PERPAJAKAN SEKTOR REAL ESTAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERPAJAKAN SEKTOR REAL ESTAT"

Transkripsi

1

2 di SEKTOR REAL ESTAT DPP REI KOMPARTEMEN PAJAK Jakarta, 7 April 2014

3 DAFTAR ISI 7 ARIL 2014 DAFTAR ISI Executive summary I. Peran dan fungsi Pengembang 1. Papan sebagai kebutuhan dasar manusia. 2. Peran dan fungsi Pengembang 3. Apartemen dan perkantoran (high rise building) II. Perpajakan di sektor real estat A. Perpajakan di sektor real estat 1. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan pembebasan (pembelian) lahan (tanah) 2. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan pembangunan rumah atau rumah susun (apartemen) maupun fasilitasnya 3. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan desain 4. Pajak yang terjadi pada saat transaksi jual beli antara Pengembang dengan konsumen 5. Pajak lainnya B. Struktur pajak di sektor real estat 1. Pajak pada saat penjualan 2. Pajak saat pengembangan (produksi) 3. Beban lain yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi III. Masalah dan rekomendasi A. PPN 1. PPN kontraktor untuk Rusunami (Rumah Susun Milik) Ditanggung Pemerintah (DTP) 2. Penyesuain definisi RSH dan Rusunami oleh Menkeu (Menteri Keuangan) terlambat kurang lebih sekitar 6 bulan dibandingkan penetapan definisi RSH dan Rusunami oleh Menpera (Menteri Perumahan Rakyat) Sebaiknya definisi RSH dan Rusunami langsung mengacu pada Per- Menpera (Peraturan Menteri Perumahan Rakyat) B. PPn BM 1. Peraturan pelaksanaan tehnis

4 DAFTAR ISI 7 ARIL 2014 C. PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi beban Pengembang Ada tarfi tambahan untuk apartemen. 1. Tarif PPh Final beban Pengembang 2. Dasar Perhitungan Pajak (DPP) Ditetapkan dari harga jual (transaksi) jangan mana lebih tinggi antara harga jual (transaksi) dengan NJOP PBB. 3. PPh Final Pengembang Surat Keterangan Bebas (SKB) Telah terjadi kendala tehnis dalam permohonan SKB. D. PPh Pembeli atas transaksi super mewah (diatas Rp. 10 milyar). 1. PPh Pembeli untuk transaksi super mewah (diatas Rp. 10 milyar) dihapuskan saja. E. PBB 1. PBB Nilai Jual Oyek Pajak (NJOP) Dinilai atau ditetapkan oleh badan independen yang tidak berada di bawah Departemen Keuangan. 2. PBB atas Fasum dan Fasos di area lahan milik Pengembang dibebaskan sejak awal. 3. Tarif NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) 20% & 40% 4. PBB Penerbitan SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Bumi dan Bangunan) sebagai dasar untuk AJB terutama pada pergantian tahun 5. PBB atas kawasan sedang dikembangkan dan belum diserah terimakan oleh Pengembang dibebaskan dari pembayaran PBB F. BPHTB 1. BPHTB beban Pengembang dapat dibebaskan sejak awal (pembebasan lahan) G. PPh Final atas persewaan tanah dan atau bangunan. 1. PPh Final atas sewa tanah dan bangunan Tarif pajak dikembalikan ke tarif awal 2. PPh Final atas sewa tanah dan bangunan Pajak atas service charge dan utility H. Lainnya 1. Pembayaran Pajak di bank dibatasi (waktu dan jumlah transaksi) 2. Pembayaran BPHTB hanya dapat dilakukan di bank lokasi penjualan asset 3. Validasi BPHTB dan SSP 4. Definisi serah terima barang *****

5 EXECUTIVE SUMMARY Pengembang adalah salah satu mitra Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan salah satu kebutuhan dasar manusia akan tempat tinggal (papan) dan mengembangkan suatu kawasan. Merubah kawasan yang tidak bernilai menjadi kawasan bernilai dan menjadi kawasan terpadu yang moderen dan internasional serta berwawasan lingkungan. Pengembang bukan hanya membangun secara fisik (bangunan) tetapi juga menghidupinya (mengusahakan agar orang mau tinggal) serta memelihara dan mengelola kawasan yang sedang dikembangkannya. Tetapi pada pelaksanaannya, sektor usaha real estat kurang mendapat perhatian dari Pemerintah untuk masalah pajak. Hal ini dari pemberian insentif, sektor usaha yang lain mendapat insentif berupa pengurangan pajak dari tarif progresiff menjadi tarif tunggal 28% untuk tahun 2009 dan 25% untuk tahun Sedangkan tarif pajak untuk sektor real estat telah dirubah dari non final menjadi final dengan tarif 5% dan tidak ada perubahan untuk tahun Atau insentif untuk PPh 21 karyawan di sektor real estat. Beban pajak yang tinggi dalam sektor usaha real estat membuat usaha real estat yang membutuhkan modal kerja yang tinggi sulit untuk berkembang secara maksima. Untuk pajak penjualan Rusunami pajak sebesar 6%, untuk penjualan reguler (rumah atau apartemen) yang bukan kategori mewah sebesar 20%, untuk penjualan kategori mewah sebesar 40% dan penjualan super mewah menjadi 45%. Belum lagi pajak yang harus ditanggung Pengembang pada saat pembebasan lahan, harus membayar pajak PPh Final dan BPHTB serta PBB. Pengembang juga harus membayar PBB serta biaya pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan atas kawasan yang sedang dikembangkan oleh Pengembang. Sehingga pada saat Pengembang melakukan serah terima Fasum dan Fasos, cenderung Pemda agak menolak karena dianggap hanya akan menambah beban Pemda. Masalah perpajakan ini juga mengakibatkan investor lebih suka melakukan investasi propertynya di luar negeri seperti di Singapura atau Malaysia atau negara lainnya daripada melakukan investasi di Indonesia. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia menjadi lebih lambat jika dibandingkan para investor tertarik untuk melakukan investasi di Indonesia. Untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan perpajakan di sektor real estat sebagaimana kami uraikan selanjutnya, REI mengusulkan pada saat perumusan peraturan, sebaiknya REI sudah dilibatkan dari awal, sehingga tidak timbul hal-hal yang tidak perlu *****

6 I. PERAN DAN FUNGSI PENGEMBANG Peran dan fungsi serta kontribusi Pengembang dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia serta pengembangan suatu wilayah antara lain sebagai berikut: 1. Papan sebagai kebutuhan dasar Manusia: Manusia pada dasarnya memerlukan tempat baik untuk tinggal dan atau bekerja. Mengingat pentingnya kebutuhan tersebut maka kebutuhan tempat akan tempat telah menjadi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar ini sering disebut dengan: Pangan, Sandang dan Papan. 2. Peran dan fungsi Pengembang: Peran dan fungsi Pengembang secara umum merupakan mitra Pemerintah dalam membangun dan menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik dan berkualitas bagi bangsa Indonesia sesuai dengan aturan, acuan dan ketetapan yang telah ditetapkan Pemerintah. Peran dan fungsi Pengembang secara nyata antara lain: Membantu Pemerintah dalam merealisasikan program satu juta rumah dan seribu menara di seluruh Indonesia. Membantu Pemerintah dalam membangun suatu daerah menjadi menjadi kawasan yang lebih baik malah menjadi kawasan terpadu dan moderen serta berwawasan lingkungan seperti: kota mandiri seperti BSD City di Serpong, Lippo Cikarang di Cikarang, Citra Raya di Surabaya dan lain sebagainya. Membantu pemerintah meningkatkan potensi penerimaan pajak melalui peningkatan nilai daerah kumuh dan terlantar menjadi kawasan hunian terpadu dan modern (Pajak PBB, PPPh Final, BPHTB, PPN, dll). Membantu pemerintah dalam menciptakan banyak lapangan kerja khususnya terkait dengan tenaga kerja konstruksi. Memacu kegiatan perekonomian secara nasional mengingat terdapat lebih dari 103 industri yang terkait dan pada umumnya merupakan industri kecil. Pengembang bukan hanya membantu Pemerintah dalam membangun suatu kawasan (pembangunan fisik) tetapi Pengembang juga membantu Pemerintah agar kawasan tesebut menjadi kawasan yang hidup (dihuni). Pengembang juga membantu Pemerintah dalam memelihara suatu kawasan seperti perbaikan jalan, pemeliharaan lingkungan dan lain sebagainya. Pengembang juga membantu Pemerintah dalam mengawasi suatu kawasan seperti masalah keamanan dan lain sebagainya. Membantu Pemerintah agar para investor tidak melakukan investasi di luar negeri, tetapi mengupayakan agar investor melakukan investasi di dalam negeri, karena hal ini akan membatu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mengingat property atau real estat merupakan salah satu instrumen investasi yang diminati para investor. Jika diperhatikan para investor dalam negeri ada yang melakukan investasi property di Singapura dan Malaysia, karena ke dua negara tersebut menerapkan peraturan yang kondusif bagi para investor dalam negeri dan asing. 1

7 3. Apartemen dan perkantoran (high rise building) Apartemen sebagai tempat hunian yang terus dikembangkan mempunyai nilai tambah tersendiri. Adapun nilai tambah tersebut sebagai berikut: Menghemat BBM karena dibangun ditengah kota atau dekat dengan tranportasi massal seperti kereta api, busway, dan lain sebagainya. Berwawasan lingkungan karena area yang dibangun (KDB/Koefesien Dasar Bangunan) umumnya hanya berkisar + 40% dari luas area. PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) mempunyai otoritas hukum yang lebih baik dibandingkan dengan RT/RW (Rukun Tetangga / Rukun Warga), sehingga PPRS dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik, termasuk menjaga kelestarian lingkungan, keamanan dan hal-hal lain dengan tujuan menjaga kualitas lingkungan hidup di area tersebut. Memudahkan bagi PLN, PAM, karena mereka menagih hanya kepada PPRS, bukan kepada setiap rumah, sehingga kinerja PLN dan PAM bisa lebih effisien. PPRS mempunyai kemampuan memecahkan masalah lebih baik dibandingkan dengan RT/RW, seperti ketika mati lampu, mereka ada genset dan lain sebagainya *****

8 II. PERPAJAKAN A. PERPAJAKAN 1. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan pembebasan (pembelian) lahan (tanah): NO. OBYEK PAJAK PADA SAAT PEMBEBASAN LAHAN (TANAH) OLEH PENGEMBANG PENJUAL PKP TARIF PAJAK PENJUAL NON PKP 1 PPN (Pajak Pertambahan Nilai) 10 % - 2 PPh (Pajak Penghasilan) Final - Penjual 5 % 5 % 3 BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah / Bangunan) - Pembeli 5 % 5 % Total 20 % 10 % Catatan: PPN dikenakan jika penjual tanah adalah PKP (Pengusaha Kena Pajak). PPn BM (Pajak Penjualan Barang Mewah) umumnya tidak ada karena Pengembang hanya membeli tanah mentah sehingga tidak memenuhi kriteria obyek PPn BM. Dasar perhitungan pajak adalah harga jual sebelum PPN dikalikan dengan tarif pajak. Khusus untuk obyek pajak PPh Final Beban Penjual dan BPHTB Beban Pembeli dasar perhitungan pajak adalah mana yang lebih tinggi antara nilai transaksi / AJB (Akta Jual Beli) / SPH (Surat Pelepasan Hak) dengan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) 2. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan pembangunan rumah atau rumah susun (apartemen) maupun fasilitasnya: OBYEK PAJAK PADA TARIF PAJAK SAAT NO. PEMBANGUNAN SUPER RSS / MEWAH REGULER RUMAH MEWAH RUSUNAMI 1 PPN 10 % 10 % 10 % 10 % 2 PPh Final - Kontraktor 3 % 3 % 3 % 3 % Total 13 % 13 % 13 % 13 % Catatan: Dasar perhitungan pajak adalah harga transaksi sebelum PPN dikalikan dengan tarif pajak. 1

9 3. Pajak yang terjadi pada saat Pengembang melakukan desain: TARIF PAJAK OBYEK PAJAK PADA NO. SAAT DESAIN OLEH SUPER PENGEMBANG MEWAH REGULER MEWAH RSS / RUSUNAMI 1 PPN 10 % 10 % 10 % 10 % 2 PPh - Desain 4 % 4 % 4 % 4 % Total 14 % 14 % 14 % 14 % Catatan: Dasar perhitungan pajak adalah harga transaksi sebelum PPN dikalikan dengan tarif pajak. 4. Pajak yang terjadi pada saat transaksi jual beli antara Pengembang dengan konsumen: OBYEK PAJAK TARIF PAJAK PADA SAAT NO. TRANSAKSI SUPER RSS / MEWAH REGULER (JUAL BELI) MEWAH RUSUNAM 1 PPN 10 % 10 % 10 % - 2 PPn BM 20 % 20 % PPh Final - Penjual 5 % 5 % 5 % 1 % 4 BPHTB - Pembeli 5 % 5 % 5 % 5 % Total 40 % 40 % 20 % 6 % 5 PPh Pembeli 5 % Total 45 % 40 % 20 % 6 % Catatan: Dasar perhitungan pajak adalah harga transaksi sebelum PPN dikalikan dengan tarif pajak. Khusus untuk obyek pajak PPh Final Penjual dan BPHTB Pembeli dasar perhitungan pajak adalah mana yang lebih tinggi antara nilai transaksi dengan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) pada saat dilakukan AJB (Akta Jual Beli). Penjualan super mewah adalah penjualan yang nilai jualnya diatas Rp. 10 milyar. Penjualan mewah adalah penjualan yang merupakan obyek barang mewah, yaitu penjualan rumah yang luas bangunannya diatas 350 m2 serta penjualan rumah susun (apartemen) yang luas bangunannya atau luas unitnya diatas 150 m2. 5. Pajak lainnya: PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). PBB dibayar setiap tahun kepada Negara atas setiap Bumi dan bangunan yang dimiliki oleh Wajib Pajak (Perorangan atau Badan). PPh 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21). PPh 21 yang dibayarkan oleh Pengembang terutama atas obyek pajak penghasilan (gaji) karyawan Pengembang. 2

10 B. STRUKTUR PAJAK DI SEKTOR DI REAL ESTAT 1. Pajak pada saat penjualan: OBYEK PAJAK PADA SAAT NO. TRANSAKSI SUPER (JUAL BELI) MEWAH MEWAH TARIF PAJAK REGULER RSH / RUSUNAMI 1 PPN 10 % 10 % 10 % - 2 PPn BM 20 % 20 % PPh Final - Penjual 5 % 5 % 5 % 1 % 4 BPHTB - Pembeli 5 % 5 % 5 % 5 % Total 40 % 40 % 20 % 6 % 5 PPh Pembeli 5 % Total 45 % 40 % 20 % 6 % Catatan: Pajak dihitung dari harga jual. Khusus untuk PPh Final dan BPHTB dihitung dari nilai tertinggi antara harga jual (transaksi) dan NJOP PBB. 2. Pajak saat pengembangan (produksi): NO. OBYEK PAJAK PADA SAAT PENGEMBANGAN SUPER MEWAH MEWAH TARIF PAJAK REGULER RSH / RUSUNAMI 1 PPN % 2 PPn BM 20 % 20 % PPh Final - Penjual 5 % 5 % 5 % 1 % 4 BPHTB - Pembeli 5 % 5 % 5 % 5 % Total 30 % 30 % 10 % 16 % Catatan: PPn BM sangat tergnatung dengan material finishing yang dipergunakan oleh Pengembang. Besarnya tarif juga tergantung dari material yang digunakan. 3. Beban lain yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi: TARIF PAJAK PAJAK ATAU NO. PUNGUTAN SUPER LAINNYA MEWAH REGULER MEWAH RSH / RUSUNAMI 1 PBB - Fasos V V V V 2 PBB - Unit V V V V 3 Ijin V V V V 4 Validasi BPHTB V V V V 3

11 III. MASALAH DAN REKOMENDASI A. PPN (Pajak Pertambahan Nilai): 1. PPN kontraktor untuk Rusunami (Rumah Susun Milik) Ditanggung Pemerintah (DTP): PPN atas penjualan produk Rusunami ditanggung Pemerintah, sehingga Pengembang dalam penjualannya tidak menagih atau mengenakan PPN kepada konsumen. Pengembang harus membayar PPN (10%) dari harga kontrak bangunan kepada Kontraktor ketika membangun Rusunami (porsi kontrak nilai bangunan kurang lebih sebesar 85%). Karena PPN atas penjualan produk Rusunami ditanggung Pemerintah, maka Pengembang PPN masukan (PPN atas pembelian) dari kontraktor pada saat Pengembang membangun Rusunami tidak dapat dikreditkan atau dikompensasikan dengan PPN keluaran (PPN atas penjualan). Besarnya biaya PPN masukan (PPN atas pembelian) kurang lebih sebesar 10% X 85% = 8,5% dari nilai bangunan. Karena PPN masukan ini tidak dapat dikreditkan, maka akan menambah biaya produksi Pengembang. PPN dari kontraktor sebaiknya dijadikan PPN ditanggung Pemerintah, sehingga Pengembang dapat menekan biaya produksi. 2. Penyesuain definisi RSH dan Rusunami oleh Menkeu (Menteri Keuangan) terlambat kurang lebih sekitar 6 bulan dibandingkan penetapan definisi RSH dan Rusunami oleh Menpera (Menteri Perumahan Rakyat) Sebaiknya definisi RSH dan Rusunami langsung mengacu pada Per- Menpera (Peraturan Menteri Perumahan Rakyat): Penyesuaian definisi RSH dan Rusunami oleh Menkeu yang menjadi acuan PPN ditanggung Pemerintah atas penjualan produk tersebut umumnya terlambat sekitar 6 bulan dibandingkan dari penetapan definisi oleh Menpera. Selama masa transisi tersebut, PPN yang timbul akan menambah biaya produksi Pengembang. Penetapan PPN ditanggung Pemerintah yang ditetapkan oleh Menkeu sebaiknya langsung mengacu pada definisi RSH dan Rusunami yang ditetapkan oleh Menpera sehingga tidak ada lagi masa transisi yang akan menambah biaya produksi. 1

12 B. PPn BM (Pajak Penjualan Barang Mewah): 1. Peraturan pelaksanaan tehnis: Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang merubah kriteria obyek PPn BM. Tetapi peraturan pelaksanaan tehnis mengenai PPn BM belum dikeluarkan. Peraturan tehnis yang belum dikeluarkan akan menimbulkan masalah antara lain berupa mis-interprestasi dalam pelaksanaanya. Misalnya: Saat terhutang PPn BM. Peraturan transisi. Perlu segera dibuat peratuan tehnis pelaksanannya untuk mencegah timbulnya pelaksanaan berdasarkan interprestasi. Untuk mencegah timbulnya peraturan yang tidak dapat diterapkan sebaiknya dibentuk Pokja (Kelompok Kerja) yang terdiri dari DJP dan REI serta instansi terkait sesuai kebutuhan. C. PPh Final (Pajak Penghasilan Final) atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi beban penjual (Pengembang) Ada tarif tambahan untuk apartemen: 1. Tarif PPh Final beban Pengembang: NO. OBYEK PAJAK PADA SAAT TRANSAKSI (JUAL BELI) SUPER MEWAH MEWAH TARIF PAJAK REGULER RSS / RUSUNAMI 1 PPh Final - Pengembang 5 % 5 % 5 % 1 % Catatan: Penjualan super mewah adalah penjualan yang nilai jualnya diatas Rp. 10 milyar. Penjualan mewah adalah penjualan yang merupakan obyek barang mewah, yaitu penjualan rumah yang luas bangunannya diatas 350 m2 serta penjualan rumah susun (apartemen) yang luas bangunannya atau luas unitnya diatas 150 m2. Dasar perhitungan pajak PPh Final Pengembang sebagai penjual adalah mana yang lebih tinggi antara nilai transaksi dengan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) pada saat dilakukan AJB (Akta Jual Beli). 2

13 Pengembangan rumah susun (apartemen) memerlukan modal kerja yang sangat besar dan beresiko tinggi dibandingkan pengembangan rumah. Padahal pengembangan rumah susun (apartemen) sangat menguntungkan seperti: Menghemat lahan yang sangat terbatas. Menghemat BBM (Bahan Bakar Minyak) jika dikembangkan di tengah kota, karena jarak tempuh yang pendek, apalagi jika dikembangkan dekat kereta atau bus way atau jalur transportasi masa lainnya. Mengembangkan daerah yang berwawasan lingkungan, karena rumah susun (apartemen) sebagian lahannya digunakan untuk lahan terbuka hijau. Jakarta sebagai daerah yang tidak rawan gempa, cocok untuk pengembangan bangunan tinggi. Dan lain sebagainya. Sebaiknya tarif PPh Final beban Pengembang dipertimbangkan lagi sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi khususnya sektor real estat, dimana Pengembang di arahkan untuk memaksimalkan sumber daya lahan yang sangat terbatas dengan memberikan fasilitas pajak untuk rumah susun (apartemen) dan RSH serta RUSUNAMI, sehingga Pengembang diarahkan Pemerintah untuk mengembangkan lahan ecara maksimal dan menguntungkan untuk semua pihak (Rakyat, Pemerintah dan Pengembang). Adapun usulan tarif pajak menurut REI sebagai berikut: TARIF PAJAK PPh PENGEMBANG REGULER MEWAH RUMAH NO KETERANGAN DAN SUSUN RSH / RUMAH SUPER (APARTEME RUSUNAMI MEWAH N) 1 Tarif yang berlaku 5 % 5 % 5 % 1 % 2 Tarif yang diusulkan REI 5 % 5 % 3 % 1 % 2. Dasar Perhitungan Pajak (DPP): DPP untuk PPh Final Pengembang adalah mana yang lebih tinggi antara nilai transaksi dan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) di PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dikalikan dengan tarif pajak pada saat dilakukan AJB (Akta Jual Beli). Pengenaan PPh yang berdasarkan NJOP bukan berdasarkan penghasilan yang diterima Pengembang sudah diluar konteks penerapan PPh, yaitu Pajak Penghasilan dikenakan atas Penghasilan yang diterima Pengembang. Jika nilai NJOP lebih besar dari nilai transaksi Pengembang harus tetap membayar PPh Final lebih dari nilai Pajak jika dihitung dari nilai penghasilannya. 3

14 Tidak ada sektor usaha lain yang penerapan perhitungan pajak menggunakan dasar perhitungan yang bukan dari penghasilannya. Hal ini menimbulkan ketimpangan dan menimbulkan ketidak pastian yang sangat besar dalam hal besarnya dalam pembayaran PPh Final Pengembang sebagai penjual. Pembukuan Pengembang tersedia dan dapat diperiksa oleh DJP dan atau KPP setiap saat. Jika Pengembang hanya menjual tanah saja, karena para eksekutif cenderung senang membangun sendiri, sehingga desainnya dapat mencerminkan citra dirinya. Pada saat dilakukan AJB (Akta Jual Beli), karena dibandingkan antara nilai transaksi dan nilai NJOP PBB, dimana nilai transaksi hanya nilai tanah saja dan nilai NJOP terdiri atas nilai NJOP tanah dan bangunan. Pertanyaanya siapa yang akan menanggung PPh Final Penjual atas porsi bangunan, karena tidak ada menjual bangunan, karena bangunan dibangun langsung oleh konsumen. Karena Pengembang sulit untuk langsung melakukan AJB pada saat transaksi, sehingga pada saat dilakukan AJB nilai NJOP telah lebih tinggi dari nilai transaksi yang dilakukan Pengembang, sehingga akhirnya harus membayar PPh Final Pengembang lebih besar jika dilakukan perhitungan dari nilai transaksi dikalikan tarif pajak. Adapun ha-hal yang menyebabkan AJB tidak dapat langsung dilakukan antara lain: Kenaikan NJOP yang cukup signifikan setiap tahunnya dimana umumnya sekitar 10% - 20% pertahun. Cara bayar Pengembang yang antar 12 bulan sampai 60 bulan (mengandung beban bunga). Pelaksanaan pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan melalui AJB (Akta Jual Beli) dilakukan setelah lunas. Proses produksi yang panjang terutama untuk rumah susun (apartemen) yang mencapai 3 tahun. DPP PPh Final Pengembang dikenakan dari nilai transaksi dikalikan dengan tarif pajak, tidak perlu dibandingkan dengan nilai NJOP PBB. 3. PPh Final Pengembang Surat Keterangan Bebas (SKB): DJP telah mengeluarkan peraturan, untuk transaksi yang telah dibayarkan PPh-nya melalui mekanisme SPT PPh Badan Pengembang pada tahun 2008 dan sebelumnya dapat dimintakan SKB. 4

15 Peraturan penerbitan SKB yang tidak memperhatikan situasi dan kondisi yang terjadi dilapangan sehingga menimbulkan masalah dalam penerapannya. Tidak dapat diterbitkan SKB karena adanya masalah yang tidak terakomodasi akan mengakibatkan timbulnya beban tambahan yang sebenarnya tidak perlu. Masalah yang timbul antara lain: Permintaan no NPWP. Adanya konsumen yang sulit ditemui untuk dimintakan NPWP. Nama PPAT disaat Pengembang belum tahu akan dilakukan AJB di PPAT yang mana. Perubahan nama konsumen. Dan lain sebagainya. Mempermudah proses SKB, sehingga Pengembang dapat segera memproses SKB yang dibutuhkan Pengembang, sehingga Pengembang dapat segera melakukan AJB (Akta Jual Beli). D. PPh PEMBELI 1. PPh Pembeli untuk transaksi super mewah (diatas Rp. 10 milyar): Pembeli yang membeli rumah atau rumah susun (apartemen) yang nilai diatas Rp wajib membayar PPh Pembeli sebesar 5% dari nilai transaksi. Penerapan PPh Pembeli dapat mengakibatkan: Calon konsumen tidak mau berinvestasi di Indonesia, karena besarnya beban yang harus ditanggung. Calon konsumen melakukan investasi property yang lebih menguntungkan seperti di Singapura dan Malaysia. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya penempatan modal yang seharusnya dapat ditempatkan di Indonesia, malah ditempatkan di luar negeri. Harga jual property di Indonesia sulit meningkat pesat karena banyak pajak yang harus dibayarkan jika Pengembang menjual produk premium. Tetapi jika Pengembang tidak menjual produk Premium, harga jual prpoperty tidak akan menarik bagi investor. Penerapan PPh Pembeli untuk transaksi super mewah harus dihapuskan, karena merusak persaingan usaha dengan luar negeri. Jika diperlukan dapat dikonsultasikan dengan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, perlu pembenahan struktur perpajakan di sektor Real Estat. Dana yang diinvestasikan oleh investor di sektor Real Estat akan memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya sektor Real Estat. Tetapi jika dana tersebut diinvestasikan para investor di luar negeri, hanya akan memacu pertumbuhan ekonomi di luar negeri dan tidak ada manfaatnya untuk Indonesia. 5

16 E. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan): 1. PBB Nilai Jual Oyek Pajak (NJOP) Dinilai atau ditetapkan oleh badan independen yang tidak berada di bawah Departemen Keuangan: NJOP tiap tahun naik setiap tahun secara signifikan (+ 10% - 20%). Harga jual Pengembang mengandung unsur beban keuangan (bunga) sehingga harga jual tunai dengan harga jual angsuran akan berbeda, dimana harga jual tunai akan jauh lebihmurah dibandingkan harga jual angsuran (adanya discount tunai). KPP (Kantor Pelayanan Pajak) tidak dapat mengambil nilai jual tertinggi dari harga transaksi Pengembang, karena harga jual tersebut mengandung unsur beban bunga. Penetapan NJOP dikawasan RSH di beberapa daerah tertentu telah melebih batasan harga jual RSH yang telah ditetapkan Pemerintah. Penerapan NJOP dilakukan oleh KPP setempat. Penerapan NJOP oleh KPP dengan mengacu pada harga jual Pengembang yang tertinggi akan menyebabkan penetapan NJOP menjadi overstated. Penerapan NJOP oleh KPP, bukan oleh pihak independen akan mengakibatkan penetapan NJOP yang tidak sehat. NJOP untuk RSH, Rusunami dan Rusunawa menjadi lebih tinggi dari harga yang ditetapkan oleh Menteri Perumahan Rakyat sehingga pemberian fasilitas subsidi untuk RSH, Rusunami dan Rusunawa menjadi dipertanyakan dan cenderung ditolak. NJOP ditetapkan secara bijaksana, misalnya dari harga jual tunai Pengembang, bukan dari harga jual tertinggi. NJOP ditetapkan melalui mekanisme yang mudah diaudit dan dipertanggungjawabkan kepada publik. NJOP ditetapkan oleh pihak yang independen. Penetapan NJOP tidak boleh melebihi batasan kawasan atau peraturan menteri atau instansi terkait sehingga tidak menimbulkan masalah. 6

17 2. PBB atas Fasum dan Fasos di area lahan milik Pengembang dibebaskan sejak awal: Lahan atas Fasum dan Fasos di area lahan milik Pengembang dikenakan PBB. Pengembang tetap memelihara lahan fasum dan fasos yang berada di area Pengembang. Beban Pengembang akan semakin bertambah, selain harus memelihara lahan fasum dan fasos yang berada di area Pengembang, Pengembang juga harus membayar PBB. Lahan yang ditetapkan sebagai Fasum dan Fasos dibebaskan dari PBB, walaupun belum diserah terimakan ke Pemerintah. 3. Tarif NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) 20% & 40%: Tarif NJKP ada 2 yaitu: NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) dibawah Rp 1 milyar dikenakan tarif NJKP sebesar 20%. NJOP diatas Rp 1 milyar dikenakan tarif NJKP sebesar 40%. Karena lahan yang dimiliki Pengembang sebagai persediaan baranga dagangan sangat besar sehingga nilai NJOP umumnya diatas Rp 1 milyar akan mengakibatkan Pengembang harus membayar beban PBB 2 kali lipat. Tarif NJKP untuk Pengembang ditetapkan maksimal sebesar 20%. 7

18 4. PBB Penerbitan SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Bumi dan Bangunan) sebagai dasar untuk AJB terutama pada pergantian tahun: Penerbitan SPPT PBB oleh KPP pada awal tahun umumnya paling cepat akhir Februari. Pelaksanaan AJB (Akta Jual Beli) ada yang dilakukan pada bulan Januari. SPPT PBB diperlukan untuk mendapatkan nilai NJOP pada tahun tersebut. SPPT PBB harus sudah diterbitkan paling lambat akhir November dan sudah didistribusikan kepada pemilik lahan paling lambat akhir Desember, sehingga pelaksanaan AJB dapat berlangsung tanpa gangguan. 5. PBB atas kawasan sedang dikembangkan dan belum diserah terimakan oleh Pengembang dibebaskan dari pembayaran PBB: Pengembang harus membayar PBB dan membayar biaya pengelolaan serta pemeliharaan lingkungan. Pengembang harus membayar double, pertama membayar PBB dan kedua harus membayar biaya pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan, sehingga menambah biaya operasional Pengembang. Pemda cenderung menolak serah terima fasum dan fasos karena jika menerima fasum dan fasos dari Pengembang harus menganggarkan biaya pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan yang diserah terimakan, padahal Pemda tetap menerima pembayaran PBB dari Pengembang. PBB atas kawasan yang sedang dikembangan dan belum diserah terimakan oleh Pengembang, maka Pengembang tidak perlu membayar PBB. Tetapi jika Pengembang telah menyerahkan Fasum dan Fasos ke Pemda, maka Pengembang harus membayar PBB. 8

19 F. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan) BEBAN PENGEMBANG: 1. BPHTB beban Pengembang dapat dibebaskan sejak awal (pembebasan lahan). Pengembang pada saat pembebasan / pembelian lahan (tanah) sebagai bahan baku untuk barang dagangan harus membayar BPHTB, padahal tujuannya bukan untuk dimiliki oleh Pengembang. Menambah beban produksi bagi Pengembang, sebesar 5% dari nilai pembebasannya. Karena lahan tersebut merupakan bahan baku untuk barang dagangan (bukan untuk dimiliki) diharapakan BPHTB beban Pengembang dapat dibebaskan. G. PPh (Pajak Penghasilan) FINAL ATAS SEWA TANAH DAN ATAU BANGUNAN 1. PPh Final atas sewa tanah dan bangunan Tarif pajak dikembalikan ke tarif awal: Tarif PPh Final untuk sewa tanah dan bangunan sebagai berikut: NO PPh FINAL ATAS PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN TARIF PAJAK WPOP WP BADAN 1 Tarif PPh Final sewa yang berlaku pada saat awal 10 % 6 % 2 Tarif PPh Final sewa yang berlaku saat ini 10 % 10 % Catatan: WPOP Wajib Pajak Orang Pribadi. WP Badan Wajib Pajak Badan (Perusahaan). 9

20 Perhitungan pajak badan atas usaha sewa tanah dan atau bangunan: NO. KETERANGAN PERHITUNGAN PAJAK BADAN TARIF PAJAK BADAN FINAL NON FINAL PERHITUNGAN LABA RUGI 1 Pendapatan 100,00 2 Beban pokok dan usaha 64,29 3 Laba usaha sebelum pajak 35,71 4 Pajak badan 10 % 28 % 10,00 5 Laba usaha setelah pajak 25,71 Catatan: Pajak final dihitung: Pendapatan X Tarif. Pajak non final dihtung: Laba usaha sebelum pajak X Tarif. Pendapatan sewa menyewa terdiri atas: Pendapatan rental. Beban atas antara lain adalah: pendatan rental adalah beban investasi (penyusutan gedung) bangunan dan beban bunga, pemeliharaan gedung (renovasi), PBB dan lain sebagainya. Pendapatan service charge (pengelolaan). Beban pengelolaan antara lain adalah beban gaji, beban listrik. Beban air pemeliharaan alat (service rutin) dan lain sebagainya. Pendapatan atas utility seperti Listrik. Pendapatan listrik sebenarnya bukan merupakan pendapatankarena lebih merupakan penggantian biaya listrik konsumen yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh Pengelola sesuai meter yang dipasang untuk setiap tenant (penyewa). Pendapatan lainnya. Persaingan yang ketat sesama pengelola gedung, membuat pengelola tidak dapat mengambil untung yang besar. Berdasarkan tingkat hunian rata rata, sulit satu gedung terhuni 100%, apalagi untuk gedung yang tidak berada di daerah strategis atau gedung tua yang memerlukan perbaikan gedung (renovasi). Insentif pajak PPh berdasarkan UUD PPh yang mengatakan Pemerintah memberikan insentif PPh bagi usaha non final dimana tahun 2008 dikenakan tarif progresif dengan tarif tertinggi 30%, pada tahun 2009 ditetapkan dengan tarif tunggal sebesar 28% dan tahun 2010 ditetapkan dengan tarif tunggal sebesar 25%. 10

21 Ditengah iklim persaingan yang ketat untuk sektor persewaan tanah dan bangunan serta situasi ekonomi yang tidak terlalu stabil, besarnya tarif PPh Final sebesar 10% dirasakan sangat berat, karena laba sebelum pajak harus sebesar 35,71% dari omset. Pada saat situasi ekonomi seperti ini sulit bagi Pengelola untuk dapat membukukan laba sebelum pajak sebesar 35,71%. Belum lagi ditambah faktor adanya kenaikan beban operasional yang diluar kendali Pengelola seperti tarif dasar listrik (TDL), upah minimum Propinsi (UMP) dan lain sebagainya. Tidak ada pemberian insentif untuk pajak final seperti usaha persewaan tanah dan atau bangunan. Dengan tarif pajak yang tinggi, tanpa insentif pajak dan persaingan yang ketat serta situasi eknomomi yang tidak stabil akan mengakibatkan pertumbuhan usaha di sektor usaha persewaan tanah dan atau bangunan semakin tidak menarik. Tarif PPh Final untuk sewa tanah dan atau bangunan maksimal 6% seperti ketika pertama kami diterapkan. Sehingga perhitungan pajak badan menjadi sebagai berikut: NO. KETERANGAN PERHITUNGAN PAJAK BADAN TARIF PAJAK BADAN FINAL NON FINAL (USULAN) PERHITUNGAN LABA RUGI 1 Pendapatan 100,00 2 Beban pokok dan usaha 78,57 3 Laba usaha sebelum pajak 21,43 4 Pajak badan 6 % 28 % 6,00 5 Laba usaha setelah pajak 15,43 11

22 2. PPh Final atas sewa tanah dan bangunan Pajak atas service charge dan utility: Pendapatan sewa menyewa tanah dan bangunan terdiri atas: Pendapatan sewa. Pendapatan service charge (pengelolaan). Pendapatan utility seperti listrik. Pendapatan lainnya. Pengelola sulit membukukan laba sebelum pajak sebesar 35,71% untuk pendapatan: Laba dari service charge umumnya baru mencapai BEP (Break Event Point) pada tingkat hunian rata-rata sebesar 50%. Pendapatan utility seperti pendapatan dari listrik, sebenarnya merupakan penggantian beban listrik dari PLN porsi tenant (penyewa) yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh Pengelola, sehingga Pengelola dalam hal ini tidak mengambil keuntungan. Pendapatan atas sewa dan utility dan lainnya dikenakan pajak non final. Pendapatan final hanya dikenakan atas pendapatan sewa. 12

23 H. LAINNYA: PERPAJAKAN 1. Pembayaran Pajak di bank dibatasi (waktu dan jumlah transaksi): Waktu pembayaran pajak dibatasi, umumnya dari dari jam WIB. Jumlah transaksi yang dapat dilakukan dibatasi, maksimum 5 transaksi perorang pada bank-bank tertentu. Tidak seluruh bank merupakan bank persepsi Terbatasnya jumlah bank, waktu dan jumlah transaksi akan menghambat proses pembayaran pajak. Perlu dilakukan koordinasi antara DJP dan BI serta Perbankan untuk mempermudah akses pembayaran pajak bagi wajib pajak. 2. Pembayaran BPHTB hanya dapat dilakukan di bank lokasi: Pembayaran BPHTB hanya dapat dilakukan di bank lokasi dimana property yang diperjual belikan berada. Pelaksanaan pembayaran BPHTB menjadi tidak sederhana dan menjadi sangat merepotkan. Perlu dilakukan koordinasi antara DJP dan BI serta Perbankan untuk mempermudah akses pembayaran pajak bagi wajib pajak. 3. Validasi BPHTB dan SSP : Pada saat proses validasi BPHTB dan SSP, umumnya perlu membayar biaya validasi yangh seharusnya tidak perlu membayar. Adanya biaya untuk validasi yang seharusnya tidak dikenakan biaya, akan menimbulkan biaya ekonomi tinggi. Tidak perlu dilakukan validasi, cukup melaporkan pembayaran BPHTB dan SSP seperti pelaporan pajak lainnya. Jika terjadi kekurangan pembayaran pajak dapat dimintakan kemudian seperti pada proses perpajakan lainnya. 13

24 4. Definisi serah terima barang : Saat terhutang pajak, banyak dikaitkan dengan penyerahan barang seperti: Saat terhutang PPN: Mana yang lebih dulu antara penerimaan uang atau penyerahan barang. Saat terhutang PPn BM: Sekali saat penyerahan barang. Definisi penyerahan barang perlu diperjelas, karena definisi penyerahan barang bisa didefinisikan macam-macam, contoh: Serah terima tanah dan atau bangunan berdasarkan KUHP adalah pada saat telah didaftarkan haknya di BPN pada saat dilakukan AJB. Serah terima fisik sesuai dokumen BAST (Berita Acara Serah Terima). Pada saat pengakuan pendapatan di laporan perhitungan laba rugi. Pada saat terima uang tanda jadi. Perlu ditetapkan definisi serah terima barang yang pasti sehingga tidak terjadi salah interprestasi. Sebaiknya definisi serah terima barang mengacu pada KUHP, sehingga tidak terjadi banyak definisi serah terima. Hal ini juga sesuai dengan obyek pajaknya yaitu: Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan *****

Abstrak. Keyword : Hulu hilir, aspek perpajakan, real estat

Abstrak. Keyword : Hulu hilir, aspek perpajakan, real estat Abstrak Pertumbuhan berbagai produk properti berupa perumahan, apartemen, kondominium, pusat perdagangan, gedung perkantoran, rumah toko dan rumah kantor serta pembangunan kawasan industri baru menjadi

Lebih terperinci

Dilarang memperbanyak MOJAKOE ini tanpa seizin SPA FEUI. Mojakoe dapat didownload di

Dilarang memperbanyak MOJAKOE ini tanpa seizin SPA FEUI. Mojakoe dapat didownload di 2 MOJAKOE Perpajakan Dilarang memperbanyak MOJAKOE ini tanpa seizin SPA FEUI. Mojakoe dapat didownload di www.spa-feui.com Official Learning Partner: OfficialMedia Partner: @spafeui SPA FEUI www.spa-feui.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama, karena itu peranan sektor pajak sangat besar, terutama untuk menunjang keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan bisnis properti di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat tajam pada dekade terakhir ini. Banyak indikator yang dapat dilihat di dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

AKUNTANSI PROPERTY INVESTASI

AKUNTANSI PROPERTY INVESTASI AKUNTANSI PERPAJAKAN Modul ke: AKUNTANSI PROPERTY INVESTASI Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA : 081218888013 Email : suhirmanmadjid@ymail.com

Lebih terperinci

TAX REVIEW UNTUK WAJIB PAJAK PROPERTY ATAU DEVELOPER

TAX REVIEW UNTUK WAJIB PAJAK PROPERTY ATAU DEVELOPER TAX REVIEW UNTUK WAJIB PAJAK PROPERTY ATAU DEVELOPER Berikut ini saya coba bahas mengenai gambaran perpajakan (tax Review) untuk perusahaan yang bergerak di bidang agen property atau Developer atau agen

Lebih terperinci

PERLAKUAN DAN FASILITAS PERPAJAKAN UNTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN SKEMA TERTENTU (KIK-DIRE)

PERLAKUAN DAN FASILITAS PERPAJAKAN UNTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN SKEMA TERTENTU (KIK-DIRE) KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERLAKUAN DAN FASILITAS PERPAJAKAN UNTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN SKEMA TERTENTU (KIK-DIRE) Surabaya, 25 Mei 2016 DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Ruang

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan Pembangunan sektor perumahan di kota Gresik khususnya dan Jawa timur pada umumnya sedang ramai-ramainya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan Direktorat Jenderal Pajak dalam memberikan kontribusi yang signifikan bagi penerimaan Negara.Yaitu dengan melalui salah satu alat ukur yang bernama

Lebih terperinci

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018 KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018 BENDAHARA PENGELUARAN Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN. 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia

BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN. 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN A. Penyajian dan Analisis Data 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia Mengajukan Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA dengan akta notaris Adri Dwi Purnomo, SH. Nomor 24/2006. Yang

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA dengan akta notaris Adri Dwi Purnomo, SH. Nomor 24/2006. Yang BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Berdirinya Perusahaan PT. Ragam Anugerah Mandiri didirikan pada tanggal 20 April 2006 dengan akta notaris Adri Dwi Purnomo, SH. Nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara yang ditujukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara yang ditujukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara yang ditujukan untuk kepentingan umum. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR DUA

BAB II DESKRIPSI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR DUA BAB II DESKRIPSI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR DUA A. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Sawah Besar Dua Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Sawah Besar Dua dibentuk

Lebih terperinci

Jakarta, 20 Desember Kepada Dewan Standar Akuntasi Keuangan Jln. Sindanglaya No. 1 Menteng Jakarta 10310

Jakarta, 20 Desember Kepada Dewan Standar Akuntasi Keuangan Jln. Sindanglaya No. 1 Menteng Jakarta 10310 Jakarta, 20 Desember 2010 Kepada Dewan Standar Akuntasi Keuangan Jln. Sindanglaya No. 1 Menteng Jakarta 10310 Telp : 021 31904232 Fax : 021 7245078 e-mail : iai-info@iaiglobal.or.id dsak@iaiglobal.or.id

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kontrak Kerja PT Aikovito 1. Prosedur Kontrak Kerja Prosedur di dalam suatu proyek secara garis besar mempunyai beberapa tahapan yaitu sebagai berikut: a. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi dana pembangunan Negara, Pemerintah. masyarakat Indonesia, karena berdasarkan tax ratio Indonesia dengan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi dana pembangunan Negara, Pemerintah. masyarakat Indonesia, karena berdasarkan tax ratio Indonesia dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Untuk memenuhi dana pembangunan Negara, Pemerintah memanfaatkan dua sumber pokok penerimaan pajak, yaitu sumber dana dari dalam negeri misalnya penerimaan

Lebih terperinci

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2 PENCATATAN PAJAK Dwi Martani 1 PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2 PAJAK PENGHASILAN Pajak atas penghasilan perusahaan yang dipotong oleh pihak

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 I. UMUM

Lebih terperinci

Perihal : Permohonan Menjadi Responden Penelitian

Perihal : Permohonan Menjadi Responden Penelitian Perihal : Permohonan Menjadi Responden Penelitian Kepada Yth. Bapak / Ibu / Saudara/i Di Tempat Dengan ini saya Mahasiswa Universitas Kristen Maranatha (UKM) Bandung sedang mengadakan penelitian pada PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 1 Undang-Undang No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 1 Undang-Undang No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merata baik dalam bidang ekonomi, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. merata baik dalam bidang ekonomi, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pada hakekatnya, pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan oleh negara Indonesia sebagai negara yang berkembang, merupakan pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 6 1983 Perubahan 9 1994 16 2000 28 2007 16 2009 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) SPT Surat yg oleh

Lebih terperinci

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB PAJAK PAJAK . PAJAK yang dibayarkan digunakan untuk kegiatan Penyelenggaraan Negara, dan Membiayai pembangunan seperti pembangunan gedung-gedung sekolah, Sarana Kesehatan (rumah sakit), sarana umum, pembangunan

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50%

BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50% BAB VII PERPAJAKAN PERPAJAKAN DI INDONESIA DIRASAKAN KURANG BERSAING UNTUK MENARIK INVESTASI. Pandangan ini umumnya diutarakan dalam 3 hal, yaitu: pelayanan pajak yang rendah, tarif pajak yang kurang bersaing

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH HUKUM PAJAK** (EB) KODE / SKS : KD / 2 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH HUKUM PAJAK** (EB) KODE / SKS : KD / 2 SKS Minggu 1 & 2 Dasar-dasar Perpajakan 1. Pengertian pajak & restribusi 2. Fungsi pajak 3. Hambatan pemungutan pajak 4. Syarat-syarat pemungutan pajak 5. Tarif pajak 6. Kedudukan hukum pajak 7. Hukum pajak

Lebih terperinci

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 A. Singkatan 1. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat pengelompokkan jenis pajak berdasarkan aktivitas yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. membuat pengelompokkan jenis pajak berdasarkan aktivitas yang menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut pengelolaan pajak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang terbesar di dunia. Hal ini tentunya membuat Indonesia tidak lepas dari apa yang namanya permasalahan perekonomian.

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh : 1 Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara

Lebih terperinci

Berikut ini adalah data untuk perhitungan PBB apartemen di Jalan Gunung Sahari :

Berikut ini adalah data untuk perhitungan PBB apartemen di Jalan Gunung Sahari : Problem 1 (PBB) Berikut ini adalah data untuk perhitungan PBB apartemen di Jalan Gunung Sahari : Luas tanah : 4000 m2. NJOP = Rp 4,000,000 / m2 Bangunan : 100 unit tipe 75, 50 unit tipe 48. NJOP Rp 3,000,000

Lebih terperinci

1

1 0 1 2 3 4 SOAL TEORI KUP Menurut Pasal 1 UU KUP, Penelitian adalah serangkaian kegiatan menilai kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya, termasuk penilaian kebenaran penulisan dan perhitungannya.

Lebih terperinci

Administrasi Pajak pada Bisnis Properti / Real Estate

Administrasi Pajak pada Bisnis Properti / Real Estate Administrasi Pajak pada Bisnis Properti / Real Estate Disadur dari Buku Panduan Pajak 2010-2011 yang diterbitkan oleh Koperasi Pegawai Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak Properti/real estate adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan

Lebih terperinci

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan Perbedaan dalam pengakuan pendapatan dan beban antara perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN LAMPIRAN I PERATURAN NOMOR : PER165/PJ/2005 TENTANG : PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN NOMOR KEP297/PJ/2002 TENTANG PELIMPAHAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPADA PARA PEJABAT DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PENDAPATAN DAERAH

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PENDAPATAN DAERAH PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PENDAPATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build

BAB I PENDAHULUAN. puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka melaksanakan pembangunan di Indonesia, maka beberapa puluh tahun yang lampau pemerintah Indonesia telah mengunakan pola Build Operate and Transfer

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Mekanisme Pemungutan PPh Ps. 22, PPN, dan Bea Masuk Atas Impor BKP PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO ABSTRAK Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor perusahaan ke sektor publik. Salah satu pajak yang sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini begitu banyak pembangunan di wilayah perkotaan atau di

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini begitu banyak pembangunan di wilayah perkotaan atau di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Pada saat ini begitu banyak pembangunan di wilayah perkotaan atau di pinggiran kota seiring berkembangnya zaman dan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan CV. Mitra Sinergi merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan pipa dan bahan bangunan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. rutin jika disewakan atau sering disebut sebagai passive income. Selain itu pada

BAB I. Pendahuluan. rutin jika disewakan atau sering disebut sebagai passive income. Selain itu pada 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Properti merupakan salah satu sarana investasi yang sangat menarik untuk dicermati karena investasi jenis ini dapat memberikan pendapatan sewa secara rutin jika disewakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak.

BAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini pajak merupakan sumber utama dana untuk pembangunan karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara, salah satunya pendanaan negara didapatkan dari pajak.

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara, salah satunya pendanaan negara didapatkan dari pajak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran pembangunan suatu negara berasal dari berbagai jenis sektor pendapatan negara, salah satunya pendanaan negara didapatkan dari pajak. Pembangunan infrastruktur,

Lebih terperinci

Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA)

Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA) Bab 11 JOINT VENTURES (USAHA BERSAMA) Untuk perusahaan asing di Indonesia yang ingin melakukan usaha bersama, maka dapat dilakukan dengan cara sbb : 1. Joint Operation; 2. Merger, Akuisisi dan Likuidasi;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kondisi pembangunan yang semakin berkembang memberikan dampak yang sangat besar bagi negara kita, khususnya dibidang ekonomi. Pembangunan ekonomi bertujuan

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI No.374, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Real Estat. Pembayaran dan Pelaporan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT SETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (SSPBB)

DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT SETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (SSPBB) LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- /PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, SURAT SETORAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN SURAT SETORAN BEA PEROLEHAN

Lebih terperinci

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) A. Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: a) Bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara yang penting

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik demi kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik demi kemajuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber penerimaan negara yang paling besar adalah pajak. Setiap wajib pajak diwajibkan untuk ikut berpartisipasi agar laju pertumbuhan dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang sangat potensial, sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang sangat potensial, sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang sangat potensial, sektor Pajak merupakan pilihan yang sangat tepat, selain karena jumlahnya yang relatif

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS IV.1. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Satuan Kerja yang melakukan pemungutan PPh Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor ekonomi. Inflasi yang cenderung mengalami peningkatan, naiknya harga

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat kantor pelayanan pajak pratama purwakarta. Kerja Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat di Bandung.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat kantor pelayanan pajak pratama purwakarta. Kerja Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat di Bandung. 8 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat kantor pelayanan pajak pratama purwakarta Kantor Pelayanan Pajak Purwakarta berdiri pada tanggal 1 April 1989, yang terbentuk berdasarkan Surat Keputusan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM & KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) (4) Kemampuan Akhir yang diharapkan

RENCANA PROGRAM & KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) (4) Kemampuan Akhir yang diharapkan RENCANA PROGRAM & KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) Nama Mata Kuliah : Pengantar Pajak Kode Mata Kuliah : Beban sks : (1) Minggu ke (2) Materi Pembelajaran (3) Bentuk Pembelajaran 1 Pendahuluan (4)

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS Pada laporan rugi laba yang telah dibuat oleh PT TGS yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 menunjukkan adanya unsur penjualan yang telah berhasil

Lebih terperinci

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018 KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018 KEWAJIBAN PAJAK ATAS DANA HIBAH PENELITIAN Walau telah berbasis keluaran, namun kewajiban perpajakan atas

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Gambaran Obyek Penelitian. 1. Sejarah berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. Karanganyar

BAB III PEMBAHASAN. A. Gambaran Obyek Penelitian. 1. Sejarah berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. Karanganyar digilib.uns.ac.id BAB III PEMBAHASAN A. Gambaran Obyek Penelitian 1. Sejarah berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Karanganyar KPP Pratama Karanganyar merupakan kantor pelayanan pajak pecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 Negara Indonesia merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 Negara Indonesia merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki jumlah populasi penduduk yang sangat besar, dimana

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Sebagai salah satu penerimaan negara, baik pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. maupun pembangunan. Sebagai salah satu penerimaan negara, baik pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak memiliki fungsi budgetair yang artinya adalah pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.

Lebih terperinci

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pertemuan 4 32 P4.1 Teori Pajak Penghasilan 22 & 24 A. Pengertian PPh Pasal 22 Pajak yang dipungut atas penyerahan barang / jasa, impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi oleh penerimaan minyak (migas) kemudian didominasi oleh penerimaan non migas yaitu dari perpajakan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan penting bagi negara untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan penting bagi negara untuk terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan penting bagi negara untuk terus melaksanakan pembangunan nasional dalam rangka mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No. 16 Tahun 2000 dan yang terakhir diatur dalam UU No. 28 Tahun

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Dari pembahasan dan analisis yang dilakukan oleh penulis berkenan dengan dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di Indonesia pada

Lebih terperinci

Susanti, Liberti Pandiangan

Susanti, Liberti Pandiangan PENGARUH PENERAPAN EKSTENSIFIKASI WAJIB PAJAK TERHADAP PENINGKATAN PENERIMAAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SERPONG PADA TAHUN 2010-2012 Susanti, Liberti Pandiangan Universitas

Lebih terperinci

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 A. Pengertian Pajak Beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pajak,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PENDAPATAN BUPATI TASIKMALAYA B U P A T I TASIKMALAY A

KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PENDAPATAN BUPATI TASIKMALAYA B U P A T I TASIKMALAY A B U P A T I TASIKMALAY A KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PENDAPATAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB III. III.1. Gambaran Umum KPP Pratama Jakarta Matraman KPP ini merupakan pecahan dari KPP Jakarta Timur I yang telah

BAB III. III.1. Gambaran Umum KPP Pratama Jakarta Matraman KPP ini merupakan pecahan dari KPP Jakarta Timur I yang telah BAB III OBJEK PENELITIAN DAN METODE PENELITIAN III.1. Gambaran Umum KPP Pratama Jakarta Matraman Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Matraman merupakan Kantor Pajak Type A yang berdiri pada bulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional saat ini adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDAPATAN KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDAPATAN KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDAPATAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 07 Tahun 2011 SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KOTA SAMARINDA

Lebih terperinci

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan,

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan, B A B IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan tujuan perusahaan serta kebijaksanaan perusahaan, sehingga

Lebih terperinci

Perpajakan 1. UAS Semester Genap 2014/2015

Perpajakan 1. UAS Semester Genap 2014/2015 MOJAKOE MOdul JAwaban KOEliah Perpajakan 1 UAS Semester Genap 2014/2015 t@spafebui fspa FEB UI Dilarang memperbanyak MOJAKOE ini tanpa seijin SPA FEB UI. Official Partners: Dilarang memperbanyak MOJAKOE

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM. 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM. 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota Sejarah umum dari Kantor Pelayanan Pajak dimulai pada masa penjajahan Belanda, Kantor Pelayanan

Lebih terperinci

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 79/PJ/2010 TENTANG : STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) LAYANAN UNGGULAN BIDANG PERPAJAKAN DAFTAR 16 (ENAM BELAS) JENIS LAYANAN UNGGULAN BIDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa. Pendapatan dari penerimaan pajak yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa. Pendapatan dari penerimaan pajak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan aspek yang penting dalam proses pembangunan suatu bangsa khususnya di Indonesia, karena pembangunan bertujuan untuk mewujudkan serta meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang telah memenuhi kriterial sebagai wajib pajak menurut

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang telah memenuhi kriterial sebagai wajib pajak menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak mempunyai peranan dan sekaligus merupakan unsur yang penting sebagai pemasok dan bagi anggaran negara, perolehan dana dari pajak merupakan jumlah yang

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA. pesat guna meningkatkan standar hidup berbangsa dan bernegara. Semua pihak baik

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA. pesat guna meningkatkan standar hidup berbangsa dan bernegara. Semua pihak baik BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA III.1 Sejarah Perusahaan Pembangunan di berbagai bidang yang terjadi di Indonesia berlangsung dengan pesat guna meningkatkan standar hidup berbangsa dan bernegara. Semua

Lebih terperinci

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga?

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga? Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga? Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi: Account Representative Aspek Perpajakan bagi Pemilik Indekos Panduan

Lebih terperinci

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00.

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00. SOAL PAJAK SMK 1.Penghasilan yang termasuk obyek PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21) adalah. a. bunga b. deviden c. Gaji d. royalty e. sewa 2. Berdasarkan data laporan keuangan atas usaha tahun pajak

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci