DAFTAR ISI. Penelitian KPJU Unggulan UMKM di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. Penelitian KPJU Unggulan UMKM di Provinsi Nusa Tenggara Barat"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI A. PENDAHULUAN... 1 B. METODE PENELITIAN... 2 C. PENETAPAN BOBOT TUJUAN DAN KRITERIA... 3 D. KPJU UNGGULAN SEKTORAL KABUPATEN/KOTA... 5 E. KPJU UNGGULAN LINTAS SEKTORAL KABUPATEN/KOTA... 7 F. KOMODITI UNGGULAN SEKTORAL PROVINSI G. KOMODITI UNGGULAN LINTAS SEKTORAL PROVINSI H. ANALISA PROSPEK DAN POTENSI I. ANALISIS KWADRAN J. ANALISIS SIKLUS KPJU UNGGULAN LINTAS SEKTOR K. ANALISIS INFLASI KPJU UNGGULAN L. REKOMENDASI i

2 DAFTAR TABEL Tabel 1 Jumlah Kecamatan di Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat... 2 Tabel 2. Kriteria Penetapan KPJU Unggulan... 2 Tabel 3. Kriteria KPJU Unggulan Kabupaten/Kota... 3 Tabel 4. Bobot dan Rangking Kepentingan dari Tujuan dan Kriteria untuk... Penetapan KPJU Unggulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat... 4 Tabel 5. KPJU Unggulan Sektoral Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa... Tenggara Barat Tahun Tabel 6. KPJU Unggulan Lintas Sektoral Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi... Nusa Tenggara Barat Tahun Tabel 7. Matrix KPJU Unggulan Provinsi Sektoral Tahun Tabel 8. KPJU Lintas Sektoral Tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Tabel 9. Kedudukan KPJU Unggulan Lintas Sektor Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2012 Berdasarkan Potensi dan Prospeknya Tabel 10. KPJU Unggulan Lintas Sektor urutan 1s/d 20 Penyumbang Inflasi Tabel 11. Rekomendasi Untuk Masing-masing KPJU Unggulan Lintas Sektor di ProvinsiNTB DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Kwadran 10 KPJU Unggulan Lintas Sektor NTB Gambar 2. Laju Inflasi Tahunan NTB Tahun (%) ii

3 A. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai data yang mendukung bahwa eksistensi UMKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia. Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Kementrian Koperasi & UKM, jumlah UMKM tercatat 51,3 juta unit atau 99,9% dari total unit usaha. Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UMKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja jika dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UMKM menyerap 97,04 juta tenaga kerja atau 99,4% dari total angkatan kerja yang bekerja. Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan, yakni sebesar 55,56% dari total PDB. Dalam rangka mendukung pengembangan dan pemberdayaan UMKM, Bank Indonesia memiliki pilar-pilar kebijakan strategis yang meliputi (1) Pengaturan kepada perbankan yang mendorong pengembangan dan pemberdayaan UMKM, (2) Pengembangan kelembagaan yang menunjang, (3) Pemberian bantuan teknis, dan (4) Kerjasama dengan berbagai pihak baik dengan lembaga pemerintah maupun lembaga lainnya. Salah satu pilar kebijakan Bank Indonesia tersebut adalah mendorong pengembangan UMKM melalui pemberian bantuan teknis. Salah satu bentuk bantuan teknis adalah menyediakan informasi tentang komoditi/produk/jenis usaha (KPJU) unggulan bagi UMKM di Kabupaten/Kota, yang diidentifikasi melalui kegiatan penelitian dengan menggunakan alat analisis Analytic Hierarchy Process (AHP) dan metode pengambilan keputusan seperti Metode Bayes dan Metode BORDA. Informasi tersebut diharapkan memberikan manfaat bagi stakeholders, baik kepada pemerintah daerah, perbankan, kalangan swasta, maupun masyarakat luas yang berkepentingan dalam upaya pemberdayaan UMKM. Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jenis Usaha Unggulan UMKM di Provinsi Nusa Tenggara Barat dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut : a. Mengenal dan memahami mengenai: (1) Profil daerah, meliputi: kondisi geografis, demografi, perekonomian dan potensi sumberdaya; (2) Profil UMKM di Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk faktor pendorong dan penghambat dalam pengembangan UMKM; (3) Kebijakan Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang terkait dengan pengembangan UMKM; dan (4) Peranan Perbankan dalam pengembangan UMKM. b. Memberikan informasi tentang Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan yang perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di suatu kabupaten/kota dalam rangka: (1) Mendukung pembangunan ekonomi daerah; (2) Menciptakan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja; serta (3) Meningkatkan daya saing produk. 1

4 Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah dalam rangka pengembangan KPJU unggulan UMKM yang dikaitkan dengan: (1) Kebijakan Pemerintah Daerah; dan (2) Kebijakan perbankan B. METODE PENELITIAN Penetapan KPJU unggulan daerah di kabupaten/kota dilakukan dengan menghimpun informasi dari seluruh kecamatan yang ada dengan mempertimbangkan keterwakilan dari karakteristik wilayah secara geografis, jumlah UMKM, kontribusi pembentukan PDRB kabupaten/kota serta kebijakan Pemerintah Daerah. Jumlah sampel wilayah kecamatan yang tercakup dalam penelitian ini adalah sebanyak 116 kecamatan yang tersebar di setiap wilayah kabupaten/kota dengan mempertimbangkan keterwakilan karakteristik kabupaten/kota serta potensi ekonomi masing-masing kecamatan, yang terdiri atas : Tabel 1 Jumlah Kecamatan di Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat No Kabupaten/Kota Jumlah Kecamatan 1 Kab. Lombok Barat 10 2 Kab. Lombok Tengah 12 3 Kab. Lombok Timur 20 4 Kab. Sumbawa 24 5 Kab. Dompu 8 6 Kab. Bima 18 7 Kab. Sumbawa Barat 8 8 Kab. Lombok Utara 5 9 Kota Mataram 6 10 Kota Bima 5 Jumlah 116 Penelitian KPJU Unggulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat menggunakan empat metode utama untuk pengolahan data yaitu Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), Metode Borda, Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Bayes. Penetapan KPJU Unggulan di kabupaten/kota dan provinsi dilakukan menggunaka 11 kriteria utama yang terdiri atas beberapa variable sebagai indikator sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2 dan Tabel 3 Tabel 2. Kriteria Penetapan KPJU Unggulan Tujuan Penetapan KPJU Unggulan 1 Pertumbuhan ekonomi 2 Penciptaan lapangan kerja 3 Peningkatan daya saing produk Kriteria Penetapan KPJU Unggulan Tingkat Kecamatan 1 Jumlah unit usaha 2 Jangkauan/kondisi pemasaran 3 Ketersediaan bahan baku/sarana produksi 4 Kontribusi terhadap perekonomian daerah (kecamatan 2

5 A INPUT Tabel 3. Kriteria KPJU Unggulan Kabupaten/Kota Kriteria 1 Tenaga kerja terampil (Skilled) 2 Bahan baku (manufacturing) Unsur Penilaian (1) Tingkat Pendidikan (2) Pelatihan (3) Pengalaman kerja (4) Jumlah lembaga/ sekolah ketrampilan/ pelatihan (1) Ketersediaan/kemudahan bahan baku (2) Harga perolehan bahan baku (3) Parishability bahan baku (mudah tidaknya rusak) (4) Kesinambungan bahan baku (5) Mutu bahan baku (6) Kemudahan dalam memperoleh (7) Aspek Lingkungan 3 Modal (1) Kebutuhan investasi awal (2) Kebutuhan modal kerja 4 Sarana produksi/usaha B Proses (3) Aksesibilitas thd sumber pembiayaan (1) Ketersediaan/kemudahan memproleh (2) Harga 5 Teknologi (1) Ketersediaan (2) Kemudahan (memperoleh teknologi) (3) Dampak Lingkungan 6 Sosial budaya (faktor endogen) (1) Ciri khas lokal (2) Penerimaan Masyarakat (3) Turun temurun 7 Manajemen usaha Kemudahan untuk memanage C Output 8 Ketersediaan pasar (1) Jangkauan/wilayah pemasaran (2) Kemudahan Mendistribusikan 9 Harga (1) Stabilitas harga (2) Nilai Tambah (Added Value) 10 Penyerapan Tenaga Kemampuan menyerap TK Kerja 11 Sumbangan terhadap perekonomian wilayah Jumlah jenis usaha yg terpengaruh krn keberadaan usaha ini (Backward & forward linkages) Sepuluh KPJU unggulan terpilih pada tingkat provinsi dianalisis lebih lanjut untuk KPJU life cycle dan kontribusinya pada faktor pembentuk inflasi. C. PENETAPAN BOBOT TUJUAN DAN KRITERIA Penetapan KPJU unggulan dilakukan secara bertingkat yang diawali dengan penetapan KPJU unggulan pada tingkat kecamatan, kemudian tingkat 3

6 kabupaten/kota dan terakhir pada tingkat provinsi. Hasil penetapan KPJU unggulan pada tingkat kecamatan merupakan kandidat KPJU unggulan tingkat kabupaten/kota yang proses penetapannya dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Penetapan KPJU unggulan pada tingkat provinsi menggunakan hasil proses Agregasi KPJU unggulan tingkat kabupaten/kota. Hasil KPJU unggulan ditentukan oleh kriteria dan sub-kriteria yang ditetapkan sebelumnya, dan penentuan kriteria tersebut dilandasi oleh Tujuan dari penetapan KPJU unggulan UMKM, yaitu: (a) Penciptaan lapangan kerja, (b) Pertumbuhan ekonomi daerah, dan (c) Peningkatan daya saing produk. Untuk memperoleh keseragaman dan konsistensi dalam proses penetapan KPJU unggulan, maka bobot setiap Tujuan dan bobot setiap Kriteria yang digunakan pada semua kabupaten/kota adalah sama. Adapun bobot 3 (tiga) pada sektor ekonomi pada tingkat provinsi berdasarkan Tujuan dan bobot 11(sebelas) Kriteria yang digunakan secara berurutan berdasarkan nilai skor-terbobot pada setiap aspek ekonomi disajikan pada Tabel 4 Tabel 4. Bobot dan Rangking Kepentingan dari Tujuan dan Kriteria untuk Penetapan KPJU Unggulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat No. Aspek Bobot 1 Tujuan Penetapan KPJU Unggulan 1.1. Penciptaan Lapangan Kerja 0, Peningkatan Daya Saing Daerah/Produk 0, Pertumbuhan Ekonomi 0, Kriteria Penetapan KPJU Unggulan Tingkat Kecamatan 2.1. Jangkauan pasar 0, Ketersediaan input, sarana produksi atau usaha 0, Jumlah unit usaha, rumah tangga usaha, produksi, luas areal atau populasi KPJU yang ada 0, Kontribusi terhadap perekonomian kecamatan 0, Kriteria Penetapan KPJU Unggulan Tingkat Kabupaten/Kota 3.1 Ketersediaan pasar 0, Keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan 0, Sarana produksi dan usaha 0, Teknologi 0, Penyerapan tenaga kerja 0, Manajemen usaha 0, Sumbangan terhadap perekonomian daerah 0, Bahan baku 0, Aspek sosial budaya (termasuk ciri khas / karakteristik daerah) 0, Harga / nilai tambah 0, Aksesibilitas dan kebutuhan modal 0,0652 4

7 D. KPJU UNGGULAN SEKTORAL KABUPATEN/KOTA Adapun KPJU Unggulan terpilih di Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk masingmasing sektor/subsektor di kabupaten/kota yang mempunyai skor terbobot tertinggi yaitu : Tabel 5. KPJU Unggulan Sektoral Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2012 No Kab/Kota KPJU Unggulan 1 Kabupaten Lombok Padi sawah pada sub sektor tanaman pangan Barat (padi/palawija), kangkung pada sub sektor sayursayuran, manggis pada sub sektor buah-buahan, kelapa pada sub sektor perkebunan, sapi pada sub sektor peternakan, Budidaya rumput laut pada sub sektor perikanan, mahoni pada sub sektor kehutanan, marmer pada sektor Penggalian, kerajinan furnitur pada sektor industri, rumah makan pada sektor perdagangan, wisata pantai pada sektor pariwisata, jasa salon pada sektor jasa, dan jasa angkutan travel pada sektor transportasi. 2 Kabupaten Lombok Tengah 3 Kabupaten Lombok Timur 4 Kabupaten Sumbawa ) Padi sawah pada sub sektor tanaman pangan (padi/palawija), cabe pada sub sektor sayur-sayuran, mangga pada sub sektor buah-buahan, kelapa pada sub sektor perkebunan, sapi pada sub sektor peternakan, Budidaya Ikan kolam pada sub sektor perikanan, sengon alam pada sub sektor kehutanan, batu kapur/ gamping pada sektor Penggalian, kerajinan kethak pada sektor industri, perdagangan hasil kerajinan pada sektor perdagangan, wisata pantai/bahari pada sektor pariwisata, jasa bengkel motor pada sektor jasa, dan usaha travel pada sektor angkutan ) Jagung pada sub sektor tanaman pangan (padi/palawija), cabe rawit pada sub sektor sayursayuran, mangga pada sub sektor buah-buahan, tembakau Virginia pada sub sektor perkebunan, sapi pada sub sektor peternakan, Budidaya rumput laut pada sub sektor perikanan, sarang burung walet pada sub sektor kehutanan, pasir batu (sirtu) pada sektor Penggalian, industri gerabah pada sektor industri, pedagang hasil perkebunan pada sektor perdagangan, wisata pantai/bahari pada sektor pariwisata, jasa bengekel motor pada sektor jasa, dan angkutan pick Up pada sektor angkutan Padi sawah pada sub sektor tanaman pangan (padi/palawija), cabe rawit pada sub sektor sayursayuran, mangga pada sub sektor buah-buahan, jambu mete pada sub sektor perkebunan, sapi pada sub sektor peternakan, Budidaya rumput laut pada sub sektor perikanan, lebah madu pada sub sektor kehutanan, krikil/koral pada sektor Penggalian, 5

8 No Kab/Kota KPJU Unggulan industri olahan rumput laut pada sektor industri, pedagang hasil pertanian pada sektor perdagangan, wisata pantai pada sektor pariwisata, jasa Penggilingan Padi sektor jasa, dan angkutan pedesaan di sektor angkutan 5 Kabupaten Dompu Jagung pada sub sektor tanaman pangan (padi/palawija), bawang merah pada sub sektor sayursayuran, mangga pada sub sektor buah-buahan, jambu mete pada sub perkebunan, sapi pada sub sektor peternakan, Budidaya rumput laut pada sub sektor perikanan, pohon jati pada sub sektor kehutanan, batu bangunan pada sektor Penggalian, industri tenun pada sektor industri, pedagang hasil pertanian pada sektor perdagangan, wisata pantai pada sektor pariwisata, koperasi serba usaha pada sektor jasa, dan angkutan desa pada sektor angkutan. 6 Kabupaten Bima ) Padi sawah pada sub sektor tanaman pangan (padi/palawija), cabe rawit pada sub sektor sayursayuran, sawo pada sub sektor buah-buahan, jambu mete pada sub sektor perkebunan, peternakan sapi pada sub sektor peternakan, budidaya bandeng pada sub sektor perikanan, rotan pada sub sektor kehutanan, pasir batu (sirtu) pada sektor Penggalian, industri garam rakyat pada sektor industri, pedagang hasil peternakan pada sektor perdagangan, wisata religi pada sektor pariwisata, jasa penjahit pada sektor jasa, dan angkutan kota dalam provinsi (AKDP) pada sektor angkutan 7 Kabupaten Sumbawa Barat 8 Kabupaten Lombok Utara ) Padi sawah pada sektor tanaman pangan (padi/palawija), cabe rawit pada sub sektor sayursayuran, mangga pada sub sektor buah-buahan, kelapa pada sub sektor perkebunan, sapi pada sub sektor peternakan, budidaya rumput laut pada sub sektor perikanan, rotan pada sub sektor kehutanan, pasir kerikil pada sektor Penggalian, industri meubel pada sektor industri, pedagang hasil pertanian pada sektor perdagangan, wisata budaya pada sektor pariwisata, jasa kost-kostan pada sektor jasa, dan travel pada sektor transportasi. Jagung pada sub sektor tanaman pangan (padi/palawija), cabe rawit pada sub sektor sayursayuran, pisang pada sub sektor buah-buahan, kelapa pada sub sektor perkebunan, sapi pada sub sektor peternakan, penangkapan ikan dilaut pada sub sektor perikanan, lebah madu pada sub sektor kehutanan, batu pada sektor Penggalian, industri kerajinan bambu pada sektor industri, rumah makan pada sektor perdagangan, wisata pantai/bahari pada sektor pariwisata, jasa laundry pada sektor jasa, dan jasa angkutan laut pada sektor angkutan 6

9 No Kab/Kota KPJU Unggulan 9 Kota Mataram Padi sawah pada sub sektor tanaman pangan (padi/palawija), kangkung pada sub sektor sayursayuran, mangga pada sub sektor buah-buahan, ayam buras pada sub sektor peternakan, budidaya Ikan kolam pada sub sektor perikanan, kerajinan perhiasan mutiara, emas dan perak pada sektor industri, perdagangan perhiasan pada sektor perdagangan, wisata belanja pada sektor pariwisata, jasa bengkel motor pada sektor jasa, dan angkutan taxi pada sektor angkutan 10 Kota Bima Padi sawah pada sub sektor tanaman pangan (padi/palawija), cabe pada sub sektor sayuran, sawo pada sub sektor buah-buahan, jambu mete pada sub sektor perkebunan, sapi pada sub sektor peternakan, penangkapan ikan di laut pada sub sektor perikanan, tenun pada sektor industry, took kelontong pada sektor perdagangan, bengkel motor pada sektor jasa, AKDP pada sektor angkutan, pasis pada sektor penggalian, lebah madu pada sub sektor kehutanan, dan wisata pantai pada sektor pariwisata E. KPJU UNGGULAN LINTAS SEKTORAL KABUPATEN/KOTA Dalam rangka memenuhi kebutuhan informasi tentang penetapan unggulan daerah dilakukan penetapan KPJU unggulan lintas sektor. Penetapan dilakukan dengan menggunakan Metoda Bayes, dengan mempertimbangkan bobot kepentingan atau prioritas setiap sektor usaha serta hasil skor KPJU unggulan setiap sektor usaha yang telah diperoleh. Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan metode MPE, Borda, AHP dan normalisasi diperoleh 10 KPJU unggulan lintas sektoral di masing-masing daerah, dapat dilihat pada Tabel 6. 7

10 8 Penelitian KPJU Unggulan UMKM di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tabel 6. KPJU Unggulan Lintas Sektoral Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2012 No Kab/ Kota 1 Lombok Barat KPJU (SKOR) Wisata Pantai Wisata Budaya Budidaya Rumput Laut Furniture Hotel Rumah Makan Padi Sawah Kangkung Biro Perjalana n Wisata Hasil Perikanan 0,0484 0,0473 0,0342 0, ,0314 0,0304 0, Lombok Tengah Wisata Pantai/Ba hari Padi Sawah Hasil Kerajinan Hotel Kerajinan Anyaman Kethak Bengkel Motor Rumah Makan Pengovenan Tembakau Wisata Alam Sapi 3 Lombok Timur 0,0519 0,0391 0,0367 0,0336 0,0315 0,0309 0,0306 0,0299 0,0293 0,0283 Jagung 4 Sumbawa Budidaya Rumput Laut Sapi Wisata Bahari/Pa ntai Budidaya Rumput Laut Padi Sawah Tembakau Virginia Gerabah Kambing Budidaya Ikan di Kolam (Karper, Nila) Hasil Perkebuna n 0,0355 0,0305 0,0285 0,0275 0,0265 0,0262 0,0259 0,0254 0,0253 0,0244 Sapi Padi Sawah Jagung Cabe Rawit Mangga Budidaya Udang dan Kerapu Sawo Olahan Rumput Laut 0,0467 0,0460 0,0333 0,0319 0,0306 0,0304 0,0302 0,0291 0,0288 0,0284 Pisang 5 Dompu Jagung Budidaya Rumput Laut Jambu Mete Sapi Budidaya Ikan di Tambak (Udang Windu, Bandeng) Tenun Padi Sawah Pengolahan Jagung Bawang Merah Kopi 0,0342 0,0284 0,0284 0,0279 0,0272 0,0271 0,0268 0,0267 0,0265 0, Bima Garam Rakyat Jagung Bawang Merah Budidaya Ikan di Tambak Jambu Mete Sapi Budidaya Rumput Laut Tenun Pedagang Hasil Peternak Kuda 8

11 No Kab/ Kota KPJU (SKOR) (Bandeng) an 0,0290 0,0289 0,0278 0,0270 0,0269 0,0269 0,0259 0,0254 0,0245 0, Sumbawa Barat 8 Lombok Utara Sapi 9 Mataram Kerajinan Perhiasan (Mutiara, Emas, Perak) 10 Bima Padi Sawah Budidaya Rumput Laut Jagung Kelapa Kerbau Cabai Rawit Meubel Kayu Rotan Mangga 0,0409 0,0356 0,0311 0,0309 0,0300 0,0294 0,0291 0,0280 0,0268 0,0267 Kerajinan Wisata Penangkapan Rumah Angkutan Jagung Kelapa Sapi Hotel Anyaman Padi Sawah Pantai Ikan di Laut Makan Laut Bambu 0,0589 0,0470 0,0372 0,0370 0,0344 0,0331 0,0329 0,0311 0,0297 0,0286 Pedagang Perhiasan Hotel Bengkel Motor Kerajinan Kayu dan Cukli Pedagang Pakaian Minimarket Toko Kelontong/ Sembako Wisata Belanja 0,0671 0,0523 0,0399 0,0382 0,0378 0,0358 0,0298 0,0295 0,0282 0,0281 Padi Sawah Tenun Toko Kelontong Pedagang Hasil Pertanian Jagung Pengolahan Hasil Perikanan Rental Mobil Sapi Jambu Mete Hotel AKDP 0,0379 0,0319 0,0299 0,0287 0,0275 0,0266 0,0260 0,0255 0,0225 0,0234 9

12 F. KOMODITI UNGGULAN SEKTORAL PROVINSI KPJU unggulan tingkat provinsi terdiri dari KPJU unggulan per sektor ekonomi dan KPJU unggulan lintas sektor, Penetapan KPJU unggulan tersebut, sesuai dengan Metodologi yang telah dikemukakan merupakan agregasi dari KPJU unggulan per sektor dan lintas sektor tingkat kabupaten/kota tersebut yang ditetapkan dengan menggunakan metode Borda Berdasarkan hasil pemilihan KPJU ditingkat kabupaten/kota, selanjutkan dilakukan pemilihan komoditi unggulan sektoral di tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan menggunakan metode Borda. Selengkapnya KPJU dapat diperlihatkan untuk 5 (lima) komoditi unggulan secara umum disetiap sektor (Tabel 7). Tabel 7. Matrix KPJU Unggulan Provinsi Sektoral Tahun 2012 Rank Sektor-Subsektor Usaha / KPJU Skor Terbobot Rank Sektor-Subsektor Usaha/ KPJU Sayuran Skor Terbobot Padi dan Palawija 1 Padi Sawah 11, Cabe Rawit Jagung 9, Kacang Panjang 4, Kacang Tanah 2, Bawang Merah 3, Kacang Kedelai 2, Kangkung 2, Kacang Hijau 1, Tomat 2,3314 Buah-Buahan Perkebunan 1 Mangga 7, Jambu Mete 7, Pisang 5, Kelapa 6, Rambutan 2, Tembakau Virginia 2, Manggis 1, Kopi 2, Sawo 1, Tembakau Rakyat 0,9074 Peternakan Perikanan 1 Sapi 9, Budidaya Rumput Laut 6,6331 Penangkapan Ikan 2 Ayam Buras 3, di Laut ( Tongkol, 5,4148 Tuna, Cakalang) 3 Kambing 3, Budidaya Ikan di Tambak ( Bandeng, 4,2475 Udang Windu) 4 Kerbau 2, Budidaya Ikan di Kolam (Karper, Nila, 1,0597 Patin, Gurami) 5 Kuda 2, Budidaya Non Ikan di Laut 0,9976 Kehutanan Pertambangan 1 Lebah Madu 7, Batu Bangunan 5,

13 Rank Sektor-Subsektor Usaha / KPJU Skor Terbobot Rank Sektor-Subsektor Usaha/ KPJU Skor Terbobot 2 Jati 3, Kerikil/koral 5, Batu Kapur/ 3 Sengon Alam 3,3808 Gamping 2, Rotan 2, Sirtu 2, Bambu 2, Batu Apung 1,7205 Perindustrian Perdagangan 1 Tenun 2, Rumah Makan 3, Pedagang Hasil 2 Meubel Kayu 2,1490 Perikanan 2, Pengolahan Hasil Toko Kelontong/ 1, Perikanan Sembako 2, Gerabah 1, Hasil Perkebunan 2, Kerajinan Perhiasan Pedagang Hasil 1, (Mutiara, Emas,PeraK) Peternakan 2,1183 Pariwisata Jasa-Jasa 1 Wisata Pantai/Bahari 8, Bengkel Motor 4, Wisata Budaya 3, Jasa Keuangan/Simpan 3,6896 pinjam (Koperasi) 3 Wisata Alam 2, Penggilingan Padi 1, Hotel 1, Kost-Kostan 1, Biro Perjalanan Wisata 1, Penjahit 1,7176 Angkutan 1 AKDP 4, Travel 4, Angkutan Pedesaan 3, Cidomo 2, Pick Up 2,1854 G. KOMODITI UNGGULAN LINTAS SEKTORAL PROVINSI Berdasarkan hasil pemilihan KPJU sektoral tingkat provinsi, selanjutnya dilakukan pemilihan komoditi unggulan lintas sektoral di tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan menggunakan metode Borda serta memberikan bobot 1 untuk komoditi yang bernilai rendah dan 5 untuk komoditi yang bernilai tinggi. Hasil perhitungan tersebut kemudian diurutkan untuk memperoleh 10 komoditi unggulan lintas sektoral tingkat provinsi. Pada Tabel 8 diperlihatkan 10 KPJU lintas sektoral. 11

14 Tabel 8. KPJU Lintas Sektoral Tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2012 No Sektor/Subsektor KPJU Unggulan Skor-Terbobot 1 Padi Palawija Padi Sawah 1, Padi Palawija Jagung 1, Pariwisata Wisata Pantai/Bahari 0, Perikanan Budidaya Rumput Laut 0, Peternakan Sapi 0, Perindustrian Tenun 0, Perikanan Penangkapan Ikan di Laut (Tongkol, Tuna, Cakalang) 0, Perkebunan Jambu Mete 0, Buah-Buahan Mangga 0, Sayuran Cabe Rawit 0,4374 H. ANALISA PROSPEK DAN POTENSI Bagian ini menyajikan analisis prospek dan potensi dari 10 KPJU unggulan lintas sektor Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan melakukan pemetaan berdasarkan aspek Potensi dan Prospek dari KPJU tersebut untuk berkembang di Provinsi NTB. Hasil penilaian terhadap faktor-faktor Prospek dan Potensi saat ini dilakukan dengan menggunakan skala Prospek Kurang (1) sampai dengan Sangat Baik (5), dan skala penilaian Potensi dari yang terendah Kurang (1) sampai dengan Sangat Tinggi (5) dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kedudukan KPJU Unggulan Lintas Sektor Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2012 Berdasarkan Potensi dan Prospeknya Sektor/ KPJU Ungulan Rata-rata Skor Katagori Subsektor Lintas Sektor Prospek Potensi Prospek Potensi Padi Palawija Padi Sawah 4,17 3,67 Sangat Baik Tinggi Padi Palawija Jagung 3,83 3,33 Baik Tinggi Pariwisata Wisata Pantai/Bahari 3,33 4,00 Baik Tinggi Perikanan Budidaya Rumput Sangat 3,83 4,50 Baik Laut Tinggi Peternakan Sapi 3,50 3,50 Baik Tinggi Perindustrian Tenun 2,83 2,83 Cukup Sedang Penangkapan Ikan di Perikanan Laut ( Tongkol, Tuna, 2,83 4,00 Cukup Tinggi Cakalang) Perkebunan Jambu Mete 3,67 2,83 Baik Sedang Buah- Buahan Mangga 2,83 3,17 Cukup Tinggi Sayuran Cabe Rawit 2,33 3,17 Cukup Tinggi 12

15 Penilaian dari sisi prospek usaha mencakup faktor Kesesuaian dengan kebijakan Pemda, Prospek pasar, Minat Investor, Dukungan & Program Pembangunan Infra Strukutur Usaha, Resiko terhadap lingkungan, dan Tingkat persaingan. Sementara itu penilaian aspek potensi mencakup faktor jumlah unit usaha, kesesuaian dengan budaya dan keterampilan masyarakat, penguasaan masyarakat terhadap teknologi dan pengelolaan usaha, ketersediaan sumberdaya alam, insentif harga produk, dan daya serap pasar domestik. Hasil pemetaan berdasarkan penilaian ini disajikan pada Gambar 1. I. ANALISIS KWADRAN Peta kwadran I, II, III, dan IV mengikuti pola huruf S dimana KPJU pada kwadran I memiliki potensi dan prospek tinggi, pada kwadran II memiliki prospek tinggi namun kurang potensial, pada kwadran III memiliki potensi tinggi tapi kurang prospektif, dan pada kuadran IV memiliki potensi dan prospek rendah. Berdasarkan penilaian potensi dan prospek tersebut maka ke 10 KPJU unggulan lintas sektor tersebar di 4 kwadran. Pada kwadran I terdapat KPJU padi sawah dan budidaya rumput laut; Kwadran II terdapat pemeliharaan sapi, dan usahatani jagung, dan jambu mete; Kwadran III terdapat KPJU wisata pantai/bahari, penangkapan ikan di laut, usahatani cabe rawit, dan buah mangga; dan Kwadran IV terdapat industri kerajinan tenun. Peta Kwadran 10 KPJu Unggulan Lintas Sektor NTB Prospek Jambu Mete Tenun Padi Sawah Jagung Sapi Mangga Penangkapan Ikan di Laut Cabe Rawit Budidaya Rumput Laut Wisata Pantai/Bahari Potensi 1 Gambar 1. Peta Kwadran 10 KPJU Unggulan Lintas Sektor NTB 13

16 1. Budidaya Padi Sawah. KPJU ini muncul pada kuadran I karena bagi sebagian besar masyarakat (petani) NTB padi dianggap masih memiliki prospek sangat baik dengan potensi tinggi. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari intervensi pemerintah pusat dan derah yang menempatkan NTB sebagai salah satu daerah lumbung pangan nasional. Dengan demikian berbagai bantuan program dan subsidi tetap diberikan, sementara jaminan pasar dan harga dilakukan pemerintah melalui Bulog yang berperan sebagai stabilisator pasar beras. Untuk komoditas beras, pemerintah memiliki target ganda (twin target) dalam pengembangannya yaitu mencapai dan mempertahankan swasembada pada satu sisi dan menyediakannya dengan harga murah pada sisi lain. Keadaan ini membawa implikasi pemerintah selalu mengawasi dengan ketat pergerakan harga beras melalui ceiling price, dan bagi petani itu berarti beras bukanlah komoditas yang bisa diandalkan untuk meningkatkan kemakmuran terlebih bagi petani kecil yang memiliki lahan kurang dari 0,25 ha. Oleh karena itu dalam jangka panjang, jika ingin meningkatkan kemakmuran petani, maka Pemda harus berani keluar dari perangkap NTB sebagai salah satu lumbung pangan, dan memfasilitasi berkembangnya komoditas pertanian bernilai tinggi (high value agricultural products). Namun dalam jangka pendek, di tengah sempitnya lahan petani, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan produktivitas padi melalui penyediaan benih bermutu (beberapa hasil penelitian mahasiswa Fakultas Pertanian Unram menemukan banyak benih padi berlabel yang digunakan petani memiliki produktivitas rendah karena berbagai faktor), meningkatkan kualitas penerapan intensifikasi terutama melalui system organk karena diperkirakan akumulasi bahan anorganik dari pupuk kimia sudah sangat tinggi di dalam tanah, serta perluasan dan peningkatan sistim usaha tani padi secara terpadu. 2. Budidaya Jagung. KPJU ini berada di kuadran I yang memiliki prospek baik dan potensi tinggi. Hal ini didukung oleh pelaksanaan program unggulan provinsi PIJAR (Sapi, Jagung, dan Rumput Laut), yaitu dengan mengembangkan agribisnis jagung di NTB yang dalam lima tahun ( ) mentargetkan peningkatkan produktivitas dan profitabilitas, meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya sosial budaya yang ada, membentuk dan menerapkan sistem agribisnis jagung yang tepat, dan muaranya menjadikan NTB sebagai provinsi sentra produksi jagung di tanah air. Produksi jagung Nusa Tenggara Barat pada tahun 2011 sebesar ton lebih tinggi dari target produksi yang telah ditetapkan sebesar ton (Angka Sementara BPS Tahun 2011) atau sebesar 112,03 % dari target produksi tahun Namun demikian untuk bisa meningkatkan prospeknya menjadi lebih tinggi lagi maka pemerintah perlu memfasilitasi pembangunan industri pengolahan jagung baik sebagai bahan pangan maupun untuk pakan ternak sehingga dapat meningkatkan prospek pasar. Selain itu dukungan dan pembangunan infrastruktur termasuk teknologi tepat guna perlu diperbanyak untuk meningkatkan nilai tambah dan efisiensi produk. Dari berbagai diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion, FGD 1 14

17 dan 2) selama penelitian terungkap bahwa petani umumnya menjual hasil panen jagungnya ke pembeli dalam bentuk jagung tongkol sehingga tidak dapat menikmati nilai tambah dari proses pengolahan. 3. Wisata Pantai/Bahari Usaha wisata pantai berada pada kwadran I yang memiliki potensi tinggi dan prospek baik. Hal ini dipengaruhi oleh program Visit Lombok Sumbawa 2012 yang menyebabkan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara yang mencapai orang per tahun pada tahun 2011 atau naik 122,26 % dibanding jumlah kunjungan wisatawan tahun Untuk lebih meningkatkan prospeknya maka perhatian terhadap resiko lingkungan dan pembangunan infrastruktur harus ditingkatkan. Hasil FGD 1 dan 2 (terutama di Dompu dengan mengambil contoh Pantai LaKey) memunculkan diskusi mengenai pentingnya ke dua faktor ini bagi peningkatan prospek pariwisata bahari di berbagai kabupaten. 4. Budidaya Rumput laut KPJU ini terletak di kwadran I karena memiliki potensi sangat tinggi dan prospek baik. Untuk dapat meningkatkan prospeknya menjadi sangat baik maka pengurangan terhadap resiko lingkungan dan pembangunan infrastruktur yang mendukung pengembangan industri ini perlu ditingkatkan. Selain itu pengembangan minapolitan rumput laut perlu diperbanyak untuk lebih banyak lagi menarik investor. Pada tahun 2011 terdapat 11 kawasan minapolitan rumput laut (Pengantap, Gerupuk, Awang, Teluk Ekas, Serewe, Kertasari, Labuan Mapin, Terano, Kwangko, dan Waworada) dengan luas areal 8.483,19 Ha atau baru mencapai 99,22 persen dari luasan yang ditergetkan. Produksi yang dihasilkan sebanyak ,67 ton atau 82,95 persen dari target ton. Demikian pula dengan pembudidaya yang terlibat baru mencapai orang atau 99,15 persen dari target orang. Program minapolitan rumput laut sampai dengan tahun 2011 menyerap orang tenaga kerja atau 99,23 persen dari target yang diharapkan dan membentuk 693 wirausaha baru di bidang rumput laut atau 99,00 persen dari 700 wirausaha yang ditargetkan. Namun demikian, hasil FGD 1 dan 2 (Kabupaten Sumbawa) memunculkan diskusi bahwa petani rumput laut kesulitan mendapatkan modal untuk pengembangan usaha karena tidak memiliki agunan. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang tersedia hanya menyediakan plafond kredit maksimum Rp. 5 juta jika petani tidak memiliki agunan. Bagi sebagian besar petani rumput laut, jumlah tersebut tidak memadai mengingat tingginya permintaan pasar terhadap rumput laut. Oleh karena itu untuk menambah permodalan maka petani meminjam pada pedagang pengumpul dengan bunga tinggi disertai perjanjian untuk menjual panen rumput lautnya kepada pedagang tersebut. Dalam situasi demikian kehadiran pedagang pengumpul sangat dominan bagi pengembangan usaha rumput laut. Pada satu sisi ia merupakan sumber pendanaan bagi petani untuk mengembangkan usaha dan pada sisi lain memberikan jaminan pasar terhadap hasil panen petani rumput laut. 15

18 5. Budidaya Ternak Sapi. Usaha ini berada pada kwadran I dengan potensi tinggi dan prospek baik. Hal ini tidak lepas dari program pemerintah daerah (PIJAR) yang mencanangkan NTB sebagai Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS) pada tahun Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan peternak maka diberikan bantuan berupa sapi bibit sebanyak ekor, sapi pejantan 20 ekor, PSBP 20 ekor dan stimulan kandang kolektif sebanyak 40 unit. Telah pula dilakukan rehabilitasi kandang BIB seluas 12 m2, rehabilitasi kandang BPT HMT Serading seluas 12 m2 ; pembuatan mani beku sebanyak dosis; pemeliharaan sapi perah 17 ekor, sapi pejantan 10 ekor dan sapi berangus 24 ekor; pembudidayaan hijauan makanan ternak (HMT) seluas 9 hektar dan pembibitan HMT seluas 20 hektar; pembinaan terhadap 230 kelompok petani peternak dan pemberian bantuan 6 ekor ternak dan 500 ekor itik; dan pembibitan sapi bali 300 ekor Namun demikian untuk dapat meningkatkan prospek dan potensinya maka alternatif lain yang dapat dilakukan adalah dengan menyediakan bibit sapi yang dapat memberikan tambahan bobot badan tinggi per satuan waktu. Hasil FGD 1 dan 2 memunculkan diskusi bahwa sapi Bali dan Hissar (Sapi Sumbawa) hanya memberikan tambahan berat badan sangat sedikit atau setara Rp.1 juta per 4 bulan per ekor sementara jika mengusahakan bibit sapi impor dari Australia (jenis Simental atau Limousine) maka peningkatan bobot badan setara Rp. 1 juta per bulan per ekor. Dengan demikian, jika setiap keluarga peternak dapat memelihara 3 ekor maka potensi pendapatan yang diterima sekitar Rp. 3 juta per bulan. Selain itu dari FGD tersebut muncul diskusi agar pemerintah daerah memfasilitasi tumbuhnya industri peternakan terpadu sehingga industri tidak hanya menghasilkan daging tapi juga tumbuhnya industri pakan, dan pengolahan produk ternak lainnya seperti kulit. 6. Kerajinan Tenun Meskipun KPJU ini termasuk salah satu usaha unggulan lintas sektor namun ia berada pada kwadran IV karena hanya memiliki potensi sedang dan prospek cukup. Dari hasil FGD 1 dan 2 (terutama di Lombok Barat) terungkap banyaknya persoalan yang membuat industri tenun lokal hanya memiliki prospek cukup antara lain kecenderungan wisatawan lebih menyukai penggunaan produk casual seperti T-shirt dengan ciri khas daerah, dan masuknya produk kain tenun daerah lain yang bermotif lokal (masuknya tenun gedogan dari Jawa dengan motif khas Lombok). Hal ini sesungguhnya mengikuti pola normal dari industri tekstil pada umumnya. Selain karena perubahan preferensi konsumen, secara nasional industri tekstil dan produk tekstil telah melewati masa keemasannya dan sekarang sedang menghadapi penurunan karena tidak ada dukungan bahan baku, seperti hilangnya perkebunan dan industri kapas sehingga harus mengimpor bahan baku bahkan produk jadi dari luar daerah atau luar negeri. 16

19 7. Penangkapan ikan di laut KPJU ini berada pada kwadran III dengan potensi tinggi namun prospek cukup. Meskipun pemerintah telah menetapkan NTB dalam Koridor 5 sebagai Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional melalui subsektor peternakan dan perikanan pada Masterplan Percapatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), prospek penangkapan ikan di laut tidak terlalu baik. Dari hasil FGD 1 dan 2 terungkap faktor penghambat berkembangnya usaha ini adalah lemahnya sumberdaya manusia di perikanan tangkap. Bantuan kapal besar yang diberikan pemerintah tidak dapat dimanfaatkan maksimal oleh nelayan karena terbatasnya keterampilan dan pengalaman mengoperasikan sarana tersebut. Akibatnya untuk mengoperasiskannya harus mendatangkan tenaga dari Pulau Jawa yang sudah berpengalaman mengoperasikan kapal-kapal besar sebagai sarana penangkapan ikan di laut lepas. Oleh karena itu guna meningkatkan prospek usaha diperlukan peningkatan SDM perikanan sehingga usaha ini bisa memberikan kontribusi terhadap pendapatan nelayan, dan sekaligus perkembangan ekonomi daerah sesuai dengan target MP3EI tersebut. 8. Budidaya Jambu Mete KPJU ini berada pada kwadran II karena masih memiliki prospek baik dan potensi sedang. Dari hasil FGD 1 dan 2 (terutama di Dompu, dan Lombok Barat) terungkap bahwa salah satu faktor penting yang menyebabkan usaha ini hanya memiliki potensi sedang adalah kurangnya insentif harga yang dinikmati petani. Petani mete dalam menjual produknya ketika panen sangat tergantung pada sedikit pembeli yang merupakan jaringan pemasok perusahaan pengolah biji mete, sehingga pasar produk mete gelondongan lebih bersifat oligopsoni. Akibatnya para pembeli yang jumlahnya sedikit tersebut mengunakan kekuatan pasar (market power) yang dimiliki untuk menekan harga di tingkat petani. Oleh karena itu alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prospek dan potensi komoditas ini adalah dengan memfasilitasi tumbuhnya banyak wirausahan baru di usaha ini terutama di sektor pengolahannya. Jika industri pengolahan mete berkembang, maka permintaan terhadap mete gelondongan sebagai bahan baku industri semakin tinggi dan petani mete memiliki lebih banyak alternatif pembeli. Pada tahun 2009 Dinas Koperasi dan UMKM di Propinsi NTB berhasil menumbuhkan wirausahawan baru (WUB), tahun 2010 sebanyak WUB, dan tahun 2011 sebanyak WUB. Dalam periode tersebut WUB yang ditumbuhkan di sektor perdagangan umumnya berupa pedagang kelontong (sembako), namun tidak diperoleh informasi apakah ada WUB yang bergerak dalam perdagangan mete. Namun dari keterangan narasumber selama FGD 1 dan 2, para pembeli mete orangnya itu-itu juga. 9. Budidaya Mangga KPJU ini berada pada kwadran III karena walaupun memiliki potensi tinggi namun hanya memiliki prospek cukup. Potensi tinggi tersebut terlihat dari banyaknya 17

20 kabupaten yang menghasilkan Mangga (semua kabupaten/kota). Namun dari hasil FGD 1 dan 2 (terutama di Kabupaten Sumbawa sebagai penghasil mangga terbanyak di NTB yaitu 33,5 ribu tonper tahun) terungkap bahwa pasar tidak mampu menyerap produksi mangga ketika musim panen. Pasar lokal yang terbatas dan minimnya penguasaan jaringan pemasaran keluar propinsi menyebabkan harga mangga relatif murah ketika musim panen. Akibatnya transhipment buah mangga menuju berbagai daerah di Bali dan Jawa telah mendistorsi asal usul produk. Mangga Madu khas yang banyak dihasilkan daerah ini ketika telah dikirim ke Jawa dengan harga murah dan dipasarkan ke berbagai tempat kemudian berganti nama menjadi mangga Manalagi produksi salah sau kabupaten di Jawa. Akibatnya tidak ada lagi insentif untuk mengembangkan tanaman dan prospek KPJU ini untuk berkembang relatif terbatas. Oleh karena itu guna meningkatkan prospeknya maka perlu diupayakan penetrasi pasar baru dengan mempromosikan komoditas ini sebagai salah satu komoditas unggulan daerah. 10. Budidaya Cabe Rawit Munculnya komoditas ini sebagai salah satu dari 10 KPJU Unggulan daerah tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Tim Peneliti. Hal ini semacam karunia terpendam yang ditemukan dengan tidak sengaja (blessing in disguise). Komoditas ini berada pada kwadran III yang memiliki potensi tinggi namun prospek cukup. Dikatakan karunia terpendam karena propinsi NTB terutama Pulau Lombok dikenal dengan makanan khasnya ayam taliwang dengan pelecing kangkung yang sangat pedas sehingga menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan pencinta kuliner yang suka rasa pedas. Meskipun bukan padanan yang tepat dari hakikat Pulau Lombok sebagai Pulau Cabe, namun image ini sudah menjadi pengetahuan umum wisatawan sehingga mengapa tidak memanfaatkan image ini sebagai cara promosi murah namun sangat efektif. Sebagai salah satu KPJU unggulan, pemerintah perlu mendorong pembangunan industri pengolahannya sehingga menjamin stabilitas harga produk sehingga tidak merugikan petani saat musim panen. Industri pengolahan Cabe perlua dibangun terintegrasi untuk menghasilkan produk cabe bubuk atau saus cabe. Hal ini mengikuti kecenderungan global bahwa industri makanan juga berkembang menuju yang serba instan karena semakin berharganya waktu bagi para konsumen cabe. J. ANALISIS SIKLUS KPJU UNGGULAN LINTAS SEKTOR Merujuk kepada konsep Daur Hidup Produk (DHP) suatu industri, DHP dapat dikatagorikan (1) tahap introduksi, (2) tahap tumbuh, (3) tahap matang dan (4) tahap menurun. Berdasarkan konsep DHP, ke empat tahapan tersebut didasarkan kepada perkembangan volume penjualan produk tertentu oleh entitas suatu perusahaan/industri tertentu menurut periode waktu. Konsep tersebut tidak dapat sepenuhnya diterapkan untuk KPJU, oleh karena KPJU berbicara pada tingkat agregat yaitu kelompok industri atau jenis usaha tertentu. Selain itu salah satu faktor yang menentukan perubahan tahapan pada 18

21 DHP adalah faktor persaingan produk terhadap produk sejenis dari perusahaan/industri pesaing atau adanya produk substitusi. Atas dasar pertimbangan tersebut untuk KPJU digunakan istilah Daur Hidup Bisnis KPJU, yang dikatagorikan menjadi (1) tahap Mulai Berkembang, (2) Tahap Berkembang atau Belum Jenuh, (3) Tahap Mulai Jenuh dan (4) Tahap Sudah Jenuh. Merujuk kepada konsep/teori Siklus Bisnis, faktor yang mempengaruhi atau menentukan siklus bisnis bersifat kompleks mencakup faktor mikro dan makro ekonomi, termasuk faktor ekonomi global dan kebijakan pemerintah. Oleh karena kompleksitas tersebut, pengkatagorian siklus bisnis KPJU didekati melalui (1) pendekatan supply demand, dalam hal ini sejauh mana keseimbangan antara sisi produksi dan permintaan output suatu bisnis pada KPJU, serta (2) sejauh mana prospek bisnis KPJU dari sisi kebijakan pemerintah (termasuk dukungan infrastruktur), minat investor dan prospek pasar. Informasi ke-dua hal di atas diperoleh berdasarkan pendapat pemangku kepentingan sebagai nara sumber pada FGD yang dilaksanakan serta penilaian tim peneliti. 1) Usaha budidaya Padi Sawah. Hasil penilaian nara sumber menunjukkan bahwa nilai skor produksi padi lebih besar dari permintaanya. Hal ini berarti keberadaan NTB sebagai salah satu daerah surplus beras telah dikonfirmasi oleh para nara sumber dalam penilain tersebut. Usaha pertanian padi ini pun menurut para nara sumber masih memiliki prospek baik sehingga berdasarkan penilaian ini maka KPJU usaha budidaya padi berada pada kategori Berkembang. Ditinjau dari statistic produksi pertanian padi sawah (Provinsi NTB Dalam Angka, 2011) produksi padi pada tahun 2010 menurun dibandingkan tahun 2009 (- 2,0 persen), walaupun dari tahun terjadi kenaikan (6,20 persen) akan tetapi kenaikannya lebih rendah dibandingkan periode (10,4 persen), dan secara rata-rata selama periode terjadi kenaikan sebesar rata-rata 3,40 persen per tahun. Di lain pihak, apabila kenaikan penduduk (rata-rata 1,40 persen per tahun) dan kenaikan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Provinsi NTB (rata-rata 15,76 persen per tahun) berkontribusi terhadap konsumsi (permintaan) beras, maka secara kasar terjadi kenaikan permintaan terhadap beras. Berdasarkan kondisi ini, maka dapat diduga bahwa pada masa mendatang usaha budidaya tanaman padi sawah ini diduga akan terus tumbuh. Kondisi ini diperkuat oleh penilaian nara sumber bahwa usaha budidaya tanaman padi ini mempunyai prospek pasar baik karena dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk kebijakan harga dan infrastruktur dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan di Provinsi NTB. Surplus ini dapat digunakan sebagai cadangan pangan yang harus diserap pemerintah daerah dalam rangka stabilisasi harga dan menggunakannya untuk membantu keluarga miskin dalam rangka program Raskin atau mendistribusikannya ke daerah lain untuk menjamin ketersediaan beras secara nasional. 19

22 2) Usaha Budidaya Jagung Seperti halnya tanaman padi. hasil penilaian nara sumber menunjukkan bahwa nilai skor produksi jagung lebih besar dari permintaannya. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan program agribisnis jagung sebagai salah satu komponen komoditi unggulan yang ditetapkan pemerintah daerah melalui program PIJAR (pengembangan sapi, jagung dan rumput laut) telah dikonfirmasi oleh para nara sumber dalam penilain tersebut. Usaha pertanian jagung ini pun menurut pada nara sumber memiliki prospek baik sehingga berdasarkan penilaian ini maka KPJU usaha budidaya jagung berada pada katagori Berkembang. Data statistik menunjukkan bahwa walaupun pada periode terjadi penurunan produksi sebesar 19,4 persen, akan tetapi terjadi kecenderungan kenaikan produksi jagung pada periode , dengan kenaikan rata-rata per tahun 29,28 persen (Provinsi NTB Dalam Angka, 2011). Pada tingkat wilayah, konsumsi terhadap produksi jagung relatif terbatas, hasil produksi berupa jagung pipilan sebagian besar di ekspor ke luar daerah Provinsi dan digunakan sebagai bahan baku untuk industri pakan dan industri lain. Secara umum pada tingkat Nasional kebutuhan bahan baku terhadap jagung pipilan sebagai bahan industri pakan dan pangan adalah tinggi, dan bahkan untuk mencukupi kebutuhan industri Indonesia masih mengimpor jagung. Dalam hubungan ini Kebijakan Pemerintah Daerah mendukung usaha budidaya jagung ini (dengan skor mendekati Sangat Baik = 4,43). Walaupun demikian dari aspek Prospek Pasar dan Minat Investor untuk usaha budidaya jagung ini masih dinilai pada katagori Cukup (skor=3,1) oleh nara sumber. Dengan demikian walaupun dari sisi perbandingan antara aspek Produksi dan Permintaan usaha budidaya jagung ini menunjukkan tahap Sudah Jenuh, akan tetapi dengan memperhatikan aspek dukungan Kebijakan Pemerintah Daerah yang Sangat Baik, diiringi usaha untuk meningkatkan Pasar dan Minat Investor, pada masa mendatang usaha budidaya tanaman jagung ini diduga masih berada pada katagori Tahap Mulai Jenuh. 3) Wisata Pantai/Bahari. Hasil penilaian nara sumber menunjukkan bahwa nilai skor produksi untuk wisata pantai, seperti perhotelan dan lain-lain, dengan skor permintaan yang dalam hal ini ditunjukkan oleh kunjungan wisatawan adalah relatif seimbang. Tingkat hunian kamar hotel menurut para nara sumber relatif tinggi seperti ditunjukkan oleh selisih jumlah kamar dengan tingkat hunian relatif kecil (selisih 0,07 poin). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keseimbangan antara produksi dan permintaan. Sementara itu dari segi prospek, para nara sumber menilai usaha wisata pantai memiliki prospek baik. Berdasarkan statistik Provinsi NTB Dalam Angka tahun 2011, pada tahun 2010 jumlah Hotel Bintang di Provinsi NTB berjumlah 30 buah dengan jumlah kamar 2162 unit dan Hotel Melati berjumlah 532 unit dengan jumlah kamar 5199 unit. Dengan memperhatikan statistik jumlah wisatawan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, yaitu rata-rata 15,67 persen per tahun pada periode , serta perkembangan jumlah Biro dan Agen Perjalanan Wisata yang meningkat rata-rata 6,4 persen per tahun, maka 20

23 usaha Wisata Pantai/Bahari ini termasuk dalam kategori Berkembang. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari dukungan pemerintah melalui program Visit Lombok and Sumbawa Year 2012 yang lalu. Pencanangan program tersebut oleh Pemda propinsi sejak 2008 bagi para pelaku wisata merupakan pertanda komitmen pemerintah dalam mendukung berkembangnya pariwisata sebagai tindak lanjut dari disertakannya NTB dalam koridor 5 program MP3EI yaitu sebagai pintu gerbang pariwisata dan penghasil pangan nasional. Kesesuainnya dengan kebijakan Pemerintah Daerah, serta Minat Investor dan Prospek Pasar yang Sangat Baik ini menjadi alasan kuat untuk terus mengembangkan usaha ini. 4) Usaha Budidaya Rumput Laut Hasil penilaian nara sumber menunjukkan bahwa permintaan terhadap produk usaha budidaya rumput laut lebih besar dibandingkan dengan produksi, dengan selisih skor sebesar 0,42 poin namun memiliki prospek baik (skor 3,42). Berdasarkan penilaian ini maka usaha budidaya rumput laut dapat dikatagorikan masih pada tahap Mulai Berkembang). Data statistik menunjukkan bahwa pada periode terjadi kecenderungan kenaikan produksi rumput laut yang sangat tinggi, dengan kenaikan rata-rata per tahun 29,28 persen (Provinsi NTB Dalam Angka, 2011). Pada tingkat wilayah, konsumsi terhadap produksi rumput laut relatif terbatas karena belum ada industri pengolahan yang mengolah produk ini. Hasil produksi berupa rumput laut kering sebagian besar di ekspor atau dijual ke luar daerah Provinsi. Usaha budidaya rumput laut di Provinsi NTB yang sudah berkembang adalah di Kabupaten Lombok Tengah dan Sumbawa Barat. Berdasarkan penilaian nara sumber prospek usaha ini sangat baik dari sisi kesesuaiannya dengan kebijakan pemerintah (skor 4,42) dan dinilai mempunyai prospek pasar yang baik (skor (3,83), akan tetapi minat investor dinilai relative masih agak cukup (skor 2,83). Masih terbatasnya wilayah yang sudah mengusahakan budidaya rumput laut ini mengindikasikan adanya peluang untuk pengembangan ke daerah lain. Walaupun menurut para narasumber minat investor relative rendah, namun dengan mengadakan promosi yang terus menerus dan dukungan kebijakan yang konsisten maka usaha ini dapat ditingkatkan menuju fase berkembang. 5) Usaha Budidaya (Pembesaran) Sapi Potong. Hasil penilaian nara sumber menunjukkan bahwa nilai skor produksi usaha pemeliharaan sapi lebih besar dari permintaannya. Hal ini berarti keberadaan NTB sebagai salah satu daerah penghasil daging telah dikonfirmasi oleh para nara sumber dalam penilain tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan usaha pemeliharaan sapi dalam rangka mewujudkan NTB sebagai bumi sejuta sapi pada tahun 2013 sebagai salah satu komponen komoditi unggulan yang ditetapkan pemerintah daerah melalui program PIJAR (pengembangan sapi, jagung dan rumput laut) telah dikonfirmasi oleh para nara sumber dalam penilain tersebut. Usaha pemeliharaan sapi ini pun menurut pada nara sumber memiliki prospek baik sehingga berdasarkan penilaian ini maka KPJU usaha pemeliharaan 21

24 sapi berada pada katagori Berkembang. Pada tahun 2010 tercatat populasi sapi di Provinsi NTB sebanyak ekor yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota. Jumlah populasi ini cenderung meningkat yang dapat diduga dari perkembangan jumlah kelahiran ternak dengan inseminasi buatan, khususnya Sapi Bali. Pada periode terjadi kenaikan jumlah kelahiran rata-rata per tahun sebesar 16,32 persen (Provinsi NTB Dalam Angka, 2011). Dari sisi permintaan, untuk konsumsi lokal ditunjukkan oleh perkembangan banyaknya pemotongan ternak sapi yang pada periode cenderung meningkat rata-rata sebesar 9,71 persen per tahun. Permintaan terhadap sapi potong juga ditunjukkan oleh banyaknya ternak sapi yang dijual ke luar Provinsi NTB. Pada tahun 2010 tercatat sebanyak 5601 ekor yang dikirim ke Provinsi DKI, Kalsel, Kaltim, Kalteng, Sulsel dan Kalbar. Usaha budidaya (pembesaran) sapi ini mempunyai prospek pasar yang sangat baik, dan minat investor yang dapat dikatagorikan Cukup Baik. Berdasarkan uraian di atas, didukung dengan Kebijakan Pemda yang Sangat Baik, maka dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya (pembesaran) sapi potong ini berada pada Tahap Berkembang. 6) Industri Tenun Industri tenun di Provinsi NTB merupakan industri kerajinan rumah tangga yang secara tradisional sudah membudaya pada sebagian masyarakat NTB. Produknya berupa kain ikat dan kain yang ditenun secara manual. Produk kerajinan ini mempunyai pasar yang terbatas dan konsumennya antara lain adalah wisatawan. Menurut penilaian nara sumber kondisi produksi industri ini relatif lebih besar dibandingkan dengan permintaan, dengan selisih skor 0,42 poin. Namun demikian tidak seperti halnya dengan KPJU Unggulan sebelumnya, prospek pasar dan minat investor terhadap industria ini menurut penilaian nara sumber adalah kurang dari cukup (skor 2,40), demikian juga juga dengan kesesuaiannya dengan kebijakan pemerintah daerah yang masih dinilai cukup. Oleh karena itu secara keseluruhan prospek KPJU ini tergolong rendah. Berdasarkan kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa industri tenun ini sudah pada Tahap Mulai Jenuh. Jika over supplai tersebut tidak dapat dipasarkan keluar daerah karena berbagai faktor (kualitas, corak yang tidak sesuai selera konsumen, dll) maka usaha ini dapat menuju ke Tahap Sudah Jenuh. 7) Usaha Penangkapan Ikan di Laut. Data statistik menunjukkan bahwa produksi hasil penangkapan ikan di laut pada tahun 2010 adalah sebanyak ,4 ton dan pada periode menunjukkan peningkatan yaitu rata-rata 5,67 persen per tahun (Provinsi NTB Dalam Angka, 2011). Walaupun terjadi kenaikan produksi, hasil penilaian nara sumber menunjukkan bahwa permintaan terhadap produk usaha budidaya rumput laut lebih besar dibandingkan dengan produksi, dengan selisih skor sebesar 0,50 poin. Penangkapan ikan di laut di NTB dilaksanakan oleh nelayan tradisional dengan menggunakan sarana penangkapan yang masih terbatas. 22

Hasil analisis produk unggulan daerah kota Bima dilakukan berdasarkan 10 kriteria seperti pada tabel berikut ini:

Hasil analisis produk unggulan daerah kota Bima dilakukan berdasarkan 10 kriteria seperti pada tabel berikut ini: BAB IV PENETAPAN PRODUK UNGGULAN DAERAH (PUD) Hasil analisis produk unggulan daerah kota Bima dilakukan berdasarkan 10 kriteria seperti pada tabel berikut ini: NO KRITERIA KECIL SEDANG BESAR 1. Ketersediaan

Lebih terperinci

BOKS 2. A. Latar Belakang

BOKS 2. A. Latar Belakang BOKS 2 PENELITIAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA (KPJU) UNGGULAN DI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2011 A. Latar Belakang Mengingat besarnya kontribusi UMKM terhadap perekonomian baik nasional maupun daerah di

Lebih terperinci

Boks Penelitian Pengembangan Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kalimantan Tengah 1.

Boks Penelitian Pengembangan Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kalimantan Tengah 1. Boks Penelitian Pengembangan Komoditas/Produk/Jenis Usaha Unggulan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Kalimantan Tengah 1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara BOX 1

Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara BOX 1 BOX 1 LAPORAN HASIL PENELITIAN DASAR POTENSI EKONOMI DAERAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KOMODITI UNGGULAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 (BASELINE ECONOMIC SURVEY

Lebih terperinci

Kerangka Berfikir MENCARI KOMODITI UNGGULAN. Penciptaan Lapangan Kerja. Manajeman Usaha. Sosial Budaya. Teknologi. Ketersediaan

Kerangka Berfikir MENCARI KOMODITI UNGGULAN. Penciptaan Lapangan Kerja. Manajeman Usaha. Sosial Budaya. Teknologi. Ketersediaan SUPLEMEN 3 RESUME PENELITIAN DASAR POTENSI EKONOMI DAERAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) PROPINSI SUMATERA SELATAN Bank Indonesia Palembang bekerja

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA UNGGULAN UMKM KOTA PROBOLINGGO LAPORAN HASIL PENELITIAN KERJASAMA DAN

PENELITIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA UNGGULAN UMKM KOTA PROBOLINGGO LAPORAN HASIL PENELITIAN KERJASAMA DAN PENELITIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA UNGGULAN UMKM KOTA PROBOLINGGO LAPORAN HASIL PENELITIAN KERJASAMA ~ BANK INDONESIA DAN TIM PENELITI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI MALANG MALANG

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA UNGGULAN UMKM KABUPATE PASURUAN LAPORAN HASIL PENELITIAN KERJASAMA. 4lD BANK IND NESIA DAN

PENELITIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA UNGGULAN UMKM KABUPATE PASURUAN LAPORAN HASIL PENELITIAN KERJASAMA. 4lD BANK IND NESIA DAN PENELITIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA UNGGULAN UMKM KABUPATE PASURUAN LAPORAN HASIL PENELITIAN KERJASAMA 4lD BANK IND NESIA DAN TIM PENELITI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI MALANG PASURUAN

Lebih terperinci

DIIA IPRODUKlJ P GEMBANGA. _~ -"-l~ ~/ Herla sama \ 1Pf _.: Unlvershas Neuerl Malanu denuan Bank Indonesia ~~.1

DIIA IPRODUKlJ P GEMBANGA. _~ --l~ ~/ Herla sama \ 1Pf _.: Unlvershas Neuerl Malanu denuan Bank Indonesia ~~.1 P DIIA IPRODUKlJ IS P GEMBANGA A GGo A OTA AING 012 _~ -"-l~ ~/ Herla sama \ 1Pf _.: Unlvershas Neuerl Malanu denuan Bank Indonesia ~~.1 ~ PENELITIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS/PRODUK/JENIS USAHA UNGGULAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PENEllIIAN PENBEMBA A. KOMOOI IS ODUK/lENI UNGGUlAN UMKM KO 20. Kerj ama. c ~~' UnIVersitas Negerl Malang dengan Bank Indonesia ~

PENEllIIAN PENBEMBA A. KOMOOI IS ODUK/lENI UNGGUlAN UMKM KO 20. Kerj ama. c ~~' UnIVersitas Negerl Malang dengan Bank Indonesia ~ PENEllIIAN PENBEMBA A KOMOOI IS ODUK/lENI UNGGUlAN UMKM KO 20 Kerj ama c ~~' UnIVersitas Negerl Malang dengan Bank Indonesia ~ PENELITIAN PENGEMBANGAN KOMODITAS/PRODUKlJENIS USAHA UNGGULAN UMKM KOTA BATU

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i. DAFTAR TABEL... ii A. PENDAHULUAN... 1 B. METODE PENELITIAN... 2 C. PROFIL PROVINSI LAMPUNG... 5

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i. DAFTAR TABEL... ii A. PENDAHULUAN... 1 B. METODE PENELITIAN... 2 C. PROFIL PROVINSI LAMPUNG... 5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii A. PENDAHULUAN... 1 B. METODE PENELITIAN... 2 C. PROFIL PROVINSI LAMPUNG... 5 D. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UMKM... 6 E. PENGEMBANGAN UMKM... 9 F. PERANAN PERBANKAN

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan 5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) 5.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan Produk Unggulan Daerah (PUD) Lamandau ditentukan melalui

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

POTENSI EKONOMI DAERAH BAGI PEMBIAYAAN PERBANKAN DI KABUPATEN SIAK. Toti Indrawati dan Yusni Maulida Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK

POTENSI EKONOMI DAERAH BAGI PEMBIAYAAN PERBANKAN DI KABUPATEN SIAK. Toti Indrawati dan Yusni Maulida Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK POTENSI EKONOMI DAERAH BAGI PEMBIAYAAN PERBANKAN DI KABUPATEN SIAK Toti Indrawati dan Yusni Maulida Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Potensi Ekonomi Daerah Bagi Pembiayaan Perbankan Di Kabupaten

Lebih terperinci

Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Kota Tidore. Muhammad Jibril Tajibu. Abstrak

Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Kota Tidore. Muhammad Jibril Tajibu. Abstrak Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Kota Tidore Oleh Muhammad Jibril Tajibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Abstrak Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Berdasarkaan uraian sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Topografinya, Kabupaten Subang dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) zona/klasifikasi

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2013 DARI USAHA

Lebih terperinci

Bidang Tanaman Pangan

Bidang Tanaman Pangan Bidang Tanaman Pangan SASARAN Dinas Tan. Pangan, Horti. & Peternakan Kalimantan Tengah 1 Meningkatkan Jumlah Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; 2 Meningkatkan Jumlah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa membimbing dan memberkahi kita sekalian dalam melaksanakan tugas.

KATA PENGANTAR. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa membimbing dan memberkahi kita sekalian dalam melaksanakan tugas. KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rakhmat-nya sehingga pelaksanaan Penelitian Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Tahun

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/04/Th. XV, 2 April 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN MARET 2012 SEBESAR 97,86 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Maret 2012 sebesar 97,86 persen,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

1. PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. Tabel 1.1.1C

1. PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. Tabel 1.1.1C SUMBER DAYA ALAM PERTANIAN, KEHUTANAN, KELAUTAN, PERIKANAN, PETERNAKAN & PERKEBUNAN. SUB SEKTOR TANAMAN PANGAN Apa yang sudah dicapai selama ini lebih ditingkatkan, Pemerintah Kota Jayapura akan lebih

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Pembangunan nasional tahun 2015-2017 menekankan kepada penguatan sektor domestik yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia, yaitu ketahanan pangan

Lebih terperinci

PERTANIAN.

PERTANIAN. PERTANIAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM KEHIDUPAN Menyediakan kebutuhan pangan penduduk Menyerap tenaga kerja Pemasok bahan baku industri Sumber penghasil devisa SUBSEKTOR PERTANIAN Subsektor tanaman pangan

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 No. 33/07/31/Th.XVI, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI DKI JAKARTA TAHUN

Lebih terperinci

1. Rekomendasi Penetapan KPJU Unggulan dan Potensial

1. Rekomendasi Penetapan KPJU Unggulan dan Potensial i Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai data yang mendukung bahwa eksistensi UMKM cukup

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi luar negeri. Apalagi bila negara tersebut semakin terbuka, keterbukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/04/Th. XIV, 1 April 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 98,45 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P) tercatat sebesar 83,67 persen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH No. 05/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. DESEMBER 2014, NTP BALI TURUN SEBESAR 2,04 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali pada bulan Desember

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013

ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013 Kementerian PPN/ Bappenas ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013 DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/09 /Th. XIV, 5 September 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN AGUSTUS 2011 SEBESAR 99,44 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Agustus 2011 sebesar 99,44

Lebih terperinci

Magrobis Journal 41 EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2013 ABSTRAK BAB I. PENDAHULUAN

Magrobis Journal 41 EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2013 ABSTRAK BAB I. PENDAHULUAN Magrobis Journal 41 EVALUASI PEMBANGUNAN BIDANG PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2013 Oleh : Thamrin 1), Sabran 2) dan Ince Raden 3) ABSTRAK Kegiatan pembangunan bidang pertanian di Kabupaten

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16 KOMODITAS DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN MALUKU TENGAH Pembangunan ketahanan pangan dan pertanian di Indonesia merupakan focus dari arus utama pembangunan nasional. Secara perlahan diarahkan secara umum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Edisi 56 Januari 2015

Edisi 56 Januari 2015 Edisi 56 Januari 2015 Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Januari 2015 ISSN: 2087-930X Katalog BPS: 9199017 No. Publikasi: 03220.1501 Ukuran Buku: 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman: xvii+ 154 halaman Naskah:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Bagian I :

KATA PENGANTAR Bagian I : KATA PENGANTAR Segala Puji Syukur patut kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rakhmat-nya sehingga pelaksanaan Penelitian Baseline Economic Survey-KPJu Unggulan UMKM Provinsi

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : SUMBER DAYA ALAM : Pertanian, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, Peternakan, Perkebunan

Lebih terperinci

A. Realisasi Keuangan

A. Realisasi Keuangan BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2008 A. Realisasi Keuangan 1. Belanja Pendapatan Realisasi belanja pendapatan (Pendapatan Asli Daerah) Tahun 2008 Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka mencapai 100%

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/06/Th. XIV, 1 Juni 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 99,49 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Mei 2011 tercatat sebesar 99,49 persen,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER 2012 No. 68/11/35/Th.X, 1 November 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan Oktober 2012 Naik 0,33 persen. Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2010 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 97,63 PERSEN No. 04/01/Th. XIV, 3 Januari 2011 Pada bulan Desember 2010, NTP Provinsi Sulawesi Tengah masing-masing subsektor tercatat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2012 No. 63/10/35/Th.X, 1 Oktober 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan September 2012 Naik 0,38 persen. Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 No. 35/07/14/Th.XV, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI RIAU TAHUN 2013 DARI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN 7 IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : ANALISIS POTENSI EKONOMI DESA Waktu : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan (selama 100 menit). Tujuan : Membangun pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Selama sepuluh tahun terakhir, peranan sektor ini terhadap PDB menujukkan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JANUARI 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 97,55 PERSEN No. 04/02/Th. XIV, 1 Februari 2011 Pada bulan Januari 2011, NTP Provinsi Sulawesi Tengah masing-masing subsektor tercatat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN UMKM DI KABUPATEN NABIRE, PAPUA 1

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN UMKM DI KABUPATEN NABIRE, PAPUA 1 PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN UMKM DI KABUPATEN NABIRE, PAPUA 1 Etty Puji Lestari 2 Abstrak Peranan UMKM dalam perekonomian nasional sangat penting dan strategis. Hal ini didukung oleh beberapa data

Lebih terperinci