BUKU PEDOMAN PENANGANAN PERKARA DI LINGKUNGAN DJPLN/PUPN. Disusun oleh : Tim Penyusunan Buku Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan DJPLN/PUPN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUKU PEDOMAN PENANGANAN PERKARA DI LINGKUNGAN DJPLN/PUPN. Disusun oleh : Tim Penyusunan Buku Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan DJPLN/PUPN"

Transkripsi

1 BUKU PEDOMAN PENANGANAN PERKARA DI LINGKUNGAN DJPLN/PUPN Disusun oleh : Tim Penyusunan Buku Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan DJPLN/PUPN DEPARTEMEN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PIUTANG DAN LELANG NEGARA DIREKTORAT INFORMASI DAN HUKUM Jakarta 2005

2 KATA SAMBUTAN Sebagaimana dimaklumi pelayanan pengurusan piutang negara dan lelang saat ini menjadi semakin berat karena kompleksitas akibat perkembangan hukum, perkembangan bisnis maupun berbagai aspek lain yang bersinggungan dengan Undang- Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 dan Vendu Reglement. Sementara itu, dilain pihak daya kritis masyarakat juga meningkat seiring dengan perkembangan demokrasi. Itu sebabnya tidak jarang hasil kerja kita mendapat tantangan maupun gugatan. Kita harus selalu siap apabila hasil pekerjaan kita dikritisi atau bahkan diuji di lembaga peradilan. Kita tidak perlu takut atau kecil hati sepanjang kita berpijak pada aturan undang-undang yang dilandasi dengan itikad baik dan selalu berpegang pada prinsip good governance. Dalam rangka menghadapi berbagai gugatan di peradilan, diperlukan kesiapan bagi para petugas terkait. Kemampuan petugas penanganan perkara harus terus diasah, sehingga perlu pembekalan agar kualitas dalam menghadapi gugatan semakin baik. Oleh karena itu, kami menyambut baik hadirnya Buku Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan DJPLN/PUPN ini. Dengan buku ini petugas akan mendapat gambaran bahkan petunjuk yang jelas bagaimana menyusun gugatan, menyusun jawaban atas gugatan, menyusun duplik, menyusun replik, dan mempersiapkan alat bukti serta bagaimana menyikapi putusan pengadilan, dan sebagainya. Kepada Tim Penyusun Buku Pedoman yang telah bekerja keras menyusun buku ini, kiranya layak kami sampaikan penghargaan dan terima kasih. Demikian agar menjadi perhatian seluruh jajaran DJPLN. Manfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Jakarta, Maret 2005 Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Machfud Sidik NIP i

3 KATA SAMBUTAN Sebagaimana dimaklumi pelayanan pengurusan piutang negara dan lelang saat ini menjadi semakin berat karena kompleksitas akibat perkembangan hukum, perkembangan bisnis maupun berbagai aspek lain yang bersinggungan dengan Undang- Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 dan Vendu Reglement. Sementara itu, dilain pihak daya kritis masyarakat juga meningkat seiring dengan perkembangan demokrasi. Itu sebabnya tidak jarang hasil kerja kita mendapat tantangan maupun gugatan. Kita harus selalu siap apabila hasil pekerjaan kita dikritisi atau bahkan diuji di lembaga peradilan. Kita tidak perlu takut atau kecil hati sepanjang kita berpijak pada aturan undang-undang yang dilandasi dengan itikad baik dan selalu berpegang pada prinsip good governance. Dalam rangka menghadapi berbagai gugatan di peradilan, diperlukan kesiapan bagi para petugas terkait. Kemampuan petugas penanganan perkara harus terus diasah, sehingga perlu pembekalan agar kualitas dalam menghadapi gugatan semakin baik. Oleh karena itu, kami menyambut baik hadirnya Buku Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan DJPLN/PUPN ini. Dengan buku ini petugas akan mendapat gambaran bahkan petunjuk yang jelas bagaimana menyusun gugatan, menyusun jawaban atas gugatan, menyusun duplik, menyusun replik, dan mempersiapkan alat bukti serta bagaimana menyikapi putusan pengadilan, dan sebagainya. Kepada Tim Penyusun Buku Pedoman yang telah bekerja keras menyusun buku ini, kiranya layak kami sampaikan penghargaan dan terima kasih. Demikian agar menjadi perhatian seluruh jajaran DJPLN. Manfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Jakarta, Maret 2005 Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Machfud Sidik NIP i

4 DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI. hlm. i ii iii BAB I BAB II BAB III PENDAHULUAN... A. Latar Belakang.... B. Maksud dan Tujuan.... KEWENANGAN PENANGANAN PERKARA DI LINGKUNGAN DJPLN... A. Kewenangan Penanganan Perkara Perdata... B. Kewenangan Penanganan Perkara Tata Usaha Negara. C. Kewenangan Penanganan Perkara Pidana. D. Surat Kuasa Khusus SKU dalam Perkara Perdata 2. SKU dalam Perkara TUN 3. Surat Tugas dalam Perkara Pidana. PETUNJUK PENANGANAN PERKARA PERDATA A. Menghadapi Gugatan Perdata 1. Meneliti Relaas Panggilan.. 2. Meneliti Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN).. 3. Meneliti Dokumen Lelang 4. Meneliti Surat Gugat. 5. Mempersiapkan Dasar Hukum dan Alat Bukti Penyusunan Jawaban. 6. Memenuhi Surat Panggilan Menghadiri Sidang Mediasi Menyusun Jawaban.. 9. Menyampaikan Jawaban Menerima Replik. 11. Mengajukan Duplik Menyampaikan Bukti 13. Menyampaikan Kesimpulan B. Mengajukan Gugatan Persiapan Penyusunan Surat Gugat.. 2. Persiapan Surat Kuasa Khusus Penyusunan Gugatan Pendaftaran Gugatan. 5. Penyusunan Replik Pengajuan Bukti Penyusunan Kesimpulan iii

5 BAB IV BAB V BAB VI PETUNJUK PENANGANAN PERKARA TATA USAHA NEGARA A. Persiapan Menghadapi Gugatan 1. Dismissal Procedure. 2. Pemeriksaan Persiapan. 3. Penelitian Surat Gugat.. B. Penyusunan Jawaban atas Gugatan. 1. Penelitian dan Pencantuman Identitas Para Pihak. 2. Penyusunan Eksepsi Penyusunan Jawaban. 4. Penyusunan Petitum. 5. Penyusunan Duplik C. Pengajuan Bukti.. 1. Pemeriksaan Alat Bukti Surat Pemeriksaan Saksi.... D. Penyusunan Kesimpulan. PUTUSAN PERADILAN A. Putusan Pengadilan Negeri. 1. Putusan Sela (Tussenvonis) 2. Putusan Akhir (Eindvonis) 3. Putusan Serta Merta.. 4. Susunan dan Isi Putusan Tindakan yang Dilakukan dalam Menghadapi Putusan B. Putusan Pengadilan Tinggi.. C. Putusan Pengadilan TUN Putusan Sela. 2. Putusan Akhir Pelaksanaan Putusan Pengadilan TUN.. D. Putusan Pengadilan Tinggi TUN. E. Putusan Mahkamah Agung.. UPAYA HUKUM.. A. Perkara Perdata 1. Banding Kasasi.. 3. Perlawanan.. 4. Peninjauan Kembali B. Perkara TUN Banding Kasasi.. 3. Peninjauan Kembali BAB VII PETUNJUK MENGHADAPI PERKARA PIDANA.. A. Saksi B. Saksi Ahli iv

6 C. Tersangka BAB VIII PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN.. A. Proses Kepailitan... B. Akibat Hukum Pernyataan Pailit C. Hal yang Diperhatikan dalam Penanganan Perkara Pailit BAB IX HAL-HAL LAIN YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENANGANAN PERKARA.. A. Petunjuk Menghadiri Sidang.. B. Kiat Menghadapi Perkara... C. Istilah Hukum DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR PUSTAKA v

7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana dimaklumi bahwa peranan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN)/Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dalam menunjang pengamanan keuangan dan penerimaan negara semakin meningkat. Disisi lain perkembangan budaya masyarakat sekarang nampak semakin kritis dalam menilai dan mengoreksi kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan mereka, termasuk keputusan mengenai piutang dan lelang negara, yaitu dengan mengajukan gugatan ke lembaga peradilan. Gugatan yang ditujukan kepada DJPLN/PUPN terutama terhadap unit-unit operasionalnya sangat mempengaruhi pengurusan piutang negara. Piutang negara dapat tidak tertagih atau sekurang-kurangnya terhenti sementara sampai gugatan tersebut mendapat putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Begitu juga pelaksanaan lelang dapat terhenti atau tertunda dengan diajukannya gugatan, bahkan dapat dibatalkan apabila gugatan yang diajukan dikabulkan oleh hakim. Hal ini sangat berpotensi menimbulkan kerugian negara. Selain itu, jumlah gugatan yang banyak akan mempengaruhi pandangan masyarakat atas pelayanan yang diberikan. Penanganan perkara di pengadilan memerlukan pengetahuan hukum yang baik sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Untuk itu DJPLN telah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi para pegawai khususnya yang menangani perkara di pengadilan. Diklat tersebut diselenggarakan bekerja sama baik dengan Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan maupun dengan lembaga profesi advokat. Namun, penyelenggaraan diklat tidak dapat dilaksanakan secara rutin karena dana yang tersedia masih terbatas. Mengingat keterbatasan penyelenggaraan diklat penanganan perkara, maka perlu disusun Buku Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara guna memudahkan penanganan perkara di pengadilan. Dengan adanya buku pedoman tersebut diharapkan perkara-perkara perdata, tata usaha negara, niaga maupun perkara pidana dapat ditangani dan diselesaikan lebih baik dan cepat sehingga pada akhirnya dapat mendukung peningkatan kinerja DJPLN/PUPN. B. Maksud dan Tujuan Buku Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan DJPLN/PUPN ini disusun dengan maksud agar dapat dijadikan pola/kerangka dalam menangani perkara/gugatan yang diajukan terhadap DJPLN/PUPN, baik dalam penyusunan jawaban, eksepsi, duplik, pembuktian, kesimpulan, maupun dalam melakukan upaya hukum yang ada. Selain itu, pedoman ini juga diharapkan dapat digunakan dalam hal DJPLN/PUPN bertindak sebagai penggugat. Mengingat perkara yang dihadapi bersifat khusus, tentunya pedoman yang diberikan dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai permasalahan gugatan yang dihadapi. 1

8 Adapun tujuan buku pedoman penanganan perkara ini adalah untuk memberikan panduan bagi penangan perkara dalam rangka meningkatkan kualitas beracara di pengadilan termasuk penyusunan: 1. jawaban/gugatan/bantahan/perlawanan; 2. duplik/replik; 3. pembuktian; 4. kesimpulan; 5. memori/kontra memori banding/kasasi/peninjauan kembali. Dengan tertanganinya perkara secara cepat dan tepat, diharapkan pengurusan piutang negara dan lelang tidak terhambat. 2

9 BAB II KEWENANGAN PENANGANAN PERKARA DI LINGKUNGAN DJPLN A. Kewenangan Penanganan Perkara Perdata Pada awalnya seluruh perkara perdata yang berada di lingkungan DJPLN/PUPN ditangani oleh Biro Hukum Departemen Keuangan sebagaimana diatur dalam Instruksi Menteri Keuangan Nomor 05/IMK.01/1978 tanggal 22 Desember 1978 tentang Penanganan Perkara di Pengadilan yang menyangkut Departemen Keuangan serta Instansi-instansi dan Badan-badan/Badan-badan Usaha Negara yang berada di bawah lingkungan Departemen Keuangan. Dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 139/KMK.08/2001 tanggal 22 Maret 2001 jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor SE-08/PL/2004 tanggal 8 April 2004 tentang Penanganan Perkara Perdata di Lingkungan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, maka kewenangan penanganan perkara perdata diatur sebagai berikut : 1. Perkara perdata yang mengandung tuntutan ganti rugi dan tuntutan ganti ruginya ditujukan kepada DJPLN/PUPN ditangani oleh Biro Hukum Departemen Keuangan Perkara perdata yang mengandung tuntutan ganti rugi namun tuntutan ganti ruginya tidak ditujukan kepada DJPLN/PUPN tetapi kepada pihak lain, ditangani oleh DJPLN. 3. Perkara perdata yang tidak mengandung tuntutan ganti rugi ditangani oleh DJPLN, walaupun dalam gugatannya dicantumkan tuntutan berupa uang paksa (dwangsoom). 4. DJPLN cq. Direktorat Informasi dan Hukum menangani perkara-perkara yang memiliki jumlah piutang negara lebih dari Rp 20 milyar termasuk perkara-perkara yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang yang bersifat kompleks/tingkat kesulitannya tinggi serta mengandung public interest yang besar. Perkara tersebut ditangani langsung oleh Kantor Pusat DJPLN dengan kuasa substitusi kepada Kanwil/KP2LN. 5. Kanwil DJPLN menangani perkara-perkara yang memiliki jumlah piutang negara antara Rp 10 milyar sampai dengan Rp 20 milyar dengan kuasa substitusi kepada para petugas di KP2LN. 6. Pada dasarnya Kanwil DJPLN/KP2LN/PUPN Cabang yang digugat bertanggung jawab menangani perkara tersebut, namun KP2LN/Kanwil DJPLN/PUPN Cabang dapat meminta bantuan hukum penanganan perkara kepada Kantor Pusat DJPLN cq. Direktorat Informasi dan Hukum. Bantuan penanganan perkara tersebut dapat berupa pembuatan jawaban, pembuatan duplik, penyusunan bukti, penyusunan kesimpulan, pembuatan memori/kontra memori banding/kasasi/peninjauan kembali. 1 Terhadap putusan berkekuatan hukum tetap yang menghukum DJPLN/PUPN membayar ganti rugi kepada penggugat, unit yang digugat harus melakukan koordinasi dengan Kantor Pusat DJPLN cq. Direktorat Informasi dan Hukum. Selanjutnya, kantor pusat akan berkoordinasi dengan Biro Hukum Departemen Keuangan. 3

10 B. Kewenangan Penanganan Perkara Tata Usaha Negara Kewenangan penanganan perkara Tata Usaha Negara (TUN) di lingkungan DJPLN diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor SE- 27/PL/2003 tanggal 12 Desember 2003, bahwa perkara TUN ditangani oleh unit yang menerbitkan Keputusan TUN yang digugat. Ini berarti apabila Kanwil DJPLN/KP2LN/PUPN Cabang digugat dalam perkara TUN, maka kewenangan untuk menangani perkara TUN tersebut ada pada Kepala Kanwil DJPLN/KP2LN/PUPN Cabang yang bersangkutan. C. Kewenangan Penanganan Perkara Pidana Selama ini penanganan perkara pidana mengacu pada Instruksi Menteri Keuangan Nomor 05/IMK/1978 tanggal 22 Desember 1978 yang antara lain menyatakan bahwa dalam hal Kepala/Pimpinan Instansi dan Pejabat yang berada di lingkungan Departemen Keuangan diminta keterangannya sebagai saksi, saksi ahli atau memberikan pernyataan tertulis dalam perkara perdata maupun pidana agar menghubungi Biro Hukum dan Humas Departemen Keuangan. Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.01/2004 tanggal 23 Juni 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, diatur dalam Pasal 100 dan Pasal 101 bahwa salah satu fungsi Biro Hukum Departemen Keuangan adalah menyelenggarakan pendampingan kepada para pejabat, mantan pejabat dan pegawai dari semua unit kerja di lingkungan Departemen Keuangan yang dalam pelaksanaan tugasnya diperiksa dalam perkara pidana di luar tindak pidana korupsi. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.01/2004 tanggal 23 Juni 2004, Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara juga melaksanakan fungsi bantuan hukum yang dilakukan oleh Subdit Peraturan dan Bantuan Hukum Direktorat Informasi dan Hukum. Dalam melaksanakan tugasnya Subdit Peraturan dan Bantuan Hukum mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor 31/PL/2003 tanggal 19 Desember Dalam Surat Edaran tersebut telah diatur bahwa pejabat/pegawai yang dipanggil oleh penyidik (Kepolisian/Kejaksaan) baik dalam kedudukan sebagai tersangka maupun sebagai saksi dalam kaitan dengan pelaksanaan tugas pengurusan piutang negara dan pelaksanaan lelang, dapat segera melaporkan masalah tersebut secara tertulis ke Kantor Pusat DJPLN cq. Direktorat Informasi dan Hukum disertai dokumen pendukung dan resume kasus yang bersangkutan. Kantor Pusat DJPLN cq. Direktorat Informasi dan Hukum bersama dengan direktorat teknis terkait akan melakukan gelar perkara dengan mengundang dan/atau mendatangi unit yang bersangkutan dan pejabat/petugas terkait, apabila masalahnya mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi atau menjadi perhatian masyarakat. Hal ini guna mendapatkan informasi yang lebih lengkap dalam menyusun pendapat dan saran sebagai jalan keluar penyelesaiannya seperti: 1. memberikan bantuan hukum kepada pejabat/pegawai yang bersangkutan dengan mendampinginya pada saat pemeriksaan oleh petugas penyidik (Kepolisian/Kejaksaan); 2. memberikan asistensi kepada advokat yang ditunjuk oleh terdakwa dalam proses persidangan. 4

11 Kanwil DJPLN/KP2LN memberitahukan kepada Kantor Pusat DJPLN apabila penyidik meminta keterangan saksi ahli kepada Kanwil DJPLN/KP2LN yang bersangkutan. Permintaan saksi ahli tersebut segera dikonsultasikan dengan Biro Hukum Departemen Keuangan untuk mendapat penunjukan saksi ahli yang tepat sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan. D. Surat Kuasa Khusus Dalam penanganan perkara baik perkara perdata maupun perkara TUN disyaratkan ada suatu Surat Kuasa Khusus (SKU) bagi petugas penangan perkara. Permohonan dan penerbitan SKU tersebut diatur sebagaimana terurai di bawah ini. 1. SKU dalam Perkara Perdata Permohonan SKU untuk menangani perkara perdata diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 139/KMK.08/2001 tanggal 22 Maret 2001 jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor SE-08/PL/2004 tanggal 8 April 2004, sebagai berikut : 1.1. SKU untuk menangani perkara perdata yang mengandung tuntutan ganti rugi diatur sebagai berikut : a. Dalam hal gugatan ditujukan kepada Kanwil DJPLN/KP2LN, maka SKU diterbitkan serta ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal untuk dan atas nama Menteri Keuangan. b. Dalam hal gugatan ditujukan kepada Ketua PUPN maka SKU diterbitkan serta ditandatangani oleh Ketua PUPN Pusat. c. SKU yang diterbitkan dapat dikuasakan dengan hak substitusi ke petugas penangan perkara lainnya Permohonan SKU penanganan perkara yang mengandung tuntutan ganti rugi diajukan oleh Direktur Informasi dan Hukum/Kepala Kanwil DJPLN/Kepala KP2LN/Ketua PUPN Cabang kepada Biro Hukum Departemen Keuangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara dengan menyebutkan/melampirkan: a. identitas penerima kuasa; b. fotokopi panggilan sidang; c. fotokopi surat gugat SKU penanganan perkara perdata yang tidak mengandung tuntutan ganti rugi diatur sebagai berikut : a. Dalam hal gugatan ditujukan kepada Kantor Pusat DJPLN/Kanwil DJPLN/KP2LN maka SKU diterbitkan serta ditandatangani oleh Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara untuk dan atas nama Menteri Keuangan. b. Dalam hal gugatan ditujukan kepada Ketua PUPN Pusat/PUPN Cabang maka SKU diterbitkan serta ditandatangani oleh Ketua PUPN Pusat. c. SKU yang diterbitkan dapat dikuasakan dengan hak substitusi ke petugas penanganan perkara lainnya Permohonan SKU penanganan perkara yang tidak mengandung tuntutan ganti rugi diajukan oleh Kepala Kanwil DJPLN/Kepala KP2LN/Ketua PUPN Cabang kepada Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara/Ketua PUPN Pusat melalui Direktorat Informasi dan Hukum dengan menyebutkan/melampirkan: 5

12 a. identitas penerima kuasa; b. fotokopi panggilan sidang; c. fotokopi surat gugatan atau sanggahan. Apabila SKU dalam perkara perdata belum diterima, Kepala Kanwil DJPLN/Kepala KP2LN/Ketua PUPN Cabang dapat menerbitkan surat tugas kepada penangan perkara untuk menghadiri sidang sambil menunggu SKU dari Kantor Pusat DJPLN/PUPN. 2. SKU dalam Perkara TUN 2.1. SKU dalam perkara TUN diterbitkan dan ditandangani oleh pejabat yang digugat. Ketentuan mengenai SKU ini diatur sebagai berikut: a. Dalam hal gugatan ditujukan kepada Kepala KP2LN maka SKU diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala KP2LN. b. Dalam hal gugatan ditujukan kepada Kepala Kanwil DJPLN maka SKU diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala Kanwil DJPLN. c. Dalam hal gugatan ditujukan kepada Ketua PUPN Cabang maka Surat Kuasa Khusus diterbitkan dan ditandatangani oleh Ketua PUPN Cabang yang bersangkutan. d. Di dalam SKU dicantumkan klausul hak menguasakan kembali (hak substitusi). e. Salah satu fotokopi SKU disampaikan ke Direktorat Informasi dan Hukum berikut surat gugat Dalam penyusunan SKU dalam perkara TUN perlu diperhatikan, hal-hal sebagai berikut : a. Penulisan identitas penerima kuasa harus jelas dan benar. b. Penulisan pemberi kuasa tidak ditulis secara berjenjang, hanya pejabat TUN yang bersangkutan. Misalnya: Ketua PUPN Cabang Jalan.. atau Kepala Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara Jalan c. Penulisan kata Khusus dicantumkan tersendiri secara jelas di tengah halaman. Misalnya: Khusus Guna menghadap di muka persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara.. dalam perkara Nomor mengenai gugatan yang diajukan terhadapnya oleh.. dalam hal ini diwakili oleh kuasanya.. d. Pencantuman kewenangan penerima kuasa meliputi juga kewenangan untuk menghadiri sidang dismissal. 3. Surat Tugas dalam Perkara Pidana Dalam hal pejabat/pegawai memenuhi panggilan penyidik (Kepolisian/Kejaksaan) untuk dimintai keterangannya sebagai saksi, tersangka atau saksi ahli yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengurusan piutang negara dan pelaksanaan lelang, pejabat/pegawai yang bersangkutan dilengkapi dengan surat tugas. 6

13 BAB III PETUNJUK PENANGANAN PERKARA PERDATA Dalam pelaksanaan tugas pengurusan piutang dan lelang negara, DJPLN/PUPN adakalanya menghadapi perkara perdata baik berupa gugatan, bantahan ataupun perlawanan yang diajukan debitor maupun pihak ketiga. Pada umumnya dalam penanganan perkara perdata, DJPLN/PUPN merupakan pihak yang digugat (tergugat), namun demikian tidak tertutup kemungkinan DJPLN/PUPN bertindak sebagai pihak yang mengajukan gugatan (penggugat). Proses gugatan, bantahan dan perlawanan termasuk acara dalam persidangannya hampir sama, walaupun mempunyai tujuan yang berbeda. Pihak dalam bantahan disebut pembantah dan terbantah, sedangkan dalam perlawanan pihaknya disebut dengan pelawan dan terlawan. Secara umum tahap dalam penanganan perkara perdata dapat digambarkan sebagai berikut: Gugatan Jawaban Replik Duplik Pembuktian Kesimpulan Putusan Dalam setiap perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama, para pihak wajib terlebih dahulu mengupayakan perdamaian melalui lembaga mediasi yang disediakan oleh pengadilan, sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Namun, apabila sampai batas waktu yang ditetapkan, perdamaian tidak tercapai maka acara dilanjutkan dengan penyampaian jawaban tergugat. A. Menghadapi Gugatan Perdata Gugatan perdata yang diajukan oleh debitor/penanggung hutang ataupun oleh pihak ketiga kepada DJPLN/PUPN pada umumnya disebabkan ada tindakan hukum yang dilakukan oleh DJPLN/PUPN dalam rangka pengurusan piutang negara dan pelaksanaan lelang. Tindakan hukum tersebut oleh penanggung hutang atau pihak ketiga dianggap tidak sah atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sedangkan DJPLN/PUPN berpendapat bahwa tindakan tersebut adalah sah dan benar sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena kedua pihak berbeda pendapat maka terjadilah sengketa. Persengketaan inilah yang diajukan oleh penggugat ke badan peradilan dengan mengajukan gugatan yang penyelesaiannya diproses sesuai dengan hukum acara perdata. Untuk memenuhi proses beracara, penangan perkara perlu melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Meneliti Relaas Panggilan Dalam proses pembuatan SKU, penangan perkara perlu melakukan penelitian terhadap relaas panggilan untuk mengetahui: a. Pengadilan negeri yang memeriksa gugatan. b. Nama penggugat. c. Nama tergugat. d. Register perkara. e. Pokok perkara/sengketa, misalnya pembatalan lelang. 7

14 f. Hari dan tanggal persidangan. Hasil penelitian dituangkan dalam resume sebagai lampiran surat permohonan penerbitan SKU dengan menyampaikan pendapat dan saran. 2. Meneliti Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) Untuk bahan penyusunan jawaban dan pengajuan alat bukti, penangan perkara perlu melakukan penelitian BKPN yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan yang dimuat dalam surat gugat untuk mengetahui: a. Nama/badan hukum penanggung hutang. b. Nama penjamin. c. Nama penyerah piutang. d. Dasar hukum terjadinya hutang. e. Surat penyerahan, termasuk nomor dan tanggal f. Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N), termasuk nomor dan tanggal. g. Dokumen-dokumen asli atau fotokopi yang dikuasai oleh DJPLN atau kreditor penyerah piutang yang dapat digunakan sebagai alat bukti untuk membantah dalil-dalil dalam surat gugat. h. Prosedur pengurusan yang sudah dan akan dilaksanakan dan dasar hukum pelaksanaannya seperti surat panggilan, tanggal penerbitan Surat Paksa, Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa, tanggal penerbitan Surat Perintah Penyitaan dan Berita Acara Penyitaan. i. Surat menyurat antara penanggung hutang dan penyerah piutang dan/atau Kantor Pelayanan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, penangan perkara mengajukan pendapat dan saran antara lain: - PUPN berwenang mengurus piutang negara berdasarkan Surat Penyerahan Nomor.. tanggal dan SP3N Nomor tanggal. (vide Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960). - Penyitaan dilaksanakan PUPN karena penggugat tidak melunasi hutangnya setelah dilakukan pemanggilan melalui Surat Panggilan No. tanggal.., tidak mematuhi Surat Paksa No tanggal. atau seandainya gugatan diajukan oleh pihak ketiga selaku pemilik jaminan tanah, maka ditambahkan alasan bahwa tanah tersebut telah diikat secara sempurna sesuai dengan Sertifikat Hak Tanggungan No... tanggal. - Pelaksanaan sita dilakukan oleh juru sita dan disaksikan oleh dua orang saksi sebagaimana dituangkan dalam Berita Acara Penyitaan sehingga penyitaan adalah sah sesuai dengan Penjelasan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun Tersedia alat-alat bukti yang dapat membuktikan sahnya tindakan hukum PUPN/DJPLN 3. Meneliti Dokumen Lelang Apabila gugatan berkaitan dengan lelang baik yang sudah ataupun yang belum dilaksanakan, maka penangan perkara perlu melakukan penelitian terhadap dokumen/ berkas yang berkaitan dengan proses lelang guna mengetahui: a. Dasar hukum pelaksanaan lelang. b. Nama/badan hukum pemohon lelang. c. Nama termohon lelang. d. Status hukum objek lelang. e. Harga jual lelang dan nama pemenang lelang. 8

15 f. Pejabat lelang dan pejabat penjual. g. Dokumen-dokumen asli atau fotokopi yang dikuasai oleh DJPLN yang dapat digunakan sebagai alat bukti untuk membantah dalil-dalil dalam surat gugat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, penangan perkara mengajukan pendapat dan saran antara lain: - Kantor Pelayanan berwenang melaksanakan lelang berdasarkan - Pelaksanaan lelang sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. - Pelaksanaan lelang yang dilaksanakan sudah diketahui oleh umum karena sudah diumumkan berdasarkan Pengumuman Lelang No. tanggal.. - Tersedia alat-alat bukti yang dapat membuktikan sahnya tindakan hukum Kantor Pelayanan dalam melaksanakan lelang. 4. Meneliti Surat Gugat Isi surat gugat menerangkan dengan jelas kejadian-kejadian dan keadaan-keadaan yang merupakan dasar gugatan penggugat serta dengan jelas menerangkan tuntutan/hukuman yang dimohonkan penggugat kepada majelis hakim. Kejelasan ini penting bagi tergugat, agar yang bersangkutan dapat mengerti dasar hukum gugatan dan apa yang dituntut penggugat. Isi surat gugat terdiri dari posita dan petitum. Posita adalah objek dan alasan gugatan, fakta hukum dan dasar hukum, sedangkan petitum merupakan hal yang dituntut. Dalam surat gugat dapat diketahui tentang: a. Tempat persidangan perkara. b. Penggugat dan pihak-pihak yang menjadi tergugat dan atau turut tergugat yang mempunyai hubungan hukum dengan pokok perkara c. Pokok permasalahan (posita) serta dasar hukumnya, misalnya pokok permasalahan pelaksanaan sita tidak sah karena Berita Acara Penyitaan tidak ditandatangani oleh juru sita dan/atau saksi-saksi. d. Tuntutan (petitum), misalnya pembatalan pelaksanaan sita atas objek sita. Dari hasil penelitian terhadap isi surat gugat, penangan perkara dapat mengetahui dan menguraikan hal-hal yang dipermasalahkan seperti: - Penggugat mempersoalkan penerbitan Surat Paksa yang tidak sah karena belum dilakukan pemanggilan secara patut terhadap penggugat terbukti tidak ada relaas penerimaan pemanggilan atau tidak didahului dengan pembuatan Pernyataan Bersama, sehingga penyitaan dan pelaksanaan lelang tidak sah menurut hukum. - Penggugat (pihak ketiga) mempersoalkan peralihan hak atas objek barang jaminan cacat hukum, karena objek jaminan tersebut merupakan harta gonogini yang dijual oleh suami kepada penanggung hutang tanpa persetujuan isteri sebelum penanggung hutang menjaminkan kepada penyerah piutang. 5. Mempersiapkan Dasar Hukum dan Alat Bukti Penyusunan Jawaban Dalam rangka mempersiapkan dasar hukum dan alat bukti untuk menangkis dalildalil penggugat, terlebih dahulu dilakukan persandingan antara resume hasil penelitian BKPN dan/atau dokumen lelang dengan resume hasil penelitian surat gugat, sehingga dapat diketahui dasar hukum dan alat-alat bukti yang akan digunakan dalam penyusunan jawaban. Hasil persandingan yang memuat dasar hukum dan alat-alat bukti dituangkan dalam resume disertai pendapat dan saran, 9

16 antara lain: a. perlu atau tidak mengajukan eksepsi dengan menyebutkan alasan hukumnya; b. menolak atau menyangkal dalil penggugat dengan alasan hukum dan disertai alat-alat bukti. 6. Memenuhi Surat Panggilan Dalam rangka memenuhi panggilan sidang pertama, hal-hal yang perlu dilakukan oleh penangan perkara, adalah: a. Menghubungi panitera perkara dengan membawa surat tugas untuk memohon penundaan sidang dalam hal SKU belum diterima. b. Menyampaikan SKU dan surat tugas kepada majelis hakim dalam persidangan. 2 c. Menyampaikan jawaban kepada majelis hakim dalam hal mediasi tidak ada. 3 d. Melaporkan hasil persidangan. 7. Menghadiri Sidang Mediasi Mediasi merupakan penyelesaian sengketa melalui perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib melalui mediasi. Pada persidangan pertama, majelis hakim mewajibkan para pihak untuk melakukan perdamaian dengan bantuan mediator. Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. Para pihak dapat menunjuk mediator dari daftar mediator yang dimiliki pengadilan, yaitu hakim selain ketua dan anggota majelis yang memeriksa perkara, atau mediator di luar daftar pengadilan. Proses mediasi berlangsung paling lama 22 (dua puluh dua) hari kerja sejak pemilihan atau penetapan penunjukan mediator dan hasil akhir proses mediasi berupa kesepakatan atau ketidaksepakatan. Dalam hal dicapai kesepakatan, kesepakatan tersebut dituangkan dalam suatu akta perdamaian dan ditetapkan oleh majelis hakim yang mengadili perkara yang bersangkutan. Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam jangka waktu yang telah diberikan, maka persidangan dilanjutkan. Hal-hal yang menjadi perhatian penangan perkara dalam proses mediasi antara lain: a. Melakukan koordinasi dengan penyerah piutang mengenai hal-hal apa saja yang dapat diterima dalam usul perdamaian. b. Menyampaikan materi usul perdamaian. c. Melaporkan konsep hasil perdamaian disertai saran dan pendapat. d. Melaporkan waktu persidangan berikutnya dalam hal tidak tercapai perdamaian. 8. Menyusun Jawaban Dalam proses beracara di muka pengadilan negeri, jawaban perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh karena jawaban merupakan hal yang pokok/essensial. Oleh karena itu, semua eksepsi/tangkisan dan sanggahan/ 2 Pada pengadilan negeri tertentu SKU didaftar terlebih dahulu pada panitera sebelum disampaikan kepada majelis hakim. 3 Apabila mediasi dilakukan, jawaban disampaikan setelah proses mediasi tidak tercapai. 10

17 penolakan terhadap dalil-dalil penggugat dalam pokok perkara harus dikemukakan dalam jawaban. Setiap sanggahan terhadap dalil-dalil penggugat harus menyebut alasan/dasar hukumnya baik berupa peraturan perundangan maupun yurisprudensi Mahkamah Agung. Sanggahan yang tidak mempunyai dasar hukum tidak akan diperhatikan dan akan dikesampingkan. Penyusunan jawaban diawali dengan penelitian dan penilaian terhadap surat gugat guna mengetahui perlu atau tidak eksepsi atau tangkisan diajukan sebelum menyusun jawaban dalam pokok perkara. Pada umumnya jawaban disusun dengan mengikuti pola yang sudah lazim dalam proses beracara di pengadilan, yaitu eksepsi, pokok perkara dan petitum. Namun, ada kalanya dalam gugatan, penggugat juga mengajukan gugatan provisi Dalam eksepsi Eksepsi kompetensi absolut Eksepsi kompetensi absolut merupakan eksepsi yang menyangkut pembagian kekuasaan antara badan-badan peradilan untuk memeriksa perkara, apakah peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer atau peradilan tata usaha negara. Sesuai dengan ketentuan hukum acara, majelis hakim harus menyatakan dirinya tidak berwenang untuk memeriksa perkara yang bukan merupakan kewenangannya dan tidak tergantung kepada ada tidaknya eksepsi tergugat. Eksepsi ini sedapat mungkin diajukan pada saat membuat jawaban Eksepsi kompetensi relatif Eksepsi kompetensi relatif merupakan eksepsi yang menyangkut kewenangan pengadilan sejenis untuk memeriksa perkara. Eksepsi kompetensi relatif ini harus diajukan pada kesempatan pertama tergugat memberikan jawaban. Eksepsi kompetensi relatif dapat diajukan terpisah, yaitu sebelum pengajuan jawaban mengenai pokok perkara. Pada dasarnya gugatan diajukan pada pengadilan dalam wilayah hukum tergugat bertempat tinggal atau berdasarkan domisili hukum tergugat yang secara tegas dinyatakan dalam akta. Namun, apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan dalam wilayah hukum penggugat bertempat tinggal atau kepada pengadilan dalam wilayah hukum objek sengketa berada (benda tetap) Eksepsi obscuur libel Eksepsi obscuur libel merupakan tangkisan yang menyatakan gugatan penggugat kabur. Hal ini terjadi karena : a. Posita tidak jelas/kabur, sebab dasar hukum yang menjadi dasar gugatan tidak jelas/tidak ada atau salah satu dari dasar hukum yang dijadikan dasar gugatan tidak jelas. b. Objek sengketa di dalam gugatan tidak jelas. c. Penggabungan dua atau lebih gugatan yang masing-masing tidak ada kaitan atau pada hakekatnya berdiri sendiri-sendiri. d. Pertentangan antara posita dengan petitum. 11

18 Eksepsi rei judicatie Eksepsi rei judicatie merupakan tangkisan yang menyatakan bahwa perkara sudah pernah diputus dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (nebis in idem). Nebis in idem terjadi apabila tuntutan/gugatan didasarkan pada alasan yang sama, diajukan oleh dan terhadap orang yang sama serta dalam hubungan yang sama Eksepsi declinatoir. Eksepsi declinatoir merupakan tangkisan yang menyatakan bahwa gugatan merupakan perkara yang sama dan masih dalam proses di pengadilan serta belum ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap Eksepsi dilatoir. Eksepsi dilatoir merupakan tangkisan yang menyatakan bahwa gugatan yang diajukan masih prematur, misalnya benar bahwa tergugat mempunyai utang kepada penggugat tetapi belum jatuh tempo Eksepsi diskualifikasi. Eksepsi diskualifikasi merupakan tangkisan yang menyatakan bahwa penggugat adalah orang yang tidak mempunyai kualitas/berhak untuk mengajukan gugatan Eksepsi error in persona. Eksepsi error in persona merupakan tangkisan yang menyatakan bahwa yang seharusnya digugat adalah orang lain bukan tergugat Eksepsi plurium litis consortium. Eksepsi plurium litis consortium merupakan tangkisan yang menyatakan bahwa gugatan kurang pihak Eksepsi premtoir. Eksepsi premtoir merupakan tangkisan yang mengakui kebenaran dalil gugatan, tetapi mengemukakan tambahan yang prinsip sehingga gugatan tidak dapat diterima, misalnya dengan mengemukakan bahwa tergugat tidak pernah berutang kepada penggugat atau utang tersebut telah dibayar lunas oleh tergugat kepada penggugat Eksepsi koneksitas (exceptie van connexiteit) Eksepsi koneksitas merupakan tangkisan yang menyatakan bahwa perkara yang bersangkutan masih ada hubungan dengan perkara lain yang sedang ditangani oleh pengadilan/instansi lain dan belum ada putusan Dalam provisi Gugatan provisi adalah gugatan penggugat yang memohon agar dilakukan tindakan pendahuluan berdasarkan suatu penetapan hakim dan atau putusan hakim (putusan sela) sebelum putusan akhir dijatuhkan. Gugatan provisi yang ditujukan kepada DJPLN/PUPN pada umumnya mengenai penundaan pelaksanaan lelang, keberatan atas penyitaan, dan permintaan agar terhadap barang jaminan diletakkan conservatoir beslag. Penangan perkara yang mewakili tergugat dapat mengemukakan keberatan atas gugatan dalam provisi dengan alasan-alasan yang jelas seperti: a. Menyatakan bahwa lelang eksekusi tersebut tidak dapat ditunda karena merupakan pelaksanaan dari suatu putusan badan peradilan yang sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap (contoh tanggapan atas 12

19 permohonan penundaan lelang eksekusi pengadilan). b. Menyatakan bahwa pelaksanaan lelang tidak dapat ditunda karena pelaksanaan lelang adalah merupakan konsekuensi tidak dipatuhinya surat paksa yang bertitel eksekutorial dan mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti grosse putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding (contoh tanggapan atas permohonan penundaan pelaksanaan lelang) Dalam pokok perkara Pokok perkara gugatan yang diajukan kepada DJPLN/PUPN pada umumnya mengenai penundaan atau pembatalan lelang, perbuatan melawan hukum, pengikatan barang jaminan, harta gono gini, penetapan jumlah utang, keberatan atas penyitaan, dan keberatan atas pengosongan. Jawaban atas gugatan pada umumnya bersifat menolak/membantah dalildalil penggugat, namun ada juga jawaban yang sifatnya membenarkan dalil penggugat apabila dalil tersebut menguntungkan tergugat. Untuk mendukung alasan-alasan atau dalil-dalil dalam jawaban, penangan perkara harus mengemukakan dasar-dasar hukum dalam dalil-dalil jawabannya agar diperhatikan oleh majelis hakim. Oleh karena itu, penangan perkara dalam menyusun jawaban hendaknya mempelajari : a. peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. yurisprudensi Mahkamah Agung; c. pendapat para ahli; d. literatur lain yang berkaitan dengan objek gugatan; e. petitum gugatan dikaitkan dengan tiap-tiap dalil gugatan. Jawaban ditujukan terhadap dalil-dalil penggugat yang secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan tugas DJPLN/PUPN dan apabila dipandang perlu penangan perkara dapat juga menanggapi dalil-dalil yang ditujukan kepada tergugat lain sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengurusan piutang negara dan lelang. Jawaban disusun secara sistematis dan urut dimulai dengan mengemukakan sanggahan terhadap dalil penggugat disertai alasan hukum, fakta hukum yang dimiliki dan dikuatkan dengan dasar hukum yang mendukung fakta hukum tersebut. Contoh : - Bahwa pelaksanaan lelang pada tanggal atas sebidang tanah di Jalan. adalah sah dan berharga. - Bahwa pelaksanaan lelang pada tanggal. atas sebidang tanah di Jalan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu Vendu Reglement.. dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor.. - Bahwa Buku II Mahkamah Agung dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor menyebutkan bahwa pelaksanaan lelang yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak dapat dibatalkan. - Bahwa Penggugat dalam gugatannya pada butir. mengakui bahwa tanah sengketa merupakan jaminan utang Penggugat kepada... Pengakuan tersebut merupakan bukti sempurna karena dikemukakan dalam persidangan. Jawaban yang disampaikan adalah hal-hal yang menguntungkan DJPLN/PUPN, dan hal-hal yang merugikan tidak perlu dikemukakan. 13

20 8.4. Petitum Selain jawaban dalam eksepsi dan pokok perkara, penangan perkara dalam menyusun jawaban memasukkan hal-hal yang dimohonkan kepada majelis hakim (petitum). Petitum terdiri dari primair dan subsidair. Petitum primair memuat tuntutan pokok termasuk dalam eksepsi dan pokok perkara. 4 Sedangkan petitum subsidair umumnya memuat kalimat Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Dalam menyusun petitum pada jawaban terdapat hal-hal umum yang biasanya dicantumkan seperti : - menerima eksepsi tergugat seluruhnya; - menolak gugatan penggugat seluruhnya atau setidak-tidaknya tidak dapat menerima; - menerima seluruh jawaban tergugat; - menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara. Selain hal-hal umum di atas, dalam petitum harus juga dikemukakan keinginan lain tergugat seperti : - menyatakan bahwa lelang tersebut adalah sah dan tidak dapat dibatalkan; - menyatakan bahwa penyitaan yang dilakukan tergugat telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam perkara perdata, petitum sangat penting karena secara prinsip hakim harus memutus sebatas petitum yang diajukan baik oleh penggugat maupun tergugat dan hakim tidak boleh memutus lebih dari apa yang diminta. Oleh karena itu, agar majelis hakim dapat memutus tidak terbatas pada hal yang dinyatakan secara tegas dalam petitum, maka pada akhir petitum sebaiknya dicantumkan kalimat Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) Dalam gugat balik/gugat rekonvensi Gugat balik/rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat dalam jawaban terhadap gugatan penggugat. Gugat balik/rekonvensi harus dikemukakan bersamaan dengan pengajuan jawaban. Dalam gugat balik/rekonvensi kedudukan penggugat dalam konvensi menjadi tergugat dalam rekonvensi dan tergugat dalam konvensi menjadi penggugat dalam rekonvensi. Gugat balik/rekonvensi hanya dapat diajukan kepada penggugat dan tidak dapat diajukan kepada tergugat lain dalam perkara tersebut. Penggugat dalam rekonvensi (tergugat dalam konvensi) dapat mengajukan gugat balik dalam segala hal perkara, kecuali: a. Penggugat dalam gugat konvensi mewakili kepentingan orang lain dan tidak bertindak untuk diri sendiri. Misalnya, penggugat dalam gugat konvensi bertindak sebagai wali, tetapi gugat rekonvensi ditujukan terhadap pribadi wali. 4 Apabila dalam gugatan terdapat gugat provisi, maka isi petitum memuat pula petitum dalam provisi. Demikian pula apabila diajukan gugat balik/rekonvensi, maka isi petitum juga memuat petitum dalam rekonvensi. 14

21 b. Apabila pengadilan negeri yang memeriksa gugatan konvensi tidak berwenang secara mutlak untuk memeriksa gugat balik/rekonvensi. Misalnya, objek gugatan dalam konvensi adalah utang piutang, sedangkan objek gugatan dalam gugat balik/rekonvensi memohon kepailitan tergugat dalam rekonvensi. c. Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan hakim. d. Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugat balik/rekonvensi, maka dalam tingkat banding tidak dapat diajukan gugat balik/rekonvensi. Gugat balik/rekonvensi dalam pengurusan piutang negara dan pelaksanaan lelang dapat diajukan, misalnya penggugat dalam konvensi (tergugat dalam rekonvensi) telah menghambat penagihan piutang negara dan mengakibatkan kerugian negara atau penggugat dalam konvensi (tergugat dalam rekonvensi) hanya berusaha menunda-nunda pelaksanaan lelang yang mengakibatkan kerugian negara. Dalam gugat balik/rekonvensi yang demikian penangan perkara selaku kuasa dari tergugat dalam konvensi dapat menuntut ganti rugi baik materil maupun immateril (moril). 9. Menyampaikan Jawaban Setelah melalui proses mediasi dan proses pemeriksaan perkara dilanjutkan, penangan perkara menghadiri sidang pada waktu yang telah ditetapkan untuk menyampaikan jawaban yang telah disusun. Setelah selesai mengikuti persidangan, penangan perkara wajib membuat laporan hasil sidang secara tertulis kepada atasannya. 10. Menerima Replik Replik adalah jawaban penggugat terhadap jawaban tergugat yang pada pokoknya memuat tanggapan terhadap sanggahan/dalil-dalil yang diajukan oleh tergugat dalam jawabannya, seraya menjelaskan dalil-dalil dalam surat gugat. Dalam acara replik penangan perkara melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Menghadiri persidangan. b. Menerima replik penggugat. c. Membuat laporan hasil sidang secara tertulis. 11. Mengajukan Duplik Duplik adalah bantahan terhadap replik yang diajukan oleh penggugat. Duplik tidak wajib disampaikan, namun apabila penggugat mengajukan replik atas jawaban tergugat, penangan perkara juga harus menyusun duplik. Selain berfungsi sebagai bantahan atas replik, duplik juga berfungsi sebagai pelengkap jawaban. Hal-hal yang belum dimasukkan dalam jawaban atau sekedar untuk memperkuat dalil-dalil yang sudah disampaikan dalam jawaban dapat dikemukakan dalam duplik. Teknik pembuatan duplik pada dasarnya sama dengan teknik pembuatan jawaban, yaitu terdiri dari eksepsi, pokok perkara dan petitum. Dalam duplik umumnya dicantumkan bahwa tergugat tetap pada jawaban atau pendirian semula dan menolak semua dalil-dalil yang diajukan oleh penggugat. Adakalanya dalam replik terdapat dalil yang menguntungkan tergugat. Dalil tersebut sebaiknya dikuatkan dalam duplik. Dalam acara duplik, penangan perkara melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Menghadiri persidangan. b. Menyampaikan duplik. c. Membuat laporan hasil sidang secara tertulis. 15

22 12. Menyampaikan Bukti Acara pembuktian dilakukan setelah proses pengajuan duplik oleh tergugat. Dalam jawab-menjawab di muka sidang pengadilan negeri, pihak-pihak yang berperkara dapat mengemukakan peristiwa-peristiwa yang dapat dijadikan dasar untuk meneguhkan hak perdatanya, maupun untuk membantah hak perdata pihak lain. Peristiwa yang dikemukakan harus disertai pembuktian secara yuridis, yaitu penyajian alat bukti yang sah menurut hukum kepada majelis hakim yang memeriksa perkara. Alat bukti yang diajukan di muka persidangan adalah alat bukti yang menguntungkan dan mendukung dalil-dalil yang diajukan dalam jawaban dan duplik. Alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari bukti surat (tulisan), bukti saksi, sangka, pengakuan, dan sumpah. 5 Namun demikian, alat bukti yang sering diajukan dalam persidangan adalah bukti surat dan bukti saksi Bukti surat Peradilan perdata mengutamakan kebenaran formil, sehingga alat bukti berupa surat sangat penting. Alat bukti surat (tulisan) terdiri dari akta dan bukan akta Akta terdiri dari akta otentik dan akta di bawah tangan. a. Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu menurut ketentuan Undang- Undang. Akta otentik merupakan alat bukti yang mengikat dan sempurna. Mengikat artinya apa yang tercantum dalam akta tersebut harus dianggap sebagai sesuatu yang benar sepanjang ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. Sempurna artinya akta otentik sudah cukup untuk membuktikan suatu peristiwa tanpa perlu penambahan pembuktian dengan alat-alat bukti lain. Contoh: akta kelahiran, akta jual beli tanah. b. Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat sendiri oleh pihak-pihak yang berkepentingan tanpa bantuan pejabat umum. Akta di bawah tangan merupakan akta yang sempurna sepanjang tanda tangan yang ada didalamnya diakui oleh pihakpihak, namun tidak mengikat terhadap pihak ketiga. Contoh: kuitansi yang tandatangan didalamnya diakui pihak-pihak Surat biasa (bukan akta) Surat biasa adalah setiap tulisan yang ditandatangi atau tidak oleh pembuatnya tentang suatu peristiwa dan dibuat bukan dengan maksud sebagai alat bukti, namun secara kebetulan menjadi alat bukti di pengadilan. Kekuatan pembuktian surat (tulisan) ini adalah sebagai alat bukti bebas, artinya hakim mempunyai kebebasan untuk mempercayai atau tidak mempercayai tulisan-tulisan yang bukan akta tersebut. Contoh: surat-surat pribadi antara seorang sahabat atau keluarga. Kekuatan pembuktian suatu tulisan terdapat pada akta yang asli. Apabila terdapat akta yang asli, salinan dicocokkan dengan aslinya. Namun, apabila akta asli tidak ada atau hilang, maka salinan akta yang hilang hanya sebagai suatu permulaan pembuktian. 5 Pasal 164 HIR/Pasal 284 RBg. 16

23 Dalam rangka penyampaian alat bukti surat dalam persidangan, penangan perkara menyampaikan fotokopi bukti-bukti yang telah dibubuhi materai dan dilegalisir (leges) di kantor pos dengan memperlihatkan bukti-bukti asli kepada majelis hakim guna pencocokan. Surat asli atau akta otentik tidak perlu diberikan kepada majelis hakim. Fotokopi yang tidak secara sah dinyatakan sesuai dengan aslinya, sedangkan terdapat hal yang secara substansial masih dipertengkarkan oleh kedua belah pihak, bukan merupakan bukti yang sah menurut hukum. 6 Untuk mengajukan bukti surat maka dibuatlah daftar bukti yang akan diajukan. Bukti-bukti disusun berdasarkan tingkat kepentingannya dan atau urutan waktu. Untuk memudahkan sebaiknya alat bukti diberi tanda (kode). Alat bukti tergugat ditandai dengan T, tergugat dua ditandai dengan TII sedangkan turut tergugat ditandai dengan TT. Dalam kedudukan sebagai tergugat dua, maka penandaan pada alat bukti dilakukan seperti T.II.1, T.II.2, dan seterusnya. Untuk mendukung dalildalil yang diajukan, setiap bukti harus diberi keterangan sebagai apa dan untuk apa. Contoh : No. Urut Jenis Alat Bukti Kode Keterangan 1. Surat Penyerahan dari T.II.1 Surat sebagai bukti telah Penyerah Piutang No. tanggal.. terjadi penyerahan pengurusan piutang negara. 2. SP3N No.. T.II.2 Surat Ketua Panitia Urusan Piutang Negara Cabang yang menerima pengurusan piutang negara, berarti secara yuridis pengurusan piutang negara telah beralih kepada PUPN. dst. dst. dst. dst Bukti saksi Apabila bukti surat dirasa kurang cukup, para pihak dapat mengajukan saksi untuk didengar keterangannya. Namun demikian, sekalipun bukti surat dirasa telah cukup, dapat pula diajukan saksi yang menguntungkan. Kesaksian adalah pemberian keterangan di depan majelis hakim yang dilakukan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara. Keterangan tersebut hanya berkaitan dengan peristiwa atau kejadian yang dialami sendiri oleh saksi dan bukan merupakan pendapat atau penafsiran. Keterangan saksi dimaksudkan untuk menjelaskan peristiwanya, bukan untuk membantu hakim dalam menilai peristiwanya. Sedangkan keterangan yang membantu hakim dalam menilai peristiwa merupakan keterangan ahli yang bukan merupakan alat bukti dalam perkara perdata. Keterangan ahli ini dalam praktek pengadilan sering disebut saksi ahli. Dalam hal penggugat mengajukan saksi, sebaiknya penangan perkara mengajukan pertanyaan yang lebih memperkuat dalil-dalil dalam jawaban 6 Putusan MA No. 701 K/Sip/1974 tgl. 14 April

24 atau duplik. Apabila ada dalil-dalil yang dikuatkan oleh saksi penggugat, sebaiknya penangan perkara meminta penegasan kepada saksi atas dalil tersebut dan memohon kepada majelis hakim untuk dicatat. Dalam hal penangan perkara mengajukan saksi, penangan perkara sebaiknya memberikan arahan tentang hal-hal yang mungkin ditanyakan kepada saksi dalam persidangan. Untuk memudahkan pemberian arahan perlu disusun daftar pertanyaan dan jawaban untuk didiskusikan dengan saksi. Ada baiknya pengajuan saksi dikoordinasikan dengan tergugat lain, seperti penyerah piutang, dan kantor pertanahan. Dalam acara pembuktian, penangan perkara melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Menghadiri persidangan. b. Mengajukan alat bukti. c. Membuat laporan hasil sidang secara tertulis. 13. Menyampaikan Kesimpulan Kesimpulan disusun setelah acara pembuktian berakhir. Kesimpulan biasanya memuat: a. kesimpulan dari jawab-menjawab; b. kesimpulan pembuktian surat; dan c. kesimpulan pembuktian saksi. Kesimpulan dapat juga berarti menguatkan dalil-dalil yang sudah diajukan pada acara persidangan awal dan menolak dalil-dalil yang diajukan penggugat. Tujuan pengajuan kesimpulan adalah untuk menyampaikan pendapat kepada majelis hakim tentang gugatan tidak terbukti. Dalam kesimpulan biasanya kata-kata seperti ini umum disampaikan, yaitu: a. Bahwa sudah terbukti.. b. Bahwa Penggugat tidak dapat membuktikan. c. Bahwa berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh Penggugat.. Susunan kesimpulan sama dengan jawaban dan duplik yaitu eksepsi, pokok perkara dan petitum. B. Mengajukan Gugatan Pada umumnya DJPLN/PUPN merupakan pihak tergugat. Namun, tidak tertutup kemungkinan DJPLN/PUPN mengajukan gugatan kepada pihak lain. Sebagai pihak yang berinisiatif melakukan gugatan, DJPLN/PUPN mempunyai peranan penting terhadap jalannya proses perkara. Gugatan yang diajukan harus didukung oleh kejadian-kejadian/fakta-fakta hukum dan dasar hukum yang cukup kuat serta disusun secara sistematis. 1. Persiapan Penyusunan Surat Gugat Sebelum menyusun surat gugat penangan perkara harus yakin ada perselisihan/ sengketa antara DJPLN/PUPN dengan pihak-pihak yang akan digugat. Untuk itu, penangan perkara perlu melakukan persiapan yang matang menyangkut penelitian terhadap objek gugatan, pihak yang akan digugat, dan pengadilan tempat gugatan akan diajukan dan didaftarkan Penelitian objek gugatan dan pengumpulan bahan gugatan Sebelum menyusun gugatan, penangan perkara perlu menentukan objek sengketa dan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan (alasan gugatan). Selanjutnya, fakta-fakta hukum diinventarisir misalnya kejadian- 18

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 77/PMK.01/2008 TENTANG BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 77/PMK.01/2008 TENTANG BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 77/PMK.01/2008 TENTANG BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk ketertiban dalam penanganan bantuan hukum di

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Proses Pemeriksaan Perkara Perdata Hukum acara perdata disebut juga hukum perdata formil, yaitu kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERADILAN TATA USAHA NEGARA EDISI 2008

PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERADILAN TATA USAHA NEGARA EDISI 2008 PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERADILAN TATA USAHA NEGARA EDISI 2008 MAHKAMAH AGUNG RI 2008 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... iii Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : KMA/032/SK/IV/2007

Lebih terperinci

PROSES SIDANG PERDATA DI PENGADILAN NEGERI PUTUSSIBAU

PROSES SIDANG PERDATA DI PENGADILAN NEGERI PUTUSSIBAU PROSES SIDANG PERDATA DI PENGADILAN NEGERI PUTUSSIBAU 1. Pemeriksaan Perkara a. Pengajuan gugatan b. Penetapan hari sidang dan pemanggilan c. Persidangan pertama : gugatan gugur verstek perdamaian d. Pembacaan

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT)

PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT) PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT) di INDONESIA Oleh : Wasis Priyanto Ditulis saat Bertugas di PN Sukadana Kab Lampung Timur Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN

TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN L II.3 TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN I. PERKARA PERDATA Untuk memeriksa administrasi persidangan, minta beberapa berkas perkara secara sampling

Lebih terperinci

PUTUSAN. PEMOHON, umur 29 tahun, agama Islam, pekerjaan Tani Sawit, pendidikan SMP, PEMOHON; Melawan

PUTUSAN. PEMOHON, umur 29 tahun, agama Islam, pekerjaan Tani Sawit, pendidikan SMP, PEMOHON; Melawan PUTUSAN Nomor: 78/Pdt.G/2012/PA.Pkc BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata pada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA Tempat Pendaftaran : BAGAN PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA Pengadilan Agama Brebes Jl. A.Yani No.92 Telp/ fax (0283) 671442 Waktu Pendaftaran : Hari Senin s.d. Jum'at Jam 08.00 s.d 14.00 wib PADA PENGADILAN

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM SENGKETA PENETAPAN LOKASI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TENTANG DUDUK PERKARANYA

TENTANG DUDUK PERKARANYA 1 P U T U S A N Nomor: 0631/Pdt.G/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor : 511/Pdt.G/2013/PA.SUB. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sumbawa Besar yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH PELENGKAP YANG TERLEWATKAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA

LANGKAH-LANGKAH PELENGKAP YANG TERLEWATKAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA 1 LANGKAH-LANGKAH PELENGKAP YANG TERLEWATKAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA oleh : Ali M. Haidar I. PENDAHULUAN Tulisan ini disajikan hanyalah sebagai ulangan dan bahkan cuplikan dari berbagai tulisan tentang

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG RRANCANGANRANCANGAN SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TEKNIS PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 198/Pdt.G/2011/PA.Pkc BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 198/Pdt.G/2011/PA.Pkc BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 198/Pdt.G/2011/PA.Pkc BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor /Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG Dalam tingkat banding telah memeriksa, mengadili dan menjatuhkan putusan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak PENGADILAN AGAMA SIMALUNGUN JLN. ASAHAN KM. 3 TELP/FAX (0622) 7551665 E-MAIL : pasimalungun@gmail.com SIMALUNGUN Nomor SOP W2-A12/ /OT.01.3/I/2017 Tanggal Pembuatan 28 Maret 2016 Tanggal Revisi 03 Januari

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012. Tahun Pajak : 2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012. Tahun Pajak : 2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-36095/PP/M.III/99/2012 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Pengugat : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah,

Lebih terperinci

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB VII PERADILAN PAJAK BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene No.1172, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Gugatan Sederhana. Penyelesaian. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DENGAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.1112, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Blokir dan Sita. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram )

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram ) HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram ) A. Pendahuluan Pembuktian merupakan bagian dari tahapan pemeriksaan perkara dalam persidangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PUTUSAN TENTANG DUDUK PERKARA

PUTUSAN TENTANG DUDUK PERKARA PUTUSAN Nomor: 096/Pdt.G/2012/PA.Pkc BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata pada

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LAYANAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGADAAN

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 25/Pdt.G/2016/PTA.Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA PALEMBANG

PUTUSAN Nomor 25/Pdt.G/2016/PTA.Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA PALEMBANG PUTUSAN Nomor 25/Pdt.G/2016/PTA.Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA PALEMBANG yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat banding dalam sidang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

TEHNIK PEMBUATAN PUTUSAN. Oleh Drs. H. Jojo Suharjo ( Wakil Ketua Pengadilan Agama Brebes Kelas I. A. ) KATA PENGANTAR

TEHNIK PEMBUATAN PUTUSAN. Oleh Drs. H. Jojo Suharjo ( Wakil Ketua Pengadilan Agama Brebes Kelas I. A. ) KATA PENGANTAR TEHNIK PEMBUATAN PUTUSAN Oleh Drs. H. Jojo Suharjo ( Wakil Ketua Pengadilan Agama Brebes Kelas I. A. ) KATA PENGANTAR Tulisan ini pernah diunggah melalui website resmi Pengadilan Agama Purwokerto Kelas

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor: 0211/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor: 0211/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor: 0211/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sungai Penuh yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 0624/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 0624/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 0624/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN 1. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : ----- TAHUN ---------- TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 1774/Pdt.G/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 1774/Pdt.G/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 1774/Pdt.G/2013/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo*

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo* BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo* Abstrak Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka Pengadilan dan cara bagaimana

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 1734/Pdt.G/2014/PA.Pas

PUTUSAN Nomor 1734/Pdt.G/2014/PA.Pas PUTUSAN Nomor 1734/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama,

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 1591/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

P U T U S A N. Nomor 1591/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan P U T U S A N Nomor 1591/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor : 80/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor : 80/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PUTUSAN Nomor : 80/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara tertentu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

FORMULIR ADMINISTRASI KEPANITERAAN PENGADILAN AGAMA

FORMULIR ADMINISTRASI KEPANITERAAN PENGADILAN AGAMA 2 2011 DRAFT FORMULIR ADMINISTRASI KEPANITERAAN PENGADILAN AGAMA FORMULIR ADMINISTRASI KEPANITERAAN PENGADILAN AGAMA DIREKTORAT PEMBINAN ADMINISTRASI PA DIREKTORAT JENDERAL BADAN PERADILAN AGAMA MA RI

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 0050/Pdt.G/2015/PA. Pas

PUTUSAN Nomor 0050/Pdt.G/2015/PA. Pas PUTUSAN Nomor 0050/Pdt.G/2015/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama,

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor:0230/Pdt.G/2007/PA.Wno BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor:0230/Pdt.G/2007/PA.Wno BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor:0230/Pdt.G/2007/PA.Wno BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Wonosari yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu pada

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN BANDING, PUTUSAN GUGATAN, DAN PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI A Umum DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA I. PENDAHULUAN Pertama-tama perkenankan kami mewakili Wakil Ketua

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 1342/Pdt.G/2015/PA. Pas

P U T U S A N Nomor 1342/Pdt.G/2015/PA. Pas P U T U S A N Nomor 1342/Pdt.G/2015/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

SALINAN P U T U S A N Nomor 40/Pdt.G/2012/PA.Sgr. pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut, dalam perkara Cerai

SALINAN P U T U S A N Nomor 40/Pdt.G/2012/PA.Sgr. pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut, dalam perkara Cerai SALINAN P U T U S A N Nomor 40/Pdt.G/2012/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Singaraja yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 1387/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PUTUSAN Nomor 1387/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PUTUSAN Nomor 1387/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 1243/Pdt.G/2015/PA. Pas

PUTUSAN Nomor 1243/Pdt.G/2015/PA. Pas PUTUSAN Nomor 1243/Pdt.G/2015/PA. Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama,

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 0198/Pdt.G/2010/PA.Spn.

P U T U S A N Nomor : 0198/Pdt.G/2010/PA.Spn. P U T U S A N Nomor : 0198/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sungai Penuh yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor : 259/Pdt.G/2013/PA.Pkc.

PUTUSAN Nomor : 259/Pdt.G/2013/PA.Pkc. PUTUSAN Nomor : 259/Pdt.G/2013/PA.Pkc. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pangkalan Kerinci yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama, dalam persidangan

Lebih terperinci

Syarat DEBITOR Pailit (Psl 2 (1) UU 37/2004)

Syarat DEBITOR Pailit (Psl 2 (1) UU 37/2004) Syarat DEBITOR Pailit (Psl 2 (1) UU 37/2004) Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 96 /Pdt.G/2011/PTA.Bdg.

P U T U S A N Nomor : 96 /Pdt.G/2011/PTA.Bdg. 1 P U T U S A N Nomor : 96 /Pdt.G/2011/PTA.Bdg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Bandung yang mengadili perkara perdata dalam tingkat banding,

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PERKARA DALAM PERSIDANGAN

PEMERIKSAAN PERKARA DALAM PERSIDANGAN PEMERIKSAAN PERKARA DALAM PERSIDANGAN Hukum Acara Perdata Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta Andrie Irawan, SH., MH TAHAP ADMINISTRATIF (PERKARA PERDATA) PENGGUGAT Mendaftarkan Gugatan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 360/Pdt.G/2010/PA Prg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 360/Pdt.G/2010/PA Prg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 360/Pdt.G/2010/PA Prg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pinrang yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut:

bahwa Penggugat memiliki tunggakan pajak sebagai berikut: Putusan Pengadilan Pajak : Put.37588/PP/M.III/99/2012 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : pokok sengketa dalam perkara gugatan ini mengenai penerbitan Surat Tergugat Nomor:

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor: 1880/Pdt.G/2012/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

P U T U S A N. Nomor: 1880/Pdt.G/2012/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan P U T U S A N Nomor: 1880/Pdt.G/2012/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

- 1 - P U T U S A N. Nomor : 347 / PDT / 2013 / PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

- 1 - P U T U S A N. Nomor : 347 / PDT / 2013 / PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. - 1 - P U T U S A N Nomor : 347 / PDT / 2013 / PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang mengadili perkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor: 0219/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN

P U T U S A N. Nomor: 0219/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN P U T U S A N Nomor: 0219/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sungai Penuh yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

Lebih terperinci

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA INSTRUKSI JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : INS-002/G/9/1994 TENTANG TATA LAKSANA BANTUAN HUKUM JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 126/PDT/2014/PT.PBR DEMI KEADIILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 126/PDT/2014/PT.PBR DEMI KEADIILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 126/PDT/2014/PT.PBR DEMI KEADIILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkara perkara perdata dalam tingkat banding, telah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor :XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm

P U T U S A N Nomor :XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm P U T U S A N Nomor :XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara perdata dalam tingkat

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci