dikemukakan oleh Hadi (2004), bahwa untuk. A. Identifikasi Variabel Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian harus menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini sangat penting agar dapat mencapai tujuan penelitian yang diharapkan. Seperti yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang rentang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN

POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN Dewi Sartika Panjaitan*, Wardiyah Daulay** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan setelah data yang disebarkan kepada semua responden terkumpul kembali kemudian di uji menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18-22 tahun (Santrock, 2003: 31). Lebih rinci, Konopka dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

Lebih terperinci

PSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi

PSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi PSIKOLOGI REMAJA Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi Masa yang paling indah adalah masa remaja. Masa yang paling menyedihkan adalah masa remaja.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis akan membahas hasil dan pembahasan penelitian tentang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis akan membahas hasil dan pembahasan penelitian tentang 66 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan membahas hasil dan pembahasan penelitian tentang Pengaruh Hasil Belajar Dasar Patiseri Terhadap Minat Usaha Patiseri Pada Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS AL-HAMID

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS AL-HAMID HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI MTS AL-HAMID Oleh: Ardiles Delta Asmara 1) Dra. Indira Chanum, M.Psi. 2) Sjenny A. Indrawati, Ed.D. 3) ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Perbedaan Kecerdasan..., Muhammad Hidayat, FPSI UI, 2008

I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Perbedaan Kecerdasan..., Muhammad Hidayat, FPSI UI, 2008 I. PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang rendah berhubungan dengan meningkatnya penggunaan obat-obatan terlarang dan kekerasan, terutama pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai makhluk sosial, individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS SISWA DI ORGANISASI SEKOLAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS SISWA DI ORGANISASI SEKOLAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS SISWA DI ORGANISASI SEKOLAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014 Naskah Publikasi Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peran yang penting dalam hidup (Papalia, 2008), suatu kesadaran akan kesatuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peran yang penting dalam hidup (Papalia, 2008), suatu kesadaran akan kesatuan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identitas Diri 1. Pengertian Identitas Diri Identitas diri adalah proses menjadi seorang individu yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Papalia, 2008), suatu kesadaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja yaitu ketika sudah menginjak usia 14-18 tahun. Pada masa ini seorang anak tidak lagi hanya bersifat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumtif Menurut Fromm (1995) perilaku konsumtif merupakan perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan berlebihan dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data hasil tes dan angket mengenai Kontribusi Hasil Belajar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data hasil tes dan angket mengenai Kontribusi Hasil Belajar A. Pemaparan Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengolahan data hasil tes dan angket mengenai Kontribusi Hasil Belajar Membuat Kriya Tekstil dengan Teknik Makrame Terhadap Kesiapan Kerja di Kriya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan beberapa teori terkait dengan judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini akan menguraikan teori mengenai identitas diri pada remaja beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. Remaja tidak mempunyai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zaman modern dalam era globalisasi berlangsung sangat pesat, praktis dan

BAB I PENDAHULUAN. Zaman modern dalam era globalisasi berlangsung sangat pesat, praktis dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman modern dalam era globalisasi berlangsung sangat pesat, praktis dan serentak seperti bencana alam yang datang tak terduga. Padahal kesiapan mental pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini tuntutan terhadap dunia pendidikan sangat tinggi, mengingat pendidikan diharapkan memberikan sumbangan yang sangat besar bagi peningkatan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang dipilih untuk menyelesaikan masalah penelitian sesuai dengan tujuan penelitian yaitu metode penelitian deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas menggejala secara

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai tertarik dengan masalah-masalah seksualitas. Pada awalnya, ketertarikan remaja terhadap seksualitas bersifat self-centered,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Surakhmad (Andrianto, 2011: 29) mengungkapkan ciri-ciri metode korelasional, yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Surakhmad (Andrianto, 2011: 29) mengungkapkan ciri-ciri metode korelasional, yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menggunakan data yang dikualifikasikan/dikelompokkan dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku Konsumtif Remaja pada siswa kelas XI SMA Al-Kautsar Bandar Lampung yang menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Pada Bab ini penulis akan membahas hasil penelitian tentang Pengaruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Pada Bab ini penulis akan membahas hasil penelitian tentang Pengaruh 76 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Pada Bab ini penulis akan membahas hasil penelitian tentang Pengaruh hasil belajar Tata Hidang terhadap minat siswa sebagai Waiter/Waitress di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara yang rasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun (Lytha, 2009:16). Hurlock (1980:10) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Magelang terletak di tengah-tengah Kabupaten Magelang,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Magelang terletak di tengah-tengah Kabupaten Magelang, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Kota Magelang terletak di tengah-tengah Kabupaten Magelang, wilayah provinsi Jawa Tengah dan memiliki posisi strategis karena berada di tengah-tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah. Semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Dalam kehidupan modern saat ini, mewujudkan penyesuaian diri dalam perkawinan tampaknya semakin sulit, apalagi bila usia individu yang menikah masih tergolong muda sehingga belum cukup matang atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Setelah data dihimpun dan dilanjutkan pada pengolahan data, maka

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Setelah data dihimpun dan dilanjutkan pada pengolahan data, maka 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Setelah data dihimpun dan dilanjutkan pada pengolahan data, maka didapatkan suatu hasil penelitian. Dalam bab ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai modal penting untuk membangun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan langkah-langkah kerja atau prosedur penelitian yang akan dilakukan pada saat mengumpulkan, mengorganisir, menganalisa, serta menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja menurut Hurlock (1973)

Lebih terperinci

media sosial. 6. Tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status

media sosial. 6. Tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil olahan data dapat disimpulkan bahwa: 1. Tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity diffusion

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri Bogor yang berlokasi di Jalan Pangeran Asogiri No. 404 Kota Bogor. Populasi dalam penelitian adalah seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang berarti pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam kehidupan seseorang, masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan konformitas teman sebaya dengan konsep diri terhadap kenakalan remaja di Jakarta Selatan,

Lebih terperinci