ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013"

Transkripsi

1 Kementerian PPN/ Bappenas ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013 DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 2014

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Capaian Pembangunan Pertanian Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup BAB II. PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH TANGGA PERTANIAN DAN PENGUASAAN LAHAN Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Pertanian Karakteristik Petani Perusahaan Pertanian dan Populasi Sapi dan Kerbau Penguasaan Lahan Keadaan Sosial Ekonomi dan Ketahanan Pangan BAB III. ANALISIS USAHA PERTANIAN Profil Usaha Pertanian Menurut Sub Sektor Struktur Ongkos BAB IV. KESIMPULAN LAMPIRAN-LAMPIRAN KONSEP DAN DEFINISI i

3 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Kontribusi Subsektor terhadap PDB Pertanian Tabel 1.2. Kinerja Produksi Pangan Strategis, Tabel 1.3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Strategis, Tahun Tabel 2.1. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Subsektor, 2003 dan Tabel 2.2. Jumlah Petani Menurut Subsektor dan Jenis Kelamin, Tabel 2.3. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Petani Utama Tahun Tabel 2.4. Jumlah Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum Menurut Subsektor, 2003 dan Tabel 3.1. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Padi dan Luas Tanamnya, Tabel 3.2. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Padi dan Luas Tanamnya, Tabel 3.3. Luas Tanam dan Rata-rata Luas Tanaman Per Rumaha Tangga Tanaman Padi Menurut Pulau,, Tabel 3.4. Jumlah dan Persentase Rumah Tangga Tanaman Padi Menurut Sistem Pemanenan Utama, Tabel 3.5. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Palawija dan Luas Tanamnya, Tabel 3.6. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Palawija Menurut Pulau dan Jenis Tanaman (000), Tabel 3.7. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Palawija Menurut Jenis Tanaman dan Sistem Pemanenan Terbesar, Tabel 3.8. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Hortikultura Menurut Jenis Tanaman, Tabel 3.9. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Hortikultura Menurut Jenis Tanaman, Tabel Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman, Tabel Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman, Tabel Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman, Tabel Jumlah Ternak yang Dipelihara Oleh Rumah Tangga Pertanian dan Ratarata Jumlah Ternak yang Dipelihara Menurut Jenis Ternak, ii

4 Tabel Tabel Tabel Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Perikanan Menurut JenisUsaha, Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Perikanan Menurut JenisUsaha, Jumlah Rumah Tangga, Populasi, dan Rata-rata Populasi per Rumah Tangga Budidaya Tanaman Kehutanan Menurut JenisTanaman Utama, iii

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, Gambar 1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Subsektor Pertanian Gambar 1.3. Distribusi Tenaga Kerja Menurut Sektor Ekonomi, Tahun Gambar 1.4. Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Pertanian Gambar 2.1. Jumlah Rumah Tangga Petani Gurem Menurut Pulau, 2003 dan Gambar 2.2. Persentase Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau Menurut Jenis Kelamin, Gambar 2.3. Jumlah Rumah Tangga Pertanian dan Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan di Indonesia, 2003 dan Gambar 2.4. Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumah Tangga Usaha Pertanian di Indonesia, 2003 dan Gambar 2.5. Rata-rata Luas Lahan Pertanian yang Dikuasai Rumah Tangga Usaha Pertanian di Indonesia (Hektar), 2003 dan Gambar 2.6. Luas Alih Fungsi Lahan selama Periode Juni 1998 s/d Juni 2003 Menurut Jenis Lahan (Hektar) Gambar 2.7. Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Keadaan Ekonomi Gambar 2.8. Keadaan Ekonomi Rumah Tangga Pertanian Dibandingkan dengan Keadaan Setahun yang Lalu Gambar 2.9. Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Kecukupan Pendapatan yang Diperoleh dari Penggunaan Lahan Pertanian untuk Memenuhi Kebutuhan Rumah Tangga Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Kekurangan Uang Cukup Besar yang Dialami Selama Setahun yang Lalu Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian yang Mengalami Kekurangan Uang Cukup Besar Selama Setahun yang Lalu Menurut Cara Mengatasi Kekurangan Uang yang Dialami Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Sumber Pembiayaan Terbesar Usaha Pertanian yang Dilakukan Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Terkait Kesulitan dalam Memperoleh Sarana Produksi (Grafik masih salah) Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Penyebab Kesulitan Memperolah Sarana Produksi Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Status Tempat Tinggal Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Jenis Atap Tempat Tinggal Terluas iv

6 Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Jenis Dinding Tempat Tinggal Terluas Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Sumber Air Minum Utama Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Sumber Penerangan Utama Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian yang ART-nya Pernah Sakit Selama Setahun yang Lalu Menurut Tempat Berobat Gambar 2.21.Persentase Rumah Tangga Padi Sawah Menurut Sarana Pengolah Lahan yang Digunakan Gambar Persentase Rumah Tangga Padi Ladang Menurut Sarana Pengolah Lahan yang Digunakan Gambar Persentase Rumah Tangga Jagung Menurut Sarana Pengolah Lahan yang Digunakan Gambar Persentase Rumah Tangga Kedelai Menurut Sarana Pengolah Lahan yang Digunakan Gambar 3.1. Persentase Rumah Tangga Pertanian Tanaman Padi Menurut Penggunaan Hasil Produksi, Gambar 3.2. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Tanaman Hortikultura Menurut Pulau (000), Gambar 3.3. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Tanaman Hortikultura Menurut Pulau (000), Gambar 3.4. Jumlah Rumah Tangga Usaha Peternakan Menurut Pulau (000), Gambar 3.5. Jumlah Rumah Tangga Usaha Perikanan Menurut Pulau (000), Gambar 3.6. Jumlah Rumah Tangga Budidaya Perikanan Menurut Jenisnya, 2003 dan Gambar 3.7. Rata-rata Luas Baku Budidaya Perikanan per Rumah Tangga, Gambar 3.8. Jumlah Rumah Tangga Penangkapan Ikan Menurut Jenisnya, 2003 dan Gambar 3.9. Persentase Jumlah Unit Penangkapan Ikan Menurut Jenis Kapal/Perahu, Gambar Persentase Jumlah Unit Penangkapan Ikan Menurut Jenis Alat Tangkap, Gambar Jumlah Rumah Tangga Usaha Kehutanan Menurut Pulau (000), Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Padi Sawah, Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Padi Ladang, Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Jagung, Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Kedelai, Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Kacang Tanah, v

7 Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Kacang Hijau, Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Ubi Kayu, Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Ubi Jala, 2011r Gambar Pengeluaran Untuk Usaha Tanaman Cabe Merah per1 Hektar, Gambar Pengeluaran Untuk Usaha Tanaman Mangga per1000 Pohon, Gambar Pengeluaran Untuk Usaha Tanaman Pisang per1000 Pohon, Gambar Pengeluaran Usaha Untuk Tanaman Rambuta per 100 Pohon, Gambar Persentase Pengeluaran Usaha Perkebunan Karet Per 100 Pohon, Gambar Persentase Pengeluaran Lainnya untuk Usaha Perkebunan Karet Per 100 Pohon, Gambar Persentase Pengeluaran Usaha Perkebunan Kelapa Per 100 Pohon, Gambar Persentase Pengeluaran Lainnya untuk Usaha Perkebunan Karet Per 100 Pohon, Gambar Persentase Pengeluaran Usaha Perkebunan Kopi Per 100 Pohon, Gambar Persentase Pengeluaran Lainnya Usaha Perkebunan Kopi Per 100 Pohon, Gambar Rata-rata Nilai Pengeluaran Usaha Peternakan Sapi, Kambing, dan ASyam Buras per 1000 Ekor, Gambar Pengeluaran Per 100 m2 Luas Panen Budiadya Ikan di Kolam Air Tawar/Sawah, Gambar Pengeluaran Per 100 m2 Luas Panen Budidaya Perikanan di Laut, Gambar Pengeluaran Per 100 m 2 Luas Panen Usaha Budidaya Ikan di Tambak Air Payau, Gambar Pengeluaran Per 100 m2 Luas Panen Budidaya Ikan di Perairan Umum di Indonesia Tahun vi

8 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Menurut Provinsi, 2003 dan Lampiran 2. Jumlah Rumah Tangga Petani Gurem Menurut Provinsi, 2003 dan Lampiran 3. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Pengguna Lahan Menurut Provinsi, Hasil ST2003 dan ST Lampiran 4. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Jenis Kegiatan Pertanian Lampiran 5. Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Provinsi dan Jenis Lahan, Hasil ST2003 dan ST2013 (Ha) Lampiran 6. Jumlah Sapi dan Kerbau Pada 1 Mei 2013 Menurut Jenis Kelamin (000) Lampiran 7. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Tanaman Pangan Menurut Provinsi dan Jenis Tanaman Lampiran 8. Luas Tanam Tanaman Pangan Menurut Provinsi dan Jenis Tanaman (hektar) Lampiran 9. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Tanaman Hortikultura Menurut Provinsi dan Jenis Tanaman Hortikultura Strategis Lampiran 10. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Perkebunan Menurut Provinsi dan Jenis Tanaman Strategis Lampiran 11. Luas Tanam Tanaman Perkebunan Menurut Provinsi dan Jenis Tanaman Strategis Lampiran 12. Jumlah Rumah Tangga Usaha Peternakan Menurut Provinsi dan Jenis Ternak Lampiran 13. Jumlah Populasi Ternak Yang Dipelihara oleh Rumah Tangga Usaha Peternakan Menurut Provinsi dan Jenis Ternak Lampiran 14. Jumlah Rumah Tangga Usaha Perikanan Menurut Provinsi dan Jenis Kegiatan Lampiran 15. Jumlah Rumah Tangga Usaha Kehutanan Menurut Provinsi dan Jenis Kegiatan Lampiran 16. Jumlah Rumah Tangga Usaha Budidaya Tanaman Kehutanan Menurut Provinsi dan Jenis Tanaman vii

9 8

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Sektor pertanian tidak saja sebagai penyedia pangan tetapi juga sumber penghidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Pertanian juga merupakan sumber pendapatan ekspor (devisa) negara serta pendorong dan penarik (backward and forward linkage) bagi tumbuhnya sektor-sektor ekonomi lainnya. Pembangunan pertanian yang dikelola dengan baik dan bijak akan dapat meningkatkan pertumbuhan dan sekaligus pemerataan ekonomi secara berkelanjutan, mengatasi kemiskinan dan pengangguran yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika pemerintah telah menetapkan pertanian sebagai prioritas utama pembangunan Indonesia dimasa mendatang. Pada tataran makro, kinerja sektor pertanian beberapa dasawarsa ini cukup baik. Kontribusi nilai tambah yang diciptakan sektor pertanian selama periode dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia secara rata-rata sebesar 14 persen. Besaran kontribusi ini adalah yang ketiga terbesar setelah sektor Industri Pengolahan (27%) dan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (15%). Dalam hal penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian masih merupakan sektor dengan pangsa penyerapan tenaga kerja terbesar. Pada tahun 2012, pangsa penyerapan sektor pertanian berkisar 35 persen dari total penduduk yang bekerja. Namun demikian kondisi tersebut juga menunjukan bahwa produktivitas tenaga di sektor pertanian masih cukup rendah. Oleh karena itu, Pemerintah perlu mengupayakan kegiatan ekonomi di luar kegiatan pertanian primer, hilirisasi melalui agroindustri di pedesaan yang diharapkan dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar dan hasilnya diharapkan masih tetap dapat dinikmati oleh rumahtangga yang bekerja di sekor pertanian. 9

11 Dari sisi neraca perdagangan sektor pertanian secara keseluruhan masih berada pada posisi surplus. Selama periode ekspor tumbuh sebesar 18,6 persen per tahun sementara laju pertumbuhan impor 16,8 persen per tahun dan neraca perdagangan tumbuh positif dengan laju 1,1 persen per tahun. Kontribusi surplus utamanya berasal dari sub sektor perkebunan; pada tahun 2012 tercatat sebesar US $ ,5 juta. Namun demikian subsektor lainnya neraca perdagangan masih defisit. Berdasarkan data tahun 2012, subsektor tanaman pangan defisit sebesar US $ 6.156,2 juta, sumber defisitnya terutama berasal komoditas kedelai, jagung dan beras; hortikultura defisit sebesar US $1.311 juta, penyumbang defisit berasal dari komoditas buah-buahan (durian dan jeruk) dan sayur-sayuran (bawang merah, bawang putih, kentang olahan dan wortel). Sub sektor peternakan juga mengalami defisit, dalam kurun waktu ekspor rata-rata hanya tumbuh sebesar 13.5 persen per tahun, sementara impor tumbuh sebesar 15,2 persen per tahun. Sumber defisit pada sub sektor peternakan utamanya berasal dari susu, ternak sapi dan daging sapi. Kinerja di sektor pertanian yang cukup baik, ternyata kurang sebanding dengan tingkat kesejahteraan petani dan buruh tani yang identik dengan kemiskinan. Hasil Susenas bulan September 2012 menunjukkan sebagian besar rumah tangga miskin adalah rumah tangga pertanian yaitu sebesar 48,8 persen. Hal ini terkait dengan pendapatan petani dan buruh tani yang rendah dibandingkan upah di sektor lainnya. Upah buruh tani perhari pada tahun 2012 sebesar Rp. 40,302, lebih rendah jika dibandingkan upah buruh bangunan yaitu sebesar Rp Selain rendah, upah buruh tani secara riil juga menurun, pada tahun 2012 upah riil buruh pertanian menurun sebesar 1,72 persen dibandingkan tahun Upaya meningkatkan pembangunan di sektor pertanian di Indonesia menghadapi tantangan antara lain : Pertama, lahan Pertanian yang luasnya relatif stagnan sementara jumlah penduduk semakin meningkat. Kedua, kurangnya ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian, seperti waduk dan irigasi. Ketiga, keterbatasan penggunaan teknologi dalam mengelola pertanian yang mengakibatkan produk pertanian Indonesia kurang bersaing di pasar global. Keempat, akses terhadap sumber modal cukup rendah, 10

