PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA"

Transkripsi

1 PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA I. PENDAHULUAN Pertama-tama perkenankan kami mewakili Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Bp. DR. H. Mohammad Saleh, SH., MH, untuk menyampaikan permohonan maaf beliau, tidak dapat hadir secara pribadi pada acara Pelatihan Tematik Hukum Acara Perdata bagai Hakim di lingkungan Peradilan Umum yang diselenggarakan Komisi Yudisial Republik Indonesia dan kepada kami diminta untuk menyampaikan materi tentang Perlawanan terbadap eksekusi hak tanggungan dan pengosongan objek lelang Mahkamah Agung mengucapkan terima kasih kepada Komisi Yudisial atas diselenggarakannya Pelatihan Tematik Hukum Acara perdata bagi para Hakim yang sangat dibutuhkan untuk peningkatan pengetahuan para Hakim, khususnya dalam Hukum Acara Perdata dan agar tercapainya kesamaan persepsi dalam penerapan hukum mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam praktek sehari-hari. Penguasaan hukum acara perdata yang baik bagi seorang Hakim adalah merupakan suatu keharusan demi terwujudnya proses peradilan sebagaimana yang ditentukan oleh hukum acara peradata yang memberi hak kepada setiap orang untuk dapat diperlakukan sama dan secara adil dalam pemeriksaan peradilan. Selanjutnya dalam membahas tentang perlawanan terhadap eksekusi hak tanggungan dan pengosongan objek lelang, perlu kita mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan hak tanggungan. 1

2 II. PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak-hak atas tanah, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agama, berikut atau tidak berikut bendabenda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditur-kreditur lain, vide Pasal 1 butir 1 UU No.4 Tahun Adapun hak atas tanah yang dapat dibebankan hak tanggungan adalah 1. Hak Milik, 2.Hak Guna Usaha, 3.Hak Guna Bangunan dan 4.Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Vide Pasal 4 ayat 1 dan 2 UU No.14 Tahun Hak Tanggungan dapat juga dibebankan kepada benda-benda atau bangunan yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, apabila bendabenda atau bangunan tersebut adalah juga milik dari pemilik atas tanah yang dibebankan hak tanggungan tersebut. Tetapi apabila benda-benda atau bangunan yang ada diatas tanah yang dibebani hak tanggungan itu bukan milik dari pemilik tanah yang ditanggungkan, maka pembebanan hak tanggungan atas benda-benda atau bangunan yang diatas tanah tersebut dan yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, hanya dapat dilakukan dengan persetujuan pemilik benda-benda atau bangunan tersebut atau yang di beri kuasa olehnya dengan akta otentik dan ikut bertanda tangan pada Akta Pemberian Hak Tanggungan. Vide Pasal 4 ayat 4 dan ayat 5 UU No.4 Tahun Sesuai dengan sifat aceessoir dari hak tanggungan, maka pemberian hak tanggungan haruslah merupakan ikutan dari perjanjian pokok yaitu : perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang diikuti denga pemberian hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tersebut. Vide Pasal 10 ayat 1 UU No.6 Tahun Pemberian Hak Tanggungan harus dilakukan dalam suatu Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 2

3 Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penanda tanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut dan warkah lain yang di perlukan kepada Kantor Pertanahan. Sebagai bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata : Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Setifikat Hak Tanggungan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai penggganti grosse acte hipotheek sepanjang mengenai tanah tersebut. Vide Pasal 14 ayat 1, 2 dan 3 UU No.14 Tahun Didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib dicantumkan : 1. Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan. 2. Domisili pihak pemegang dan pemberi hak tanggungan dan apabila diantara mereka ada yang berdomisili diluar negeri, baginya harus mencantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, maka kedudukan Kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih. 3. Penyebutan atau penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin. 4. Besarnya nilai tanggungan. 5. Janji-janji sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 11 ayat 2 UU No.4 Tahun 1996 a.l. janji bahwa Pemegang Hak Tanggungan Pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitor cidera janji kecuali janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki objek hak tanggung apabila cidera janji, karena akan mengakibatkan batal demi hukumnya Akta tersebut. Vide Pasal 12 UU No.4 Tahun Suatu objek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang. 3

4 Apabila suatu objek hak tanggungan dibebani lebih dari satu hak tanggungan, maka peringkat masing-masing hak tanggungan, ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan dan apabila tanggal pendaftaran pada Kantor Pertanahan adalah sama, maka peningkatnya ditentukan menurut tanggal pembuatan akta pemberian hak tanggungan pada Kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah dimana Akta itu dibuat. Vide Pasal 5 UU No.4 Tahun III. EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Eksekusi hak tanggungan terjadi apabila debitor atau pemberi hak tanggungan yang lazimnya adalah debitor, tidak memenuhi kewajibannya atau cidera janji. Apabila debitor cidera janji berdasarkan titel eksekutorial yang diberikan UU kepada Setifikat Hak Tanggungan maka pemegang hak tanggungan pertama dapat mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk melakukan eksekusi terhadap hak tanggungan tersebut. Ketua Pengadilan Negeri setelah meneliti dengan saksama permohonan eksekusi hak tanggungan dari pemegang hak tanggungan pertama dan berpendapat bahwa permohonan eksekusi hak tanggungan tersebut adalah beralasan dan dapat di kabulkan, maka eksekusi hak tanggungan itu akan dilakukan sebagaimana eksekusi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Namun apabila terdapat kesepakatan antara pemberi hak tanggungan dengan pemegang hak tanggung pertama maka eksekusi atau penjualan hak tanggungan dapat dilakukan dibawah tangan, jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak, hal ini dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat 2 UU No.4 Tahun Pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dengan secara dibawah tangan, hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan, sejak diberitahukannya secara tertulis oleh pemberi dan atau pemegang hak tangungan kepada pihakpihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat 4

5 kabar yang beredar didaerah yang bersangkutan dan atau media massa setempat serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Sebagaimana pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka eksekusi hak tanggungan melalui Pengadilan Negeri dimulai dengan melakukan tegoran atau aan manning yaitu memanggil debitor dan/atau pemberi hak tanggungan untuk menghadap Ketua Pengadilan Negeri guna dinasehati agar memenuhi kewajibannya kepada kreditur, dengan memberi waktu kepada debitor atau pemberi hak tanggungan selama 8 (delapan) hari untuk memenuhi kewajibannya. Apabila dalam tempo 8 (delapan) hari setelah dilakukan tegoran atau aan manning dan debitor atau pemberi hak tanggungan tidak memenuhi kewajibannya kepada kreditur, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat membuat Penetapan untuk dilakukan penjualan melalui pelelangan atas barang yang dibebani hak tanggungan dengan meminta pertolongan Kantor Lelang Negara guna melakukan pelelangan barang yang dibebani hak tanggugan tersebut. Bahwa sebelum pelelangan dilakukan terlebih dahulu pelelangan tersebut harus diumumkan dua kali dengan selang waktu lima belas hari, di Surat Kabar atau harian yang ada dikota itu atau kota yang berdekatan dengan objek yang akan dilelang, vide Pasal 195 HIR, Pasal 206 R.Bg dan 217 R.Bg. Selain dari pada itu, agar tujuan lelang tercapai maka sebaiknya sebelum lelang dilaksanakan, kreditur dan debitur dipanggil oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk mencapai jalan yang baik, dengan memberi kesempatan lagi kepada debitur dan kreditur untuk mencari pembeli untuk mau membeli dengan harga yang baik dan apabila ini tercapai maka pembayaran harus dilakukan didepan Ketua Pengadilan Negeri, selanjutnya pembeli, kreditur dan debitur menghadap Notaris atau PPAT untuk membuat Akta Jual Beli seta balik nama keatas nama pembeli dengan perintah agar hak tanggungan yang membebani tanah tersebut diroya. Apabila upaya untuk mencapai jalan terbaik tidak dapat dicapai, maka lelang dapat dilaksanakan dan dalam menentukan harga limit atas barang yang dibebani hak tanggungan tersebut, maka Ketua Pegadilan harus mendengar kreditur, debitur, nilai tanggungan, Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) serta harga 5

6 pasar yang dapat diperoleh dari pemerintah setempat atau lembaga appresial. Dengan mempedomani hal-hal tersebut dan apabila dipandang perlu melihat sendiri tanah atau barang yang dibebani hak tanggungan tersebut, Ketua menentukan dan menetapkan harga limit dari tanah atau barang yang dibebani hak tanggungan tersebut yang bersifat rahasia dan baru diberikan kepada pejabat lelang melalui panitera Pengadilan Negeri dalam amplop tertutup pada saat lelang dilakukan. Apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) bulan tidak ada penawaran, maka pelelangan dapat diumumkan satu kali lagi dalam surat kabar atau harian dikota itu atau kota yang berdekatan dengan objek yang akan dilelang. Jika pelelangan dengan harga limit tidak tercapai, maka Ketua Pengadilan Negeri memberikan kesempatan kepada debitur untuk kembali mencari pembeli dalam tenggang waktu 1 (satu) bulan, dan apabila upaya ini tidak berhasil, maka kreditur akan memperoleh tanah atau barang yang dibebani hak tanggungan tersebut dengan harga limit dan hak tanggungnya diroya. Pembeli lelang dianggap telah mengetahui apa yang telah dibeli, dan apabila terdapat kerusakan atau kekurangan baik terlihat atau tidak terlihat atau terdapat cacat lainnya dari barang yang dibelinya itu, maka ia tidak dapat atau tidak berhak untuk menolak atau menarik diri kembali setelah pembelinya disahkan dan juga tidak berhak untuk meminta ganti kerugian berupa apapun juga. IV. PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Sebagaimana juga dalam pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, terbuka kemungkinan untuk adanya perlawanan atau bantahan, maka dalam halnya pelaksanaan atau eksekusi Hak Tanggungan juga terbuka kemungkinan akan adanya perlawanan atau bantahan terhadap pelaksanaan atau eksekusi hak tanggungan tersebut, hal ini diatur dalam Pasal 196 ayat 6 dan ayat 7 HIR. Namun perlu kita ketahui bahwa perlawanan atau bantahan terhadap pelaksanaan putusan atau pelaksanaan hak tanggungan adalah merupakan upaya 6

7 hukum luar biasa, pada azaznya tidak menangguhkan atau menunda eksekusi putusan atau pelaksanaan hak tanggungan tersebut, hal ini diatur dalam Pasal 207 ayat 3 HIR atau Pasal 227 R.Bg kecuali apabila perlawanan tersebut dengan alasan-alasan yang diajukan nampak adanya alasan yang kuat, maka pelaksanaan putusan atau eksekusi dapat ditangguhkan sampai adanya putusan pengadilan atas perlawanan tersebut. Perlawanan terhadap eksekusi hak tanggung tidak hanya dapat di ajukan atas dasar hak milik tetapi juga dapat dilakukan atas dasar hak-hak lainnya seperti Hak guna usaha, Hak guna bangunan, Hak pakai dan lain-lainnya. Perlawanan terhadap eksekusi hak tanggungan harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang melaksanakan eksekusi hak tanggung tersebut. Dalam memeriksa dan mengadili perlawanan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau eksekusi hak tanggungan, maka perlawanaan harus dapat membuktikan atas hak atau dasar hukum dari pihak perlawanan atas objek perkara atau atas hak tanggungan tersebut. Apabila pelawan berhasil membuktikan hak nya atas objek perkara atau atas tanah atau barang yang dibebani hak tanggung, maka ia akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar dengan mengabulkan petitum dari perlawanannya. Tetapi apabila pelawan tidak berhasil membuktikan alas hak atau dasar hukum perlawanannya, maka pelawan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan yang tidak jujur. Ketua Majelis Hakim yang memeriksa perkara perlawanan ini harus melaporkan pekembangan perkara kepada Ketua Pengadilan Negeri, karena laporan tersebut diperlukan untuk menentukan kebijakan mengenai diteruskan atau ditangguhkan eksekusi yang di pimpinnya. V. PENGOSONGAN OBJEK LELANG Dalam hal objek lelang dikuasai atau ditempati oleh terlelang atau oleh orang yang barangnya dijual secara lelang, tidak bersedia menyerahkan objek lelang atau mengosongkan objek lelang secara sukarela, maka pemenang lelang 7

8 dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang melakukan pelelangan agar terlelang atau orang yang menempati barang yang dilelang dikeluarkan secara paksa dari objek lelang tersebut. Adapun prosedurnya pelaksanaan pengosongan objek lelang, dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang melakukan lelang sebagaimana prosedur pelaksanaan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang harus dimulai dengan memanggil terlelang atau orang yang menguasai objek lelang untuk ditegor atau dinasehati untuk mengosongkan dan menyerahkan objek lelang secara sukarela dan memberi tempo kepada yang bersangkutan dalam waktu 8 (delapan) hari dan apabila tidak dipenuhi maka Ketua Pengadilan Negeri akan membuat penetapan yang memerintahkan Panitera/ Jurusita mengeluarkan terlelang atau orang yang menguasai objek lelang secara paksa, kalau perlu dengan bantuan yang berwajib. Vide Pasal 200 ayat 11 HIR atau Pasal 218 R.Bg. VI. KESIMPULAN 1. Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak-hak atas tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut bendabenda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang di utamakan kepada kreditor. Vide Pasal 1 butir 1 UU. No.4 Tahun Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penanda tanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 3. Sebagai bukti adanya hak tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Maha Esa. 4. Sertifikat hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. 5. Suatu objek Hak tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu hak tanggungan, guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang. Dan dalam hal 8

9 suatu objek tanggungan dibebani lebih dari satu hak tanggungan maka peringkat hak tanggungan tersebut ditentukan menurut tanggal pendaftaran pada Kantor Pertanahan dan apabila tanggal pendaftaran pada Kantor Pertanahan adalah sama maka peringkat ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 6. Eksekusi Hak Tanggungan terjadi apabila debitor cidera janji dan dapat dilakukan secara dibawah tangan atau melalui Pengadilan Negeri. 7. Eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan dilakukan sebagaimana eksekusi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan tetap yang diawal dengan pemanggilan debitor untuk di tegor atau dinasehati, untuk memenuhi kewajibannya kepada kreditor dalam tanggungan waktu 8 (delapan) hari dan apabila hal ini tidak dipenuhi, maka akan diadakan pelelangan atas objek hak tanggungan dengan meminta bantuan Kantor Lelang Negara. 8. Sebelum dilakukan pelelangan terlebih dahulu harus diumumkan 2 (dua) kali dengan selang waktu 15 (lima belas) hari di surat kabar atau harian yang ada dikota itu atau kota yang berdekatan dengan objek yang akan dilelang. 9. Bahwa dalam menentukan harga limit oleh Ketua Pengadilan Negeri harus mendengar kreditor, debitor memperhatikan nilai tanggungan sebagaimana di cantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan, Nilai Jual Objek Pajak serta harga pasar yang dapat diperoleh dari pemerintah setempat atau lembaga appresial. 10. Perlawanan terhadap eksekusi Hak Tanggungan dapat diajukan dengan dasar hak milik atau hak-hak lainnya seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai kepada Ketua Pengadilan Negeri yang melaksanakan eksekusi hak tanggungan tersebut diatur dalam Pasal 196 ayat 6 dan ayat 7 HIR. 11. Perlawanan terhadap eksekusi hak tanggungan adalah merupakan upaya hukum luar biasa oleh karenanya tidak menangguhkan eksekusi hak tanggungan tersebut. 12. Pengosongan objek lelang dapat diajukan oleh pemenang lelang kepada Ketua Pengadilan Negeri yang melakukan lelang dan pelaksanaannya sama dengan pelaksanaan atau eksekusi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. 9

10 BIO DATA H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. 1. Nama : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. 2. Tempat /Tanggal Lahir : PADANG, 3 NOVEMBER Pendidikan : 1. SEKOLAH RAKYAT ADABIAH I PADANG TH SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI I PADANG TH SEKOLAH HAKIM DJAKSA NEGARA JURS HAKIM TH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG TH FASCA SARJANA UNIVERSITAS JAYABAYA JAKARTA TH Riwayat Pekerjaan : 1. PENGATUR HUKUM CALON HAKIM MUDA PN. MEDAN TH PENGATUR HUKUM CALON HAKIM MUDA PN. PADANG TH HAKIM PADA PN. PADANG 9 JANUARI TH HAKIM PADA PN. TUBAN JAWA TIMUR TH WAKIL KETUA PN. BULUKUMBA SULAWESI SELATAN TH KETUA PN. SAWAHLUNTO SUMATERA BARAT TH WAKIL KETUA PN. SUMBER, KAB. CIREBON TH KETUA PENGADILAN NEGERI SUMBER KAB. CIREBON TH HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT TH KETUA PN.PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT TH HAKIM TINGGI PADA PENGADILAN TINGGI JAMBI TH HAKIM TINGGI PADA PT. DKI JAKARTA TH WAKIL KETUA PT. SUMATERA BARAT TH KETUA PT. MATARAM NUSA TENGGARA BARAT TH HAKIM AGUNG MAHKAMAH AGUNG RI. 30 DESEMBER Pekerjaan Lain : 1. DOSEN AKADEMI AKOUNTING INDONESIA (A.A.I) PADANG TH DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUNAN BONANG TUBAN JAWA TIMUR TAHUN

PERMASALAHAN HUKUM ACARAPERDATA SECARA HOLISTIK OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERMASALAHAN HUKUM ACARAPERDATA SECARA HOLISTIK OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERMASALAHAN HUKUM ACARAPERDATA SECARA HOLISTIK OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA Mewakili Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung Republik Indonesia, perkenankan kami menyampaikan

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 Lembaran Negara Republik Indonesia LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA 1 EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : Abdul Hadi. 1 Sekedar mengenang sejarah, bukan meratapi, 2 dulu sebelum Undang-Undang No. 3 tahun 2006, jangankan untuk mempelajari eksekusi hak tanggungan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI perdata. 2 Menurut pengertian yang lazim bagi aparat Pengadilan, eksekusi adalah 1 KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1 Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI (

Lebih terperinci

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN Contoh Akta Pemberian Hak Tanggungan atas obyek hak atas tanah. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN No : 40123981023/ 00200700 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Senin ksdjf tanggal 12 ( dua belas ---------------------------------)

Lebih terperinci

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Pendahuluan : (oleh H.SARWOHADI,S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram).

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, 1999. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Lebih terperinci

Pengertian Perjanjian Kredit

Pengertian Perjanjian Kredit SKRIPSI HUKUM PIDANA APHT, SKMHT dan Pinjaman Kredit - Author: Swante Adi Krisna APHT, SKMHT dan Pinjaman Kredit Oleh: Swante Adi Krisna Tanggal dipublish: 29 Nov 2016 (one month ago) Tanggal didownload:

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Bambang Heriyanto, S.H., M.H. Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Disampaikan pada Rapat Kerja Kementerian

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Keterbukaan Informasi

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996 Moh. Anwar Dosen Fakultas Hukum Unversitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK kredit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN BANDING, PUTUSAN GUGATAN, DAN PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI A Umum DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Lebih terperinci

CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram)

CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram) CARA PENYELESAIAN PERKARA DEBITOR WANPRESTASI DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H.(Hakim PTA Mataram) A. Pendahuluan: Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dalam kehidupan perekonomian sangat berkembang pesat beriring dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam ditandai dengan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

PEJABAT LELANG TERANCAM HUKUMAN 5 TAHUN PENJARA.

PEJABAT LELANG TERANCAM HUKUMAN 5 TAHUN PENJARA. PEJABAT LELANG TERANCAM HUKUMAN 5 TAHUN PENJARA www.postkota.news Pejabat lelang kelas satu pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Denpasar, Usman Arif Murtopo, S.H, M.H., 39, duduk sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Bank

Lebih terperinci

K E J U R U S I T A A N Oleh: Drs. H. MASRUM M NOOR, M.H (Hakim Tinggi PTA Banten)

K E J U R U S I T A A N Oleh: Drs. H. MASRUM M NOOR, M.H (Hakim Tinggi PTA Banten) K E J U R U S I T A A N Oleh: Drs. H. MASRUM M NOOR, M.H (Hakim Tinggi PTA Banten) A. DASAR HUKUM EKSISTENSI JURUSITA 1. Pasal 38 UU no 7/1989: Pada setiap pengadilan ditetapkan adanya Juru Sita dan Juru

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 )

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 ) DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 ) BAB I PENDAHULUAN Sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB VII PERADILAN PAJAK

BAB VII PERADILAN PAJAK BAB VII PERADILAN PAJAK A. Peradilan Pajak 1. Pengertian Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

2. Grosse adalah salinan pertama dan akta otentik. Salinan pertama ini diberikan kepada kreditur.

2. Grosse adalah salinan pertama dan akta otentik. Salinan pertama ini diberikan kepada kreditur. EKSEKUSI GROSSE AKTA 1. Sesuai Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg ada dua macam grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta pengakuan hutang dan grosse sita hipotik bpal. 2. Grosse adalah salinan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT)

PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT) PEMERIKSAAN GUGATAN SEDERHANA (SMALL CLAIM COURT) di INDONESIA Oleh : Wasis Priyanto Ditulis saat Bertugas di PN Sukadana Kab Lampung Timur Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata

Lebih terperinci

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG 0 KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG (Studi terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor Register 318.K/Pdt/2009 Tanggal 23 Desember 2010) TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya pertumbuhan perekonomian menciptakan motivasi masyarakat untuk bersaing dalam kehidupan. Hal ini di landasi dengan kegiatan usaha dan pemenuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

Pembebanan Jaminan Fidusia

Pembebanan Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene No.1172, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Gugatan Sederhana. Penyelesaian. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk

Lebih terperinci

PROSEDUR EKSEKUSI EKSEKUSI GROSSE AKTA

PROSEDUR EKSEKUSI EKSEKUSI GROSSE AKTA PROSEDUR EKSEKUSI EKSEKUSI GROSSE AKTA 1. Sesuai Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg ada dua macam grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta pengakuan hutang dan grosse sita hipotik bpal.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

PROSEDUR EKSEKUSI EKSEKUSI GROSSE AKTA

PROSEDUR EKSEKUSI EKSEKUSI GROSSE AKTA PROSEDUR EKSEKUSI EKSEKUSI GROSSE AKTA 1. Sesuai Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBg ada dua macam grosse yang mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu grosse akta pengakuan hutang dan grosse sita hipotik bpal.

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum dan pembangunan merupakan dua variable yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempuyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA OLEH DRS.H.SUHADAK,SH,MH MAKALAH DISAMPAIKAN PADA PELAKSANAAN BIMTEK CALON PANITERA PENGGANTI PENGADILAN TINGGI AGAMA MATARAM TANGGAL

Lebih terperinci

MANA YANG LEBIH TINGGI PUTUSAN MA-RI (TENTANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN) DAN UNDANG-UNDANG (TENTANG HAK TANGGUNGAN)? TAUFIQURROHMAN SYAHURI

MANA YANG LEBIH TINGGI PUTUSAN MA-RI (TENTANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN) DAN UNDANG-UNDANG (TENTANG HAK TANGGUNGAN)? TAUFIQURROHMAN SYAHURI MANA YANG LEBIH TINGGI PUTUSAN MA-RI (TENTANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN) DAN UNDANG-UNDANG (TENTANG HAK TANGGUNGAN)? TAUFIQURROHMAN SYAHURI BIRO REKRUTMEN, ADVOKASI DAN PENINGKATAN KAPASITAS HAKIM KYRI Mana

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek) PENERAPAN HUKUM ACARA PERDATA KHUSUS PENGADILAN HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

E K S E K U S I (P E R D A T A)

E K S E K U S I (P E R D A T A) E K S E K U S I (P E R D A T A) A. Apa yang dimaksud dengan Eksekusi Eksekusi adalah melaksanakan secara paksa (upaya hukum paksa) putusan Pengadilan dengan bantuan kekuatan umum. B. AZAS-AZAS EKSEKUSI

Lebih terperinci

Keywords: Execution, Grosse deed

Keywords: Execution, Grosse deed PARATE EKSEKUSI GROSSE AKTA PENGAKUAN HUTANG Jamaluddin* 1 Abstract Grosse deed (Grosse deed of debt acknowledgment) is a deed made unilaterally by the debtor in order to provide assurance to the debtor

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG BENTUK SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, AKTA

Lebih terperinci

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN I KADEK ADI SURYA KETUT ABDIASA I DEWA NYOMAN GDE NURCANA Fakultas Hukum Universitas Tabanan Email :adysurya10@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP RUU TENTANG HIPOTEK KAPAL *) Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M **)

TINJAUAN TERHADAP RUU TENTANG HIPOTEK KAPAL *) Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M **) TINJAUAN TERHADAP RUU TENTANG HIPOTEK KAPAL *) Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M **) A. Pendahuluan Dari sisi hukum, adanya Undang- Undang yang mengatur suatu transaksi tentunya akan memberikan kepastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK UMUM Pelaksanaan pemungutan Pajak yang tidak sesuai dengan Undang-undang perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan

Lebih terperinci

SEKITAR EKSEKUSI DAN LELANG 1

SEKITAR EKSEKUSI DAN LELANG 1 SEKITAR EKSEKUSI DAN LELANG 1 (Oleh : Nasikhin A. Manan) A. SEKITAR EKSEKUSI I. PENGERTIAN EKSEKUSI. Eksekusi adalah hal menjalankan putusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (BHT).

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA 1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) SEKITAR EKSEKUSI (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Tinjauan Umum Eksekusi 1. Pengertian eksekusi Pengertian eksekusi menurut M. Yahya Harahap, adalah pelaksanaan secara paksa

Lebih terperinci

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 2004 DENGAN PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi sebagai dampak krisis ekonomi global. tahun 2008 mencapai (dua belas ribu) per dollar Amerika 1).

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi sebagai dampak krisis ekonomi global. tahun 2008 mencapai (dua belas ribu) per dollar Amerika 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia dalam beberapa dekade mengalami situasi yang tidak menentu. Pada tahun 1997 sistem perbankan Indonesia mengalami keterpurukan dengan adanya krisis

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG BENTUK SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, AKTA

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

hal 0 dari 11 halaman

hal 0 dari 11 halaman hal 0 dari 11 halaman I. PENGERTIAN PENGGUNAAN LEMBAGA PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) OLEH Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI (H. SUWARDI, SH, MH) Subekti menyebut, putusan pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sudiono (2001: 52), lelang adalah penjualan dihadapan orang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sudiono (2001: 52), lelang adalah penjualan dihadapan orang banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lelang Menurut Sudiono (2001: 52), lelang adalah penjualan dihadapan orang banyak dengan tawaran yang tertinggi, dan dipimpin oleh Pejabat Lelang. Melelangkan dan memperlelangkan

Lebih terperinci

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI A. Pengertian Eksekusi Eksekusi adalah merupakan pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan secara paksa

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Sebelum lahirnya UUHT, pembebanan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada

Lebih terperinci

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak Perpajakan 2 Pengadilan Pajak 12 April 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Daftar isi 1. Susunan Pengadilan Pajak 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak 3. Hukum Acara 2 Susunan Pengadilan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan lelang dan dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1.a.Kelebihan pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan Negeri Surakarta berdasarkan Pasal 224 HIR/258 RBg juncto Pasal 14 ayat (2) dan (3) UUHT adalah sebagai

Lebih terperinci

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENITIPAN GANTI KERUGIAN KE PENGADILAN NEGERI DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

BAB II UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH BANK DALAM MEMINIMALKAN RISIKO KREDIT. Ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

BAB II UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH BANK DALAM MEMINIMALKAN RISIKO KREDIT. Ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 BAB II UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH BANK DALAM MEMINIMALKAN RISIKO KREDIT 1. Analisa Kredit Ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

Lebih terperinci