12 sehingga produktivitas pertanian juga rendah. Kelima, mata rantai tata niaga pertanian yang panjang, sehingga petani tidak bisa menikmati harga yang lebih baik. Sebagai contoh rata-rata harga gabah pada tahun 2012 di tingkat petani sebesar Rp /kg, sedangkan di tingkat penggilingan sebesar Rp /kg, sementara di tingkat eceran lebih dari Rp /kg. Keenam, fluktuasi harga pada produk-produk pertanian menjadi kendala tersendiri seperti komoditi daging sapi, cabai, bawang merah, dan bawang putih yang akhir-akhir ini meningkat tajam karena kurangnya produksi atau permainan harga di tingkat distributor. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menstabilkan harga komoditi-komoditi utama yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari. Selain ke enam permasalahan pokok diatas, beberapa faktor lain dirasa cukup menjadi penghambat dalam pembangunan pertanian di Indonesia, diantaranya adalah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, banyaknya bencana alam seperti banjir dan kekeringan, pencemaran lingkungan, dan penangkapan ikan ilegal mempunyai peran yang sangat signifikan terhadap penurunan produktivitas pertanian. Selain faktor-faktor tersebut, faktor tenaga kerja juga sangat berperan pada rendahnya produktifitas. Tingkat pendidikan dan rendahnya kemampuan adopsi teknologi oleh petani, selama ini menjadi kendala untuk meningkatkan produktifitas di sektor pertanian. Rendahnya kualitas petani akan berakibat pada rendahnya tingkat kesejahteraan petani. Dimasa mendatang tantangan akan semakin berat lagi. Tingginya faktor resiko iklim, meningkatnya permintaan komoditas pertanian untuk energi (biofuel) serta semakin terbatasnya sumberdaya alam ditengarai dapat menjadi ancaman yang cukup serius bagi pembangunan sektor pertanian. Oleh karena itu, dalam kerangka membuat perencanaan pembangunan pertanian yang komprehensif dan berkelanjutan perlu didukung oleh ketersediaan data dan informasi yang memadai. Hasil Sensus Pertanian 2013 merupakan salah satu sumber data yang cukup akurat untuk dapat digunakan sebagi informasi mengenai perkembangan kondisi sosial ekonomi petani dan rumah tangga petani, penguasaan dan penggunaan lahan pertanian, dan kondisi usaha pertanian di Indonesia. 11

13 1.2. Capaian Pembangunan Pertanian a. Peran Sektor Pertanian dalam Pembentukan PDB Nilai tambah yang diciptakan sektor pertanian pada tahun 2004 berjumlah Rp. 217 triliun dan pada tahun 2012 meningkat menjadi Rp. 314 triliun. Sedangkan kontribusinya dalam penciptaan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional pada tahun 2004 sebesar 14,34 persen dan pada tahun 2012 sedikit mengalami peningkatan menjadi 14,44, atau secara rata-rata selama periode kontribusinya dalam pembentukan PDB Nasional hanya sekitar 14 persen dengan tren yang relatif tidak banyak mengalami perubahan, bahkan pada tiga tahun terakhir cenderung menurun. Kontribusi tertinggi terjadi pada tahun 2009 dan 2010 dan terendah terjadi pada tahun Relatif tidak berubahnya kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDB Nasional memberikan indikasi yang kuat bahwa produktivitas sektor pertanian masih lebih rendah bila dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Gambar 1.1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, Sumber: Badan Pusat Statistik 12

14 Bila ditinjau dari subsektor pembentuk PDB pertanian, hampir dari separuh nilai tambah yang dihasilkan sektor pertanian berasal dari subsektor Tanaman Bahan Makanan. Pada tahun 2004 kontribusinya mencapai 50,30, kemudian menurun menjadi 48,25 persen pada tahun Meskipun cenderung menurun, subsektor Tanaman Bahan Makanan masih tetap penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Pertanian. Subsektor Perkebunan mempunyai pola yang sama dengan subsektor Tanaman Bahan makanan, kontribusinya dalam pembentukan PDB Pertanian juga cenderung menurun. Jika pada tahun 2004 kontribusinya masih sebesar 15,08 persen pada tahun 2012 turun menjadi 13,42 persen. Begitu juga halnya dengan subsektor kehutanan, kontribusinya dalam pembentukan PDB pertanian juga semakin kecil. Sebaliknya, subsektor perikanan menunjukkan kinerja yang cukup bagus. Kontribusinya dalam pembentukan PDB pertanian mempunyai tren yang terus meningkat. Pada tahun 2004 kontribusinya sebesar 16,11 persen meningkat menjadi 21,45 persen pada tahun Tabel 1.1. Kontribusi Subsektor terhadap PDB Pertanian Lapangan Usaha a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan 50,30 49,79 49,48 48,92 48,81 48,90 48,95 48,56 48,25 15,08 15,50 14,63 15,07 14,79 12,99 13,81 14,08 13,42 c. Peternakan 12,35 12,14 11,79 11,32 11,62 12,24 12,11 11,85 12,27 d. Kehutanan 6,16 6,20 6,94 6,67 5,63 5,26 4,90 4,74 4,61 e. Perikanan 16,11 16,38 17,16 18,03 19,15 20,60 20,23 20,77 21,45 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik 13

15 b. Laju Pertumbuhan dan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Strategis Laju pertumbuhan sektor pertanian secara agregat selama tahun cenderung stagnan pada kisaran 3-5 persen. Bila dikaitkan dengan target pemerintah yang menetapkan target pertumbuhan sektor pertanian selama periode rata-rata tumbuh sebesar 3.7 persen, target tersebut sepertinya agak sulit tercapai mengingat selama capaiannya hanya sebesar 3,45 persen. Belum optimalnya capaian pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian merupakan tantangan cukup serius bagi pemerintah mengingat sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis dalam perekonomian nasional. Gambar 1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Subsektor Pertanian Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : Rata-rata Pertumbuhan PDB Pertanian sebesar 3,50 persen. Tabama : 3,24 persen Perkebunan : 3,29 persen Peternakan : 3,55 persen Kehutanan : 0,15 persen Perikanan : 5,83 persen 14

16 Jika dilihat pertumbuhan subsektornya, hanya subsektor perikanan yang pertumbuhannya cukup bagus, selama periode rata-rata pertumbuhannya mencapai 5,83 persen. Subsektor lainnya yang pertumbuhannya cukup tinggi dan diatas pertumbuhan pertanian adalah subsektor peternakan, pada periode yang sama rata-rata pertumbuhannya mencapai 3,55 persen. Sedangkan subsektor Tanaman Bahan Makanan, Perkebunan dan Kehutanan rata-rata pertumbuhannya masih dibawah pertumbuhan sektor Pertanian. Secara rata-rata, ketiga subsektor tersebut masing-masing tumbuh sebesar 3,24 persen; 3,29 persen dan 0,15 persen. Kinerja subsektor Tanaman Bahan Makanan yang belum optimal dan mengingat sub-sektor ini paling besar sumbangannya dalam sektor pertanian membuat secara agregat laju pertumbuhan sektor pertanian menjadi melambat. Tabel 1.2. Kinerja Produksi Pangan Strategis, Jenis Produk Rata-Rata Realisasi 2010 Realisasi 2011 Realisasi 2012 Rata-Rata Padi 3,22 3,22-1,07 5,00 2,38 Jagung 10,02 3,96-3,73 9,83 3,35 Kedelai 20,05-6,92-6,15 0,04-4,34 Gula 12,55-4,74-1,14 7,62 0,58 Daging Sapi 7,30 6,79 11,40 3,96 7,38 PDB Pertanian 3,7 3,01 3,37 3,97 3,45 Sumber : Badan Pusat Statistik Pengamatan terhadap perkembangan produksi pada beberapa komoditas pangan strategis secara umum kondisinya cukup baik dan menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Namun demikian jika dikaitkan dengan target pemerintah, kecuali produksi daging sapi target tersebut belum tercapai. Untuk Komoditas padi, pemerintah menargetkan selama periode rata-rata produksinya tumbuh sebesar 3,22 persen, sementara itu realisasinya sepanjang tahun secara ratarata hanya tumbuh sebesar 2,38 persen. Capaian produksi jagung juga masih dibawah target yang direncanakan pemerintah, target pemerintah rata-rata 15

17 tumbuh sebesar 10,02 persen namun realisasinya hanya tumbuh sebesar 3,55 persen. Demikian juga halnya dengan komoditas kedelai dan gula, capaian produksinya masih jauh dari harapan pemerintah. Tabel 1.3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Strategis, Tahun Pangan Strategis Beras Luas Panen (Ribu Ha) Produktivitas (Ku/Ha) 45,36 45,74 46,20 47,05 48,94 Produksi (Ribu Ton GKG) Jagung Luas Panen (Ribu Ha) Produktivitas (Ku/Ha) 33,44 34,54 34,70 36,60 40,78 Produksi (Ribu Ton Pipil Kering) Kedelai Luas Panen (Ribu Ha) Produktivitas (Ku/Ha) 12,80 13,01 12,88 12,91 13,13 Produksi (Ton Biji Kering) Gula Luas Panen (Ribu Ha) Produktivitas (Ku/Ha) 59,50 58,72 51,76 58,84 61,72 Produksi (Ribu Ton Hablur) Sumber : Badan Pusat Statistik c. Daya Serap Tenaga Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja Meskipun kontribusinya cenderung menurun dalam pembentukan PDB Nasional, namun sektor pertanian tetap merupakan sektor penyangga dalam penyerapan tenaga kerja nasional. Pada tahun 2012 sebanyak 39,7 juta orang bekerja pada sektor pertanian atau 35,09 persen dari jumlah orang yang bekerja secara nasional. Sektor ekonomi lainnya yang juga 16

18 banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Jasa-jasa dan Industri Pengolahan. Pada tahun 2012, ketiga sektor tersebut mampu menyerap tenaga kerja masing-masing sebesar 20,90 persen; 15,43 persen; dan 13,87 persen. Sebaliknya, sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang paling kecil daya serap tenaga kerjanya, pada tahun 2012 tercatat hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak sebesar 1,44 persen dari keseluruhan orang yang bekerja secara nasional. Gambar 1.3. Distribusi Tenaga Kerja Menurut Sektor Ekonomi, Tahun 2012 Sumber : Badan Pusat Statistik Masih tingginya daya serap tenaga kerja di sektor pertanian pada satu sisi memberikan manfaat yang besar dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan nasional sekaligus menjadi katup pengaman dalam mengatasi masalah pengangguran di Indonesia, namun pada sisi yang lain dengan kontribusi dalam PDB yang hanya mencapai 14 persen dan terdapat kecenderungan terus menurun menyebabkan produktivitas tenaga kerja pertanian menjadi rendah. Berdasarkan informasi yang terdapat pada Gambar 1.3 terlihat bahwa produktivitas tenaga kerja sektor pertanian masih jauh dibawah rata-rata sektor ekonomi lainnya dan 17

19 perkembangannya sepanjang tahun tidak banyak mengalami perubahan yang cukup berarti. Pada tahun 2004 produktivitas tenaga kerja sektor pertanian hanya sebesar 6,09 juta rupiah, sementara rata-rata seluruh sektor sudah mencapai 17,67 juta rupiah. Pada tahun 2012 terjadi sedikit peningkatan, namun produktivitas tenaga kerja sektor pertanian masih jauh lebih rendah dibandingkankan rata-rata sektor ekonomi lainnya. Produktivitas sektor Pertanian pada tahun 2012 sebesar 8,42 juta rupiah dan rata-rata seluruh sektor mencapai 23,63 juta rupiah. Gambar 1.4. Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Pertanian Sumber : Badan Pusat Statistik 1.3. Maksud dan Tujuan Secara umum maksud dan tujuan dari studi ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi pada bidang Pangan dan Pertanian yang bersumber dari hasil Sensus Pertanian 2013 serta keterbandingannya dengan hasil Sensus Pertanian Data dan informasi yang diperoleh dari kedua sensus tersebut diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan penyusunan RPJMN bidang Pangan dan Pertanian. Secara lebih rinci maksud dan tujuan dari studi ini adalah: 18

20 1. Menganalisis perkembangan jumlah rumahtangga pertanian 2. Menganalisis karakteristik petani dan rumah tangga pertanian. 3. Menganalisis perkembangan luas lahan pertanian. 4. Menganalisis kondisi sosial ekonomi rumahtangga pertanian 5. Menganalisa usaha pertanian, khususnya terkait struktur ongkos; serta 6. Merumuskan berbagai temuan penting dari data hasil Sensus Pertanian 2013 sebagai bahan penyusunan RPJMN bidang pangan dan pertanian Ruang Lingkup Lingkup studi ini akan menganalisa perkembangan bidang pangan dan pertanian secara deskriptif berdasarkan data yang diperoleh dari hasil Sensus Pertanian 2013 dan Data dan informasi dari Sensus Pertanian 2013 sebatas pada data hasil pendataan lengkap rumahtangga pertanian. Data dan informasi terkait dengan kondisi sosial ekonomi rumahtangga pertanian jika tidak memungkinkan menggunakan hasil Sensus Pertanian (belum selesai diolah) akan menggunakan data hasil Sensus Pertanian 2003 dan survei-survei rutin yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik. 19

21 20

22 BAB II PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH TANGGA PERTANIAN DAN PENGUASAAN LAHAN 2.1. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Pertanian a. Rumah Tangga Petani menurut Subsektor Jumlah rumah tangga usaha Pertanian di Indonesia yang dihasilkan oleh Sensus Pertanian tahun 2013 sebesar 26,14 juta rumah tangga, menurun sebesar 5,10 juta rumah tangga atau 16,32 persen dibandingkan hasil Sensus Pertanian tahun 2003 dengan jumlah rumah tangga pertanian sebesar 31,23 juta. Dengan penurunan tersebut, maka terjadi rata-rata penurunan jumlah rumah tangga usaha Pertanian sebesar 1,77 persen per tahun. Tabel 2.1. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Subsektor, 2003 dan Rumah Tangga Usaha Pertanian Subsektor Perubahan ST2003 (000) ST2013 (000) Absolut (000) % SEKTOR PERTANIAN , , ,72-16,32 SUBSEKTOR: 1. Tanaman Pangan , ,16-979,89-5,24 Padi , ,86-58,49-0,41 Palawija , , ,69-21,18 2. Hortikultura , , ,48-37,40 3. Perkebunan , , ,97-9,61 4. Peternakan , , ,62-30,26 5. Perikanan 2.489, ,25-514,43-20,66 Budidaya Ikan 985, ,60 202,19 20,52 Penangkapan Ikan 1.569,05 864,51-704,54-44,90 6. Kehutanan 6.827, ,96-44,98-0,66 7. Jasa Pertanian 1.846, ,31-767,83-41,59 Sumber: Sensus Pertanian 2003 dan

23 Sensus Pertanian 2013 mencakup tujuh subsektor pada Sektor Pertanian, dan tiga diantaranya paling banyak menopang Sektor Pertanian karena paling banyak diusahakan oleh rumah tangga Pertanian. Ketiga subsektor tersebut adalah Subsektor Tanaman Pangan (17,73 juta), Peternakan (12,97 juta), dan Perkebunan (12,77 juta). Dibandingkan hasil Sensus Pertanian 2003, seluruh subsektor mengalami penurunan jumlah rumah tangga pertanian yang mengusahakan. Subsektor Perikanan kegiatan Penangkapan ikan paling banyak mengalami penurunan yaitu sebesar 44,90 persen, disusul Hortikultura sebesar 37,40 persen dan Peternakan (30,26 persen). Sedangkan Subsektor Tanaman Pangan yang mengusahakan padi dan Subsektor Kehutanan mengalami penurunan kurang dari 1 persen. Sementara itu subsektor yang mengalami peningkatan hanya perikanan untuk kegiatan budidaya ikan yang meningkat lebih dari 20 persen berbanding terbalik dengan kegiatan penangkapan ikan yang menurun hampir 45 persen (Tabel 2.1). b. Rumah Tangga Petani Gurem Besarnya jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia, tidak sebanding dengan tingkat usahanya. Hal ini terlihat dari penguasaan lahan pertanian oleh petani di Indonesia yang relatif kecil atau identik dengan petani gurem yang didefinisikan sebagai rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan yang menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar. Pada tahun 2013, jumlah rumah tangga petani gurem di Indonesia mencapai 14,25 juta atau 55,33 persen dari jumlah rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan. Namun demikian, jumlah petani gurem pada tahun 2013 mengalami penurunan sebanyak 4,77 juta rumah tangga atau turun sebesar 25,07 persen dibandingkan tahun 2003 (19,02 juta). Komposisi rumah tangga petani gurem terbanyak berada dipulau Jawa yaitu sebesar 10,18 juta rumah tangga atau sekitar 71 persen dari total rumah tangga petani gurem (Gambar 2.1). 22

24 Gambar 2.1. Jumlah Rumah Tangga Petani Gurem Menurut Pulau, 2003 dan 2013 Sumber: Sensus Pertanian 2003 dan 2013 Sebagian besar provinsi di Indonesia mengalami penurunan jumlah petani gurem selama periode , kecuali 7 provinsi yang meningkat yaitu Aceh, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Provinsi Banten dan Jawa Barat merupakan provinsi yang mengalami penurunan jumlah rumah tangga petani gurem diatas 30 persen. Sementara provinsi Papua mengalami peningkatan jumlah rumah tangga petani gurem terbesar yaitu 79,87 persen. 23

25 2.2. Karakteristik Petani a. Jenis Kelamin Petani Petani di Indonesia didominasi oleh laki-laki, dimana lebih dari 75 persen petani di Indonesia berjenis kelamin laki-laki seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2. Dominasi petani laki-laki di Sektor Pertanian terjadi di semua subsektor Pertanian, dengan persentase terbesar pada Subsektor Perikanan kegiatan penangkapan ikan yang mencapai 93,72 persen. Sedangkan persentase petani laki-laki terkecil pada Subsektor Peternakan dengan persentase sebesar 75, 18 persen. Tabel 2.2. Jumlah Petani Menurut Subsektor dan Jenis Kelamin, 2013 Subsektor Laki-laki Perempuan Jumlah Absolut (000) % Absolut (000) % Absolut (000) % SEKTOR PERTANIAN ,16 76, ,18 23, ,34 100,00 SUBSEKTOR: 1. Tanaman Pangan ,46 78, ,68 21, ,14 100,00 2. Hortikultura 9.342,56 78, ,43 21, ,99 100,00 3. Perkebunan ,89 83, ,58 16, ,47 100,00 4. Peternakan ,28 75, ,01 24, ,29 100,00 5. Perikanan Budidaya Ikan 1.141,13 88,54 147,74 11, ,87 100,00 Penangkapan Ikan 869,02 93,72 58,23 6,28 927,25 100,00 6. Kehutanan 6.221,03 85, ,00 14, ,03 100,00 Sumber: Sensus Pertanian 2013 b. Umur Petani Lebih dari 50 persen rumah tangga pertanian di Indonesia dengan petani utama berada pada kelompok usia tahun, namun demikian masih ada lebih dari 30 persen yang berusia tua yaitu diatas 54 tahun. Sedangkan persentase rumah tangga dengan petani utama berumur kurang dari 35 tahun hanya 12,87 persen saja. Jika dibedakan menurut jenis kelamin, komposisi petani perempuan berusia tua (diatas 54 tahun) hampir 24

26 50 persen, sedangkan pada petani utama laki-laki komposisinya hampir sama dengan total petani utama yaitu 30 persen (Tabel 2.3). Tabel 2.3. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Petani Utama Tahun 2013 Kelompok Umur Petani Utama (000) Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (%) (000) Persentase (%) (000) Persentase (%) < 15 2,84 0,01 0,46 0,02 3,30 0, ,91 0,90 21,03 0,70 229,94 0, ,89 12,71 189,75 6, ,64 11, ,80 27,57 506,30 16, ,10 26, ,57 28,20 800,97 26, ,54 28, ,90 19,19 789,00 26, ,90 20, ,05 11,41 691,99 23, ,04 12,75 Jumlah ,97 0, ,50 0, ,47 Persentase 88,52 11,48 100,00 Sumber: Sensus Pertanian Perusahaan Pertanian dan Populasi Sapi dan Kerbau a. Perusahaan Pertanian Selain jumlah rumah tangga usaha pertanian, Sensus Pertanian 2013 juga mengumpulkan data mengenai jumlah perusahaan pertanian yang berbadan hukum. Pada tahun 2013 tercatat sebanyak perusahaan pertanian yang berbadan hukum. Sebagian besar perusahaan tersebut bergerak di Subsektor Perkebunan yaitu sebesar perusahaan atau 53,20 persen. Dibandingkan tahun 2003, jumlah perusahaan pertanian yang berbadan hukum mengalami peningkatan sebesar 155 unit atau 3,87 persen. Secara absolut perusahaan pada Subsektor Perkebunan meningkat paling pesat dibandingkan subsektor lainnya, yang secara absolut bertambah sebesar 354 perusahaan atau 19,01 persen. Subsektor Peternakan juga meningkat pesat karena tumbuh lebih dari 30 persen. Sementara itu, perusahaan pertanian yang paling banyak turun adalah subsektor perikanan kegiatan budidaya ikan dan hortikultura (Tabel 2.4). 25

27 Tabel 2.4. Jumlah Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum Menurut Subsektor, 2003 dan 2013 Perusahaan Pertanian Berbadan Hukum (Perusahaan) Subsektor Perubahan ST2003 ST2013 Absolut (000) Persentase (%) SEKTOR PERTANIAN ,87 SUBSEKTOR: 1. Tanaman Pangan ,03 Padi ,70 Palawija ,11 2. Hortikultura ,78 3. Perkebunan ,01 4. Peternakan ,89 5. Perikanan ,94 Budidaya Ikan ,35 Penangkapan Ikan ,91 6. Kehutanan ,14 Sumber: Sensus Pertanian 2003 dan 2013 b. Populasi Sapi dan Kerbau Populasi sapi dan kerbau di Indonesia pada tanggal 1 Mei 2013 sebanyak 14,24 juta ekor, yang terdiri dari 12,69 juta ekor sapi potong, 444,22 ribu ekor sapi perah, dan 1,11 juta ekor kerbau. Kurang lebih dua pertiga jumlah sapi potong adalah betina, sedangkan sapi perah betina lebih dari 8o persen. Sementara itu populasi kerbau betina juga dua pertiga dari populasi kerbau. Provinsi-provinsi dengan populasi sapi potong terbesar adalah Provinsi Jawa Timur (3,59 juta ekor), disusul Jawa Tengah (1,50 juta ekor), dan Sulawesi Selatan (0,98 juta ekor). Untuk sapi perah, lebih dari 90 persen berada di pulau Jawa, dengan provinsi terbesar adalah Jawa Timur (222,91 ribu ekor), Jawa Barat (103,83 ribu ekor), dan Jawa tengah (103,79 ribu ekor). Sedangkan provinsi Nusa Tenggara Timur, Aceh, dan Jawa Barat merupakan 3 provinsi terbesar terdapat populasi kerbau, masing-masing sebesar 133,12 ribu ekor, 111,95 ribu ekor, dan 108,30 ribu ekor. 26

28 Gambar 2.2. Persentase Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau Menurut Jenis Kelamin, 2013 Sumber: Sensus Pertanian Penguasaan Lahan a. Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan Hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa dari sebanyak 26,14 juta rumah tangga Pertanian di Indonesia, 25,75 juta diantaranya di antaranya adalah rumah tangga yang mengusahakan pertanian dengan menggunakan lahan atau disebut dengan petani pengguna lahan. Selama kurun waktu 10 tahun jumlah rumah tangga pertanian pengguna lahan tersebut mengalami penurunan sebanyak 4,67 juta rumah tangga atau sebesar 15,35 persen. 27

29 Gambar 2.3. Jumlah Rumah Tangga Pertanian dan Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan di Indonesia, 2003 dan 2013 Sumber: Sensus Pertanian 2003 dan 2013 Pada tahun 2013, penguasaan lahan baik lahan pertanian maupun bukan pertanian (rumah, halaman, dan pekarangan rumah) oleh rumah tangga pertanian pengguna lahan rata-rata sebesar 0,89 hektar. Dibandingkan tahun 2003, rata-rata penguasaan lahan tersebut mengalami peningkatan lebih dari 2 kali lipat, dimana pada tahun 2003 rata-rata luas lahan yang dikuasai tercatat sebesar 0,41 hektar. Peningkatan rata-rata luas lahan yang dikuasai terutama berasal dari peningkatan penguasaan lahan pertanian dari 0,35 hektar pada tahun 2003 menjadi 0,86 hektar pada tahun 2013 (Gambar 2.4). Untuk sebaran provinsi, Kalimantan Tengah mempunyai rata-rata penguasaan lahan pertanian terbesar yaitu 3,02 hektar, sedangkan DKI Jakarta mempunyai rata-rata penguasaan lahan pertanian terkecil yaitu sebesar 0,15 hektar (Lampiran 3). 28

30 Gambar 2.4. Rata-rata Luas Lahan yang Dikuasai Rumah Tangga Usaha Pertanian di Indonesia, 2003 dan 2013 Sumber: Sensus Pertanian 2003 dan 2013 Pada lahan pertanian dibagi menjadi dua jenis yaitu lahan sawah dan lahan bukan sawah. Pada tahun 2013, penguasaan lahan oleh rumah tangga pertanian rata-rata sebesar 0,86 hektar atau meningkat dibandingkan tahun 2003 yaitu sebesar 0,35 hektar. Sementara untuk lahan bukan sawah, ratarata penguasaan oleh rumah tangga pertanian pengguna lahan sebesar 0,20 hektar atau meningkat dibandingkan tahun 2003 yaitu sebesar 0,10 hektar (Gambar 2.5). 29

31 Gambar 2.5. Rata-rata Luas Lahan Pertanian yang Dikuasai Rumah Tangga Usaha Pertanian di Indonesia (Hektar), 2003 dan 2013 Sumber: Sensus Pertanian 2003 dan 2013 Rata-rata penguasaan lahan sawah di pulau Jawa sebagai lumbung padi nasional hanya dibawah 0,30 hektar, namun angka ini meningkat dibandingkan tahun 2003 yang hanya dibawah 0,10 hektar. Rata-rata penguasaan lahan sawah terbesar adalah di Kalimantan, dengan Kalimantan Selatan mempunyai angka terbesar yaitu 0,43 hektar. Sementara untuk angka terkecil adalah Kepulauan Riau dengan rata-rata penguasaan luas sawah sebesar 0,01 hektar. Untuk lahan pertanian bukan sawah, provinsi-provinsi di Kalimantan memunyai rata-rata paling luas yaitu diatas 2 hektar kecuali Kalimantan Selatan yang hanya 0,83 hektar. Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai rata-rata luas terbesar yaitu 2,77 hektar, sedangkan DKI Jakarta terkecil dengan 0,10 hektar (Lampiran 5). 30

32 b. Konversi lahan yang dikuasai rumah tangga pertanian Selama periode Juni Juni 2003 menunjukkan bahwa konversi lahan pertanian, baik lahan sawah maupun lahan bukan sawah, yang dikuasai rumah tangga pertanian pengguna lahan ke penggunaan pertanian cukup pesat (Gambar 2.12). Selama periode ini, konversi lahan sawah menjadi lahan bukan pertanian mencapai 12,69 ribu hektar, sementara konversi lahan pertanian bukan sawah menjadi lahan bukan pertanian mencapai 29,88 ribu hektar. Gambar 2.6. Luas Alih Fungsi Lahan selama Periode Juni 1998 s/d Juni 2003 Menurut Jenis Lahan (Hektar) Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian Keadaan Sosial Ekonomi dan Ketahanan Pangan a. Keadaan Sosial Ekonomi Rumah Tangga Pertanian Hasil Sensus Pertanian 2003 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga pertanian menyatakan bahwa keadaan ekonomi rumah tangganya relatif sedang yaitu sekitar 68,42 persen. Sementara persentase rumah tangga pertanian yang menyatakan ekonominya relatif baik sebesar 31

33 18,49 persen lebih tinggi dibandingkan yang menyatakan ekonominya relatif buruk yaitu sebesar 13,09 persen selama tahun 2004 (Gambar 2.7). Gambar 2.7. Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Keadaan Ekonomi Buruk 13,09% Baik 18,49% Sedang 68,42% Baik Sedang Buruk Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) Jika keadaan ekonomi rumah tangga pertanian pada tahun 2004 dibandingkan dengan keadaan ekonomi tahun 2003, maka lebih dari 50 persen responden menyatakan bahwa kondisi ekonomi rumah tangga mereka sama saja. Namun yang menyatakan menurun (22 persen) lebih tinggi dibandingkan yang menyatakan meningkat (20 persen) 32

34 Gambar 2.8. Keadaan Ekonomi Rumah Tangga Pertanian Dibandingkan dengan Keadaan Setahun yang Lalu Menurun 22,12% Meningkat 19,859% Meningkat Sama saja 58,021% Sama saja Menurun Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) b. Pendapatan Rumah Tangga Pertanian yang Diperoleh dari Penggunaan Lahan Pertanian Hasil ST2003 menunjukkan bahwa setengah dari jumlah rumah tangga pertanian menyatakan bahwa pendapatan yang diperoleh dari penggunaan lahan pertanian yang dikuasai oleh rumah tangga relatif mencukupi (cukup atau lebih dari cukup) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sementara setengah lainnya berpendapat kurang dan kurang sekali (Gambar 2.9). 33

35 Gambar 2.9. Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Kecukupan Pendapatan yang Diperoleh dari Penggunaan Lahan Pertanian untuk Memenuhi Kebutuhan Rumah Tangga. 3,30% 7,83% 39,57% 49,31% Lebih dari cukup Cukup Kurang Kurang sekali Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) c. Kesulitan Keuangan yang Dialami Rumah Tangga Pertanian Selama Setahun yang Lalu Rumah tangga pertanian secara umum tidak mengalami kekurangan uang, terlihat dari pendapatnya pada Sensus Pertanian 2003 yang menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen menyatakan tidak mengalami kekurangan uang yang cukup besar selama setahun yang lalu, sedangkan sisanya menyatakan mengalami kekurangan uang (Gambar 2.10). 34

36 Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Kekurangan Uang Cukup Besar yang Dialami Selama Setahun yang Lalu Mengalami Kekurangan Uang 29,37% Tidak Mengalami Kekurangan Uang 70,63% Mengalami Kekurangan Uang Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) Sebagian besar rumah pertanian yang menyatakan mengalami kekurangan uang pada Tabel 2.10 diatas, mengatasinya dengan meminjam yaitu lebih dari 60 persen. Sementara persentase terbesar kedua mengatasinya dengan cara lainnya (selain meminjam, mengambil tabungan, menggadaikan/menjual barang, dan menjual/menggadaikan tanah) yaitu sebesar 19,02 persen (Gambar 2.11). 35

37 Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian yang Mengalami Kekurangan Uang Cukup Besar Selama Setahun yang Lalu Menurut Cara Mengatasi Kekurangan Uang yang Dialami Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) d. Sumber Pembiayaan Usaha Pertanian yang Dilakukan Rumah Tangga Pertanian Lebih dari 85 persen rumah tangga pertanian menyatakan bahwa sebagian besar modal untuk usaha pertanian berasal dari modal sendiri (Gambar 2.12). Hanya sebagian kecil yang sumber pembiayaannya sebagian besar berasal dari kredit bank atau non bank, dan dari pihak lainnya. 36

38 Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Sumber Pembiayaan Terbesar Usaha Pertanian yang Dilakukan Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) e. Kendala Usaha yang Dialami Rumah Tangga Pertanian Data yang disajikan pada Gambar 2.13 menunjukkan bahwa pada tahun 2004 masih banyak rumah tangga pertanian yang mengalami kendala atau kesulitan terkait akses terhadap sarana produksi. Proporsinya mencapai 25,29 persen dari total rumah tangga pertanian. 37

39 Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Terkait Kesulitan dalam Memperoleh Sarana Produksi (Grafik masih salah) Mengalami kesulitan 25,29% 74,71% Mengalami kesulitan Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) Bila dirinci menurut penyebabnya, kendala atau kesulitan yang dialami oleh rumah tangga pertanian paling banyak disebabkan oleh harga yang mahal (59,49 persen) dan lokasi yang terpencil (17,39 persen) seperti yang ditunjukkan pada Gambar

40 Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Penyebab Kesulitan Memperolah Sarana Produksi Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) f. Kondisi Tempat Tinggal dan Kesehatan Secara umum, hampir semua status tempat tinggal rumah tangga pertanian di Indonesia pada tahun 2004 adalah milik sendiri, hanya sekitar 6 persen saja rumah tangga pertanian yang tempat tinggalnya bukan milik sendiri (Gambar 2.15). 39

41 Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Status Tempat Tinggal Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) Kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian dapat dilihat dari kondisi tempat tinggalnya yang meliputi atap dan dinding rumah. Hasil SPP 2004 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah petani menggunakan genteng (62 persen). Namun demikian masih ada sekitar 4,92 persen rumah tangga pertanian yang atap tempat tinggalnya sebagian besar masih menggunakan menggunakan ijuk atau rumbia (Gambar 2.16). 40

42 Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Jenis Atap Tempat Tinggal Terluas Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) Dari dinding tempat tinggal terluas, data yang disajikan pada Gambar 2.17 menunjukkan bahwa masih banyak rumah tangga pertanian yang jenis dinding tempat tinggalnya terbuat dari kayu (34,9 persen) dan bambu (13,19 persen). Namun 50 persen rumah tangga pertanian dinding tempat tinggalnya sebagian besar sudah menggunakan tembok. 41

43 Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Jenis Dinding Tempat Tinggal Terluas Bambu 13,19% Lainnya 2,33% Tembok 49,58% Kayu 34,90% Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) Akses terhadap air bersih dapat dilihat dari sumber air minum yang digunakan oleh rumah tangga pertanian. Sebagian besar rumah tangga pertanian menggunakan sumur sebagai sumber air minum (55 persen) seperti yang disajikan pada Gambar Namun demikian, masih ada rumah tangga pertanian yang belum mendapat akses air bersih karena 28 persen masih menggunakan mata air, air sungai, air hujan, dan sumber lainnya untuk mendapatkan air bersih. 42

44 Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Sumber Air Minum Utama Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) Sementara itu untuk akses terhadap listrik, hasil SPP 2004 menunjukkan bahwa sebagain besar tempat tinggal rumah tangga pertanian telah dialiri listrik (82,05 persen), baik listrik PLN maupun non-pln. Namun demikian masih ada sekitar 20 persen rumah tangga pertanian yang belum menikmati listrik (Gambar 2.19). 43

45 Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian Menurut Sumber Penerangan Utama 3,732% 12,806% 4,112% 1,412% 77,937% Listrik PLN Listrik non-pln Petromak/aladin Pelita/sentil Lainnya Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) Pelayanan bagi anggota rumah tangga pertanian yang mengalami sakit sebagian besar dilayani oleh rumah sakit/puskesmas/poliklinik yaitu lebih dari 50 persen (Gambar 2.20). Sementara itu lebih dari 30 persen rumah tangga pertanian berobat ke dokter maupun petugas kesehatan. Hanya sekitar 3 persen saja yang berobat secara tradisional. 44

46 Gambar Persentase Rumah Tangga Pertanian yang ART-nya Pernah Sakit Selama Setahun yang Lalu Menurut Tempat Berobat Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) g. Pengolahan lahan pertanian oleh rumah tangga pertanian tanaman pangan Dalam pengolahan lahan pertanian, beberapa sarana produksi banyak digunakan oleh rumah tangga pertanian khususnya oleh petani tanaman pangan baik menggunakan mesin, tenaga manusia, atau tenaga hewan. Secara umum penggunaan tenaga mesin lebih menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dalam pengelolaan lahan pertanian dibandingkan dengan menggunakan tenaga manusia maupun tenaga hewan. Padi Sawah Pada rumah tangga usaha pertanian tanaman padi sawah, sebagian besar petani (61,28 persen) mengolah lahan dengan menggunakan traktor roda 2 (hand tractor). Penggunaan tenaga manusia maupun tenaga hewan untuk pengolahan lahan ternyata masih cukup tinggi, yaitu lebih dari 30 persen. Sedangkan penggunaan traktor yang menggunakan roda empat hanya ada 5 persen saja (Gambar 2.21). 45

47 Gambar Persentase Rumah Tangga Padi Sawah Menurut Sarana Pengolah Lahan yang Digunakan 13,23 5,11 20,39 61,28 Traktor roda empat/lebih Traktor roda dua Tenaga manusia Tenaga hewan Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) Padi ladang Pengolahan lahan untuk usaha pertanian tanaman padi ladang sebagian besar masih menggunakan tenaga manusia (67,62 persen) dan tenaga hewan (9,22 persen). Hanya ada 20 persen lebih yang menggunakan mesin traktor (Gambar 2.22). 46

48 Gambar Persentase Rumah Tangga Padi Ladang Menurut Sarana Pengolah Lahan yang Digunakan 9,22 6,47 16,69 67,62 Traktor roda empat/lebih Traktor roda dua Tenaga manusia Tenaga hewan Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) Jagung Pengolahan lahan untuk tanaman jagung juga masih sangat sederhana, karena hampir 70 persen menggunakan tenaga manusia dan 17 persen yang menggunakan tenaga hewan. Hanya kurang dari 15 persen yang menggunakan mesin traktor (Gambar 2.23). 47

49 Gambar Persentase Rumah Tangga Jagung Menurut Sarana Pengolah Lahan yang Digunakan 3,44 17,02 11,13 68,4 Traktor roda empat/lebih Traktor roda dua Tenaga manusia Tenaga hewan Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) Kedelai Pada usaha pertanian tanaman kedelai, penggunaan tenaga manusia pada pengolahan lahan masih sangat dominan. Tercatat lebih dari 80 persen yang menggunakan tenaga manusia. Sedangkan penggunaan mesin traktor hanya sebesar kurang dari 15 persen saja (Gambar 2.24). 48

50 Gambar Persentase Rumah Tangga Kedelai Menurut Sarana Pengolah Lahan yang Digunakan 3,36 1,19 13,06 82,39 Traktor roda empat/lebih Traktor roda dua Tenaga manusia Tenaga hewan Sumber: Survei Pendapatan Rumah Tangga Pertanian 2004 (SPP2004) 49

51 50

52 BAB III ANALISIS USAHA PERTANIAN 3.1. Profil Usaha Pertanian Menurut Sub Sektor a. Subsektor Tanaman Pangan Sektor tanaman pangan adalah salah subsektor yang paling banyak menopang sektor pertanian di Indonesia. Secara persentase, hasil Sensus Pertanian 2013 mencatat sebesar 56,76 persen rumah tangga pertanian di Indonesia mengusahakan tanaman pangan yang meliputi tanaman padi dan palawija. Tanaman padi meliputi padi sawah dan palawija, sementara tanaman palawija terdiri meliputi jagung, kedelai, kacang tanah, dan lainlain. Tanaman Padi Tanaman padi sebagai bahan untuk makanan pokok Indonesia sangat banyak diusahakan oleh rumah tangga pertanian di Indonesia. Lebih dari 50 persen rumah tangga pertanian di Indonesia mengusahakan tanaman padi khususnya padi sawah pada tahun Hanya sekitar 5 persen saja rumah tangga pertanian yang menanam padi ladang (Tabel 3.1). Tabel 3.1. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Padi dan Luas Tanamnya, 2013 Subsektor Jumlah Rumah Tangga (000) Persentase terhadap Rumah Tangga Pertanian (%) Luas Tanam (hektar) Rata- rata Luas Tanam (hektar) Rumah Tangga Pertanian ,5 Tanaman Padi ,9 54, ,9 0,67 a. Padi Sawah ,4 49, ,8 0,67 b. Padi Ladang 1.506,2 5, ,0 0,51 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Pada tahun 2013 luas tanam padi di Indonesia tercatat sebesar 9,5 juta hektar, dimana 8,5 juta hektar atau lebih dari 92 persen diantaranya adalah padi sawah, sementara padi ladang hanya mempunyai luas tanam 51

53 kurang dari 800 ribu hektar. Rata-rata luas tanaman padi sawah per rumah tangga tercatat sebesar 0,67 hektar atau lebih besar dibandingkan padi ladang yang hanya 0,51 hektar (Tabel 3.1). Pada saat ini, Jawa masih sebagai sebagai lumbung pangan nasional yang ditunjukkan oleh angka sebaran provinsi baik dari segi jumlah rumah tangga yang mengusahakan maupun luas tanamnya. Lebih dari 60 persen rumah tangga pertanian tanaman padi sawah berada di pulau Jawa, dengan Jawa Tengah tertinggi, disusul Jawa Timur, dan Jawa Barat. Provinsi di luar pulau Jawa yang banyak rumah tangga yang menanam padi sawah adalah Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan (Lampiran 7). Untuk tanaman padi ladang, jumlah rumah tangga yang mengusahakan cenderung lebih merata. Selain di pulau Jawa, wilayah lain cukup banyak menanam adalah Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, dan Kalimantan (Tabel 3.2). Provinsi Jawa Timur tertinggi jumlah rumah tangga yang mengusahakan, disusul Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur. Tabel 3.2. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Padi dan Luas Tanamnya, 2013 Pulau Tanaman Padi Padi Sawah Padi Ladang Jumlah (Ribu) Persentase (%) Jumlah (Ribu) Persentase (%) Jumlah (Ribu) Persentase (%) Sumatera 2.576,3 18, ,4 18,49 203,8 13,53 Jawa 8.698,0 61, ,8 63,41 671,2 44,56 Bali dan Nusra 960,6 6,79 782,2 6,05 207,4 13,77 Kalimantan 944,4 6,68 669,8 5,18 336,0 22,31 Sulawesi 917,9 6,49 862,9 6,67 64,3 4,27 Maluku dan Papua 50,7 0,36 27,3 0,21 23,5 1,56 Indonesia ,9 100, ,4 100, ,2 100,00 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Pada tahun 2013 luas tanam tanaman padi sawah mencapai 8,7 juta hektar, dimana 4,8 juta hektar atau lebih dari 50 persennya berada di pulau Jawa (Tabel 3.3). Jawa Timur merupakan provinsi dengan luas tanam terbesar yaitu sebesar 1,55 juta hektar atau 17,84 persen, disusul Jawa Barat 52

54 (1,50 juta hektar atau 17,26 persen), dan Jawa Tengah (1,38 juta hektar atau 15,85 persen). Sementara itu untuk luas tanam padi ladang, hasil Sensus Pertanian 2013 tercatat sebesar 762,0 ribu hektar, dimana distribusi lokasinya tersebar antar pulau. Wilayah yang banyak ditanam tanaman padi ladang adalah pulau Sumatera, Jawa, Bali & Nusa Tenggara, dan Kalimantan. Provinsi Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan luas tanam padi ladang terbesar, yaitu 171,3 ribu hektar, atau 22,5 persen dari luas tanam padi ladang di seluruh Indonesia. Provinsi lain yang mempunyai luas lahan padi ladang yang besar adalah Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur. Tabel luas tanam tanaman padi sawah dan padi ladang antar provinsi disajikan pada Lampiran 8. Tabel 3.3. Luas Tanam dan Rata-rata Luas Tanaman Per Rumaha Tangga Tanaman Padi Menurut Pulau, 2013 Padi Sawah Padi Ladang Pulau Luas Tanam (hektar) Persentase (%) Rata-rata Luas Tanam (hektar) Luas Tanam (hektar) Persentase (%) Rata-rata Luas Tanam (hektar) Sumatera ,9 19,85 0, ,8 16,84 0,32 Jawa ,8 55,15 0, ,3 21,11 0,22 Bali dan Nusra ,4 5,75 0, ,4 12,55 0,38 Kalimantan ,5 6,06 0, ,4 42,32 0,77 Sulawesi ,2 12,53 1, ,5 5,70 0,55 Maluku dan Papua ,8 0,66 2, ,6 1,48 0,36 Indonesia ,7 100,00 0, ,0 100,00 0,40 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Hasil produksi tanaman padi pada dasarnya tidak semuanya akan dijual oleh petani, karena sebagian akan disimpan untuk keperluan persediaan beras rumah tangga petani selama waktu tidak panen. Namun demikian masih banyak petani yang tidak menjual seluruhnya hasil panen 53

55 padinya. Pada tanaman padi sawah sebanyak 37 persen dan padi ladang sebanyak 21 persen rumah tangga pertanian yang tidak menjual hasil panen padinya. Hal ini menunjukkan bahwa cukup banyak rumah tangga pertanian tanaman padi sawah maupun ladang yang berskala kecil karena tidak ada penjualan hasil panen. Sementara itu hanya ada 8 persen rumah tangga yang menjual seluruhnya untuk tanaman padi sawah, sedangkan untuk tanaman padi ladang cukup banyak yaitu sebesar 47 persen. Gambar 3.1. Persentase Rumah Tangga Pertanian Tanaman Padi Menurut Penggunaan Hasil Produksi, 2013 Sumber: Sensus Pertanian

56 Hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga pertanian tanaman padi di Indonesia memanen sendiri sebagian besar hasil tanamannya. Untuk tanaman padi sawah sebanyak 94,2 persen rumah tangga pertanian yang sebagian besar hasil tanamannya dipanen sendiri, sedangkan untuk tanaman padi ladang hampir 100 persen. Hanya sebagian kecil saja yang masih menggunakan sistem ditebaskan dan diijonkan (Tabel 3.4). Tabel 3.4. Jumlah dan Persentase Rumah Tangga Tanaman Padi Menurut Sistem Pemanenan Utama, 2013 Padi Sawah Jenis Tanaman Sistem Pemanenan Utama Dipanen Sendiri Ditebaskan Diijonkan Jumlah Jumlah (000) ,8 701,1 33, ,1 Persentase (%) 94,2 5,6 0,3 100,0 Padi Ladang Jumlah (000) 1.470,3 8,3 2, ,5 Persentase (%) 99,2 0,6 0,2 100,0 Sumber: Sensus Pertanian 2013 b. Subsektor Tanaman Palawija Subsektor tanaman palawija merupakan salah satu subsektor yang berpengaruh terhadap konsumsi penduduk di Indonesia karena komoditas palawija sebagai makanan pendukung selain beras, bahkan di beberapa daerah merupakan makanan pokok. Selain itu, beberapa komoditas palawija juga menjadi bahan baku industri seperti pakan ternak (bahan baku jagung) dan industri tapioka (bahan baku ubi kayu). Tanaman palawija meliputi jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, dan lainnya (shorgum/cantel, ganyong, irut, gembili, talas, dll.). Hasi Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa 33 persen rumah tangga usaha pertanian di Indonesia mengusahakan tanaman palawija atau sebanyak 8,6 juta rumah tangga. Tanaman jagung paling banyak diusahakan 55

57 oleh rumah tangga pertanian yaitu sebanyak 5 juta rumah tangga, atau 19 persen dari rumah tangga pertanian. Selain jagung, tanaman yang banyak diusahakan adalah ubi kayu oleh 2,9 juta rumah tangga pertanian atau 11 persen dari seluruh rumah tangga pertanian (Tabel 3.5). Pada tahun 2013 tercatat sebesar 3,7 hektar lahan pertanian di Indonesia ditanami tanaman palawija. Tanaman jagung paling besar jumlah luas tanamnya yaitu sebesar 2,2 juta hektar. Sedangkan tanaman kedelai hanya seluas 186 ribu hektar. Sayangnya usaha tanaman palawija yang diusahakan rumah tangga dalam skala kecil. Rata-rata luas tanam yang diusahakan per rumah tangga masih sangat kecil yaitu kurang dari 0,5 hektar (Tabel 3.5) Tabel 3.5. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Palawija dan Luas Tanamnya, 2013 Subsektor Jumlah Rumah Tangga (000) Persentase terhadap Rumah Tangga Pertanian (%) Luas Tanam (hektar) Rata- rata Luas Tanam (hektar) Rumah Tangga Pertanian ,5 Palawija 8.624,2 33, ,5 0,43 a. Jagung 5.057,8 19, ,6 0,43 b. Kedelai 671,8 2, ,7 0,28 c. Kacang Tanah 1.337,4 5, ,8 0,23 d. Kacang Hijau 645,8 2, ,1 0,26 e. Ubi Kayu 2.895,8 11, ,8 0,24 f. Ubi Jalar 866,8 3, ,4 0,13 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Untuk sebaran provinsi, sebagian besar rumah tangga pertanian yang mengusahakan tanaman palawija sebagian besar berada di pulau Jawa, yaitu sebanyak 5,3 juta rumah tangga atau lebih dari 60 persen. Untuk semua jenis tanaman pulau Jawa mempunyai jumlah terbesar kecuali 56

58 tanaman ubi jalar yang juga banyak diusahakan di wilayah Maluku dan Papua. Tabel 3.6. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Palawija Menurut Pulau dan Jenis Tanaman (000), 2013 Pulau Palawija Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua Indonesia Sumber: Sensus Pertanian 2013 Untuk sistem pemanenan tanaman palawija, sebagian besar rumah tangga palawija memanen sendiri hasil panennya untuk semua jenis tanaman. Hanya kurang dari 1 persen yang mengijonkan tanamannya. Khusus untuk tanaman ubi jalar banyak yang dipanen dalam bentuk lain (Tabel 3.7). 57

59 Tabel 3.7. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Palawija Menurut Jenis Tanaman dan Sistem Pemanenan Terbesar, 2013 Jenis Tanaman Dipanen Muda Dipanen Bentuk Lain Dipanen Sendiri Ditebaskan Diijonkan Jumlah Jagung Jumlah (000) 131,9 42, ,1 319,3 8, ,0 Persentase 2,68 0,87 89,78 6,49 0,18 100,00 Kedelai Jumlah (000) 5,6 6,3 605,4 19,9 1,3 638,5 Persentase 0,87 0,98 94,81 3,12 0,21 100,00 Kacang Tanah Jumlah (000) 12,0 12, ,2 102,8 2, ,3 Persentase 0,95 0,99 89,69 8,14 0,22 100,00 Kacang Hijau Jumlah (000) 3,8 4,6 594,6 14,8 0,8 618,7 Persentase 0,61 0,75 96,12 2,40 0,13 100,00 Ubi Kayu Jumlah (000) 39,6 67, ,6 310,5 7, ,4 Persentase 1,71 2,90 81,63 13,43 0,33 100,00 Ubi Jalar Jumlah (000) 26,5 140,5 593,7 40,3 3,2 804,2 Persentase 3,30 17,47 73,82 5,01 0,40 100,00 Sumber: Sensus Pertanian 2013 c. Subsektor Tanaman Hortikultura Tanaman hortikultura meliputi tanaman buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman obat, dan tanaman hias. Hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga yang mengusahakan tanaman hortikultura sebesar 10,6 juta rumah tangga atau 40 persen dari rumah tangga petani. Jenis tanaman yang paling banyak diusahakan adalah tanaman buah-buahan dan tanaman tanaman sayur-sayuran (Tabel 3.8). 58

60 Tabel 3.8. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Hortikultura Menurut Jenis Tanaman, 2013 Subsektor Jumlah Rumah Tangga (000) Persentase terhadap Rumah Tangga Pertanian (%) Rumah Tangga Pertanian ,5 Tanaman Hortikultura ,1 40,57 a. Buah-buahan 8.458,1 32,36 b. Sayur-sayuran 4.231,2 16,19 c. Tanaman Obat-obatan 935,2 3,58 d. Tanaman Hias 87,7 0,34 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Sebagian besar rumah tangga petani yang mengusahakan tanaman hortikultura berada di pulau Jawa yang mencapai 6,4 juta rumah tangga (Gambar 3.2). Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah terbesar yaitu 2,4 juta rumah tangga, disusul Jawa Timur dengan 2,2 juta rumah tangga, dan Jawa Barat 1,3 juta rumah tangga. Sebaran rumah tangga usaha tanaman hortikultura menurut provinsi dan jenis tanaman disajikan pada Lampiran 9. Gambar 3.2. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Tanaman Hortikultura Menurut Pulau (000), 2013 Sumber: Sensus Pertanian

61 Beberapa jenis tanaman unggulan hortikultura disajikan pada Tabel 3.9 berikut. Tanaman pisang paling banyak diusahakan oleh rumah tangga pertanian hortikultura yang mencapai angka 5,4 juta rumah tangga, disusul mangga dengan 2,3 juta, dan cabai dengan 1,6 juta rumah tangga. Rata-rata penguasaan pisang oleh setiap rumah tangga sebesar 35 rumpun, sedangkan tanaman jeruk cukup besar yaitu 130 pohon per rumah tangga. Untuk tanaman cabai, skala usaha rumah tangga pertanian yang mengusahakan sangat kecil, hanya 0,15 hektar. Tabel 3.9. Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Hortikultura Menurut Jenis Tanaman, 2013 Komoditas Hortikultura Strategis Jumlah Rumah Tangga (000) Kuantitas Rata-rata tanaman yang diusahakan Tanaman Hortikultura ,1 Pisang (000 rumpun) 5.409, ,7 35 Jeruk (000 pohon) 554, ,9 130 Mangga (000 pohon) 2.315, ,8 9 Cabai (hektar) 1.641, ,6 0,15 Bawang Merah (hektar) 226, ,5 0,26 Kentang (hektar) 96, ,2 0,48 Kunyit (m2) 322, ,1 44,54 Anggrek (m2) 4, ,7 29,02 Sumber: Sensus Pertanian 2013 d. Subsektor Tanaman Perkebunan Tanaman perkebunan banyak diusahakan oleh rumah tangga di Indonesia. Hasil Sensus Pertanian 2013 mencatat bahwa jumlah rumah tangga yang mengusahakan perkebunan sebesar 12,8 juta rumah tangga atau hampir 50 persen dari rumah tangga pertanian. Tanaman perkebunan yang paling banyak diusahakan oleh rumah tangga pertanian adalah kelapa, disusul karet dan kakao (Tabel 3.10). 60

62 Tabel Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman, 2013 Subsektor Jumlah Rumah Tangga (000) Persentase terhadap Rumah Tangga Pertanian (%) Rumah Tangga Pertanian ,5 Tanaman Perkebunan ,5 48,86 Cengkeh 1.623,1 6,21 Kakao 2.186,7 8,37 Karet 2.889,3 11,06 Kelapa Sawit 1.462,3 5,60 Kelapa 5.088,3 19,47 Kopi 1.962,6 7,51 Teh 55,5 0,21 Tebu 287,2 1,10 Tembakau 816,9 3,13 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Tanaman perkebunan di Indonesia banyak diusahakan rumah tangga di pulau Sumatera dan Jawa (Gambar 3.3). Tanaman karet, kelapa sawit, dan kopi banyak diusahakan oleh rumah tangga di Sumatera, sedangkan tanaman cengkeh, kelapa, teh, tebu, dan tembakau banyak diusahakan oleh rumah tangga pertanian di pulau Jawa. Sementara itu tanaman kakao paling banyak diusahakan oleh rumah tangga pertanian di Sulawesi. Jumlah rumah tangga pertanian tanaman perkebunan menurut provinsi dan beberapa tanaman strategis disajikan pada Lampiran

63 Gambar 3.3. Jumlah Rumah Tangga Pertanian Tanaman Hortikultura Menurut Pulau, 2013 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Meskipun jumlah rumah tangga yang mengusahakan paling banyak, tetapi luas tanaman kelapa bukan merupakan terbesar dibandingkan jenis tanaman perkebunan lainnya. Luas tanam terbesar adalah tanaman karet dan kelapa sawit. Rata-rata luas pengusahaan kedua tanaman itu oleh setiap rumah tangga pertanian cukup besar yaitu 1,57 hektar untuk tanaman karet dan 2,15 hektar untuk tanaman kelapa sawit. Sementara tanaman perkebunan lainnya rata-rata luas tanamannya hanya dibawah 1 hektar (Tabel 3.11). Tabel Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman, 2013 Jenis Tanaman Luas Tanam (hektar) Rata-rata Luas Tanam per Rumah Tangga (hektar) Cengkeh ,1 0,30 Kakao ,4 0,50 Karet ,1 1,57 Kelapa Sawit ,1 2,15 Kelapa ,8 0,24 Kopi ,7 0,54 Teh ,8 0,32 Tebu ,4 0,55 Tembakau ,5 0,34 Sumber: Sensus Pertanian

64 e. Subsektor Perternakan Subsektor Peternakan salah satu subsektor yang banyak diusahakan oleh rumah tangga di Indonesia. Hasil Sensus Pertanian 2013 mencatat sebanyak 13 juta rumah tangga mengusahakan ternak atau hampir 50 persen dari rumah tangga pertanian. Ayam kampung dan sapi potong adalah ternak yang paling banyak diusahakan oleh rumah tangga peternakan dengan persentase diatas 10 persen (Tabel 3.12). Tabel Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman, 2013 Subsektor Jumlah Rumah Tangga (000) Rumah Tangga Pertanian ,5 Persentase terhadap Rumah Tangga Pertanian (%) Usaha Peternakan ,2 49,62 Sapi Potong 4.859,4 18,59 Sapi Perah 135,9 0,52 Kerbau 317,6 1,22 Kambing 2.106,1 8,06 Domba 580,3 2,22 Babi 955,9 3,66 Ayam Kampung 3.411,5 13,05 Ayam Ras Petelur 27,4 0,10 Ayam Ras Pedaging 69,5 0,27 Itik 306,7 1,17 Itik Manila 349,6 1,34 Burung Puyuh 9,2 0,04 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Mayoritas rumah tangga peternakan berada di pulau Jawa yaitu hampir 60 persen. (Gambar 3.4). Jawa Timur adalah propinsi dengan terbanyak jumlah rumah tangga peternakan yaitu sebesar 3,3 juta rumah tangga, diikuti oleh Jawa Tengah dengan 2,6 juta rumah tangga, dan Jawa Barat dengan 1,2 juta rumah tangga. Propinsi lain yang mempunyai lebih dari 500 ribu rumah tangga peternakan adalah Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, dan Kepulauan Bangka Belitung (Lampiran 12). 63

65 Gambar 3.4. Jumlah Rumah Tangga Usaha Peternakan Menurut Pulau (000), 2013 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Jenis ternak yang banyak diusahakan oleh rumah tangga usaha peternakan disajikan pada Tabel Pada tahun 2013 tercatat sebesar 12,4 juta sapi potong yang dipelihara oleh rumah tangga peternakan dengan rata-rata per rumah tangga sebesar 3 ekor. Jenis ternak kecil yang banyak dipelihara adalah kambing. Sedangkan jenis unggas yang paling adalah ayam ras pedaging (Tabel 3.13). 64

66 Tabel Jumlah Ternak yang Dipelihara Oleh Rumah Tangga Pertanian dan Rata-rata Jumlah Ternak yang Dipelihara Menurut Jenis Ternak, 2013 Jenis Tanaman Jumlah Ternak (000) Rata-rata Jumlah Ternak yang Dipelihara Per Rumah Tangga Peternakan (ekor) Sapi Potong ,5 3 Sapi Perah 411,2 3 Kerbau 1.085,5 3 Kambing ,5 6 Domba 3.782,0 6 Babi 5.843,1 6 Ayam Kampung ,1 25 Ayam Ras Petelur , Ayam Ras Pedaging , Itik ,0 85 Itik Manila 3.236,9 37 Burung puyuh , Sumber: Sensus Pertanian 2013 f. Subsektor Perikanan Indonesia sebagai negara kepulauan yang mempunyai laut dan perairan yang sangat luas menyimpan kekayaan perikanan yang sangat tinggi. Namun demikian, jumlah rumah tangga yang mengusahakan perikanan baik budidaya ikan maupun penangkapan ikan hanya sekitar 2 juta rumah tangga atau 7,6 persen dari rumah tangga pertanian. Jumlah rumah tangga budidaya ikan ternyata lebih banyak dibandingkan penangkapan ikan. Kecilnya jumlah rumah tangga penangkapan ikan, karena sebagian besar nelayan terkategori sebagai buruh bukan nelayan pengusaha, sehingga tidak tercakup pada Sensus Pertanian (Tabel 3.14). 65

67 Tabel Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Perikanan Menurut JenisUsaha, 2013 Subsektor Jumlah Rumah Tangga (000) Persentase terhadap Rumah Tangga Pertanian (%) Rumah Tangga Pertanian ,5 Rumah Tangga Perikanan 1.975,3 7,6 Budidaya Ikan 1.187,6 4,5 Penangkapan Ikan 864,5 3,3 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Sebagian besar jumlah rumah tangga yang membudidayakan ikan berada di pulau Jawa yang mencapai 686,6 ribu rumah tangga atau 57,8 persen dari seluruh rumah tangga budidaya ikan di Indonesia. Sementara itu untuk usaha penangkapan ikan relatif merata antar pulau. Jumlah rumah tangga penangkapan ikan di Sumatera merupakan yang terbesar dengan 209,2 ribu rumah tangga atau 24,2 persen dari (Gambar 3.5). Gambar 3.5. Jumlah Rumah Tangga Usaha Perikanan Menurut Pulau (000), 2013 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Budidaya Ikan Selama periode , jumlah rumah tangga yang membudidayakan ikan mengalami kenaikan sekitar 20 persen. Dibandingkan subsektor pertanian lainnya yang menurun, rumah tangga budidaya 66

68 (000 rumah tangga) perikanan mengalami kenaikan. Secara umum budidaya perikanan di Indonesia paling banyak dilakukan di kolam. Dibandingkan tahun 2003, rumahhh tangga budidaya perikanan di kolam meningkat sebesar 178 ribu rumah tangga atau lebih dari 25 persen. Sedangkan rumah tangga budidaya lainnya juga meningkat kecuali budidaya di sawah yang menurun. Sementara itu komoditi budidaya ikan hias baru tercakup pada Sensus 2013 (Gambar 3.6). Gambar 3.6. Jumlah Rumah Tangga Budidaya Perikanan Menurut Jenisnya, 2003 dan Laut Tambak Kolam Sawah Perairan umum Ikan hias Sumber: Sensus Pertanian 2003 dan 2013 Rata-rata luas baku budidaya perikanan per rumah tangga rata-rata dibawah 1 hektar kecuali untuk budidaya di tambak/air payau yang mencapai 2,5 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa skala usaha budidaya perikanan selain tambak/air payau yang dilakukan oleh rumah tangga dalam skala kecil. Sebaliknya skala usaha untuk budidaya perikanan di tambak/air payau relatif besar (Gambar 3.7). 67

69 Gambar 3.7. Rata-rata Luas Baku Budidaya Perikanan per Rumah Tangga, 2013 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Penangkapan Ikan Berbeda dengan budidaya perikanan yang meningkat, rumah tangga pengangkapan ikan mengalami penurunan selama periode Penurunan terbesar adalah pada kegiatan penangkapan ikan perairan umum yang mencapai 450 ribu rumah tangga atau menurun 63,6 persen selama kurun waktu tersebut (Gambar 3.8). 68

70 Gambar 3.8. Jumlah Rumah Tangga Penangkapan Ikan Menurut Jenisnya, 2003 dan 2013 Sumber: Sensus Pertanian 2003 dan 2013 Pada tahun 2013, sebagian besar rumah tangga penangkapan ikan di laut menggunakan perahu motor tempel yaitu sekitar 46 persen, sedangkan yang menggunakan kapal motor sekitar 22 persen. Namun demikian masih ada lebih dari 30 persen yang menangkap ikan dengan perahu tanpa motor dan tanpa menggunakan perahu. Sementara untuk penangkapan ikan di perairan umum, sebagian besar menggunakan perahu tanpa motor dan tanpa menggunakan perahu. Hanya 31 persen saja yang menggunakan perahu menggunakan motor temple dan kapal motor (Gambar 3.9). 69

71 Gambar 3.9. Persentase Jumlah Unit Penangkapan Ikan Menurut Jenis Kapal/Perahu, 2013 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Sebagian besar penangkapan ikan baik di laut paling banyak menggunakan pancing untuk menangkap ikan di laut, sedangkan untuk perairan umum menggunakan jaring. Hanya sebagian kecil yang menggunakan pukat untuk kedua jenis penangkapan ikan (Gambar 3.10). 70

72 Gambar Persentase Jumlah Unit Penangkapan Ikan Menurut Jenis Alat Tangkap, 2013 Sumber: Sensus Pertanian 2013 g. Subsektor Kehutanan Hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 di Indonesia terdapat 6,7 juta rumah tangga usaha kehutanan atau 26 persen terhadap seluruh rumah tangga usaha pertanian. Usaha kehutanan meliputi budidaya tanaman kehutanan, penangkaran satwa/tumbuhan liar, penangkapan satwa liar, dan pemungutan hasil hutan. Sebagian besar usaha kehutanan adalah budidaya tanaman kehutanan, hanya sebagian kecil yang mengusahakan kegiataan kehutanan lainnya (Tabel 3.15). 71

73 Tabel Jumlah Rumah Tangga Usaha Tanaman Perikanan Menurut Jenis Usaha, 2013 Subsektor Jumlah Rumah Tangga (000) Persentase terhadap Rumah Tangga Pertanian (%) Rumah Tangga Pertanian ,5 Kehutanan 6.783,0 25,95 Budidaya Tanaman Kehutanan 6.422,7 24,57 Penangkaran Satwa/Tumbuhan Liar 12,2 0,05 Penangkapan Satwa Liar 482,8 1,85 Pemungutan Hasil Hutan 62,7 0,24 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Meskipun jumlah hutan di Jawa relatif kecil, tapi sebagian besar rumah tangga usaha kehutanan berada di pulau Jawa. Pada tahun 2013 terdapat 4,9 juta rumah tangga usaha kehutanan berada di pulau Jawa atau 72,2 persen. Sementara itu di Kalimantan dan Papua yang mempunyai luas hutan yang besar, jumlah rumah tangga usaha kehutanan hanya dibawah 200 ribu jiwa (Gambar 3.11). Gambar Jumlah Rumah Tangga Usaha Kehutanan Menurut Pulau (000),

74 Sumber: Sensus Pertanian 2013 Terdapat 9 jenis tanaman yang banyak diusahakan oleh rumah tangga usaha budidaya tanaman kehutanan, dimana bambu, jati, mahoni, dan sengon diusahakan oleh lebih dari 2 juta rumah tangga. Rata-rata pengelolaan tanaman kehutanan oleh setiap rumah tangga kehutanan cukup besar untuk kesembilan jenis tanaman tersebut. Tanaman jabon dan sengon adalah yang paling besar rata-rata pengelolaannya per rumah tangga (Gambar 3.16). Tabel Jumlah Rumah Tangga, Populasi, dan Rata-rata Populasi per Rumah Tangga Budidaya Tanaman Kehutanan Menurut JenisTanaman Utama, 2013 Jenis Tanaman Jumlah Rumah Tangga (000) Jumlah Pohon (000) Rata-rata Jumlah Tanaman yang Diusahakan Per Rumah Tangga Akasi 670, ,5 69 Bambu 2.026, ,5 11 Jabon 100, ,2 233 Jati 2.513, ,6 66 Jati Putih/Gmelina 289, ,1 81 Mahoni 2.119, ,2 33 Sengon/Jeunjing/Albazia 2.818, ,3 116 Suren 189, ,5 32 Waru 164, ,2 16 Sumber: Sensus Pertanian Struktur Ongkos Struktur biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga pertanian sampai pada proses panen lebih umum disebut dengan struktur ongkos. Data terbaru diperoleh dari publikasi Struktur Ongkos pada tahun 2011 untuk tanaman pangan. Sedangkan untuk usaha pertanian lainnya data terakhir adalah dari Sensus Pertanian Pada sub bab berikut akan dibahas 73

75 mengenai struktur ongkos untuk beberapa komoditi strategis pada masingmasing subsektor. a. Struktur Ongkos Usaha Komoditas Strategis Subsektor Padi dan Palawija Padi Sawah Rata-rata total pengeluaran per musim tanam untuk satu hektar luas panen tanaman padi sawah sebesar Rp. 13,06 juta. Pengeluaran untuk produksi padi sawah yang terbesar adalah untuk upah pekerja yaitu sebesar Rp. 5 juta atau hampir 40 persen dari seluruh biaya produksi. Selain itu, biaya lain yang juga relatif besar adalah pengeluaran untuk pupuk dan sewa lahan, masing sebesar 14,1 persen dan 25,6 persen dari seluruh total produksi (Gambar 3.12). Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Padi Sawah, 2011 Sumber: diolah dari publikasi Struktur Ongkos Usaha Tani Tanaman Pangan

76 Padi ladang Untuk usaha pertanian tadaman padi ladang, rata-rata total pengeluaran per musim tanam untuk satu hektar luas panen sebesar Rp. 10,31 juta. Biaya produksi adalah untuk upah pekerja sebesar Rp. 5,3 juta atau lebih dari 50 persen dari total pengeluaran. Selain itu, biaya produksi lain yang juga relatif besar adalah pengeluaraan untuk pupuk dan sewa lahan, masing-masing sebesar Rp. 1,4 juta (13,3 persen) dan Rp. 1,8 juta (17,5 persen). Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Padi Ladang, 2011 Sumber: diolah dari publikasi Struktur Ongkos Usaha Tani Tanaman Pangan

77 Jagung Dibandingkan tanaman padi, ongkos produksi untuk tanaman jagung relatif sama. Rata-rata total pengeluaran per musim tanam untuk satu hektar luas panen jagung sebesar Rp. 10,01 juta. Biaya produksi usaha tani jagung yang terbesar adalah untuk upah pekerja, sebesar Rp. 4,5 juta atau 45 persen dari total biaya (Gambar 3.14). Selain itu, biaya produksi lain yang juga relatif besar adalah pengeluaraan untuk pupuk dan sewa lahan, yakni masing-masing sebesar Rp. 1,7 juta (16,6 persen) dan Rp. 2,0 juta (19,4 persen). Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Jagung, 2011 Sumber: diolah dari publikasi Struktur Ongkos Usaha Tani Tanaman Pangan

78 Kedelai Pada 2011 tercatat bahwa rata-rata pengeluaran per musim tanam untuk satu hektar luas panen kedelai sebesar Rp. 9,8 juta. Biaya produksi terbesar adalah untuk upah pekerja yaitu sebesar Rp. 5,0 juta atau 51 persen dari total produksi (Gambar 3.15). Selain itu, biaya produksi lain yang juga relatif besar adalah pengeluaraan untuk pupuk dan sewa lahan, masingmasing sebesar Rp. 1,1 juta (11,1 persen) dan Rp. 2,2 juta (21,9 persen). Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Kedelai, 2011 Sewa lahan 22% Pupuk 11% Bibit/benih 5% Jasa pertanian 4% Pestisida 3% Lainnya 2% Sewa Alat/Sarana Usaha 2% Upah pekerja 51% Sumber: diolah dari publikasi Struktur Ongkos Usaha Tani Tanaman Pangan

79 Kacang Tanah Rata-rata total pengeluaran per musim tanam untuk satu hektar luas panen kacang tanah sebesar Rp. 10,5 juta. Biaya produksi usaha kacang tanah yang terbesar adalah untuk upah pekerja, yaitu sebesar Rp. 5,2 juta atau hampir setengah dari total produksi (Gambar 3.16). Biaya/ongkos produksi lain yang relatif besar adalah pengeluaraan untuk sewa lahan dan bibit, masing-masing sebesar Rp. 2,0 juta (19 persen) dan Rp. 1,2 juta (11,6 persen). Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Kacang Tanah, 2011 Sewa lahan 19% Bibit/benih 12% Pupuk 10% Sewa Alat/Sarana Usaha 3% Jasa pertanian 3% Pestisida 1% Lainnya 3% Upah pekerja 49% Sumber: diolah dari publikasi Struktur Ongkos Usaha Tani Tanaman Pangan

80 Kacang Hijau Untuk tanaman kacang hijau, total pengeluaran per musim tanam untuk satu hektar luas panen kacang hijau lebih rendah dari kacang tanah yaitu sebesar Rp. 7,0 juta. Biaya produksi yang terbesar adalah untuk upah pekerja sebesar Rp. 3,8 juta atau lebih dari 50 persen dari total biaya (Gambar 3.17). Biaya produksi lain yang juga relatif besar adalah untuk sewa lahan dan pupuk, yakni masing-masing sebesar Rp. 1,4 juta (20,2 persen) dan Rp. 506,3 ribu (7,2 persen). Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Kacang Hijau, 2011 Sumber: diolah dari publikasi Struktur Ongkos Usaha Tani Tanaman Pangan

81 Ubi Kayu Rata-rata total pengeluaran per musim tanam untuk satu hektar luas panen ubi kayu sebesar Rp. 11,27 juta. Biaya/ongkos produksi usaha tani jagung yang terbesar adalah untuk upah pekerja, yakni sebesar Rp. 6,12 juta (49,86 persen). Selain itu, biaya/ongkos produksi lain yang juga relatif besar adalah pengeluaraan untuk sewa lahan dan pupuk, yakni masing-masing sebesar Rp. 2,50 juta (20,34 persen) dan Rp. 1,26 juta (10,25 persen). Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Ubi Kayu, 2011 Sumber: diolah dari publikasi Struktur Ongkos Usaha Tani Tanaman Pangan

82 Ubi Jalar Total pengeluaran per musim tanam untuk satu hektar luas panen ubi jalar sebesar Rp. 11,86 juta. Biaya/ongkos produksi usaha tani kedelai yang terbesar adalah untuk upah pekerja sebesar Rp. 3,83 juta (54,54 persen). Selain itu, biaya/ongkos produksi lain yang juga relatif besar adalah pengeluaraan untuk sewa lahan dan pupuk, yakni masing-masing sebesar Rp. 2,52 juta (21,21 persen) dan Rp. 1,18 juta (8,13 persen). Gambar Struktur Ongkos Usaha Tani Ubi Jalar, 2011 Sumber: diolah dari publikasi Struktur Ongkos Usaha Tani Tanaman Pangan 2011 b. Struktur Ongkos Usaha Komoditas Strategis Subsektor Hortikultura Struktur Ongkos Usaha Cabe Merah Pengeluaran untuk pupuk merupakan pengeluaran terbesar dalam usaha tanaman cabe merah untuk setiap hektarnya, yaitu sebesar 34 persen dari total pengeluaran, kemudian disusul oleh pengeluaran untuk upah pekerja (27 persen) dan pengeluaran lainnya (19 persen). 81

83 Gambar Pengeluaran Untuk Usaha Tanaman Cabe Merah per1 Hektar, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian 2003 Struktur Ongkos Usaha Tanaman Mangga Pada usaha tanaman mangga, pengeluaran terbesar untuk usaha per 1000 pohon adalah untuk pengeluaran lainnya (47,6 persen), kemudian disusul oleh pengeluaran untuk upah pekerja (16,9 persen) dan bibit/benih/penyisipan (15,2 persen) (Gambar 3.20). Pengeluaran lainnya pada usaha tanaman mangga didominasi oleh pengeluaran untuk pengangkutan (21,1 persen) dan pembungkus/wadah (10,3 persen). 82

84 Gambar Pengeluaran Untuk Usaha Tanaman Mangga per1000 Pohon, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian 2003 Struktur Ongkos Usaha Tanaman Pisang Pada usaha tanaman pisang, pengeluaran terbesar untuk setiap 1000 pohon adalah untuk pengeluaran lainnya (56,5 persen), kemudian disusul oleh pengeluaran untuk upah pekerja (19,4 persen) dan pupuk (14,4 persen). Pengeluaran lainnya pada usaha tanaman pisang didominasi oleh pengeluaran untuk pengangkutan (24,4 persen) dan pembungkus/wadah (10,3 persen). Gambar Pengeluaran Untuk Usaha Tanaman Pisang per1000 Pohon, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian

85 Struktur Ongkos Usaha Tanaman Rambutan Pada usaha tanaman rambutan, pengeluaran terbesar adalah untuk pengeluaran lainnya (53,5 persen), kemudian disusul oleh pengeluaran untuk upah pekerja (17,1 persen) dan pupuk (8,8 persen). Pengeluaran lainnya pada usaha tanaman rambutan didominasi oleh pengeluaran untuk sewa hewan (13,7 persen) dan pengangkutan (12,7 persen). Gambar Pengeluaran Usaha Untuk Tanaman Rambutan per 100 Pohon, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian 2003 c. Struktur Ongkos Usaha Komoditas Strategis Subsektor Perkebunan Struktur Ongkos Usaha Tanaman Karet Berdasarkan hasil sensus pertanian 2003, rata-rata nilai produksi komoditi karet per 100 pohon adalah sekitar Rp 4,98 juta. Pengeluaran terbesar digunakan untuk pengeluaran lain (selain bibit, tanaman pelindung, pupuk, pestisida, stimulan dan banyaknya pekerja), yaitu sekitar 66 persen dari total pengeluaran atau sebesar Rp. 197 ribu (Gambar 3.24), dan terbesar dari pengeluaran lain adalah untuk pengankutan hasil (Gambar 3.24) 84

86 Gambar Persentase Pengeluaran Usaha Perkebunan Karet Per 100 Pohon, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian 2003 Gambar Persentase Pengeluaran Lainnya untuk Usaha Perkebunan Karet Per 100 Pohon, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian 2003 Struktur Ongkos Usaha Tanaman Kelapa Berdasarkan hasil sensus pertanian 2003, rata-rata nilai produksi komoditi kelapa per 100 pohon adalah sekitar Rp. 7,4 juta, dan sekitar 8 persennya digunakan untuk pengeluaran dalam proses produksi. Rata-rata pengeluaran untuk usaha komoditi kelapa per 100 pohon sebagian besar digunakan untuk pengeluaran lain (selain bibit, tanaman pelindung, pupuk, 85

87 pestisida, stimulan dan banyaknya pekerja), yaitu sekitar 77,4 persen atau sebesar Rp. 452 ribu (Gambar 3.26).Dari pengeluaran lain tersebut paling banyak adalah untuk pengangkutan hasil yaitu sebesar Rp. 188 ribu atau 2,56 persen dari total pengeluaran (Gambar 3.26). Gambar Persentase Pengeluaran Usaha Perkebunan Kelapa Per 100 Pohon, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian 2003 Gambar Persentase Pengeluaran Lainnya untuk Usaha Perkebunan Karet Per 100 Pohon, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian

88 Struktur Ongkos Usaha Tanaman Kopi Berdasarkan hasil sensus pertanian 2003, rata-rata nilai produksi komoditi kopi per 100 pohon adalah sekitar Rp. 1,5 juta., dan sekitar 13,4 persennya digunakan untuk pengeluaran untuk usaha. Pengeluaran terbesar digunakan untuk pengeluaran lain (selain bibit, tanaman pelindung, pupuk, pestisida, stimulant dan banyaknya pekerja), yaitu sekitar 45,5 persen atau sebesar Rp. 90 ribu (Gambar 3.28) Gambar Persentase Pengeluaran Usaha Perkebunan Kopi Per 100 Pohon, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian 2003 Jenis pengeluaran pengeluaran lain yang terbesar adalah untuk pengangkutan hasil, yaitu sebesar Rp.32 ribu atau sekitar 2,15 persen dari pengeluaran untuk usaha komoditi kopi per 100 pohon (Gambar 3.29). 87

89 Gambar Persentase Pengeluaran Lainnya Usaha Perkebunan Kopi Per 100 Pohon, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian 2003 d. Struktur Ongkos Usaha Komoditas Strategis Subsektor Peternakan Gambar 3.30 menyajikan rata-rata pengeluaran per 1000 ekor ternak. Dari gambar tersebut terlihat bahwa rata-rata nilai pengeluaran per 1000 ekor sapi lebih besar dibandingkan rata-rata nilai pengeluaran per 1000 ekor kambing dan 1000 ekor ayam buras. Rata-rata pengeluaran per 1000 ekor sapi membutuhkan biaya sebesar Rp. 77 juta. Pengeluaran terbesar adalah untuk pakan dan pengeluaran lainnya. Sedangkan pengeluaran untuk 1000 kambing dan ayam buras masing-masing sebesar adalah Rp. 12,8 juta dan Rp. 3,4 juta. Pengeluaran terbesar untuk kedua ternak tersebut adalah untuk pakan dan pengeluaran lain (Gambar 3.29) 88

90 Gambar Rata-rata Nilai Pengeluaran Usaha Peternakan Sapi, Kambing, dan Ayam Buras per 1000 Ekor, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian 2003 e. Struktur Ongkos Usaha Komoditas Strategis Subsektor Perikanan Struktur Ongkos Budidaya Perikanan Hasil Sensus Pertanian 2003 menunjukkan bahwa pengeluaran untuk pakan pada budidaya perikanan hampir 50 persen dari total biaya produksi (Gambar 3.31). Pengeluaran lain yang cukup besar adalah untuk benih yang mencapai 25 persen. 89

91 Gambar Pengeluaran Per 100 m2 Luas Panen Budidaya Ikan di Kolam Air Tawar/Sawah, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian 2003 Untuk budidaya perikanan di laut, pengeluaran terbesar adalah untuk benih ikan yang mencapai 40 persen dari total biaya. Pengeluaran untuk pestisida/obat/bbm dsb dan upah pekerja juga cukup besar diatas 20 persen (Gambar 3.32). Gambar Pengeluaran Per 100 m2 Luas Panen Budidaya Perikanan di Laut, 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian 2003 Untuk usaha budidaya ikan di tambak/air payau, pengeluaran terbesar adalah untuk pestisida/obat/bbm, dsb dan untuk pakan ikan, yaitu masing- 90

92 masing diatas 25 persen dari total biaya. Pengeluaran lain yang cukup besar adalah untuk benih ikan (Gambar 3.33) Gambar Pengeluaran Per 100 m 2 Air Payau, 2003 Luas Panen Usaha Budidaya Ikan di Tambak Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian 2003 Gambar 3.33 menunjukkan bahwa pengeluaran untuk pemberian pakan per 100 m2 luas panen untuk usaha budidaya ikan di perairan umum sangat besar mencapai 45 persen dari total pengeluaran. Pengeluaran untuk benih ikan juga cukup besar mencapai 38 persen dari total pengeluaran. Sementara itu, pengeluaran-pengeluaran lainnya relatif kecil. Gambar Pengeluaran Per 100 m2 Luas Panen Budidaya Ikan di Perairan Umum di Indonesia Tahun 2003 Sumber: diolah dari publikasi Sensus Pertanian

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR .36 POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 57/12/31 Th. XV, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 8.611 RUMAH TANGGA,

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 13/12/Th. VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 29.083 RUMAH TANGGA, TURUN 36,17 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah rumah tangga usaha

Lebih terperinci

PROFIL PANGAN DAN PERTANIAN

PROFIL PANGAN DAN PERTANIAN PROFIL PANGAN DAN PERTANIAN 2003-2006 Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2006 PROFIL PANGAN DAN PERTANIAN 2003-2006

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK BPS KOTA TASIKMALAYA NOMOR: 01/02/ST13/32/78, 18 FEBRUARI 2014 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 18.405 RUMAH TANGGA, TURUN 48,43

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 60/12/14/Th.XIV, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 68,57 RIBU RUMAH TANGGA, TURUN 45,33 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah rumah tangga

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK No. 69/12/72/ Th. XVI, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 74,07 RIBU RUMAH TANGGA, NAIK 5,92 PERSEN DARI TAHUN

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK No. 57/12/ Th. XVI, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 276.729 RUMAH TANGGA, NAIK 11,22 DARI TAHUN 2009 Jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BPS BADAN KABUPATEN PUSAT STATISTIK LABUHANBATU No. 01/12/Th.VI, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 7.340 RUMAH TANGGA, TURUN 43,39

Lebih terperinci

Potret Usaha Pertanian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Menurut Subsektor (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) ISBN : 978-602-70458-4-2

Lebih terperinci

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN MENURUT SUBSEKTOR

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN MENURUT SUBSEKTOR POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN MENURUT SUBSEKTOR (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BPS KABUPATEN GROBOGAN BADAN PUSAT STATISTIK No. 78/12/ Th. I, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 209.271 RUMAH TANGGA, TURUN 18,38

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si. Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA TETAP TAHUN 2015) No. 47/07/33/Th.X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA TETAP TAHUN 2015) Angka Tetap (ATAP) produksi padi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 sebesar 11,30 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Angka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 41/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) No. 22/03/33 Th.IX, 2 Maret 2015 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) Angka Sementara (ASEM) produksi padi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 diperkirakan 9,65 juta ton Gabah Kering Giling

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 No. 33/07/31/Th.XVI, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI DKI JAKARTA TAHUN

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Bengkulu, Juli 2014 Kepala BPS Provinsi Bengkulu. Dody Herlando

Seuntai Kata. Bengkulu, Juli 2014 Kepala BPS Provinsi Bengkulu. Dody Herlando Seuntai Kata ensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik S(BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/08/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2009 Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BPS BADAN KABUPATEN PUSAT STATISTIK ASAHAN No. 2/12/128/Th.VI, 2 Desember 213 HASIL SENSUS PERTANIAN 213 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 213 SEBANYAK 3.825 RUMAH TANGGA, TURUN 38,81 PERSEN

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/07/8/Th. XVII, 0 Juli 204 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 203 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 203 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DKI JAKARTA

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DKI JAKARTA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DKI JAKARTA Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2013 DARI USAHA

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 No.40/07/13/TH. XVII, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI SUMATERA BARAT 13,33

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG No. 9// Th. XVI, Desember HASIL SENSUS PERTANIAN (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN SEBANYAK, RIBU RUMAH TANGGA, TURUN, PERSEN DARI TAHUN Jumlah rumah

Lebih terperinci

POTRET USAHA PERTANIAN KEPULAUAN RIAU (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013)

POTRET USAHA PERTANIAN KEPULAUAN RIAU (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) Katalog BPS : 5106006.21 POTRET USAHA PERTANIAN KEPULAUAN RIAU (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) 1 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI

Lebih terperinci

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MENURUT SUBSEKTOR

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MENURUT SUBSEKTOR .61 POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT MENURUT SUBSEKTOR (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG No. 01/12/3322/Th.I, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2013 SEBANYAK 102.771 RUMAH TANGGA,

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) No. 20/03/33 Th.X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) Angka Sementara (ASEM) produksi padi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 diperkirakan 11,30 juta ton Gabah Kering Giling

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 74/12/33 Th.VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM JAWA TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 3,31 JUTA RUMAH TANGGA, TURUN 28,46 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 No.40/07/34/Th.XVI,1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 14/03/Th.XIX. 01 Maret 2016 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) ANGKA SEMENTARA PRODUKSI PADI TAHUN 2015 SEBESAR 2.331.046 TON

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 14/03/Th.XIX. 01 Maret 2016 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) ANGKA SEMENTARA PRODUKSI PADI TAHUN 2015 SEBESAR 2.331.046 TON

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 13/07/53/Th. XVII, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi 47 April 2014 Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi ISSN: 2087-930X Katalog BPS: 9199017 No. Publikasi: 03220.1404 Ukuran Buku: 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman: xx + 139 halaman Naskah: Direktorat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIV, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 TUMBUH 6,5 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Bandung, Mei 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Gema Purwana

Seuntai Kata. Bandung, Mei 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Gema Purwana Seuntai Kata ensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik S(BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012 No. 18/03/35/Th.X, 1 Maret 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan Februari 2012 Turun 1,39 persen. Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 No. 35/07/14/Th.XV, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI RIAU TAHUN 2013 DARI

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008 BADAN PUSAT STATISTIK No.43/08/Th. XI, 14 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 No. 33/07/36/Th. VIII, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI BANTEN TAHUN 2013

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI SUMATERA BARAT MENURUT SUBSEKTOR

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI SUMATERA BARAT MENURUT SUBSEKTOR 5106006.1300 POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI SUMATERA BARAT MENURUT SUBSEKTOR (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) BADAN PUSAT STATISTIK

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BPS BADAN KABUPATEN PUSAT STATISTIK SIMALUNGUN No. 02/12/1209/Th. XVI, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 62.188 RUMAH TANGGA, TURUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 No. 70/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN PADI SAWAH PADA TAHUN 2014 SEBESAR Rp

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015) No. 78/11/33, Th. IX, 2 NOVEMBER 2015 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015) Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) II, produksi padi Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 diperkirakan sebesar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 KABUPATEN KARANGANYAR (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 KABUPATEN KARANGANYAR (ANGKA TETAP) BADAN PU SAT STATISTIK No. 11 / 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 KABUPATEN KARANGANYAR (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 85.706 RUMAH TANGGA, TURUN 32,65 PERSEN DARI

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BPS BADAN KABUPATEN PUSAT STATISTIK DELI SERDANG No. 82/12/ Th. XVI, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 55.039 RUMAH TANGGA, TURUN 42,85

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Jakarta, Mei 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Republik Kabupaten Malinau. Suryamin

Seuntai Kata. Jakarta, Mei 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Republik Kabupaten Malinau. Suryamin Seuntai Kata S ensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/04/Th. XV, 2 April 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN MARET 2012 SEBESAR 97,86 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Maret 2012 sebesar 97,86 persen,

Lebih terperinci

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi ISSN: 2087-930X Katalog BPS: 9199017 No. Publikasi: 03220.1402 Ukuran Buku: 14,8 cm x 10,5 cm Jumlah Halaman: v + 73 halaman Naskah: Direktorat Statistik Kependudukan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN Nilai Tukar Petani Subsektor Peternakan Merupakan NTP tertinggi, dengan Angka 116,18 NTP Provinsi Lampung Oktober

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2013)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2013) PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA SEMENTARA TAHUN 2013) No. 18/03/33 Th.VIII, 3 Maret 2014 Angka Sementara (ASEM) produksi padi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 diperkirakan 10,34 juta ton gabah kering

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KUTAI BARAT No. 90/12/ Th. XVI, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 1.398 RUMAH TANGGA, TURUN 77,58 PERSEN

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015) PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA ( ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015) No. 48/07/33/Th.IX, 1 Juli 2015 Angka tetap produksi padi tahun 2014 di Jawa Tengah mencapai 9,65 juta ton Gabah Kering Giling (GKG)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK No. 66/12/32/Th.XVI, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS

Lebih terperinci

Edisi 56 Januari 2015

Edisi 56 Januari 2015 Edisi 56 Januari 2015 Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Januari 2015 ISSN: 2087-930X Katalog BPS: 9199017 No. Publikasi: 03220.1501 Ukuran Buku: 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman: xvii+ 154 halaman Naskah:

Lebih terperinci

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 No. 32/07/91/Th. VIII, 1 Juli 2014 HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013 RATA-RATA PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN DI PROVINSI PAPUA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 1 I. Aspek Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 2013 Komoditas

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 KABUPATEN KEBUMEN (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 KABUPATEN KEBUMEN (ANGKA TETAP) BPS KABUPATEN KEBUMEN No. 25/12/ Th. XVI, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 KABUPATEN KEBUMEN (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 185.613 RUMAH TANGGA, TURUN 14,85 PERSEN

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH. Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 ABSTRAK

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH. Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 ABSTRAK Jurnal S. Pertanian 1 (3) : 213 222 (2017) PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH Mimi Hayatiˡ, Elfiana 2, Martina 3 1 Mahasiswa Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/06/Th. XIV, 1 Juni 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 99,49 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Mei 2011 tercatat sebesar 99,49 persen,

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH BADAN PUSAT STATISTIK No. 57/09/Th. XIII, 1 September 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2010

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci