Buku Panduan Clinical Skills Lab (CSL) Semester 5

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Buku Panduan Clinical Skills Lab (CSL) Semester 5"

Transkripsi

1 Edisi Ke 3 September Buku Panduan Clinical Skills Lab (CSL) Semester 5 Editor : dr. Oktadoni Saputra MMedEd dr. Rizki Hanriko, Sp.PA Laboratorium Clinical Skills Lab (CSL) Fakultas Kedokteran Univeritas Lampung Jln. Prof. Soemantri Bojonegoro No. 1 Bandar Lampung-Indonesia Telp. (0721)

2 Edisi 3 : Buku Panduan Clinical Skills Lab (CSL) Semester 5 Unit Clinical Skills Lab (CSL) Bandar Lampung 2015 Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian isi atau seluruh isi buku ini dengan cara dan dalam bentuk apapun tanpa seijin penyusun 2

3 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga penyusun dapat menyelesaikan buku panduan Clinical Skill Lab (CSL) Semester 5. Buku ini disusun sebagai panduan bagi mahasiswa maupun instruktur dalam proses pembelajaran CSL pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di (FK Unila) semester 5 tahun ajaran Buku panduan edisi pertama ini disusun dengan mengacu pada kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter yang tertuang dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Pada semester ini mahasiswa diharapkan menguasai keterampilan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Kulit, Pemeriksaan Fisik Orthopedi, Pemeriksaan BTA dan KOH, Bedah Minor Lanjut, Planning Edukasi, Anamnesis Penyakit Gastrointestinal, Pemeriksaan Fisik Abdomen Lanjut, Anamnesis Penyakit Kardiovaskuler dan Respirasi, Pemeriksaan Fisik Paru dan Jantung Lanjut, Pemeriksaan JVP, Pemasangan EKG dan Pembacaan serta Interpretasi EKG, Pembacaan Rontgen Thorak, Basic Life Support, Punksi Pleura serta Pemasangan Chest-Tube. Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kontributor yang telah memberikan masukan demi memperkaya materi buku ini, pengelola KBK FK unila, maupun pihak-pihak lain yang turut membantu hingga selesainya buku ini. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada, semoga buku ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Untuk kesempurnaan penyempurnaan berikutnya serta kritik dan saran juga kami harapkan. Bandar Lampung, September Penanggung Jawab CSL 5 3

4 Daftar Isi Kata Pengantar... 3 Daftar Isi... 4 Tata tertib & Regulasi CSL... 5 CSL 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik penyakit kulit CSL 2. Pemeriksaan fisik orthopedi CSL 3. Pemeriksaan KOH CSL 4. Pemeriksaan BTA CSL 5. Pembidaian CSL 6. Bedah minor lanjut CSL 7. Planning Edukasi CSL 8. Anamnesis penyakit gastrointestinal CSL 9. Pemeriksaan fisik abdomen lanjut CSL 10. Pemasangan NGT CSL 11. Anamnesis penyakit kardiovaskuler CSL 12. Anamnesis penyakit respirasi CSL 13. Pemeriksaan fisik paru lanjut CSL 14. Pemeriksaan fisik jantung lanjut CSL 15. Pemeriksaan fisik JVP CSL 16. Pemasangan EKG CSL 17. Pembacaan serta Interpretasi EKG CSL 18. Pembacaan Rontgen Thorak CSL 19. Punksi pleura dan pemasangan Chest-Tube CSL 20. Pemasangan Chest-Tube CSL 21. Basic Life Support

5 TATA TERTIB a. Tata tertib umum 1. Mahasiswa diwajibkan mengikuti semua kegiatan CSL (Keterampilan Klinik) yaitu : Latihan CSL dilakukan 2 kali seminggu (Pertemuan I dan II) dengan 2x50 menit/pertemuan. OSCE dilaksanakan di setiap akhir semester dimana setiap mahasiswa harus lulus semua station OSCE. Bagi mahasiswa yang belum lulus diwajibkan mengikuti Remedial OSCE yang dilaksanakan 1 kali. 2. Berpakaian rapi Tidak diperbolehkan memakai kaos oblong, celana blue jeans, sandal/sepatu sandal, khusus mahasiswi tidak diperbolehkan berbaju ketat, transparan, dan tanpa lengan atau terlihat ketiak serta harus memakai rok ¾ di bawah lutut. Rambut harus rapi, tidak diperbolehkan berambut gondrong untuk laki-laki Kuku harus pendek, bersih, dan tidak menggunakan cat kuku Perhiasan maupun asesoris yang berlebihan juga tidak diperkenankan 3. Sopan santun dan etika Jujur dan bertanggung jawab Disiplin Tidak merokok di lingkungan kampus Tidak diperbolehkan membawa senjata tajam, NAPZA, alat-alat yang tidak sesuai dengan tupoksi sebagai mahasiswa. Tidak diperbolehkan membuat kegaduhan Tidak diperbolehkan memalsukan tanda tangan instruktur atau para dosen Tidak diperbolehkan memalsukan dokumen 5

6 Tidak diperkenankan melakukan kecurangan dalam bentuk apapun pada saat CSL dan OSCE. 4. Mentaati peraturan akademik FK Universitas Lampung dan peraturan akademik Universitas Lampung b.tata tertib Khusus 1. Kehadiran harus 100%. Toleransi ketidakhadiran mahasiswa dikarenakan force majeur hanya diperkenankan <20% dari jumlah keseluruhan materi CSL Semester yang bersangkutan. Ijin harus dibuktikan dengan dokumen objektif (Surat Keterangan Sakit, Surat Ijin dari Pimpinan). Ketentuan force majeur diatur dalam peraturan akademik FK Unila 2. Wajib hadir tepat waktu a. Jika terlambat 15 menit pada peretemuan I dan II, mahasiswa tetap diperbolehkan mengikuti kegiatan CSL. Jika pretest sedang berlangsung, tidak ada tambahan waktu khusus bagi mahasiswa. b. Jika terlambat menit sejak CSL dimulai pada pertemuan I dan II, peserta diperbolehkan mengikuti kegiatan CSL jika mendapatkan persetujuan dari instruktur dan diwajibkan melapor kepada PJ CSL untuk dilakukan pencatatan, perbaikan kekurangan materi yang ditinggalkan maupun penugasan. c. Jika terlambat > 30 menit sejak CSL dimulai, mahasiswa tidak diperkenankan mengikuti kegiatan keterampilan klinik pada hari tersebut dan tidak diperkenankan mengikuti kegiatan CSL pada pertemuan kedua 3. Pada pertemuan pertama akan dilakukan pretest secara serentak, dan dikoreksi oleh instruktur masing-masing kelompok. Pretest dilakukan untuk menilai pemahaman mahasiswa terhadap materi yang akan dipelajari baik dari segi declarative knowledge maupun procedural knowledge. 4. Pretest dapat dilakukan tertulis maupun oral yang disiapkan/ diseragamkan oleh PJ CSL. Penilaian pretest dari Mahasiswa yang nilai pretest <70 akan mendapatkan perhatian khusus oleh fasilitator, diwajibkan belajar lagi dan mendapatkan kesempatan 6

7 berlatih lebih dahulu saat sesi berikutnya dengan atau tanpa adanya pretest ulang maupun penugasan dari fasilitator yang sifatnya formatif dan dan tidak memberatkan mahasiswa (low-cost). Contoh penugasan berupa diminta belajar lagi, menjelaskan ulang/memaparkan ulang di sesi berikutnya, pre-test ulang, membuat rangkuman materi, workplan, tulisan refleksi diri, dll 5. Bila mahasiswa melakukan kecurangan pada saat pretest, maka langsung dinyatakan tidak lulus pretest namun tetap diperbolehkan mengikuti kegiatan CSL pada hari itu. Nilai kelulusan pretest akan diumumkan pada akhir pertemuan pertama oleh instruktur. 6. Pada semester ini terdapat beberapa keterampilan tertentu yang peserta diwajibkan melakukan latihan mandiri sebagai pengayaan. Latihan mandiri dilakukan diluar sesi terjadwal dengan difasilitasi oleh sesama teman (peer-) maupun kakak kelas (near-peer). Bukti latihan mandiri harus didokumentasikan dalam video yang digabungkan per kelompok yang diburning dalam CD (1 kelompok 1 CD/DVD). Ketentuan format dan resolusi video diatur oleh PJ CSL. 7. Mahasiswa wajib mengikuti latihan CSL pertemuan 1 dan 2 sesuai jadwal masing-masing dan wajib membawa buku panduan CSL dan buku kegiatan CSL di setiap pertemuan. 8. Di pertemuan kedua, mahasiswa berlatih secara role play perorang dengan diberikan feedback maupun penilaian oleh teman kelompok dan isntruktur. Nilai minimal (Jika pakai nilai) latihan CSL per keterampilan adalah 70, bila salah satu nilai latihan keterampilan kurang dari 70 maka tidak diperkenankan mengikuti OSCE. 9. Akan diadakan briefing sebelum OSCE maupun Briefing remedial OSCE yang wajib diikuti oleh mahasiswa (Jika diadakan) PENILAIAN 1. Penilaian formatif : Semua penilaian formatif ini adalah prasyarat untuk mengikuti OSCE a. Kehadiran 100%, kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh institusi. Kehadiran termasuk kontrak CSL dan Briefing OSCE. 7

8 b. Kelengkapan pengisisan Buku Log setiap latihan keterampilan c. Nilai sikap profesional (profesional behaviour). Tidak ada masalah etik selama CSL berlangsung. Penilaian berupa kedisiplinan/ keseriusan latihan, kejujuran, sopan santun, sikap sesama teman (Altruism). Hasil penilaian berupa sufficient atau insuffisient. d. Kewajiban latihan mandiri untuk judul-judul CSL tertentu yang didokumentasikan dalam video yang di burning dalam CD 2. Penilaian Sumatif Persentase penilaian akhir blok terdiri dari : OSCE 100% Total 100% LESSON PLAN CSL SESI 1 No Kegiatan Alokasi Waktu 1 Perkenalan instruktur dan absensi mahasiswa/i 5 menit 2 Pre Test 10 menit 3 Overview materi 5 menit 4 Demonstrasi 10 menit 5 Mahasiswa/i berlatih 60 menit 6 Feed back dan penutup 10 menit LESSON PLAN CSL SESI 2 No Kegiatan Alokasi Waktu 1 Perkenalan instruktur dan absensi mahasiswa/i 5 menit 2 Persiapan dan pengaturan latihan 5 menit 3 Penilaian terhadap mahasiswa yang berlatih 80 menit 4 Feed back dan penutup 10 menit 8

9 DAFTAR KETERAMPILAN CSL SEMESTER 4 No Materi Jenis Keterampilan Level kompetensi 1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Kulit Anamnesis dan 4 Pemeriksaan Fisik 2 Pemeriksaan fisik orthopedi Pemeriksaan Fisik 4 3 Pemeriksaan KOH Laboratorium 4 4 Pemeriksaan BTA Laboratorium 4 5 Bedah Minor Lanjut Prosedural 4 6 Pembidaian Prosedural 4 7 Planning Edukasi Anamnesis 4 8 Anamnesis Penyakit Gastrointestinal Pemeriksaan Fisik 4 9 Pemeriksaan fisik abdomen lanjut Anamnesis 4 10 Anamnesis Penyakit Kardiovaskuler Anamnesis 4 11 Anamnesis Penyakit Respirasi Anamnesis 4 12 Pemeriksaan fisik paru lanjut lanjut Pemeriksaan Fisk 4 13 Pemeriksaan fisik jantung lanjut Pemeriksaan Fisik 4 14 Pemeriksaan JVP Pemeriksaan Fisik 4 15 Pemasangan EKG Prosedural Klinik 4 16 Pembacaan dan interpretasi EKG Prosedural Klinik 4 17 Pembacaan Rontgen Thorak Prosedural Klinik 4 18 Punksi Pleura Prosedural Klinik 2 19 Chest Tube Insertion Prosedural Klinik 2 20 BLS Prosedural Klinik 4 21 Pemasangan NGT Prosedural Klinik 4 Level Kompetensi 1 Level Kompetensi 2 Level Kompetensi 3 Level Kompetensi 4 LEVEL OF COMPETENCE Mengetahui dan menjelaskan Pernah melihat / didemonstrasikan Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervisi Mampu melakukan secara mandiri 9

10 ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN KULIT dr. Hanna Mutiara, dr. Rizki Hanriko, dr. Dina Tri Amalia A. TEMA Keterampilan Anamnesis dan Pemeriksaan Penyakit Kulit B. LEVEL KOMPETENSI Physical Examination Level of Expected Ability skin, inspection with magnifying glass nails, inspection Terminology of skin lesions skin lesions description with primary and secondary changes, as well as size, distribution, expansion and configuration C. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan instruksional umum Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik penyakit kulit dengan baik dan benar 2. Tujuan instruksional khusus Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan dengan permasalahan terutama masalah penyakit kulit Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami responden Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi 10

11 Mahasiswa dapat melakukan cross check Mahasiswa dapat bersikap netral Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta menyimpulkan hasil anamnesis. Mahasiswa mampu menciptakan hubungan dokter - pasien yang baik dan sewajarnya dengan pasien. Mahasiswa mampu mengidentifikasi efloresensi kelainan kulit. Mampu melakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis D. ALAT DAN BAHAN Kapas Peniti Tabung reaksi berisi air dingin dan air panas Kaca objek Kaca pembesar E. SKENARIO Bercak Putih Ny. Kusti, 28 tahun datang ke tempat praktek saudara dengan keluhan timbul bercak putih pada punggung kanan dan seperti mati rasa sejak 4 bulan lau. Lengan kanannya juga dirasakan sering kesemutan. Keluhan tersebut menyebabkan ia kurang percaya diri. Anda melakukan anamsesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis. F. DASAR TEORI 1. Anamnesis Dalam memberikan pelayanan kesehatan yang baik pada mayarakat diharapkan seorang dokter dapat memberikan penatalaksaan yang tepat. Penatalaksanaan yang tepat diberikan berdasarkan penegakkan diagnosis yang tepat pula. Dalam 11

12 menentukan suatu diagnosis, seorang dokter akan melalui beberapa tahapan, yakni anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Peranan anamnesis cukup besar dalam mengarahkan dokter untuk melakukan tahapan selanjutnya. Anamnesis yang baik akan memberikan banyak informasi yang akan membantu dokter untuk mengarahkan pemeriksaan selanjutnya dan anamnesis yang baik dapat tercapai jika terdapat hubungan baik yang sewajarnya antara dokter dan pasien. Dalam melakukan anamnesis harus mencakup komponen - komponen: 1. Identitas pasien : Identitas meliputi: nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama Identifikasi sumber informasi dapat autoanamnesis (sumber dari pasien) atau alloanamnesis (sumber dari keluarga atau teman pasien, surat rujukan) 2. Tentukan Keluhan Utama 3. Riwayat Penyakit Sekarang : Deskripsi yang menerangkan keluhan utama dan gejala yang menyertainya. 4. Riwayat penyakit Dahulu: a. Riwayat Penyakit yang pernah dialami yang berhubungan dengan penyakit sekarang b. Riwayat imunisasi, tes skrining alergi terhadap obat dan alergen lain, gaya hidup yang berkaitan dengan penyakit sekarang 5. Riwayat Keluarga Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat kehamilan dan kelahiran 6. Riwayat Pribadi Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan, termasuk lingkungan tempat tinggal. Anamnesis dilakukan secara sistematis dan rasional dimana pertanyaan yang 12

13 diajukan harus terarah dan memiliki nilai diagnostik. Dalam melakukan anamnesis,ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni: 1. Komunikasi yang mempunyai hak-hak istimewa dialog ini harus dijaga kerahasiannya 2. Penilaian moral tidak ada penyakit, pola tingkah laku atau gaya hidup yang perlu mendapat komentar benar atau salah. Anda harus dapat bersikap profesional dan mampu memisahkan perasaan anda tentang tingkah laku pasien. 3. Kejujuran dalam komunikasi pemberian informasi yang benar pada pasien 4. Hindari sikap meng-interogasi 5. Pilihan kata-kata anda sebagai dokter 2. Pemeriksaan Fisik Setelah melakukan anamnesis, tindakan berikutnya adalah melakukan pemeriksaan fisik berupa inspeksi. Bantuan pemeriksaan dengan kaca pembesar dapat dilakukan. Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam ruangan yang terang. Anamnesis terarah biasanya ditanyakan pada penderita bersamaan dengan dilakukannya inspeksi untuk melengkapi data diagnostik. Misalnya penderita yang menderita dermatitis pada tangannya perlu ditanyakan ada tidaknya kelainan di tempat lain. Dalam hal ini juga perlu dilakukan inspeksi seluruh kulit tubuh penderita. Demikian pula perlu dilakukan pemeriksaan rambut, kuku dan selaput lendir terutama pada penyakit tertentu, misalnya liken planus atau psoriasis. Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran, penyebaran, batas, dan efloresensi yang khusus. Bila terdapat kemerahan pada kulit ada tiga kemungkinan: eritema,purpura, dan teleangiektasis. Cara membedakannya yakni ditekan dengan jari dan digeser. Cara lain ialah diaskopi yaitu menekan dengan benda transparan (diaskop) pada tempat kemerahan tersebut. Diaskopi positif jika warna merah menghilang (eritema), disebut negatif jika warna merah tidak menghilang (purpura atau teleangiektasis). 13

14 Setelah inspeksi selesai, dilakukan palpasi. Pada pemeriksaan ini diperhatikan ada tidaknya tanda radang akut atau tidak, misalnya kalor, dolor, fungsiolesa (rubor dan tumor dapat pula dilihat), ada tidaknya indurasi, fluktuasi dan pembesaran KGB regional maupun generalisata. Menurut PRAKKEN (1966) yang disebut efloresensi primer adalah : makula, papul, plak, urtika, nodus, nodulus, vesikel, bula, pustul, dan kista. Sedangkan efloresensi sekunder adalah skuama, krusta, erosi, ulkus dan sikatriks. Berikut defini berbagai kelainan kulit. Makula : kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna sematamata Eritema : kemerahan kulit akibat vasodilatasi kapiler reversibel Vesikel : gelembung berisi cairan serum, beratap, ukuran < 1/2cm garis tengah, dan mempunyai dasar. Pustul : vesikel berisi nanah. Bula : vesikel berukuran lebih besar. Kista : ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel. Kista terbentuk bukan dari peradangan. Abses : kumpulan nanah dalam jaringan. Papul : penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskripta, diameter <1/2 cm, dan berisi zat padat. Nodus : massa padat sirkumskripta, terletak di kutan atau subkutan, dapat menonjol, jika diameter <1cm disebut nodulus. Plak : peninggian di atas permukaan kulit, permukaan rata dan berisi zat padat (biasanya infiltrat), diameter 2 cm atau lebih. Tumor : istilah umum untuk benjolan berdasarkan pertumbuhan sel maupun jaringan Infiltrat : tumor terdiri atas kumpulan sel radang. Sikatriks : jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit licin, dan tidak terdapat adneksa kulit. Erosi : kehilangan jaringan yang tidak melampaui stratum basal. Contoh : 14

15 kulit bila digaruk sampai stratum spinosum akan keluar cairan serosa dari bekas garukan Ekskoriasi : kehilangan jaringan samapi dengan stratum papilare. Contoh: bila garukan lebih dalam lagi hingga tergores sampai ujung papil, maka akan terlihat darah yang keluar selain serum. Ulkus : hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Ulkus memiliki tepi, dinding, dasar, dan isi. Skuama : lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Krusta : cairan badan yang mengering. Likenifikasi : penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas. Guma : infiltrat sirkumskripta, menahun, destruktif, biasanya melunak. Monomorf : kelainan kulit yang pada satu ketika terdiri atas hanya satu macam ruam kulit. Polimorf : kelainan kulit yang sedang berkembang, terdiri dari bermacammacam efloresensi. Berbagai isitilah ukuran, susunan kelainan/bentuk serta penyebaran dan lokalisasi dijelaskan sebagai berikut: I. Ukuran: Miliar : sebesar kepala jarum pentul Lentikular : sebesar biji jagung Numular : sebesar uang logam 100 rupiah Plakat : lebih besar dari numular II. Susunan kelainan/bentuk Liniar : seperti garis lurus Sirsinar/anular : seperti lingkaran Arsinar : seperti bulan sabit Polisikluk : bentuk pinggiran yang sambung menyambung Korimbiformis : susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anakanaknnya 15

16 III. Penyebaran dan lokalisasi Sirkumskripta : berbatas tegas Difus : tidak berbatas tegas Generalisata: tersebar pada sebagian besar tubuh Regional : mengenai daerah tertentu badan Universal : seluruh atau hampir seluruh tubuh (90%-100%) Solitar : hanya satu lesi Herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster Konfluens : dua atau lebih lesi yang menjadi satu Diskret : terpisah satu dengan yang lain Serpiginosa : proses yang menjalar ke satu jurusan diikuti penyembuhan pada bagian yang ditinggalkan Simetrik : mengenai kedua belah badan yang sama Bilateral : mengenai kedua belah badan Unilateral : mengenai sebelah badan Berikut akan dibahas secara singkat salah satu penyakit kulit yang masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia, yaitu penyakit kusta. Masalah ini diperberat dengan kompleksnya epidemiologi dan banyaknya penderita kusta yang mencari pengobatan ketika sudah dalam keadaan cacat sebagai akibat masih adanya stigma dan kurangnya pemahaman pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Dokter umum sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan diharapkan dapat melakukan deteksi dini penyakit kusta dan dapat memberikan intervensi secara dini pada pasien. Deteksi dini ini dapat dilakukan melalui anamnesis yang tepat dan pemeriksaan fisik dasar. Adapun tanda kardinal (tanda utama) dalam mendiagnosis penyakit kusta diantaranya: 16

17 1. Bercak kulit yang mati rasa Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak). Hypesthesia pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu dan rasa nyeri 2. Penebalan saraf tepi Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi syaraf yang terkena, yaitu: Gangguan fungsi sensoris : paresthesia Gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang terganggu 3. Ditemukan kuman tahan asam Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau syaraf Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan. G. PROSEDUR ANAMNESIS 1. Sambung Rasa / Membina rapport/ komunikasi non verbal yang baik menyambut dengan ramah, ucapkan salam persilahkan pasien untuk duduk perkenalkan diri anda sebagai dokter yang akan membantu 2. Tanyakan identitas pasien, Nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan terakhir, pekerjaan, status marital, suku bangsa, agama Selanjutnya sebut nama pasien dalam anamnesis 17

18 3. Inform Consent Beri penjelasan kepada pasien bahwa proses anamnesis dan pemeriksaan ini untuk kebaikan pasien minta pasien untuk jujur beri penjelasan bahwa apa yang dikatakan oleh pasien bersifat rahasia dan tidak dipublikasikan tanpa seijinnya. 4. Tentukan keluhan utama pasien Tanyakan keluhan yang menyebabkan pasien datang kepada anda/ berobat, satu keluhan saja yang terpenting, catat sesuai bahasa pasien. 5. Gali informasi tentang keluhan yang mendukung atau mendampingi keluhan utama ( Riwayat Penyakit Sekarang) Hal-hal yang harus ditanyakan antara lain: 1. Waktu dan lama keluhan berlangsung 2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terusmenerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang. 3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah. Tanyakan mengenai gambaran lesi awal, dimana lokasi awalnya, bagaimana perkembangan lesinya serta distribusi lesi selanjutnya 4. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan sore, atau terus-menerus tidak mengenal waktu 5. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat. 6. Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya apakah disertai rasa panas pada lesi atau tidak, adakah demam atau tidak, apakah disertai gatal atau tidak. Jika ada keluhan lain yang menyertai, tanyakanlah: a. Kapan mulai terjadi hal tersebut, apakah terjadi mendadak atau tidak b. Apakah muncul bersamaan, mendahului, ataukah sesudahnya 7. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang 8. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan serangan. Tanyakan apakah kelainan kulit ini ada hubungannya dengan a. Penggunaan pakaian baru 18

19 b. Membersihkan tanaman atau rumah c. Gigitan serangga atau luka (trauma) dan lain - lain 9. Apakah ada saudara sedarah, atau teman-teman dekat yang menderita keluhan yang sama / menanyakan adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan gejala yang sama 10. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa 11. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan medis yang dilakukan (riwayat pengobatan kuratif maupun preventif) 6. Gali informasi mengenai riwayat penyakit dahulu Tanyakan adanya penyakit yang pernah diderita secara kronologis (apa, kapan, berapa lama, terapi, respons pengobatannya) Tanyakanlah apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada masa lampau Tanyakan apakah sedang mendapat perawatan kesehatan Tanyakan riwayat imunisasi Tanyakan adanya riwayat alergi terhadap obat dan allergen lain 7. Selidiki hubungan keluhan/ lesi dengan riwayat pada keluarga Tanyakanlah riwayat penyakit yang sama dalam lingkup keluarga atau lingkungan sekitar tempat tinggal Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat kehamilan dan kelahiran 8. Riwayat Pribadi Data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan berolahraga, riwayat merokok, minuman alkohol, kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan. Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus ditanyakan. Anamnesis juga mengenai lingkungan tempat tinggal pasien, 19

20 serta pola diet/ kebiasaan makan dan minum sehari-hari pasien juga penting ditanyakan. 9. Jelaskanlah pada pasien bahwa anamnesis merupakan suatu rangkaian pemeriksaan untuk dapat mengetahui penyakit pasien dan diperlukan pemeriksaan fisis serta pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. PEMERIKSAAN FISIK a. Informed consent b. Meminta pasien untuk membuka pakaian dan memastikan pasien mendapat pencahayaan yang baik selama pemeriksaan c. Perhatikanlah daerah dimana letak/ lokasi kelainan kulit tersebut d. Dengan menggunakan kaca pembesar, perhatikanlah jenis effloresensi yang tampak pada daerah tersebut : eritema, hipopigmentasi, hiperpigmentasi, nodul, vesikel, bula, makula, papula, skuama, urtika, ulkus, krusta e. Jika seluruh permukaan lesi rata, perhatikanlah bagaimana gambaran permukaan kulit kering yang terlihat : kering atau basah. f. Perhatikanlah bentuk dan gambaran kelainan kulit yang tampak pada pasien. g. Perhatikanlah bagaimana ukuran dan distribusi kelainan kulit yang terlihat pada pasien. h. Perhatikanlah secara keseluruhan kulit disekitar kelainan yang ada apakah terdapat tanda-tanda kekeringan kulit atau kulit tampak pecah-pecah. i. Tes fungsi sensoris (ingat CSL SS) j. Pemeriksaan Fenomena Tetesan Lilin Dilakukan pada pasien psoriasis, dimana pada skuama dilakukan : - Menggores bagian tengah skuama lesi pasien secara perlahan dengan menggunakan pinggiran kaca objek. - Perhatikanlah perubahan yang terjadi akibat goresan tersebut. - Interpretasi : Positif jika terjadi perubahan warna menjadi lebih putih. k. Pemeriksaan fenomena Auzpits Dilakukan pada pasien psoriasis, dimana pada skuama dilakukan: 20

21 - Menggores bagian tengah skuama lesi pasien dengan menggunakan pinggiran kaca objek secara perlahan sampai skuamanya terbuang habis. - Kemudian goreslah kembali perlahan dan perhatikanlah perubahan yang terjadi akibat goresan tersebut. - Interpretasi : Positif jika terjadi perubahan dan timbul bintik-bintik perdarahan. l. Pemeriksaan Alopesia (pada rambut kepala) Pemeriksaan ini dilakukan untuk membuktikan adanya kerontokan rambut kepala (alopesia). Pemeriksaan dilakukan dengan cara : - Perhatikanlah secara seksama rambut kepala pasien. - Peganglah rambut kepala pasien secara lembut dengan menggunakan 3 jari : ibu jari, jari tengah dan jari telunjuk. Yakinkan rambut terpegang dengan baik. Pemeriksaan menggunakan handschoen! - Dengan tekanan ringan sedang lakukanlah tarikan perlahan pada rambut yang telah dipegang. - Interpretasi : Normal : jika rambut yang tercabut kurang dari 6 lembar pada ketiga jari tersebut. Aktif : jika yang tercabut lebih dari 6 lembar pada 3 jari yang memegang rambut m. Jelaskan pada pasien/keluarga pasien tentang hasil pemeriksaan yang ditemukan dan masih diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. n. Jelaskan tentang diagnosis penyakitnya, rencana pengobatan, prognosis dan komplikasi dan berikan konseling yang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan mengubah kebiasaan atau pola hidup pasien menjadi lebih baik G. DAFTAR PUSTAKA Bickley Lynn S. Bates Guide to Physical Examination & History Taking. 9 th edition. Lippincott Williams & Wilkins.Philadelphia

22 Budimulja, Unandar. Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. FKUI. Jakarta Mc Glynn Burnside. Adams Diagnosis Fisik. Ed 17. EGC. Jakarta Vitayani Sri, dr., SpKK. Keterampilan Klinik dan Laboratorium Indera Khusus Kulit. FK Unhas H. CEKLIS LATIHAN No Aspek I INTERPERSONAL 1 Sambung Rasa / Membina rapport (menyambut dengan ramah, salam, menyilakan duduk, perkenalan diri, komunikasi non verbal yang baik) 2 Tanyakan identitas pasien, selanjutnya sebut nama pasien dalam anamnesis Beri penjelasan kepada pasien bahwa proses anamnesis dan pemeriksaan ini untuk kebaikan 3 pasien, minta pasien untuk jujur dan beri penjelasan bahwa apa yang dikatakan oleh pasien bersifat rahasia dan tidak dipublikasikan tanpa seijinnya II CONTENT 4 Tentukan keluhan utama pasien Gali informasi tentang keluhan yang mendukung atau mendampingi keluhan utama Riwayat Penyakit Sekarang: Waktu dan lama keluhan berlangsung Sifat dan beratnya serangan 5 Lokalisasi dan penyebarannya Hubungan dengan waktu Skor Hubungan dengan aktifitas 22

23 6 7 8 Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya apakah disertai rasa panas pada lesi atau tidak, adakah demam atau tidak, apakah disertai gatal atau tidak. Jika ada keluhan lain yang menyertai, tanyakan: a. Kapan mulai terjadi hal tersebut, apakah terjadi mendadak atau tidak b. Apakah muncul bersamaan, mendahului, ataukah sesudahnya Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor yang memperberat atau meringankan serangan. Tanyakan apakah kelainan kulit ini ada hubungannya dengan: - Penggunaan pakaian baru - Membersihkan tanaman atau rumah - Gigitan serangga atau luka (trauma) dan lain Lain Apakah ada saudara sedarah, atau teman-teman dekat yang menderita keluhan yang sama /adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan gejala yang sama Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana hasilnya Gali informasi mengenai riwayat penyakit dahulu secara kronologis (apa, kapan, berapa lama, terapi, respons), riwayat imunisasi, alergi terhadap obat dan allergen lain, perawatan kesehatan,kondisi fisik Selidiki hubungan gejala dengan riwayat pada keluarga Gali informasi mengenai riwayat pribadi berupa data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan (kebiasaan berolahraga, pola diet, riwayat merokok, minuman alkohol, konsumsi obat-obatan), riwayat 23

24 perkawinan dan kebiasaan seksual serta lingkungan tempat tinggal pasien. Jelaskan dan beri instruksi kepada pasien tentang pemeriksaan fisik 9 yang akan dilakukan dan meminta izin serta kerjasama pasien 10 Berdiri disebelah kanan pasien. Pemeriksaan Fisis Kelainan Kulit Perhatikan dimana letak/ lokasi kelainan kulit tersebut Perhatikanlah bentuk dan gambaran kelainan kulit yang tampak pada pasien 11 Perhatikanlah jenis effloresensi yang tampak dengan kaca pembesar: eritema, hipopigmentasi, hiperpigmentasi,nodul, vesikel, bula, makula, papula, skuama, urtika, ulkus, krusta Bila seluruh permukaan lesi rata, perhatikan bagaimana gambaran 12 permukaan kulit kering yang terlihat : kering atau basah. Perhatikan bagaimana ukuran dan distribusi kelainan kulit yang terlihat 13 pada pasien Perhatikanlah secara keseluruhan kulit disekitar kelainan yang ada 14 apakah terdapat tanda-tanda kekeringan kulit atau kulit tampak pecahpecah. A RASA RABA Pasien dalam keadaan duduk, jelaskan bahwa bilamana merasa disinggung bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan 15 kulit mana yang disinggung dengan jari telunjuknya (dikerjakan dengan mata terbuka) Apabila pasien sudah paham Minta pasien memejamkan matanya 16 atau ditutup menggunakan penutup mata 17 Periksa lesi di kulit dan bagian kulit lain yang dicurigai 18 Periksa sensibilitas kulit yang sehat dan yang tersangka sakit 19 Periksa bercak pada bagian tengahnya, bukan di pinggirnya. RASA NYERI 24

25 Tusuk kulit dengan ujung jarum yang tajam dan dengan pangkal 20 tangkainya yang tumpul (Pasien harus mengatakan mana tusukan yang tajam dan mana tusukan yang tumpul) RASA SUHU (diperiksa dengan memakai 2 tabung reaksi) Siapkan tabung reaksi yang berisi air panas (40 21 o C) dan air dingin (20 o C) 22 Minta pasien untuk menutup matanya atau menoleh ke tempat lain Lakukan tes kontrol kedua tabung tersebut ditempelkan pada 23 daerah kulit yang normal secara bergantian untuk memastikan pasien dapat membedakan panas dan dingin Lakukan tes pada daerah kulit yang dicurigai dengan menempelkan kedua tabung tersebut secara bergantian (Bila pada daerah kulit yang 24 dicurigai beberapa kali pasien salah menyebutkan rasa pada tabung yang ditempelkan, dapat disimpulkan bahwa sensasi suhu daerah tersebut terganggu) B PEMERIKSAAN ALOPESIA (PADA RAMBUT KEPALA) 25 Perhatikanlah secara seksama rambut kepala pasien. Peganglah rambut kepala pasien secara lembut dengan menggunakan 26 3 jari : ibu jari, jari tengah dan jari telunjuk. Yakinkan rambut terpegang dengan baik. Dengan tekanan ringan sedang lakukanlah tarikan perlahan pada rambut yang telah dipegang. 27 Interpretasi : Normal / Aktif (-/+6 lembar rambut yang tertarik) Akhiri wawancara dengan memberikan ringkasan tentang hal-hal penting dari wawancara dan pemeriksaan fisik tersebut dan berikan 28 konseling yang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan mengubah kebiasaan atau pola hidup pasien menjadi lebih baik II PENALARAN KLINIK 29 Mampu menjelaskan kepentingan anamnesis dalam penegakkan diagnosis sehinga didapat penatalaksanaan yang tepat 25

26 30 Mampu menjelaskan kepentingan membangun sambung rasa dengan pasien 31 Mampu menjelaskan penegakkan diagnosis penyakit kusta III PROFESIONALISM 32 Mampu menunjukan sikap percaya diri 33 Mampu menunjukkan sikap menghormati pasien (etika,moral,norma sosial) 34 Mampu melakukan dengan kesalahan minimal TOTAL Score= x 100% =.. 26

27 A. TEMA Pemeriksaan Fisik Orthopedi B. TUJUAN PEMBELAJARAN PEMERIKSAAN FISIK ORTHOPEDI dr. Anggi Setiorini, dr. Dina Tri Amalia Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik orthopedi. Tujuan Khusus Dapat melakukan inspeksi terhadap keadaan umum, bentuk dan penampilan cara berjalan dan bentuk badan penderita Mampu melakukan palpasi pada kelainan orthopaedi muskuloskeletal secara benar Dapat melakukan pemeriksaan kelainan regional pada orthopedi C. ALAT DAN BAHAN 1. Bed periksa pasien 2. Meja dan kursi periksa 3. Goniometri D. SKENARIO Pasien pria gemuk, berusia 48 tahun datang dengan keluhan nyeri tajam pada sendi lutut sebelah kanan. Keluhan sudah dirasakan hilang timbul selama 2 bulan belakangan, namun selama 3 hari ini keluhan dirasa terus menerus dan memberat. Keluhan disertai dengan gerak sendi terbatas karena nyeri, sulit untuk ditekuk maupun diluruskan, dan rasa kaku sementara pada sendi tersebut setelah bangun tidur. Keluhan bertambah nyeri apabila sendi digerakkan, sedangkan bila beristirahat keluhan berkurang. Untuk menegakkan diagnosis anda akan melakukan pemeriksaan fisik yang sesuai. E. DASAR TEORI I. Anamnesis Kelainan Ortopedi Keluhan Utama Ada tiga keluhan utama yang sering dikeluhkan penderita yang mengalami gangguan muskuloskeletal dibidang ortopedi yaitu : 1. Deskripsi Nyeri (PQRST) 27

28 Position dapat menentukan posisi dan lokasi nyeri Quality adalah derajat kualitas nyeri seperti rasa menusuk, panas, danlain-lain Radiation penjalaran nyeri Severity tingkat beratnya nyeri (sering dihubungkan dengan gangguan Activity Daily Living (ADL) Timing kapan timbulnya nyeri, apakah siang, malam, waktu istirahat, danlain-lain 2. Perubahan bentuk (Deformitas) Bengkak biasanya karena radang, tumor, pasca trauma, dan lain-lain Bengkok misanya pada: Varus bengkok keluar Valgus bengkok kedalam seperti kaki X Genu varum kaki seperti O Angulasi / rotasi Pendek dibandingkan dengan kontralateral yang normal 3. Gangguan Fungsi (Disfungsi) Penurunan / hilangnya fungsi Afungsi ( Tak bisa digerakkan sama sekali) Kaku (stiffnesss) Cacat (disability) Gerakan tak stabil (instability) Riwayat Penyakit Dahulu a. Riwayat trauma sebelumnya b. Riwayat infeksi tulang dan sendi seperti osteomielitis / arthritis c. Riwayat pembengkakan / tumor yang diderita d. Riwayat kelainan kongenital muskuloskeletal seperti CTEV e. Riwayat penyakit penyakit diturunkan seperti skoliosis, dan lain-lain II. Pemeriksaan Fisik Umum dan Cara Berjalan 1. Pemeriksaan umum dan tanda-tanda vital o Keadaan umum tampak sehat, sakit, sakit berat o Tanda tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi nadi, nafas, dan temperatur 2. Bentuk dan penampilan tubuh sewaktu datang a. Bentuk tubuh : Normal, Athletic, cebol, bongkok, miring b. Cara penderita datang : Normal, pincang, digendong 28

29 3. Cara berjalan penderita yang normal dan kelainan cara berjalan Fase jalan normal : 1. Meletakkan tumit Heel strike 2. Fase menapak Stance Phase 3. Ujung jari bertumpu Toe Off 4. Mengayun langkah Swing Phase Kelainan Cara Berjalan 1. Antalgic gait (anti = against, algic = pain). = Nyeri waktu menapak sehingga langkah memendek 2. Tredelenberg gait (paralise n. ischiadicus) 3. Stepage gait (langkah pendek-pendek) Antalgic gait Steppage gait 29

30 Tredelenberg gait 4. Pemeriksaan tonus otot Tonus otot diperiksa biasanya pada otot-otot ekstremitas dimana posisi ekstremitas tersebut harus posisi relaksasi. Pemeriksaan dengan cara perabaan dan dibandingkan dengan otot pada sisi lateral tubuh penderita, atau otot lainnya. Dapat juga dibandingkan dengan otot pemeriksa yang tonusnya normal Yang paling sering adalah memeriksa tonus otot otot femur pada lesi medula spinalis Tonus otot bisa: Eutonus tonus normal Hipertonus tonus meninggi Hipotonus tonus melemah 5. Pemeriksaan atrofi otot Otot atrofi atau tidak dapat dinilai dengan cara: Membandingkan dengan ukuran otot pada sisi lateralnya Mengukur lingkaran anggota yang atropi dan dibandingkan dengan anggota sebelahnya III. Pemeriksaan Fisik Regional pada Kelainan Ortopedi Pada pemeriksaan lokalis ortopedi/musculoskeletal yang penting adalah : 1. Look (inspeksi) 2. Feel (palpasi) 3. Move (pergerakan,terutama mengenai lingkup gerak) Disamping gerak perlu dilakukan pengukuran bagian yang penting untuk membuat kesimpulan kelainan, apakah suatu pembengkakan atau atrofi, serta melihat adanya selisih panjang (discrepancy) 30

31 1. Look (Inspeksi) Perhatikan apa yang dilihat, antara lain : Sikatrik (jaringan parut, baik yang alamiah maupun yang buatan yaitu bekas pembedahan) Birth mark (bekas melahirkan) Fistula Warna (kemerahan,kebiruan / livide, hiperpigmentasi) Benjolan / pembengkakan / cekukan dengan hal-hal yang tidak biasa, misalnya ada rambut diatasnya, dst Posisi serta bentuk dari ekstrimitas (deformitas) Jalan pasien (gait, waktu masuk kamar periksa) 2. Feel (palpasi) Pada waktu ingin palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari posisi netral / posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik bagi pemeriksa maupun bagi penderita. Karena itu, perlu diperhatikan selalu wajah penderita atau menanyakan perasaan penderita. Yang dicatat pada palpasi adalah : Suhu serta kelembaban kulit dibandingkan dengan anggota gerak kontralateral Nadi / pulsasi terutama pada tumor Nadi distal (trauma pada fraktur) Nyeri nyeri tekan & nyeri sumbu (terutama pada fraktur) Krepitasi fraktur klavikula, OA sendi Fungsi saraf sensorik, motorik, dan refleks Otot, tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi Apabila ada pembengkakan apakah terdapat fluktuasi atau hanya oedem, terutama daerah persendian Sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya dan pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya. 3. Move (pergerakan) Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan Move, periksalah anggota bagian tubuh yang normal terlebih dahulu. Selain untuk mendapatkan kerjasama dari penderita juga untuk mengetahui gerakan normal penderita. Apabila ada fraktur tentunya akan terdapat gerakan abnormal di daerah fraktur (kecuali fraktur incomplete) 31

32 Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric. Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak. Kekauan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor intraartikuler atau ekstraartikuler Pergerakan yang perlu dilihat adalah pergerakan aktif (bila penderita sendiri yang menggerakkan) dan gerak pasif (bila pemeriksa yang menggerakkan) Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri dan berjalan. Pada pemeriksaan jalan, perlu dinilai unutuk mengetahui adanya pincang atau tidak. Pincang dapat disebabkan oleh instability, nyeri, discrepancy atau fixed deformity.. Pemeriksaan Sendi Bandingkan kiri dan kanan tentang bentuk, ukuran, tanda radang, dan lain-lain Adanya nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri sumbu, dan lain-lain Adanya bunyi klik, krepitasi Adanya kontraktur sendi Nilai Range of Motion (ROM) secara aktif atau pasif Pemeriksaan Range Of Motion (ROM) Pemeriksaan range of motion (ROM) adalah pemeriksaan dengan melakukan pengukuran luas gerakan sendi (derajat) yang terjadi dari kontraksi dan pergerakan otot. Pemeriksaan dilakukan dengan meminta klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Tujuan pemeriksaan range of motion adalah: a. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot. b. Mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi Jenis ROM : a. ROM pasif, pemeriksa melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 % b. ROM aktif, pemeriksa memberikan motivasi dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Kekuatan otot 75 % Jenis gerakan : a. Fleksi 32

33 b. Ekstensi c. Hiper ekstensi d. Rotasi e. Sirkumduksi f. Supinasi g. Pronasi h. Abduksi i. Aduksi j. Oposisi Sendi yang digerakan : a. ROM Aktif Seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif. b. ROM Pasif Seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri. Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral) Bahu tangan kanan dan kiri (fkesi/ekstensi, abduksi/adduksi, Rotasi bahu) Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi) Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi) Jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/ adduksi, oposisi) Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi internal/eksternal) Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, rotasi) Jari kaki (fleksi/ekstensi) Indikasi : a. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran b. Kelemahan otot c. Fase rehabilitasi fisik d. Klien dengan tirah baring lama Kontra Indikasi : a. Trombus/emboli pada pembuluh darah b. Kelainan sendi atau tulang c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (misalnya: jantung) Pemeriksaan Goniometri 33

34 Goniometri Istilah goniometri berasal dari dua kata dalam bahasa yunani yaitu gonia yang berarti sudut dan metron yang berarti ukur. Oleh karena itu goniometri berkaitan dengan pengukuran sudut, khususnya sudut yang dihasilkan dari sendi melalui tulang-tulang ditubuh manusia. Goniometri merupakan bagian yang penting dari keseluruhan evaluasi sendi juga meliputi jaringan lunak. Goniometri digunakan untuk mengukur dan mendata kemampuan gerakan sendi aktif dan pasif. Goniometri juga digunakan untuk menggambarkan secara akurat posisi abnormal sendi. Prosedur Menentukan aksis gerakan sendi yang akan diukur. 1. Meletakkan goniometer : a. Aksis goniometer pada aksis gerak sendi. b. Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang statik. c. Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal 2. Membaca besaran lingkup gerak sendi (LGS) pada posisi awal pengukuran dan mendokumentasikannya 3. Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai LGS maksimal yang ada 4. Membaca besaran LGS Gambar. Goniometri 34

35 Gambar. Pemeriksaan ROM dengan menggunakan goniometri F. PROSEDUR 1. Melakukan pemeriksaan umum dan tanda-tanda vital : cek keadaan umum (tampak sehat, sakit, sakit berat) dan tanda tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi nadi, nafas, dan temperatur 2. Memperhatikan bentuk dan penampilan tubuh pasien sewaktu datang: bentuk tubuh dan cara berjalan 3. Pemeriksaan Status Lokalis Orthopedi 3.a. Look (Inspeksi) Perhatikan adanya hal-hal berikut : Sikatrik (jaringan parut, baik yang alamiah maupun yang buatan yaitu bekas pembedahan) Birth mark (bekas melahirkan) Fistula Warna (kemerahan, kebiruan/livid, hiperpigmentasi) Benjolan / pembengkakan / cekukan dengan hal-hal yang tidak biasa, misalnya ada rambut diatasnya, dst Posisi serta bentuk dari ekstrimitas (deformitas) Jalan pasien (gait, waktu masuk kamar periksa) Perhatikan adanya angulasi (bengkok membentuk sudut) dan diskrepensi (pemendekan) pada anggota gerak biasanya pada fraktur 3.b. Feel (Palpasi) 35

36 Periksa suhu serta kelembaban kulit dibandingkan dengan anggota gerak kontralateral Cek nadi / pulsasi terutama pada tumor Cek nadi distal (trauma pada fraktur) Raba apakah ada nyeri tekan & nyeri sumbu (terutama pada fraktur) Cek adanya krepitasi fraktur klavikula, OA sendi Memeriksa fungsi saraf sensorik, motorik, dan refleks Memeriksa tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi: dengan cara meraba dan membandingkan dengan otot-otot disekitarnya Memeriksa adanya atrofi otot dengan cara: membandingkan dengan ukuran otot pada sisi lateralnya -mengukur lingkaran anggota yang atropi dan dibandingkan dengan anggota sebelahnya Memeriksa adanya angulasi dan diskrepensi pada anggota gerak dengan membandingkan dengan anggota gerak yang lain Bila ada pembengkakan, periksa apakah terdapat fluktuasi atau hanya oedem, terutama daerah persendian Mendeskripsikan sifat benjolan (permukaannya, konsistensinya dan pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya) 3.c. Move (Gerak) Periksalah anggota bagian tubuh yang normal terlebih dahulu. Pergerakan yang perlu dilihat adalah pergerakan aktif (bila penderita sendiri yang menggerakkan) dan gerak pasif (bila pemeriksa yang menggerakkan) Perhatikan adanya gerakan abnormal di daerah fraktur (kecuali fraktur incomplete) Menilai pergerakan sendi : adanya nyeri gerak, adanya krepitasi, adanya kekakuan sendi Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric. Nilai Range of Motion (ROM) secara aktif atau pasif 4. Pemeriksaan Range of Motion (ROM) 1. PEMERIKSAAN SENDI BAHU a. Inspeksi Inspeksi apakah terdapat deformitas, pembengkakan, atrofi otot atau fasikulasi. Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk menunjuk lokasi nyeri karena lokasi nyeri bisa menjadi petunjuk letak lesi, misalnya : 36

37 o o o Tepat diatas bahu, menyebar sampai ke leher : sendi acromioclavicular Lateral bahu, menyebar ke insersi dari musculus deltoideus lesi dari cuff rotator Bahu bagian depan : lesi dari tendon bicipitalis Gambar Prosedur pemeriksaan ROM sendi bahu 2. PEMERIKSAAN SIKU a. Inspeksi Topang lengan pasien dengan tangan pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi 70. Inspeksi medial dan lateral epicondylus dan olecranon. Inspeksi kontur dari siku, termasuk permukaan ekstensor dari ulna. Catat adanya nodul atau pembengkakan. b. Palpasi Palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk nyeri tekan, catat jika ada dislokasi dari olekranon. Palpasi grooves antara epicondylus dan olekranon, perhatikan adakah nyeri, pembengkakan atau penebalan c. Pemeriksaan ROM Siku 37

38 Pemeriksaan rom siku mencakup gerakan fleksi dan ekstensi siku serta gerakan pronasi dan supinasi lengan bawah. Pada saat pemeriksaan dengan pronasi dan supinasi, sebelumnya mintalah pasien untuk memposisikan lengannya fleksi pada siku untuk meminimalisasi gerakan sendi bahu. Gambar Pemeriksaan ROM siku 3. PEMERIKSAAN PERGELANGAN TANGAN DAN JARI TANGAN a. Inspeksi Inspeksi daerah palmar dan dorsal dari tangan, juga tulang dari setiap jari tangan apakah terdapat deformitas, pembengkakan atau angulasi. b. Palpasi Palpasi daerah pergelangan tangan pada bagian distal radius dan ulna dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian dorsum pergelangan tangan. Perhatikan adakah pembengkakan, bogginess atau nyeri. Nyeri daerah distal radius dapat menjadi pertanda adanya fraktur colless. Palpasi daerah jari tangan PIP dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, Perhatikan apakah terdapat nyeri, pembengkakan, dan pembesaran tulang. Bila ditemukan nodul (pembesaran tulang ) biasanya merupakan tanda dari Osteoarthritis. Gambar Palpasi Pergelangan Tangan dan Jari Tangan c. d. e. f. g. h. 38

39 c. Pemeriksaan ROM pergelangan tangan Flexion Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien. Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi ekstensi dan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien. Minta pasien untuk memfleksikan pergelangan tangannya melawan gravitasi Extension Tempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien. Posisikan pergelangan tangan pasien pada posisi fleksi dan tempatkan tangan pemeriksa pada punggung tangan pasien. Minta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya melawan gravitasi. Ulnar and radial deviation Posisikan telapak tangan pasien menghadap ke bawah. Salah satu tangan pemeriksa memegang pergelangan tangan pasien dan tangan lainnya menopang telapak tangan pasien Minta pasien untuk menggerakan pergelangan tangannya ke arah lateral dan medial. Gambar Pemeriksaan ROM pergelangan tangan d. Pemeriksaan ROM jari tangan Flexion dan extension Minta pasien untuk mengepalkan tangannya kemudian memekarkan jari-jarinya secara bergantian. Normalnya pergerakan tersebut dapat dilakukan dengan lancar. Abduction dan adduction Minta pasien untuk memekarkan jari-jarinya (abduksi) dan merapatkan jarinya (adduksi) secara bergantian. 39

40 Pada ibu jari, nilailah pergerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dan oposisi: Tes Fleksi dengan meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak tangan dan menyentuh dasar jari kelingking. Tes ekstensi dengan meminta pasien kembali menggerakkan ibu jarinya Tes Abduksi dengan meminta pasien untuk memposisikan jarinya dalam keadaan netral, telapak tangan menghadap ke atas. Kemudian gerakkan ibu jari ke arah anterior menjauh dari telapak tangan Tes adduksi dengan gerakan kembali ibu jari ke arah belakang. Tes oposisi dengan meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak tangan,ibu jari menyentuh setiap ujung jari yang lain. Gambar Pemeriksaan ROM jari tangan 4. Pemeriksaan lutut dan ekstremitas bawah a. Inspeksi inspeksi cara dan irama berjalan pasien saat memasuki ruang pemeriksaan. Perhatikan bentuk dan kontur lutut, apakah terdapat atrofi m. quadriceps apakah terdapat pembengkakan. b. Palpasi 40

41 Mintalah pasien untuk duduk di tepi bed pemeriksaan dengan lutut dalam posisi fleksi. Pada posisi ini landmark tulang dapat lebih mudah terlihat sementara otot, tendon dan ligament lebih rileks, sehingga palpasi lebih mudah dilakukan. Palpasi dan identifikasi condylus femoralis media dan lateral, epicondylus femoralis media dan lateral Palpasilah ligamen, batas meniscus dan bursa dari lutut, perhatikan jika terdapat kekakuan. c. Pemeriksaan ROM lutut Prinsip pemeriksaan rom lutut adalah fleksi, ekstensi, rotasi internal dan eksternal. Minta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi lututnya dalam keadaan duduk. Jika diperlukan, pemeriksaan dapat dilakukan dengan meminta pasien berjongkok-berdiri yang juga dapat menilai keseimbangan pasien. Minta pasien untuk memutar kakinya kearah medial dan lateral untuk menilai rotasi. Terkadang juga diperlukan pemeriksaan stabilitas ligament dan integritas meniscus terutama jika terdapat riwayat trauma atau teraba kekakuan. Pemeriksaan tersebut mencakup Abduction Stress Test, Adduction Stress Test, Anterior Drawer Sign, Lachman Test, Posterior Drawer Sign, dan McMurray Test yang dapat Anda pelajari sendiri pada literatur pemeriksaan fisik. 5. Pemeriksaan pergelangan kaki dan kaki a. Inspeksi Inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki, perhatikan apakah terdapat deformitas, pembengkakan, nodule dan atau calus b. Palpasi Palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian anterior dari pergelangan kaki dan perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri. Nyeri lokal dapat ditemukan pada kasus arthritis, cedera ligament, atau infeksi daerah pergelangan kaki. Palpasi juga dilakukan di sendi-sendi Metatarsofalang dengan cara menekan kaki dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Nyeri yang didapatkan oleh karena penekanan bisa menjadi pertanda stadium awal dari RA atau inflamasi akut yang disebakan oleh GOUT. 41

42 Gambar Pemeriksaan pergelangan kaki dan kaki c. Pemeriksaan ROM pergelangan kaki dan kaki ROM dari pergelangan kaki adalah dorsofleksi dan plantarfleksi. ROM kaki terdiri dari eversi dan inversi dengan cara memegang pergelangan kaki dan tumit kaki pasien kemudian minta pasien menggerakan kakinya inversi dan eversi. Gambar Pemeriksaan ROM pergelangan kaki dan kaki G. DAFTAR PUSTAKA Bate s barbara. Guide to Physical Examination. Lippincot Chapter 15 Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: 2006 G. H. CEKLIST PEMERIKSAAN FISIK ORTHOPEDI CEK LIST LATIHAN No Aspek I INTERPERSONAL 1 Sambung Rasa dan Informed consent Nilai Feedback 42

43 II PEMERIKSAAN ORTHOPEDI (LFM dan ROM) 2 Melakukan pemeriksaan umum dan tanda-tanda vital : cek keadaan umum (tampak sehat, sakit, sakit berat) dan tanda tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi nadi, nafas, dan temperatur 3 Memperhatikan bentuk dan penampilan tubuh pasien sewaktu datang: bentuk tubuh dan cara berjalan 4 Look (Inspeksi): Perhatikan adanya hal-hal berikut : Sikatrik (jaringan parut, baik yang alamiah maupun yang buatan yaitu bekas pembedahan) Birth mark (bekas melahirkan) Fistula Warna (kemerahan,kebiruan / livide, hiperpigmentasi) Benjolan / pembengkakan / cekukan dengan hal-hal yang tidak biasa, misalnya ada rambut diatasnya, dst Posisi serta bentuk dari ekstrimitas (deformitas) Jalan pasien (gait, waktu masuk kamar periksa) Perhatikan adanya angulasi (bengkok membentuk sudut) dan diskrepensi (pemendekan) pada anggota gerak biasanya pada fraktur 5 Feel (Palpasi): Periksa suhu serta kelembaban kulit dibandingkan dengan anggota gerak kontralateral Cek nadi / pulsasi terutama pada tumor Cek nadi distal (trauma pada fraktur) Raba apakah ada nyeri tekan & nyeri sumbu (terutama pada fraktur) Cek adanya krepitasi fraktur klavikula, OA sendi Memeriksa fungsi saraf sensorik, motorik, dan refleks Memeriksa tonus otot pada waktu relaksasi 43

44 atau kontraksi: dengan cara meraba dan membandingkan dengan otot-otot disekitarnya Memeriksa adanya atrofi otot dengan cara: membandingkan dengan ukuran otot pada sisi lateralnya mengukur lingkaran anggota yang atropi dan dibandingkan dengan anggota sebelahnya Memeriksa adanya angulasi dan diskrepensi pada anggota gerak dengan membandingkan dengan anggota gerak yang lain Bila ada pembengkakan, periksa apakah terdapat fluktuasi atau hanya oedem, terutama daerah persendian Mendeskripsikan sifat benjolan (permukaannya, konsistensinya dan pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya) 6 Move (Pergerakan): Periksalah anggota bagian tubuh normal dahulu. Melakukan pemeriksaan pergerakan aktif (bila penderita sendiri yang menggerakkan) dan gerak pasif (bila pemeriksa yang menggerakkan) Periksa adanya gerakan abnormal di daerah fraktur (kecuali fraktur incomplete) Menilai pergerakan sendi : adanya nyeri gerak, adanya krepitasi, adanya kekakuan sendi Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan, mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric. Nilai Range of Motion (ROM) secara aktif atau pasif III PEMERIKSAAN ROM a. Sendi Bahu 7 Lakukan inspeksi: apakah terdapat deformitas, pembengkakan, atrofi otot atau fasikulasi 44

45 8 Jika ada riwayat nyeri bahu, minta pasien untuk menunjuk lokasi nyeri, lakukan palpasi pada area tersebut. 9 Lakukan pemeriksaan ROM sendi bahu dengan memegang sendi bahu pasien dan meminta pasien untuk: 10 Mengangkat lengannya (abduksi) setinggi bahu (90 ) dengan telapak tangan menghadap ke atas 11 Mengangkat lengannya vertical di atas kepala dengan telapak tangan saling berhadapan 12 Menempatkan kedua tangan di belakang lehernya dengan siku menghadap keluar 13 Menempatkan kedua tangan dibelakang tubuh b. Sendi Siku 14 Lakukan inspeksi dengan menopang lengan pasien dengan tangan pemeriksa sehingga siku menjadi fleksi 70. Perhatikan epicondylus medial dan lateral serta olecranon. Perhatikan kontur siku, apakah terdapat nodul atau pembengkakan. 15 Lakukan palpasi daerah olekranon dan tekan epicondylus untuk nyeri tekan. Perhatikan apakah terdapat dislokasi olekranon, adakah nyeri, pembengkakan atau penebalan antara epicondylus dan olekranon. 16 Lakukan pemeriksaan ROM Siku dengan meminta pasien untuk : 17 Melakukan gerakan fleksi pada sikunya 18 Melakukan gerakan ekstensi pada sikunya 19 Memposisikan sikunya fleksi kemudian melakukan gerakan pronasi (telapak tangan menghadap ke bawah) 20 Lengan tetap fleksi pada siku kemudian melakukan gerakan supinasi (telapak tangan menghadap ke atas) C Sendi Pergelangan Tangan dan Jari 21 Lakukan inspeksi daerah palmar dan dorsal tangan serta jari tangan, perhatikan apakah terdapat deformitas, pembengkakan atau angulasi. 22 Lakukan palpasi daerah pergelangan tangan pada 45

46 bagian distal radius dan ulna dengan menggunakan kedua ibu jari. Perhatikan adakah pembengkakan, bogginess atau nyeri. Palpasi daerah jari tangan dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Perhatikan adakah nyeri, pembengkakan atau pembesaran tulang. 23 Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan tangan: 24 Flexion: a) Menempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien. b) Memposisikan pergelangan tangan pasien pada posisi ekstensi dan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien. c) Meminta pasien untuk memfleksikan pergelangan tangannya melawan gravitasi 25 Extension: a) Menempatkan lengan bawah pasien di atas meja periksa, pemeriksa memegang siku pasien. b) Memposisikan pergelangan tangan pasien pada posisi fleksi dan tangan pemeriksa pada punggung tangan pasien. c) Meminta pasien untuk mengekstensikan pergelangan tangannya melawan gravitasi. 26 Ulnar and radial deviation: a) Memposisikan telapak tangan pasien menghadap ke bawah. b) Memegang pergelangan tangan pasien dan menopang telapak tangan pasien c) Meminta pasien untuk menggerakan pergelangan tangannya ke arah lateral dan media 27 Lakukan pemeriksaan ROM jari tangan : 28 Flexion dan extension: Meminta pasien untuk mengepalkan tangannya kemudian memekarkan jari-jarinya secara bergantian 29 Abduction dan adduction: Meminta pasien untuk memekarkan jari-jarinya 46

47 (abduksi) dan merapatkan jarinya (adduksi) secara bergantian 30 Lakukan pemeriksaan ROM ibu jari: 31 Tes Fleksi: Meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak tangan dan menyentuh dasar jari kelingking 32 Tes ekstensi : Meminta pasien kembali menggerakkan ibu jarinya 33 Tes Abduksi: Meminta pasien untuk memposisikan jarinya dalam keadaan netral, telapak tangan menghadap ke atas. Kemudian gerakkan ibu jari ke arah anterior menjauh dari telapak tangan. 34 Tes adduksi: Meminta pasien menggerakan kembali ibu jari ke arah belakang. 35 Tes oposisi: Meminta pasien untuk menggerakkan ibu jari menyilang telapak tangan,ibu jari menyentuh setiap ujung jari yang lain D Lutut dan ekstremitas bawah 36 Lakukan inspeksi cara dan irama berjalan pasien. Perhatikan pula bentuk dan kontur lutut, apakah terdapat atrofi M. quadriceps, apakah terdapat pembengkakan. 37 Lakukan palpasi dengan meminta pasien untuk duduk di tepi bed pemeriksaan dengan lutut fleksi. Palpasi dan identifikasi condylus femoralis media dan lateral, epicondylus femoralis media dan lateral serta ligamen, batas meniscus, perhatikan jika terdapat kekakuan. 38 Lakukan pemeriksaan ROM lutut: 39 Fleksi dan Ekstensi: Meminta pasien untuk menggerakan fleksi dan ekstensi lututnya dalam keadaan duduk. 40 Rotasi internal dan eksternal: Meminta pasien untuk memutar kakinya kearah medial dan lateral 47

48 E Pergelangan kaki dan kaki 41 Lakukan inspeksi daerah pergelangan kaki dan kaki, perhatikan apakah terdapat deformitas, pembengkakan, nodule dan atau calus 42 Lakukan palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada bagian anterior dari pergelangan kaki. Perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri. Palpasi sendi metatarsofalang dengan menekan kaki dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.perhatikan adakah pembengkakan dan nyeri 43 Lakukan pemeriksaan ROM pergelangan kaki dan kaki dengan: 44 Meminta pasien melakukan gerakan dorsofleksi dan plantarfleksi 45 Eversi dan inversi: Peganglah pergelangan kaki dan tumit kaki pasien Pinta pasien menggerakan kakinya inversi (memutar ke medial) dan eversi (memutar ke lateral) IV PROFESIONALISME 46 Melakukan dengan percaya diri 47 Melakukan dengan kesalahan minimal TOTAL Keterangan : 0 = Tidakdilakukan 1 = Dilakukanbelumsempurna 2 = Dilakukandengansempurna Score = x 100% = 48

49 PEMERIKSAAN LABORATORIUM IDENTIFIKASI FUNGI dr. Ety Apriliana, M.Biomed. A.PENDAHULUAN Fungi memiliki berbagai bentuk pertumbuhan, seperti yeast, molds, mushroom, cup fungi, dan lichens (gambar1). Organisme ini memiliki beberapa mekanisme reproduksi, yaitu (1) pembentukan tunas baru (bud) dari sel yeast induk; (2) penambahan sel baru untuk memperpanjang sel yang disebut hifa; dan (3) produksi spora sexual dan asexual (gambar 2). Gambar 1. Gambaran pertumbuhan fungi Gambar 2. Gambaran tipe spora fungi 49

50 Pemeriksaan langsung pada spesimen klinik untuk mengetahui komponen fungi memiliki beberapa tujuan, yaitu : Memberikan laporan yang cepat kepada dokter pemeriksa, sehingga dapat segera ditentukan terapi kepada pasien Pada beberapa kasus, karakteristik morfologi spesifik merupakan kunci untuk menentukan genus fungi. Pemeriksaan langsung dapat menentukan kejadian infeksi meskipun hasil kultur negatif. Meskipun pewarnaan Gram secara rutin digunakan di laboratorium Mikrobiologi dan dapat mengetahui adanya infeksi oleh bakteri dan yeast, pewarnaan lain dapat memberikan informasi spesifik untuk mengetahui infeksi fungi tipe mould. Pemeriksaan langsung untuk identifikasi fungi antara lain pewarnaan KOH, pewarnaan tinta India, dan pewarnaan KOH dengan Calcofluor white. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK LANGSUNG PADA KEROKAN KULIT DENGAN KOH 10% Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan langsung secara mikroskopik untuk melihat elemen fungi pada specimen kerokan kulit, rambut, kuku, dan specimen lainnya. Pemeriksaan ini merupakan teknik yang paling banyak dipakai, tetapi membutuhkan waktu cukup lama sampai specimen terlihat jernih dan terwarnai. SKENARIO Seorang pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan gatal-gatal pada punggung terutama ketika berkeringat. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan lesi macula hipopigmentasi. Pada 50

51 pemeriksaan lampu Wood didapatkan efloresensi berwarna merah bata. Dilakukan pemeriksaan KOH untuk mengetahui mikroorganisme penyebab. ALAT DAN BAHAN Mikroskop cahaya Gelas objek Scalpel Alkohol 90% Potassium hydroxide 10 g Glycerol 10 ml Parker Quink Permanent Blue Ink 10 ml Distilled water 80 ml PROSEDUR 1. Persiapan alat dan bahan. Larutkan KOH dalam aquades, kemudian tambahkan gliserol dan tinta Parker. (Gliserol akan mencegah kristalisasi reagen dan mencegah specimen dari kekeringan). 2. Persiapan diri : pemakaian masker, cuci tangan WHO, dan menggunakan handschoen. 3. Tentukan daerah lesi yang akan diambil specimen (kerokan kulit) 4. Siapkan gelas objek steril. Teteskan KOH 10% beberapa tetes. 51

52 5. Lakukan pengambilan kerokan kulit dengan scalpel pada daerah lesi kulit, letakkan pada gelas objek, tutup dengan coverslip. Panaskan dengan cara melewatkan di atas api 2-3 kali, jangan sampai mendidih. 6. Apabila specimen sudah tampak jernih (20 menit untuk kerokan kulit, bisa sampai beberapa jam untuk kerokan kuku), periksa di bawah mikroskop (perbesaran40x). 7. Catatan : apabila hasil negatif, preparat harus disimpan dan dilakukan pemeriksaan ulang pada hari berikutnya untuk mencegah negative palsu. REFERENSI CEKLIST 1. Mahon R Connie, Lehman C Donald, Manuselis George Textbook of Diagnostic Microbiology 3 rd ed. Elsevier. 2. Alexander,S.K., Strete,D., and Niles,M.J Laboratory Exercise in Organismal and Molecular Microbiology. Mc Graw Hill. No Aspect Score INTERPERSONAL 1 Membina sambung rasa (salam, perkenalan diri, sikap terbuka) CONTENT 2 Cek kelengkapan peralatan dan bahan : mikroskop cahaya, gelas objek, scalpel, alkohol 90%, Potassium hydroxide, glycerol, Parker Quink Permanent Blue Ink, distilled water. 3 Persiapan pemeriksa : menggunakan masker, cuci tangan WHO, menggunakan handschoen 4 Tentukan daerah lesi yang akan diambil specimen (kerokan kulit) 52

53 5 Siapkan gelas objek steril. Teteskan KOH 10% beberapa tetes. 6 Lakukan pengambilan kerokan kulit dengan scalpel pada daerah lesi kulit 7 letakkan pada gelas objek, tutup dengan coverslip. 8 Panaskan dengan cara melewatkan di atas api 2-3 kali, jangan sampai mendidih. 9 periksa di bawah mikroskop perbesaran 40x 10 Identifikasi lebih detail PROFESSIONALISM 11 melakukan dengan penuh percaya diri 12 melakukan dengan kesalahan minimal TOTAL HASIL DAN PEMBAHASAN Perbesaran 53

54 Hasil Pembahasan 54

55 PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEWARNAAN TAHAN ASAM (ACID FAST STAIN) dr. Ety Apriliana, M.Biomed. Standar Kompetensi Kompetensi Level kompetensi Diagnostic procedure Pemeriksaan BTA 4* *mampu melakukan secara mandiri Tujuan Pembelajaran : 1. Mahasiswa mampu melakukan edukasi kepada pasien dalam pengumpulan specimen 2. Mahasiswa mampu membuat hapusan preparat yang baik dari sputum 3. Mahasiswa mampu melakukan pewarnaan Ziehl Neelsen 4. Mampu melakukan interpretasi hasil pewarnaan bakteri basil tahan asam A. PENDAHULUAN Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly ObservedTreatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini 55

56 dikembangkan dari berbagi studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalamanpengalaman terbaik (best practices), dan hasil implementasi programpenanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR-TB. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. Pemeriksaan sputum mikroskopis Pemeriksaan sputum berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan sputum untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen sputum yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), S (sewaktu): sputum dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot sputum untuk mengumpulkan sputum pagi pada hari kedua. 56

57 P (Pagi): sputum dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. S (sewaktu): sputum dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan sputum pagi. 57

58 Gambar 1. Alur pemeriksaan pada pasien suspek TB 58

59 Pewarnaan tahan asam (Acid fast stain) digunakan untuk membedakan bakteri yang mengandung banyak asam mikolat pada dinding selnya. Komponen tersebut membuat dinding sel resistan terhadap pewarnaan lain, tetapi karbolfuchsin yang dipanaskan dapat menembus dinding sel, yang menghasilkan warna merah pada sel yang tidak akan hilang ketika ditambahkan bahan peluntur (decolorizing agent) asam alkohol. Bakteri yang memiliki sifat tersebut dikelompokkan sebagai tahan asam (gambar 1). Sebagian besar bakteri tidak memiliki lipid pada dinding selnya, sehingga selnya akan kehilangan warna merahnya ketika asam alkohol ditambahkan. Bakteri tersebut kemuadian menyerap zat warna metilen biru, sehingga disebut sebagai bakteri tidak tahan asam. Beberapa bakteri dapat dibedakan dengan pewarnaan tahan asam ini, termasuk 2 spesies mycobacteria, yaitu Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab tuberkulosis dan Mycobacterium leprae sebagai penyebab leprosy. Bakteri batang tahan asam Bakteri batang tidak tahan asam 59

60 Sel bakteri sebelum diwarnai Sel bakteri setelah pewarnaan dengan carbolfuchsin yang dipanaskan Setelah pewarnaan dengan asam alcohol bakteri tahan asam tetap berwarna merah, bakteri tidak tahan asam tidak berwarna Setelah pewarnaan dengan counterstain Metilenn biru bakteri tahan asma berwarna biru Gambar 2. Gambaran sel bakteri dengan pewarnaan tahan asam B. SKENARIO Anda adalah seorang dokter yang bertugas di Puskesmas. Seorang penderita datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk 3 minggu. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik anda menyimpulkan bahwa pasien tersebut suspek Tb dan perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA. C. ALAT DAN BAHAN 60

61 Bahan pewarnaan Karbol fuchsin 0,3% Asam alcohol 3% (decolorizing) Metilen biru 0,3% (counterstain) Peralatan Hot plate/lampu Bunsen Mikroskop cahaya Object glass Penjepit Object glass Ose bulat Rak pewarnaan Tissue Kertas lensa Minyak emersi Hadschoen D. PROSEDUR 1. Pengumpulan sputum a. Berikan edukasi berikut kepada pasien mengenai cara pengumpulan sputum 61

62 i. Pengumpulan 3 spesimen sputum yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi- Sewaktu (SPS) ii. Specimen sputum dikumpulkan di luar ruangan jauh dari orang lain. Jangan pernah mengumpulkan sputum di dalam ruang pemeriksaan atau laboratorium. iii. Letakkan tabung/botol pada posisi lebih rendah, kumpulkan sputum, dan segera ditutup. b. Sebaiknya dikumpulkan pada pagi hari. Untuk sputum pagi dikumpulkan ketika bangun tidur. Pasien harus diinstruksikan secara benar bahwa yang dikumpulkan adalah sputum bukan saliva. Sputum sebaiknya dikumpulkan sebanyak 3-5 ml. Sputum yang baik tampak kental dan mukoid, bisa juga tampak cair dengan darah atau purulen. Warna sputum dapat bervariasi dari putih keruh hingga hijau. Sputum yang mengandung darah dapat berwarna kemerahan hingga coklat. c. Beri label pada tabung/botol : nama penderita, tanggal pengumpulan specimen. a) 62

63 b) Gambar 4. Cara pengumpulan specimen sputum: a) specimen dikumpulkan di luar ruangan; b) botol yang digunakan untuk menampung sputum 2. Persiapan pemeriksa a. Pemakaian alat pelindung diri : masker b. Cuci tangan WHO c. Penggunaan handschoen 3. Pembuatan hapusan : a. Siapkan object glass baru. Bersihkan dengan alcohol atau dengan cara melewatkan di atas api. Tulis identitas pasien dan nomor specimen pada pinggir object glass. b. Ambil sputum yang sudah homogen dari tabung dengan menggunakan lidi steril atau ose steril 63

64 c. Hapuskan pada bagian tengan object glass secara merata dan tipis 3 cm 2cm Gambar 5. Bentuk hapusan sputum d. Dekontaminasi lidi dengan membuangnya pada container khusus berisi desinfektan. Jika menggunakan ose celupkan ke dalam botol berisi pasir dan alcohol lalu angkat dan celupkan berulang untuk menghilangkan debris pada ose. Sterilkan ose dengan melewatkan di atas api sampai berwarna merah. 64

65 Gambar 6. Cara dekontaminasi lidi atau ose e. Hapusan biarkan kering selama menit. Jangan meniup atau melewatkan di atas api untuk mengeringkan. f. Setelah kering lakukan fiksasi. Pegang object glass dengan penjepit preparat, dan lewatkan di atas lampu Bunsen sebanyak 3 kali secara perlahan Gambar 7. Cara melakukan fiksasi hapusan 4. Pewarnaan tahan asam dengan metode Ziehl Neelsen : a. Tutup hapusan pada object glass dengan ketas saring, tambahkan karbolfuchsin dan panaskan selama 5 menit di atas hot plate atau 65

66 menggunakan lampu Bunsen. Panaskan secara perlahan dan jangan sampai mendidih. b. Buang kertas saring, dinginkan object glass, cuci dengan air mengalir selama 30 detik c. Tambahkan asam alcohol sampai warna pada preparat memudar menjadi pink (10-30 detik) d. Cuci dengan air mengalir selama 5 detik e. Tambahkan counterstain metilen biru, biarkan selama 2 menit f. Cuci dengan air mengalir selama 30 detik g. Keringkan preparat, atau dapat menggunakan kertas tissue secara perlahan jangan sampai merusak preparat 66

67 Gambar 8. Prosedur pewarnaan tahan asam 5. Mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun yang mengandung antiseptic 6. Lihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x Sel PMN atau bakteri tidak tahan asam Bakteri Tahan Asam Gambar 9. Gambaran preparat bakteri tahan asam (BTA) 7. Interpretasi 67

68 WHO dan IUATLD merekomendasikan metode untuk pelaporan hasil sebagai berikut : Negatif : apabila tidak didapatkan bakteri basil tahan asam setelah observasi pada100 lapang pandang Positif : apabila didapatkan bakteri basil tahan asam. Jumlah bakteri basil tahan asam yang ditemukan mengindikasikan tingkat infektivitas dan kegawatan penyakit. Harus dilakukan penghitungan secara kuantitatif Hasil Interpretasi Lebih dari 9 BTA/lapang pandang BTA/lapang pandang BTA/10 lapang pandang BTA/100 lapang pandang BTA/300 lapang pandang perlu specimen lain Tidak didapatkan BTA pada 100 lapang pandang negatif E. CEKLIST No Aspect Score 68

69 INTERPERSONAL 1 Membina sambung rasa (salam, perkenalan diri, sikap terbuka) CONTENT 2 Cek kelengkapan peralatan dan bahan 3 Pengumpulan specimen Lakukan edukasi secara benar kepada pasien tentang cara pengumpulan sputum 4 Persiapan pemeriksa : pemakaian masker, cuci tangan WHO, penggunaan handschoen 5 Persiapan gelas objek steril 6 Pembuatan hapusan 7 Dekontaminasi lidi atau ose 8 Pewarnaan Ziehl Neelsen : pemberian karbolfuchsin dan dipanaskan 5 menit secara benar, kemudian dicuci 30 detik 9 Pewarnaan Ziehl Neelsen : pemberian asam alcohol hingga warna merah pudar (10-30 detik), kemudian dicuci (5 detik) 10 Pewarnaan Ziehl Neelsen : pemberian metilen biru (diamkan 2 menit), kemidian dicuci (30 detik) 11 Preparat dikeringkan 12 Preparat menjadi preparat yang baik 13 Cuci tangan WHO 14 Melihat preparat menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x dengan teknik yang benar 15 Interpretasi hasil PROFESSIONALISM 16 melakukan dengan penuh percaya diri 17 melakukan dengan kesalahan minimal TOTAL F. HASIL DAN PEMBAHASAN 69

70 Perbesaran Hasil Interpretasi/Pembahasan 70

71 G. REFERENSI 1. Depkes RI Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis edisi 2. Jakarta. 2. Mahon R Connie, Lehman C Donald, Manuselis George Textbook of Diagnostic Microbiology 3 rd ed. Elsevier. 3. Alexander,S.K., Strete,D., and Niles,M.J Laboratory Exercise in Organismal and Molecular Microbiology. Mc Graw Hill. 71

72 PEMBIDAIAN dr. Reni Zuraida,M.Si, dr.rizki Hanriko A. TEMA Keterampilan prosedural pembidaian B. LEVEL KOMPETENSI Physical Examination Level of Expected Ability Assessment and care external injuries (wounds, bleeding, burns, distortion, dislocation, fractures) stop bleeding (direct pressure, pressure point, Pressure bandage) Fracture stabilisation (without plaster) C. TUJUAN PEMBELAJARAN: Mampu melakukan terapi pembidaian Mampu memilih alat untuk pembidaian Mampu menjelaskan tujuan dan intrepretasi hasil pembidaian Mampu melakukan penalaran klinik terhadap hasil pembidaian D. ALAT DAN BAHAN Bidai Sendok es krim/ belahan bambu yang kecil Kassa gulung Kapas Plester lakban Elastic perban Mitela/ kain 72

73 E. SKENARIO Trauma Muskel, berumur 30 tahun merasakan nyeri hebat pada bagian lengan kanannya. Ia baru saja mengalami kecelakaan sepeda motor. Ia melihat lengannya bengkak dan nampak deformitas. Akibatnya ia tidak dapat menggerakkan lengannya. Penduduk yang datang membantu, Muskel kemudian dibawa ke dokter praktek umum yang ada di dekat tempat kejadian. Oleh sang dokter, lengan Muskel dibalut lalu di gantung pada bahunya dengan menggunakan selendang. Selanjutnya Muskel dirujuk ke rumah sakit dan setibanya disana muskel lalu dirontgen sesuai permintaan. Hasilnya dikatakan bahwa lengannya patah F. DASAR TEORI Pembidaian adalah tindakan memfixasi/imobilisasi bagian tubuh yang mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fixator/imobilisator. Tipe-tipe bidai: 1. Bidai Rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, alumunium atau bahan lainyang keras. 2. Bidai Soft adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau bahan yang lunak lainnya. 3. Bidai Traksi Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur sehingga dapat terhindari kerusakan yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk menstabilkan patah tulang yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau menggerakkan tulang yang patah sampai ujung-ujung tulang yang patah menyatu. 73

74 Pembidaian sebaiknya dilakukan jika didapatkan : 1. Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup 2. Adanya kecurigaan terjadinya fraktur 3. Dislokasi persendian Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu bagian tubuh ditemukan : 1. Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi krek. 2. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami angulasi abnormal 3. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera 4. Posisi ekstremitas yang abnormal 5. Memar 6. Bengkak 7. Perubahan bentuk 8. Nyeri gerak aktif dan pasif 9. Nyeri sumbu 10. Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitas yang mengalami cedera (Krepitasi) 11. Fungsiolesa 12. Perdarahan bisa ada atau tidak 13. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera 14. Kram otot di sekitar lokasi cedera Catatan: Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka perlakukanlah pasien seperti orang yang mengalami fraktur. Tujuan pembidaian: 1. mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri; 2. mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak sekitarnya seperti: pembuluh darah, otot, saraf dan lainnya. 74

75 Prinsip Pembidaian : 1. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera; 2. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang; 3. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan. 75

76 Hal-hal yang harus diperhatikan saat Pembidaian: 1. Bebaskan area pembidaian dari benda-benda (baju, cincin, jam, gelang dll) 2. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan perhatikan warna kulit ditalnya. 3. Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur). Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi pergelangan kaki maupun lutut. 4. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Jika terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal dan distal. 5. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan traksi atau tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda telah berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang yang terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk mencederai saraf atau pembuluh darah. 6. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada daerah tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi sela antara ekstremitas dengan bidai. 7. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian yang luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa titik yang berada pada posisi : a. superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur, 76

77 b. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama, c. inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur, d. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c) 8. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu mencegah pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera. 9. Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat. 10. Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai; 11. Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai, cedera pada tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan merekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara. Kontra Indikasi Pembidaian Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan. Komplikasi Pembidaian Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa ditimbulkan oleh tindakan pembidaian : 1. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat memasang bidai. 2. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat 77

78 3. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu terlalu lama selama proses pembidaian. G. PROSEDUR 1. Mempersiapkan penderita a. Ingat prosedur BLS: D R A B C. b. Tenangkan penderita. Jelaskanlah bahwa anda akan memberikan pertolongan kepada penderita. c. Cari tanda adanya fraktur atau dislokasi (ingat 14 tanda kecurigaan fraktur di atas). d. Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan. e. Minimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan atau memindahkan korban sampai daerah yang patah tulang distabilkan kecuali jika keadaan mendesak dan berbahaya. f. Robek/ guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan, kainnya dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian. g. Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka jelaskan pada penderita bahwa sebaiknya perhiasan yang dipakai pada lokasi itu dilepaskan. h. Jika luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahannya. Bersihkan luka dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril (Pressure bandage). Jika luka tersebut mendekati lokasi fraktur, maka anggap patah tulang terbuka. Balutlah luka terbuka atau fragmen tulang yang menyembul dengan bahan yang se-steril mungkin. Pada fraktur terbuka, kecepatan penanganan merupakan hal yang esensial. Jangan pernah menyentuh tulang yang tampak keluar, jangan pernah pula mencoba untuk membersihkannya. Manipulasi terhadap fraktur terbuka tanpa sterilitas hanya akan menambah masalah. i. Periksalah sirkulasi distal dari lokasi fraktur i. Periksa nadi di daerah distal dari fraktur, normal, melemah, ataukah bahkan mungkin menghilang? 78

79 ii. Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekanlah kuku jari pada ekstremitas yang cedera dan ekstremitas kontralateral secara bersamaan. Lepaskan tekanan secara bersamaan. Periksalah apakah pengembalian warna kemerahan terjadi bersamaan ataukah terjadi keterlambatan pada ekstremitas yang mengalami fraktur. iii. Jika terdapat gangguan pulsasi atau sensasi raba boleh dilakukan tindakan meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas. Proses pelurusan ini harus hati-hati agar tidak makin memperberat cedera. iv. Jika ditemukan gangguan sirkulasi, maka penderita harus langsung dibawa ke rumah sakit secepatnya. 2. Persiapan alat a. Gunakan alat bidai standar yang telah dipersiapkan, namun juga bisa dibuat sendiri dari berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon, papan kayu. b. Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai. Ukur pada bagian tubuh yang sehat. c. Jika menggunakan bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibungkus/dibalut terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll). Sebelum dipasang lapisi bidai yang telah dibalut dengan kapas. d. Siapkan elastic perban untuk fraktur clavicula. e. Siapkan plester lakban untuk fraktur costae. 4. Pelaksanaan Pembidaian a. Fraktur calvicula, lakukan imobilisasi dengan cara: Minta pasien meletakkan kedua tangan pada pinggang Minta pasien membusungkan dada, tahan Gunakan perban elastik, lingkarkan membentuk angka 8 (Ransel perban). 79

80 b. Fraktur humerus bagian medial Kalau ada berikan analgetik/ kompres es Gunting mitella jadi 2/ 4 tapi tidak putus Rapatkan lengan pada dinding dada, pasang bidai pada sisi luar Ikat dan balut dengan mitela/kain c. Fraktur humerus bagian distal Siku sukar dilipat (nyeri), luruskan saja Pasang dua buah bidai dari ketiak sampai pergelangan tangan Ikat dengan kain 4 tempat. (ingat teori di atas) d. Fraktur antebrachii Pasang dua buah bidai sepanjang siku sampai ujung jari Ikat bidai mengelilingi ekstremitas, tapi jangan terlalu keras Gantung bidai dengan mitela/kain ke pundak-leher e. Fraktur digiti Pasang bidai dari sendok es krim,bambu, spuit yang dibelah atau gunakan jari sebelahnya, contoh, bila jari tengan yang fraktur, gunakan jari telunjuk dan jari manis sebagai pengganti bidai, kemudian ikat dengan plester. f. Fraktur costae, lakukan imobilisasi dengan cara: Bersihkan dinding dada Minta penderita menarik napas dan menghembuskan napas sekuatnya. 80

81 Pasang plester stripping pada saat ekspirasi maksimal tersebut. Plester dipasang sejajar iga mulai dari iga terbawah. Ulangi prosedur sampai plester terpasang. g. Fraktur tulang panggul ( os simfisis pubis) Rapatkan kedua kaki Pasang bantal dibawah lutut dan sisi kiri kanan panggul Ikat kedua kaki pada 3 tempat (lihat gambar) h. Fraktur femur Pasang bidai di bagian dalam dan luar paha Jika patah paha bagian atas, bidai sisi luar harus sampai pinggang i. Fraktur patella Pasang bidai pada bagian bawah Pasang bantal lunak di bawah lutut dan pergelangan kaki j. Fraktur tungkai bawah Pasang bidai melewati 2 sendi, luar dan dalam Pasang padding k. Fraktur tulang telapak kaki pasang bantalan (kassa/kain)pada telapak kaki pasang bidai di telapak kaki, kemudian ikat. H. DAFTAR PUSTAKA Lynn S. Bickley: Bate's guide to physical examination. Swartz: Textbook of physical diagnosis. Ed 5. Elsevier

82 Burnside-Mc Glynn: Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. EGC. Jakarta: 1995 I. CEKLIS LATIHAN PEMBIDAIAN No Aspek skor INTERPERSONAL 1 Cek keadaan penderita D-R-A-B-C 2 Perkenalkan diri anda 3 Beritahu penderita bahwa anda akan menolong CONTENT 4 Cek tanda-tanda fraktur Tanyakan apakah Penderita merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi krek. 5 Lihat apakah ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami angulasi abnormal 6 Minta penderita untuk menggerakkan ekstremitas yang cedera ( tidak bisa) 7 Apakah penderita kesakitan? Atau merasa nyeri saat diminta menggerakkan ekstremitas yang cedera? 8 Tanyakan apakah ada Krepitasi 9 Perhatikan apakah posisi ekstremitas abnormal 10 Lihat apakah ada Memar 11 Perhatikan adanya Bengkak 12 Perhatikan adanya perubahan bentuk 13 Perhatikan ada tidaknya perdarahan 14 Raba pulsasi. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera 15 Palpasi adanya Kram otot di sekitar lokasi cedera 16 Bebaskan area fraktur Lepaskan segala atribut yang melekat ( cincin, jam dll) Robek/ gunting pakaian yang menutupi 17 Siapkan bidai, ukuran bidai harus meliputi 2 sendi dari tulang yang fraktur. Ukur bidai pada anggota tubuh yang tidak sakit. 18 Balut bidai dengan kassa gulung 19 Sebelum dipasang, letakkan kapas pada bidai Fraktur clavicula 20 Minta pasien meletakkan kedua tangan di pinggang 82

83 21 Minta pasien membusungkan dada, ekstensi bahu 22 Pergunakan elastic perban Balut melewati kedua bahu membentuk angka 8 ( tas ransel) Fraktur humerus bagian medial 23 Kalau ada berikan analgetik/ kompres es 24 Gunting mitella jadi 2/ 4 tapi tidak putus 25 Rapatkan lengan pada dinding dada, pasang bidai pada sisi luar 26 Ikat dan balut dengan mitela/kain, gantungkan ke pundak-leher Fraktur humerus bagian distal 27 Siku sukar dilipat (nyeri), luruskan saja 28 Pasang dua buah bidai dari ketiak sampai pergelangan tangan 29 Ikat dengan kain 4 tempat Fraktur antebrachii 30 Pasang dua buah bidai sepanjang siku sampai ujung jari 31 Ikat bidai mengelilingi ekstremitas, tapi jangan terlalu keras 32 Gantung bidai dengan mitela/kain ke pundak-leher Fraktur digiti 33 Pasang bidai dari sendok es krim,bambu, spuit yang dibelah atau gunakan jari sebelahnya 34 kemudian ikat dengan plester. Fraktur costae 35 Minta penderita menarik napas dan menghembuskan napas sekuatnya, tahan. 36 Pasang plester stripping pada saat ekspirasi maksimal tersebut. 37 Plester dipasang sejajar iga mulai dari iga terbawah. Fraktur tulang panggul ( os simfisis pubis) 38 Rapatkan kedua kaki penderita 39 Pasang bantal dibawah lutut dan sisi kiri kanan panggul 40 Ikat kedua kaki pada 3 tempat Fraktur femur 41 Pasang bidai di bagian dalam dan luar paha 42 Jika patah paha bagian atas, bidai sisi luar harus sampai pinggang Fraktur patella 43 Pasang bidai pada bagian bawah 44 Pasang bantal lunak di bawah lutut dan pergelangan kaki 45 Ikat pada 4 tempat Fraktur tungkai bawah 46 Pasang bidai melewati 2 sendi, luar dan dalam 47 Ikat pada 4 tempat Fraktur tulang telapak kaki 83

84 48 Pasang bantalan (kassa/kain)pada telapak kaki 49 Pasang bidai di telapak kaki, kemudian ikat. 50 Periksa kembali pulsasi daerah distal dari fraktur 51 Rujuk pasien ke rumah sakit PROFESSIONALISM 52 Clinical reasoning 53 Melakukan dengan penuh percaya diri 54 Melakukan dengan kesalahan minimal TOTAL 84

85 BEDAH MINOR LANJUT dr. M. Ricky R., dr. Reni Zuraida, M.Si, dr. Hanna M, dr. Anggi Setiorini Tema : Jahitan,simpul,insisi dan ekstirpasi Tujuan: Mahasiswa mampu melakukan aseptik dan antiseptik sebelum melakukan tindakan Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip dan jenis jahitan dan simpul Mahasiswa mampu melakukan teknik menjahit dan membuat simpul Mahasiswa mampu melakukan teknik melepaskan jahitan Mahasiswa mampu melakukan tindakan insisi Mahasiswa mampu melakukan tindakan ekstirpasi Alat dan Bahan: Set aseptic dan antiseptic (Doek sudah dalam keadaan terpasang) Minor set Needle Benang jahit (Siede) Busa Handschoen Skenario : Seorang anak A, umur 12 tahun merasakan nyeri setelah terjatuh dari pohon dan terkena pecahan kaca pada lengannya. Ia dapat melihat luka robek pada lengannya dan mengeluarkan darah. Dasar Teori : Penjahitan luka dilakukan untuk merapatkan tepi-tepi luka sebagai usaha penyembuhan luka per primum dengan edema minimal dan tidak ada infeksi loka. Oleh karena itu diperlukan suatu pengetahuan teknik menjahit yang lige artis. Teknik menjahit sangat tergantung dari beberapa hal antara lain luka (bentuk sayatan, bersih atau kotor, ada tidaknya kehilangan jaringan) dan juga pada instrumen, benang, jarum, jahitan dan simpul. Dan semuanya memnentukan penyembuhan luka dan perawatannya. 85

86 Peralatan yang digunakan: 1. Tissue forceps (pinset) terdiri dari dua bentuk yaitu pinset yang bergigi di ujungnya (surgical forceps) dan tanpa gigi di ujungnya yaitu atraumatic tissue forceps 2. Needle holders yaitu pemegang jarum, seperti klem tetapi biasanya mempunyai lubang di tengah 3. Suture needle (jarum) 4. Hemostatic forceps ujung tak bergigi (pean) dan ujung bergigi (kocher) Sebelum melakukan penjahitan luka, tahapan yang harus dilakukan adalah (1) Prinsip aseptik dan antiseptik pada baik pada tenaga medis dan pasien (2) Melakukan pembersihan luka dahulu apabila lukanya kotor dengan menggunakan antiseptik (3) Melakukan anestesi lokal dengan teknik infiltrasi (4) Melakukan esksisi jaringan apabila ada jaringan yang rusak, mati, atau kotor, apabila ada perdarahan maka dilakukan hemostasis perdarahan (penghentian perdarahan) Peralatan dengan pegangan berbentuk cincin: Semua peralatan ini harus digunakan oleh tangan dalam posisi setengah supinasi atau supinasi sempurna; bila tangan diputar menjadi supinasi. Menggunakan Benang halus dan pemegang jarum : Sebagian besar jahitan sederhana yang paling baik dikerjakan menggunakan jarum kecil jenis cutting berbentuk setengah lingkaran pada sebuah pemegang jarum. Sebaiknya menggunakan jarum tanpa mata kecuali pada keadaan yang tidak memungkinkan. (1) Angkat dan sedikit balikkan keluar lipatan dengan pinset bergigi (2) Pegang pemegang jarum baik dengan cara memegang standar melalui cincin, atau bila dengan telapak tangan Anda (3) Arahkan jarum pertama kali vertikal menembus lipatan dan diikuti gerakan memutar sementara anda menahan jaringan dengan menggunakan pinset 86

87 (4) tangkap ujung jarum dengan pinset atau pemegang jarum dan tarik jarum. Kemudian masukkan jarum menembus belahan yang kedua Gambar 1-A Gambar 1-B 87

88 Gambar 1-C Gambar 1-D Gambar 1-A s/d 1-D Teknik penjahitan Gambar 2-A 88

89 Gambar 2-B Gambar 2-C Gambar 2-D Gambar 2-E 89

90 Gambar 2-E Gambar 2-F Gambar 2-A s/d 2-F Teknik Simpul Pemilihan Jarum Jarum terdiri dari : o Jarum traumatis : jarum yang mempunyai mata untuk memasukkan benang di bagian ujung tumpulnya sehingga benangnya bisa diganti. Pada bagian yang bermata ukurannya lebih besar dari bagian ujung yang tajam. o Jarum atraumatis : jarum yang tidak memiliki mata sehingga ujung jarumnya langsung dihubungkan dengan benang dan memiliki ukuran penampang yang sama. o Jarum cutting : jarum yang penampangnya berbentuk segitiga atau pipih dan tajam. Dipakai untuk menjahit kulit dan tendon o Jarun non-cutting (tappered) : jarum yang penampangnya bulat dan ujungnya saja yang tajam. Dipakai untuk menjahit jaringan yang lunak Pemilihan Benang Benang terdiri dari : 90

91 o o Benang yang dapat diserap (absorbable) digunakan untuk menjahit jaringan di bawah kulit,contoh : catgut : terbuat dari usus halus dan kucing benang sintesis : multifilamen (asam poliglikoliat dan asam poliglaktik) dan monofilamen (polidiaksone) Benang yang tidak diserap (non aborbable) digunakan untuk menjahit kulit Sutera Poliester (dacron) Polipropilene (prolene) Kawat baja Teknik Penjahitan Luka : 1. Penjahitan terputus (Interrupted suture): Merupakan standar baku dan jenis jahitan yang paling sering digunakan. Bisa dilakukan pada semua jenis luka. Memiliki kekuatan tarik lebih besar dan kecenderungan minimal dalam menyebabkan edema luka dan gangguan sirkulasi kulit Bisa berupa jahitan terputus sederhana (simple interrupted suture) 2. Penjahitan continuous Sering digunakan untuk menjahit luka yang lama dimana ketegangan kulit dapat diminamalisasi dengan penjahitan yang dalam. Sering digunakan untuk penutupan kulit kepala Memberikan keuntungan dalam hemostasis dengan mengkompresi tepi luka. 3. Penjahitan Matras Jahitan matras vertikal teknik ini digunakan jika eversi tepi luka tidak bisa dicapai hanya dengan menggunakan jahitan terputus, misalnya di daerah yang lemak sunkutannya tipis dan tepi luka cenderung masuk ke dalam. Jahitan matras horizontal teknik ini digunakan untuk menautkan fascia dan aponeurosis. Jahitan ini tidak boleh digunakan untuk menjahit lemak subkutan karena membuat kulit di atasnya bergelombang. 4. Penjahitan Subcuticular Dapat dilakukan secara terputus atau kontinyu. Pada penutupan subkutan kontinyu, jarum lewat secara horizontal pada dermis superfisial sejajar permukaan kulit untuk mendekatkan permukaan kulit Teknik ini menghindari perlunya jahitan kulit luar dan mengurangi kemungkinan timbulnya bekas jahitan pada kulit 91

92 Pengangkatan Jahitan (Up Hecting) : Pengangkatan jahitan dapat dilakukan dapat dilakukan setelah kira-kira 7-10 hari. Pengangkatan jahitan bisa dipengaruhi lokasi penjahitan luka, dan ada atau tidaknya infeksi. Sebelum pengangkatan jahitan, adanya crusta pada jahitan dilakukan debridemen menggunakan hidrogen peroksida yang dilapisi kasa. Gambar Pencabutan Simpul Tabel 1. Lama Waktu Penjahitan Luka sampai Pelepasan Jahitan Lokasi Lama Hari Wajah 3-5 Kulit Kepala 10 Dada 8-10 Punggun Lengan Jari 8-10 Telapak tangan 8-10 Ekstermitas bawah 8-12 Telapak kaki Sumber : Tintinalli,JT dkk Tintinalli's Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide, seventh edition. The McGraw-Hill Companies, Inc 92

93 Gambar 3 Teknik Jahitan Sumber Gambar Teknik Jahitan dan Simple Interrupted Suture : Anonim, Prinsip-prinsip Dasar Bedah Minor. Gambar 4 Simple Interrupted Suture 93

94 Gambar Memegang Peralatan Bercincin Sumber : Dudley,HAF dkk Pedoman tindakan praktis medik dan bedah. EGC. Jakarta 94

95 Gambar Anatomi Jarum Gambar Mata Jarum Traumatik Sumber : ETHICON Wound Closure Manual. Ethicon,Inc. 95

96 Jenis jarum Tabel Jenis Jarum Gambar Cutting Reverse Cutting Taper Sumber: ETHICON Wound Closure Manual. Ethicon,Inc. 96

97 TEKNIK INSISI Insisi adalah sayatan yang dilakukan pada jaringan dengan instrumen yang tajam tanpa melakukan pengangkatan organ atau jaringan tersebut. Insisi harus cukup panjang agar operasi dapat leluasa dikerjakan tanpa retraksi yang berlebihan. Retraksi yang berlebihan akan meningkatkan rasa nyeri pasca bedah. Usahakan agar insisi dibuat hanya dengan satu sayatan, karena sayatan tambahan akan meninggalkan bekas yang lebih buruk Insisi dilakukan sebagai akses awal menuju daerah tujuan operasi. Insisi dilakukan setelah mengkaji kembali diagnosa dan tujuan terapi bedah. Perencanaan insisi harus disertai dengan perencanaan penutupan defek yang ditimbulkannya. Pengambilam masa di subkutis yang tidak membuang kulit mungkin tidak akan menimbulkan masalah saat penutupan defek, tetapi jika kulit ikut diambil maka ada kemungkinan timbul masalah saat penutupan luka apalagi jika jariongsan kulit yang diambil luas. Insisi harus cukup panjang agar operasi dapat leluasa dikerjakan tanpa retraksi yang berlebihan. Retraksi yang berlebihan akan meningkatkan rasa nyeri pasca bedah. Usahakan agar insisi dibuat hanya dengan satu sayatan, karena sayatan tambahan akan meninggalkan bekas yang lebih buruk. Arah insisi harus direncanakan dengan teliti agar jaringan parut yang terbentuk tidak terlalu menyolok. Insisi sejajar garis Langer akan menyembuh dengan parut yang halus, karena kolagen kulit terarah dengan baik. Arah kolagen kulit diidentifikasi dengan relaxed skin tension lines (RSTL). RSTL diketahui dengan mencubit kulit dan melihat arah kerutan serta penonjolan yang terbentuk. Cubitan tegak lurus terhadap RSTL akan lebih mudah dikerjakan dan menghasilkan kerutan dan tonjolan yang lebih besar. Namun kadang-kadang keleluasaan operasi mengalahkan pertimbangan kosmetis. Di lengan dan tungkai, insisi tidak boleh memotong lipat sendi secara tegak lurus. Ini dapat dihindari dengan: 1. Sayatan memotong lipat sendi ke arah miring. Contohnya insisi Brunner di permukaan ventral jari. 97

98 2. Memasukkan lipat sendi sebagai bagian dari insisi. Di proksimal dan distal lipat sendi, insisi dapat dibuat longitudinal. Cara ini dikerjakan di fosa poplitea. 3. Jauhi lipat sendi. Contohnya insisi midlateral pada jari. PROSEDUR 1. Kulit disayat dengan satu gerakan menggunakan mata skalpel yang tajam. Lebih mudah bila kulit ditegangkan dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, sementara skalpel disayatkan dari kiri ke kanan. 2. Jika membuat insisi yang panjang dan lurus, gagang skalpel bermata no. 10 dipegang seperti menggenggam pisau dengan jari telunjuk diletakkan di sisi atas gagang agar pengendalian gerakan lebih mantap. Untuk insisi yang lebih kecil dan rumit (misalnya di daerah tangan), gagang skalpel bermata no. 15 dipegang seperti memegang pena sehingga perubahan arah insisi dapat dikerjakan dengan lebih halus. 3. Tekanan sayatan di atur sedemikian rupa agar sayatan tepat membelah epidermis dan dermis. Luka akan merekah dan lemak subkutis dapat terlihat. Jika ragu-ragu, lebih baik menyayat dengan tekanan ringan, meregangkan kulit agar luka terbuka, kemudian memperdalam sayatan. 4. Insisi harus tegak lurus kulit sehingga penutupannya lebih baik. 5. Diseksi lebih dalam dilakukan dengan melakukan diseksi tajam ataupun tumpul menggunakan skalpel, gunting, atau klem arteri. Bila terdapat vena dan saraf permukaan yang melintas di lapangan operasi, insisi dapat dilakukan sejajar terhadap arah saraf atau pembuluh darah, sejauh tidak mengurangi ruang gerak dan pandangan di daerah operasi. Jika tidak mungkin, lebih baik potong saja daripada terkena cedera, teregang atau terputus secara tidak sengaja.. Menurut bentuknya insisi dikelompokan menjadi 1.Insisi Linier Insisi dalam satu lintasan atau garis lurus, atau melengkung. Insisi ini digunakan jika daerah operasi atau masa yang diambil tidak melekat/ berhubungan dengan kulit. 98

99 Misalnya mengambil masa lipoma yang letaknya di subkutis maka insisi linier digunakan sebagai akses masuk dan diseksi sebagai lanjutan untuk evakuasi masa. Pastikan masa yang akan diambil tidak berhubungan dengan kulit. 2.Insisi elips atau bulat Digunakan sebagai akses jika target operasi masa yang akan diambil berhubungan atau berada di kulit. Misalnya skin tag, granuloma, atau keloid. Dilakukan juga untuk massa dilokasi lebih dalam dari kulit tetapi berhubungan dengan kulit misalnya kista aterom, atau masa di subkutis lainnya yang terinfeksi sampai kulit sehingga kulit diatasnya harus dibuang. Pada pembuatannya tentukan lebih dulu lebar dan incisi sesuai dengan lesi, kemudian panjang insisi harus = 3x lebar 99

100 Perhatikan ujung lancip tiap sisi. Jahitan tidak boleh sekaligus tetapi harus dua kali karena arah jarum harus tegak lurus dengan tepi insisi. Untuk menghindari regangan dapat dikerjakan teknik undermining 3.Insisi S atau Z Insisi dalam satu lintasan berbentuk huruf S atau Z (tidak berbetuk lurus). Insisi ini digunakan jika daerah operasi atau masa yang diambil biasanya tidak berhubungan dengan kulit tetapi letaknya di persendian. Misalnya mengambil masa Becker cyst di fosa poplitea. Insisi ini digunakan sebagai akses masuk dan diseksi sebagai lanjutan jika masa sudah ditemukan. Tujuan dari bentuk yang tidak lurus adalah untuk mencegah terjadinya kontraktur seteleh luka sembuh. Perhatikan jahitan ditiap sudut. 100

101 Insisi dilakukan jika lokasi didaerah persendian dan masa tidak berhubungan dengan kulit. 4.Insisi tangensial/transversal Insisi secara mendatar, sejajar dengan masa. Dilakukan pada masa solid yang letaknya di kulit.untuk bedah minor, insisi ini dilakukan pada insisi klavus dimana klavus ditipiskan dahulu sampai inti yang masuk ditemukan yang dilanjutkan dengan insisi ellips. 5.Insisi Poligonal Digunakan sebagai akses sekaligus diseksi tajam jika target operasi masa yang akan diambil berhubungan atau berada di kulit. Dibuat banyak sisi tajam atau poligonal bertujuan untuk menghabiskan akar-akanr dari masa yang dibuang. Misalnya tumor ganas kulit. Poligonal juga berfungsi untuk mengecek tiap sisi apakah bebas dari masa tumor atau tidak. Penutupan Defek Pengambilan masa bersamaan dengan kulit diatasnya menimbulkan deffek yang dapat ditutup dengan mendekatkan tepi luka. Mungkin juga jika defek terlalu lebar maka kedua tepi luka tidak dapat didekatkan. Untuk itulah diperlukan teknik khusus untuk menutup defek. Sekali lagi, petutupan defek ini harus difikirkan saat merencanakan insisi, bagaimana kemungkinan defek yang terjadi dan cara untuk menutupnya. Dengan demikian, pada saat insisi telah tergambar rencana teknik penutupan defeknya. Adapun teknik yang dapat dipakai adalah, advancement, flaps, STSG (split thickness skin graff ), FTSG (full thickness) dan lain-lain Menutup defek dengan cara mendekatkan 2 sisi insisi. Dilakukan jika masing-masing tepi longgar. Jika tidak maka dilakukan pembebasan jaringan subkutis dari masing- 101

102 masing tepi agar menjadi longgar sehingga masing-masi tepi bisa bertemu sehingga jahitan tidak terlalu tegang /tension. Gambar penutupan defek dengan flap Gambar advancement flaps dengan single pedicle 102

103 Gambar advancment flaps dengan 2 buah flaps Koreksi Dog Ear Adakalanya diujung luka kulit lebih menonjol dan seakan seperti masa kulit. Kelebihan kulit ini menyerupai telinga anjing sehingga sering disebut dog ear. Antisipasi terbentuknya dog ear ini dilakukan saat insisi, yaitu ujung insisi pada insisi elips diusahakan lebih lancip, tidak lengkung. Bandingkan kedua ujung insisi yang lancip dengan lengkung. Dog ear terbetntuk dari insisi yang lebih lengkung. Untuk memperbaikinya, luka operasi terlebih dahulu dijahit seperti biasa untuk menilai sebesar apa ear dog yang terbentuk. Kemudiaan baru dikoreksi dengan membuat insisi berikutnya seperti pada gambar dibawah ini 103

104 Gambar diatas mengoreksi dog ear dengan membuat insisi elips pada tepi sayatan sebelumnya, sedangkan gambar bawah membuat insisi dua segitiga. Dog ear pada ujung luka TEKNIK BEDAH MINOR Ekstirpasi adalah tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya atau pengangkatan seluruh jaringan atau organ yang rusak. Ekstirpasi adalah tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya. Indikasi Kista Aterom. Kista aterom adalah kista retensi dari kelenjar sebasea akibat penutupan 104

105 saluran pori rambut yang terdiri dari kapsul jaringan ikat padat dengan isi mengandung banyak lemak seperti bubur. Pada pemeriksaan tampak sebagai tonjolan bulat, superfisial-subkutan, lunak-kenyal. Isi aterom kadang-kadang dapat dipijat keluar. Predileksi di bagian tubuh yang berambut (kepala, wajah, belakang telinga, leher, punggung, dan daerah genital). Kista ini mempunyai diagnosis banding kista epitel, fibroma, lipoma. Tindakan o Ekstirpasi total dengan eksisi pada daerah bekas muara kelenjar, dengan indikasi kosmetik, rasa nyeri, mengganggu o Insisi dan drainase bila ada infeksi atau abses Alat dan Bahan o Lidokain 2% o Spuit o Pisau insisi (skapel) o Pinset o Gunting jaringan o Klem jaringan o Needle holder o Jarum dan benang Teknik 1. Bersihkan daerah operasi 2. Lakukan anestesi lokal (blok/infiltrasi) pada daerah operasi 3. Eksisi kulit yang terdapat kista berbentuk bulat telur (elips) runcing dengan arah sesuai garis lipatan kulit. Panjang dibuat lebih dari ukuran benjolan yang teraba dan lebar kulit yang dieksisi ¼ garis tengah kista tersebut. 4. Gunakan gunting tumpul untuk melepaskan jaringan subkutan yang meliputi kista, pisahkan seluruh dinding kista dari kulit. 5. Usahakan kista tidak pecah agar dapat diangkat kista secara in-toto. Bila kista telah pecah keluarkan isi kista dan dinding kista. Jepit dinding kistadengan klem dan gunting untuk memisahkannya dengan jaringan kulit. 6. Jahit rongga bekas kista dengan jahitan subkutaneus 7. Jahit dan tutup luka operasi 105

106 CEK LIST KETERAMPILAN KLINIK BEDAH MINOR LANJUT No Feedback Interaksi Dokter-Pasien 1 Mengucapkan salam 2 Memperkenalkan diri 3 Informed consent Prosedural A. Penjahitan (Hecting) Mencuci tangan WHO, pemasangan Handchoen 4 Ambil needle holder, needle, pasangkan benang 5 Tepi jaringan dipegang dengan dengan pinset, lakukan traksi 6 Tusukkan jarum dengan arah tegak lurus pada permukaan kulit dan tepi luka. Posisi lengan bawah dalam pronasi lalu lakukan gerakan rotasi lengan menjadi supinasi 7 Tembuskan jarum sampai kurang lebih mencapai pertengahan lengkung, sambut dengan pinset lalu sambut dengan needle holder, tarik 8 Siapkan jarum pada posisi semula (forehand,ujung needle holder, 1/3 bagian distal jarum) untuk memulai manuver selanjutnya 9 Ulangi hal yang sama pada tepi luka lain, dimulai dari bagian dalam luka dan diarahkan ke permukaan kulit 10 Selesai melakukan manuver ini, benang ditarik menyisakan ujung benang kurang lebih 2-3 cm dari needle bite untuk membuat simpul 11 Lakukan manuver pembuatan simpul. Simpul pertama dengan sekali puntiran backhand dan simpul kedua dengan dua kali puntiran forehand 12 Tegangkan kedua ujung benang dan potong dengan menyisakan kurang lebih 0,5-1 cm dari simpul 13 Jahitan ketiga, keempat dan seterusnya dikerjakan secara berutuan sehingga mencapai ujung luka 14 Ambil needle holder, needle, pasangkan benang 15 Tepi jaringan dipegang dengan dengan pinset, lakukan traksi Skor

107 B. Mengangkat jahitan (Uphecting) 16 Lakukan prosedur A dan antisepsis pada daerah luka 17 Pegang benang jahitan yang akan diangkat pada simpulnya menggunakan pinset anatomik 18 Lakukan sedikit traksi,lakukan pemotongan benang 19 Menarik keseluruhan benang, jangan sampai benang yang terpapar di permukaan masuk ke dalam jaringan melalui jalur benang C.Insisi Mencuci tangan WHO, pemasangan handscoen 20 kulit disayat dengan satu gerakan menggunakan mata skalpel yang tajam. Lebih mudah bila kulit ditegangkan dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, sementara skalpel disayatkan dari kiri ke kanan. 21 Jika membuat insisi yang panjang dan lurus, gagang skalpel bermata no. 10 dipegang seperti menggenggam pisau dengan jari telunjuk diletakkan di sisi atas gagang agar pengendalian gerakan lebih mantap. Untuk insisi yang lebih kecil dan rumit (misalnya di daerah tangan), gagang skalpel bermata no. 15 dipegang seperti memegang pena sehingga perubahan arah insisi dapat dikerjakan dengan lebih halus. 22 Tekanan sayatan di atur sedemikian rupa agar sayatan tepat membelah epidermis dan dermis. Luka akan merekah dan lemak subkutis dapat terlihat. Jika ragu-ragu, lebih baik menyayat dengan tekanan ringan, meregangkan kulit agar luka terbuka, kemudian memperdalam sayatan 23 Insisi harus tegak lurus kulit sehingga penutupannya lebih baik D.Ekstirpasi Cuci tangan WHO, pemasangan handscoen 24 Bersihkan daerah operasi 25 Lakukan anestesi lokal (blok/infiltrasi) pada daerah operasi 26 Eksisi kulit yang terdapat kista berbentuk bulat telur (elips) runcing dengan arah sesuai garis lipatan kulit 107

108 27 Gunakan gunting tumpul untuk melepaskan jaringan subkutan yang meliputiki kista pisahkan seluruh dinding kista dari kulit 28 Usahakan kista tidak pecah agar dapat diangkat kista secara in-toto 29 Jahit rongga bekas kista dengan jahitan subkutaneus 30 Jahit dan tutup luka operasi Profesionalisme 16 Percaya diri, minimal error 17 Melakukan dengan profesionalisme TOTAL Keterangan 0= Tidak Melakukan 1: Melakukan tidak sempurna 2:Melakukan Sempurna DAFTAR PUSTAKA 1. Dudley,HAF dkk Pedoman tindakan praktis medik dan bedah. EGC. Jakarta 2. Anonim. Prinsip-prinsip Dasar Bedah Minor. 3. Tintinalli,JT dkk Tintinalli's Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide, Seventh edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. 4. Anonim. ETHICON Wound Closure Manual. Ethicon,Inc. 5. Coffee, H.L Ditch Medicine: Advanced Field Procedures for Emergencies. Paladin Press. USA 108

109 EDUKASI PASIEN dr. Azelia Nusadewiarti, MPH A. TEMA : Edukasi pasien, rencana menginformasikan kepada pasien tentang informasi secara umum tentang penyakit, pemeriksaan penunjang, tindakan dan terapi, rehabilitasi. B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu menginformasikan kepada pasien informasi secara umum tentang penyakit, rencana pemeriksaan penunjang, tindakan dan terapi, rehabilitasi dengan baik dan benar. 2. Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir Mahasiswa mampu mengawali dan mengakhiri edukasi pasien Mahasiswa mampu menginformasikan kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis Mahasiswa mampu menyampaikan berbagai tindakan medis yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis, termasuk manfaat resiko serta kemungkinan efek samping/komplikasi. Mahasiswa mampu menyampaikan hasil dan interpretasi tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakan diagnosis Mahasiswa mampu menyampaikan diagnosis. Mahasiswa mampu menyampaikan pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi termasuk kelebihan dan kekurangan dari masing-masing cara. Mahasiswa mampu menyampaikan prognosis. Mahasiswa mampu menyampaikan dukungan/support yang tersedia. Mahasiswa mampu menyampaikan rehabilitasi Mahasiswa mampu menyampaikan pendidikan kesehatan 109

110 C. ALAT DAN BAHAN - Pasien simulasi - Meja dan kursi periksa - Kelengkapan periksa (lembar rekam medis, lembar laboratorium, dll yg diperlukan) - Media edukasi (jika diperlukan) - Hand scrub D. SKENARIO Mahasiswa, laki-laki, 20 tahun, datang dengan keluhan demam tinggi mendadak sejak 3 hari lalu. Keluhan ini disertai dengan nyeri kepala, mual, nafsu makan berkurang, dan badan terasa lemas. Pada hari keempat, saat bangun tidur pada lengannya terlihat bintik kemerahan. Penderita tidak batuk pilek. Sudah minum obat parasetamol, tetapi demam tetap tinggi, sehingga dia memeriksakan diri ke pada saudara dokter keluarga di KDK Avicenna. Hasil pemeriksaan tanda vital T 110/90 mmhg N 120x/mnt tes pembendungan (RL) ternyata hasilnya positif. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosit 3.500/mm3, hematokrit 42% serta jumlah trombosit /mm3. Pemeriksaan serologi IgG dan IgM anti dengue positif. Seminggu yang lalu tetangga penderita umur 3 tahun ada yang meninggal karena demam berdarah. E. DASAR TEORI Penatalaksanaan Penyakit dengan pendekatan keluarga (5 level prevention) Periode Prepatogenesis Periode Patogenesis Interaksi antara ; intrinsik faktor, penyebab penyakit & faktor ekstrinsik Masa penyakit dini Masa Penyakit Terkendali Peningkatan Kesehatan Perlindungan Khusus Deteksi Dini Pengobatan/ Tindakan Masa Lanjut Pemulihan/ Rehabilitasi Preventif Primer Preventif Sekunder Preventif Tertier 110

111 Peningkatan Kesehatan (Health Promotion) Dilakukan pada orang yang sehat/netral Edukasi, nutrisi, olahraga, rumah sehat, konseling, genetik, MCU, perhatian pada perkembangan kepribadian Perlindungan Khusus (Specific Protection) Dilakukan pada orang yang berisiko Imunisasi, personal higiene, sanitasi, perlindungan kerja, perlindungan kecelakaan, penggunaan bahan gizi tertentu, perlindungan terhadap karsinogenik, menghindari alergen Deteksi Dini (Early Diagnosis & Prompt Treatment) Penemuan kasus (perorangan / kelompok) Survei skrining Pemeriksaan selektif dengan tujuan pencegahan penyakit berlanjut, pencegahan menjalarnya penyakit menular, dan pencegahan komplikasi Pengobatan awal Pengobatan dan Tindakan (Disability Limitation) Pengobatan lanjut dan lengkap Penyediaan fasilitas untuk membatasi atau memperpendek masa ketidak mampuan (perawatan RS dan perawatan di rumah) Konsultasi dan rujukan Pelayanan spesialis Mencegah kematian Pemulihan (Rehabilitation) Penyediaan fasilitas pelatihan di RS dan masyarakat agar kemampuan yang tersisa dapat dimanfaatkan secara maksimum Edukasi masyarakat dan industri agar menerima mereka yang telah direhabilitasi Sedapat mungkin diusahakan supaya semua dapat bekerja Kualitas hidup yang baik dan bermanfaat 111

112 Edukasi pasien pada pasien tergantung kasusnya pada tingkat/level pencegahan yang ditemukan F. PROSEDUR EDUKASI PASIEN Dalam menyampaikan informasi setelah dilakukan anamnesis secara lengkap, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan penunjang yang relevan sehingga didapat diagnosis yang tepat, maka kita akan melakukan edukasi pasien. Dalam melakukan edukasi pasien, maka kita perlu merencanakan tentang materi informasi yang akan disampaikan, siapa yang akan diberi informasi, berapa banyak atau sejauh mana, kapan menyampaikan informasi, dimana tempat menyampaikan informasi dan bagaimana cara penyampaian informasi. 1. Materi Informasi apa yang disampaikan Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis, termasuk manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masingmasing cara). Prognosis. Dukungan (support) yang tersedia. 2. Siapa yang diberi informasi Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung 3. Berapa banyak atau sejauh mana Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu untuk disampaikan,dengan memerhatikan kesiapan mental pasien. 112

113 Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya. 4. Kapan menyampaikan informasi Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan Efektif Dokter-Pasien 5. Di mana menyampaikannya Di ruang praktik dokter. Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat. Di ruang diskusi. Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan dokter. 6. Bagaimana menyampaikannya Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms, internet. Persiapan meliputi: materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah disepakati oleh tim); ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon; waktu yang cukup; mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya lebih dari satu orang). Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan dibicarakan. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan. Langkah-langkah Menyampaikan Informasi dalam rencana edukasi Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi,yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999) : S = Salam 113

114 A = Ajak Bicara J = Jelaskan I = Ingatkan Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut. Salam: Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersedia meluangkan waktu untuk berbicara dengannya. Ajak Bicara: Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar pasien mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa dokter menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Dokter dapat menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali informasi. Jelaskan: Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahuinya, dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit, tindak medis dan terapi, pemeriksaan penunjang yang relevan, rehabilitasi atau apapun secara jelas dan detil. Ingatkan: Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting G. DAFTAR PUSTAKA 1. Azwar Azrul, Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Yayasan Penerbit IDI, Jakata; Gan, Goh Lee, at all, A primer On Family Medicine Practice, Singapore International Foundation, Singapore,

115 3. Konsil Kedokteran Indonesia. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta: KKI Mc Whinney, A Text Book of family Medicine, Oxford University, New York; Poernomo, Ieda SS. Pengertian KIE dan Konseling. Jakarta: Makalah Perinasia CEK LIST LATIHAN TOPIK : Edukasi Pasien No Aspek yang dinilai INTERPERSONAL 1 Membina sambung rasa (senyum, Salam, sapa serta tunjukkan bahwa kesediaan meluangkan waktu untuk berbicara dengannya, kesejajaran) 2 Ajak Bicara (Membuka pembicaraan dengan baik (openended) menanyakan kondisi, komunikasi secara dua arah, memahami kecemasannya, mengerti perasaannya) CONTENT 3 Jelaskan/menyampaikan informasi dengan baik Keadaan pasien saat ini 3a Rencana tindakan medis yang akan dilakukan untuk menegakkan diagnosis, termasuk manfaat resiko serta kemungkinan efek samping/komplikasi. 3b Pilihan tindakan medis serta second opinion untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masingmasing cara) 3c Prognosis dari penyakit 3d Dukungan(support) yang tersedia serta rehabilitasi 4 Ingatkan informasi-informasi yang penting serta resume dari penjelasan 5 Memberikan informasi tepat sasaran pastikan pasien/ anggota keluarga pasien yang diberikan informasi adalah Skor

116 orang yang memang ditunjuk/dipercaya atau bertanggung jawab terhadap pasien 6 Memberikan informasi tepat waktu, tempat situasi kondisi memungkinkan, ruangan yang nyaman untuk memberikan informasi 7 Memberikan informasi dengan cakupan/jangkauan yang sesuai (memang diperlukan pasien, dengan bahasa pasien) dan dapat diterima pasien dengan baik 8 Memegang kendali selama komunikasi dan menutup komunikasi pada waktu yang tepat PROFESSIONALISM 9 Melakukan dengan penuh percaya diri 10 Melakukan dengan kesediaan membantu & empathy 11 Melakukan semua informasi sesuai dengan konteksnya (clinical reasoning) 12 Melakukan dengan kesalahan minimal TOTAL Keterangan : 0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan belum sempurna 2 = Dilakukan dengan sempurna 116

117 ANAMNESIS PENYAKIT GASTROINTESTINAL dr. Dina Tri Amalia A. TEMA : Keterampilan Komunikasi Anamnesis Penyakit Gastrointestinal B. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. Tujuan instruksional umum Mahasiswa mampu melakukan anamnesis penyakit gastrointestinal dengan baik dan benar 4. Tujuan instruksional khusus Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan dengan permasalahan terutama masalah penyakit gastrointestinal Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami responden Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi Mahasiswa dapat melakukan cross check Mahasiswa dapat bersikap netral Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta menyimpulkan hasil anamnesis. C. ALAT DAN BAHAN Pasien Simulasi Meja dan kursi periksa D. SKENARIO 117

118 Seorang pasien laki-laki berumur 25 tahun, datang ke praktek anda dengan keluhan BAB cair lebih dari 3x dalam sehari, disertai badan lemas dan lesu sejak 2 hari yang lalu. Lakukan anamnesis pada pasien tersebut. E. DASAR TEORI Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut sebagai alloanamnesis. Termasuk di dalam alloanamnesis adalah semua keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekaman medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Anamnesis biasanya dilakukan dengan wawancara secara tatap muka, dan keberhasilannya untuk sebagian besar tergantung pada kepribadian, pengalaman dan kebijakan pemeriksa. Dalam melakukan anamnesis, diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan non verbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan. Pada penyakit gastrointestinal keluhan yang dirasakan pasien dapat berkaitan dengan gangguan lokal/ intralumen saluran cerna (misalnya adanya ulkus duodeni, gastritis dan sebagainya) atau dapat pula disebabkan oleh penyakit sistemik (misalnya diabetes melitus), sehingga diperlukan anamnesis yang teliti, akurat dan bertahap untuk memformulasikan gangguan yang terjadi sehingga bila dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik, kita dapat merencanakan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Terdapat beberapa gejala/kumpulan gejala/ keluhan yang karakteristik untuk penyakit gastrointestinal yang dikemukakan oleh pasien dan perlu diperoleh persepsi yang sama oleh dokter yang memeriksanya. Untuk itu diperlukan teknik anamnesis yang baik. Sakit perut yang dikeluhkan oleh pasien harus dijabarkan dan diinterpretasikan dengan baik agar diperoleh data apakah sakit perut tersebut merupakan nyeri epigastrik, kolik bilier, kolik usus atau suatu nyeri akibat rangsang 118

119 peritoneal. Tidak jarang pula suatu keluhan tertentu diekspresikan secara berbeda, terutama dalam istilah, tergantung pada latar belakang pendidikan, sosial, budaya pasien. Berikut akan kita bahas beberapa keluhan yang disebabkan oleh penyakit GI dan perkiraan penyakit yang mendasarinya, sehingga diharapkan dengan teknik anamnesis yang baik dapat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit tersebut: 1. Dispepsia Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala yang terdiri nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual,muntah,sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/begah. Keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya. Etiologi dispepsia: Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster/ duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori. Obat- obatan : OAINS, aspirin, beberapa jenis antibiotik dsb. Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier: hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik. Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner. Bersifat fungsional: yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti adanya kelainan/gangguan organik/ struktural biokimia. Dikenal sebagai dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus. 2. Disfagia Disfagia adalah sensasi gangguan pasase makanan dari mulut ke lambung. Pasien mengeluh sulit menelan atau makanan terasa mengganjal di leher/ dada atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Harus dibedakan dengan odinofagia (rasa sakit waktu menelan). Disfagia dapat disebabkan oleh gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan fase esofageal. Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan adanya regurgitasi ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan. Sedangkan disfagia fase esofageal, pasien mampu 119

120 menelan tapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap mengganjal atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang pada awalnya terutama terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara progresif kemudian terjadi pula pada makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya adalah kelainan mekanik atau struktural. Sedangkan bila gabungan makanan padat dan cair diperkirakan penyebabnya adalah gangguan neuromuskular. Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat, sangat dicurigai adanya proses keganasan. Etiologi disfagia: Fase orofaringeal: penyakit serebrovaskular, miastenia gravis, kelainan muskular, tumor, divertikulum Zenker, gangguan motilitas/sfingter esofagus atas. Fase esofageal: inflamasi, striktur esofagus, tumor, ring/web, penekanan dari luar esofagus, akalasia, spasme esofagus difus, skleroderma. 3. Mual dan muntah Pada umumnya keluhan ini merupakan bagian dari sindrom dispepsia. Etiologi: Obat-obatan: OAINS, digoksin, eritromisin,dsb Gangguan susunan saraf pusat: tumor, perdarahan intra kranial, infeksi, motion sickness, gangguan psikiatrik, gangguan labirin. Gangguan GI dan peritoneal: gastric outlet obstruction, obstruksi usus halus, gastroparesis, pankreatitis, hepatitis akut, kolesistitis Gangguan metabolik endokrin: uremia, ketoasidosis diabetik, penyakit tiroid. Setiap kasus muntah harus harus dinilai keadaan sistemik yang menyertainya serta adanya keluhan neurologi seperti nyari kepala hebat, vertigo, rasa lemas yang mencolok dan sebagainya. Muntah yang disertai nyeri perut hebat harus diwaspadai adanya rangsang peritoneum, obstruksi intestinal akut, atau penyakit pankreatobilier. 4. Perdarahan saluran cerna 120

121 Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna dapat timbul mulai dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat juga bermanifes dalam bentuk keluarnya darah segar per anum bila perdarahannya banyak. Melena (feses berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk melena. Hematoskezia (darah segar keluar per anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal). Etiologi: Saluran cerna bagian atas (SCBA): pecahnya varises esofagus, perdarahan tukak peptik, gastritis erosif (terutama akibat OAINS), gastropati hipertensi porta, esofagitis, tumor,dsb. Saluran cerna bagian bawah (SCBB): kolitis (infeksi, radiasi, iskemik), tumor, divertikulosis, inflammatory bowel disease (IBD), hemoroid. 5. Diare Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari dan konsistensi feses menjadi cair. Diare dapat digolongkan menjadi diare akut atau bila berlangsung lebih dari dua minggu dikategorikan sebagai diare kronik. Diare akut Etiologi: virus, protozoa (Giardia lamblia, Entamoeba hystolitica), bakteri: yang memproduksi enterotoksin (S.aureus, C.perfringens, E.coli, V.cholera, C.difficile) dan yang menimbulkan inflamasi mukosa usus (Shigella, Salmonella sp, Yersinia), iskemia intestinal, kolitis radiasi, IBD. Untuk diare akut perlu ditanyakan adanya riwayat makan makanan tertentu (terutama makanan siap santap) dan adanya keadaan yang sama pada orang lain, sangat mungkin merupakan keracunan makanan yang disebabkan oleh 121

122 toksin bakteri. Adanya riwayat pemakaian antibiotik yang lama, harus dipikirkan kemungkinan diare karena C.difficile. Diare yang terjadi tanpa kerusakan mukosa usus (non inflamatorik ) dan disebabkan oleh toksin bakteri (terutama E.coli), biasanya mempunyai gejala feses benar-benar cair, tidak ada darah, nyeri perut terutama daerah umbilikus, kembung, mual dan muntah. Bila muntahnya sangat mencolok, biasanya disebabkan oleh virus atau S.aureus dalam bentuk keracunan makanan. Bila diare dalam bentuk bercampur darah, lendir dan demam, biasanya disebabkan oleh kerusakan mukosa usus akibat invasi shigella, salmonella atau amoeba. Diare kronis Etiologi: Diare osmotik: disebabkan osmolaritas intralumen usus lebih tinggi daripada osmolaritas serum, misalnya pada intoleransi laktosa, obat laksatif (laktulosa, magnesium sulfat), obat (antasid) Diare sekretorik: sekresi intestinal berlebih dan berkurangnya absorbsi menimbulkan diare yang cair dan banyak, misalnya akibat tumor endokrin, malabsorbsi garam empedu, laksatif katartik Diare karena gangguan motilitas: disebabkan oleh transit usus yang cepat atau justru karena stasis yang menimbulkan perkembangan berlebih bakteri intralumen usus, misalnya pada irritabel bowel syndrome. Diare inflamatorik: akibat faktor inflamasi seperti IBD Malabsorpsi: akibat penyakit usus halus, reseksi sebagian usus, obstruksi limfatik, defisiensi enzim pankreas, pertumbuhan bakteri berlebih. Infeksi kronik: G.lamblia, E. Hystolitica, nematoda usus 6. Konstipasi Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi BAB, sensasi tidak puas/lampias BAB, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses keras. Frekuensi BAB normal adalah 3 kali dalam sehari sampai 3 hari sekali. Etiologi: Pola hidup : diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan BAB tidak teratur, kurang olahaga. 122

123 Obat-obatan : antikolinergik, penyekat kalsium, alumunium hidroksida, suplemen besi dan kalsium, opiat (kodein, morfin). Kelainan struktur kolon : tumor, striktur, hemoroid, abses perineum, megakolon Penyakit sistemik : hipotiroidisme, gagal ginjal kronik, diabetes melitus Penyakit neurologik: hirschprung, lesi medula spinalis, neuropati otonom Disfungsi otot dinding dasar pelvis Idiopatik transit kolon yang lambat, pseudo obstruksi kronik Irritable bowel syndrome tipe konstipasi 7. Nyeri perut Dapat berasal dari nyeri viseral abdomen akibat rangsang mekanik (seperti regangan, spasme) atau kimiawi (seperti inflamasi, iskemik). Nyeri visceral bersifat tumpul, rasa terbakar dan samar batas lokasinya. Sedangkan nyeri peritoneum parietal lebih bersifat tajam dan lokasinya lebih jelas. Ujung saraf nyeri pada organ seperti hati dan ginjal terbatas pada kapsulanya, jadi rasa nyeri timbul bila ada regangan karena pembesaran organ. Referred pain dapat dijelaskan pada keadaan dimana serat nyeri visceral dan serat somatik berada pada satu tingkat di susunan saraf spinal. Etiologi: Inflamasi peritoneum parietal: perforasi, peritonitis, appendisitis, pankreatitis, dsb Kelainan mukosa visceral : tukak peptik, esofagitis, dsb Obstruksi visceral : ileus obstruksi, kolik bilier, dsb Regangan kapsul organ: hepatitis, pielonefritis, dsb Gangguan vaskular: iskemia atau infark intestinal Gangguan motilitas: irritable bowel disease, dispepsia fungsional Ekstra abdominal: herpes, trauma muskuloskeletal, dsb Lokasi nyeri: Daerah epigastrium: kemungkinan dugaan sumber nyeri pada organ gaster, pankreas dan duodenum. 123

124 Periumbilikus: kemungkinan sumber nyeri pada usus halus/duodenum. Kuadran kanan atas: kemungkinan sumber nyeri pada hati,duodenum, atau kandung empedu. Kuadran kiri atas: kemungkinan sumber nyeri di pankreas, limpa, gaster,kolon atau ginjal. Kualitas nyeri: pada dasarnya harus dibedakan rasa nyeri kolik seperti pada obstruksi intestinal dan bilier, rasa nyeri yang bersifat tumpul seperti pada batu ginjal, rasa seperti diremas pada kolesistitis, rasa panas seperti pada esofagitis, dan appendisitis tidak jarang menimbulkan rasa nyeri tumpul dan menetap. Intensitas nyeri: pada keadaan akut, intensitas nyeri dapat diurut berdasarkan intensitas nyeri yang paling hebat sampai ke relatif ringan yaitu: perforasi ulkus, pankreatitis akut, kolik ginjal, ileus obstruksi, kolesistitis, appendisitis, tukak peptik, gastroenteritis dan esofagitis. Sedangkan nyeri kronik lebih sulit menentukannya karena banyak faktor psikologis yang berperan. Faktor yang memperberat dan memperingan nyeri: bila nyeri dapat diringankan dengan minum antasid maka kemungkinan menderita tukak peptik (terutama tukak duodenum). Pada penyakit kolon, rasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Nyeri pada penyakit pankreas dan juga iskemia intestinal sering terjadi setelah makan. F. PROSEDUR Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, anamnesis sistem, riwayat penyakit dalam keluarga, dan riwayat pribadi. 1. Identitas Pasien Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis. Kesalahan identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika, maupun hukum. Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa pasien yang 124

125 dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud, selain itu juga diperlukan untuk data penelitian, asuransi, dan lain sebagainya. Identitas meliputi: Nama lengkap pasien Umur atau tanggal lahir Jenis kelamin Alamat Pendidikan Pekerjaan Suku bangsa Agama. 2. Keluhan Utama Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang dirasakan pasien yang membawanya pergi ke dokter untuk berobat. Keluhan utama sangat dibutuhkan dalam mengumpulan informasi masalah. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Contoh: buang air besar encer seperti cucian beras sejak 3 jam lalu. Perlu diketahui bahwa keluhan utama tidak selalu keluhan yang pertama disampaikan oleh pasien. Pasien sering mengeluhkan hal-hal yang sebenarnya bukan masalah pokok atau keluhan utama pasien tersebut, misalnya mengeluh lemas dan tidak nafsu makan sejak beberapa hari lalu, tetapi sesungguhnya ia menderita demam yang tidak diceritakan segera pada waktu ditanyakan dokter. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat perjalan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai pasien datang berobat. Pasien diminta menceritakan gejala-gejala yang muncul dengan kata-katanya sendiri. Informasi tambahan tentang keluhan pasien dapat diperoleh dengan mengajukan pertanyaan yang spesifik. Riwayat perjalanan penyakit disusun dalam bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan apa yang diceritakan pasien, tidak boleh menggunakan bahasa kedokteran, apalagi melakukan interpretasi dari apa yang dikatakan oleh pasien. Dalam mewawancarai pasien gunakanlah kalimat terbuka (kata tanya apa, mengapa, 125

126 bagaimana, bilamana), bukan kalimat tertutup/ kata tanya yang mendesak sehingga pasien hanya dapat ya dan tidak, kecuali bila akan memperjelas sesuatu yang kurang jelas. Dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut: 12. Waktu dan lama keluhan berlangsung 13. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terusmenerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang. 14. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah. 15. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan sore, atau terus-menerus tidak mengenal waktu 16. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat. 17. Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului serangan, atau keluahan lain yang bersamaan dengan serangan 18. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang 19. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan serangan. 20. Apakah ada saudara sedarah, atau teman-teman dekat yang menderita keluhan yang sama 21. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa 22. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan medis yang dilakukan (riwayat pengobatan kuratif maupun preventif) Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara dan diagnosis diferensial. 4. Riwayat penyakit dahulu Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, operasi, riwayat alergi obat dan makanan. Obat -obatan yang pernah diminum oleh pasien juga harus 126

127 ditanyakan, termasuk pengobatan dengan steroid, pengobatan antibiotik, OAINS, kontrasepsi, transfusi, kemoterapi, dan riwayat imunisasi. Bila pasien pernah melakukan berbagai pemeriksaan medis, maka harus dicatat dengan seksama, termasuk hasilnya. 5. Riwayat penyakit dalam keluarga Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat kehamilan dan kelahiran. 6. Riwayat pribadi Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Perlu juga ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah kebiasaan berolahraga, riwayat merokok, minuman alkohol, kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka panjang (misalnya: OAINS, steroid, antibiotik) dan penyalahgunaan obat-obat terlarang ( Narkoba). Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus ditanyakan. Anamnesis juga mengenai lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, jamban, tempat pembuangan sampah dan sebagainya. Anamnesis mengenai pola diet/ kebiasaan makan dan minum sehari-hari pasien juga penting ditanyakan. Misalnya, kebiasaan memakan makanan kurang serat, bersantan dan berminyak, makanan siap saji, ataupun kurang minum air putih. Perlu juga ditanyakan riwayat bepergian, mengingat adanya kejadian diare pada wisatawan (travellers diarrhea). G. DAFTAR PUSTAKA Anonim Buku Panduan Skill Lab FK UGM. Yogyakarta Sudoyo, Aru W, dkk Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta 127

128 H. CEK LIST LATIHAN : ANAMNESIS PENYAKIT GASTROINTESTINAL No Prosedur/ Aspek Latihan ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN 1 Mengucapkan salam pada awal wawancara 2 Mempersilakan duduk berhadapan 3 Memperkenalkan diri Informed 4 menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang benar tentang sakit pasien 5 6 Consent Meminta waktu & ijin untuk melakukan alloanamnesis jika diperlukan ITEM PROSEDURAL Menanyakan identitas pasien : Nama, Umur, jenis kelamin (dicatat saja tidak perlu ditanyakan), alamat lengkap, pekerjaan, agama dan suku bangsa. Pastikan menggali identitas tidak terkesan interogasi,tidak harus berurutan, boleh diselang-seling saat anamnesis berlangsung Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang a. Menanyakan keluhan utama 7 Cross cek, dan Pastikan Keluhan Utama 8 b. Menanyakan keluhan lain/ tambahan 9 c. Menggali informasi tentang riwayat penyakit sekarang waktu dan lama sifat lokalisasi dan penyebaran hubungan dengan waktu dan aktifitas keluhan yang mendahului dan menyertai serangan keluhan muncul pertama kali/ sudah berulang faktor resiko dan pencetus serangan riwayat keluarga dengan keluhan yang sama Nilai

129 perkembangan penyakit upaya pengobatan & hasilnya Menanyakan riwayat penyakit dahulu (menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya, adanya riwayat operasi, riwayat alergi obat dan makanan, riwayat obat - obatan yang pernah diminum, riwayat transfusi, riwyat imunisasi, dan riwayat pemeriksaan medis yang pernah dilakukan sebelumnya). Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga (riwayat penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi dalam keluarga) Menggali informasi tentang riwayat Pribadi (kebiasaan berolahraga, riwayat merokok, minuman alkohol, kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka panjang (misalnya: OAINS, steroid, antibiotik) dan penyalahgunaan obat-obat terlarang, pola diet/ kebiasaan makan dan minum, anamnesis mengenai lingkungan tempat tinggal pasien, perlu juga ditanyakan riwayat bepergian) ITEM PENALARAN KLINIS Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan terhadap apa yang dikatakan pasien) Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas). 15 Mencatat semua hasil anamnesis 16 Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis ITEM PROFESIONALISME 17 Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi 18 Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik TOTAL Keterangan : 0 : Tidak dilakukan 1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna 2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna 129

130 PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN LANJUT dr. Hanna Mutiara A. TEMA Keterampilan Klinis Pemeriksaan Fisik Abdomen (Lanjut) B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan Pembelajaran Umum: Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan abdomen secara keseluruhan. 2. Tujuan Pembelajaran Khusus: Mahasiswa mampu untuk: Melakukan auskultasi pembuluh darah tertentu pada area abdomen. Melakukan pemeriksaan organ yang terdapat dalam abdomen (hepar, spleen, ginjal). Melakukan palpasi dinding abdomen, kolon, hepar, limpa, aorta, dan rigiditas. Melakukan pemeriksaan asites. C. LEVEL KOMPETENSI No. Jenis Kompetensi Level Kompetensi 1. Inspection Auscultation (bowel, sounds, bruits) Percussion (especially liver, Traube s area, bladder dullness) Palpation (abdominal wall, colon, liver,spleen, aorta, rigidity) Eliciting abdominal tenderness and rebound tenderness Eliciting shifting dullness Eliciting a fluid thrill Eliciting renal tenderness Catatan: dasar dan beberapa prosedur telah dipelajari pada CSL dengan tema pemeriksaan abdomen dasar. Harap mahasiswa mempelajari kembali. D. ALAT DAN BAHAN 1. Bed pemeriksaan 130

131 2. Meja dokter 3. Kursi dokter dan pasien 4. Stetoskop 5. Alkohol 70% 6. Penggaris E. SKENARIO Anda seorang dokter muda yang tengah jaga malam di UGD RS. Datang seorang pasien dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan. Nyeri dirasakan bertambah jika pasien bergerak atau berjalan sehingga pasien lebih nyaman berbaring dengan posisi kaki kanan menekuk. Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan tanda vital, Anda melakukan pemeriksaan abdomen. Lakukanlah! F. DASAR TEORI Pada CSL abdomen dasar telah dipelajari mengenai tahap pemeriksaan abdomen yang mencakup inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Pelajari kembali dasar pemeriksaan abdomen tersebut dan lanjutkan dengan pemeriksaan abdomen lanjut ini. Pada pemeriksaan dengan auskultasi dapat ditemukan beberapa informasi yang penting tentang bowel motility. Lakukanlah auskultasi sebelum melakukan perkusi ataupun palpasi. Lakukanlah latihan auskultasi sesering mungkin sehingga Anda terbiasa dengan variasi normal dari suara pergerakan usus dan dapat mendeteksi jika terdapat kecurigaan obstruksi atau inflamasi. Pada keadaan obstruksi, dapat terdengar metalic sound. Pada auskultasi juga dapat terdengar bruits (desah sistolik) yang merupakan suara turbulensi aliran darah. Titik untuk mendengarkan bruits pembuluh darah diilustrasikan pada gambar berikut. aorta a. renalis a. illiaca a. femoralis Gambar 1. Titik-titik untuk mendengarkan bruits pembuluh darah. 131

132 PENILAIAN INFLAMASI PERITONEAL Nyeri perut dan tegang, terutama berhubungan dengan spasme muskular, menandakan kecurigaan inflamasi pada peritoneum parietal. Tentukan lokasi nyeri tersebut seakurat mungkin. Sebelum palpasi, mintalah pasien untuk batuk dan tentukanlah apakah batuk tersebut menyebabkan nyeri bertambah. Lalu palpasi secara gentle dengan menggunakan satu jari pada area yang tegang. Kemudian perhatikan rebound tenderness. Tekan jari Anda secara perlahan kemudian lepaskan tekanan tersebut dengan cepat. Perhatikan reaksi pasien. Tanyakan pasien apakah nyeri terasa lebih hebat saat penekanan dilakukan atau saat penekanan tersebut dilepaskan. Kemudian minta pasien untuk menunjukkan di mana nyeri tersebut terasa. Nyeri yang terjadi atau meningkat saat penekanan dilepaskan dengan cepat disebut rebound tenderness yang merupakan hasil dari pergerakan cepat dari peritoneum yang meradang. PEMERIKSAAN HEPAR Oleh karena sebagian besar hepar terletak di bawah costa, maka penilaiannya lebih sulit. Ukuran dan bentuknya dapat diperkirakan dengan perkusi dan palpasi. Palpasi dapat pula menilai permukaan, konsistensi, dan ketegangannya. Perkusi Batas atas hepar dapat ditentukan dengan menemukan pekak hepar dengan melakukan perkusi pada garis midclavicula kanan, pada saat terdapat perbedaan suara timpani menuju pekak (telah dipelajari pada CSL abdomen dasar). Batas atas hepar penting untuk ditentukan terutama pada pasien dengan kecurigaan hepatomegali untuk menyingkirkan kemungkinan hepatoptosis. Batas bawah hepar dapat ditentukan dengan melakukan perkusi pada garis midclavicula kanan, dimulai dari sejajar atas umbilikus (timpani), menuju atas sampai terdengar pekak hepar. 132

133 Gambar 2. Arah perkusi untuk menentukan batas pekak hepar. Kemudian lakukan penilaian jarak vertikal batas hepar tersebut dalam centimeter. Umumnya, hepar pria lebih besar dari pada wanita dan hepar orang berpostur tinggi lebih besar dibandingkan orang berpostur pendek. Normalnya ukuran hepar terdapat pada gambar berikut 4 8 cm di bawah procecus xiphoideus (pada garis midsternal) 6 12 cm pada garis midclavicula kanan Gambar 3. Ukuran hepar normal. Palpasi Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar dan menyangga costa 11 dan 12 kanan. Minta pasien untuk rileks. Tekan menuju depan untuk memudahkan tangan kanan Anda meraba hepar. Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan bawah pasien, lateral dari m. rectus dan sejajar umbilicus. Minta pasien untuk bernafas dalam, lakukan palpasi ringan dan dengan menggunakan ujung jari Anda, rasakan batas bawah hepar pasien. Ulangi pemeriksaan dengan menaikkan tangan kanan Anda menuju arcus costarum. Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan palpasi ringan sehingga Anda dapat merasakan permukaan anterior hepar. Normalnya hepar lembut, 133

134 regular, permukaan halus dan berbatas tajam. Pada saat pasien inspirasi, hepar dapat teraba 3 cm di bawah arcus costarum kanan pada garis midclavicula. Gambar 4. Teknik melakukan palpasi hepar. Pada pasien tertentu, misalnya pasien obesitas, pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan teknik hooking. Anda berdiri sejajar dengan dada kanan pasien, tempatkan kedua tangan di atas abdomen, di bawah batas bawah pekak hepar. Tekan dengan jari-jari Anda dengan arah menuju arcus costarum, minta pasien untuk bernafas dalam dan Anda dapat melakukan pemeriksaan hepar. Gambar 5. Palpasi hepar dengan teknik hooking. PEMERIKSAAN SPLEEN Jika lien membesar akan ekspansi ke arah anterior, bawah, dan medial sehingga seringkali mengubah suara timpani pada abdomen dan kolon dengan suara pekak dari organ padat. Lien dapat teraba di bawah arcus costarum kiri. Perkusi tidak dapat memastikan terdapat pembesaran lien, namun dapat mendukung kecurigaan. Palpasi dapat memastikan pembesaran organ tersebut. Perkusi Terdapat 2 cara dalam mendeteksi splenomegaly, yakni: 134

135 1) Perkusi bagian bawah dinding dada anterior kiri pada garis aksila anterior menuju garis mid aksila pada ICS 9 (disebut Traube s space). Umumnya akan terdengar suara timpani. Jika terdapat pembesaran lien akan terdengar perubahan suara berupa timpani berkurang atau pekak. Anterior axillary line Midaxillary line Normal spleen Gambar 6. Posisi spleen. 2) Periksa splenic percussion sign dengan melakukan perkusi pada ICS kiri terbawah pada garis aksila anterior (normalnya timpani). Kemudian minta pasien untuk bernafas dalam dan perkusi kembali (normalnya tetap timpani). Titik perkusi Anterior axillary line Midaxillary line x x Negative spleenic percussion sign Positive spleenic percussion sign Gambar 7. Perkusi spleen. Normal spleen Palpasi Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar costa kiri bawah dan tekan ke arah depan. Tempatkan tangan kanan Anda di bawah arcus costarum kiri dan tekan ke arah dalam untuk menemukan lien. Minta pasien untuk bernafas dalam dan ulangi pemeriksaan. Perhatikan kontur lien dan ukur jarak antara batas bawah lien dengan arcus costarum kiri. Normalnya, pada beberapa persen orang dewasa lien batas lien tersebut dapat teraba. 135

136 Gambar 8. Teknik palpasi spleen. Ulangi pemeriksaan dengan pasien berbaring pada sisi sebelah kanan dengan tungkai bawah fleksi pada sendi pinggul dan lutut. Pada posisi demikian, gravitasi akan memudahkan palpasi lien. Gambar 9. Teknik palpasi spleen. Pembesaran lien dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit thalasemia, sirosis hepar, malaria, thypoid dan sebagainya. Jika terdapat pembesaran lien, dapat menggunakan cara schuffner atau hekat untuk mendeskripsikan pembesaran tersebut. Garis schuffner merupakan garis imajiner yang ditarik dari arcus costarum kiri melalui umbilicus menuju SIAS kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian dengan umbilicus sebagai titik tengah. Garis hekat merupakan garis imajiner yang ditarik dari arcus costarum kiri menuju SIAS kiri. Garis tersebut dibagi menjadi 4 bagian dan seringkali digunakan untuk mendeskripsikan pembesaran lien ke arah vertikal. 136

137 Gambar 10. Garis imajiner Schuffner. PEMERIKSAAN GINJAL Walaupun seringkali ginjal tidak dapat diraba, Anda dapat mempelajari dan berlatih tekniknya. Palpasi Ginjal Kiri Tempatkan tangan kanan Anda di belakang pasien sejajar dengan costa 12 kiri. Dengan ujung jari Anda, raihlah sudut costovertebra (costovertebral angel). Usahakan menekan ginjal ke arah depan. Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran kiri atas, lateral dan sejajar dari m. rectus. Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat puncak inspirasi, usahakan untuk merasakan ballotement ginjal pasien dengan menggunakan kedua tangan Anda. Kemudian minta pasien untuk menghembuskan nafas dan tahan sesaat, secara perlahan Anda melepaskan tekanan tangan kiri Anda dan usahakan meraba ginjal pada posisi ekspirasi. Jika ginjal teraba, deskripsikan ukuran dan konturnya. Teknik lain, pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeriksaan lien (posisi pasien berbaring). Palpasi Ginjal Kanan Untuk memeriksa ginjal kanan, pemeriksaan berada di sebelah kanan pasien. Gunakan tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari belakang dan tangan kanan Anda ditempatkan pada kuadran kanan atas. Prosedur selanjutnya sama dengan palpasi ginjal kiri. Ginjal kanan normalnya dapat teraba, terutama pada wanita berpostur kurus karena ginjal kanan terletak lebih anterior. 137

138 Gambar 11. Teknik pemeriksaan ginjal kanan. Nyeri Ketok Ginjal Pemeriksaan dapat dilakukan ketika memeriksa abdomen pada tiap sudut costovertebra. Berikan tekanan dengan menggunakan ujung jari Anda atau dengan melakukan perkusi dengan kepalan. Kepalkan tangan Anda dan pukulkan daerah sudut costovertebra dengan permukaan ulnaris kepalan Anda. Pukulan dengan kekuatan yang cukup dan tidak menyakitkan pada orang dalam keadaan normal. Pemeriksaan dilakukan dari belakang pasien. Jika Anda melakukan pemeriksaan yang dicurigai mengalami kelainan pada ginjal, periksalah terlebih dahulu ginjal yang tidak sakit. Gambar 12. Teknik pemeriksaan nyeri ketok ginjal. PEMERIKSAAN KANDUNG KEMIH (BLADDER) diatas Normalnya kandung kemih tidak dapat diraba terkecuali jika terdapat distensi simfisis pubis. Kandung kemih teraba halus dan bulat. Lakukan perkusi untuk 138

139 memeriksa pekak dan menentukan berapa tinggi kandung kemih berada di atas simfisis pubis. Jika ditemukan kandung kemih bulging maka mintalah dahulu pasien untuk miksi untuk menghindari overdiagnosis karena kandung kemih yang penuh dengan urine. Jika masih teraba, pikirkan kemungkinan pembesaran prostat pada pasien pria atau gravida pada pasien wanita. PEMERIKSAAN AORTA Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit lateral kiri dari umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta. Pada orang berusia di atas 50 tahun, usahakan untuk menilai lebar aorta tersebut dengan menekan abdomen dengan satu tangan pada tiap sisi aorta (lihat gambar). Normalnya diameter aorta tidak lebih dari 3 cm (rata-rata 2,5 cm). PEMERIKSAAN ASITES Gambar 13. Teknik pemeriksaan aorta. Abdomen yang menonjol menimbulkan kecurigaan asites. Oleh karena cairan mempunyai karakteristik mengikuti gravitasi, maka udara akan terdorong ke atas. Akan terdapat perubahan suara perkusi timpani dan dull (pekak). 139

140 Gambar 14. Perkusi pada asites. Teknik Pemeriksaan Asites 1) Test for Shifting Dullness Dalam keadaan pasien berbaring, tentukan batas timpani dan pekak kemudian minta pasien untuk berbaring ke salah satu sisi. Lakukan perkusi kembali dan beri tanda kembali batas timpani-pekak. Pada pasien tidak asites, batas ini relatif tetap. Gambar 15. Pemeriksaan asites dengan shifting dullness. 2) Test for a Fluid Wave Dalam keadaan pasien berbaring terlentang, minta pasien atau asisten untuk meletakan kedua tangannya pada pertengahan abdomen dan memberikan tekanan. Tekanan ini akan menghentikan transmisi gelombang melalui lemak (gelombang perut). Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sis abdomen pasien. Ketika Anda menepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari Anda, rasakan transmisi impuls cairan (gelombang cairan) pada sisi yang berlawanan. Gambar 16. Pemeriksaan asites dengan Fluid Wave Test. PEMERIKSAN KEMUNGKINAN APPENDISITIS 1. Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri berawal. Minta pasien untuk batuk dan tanyakan bagaimana dan di mana nyeri yang dirasakan. 2. Cari dan periksa ketengangan setempat (local tenderness). 3. Periksa muskular rigiditas. 140

141 4. Lakukan pemeriksaan rektal dan pada wanita, pemeriksaan panggul. Teknik ini tidak terlalu membantu Anda dalam membedakan appendiks yang normal dan meradang, namun dapat dapat membantu dalam mengidentifikasi peradangan appendiks atipikal yang berlokasi dalam rongga panggul. Hal ini juga dapat menyebabkan nyeri perut. Beberapa pemeriksaan yang dapat membantu: Gambar 16. Teknik pemeriksaan pada peradangan appendiks. a) Periksa daerah yang tegang dan lakukan pemeriksaan rebound tenderness. b) Lakukan pemeriksaan Rovsing s sign dan referred rebound tenderness. Tekan dalam pada kuadran kiri bawah kemudian lepaskan dengan cepat. c) Pemeriksaan psoas sign. Letakkan tangan Anda di atas lutut kanan pasien dan minta pasien untuk mengangkat kakinya melawan tangan Anda. Atau minta pasien untuk berbaring ke sisi kiri lalu luruskan tungkai bawah kanan pasien pada sendi pinggul dan fleksikan sendi pinggul tersebut untuk membuat m. psoas kontraksi. d) Pemeriksaan obturator sign. Fleksikan pinggul kanan pasien dengan lutut menekuk dan putar ke arah dalam. e) Pemeriksaan cutaneous hyperesthesia. Cubitlah kulit abdomen pasien dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk Anda. Normalnya akan menimbulkan rasa nyeri. G. PROSEDUR 141

142 1. Interpersonal 2. Inspeksi Abdomen 3. Auskultasi Bising Usus (Gerak Peristaltik) Letakkanlah diafragma stetoskop pada abdomen pada kuadran kanan bawah. Dengarkan suara pergerakan usus (peristaltik), perhatikan karakter dan frekuensinya. Normalnya akan terdengar suara klik atau gurgles dengan frekuensi 5 s.d. 12 kali per menit. 4. Auskultasi Bruits aorta a. renalis a. illiaca a. femoralis 5. Pemeriksaan Hepar Perkusi batas atas hepar - Perkusi pada garis midcavicula kanan mulai ICS 1 ke bawah, tentukan perubahan suara timpani pekak - Lakukan tes peranjakan hati dengan meminta pasien bernafas dalam dan perkusi kembali batas tadi (pekak timpani) Perkusi batas bawah hepar - Perkusi garis midclavicula kanan, dimulai dari sejajar atas umbilikus (timpani), menuju atas sampai terdengar pekak hepar. Palpasi hepar - Tempatkan tangan kiri Anda dibelakang pasien sejajar costa 11 dan 12 kanan, minta pasien untuk rileks. - Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan pasien, lateral dari m. rectus sejajar umbilicus. - Tekan tangan kiri Anda menuju depan untuk memudahkan tangan kanan Anda meraba hepar. 142

143 - Minta pasien untuk bernafas dalam, dengan menggunakan ujung jari Anda, rasakan batas bawah hepar pasien. - Ulangi pemeriksaan seraya menaikkan palpasi Anda menuju menuju arcus costarum. - Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan palpasi ringan sehingga Anda dapat merasakan permukaan anterior hepar. Normalnya hepar lembut, regular, permukaan halus, dan berbatas tajam. Pada saat pasien inspirasi, hepar dapat teraba 3 cm di bawah arcus costarum kanan pada garis midclavicula. 6. Pemeriksaan Spleen Perkusi - Perkusi bagian bawah dinding dada anterior kiri pada garis aksila anterior menuju garis mid aksila pada ICS 9 (disebut Traube s space). Umumnya akan terdengar suara timpani. Jika terdapat pembesaran lien akan terdengar perubahan suara berupa timpani berkurang atau pekak. - Splenic percussion sign dengan melakukan perkusi pada ICS kiri terbawah pada garis aksila anterior (normalnya timpani). - Minta pasien untuk bernafas dalam dan perkusi kembali (normalnya tetap timpani). Palpasi - Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar costa kiri bawah dan tekan ke arah depan. - Tempatkan tangan kanan Anda di bawah arcus costarum kiri dan tekan ke arah dalam untuk menemukan lien. - Minta pasien untuk bernafas dalam dan ulangi pemeriksaan. Perhatikan kontur lien dan ukur jarak antara batas bawah lien dengan arcus costarum kiri. - Pemeriksaan dapat pula dilakukan dengan meminta pasien berbaring pada sisi sebelah kanan dengan tungkai bawah fleksi pada sendi pinggul dan lutut. - Ulangi pemeriksaan. 143

144 7. Pemeriksaan Ginjal Palpasi Ginjal Kiri - Tempatkan tangan kanan Anda di belakang pasien sejajar dengan costa 12 kiri. - Dengan ujung jari, raihlah sudut costovertebra dan usahakan menekan ginjal ke arah depan. - Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran kiri atas, lateral dan sejajar dari m. rectus. - Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat puncak inspirasi, usahakan untuk merasakan ballotement ginjal pasien dengan menggunakan kedua tangan Anda. - Minta pasien untuk menghembuskan nafas dan tahan sesaat, secara perlahan lepaskan tekanan tangan kiri Anda dan usahakan meraba ginjal pada posisi ekspirasi. - Deskripsikan ukuran dan konturnya. Palpasi Ginjal Kanan - Pemeriksaan berada di sebelah kanan pasien. - Gunakan tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari belakang dan tangan kanan Anda ditempatkan pada kuadran kanan atas. - Prosedur selanjutnya sama dengan palpasi ginjal kiri. Nyeri Ketok Ginjal 144

145 - Pemeriksaan dilakukan dari belakang pasien. - Kepalkan tangan Anda. - Pukulkan daerah sudut costovertebra dengan permukaan ulnaris kepalan Anda. - Pukulan dengan kekuatan yang cukup dan tidak menyakitkan pada orang dalam keadaan normal. 8. Pemeriksaan Aorta Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit lateral kiri umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta. Pada orang berusia di atas 50 tahun, usahakan untuk menilai lebar aorta tersebut dengan menekan abdomen dengan satu tangan pada tiap sisi aorta (lihat gambar). Normalnya diameter aorta tidak lebih dari 3 cm (rata-rata 2,5 cm). 9. Pemeriksaan Khusus a. Pemeriksaan Kemungkinan Appendisitis Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri berawal. Minta pasien untuk batuk dan tanyakan bagaimana dan dimana nyeri yang dirasakan. 145

146 Cari dan periksa ketegangan setempat (local tenderness). Periksa muskular rigiditas. Lakukan pemeriksaan rektal dan pada wanita pemeriksaan panggul (tidak perlu dilakukan pada CSL saat ini). b. Pemeriksaan Inflamasi Peritoneal Mintalah pasien untuk batuk dan tentukanlah apakah batuk tersebut menyebabkan nyeri bertambah. Palpasi secara gentle dengan menggunakan satu jari pada area yang tegang. Perhatikan apakah terdapat rebound tenderness : - Tekan jari Anda secara perlahan kemudian lepaskan tekanan tersebut dengan cepat seraya memperhatikan reaksi pasien. - Tanyakan apakah nyeri terasa lebih hebat saat penekanan dilakukan atau saat penekanan tersebut dilepaskan. - Minta pasien untuk menunjukkan di mana nyeri tersebut terasa. c. Pemeriksaan Asites 1) Test for Shifting Dullness - Minta pasien berbaring terlentang. - Perkusi abdomen dan tentukan batas timpani dan pekak. - Minta pasien untuk berbaring ke salah satu sisi. - Lakukan perkusi kembali dan beri tanda kembali batas timpani-pekak (pada pasien tidak asites, batas ini relatif tetap). 2) Test for a Fluid Wave - Minta pasien berbaring terlentang. - Minta pasien atau asisten untuk meletakan kedua tangannya pada pertengahan abdomen dan memberikan tekanan. - Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sisi abdomen pasien. - Tepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari Anda dan rasakan transmisi impuls cairan (gelombang cairan) pada sisi yang berlawanan. H. DAFTAR PUSTAKA 1) Bate s Barbara. Guide to physical examination. Lippincot; Chapter 9. 2) Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta; ) Epstein O, Perkin GD. Pocket guide to clinical examination. 3 rd edition. Mosby; Chapter 7. I. EVALUASI 146

147 CEKLIST LATIHAN No. Aspek I. Interpersonal 1. Sambung rasa dan informed consent II. Prosedur 2. Inspeksi Abdomen Auskultasi Bising Usus (Gerak Peristaltik) 3. Letakkanlah diafragma stetoskop pada abdomen pada kuadran kanan bawah. 4. Dengarkan suara pergerakan usus (peristaltik), perhatikan karakter dan frekuensinya. Auskultasi Bruits 5. Aorta 6. a. renalis dextra et sinistra 7. a. iliaca dextra et sinistra Pemeriksaan Hepar Perkusi: 8. Tentukan batas atas hepar dengan perkusi pada garis midclavicula kanan mulai ICS 1 kebawah sampai terdapat tentukan perubahan suara timpani pekak. 9. Lakukan tes peranjakan hati dengan meminta pasien bernafas dalam dan perkusi kembali batas tadi (pekak timpani). 10. Tentukan batas bawah hepar pada garis midclavicula kanan, dimulai dari sejajar atas umbilikus menuju atas sampai terdengar pekak hepar. Palpasi: 11. Tempatkan tangan kiri Anda dibelakang pasien sejajar costa 11 dan 12 kanan, tekan menuju depan dan minta pasien untuk rileks. 12. Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan pasien, lateral dari m.rectus sejajar umbilicus. 13. Minta pasien untuk bernafas dalam, dengan menggunakan ujung jari Anda, rasakan batas bawah hepar pasien. Ulangi pemeriksaan seraya menaikkan palpasi Anda menuju menuju arcus costarum. 14. Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda dan lakukan palpasi ringan sehingga Anda dapat merasakan permukaan anterior hepar. Pemeriksaan Spleen Skor

148 Perkusi: 15. Perkusi ruang Traube yakni pada garis aksila anterior menuju garis mid aksila pada ICS 9 kiri. 16. Lakuan splenic percussion sign pada ICS kiri terbawah pada garis aksila anterior. 17. Minta pasien untuk bernafas dalam dan perkusi kembali. Palpasi : 18. Tempatkan tangan kiri Anda dibelakang pasien sejajar costa kiri bawah dan tekan ke arah depan. 19. Tempatkan tangan kanan Anda dibawah arcus costarum kiri dan tekan ke arah dalam untuk menemukan lien. 20. Minta pasien untuk bernafas dalam dan ulangi pemeriksaan. Perhatikan kontur lien dan ukur jarak antara batas bawah lien dgn arcus costarum kiri. Pemeriksaan Ginjal Palpasi Ginjal Kiri 21. (Pemeriksa berada disebelah kiri pasien) Tempatkan tangan kanan Anda dibelakang pasien sejajar costa 12 kiri dan dengan ujung jari raihlah sudut costovertebra, usahakan menekan ginjal ke arah depan. 22. Tempatkan tangan kiri Anda pada kuadran kiri atas, lateral dan sejajar dari m. rectus. 23. Minta pasien untuk bernafas dalam dan saat puncak inspirasi, usahakan untuk merasakan ballotement ginjal pasien dengan menggunakan kedua tangan Anda. 24. Minta pasien untuk menghembuskan nafas dan tahan sesaat, secara perlahan lepaskan tekanan tangan kiri Anda dan usahakan meraba ginjal pada posisi ekspirasi. Palpasi Ginjal Kanan 25. (Pemeriksaan kembali berada di sebelah kanan pasien) Gunakan tangan kiri Anda untuk menyangga pasien dari belakang dan tangan kanan Anda ditempatkan pada kuadran kanan atas. 26. Lakukan prosedur yang sama dengan palpasi ginjal kiri. Nyeri Ketok Ginjal pada CVA 27. (Pemeriksaan dilakukan dari belakang pasien) Kepalkan tangan Anda dan pukulkan permukaan ulnaris pada daerah sudut costovertebra (kekuatan yang cukup dan tidak menyakitkan pada orang dalam keadaan normal). Pemeriksaan Aorta 28. Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit 148

149 lateral kiri umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta dengan menggunakan kedua tangan Anda. Pemeriksaan Kemungkinan Appendisitis dan Inflamasi Peritoneal 29. Minta pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri berawal. 30. Minta pasien untuk batuk dan tanyakan bagaimana dan di mana nyeri yang dirasakan. 31. Cari dan periksa ketengangan setempat (local tenderness). 32. Periksa apakah terdapat rebound tenderness dengan menekan jari Anda secara perlahan kemudian lepaskan tekanan tersebut dengan cepat, perhatikan reaksi pasien. Tanyakan apakah nyeri terasa lebih hebat saat penekanan dilakukan atau saat penekanan tersebut dilepaskan 33. Periksa muskular rigiditas. 34. Periksa daerah yang tegang dan lakukan pemeriksaan rebound tenderness. 35. Lakukan pemeriksaan Rovsing s sign. 36. Lakukan pemeriksaan psoas sign. 37. Lakukan pemeriksaan obturator sign. Pemeriksaan Asites Test for Shifting Dullness 38. (Pasien berbaring terlentang) Perkusi abdomen dan tentukan batas timpani dan pekak, beri tanda. 39. Minta pasien untuk berbaring ke salah satu sisi dan lakukan perkusi kembali dan beri tanda kembali batas timpani-pekak. Test for a Fluid Wave 40. (Pasien berbaring terlentang) Minta pasien/asisten untuk meletakan kedua tangannya pada pertengahan abdomen dan memberikan tekanan. 41. Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sisi abdomen pasien. 42. Tepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari Anda dan rasakan transmisi impuls cairan (gelombang cairan) pada sisi yang berlawanan. III. Profesionalisme 43. Melakukan dengan percaya diri. 44. Melakukan dengan kesalahan minimal. TOTAL Keterangan : 0 : Tidak dilakukan 1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna 149

150 2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna Score = x 100% = 150

151 PEMASANGAN NGT dr. Hanna Mutiara, dr. Dwita Oktaria A. TEMA Prosedur Pemasangan Nasogastric Tube (NGT). B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Mampu melakukan persiapan pemasangan nasogastric tube. 2. Mampu melakukan pemasangan nasogastric tube. 3. Mampu menjelaskan tujuan dan indikasi pemasangan nasogastric tube. C. LEVEL KOMPETENSI No. Jenis Kompetensi Level Kompetensi 1. Nasogastric tube D. ALAT DAN BAHAN 1. Spatula 2. Model NGT 3. NGT/selang sump Levin atau Salem 4. Segelas es 5. Pelumas larut air 6. Tabung suntik 60 ml ujung kateter 7. Segelas air dengan sedotan 8. Stetoskop 9. Bengkok 10. Plester dan gunting 11. Handschoen Gambar 17. Stomach tube (Levin type), 18 Fr 48 in (121 cm) E. SKENARIO Anda seorang dokter jaga di UGD RS XXX. Kemudian datang seorang pasien yang tampak tidak sadar. Keluarga pasien mengatakan ia baru saja melakukan percobaan bunuh diri dengan meminum puluhan tablet obat flu. Anda memutuskan untuk melakukan bilas lambung melalui NGT. Lakukanlah pemasangan NGT terlebih dahulu! 151

152 F. DASAR TEORI Pemasangan nasogastric tube (NGT) merupakan tindakan pemasangan slang plastik lunak melalui nasofaring pasien ke dalam lambung. Slang mempunyai lumen berongga yang memungkinkan untuk pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam lambung. Gambar 18. Pemasangan NGT. Bagi anak-anak, kebutuhan akan NGT disebabkan oleh beberapa kondisi seperti anomali anatomi jalan makanan; oesophagus atau alat eliminasi, kelemahan reflek menelan, distress pernafasan atau tidak sadarkan diri. Indikasi dan Kontraindikasi Pemasangan NGT Indikasi: a. Diagnostik - Evaluasi perdarahan saluran cerna bagian atas - Pemeriksaan analisis getah lambung - Identifikasi esofagus dan lambung pada rontgen thorax - Pemberian kontras radiografik ke saluran cerna b. Terapeutik - Dekompresi lambung - Bilas lambung - Pemberian obat secara langsung - Pemberian nutrisi enteral - Pasien koma Kontraindikasi 152

153 a. Dugaan fraktur basis kranii b. Atresia koana c. Kelainan esofagus (atresia, striktur, luka bakar atau perforasi) d. Pascaesofagoplasti NGT berdiameter besar, kurang fleksibel, lebih kaku, digunakan untuk pemberian obat, dekompresi/pengurangan tekanan udara di lambung, dan untuk pemberian makan jangka pendek (biasanya kurang dari 1 minggu). Penggunaan NGT ukuran kecil sebagai tindakan profilaksis untuk pencegahan gastro-oesofageal reflux dan mikro-aspirasi isi lambung ke dalam jalan napas bagian bawah masih kontroversial sebagaimana yang lain menunjukkan tak ada hubungan antara ukuran NGT dan komplikasi-komplikasi ini. Displacement dapat terjadi pada ukuran besar maupun kecil, namun ukuran kecil lebih mudah dislokasi, sering ke dalam jalan napas dan tanpa tanda-tanda yang dapat terlihat dari luar, serta mudah terjadi kemacetan dan melilit. G. PROSEDUR 1) Informed consent 2) Persiapkan alat. 3) Atur posisi pasien. 4) Pasang perlak atau pengalas pada daerah dada pasien. 5) Cuci tangan dan memakai sarung tangan. 6) Tentukan seberapa panjang selang NGT yang akan dimasukkan dengan mengukur panjang dari nares ke cuping telinga ipsilateral lanjutkan menuju prosesus xiphoideus (lebih kurang cm pada pasien dewasa). 7) Masukan ujung selang ke dalam segelas es untuk mengeraskannya. 8) Olesi selang NGT dengan aqua jelly (sepanjang 15 cm dari ujung NGT). 9) Memasukkan NGT malalui lubang hidung dan meminta pasien untuk menelan (jika pasien tidak sadar tekan lidah pasien dengan spatula). 10) Minta pasien untuk menekukan leher dan dengan perlahan masukan selang ke dalam lubang hidung pasien dengan arah paralel dasar hidung dan arah distall sedikit menekuk (mengikuti bentuk alami rongga hidung). 11) Dorong selang ke dalam faring mengarah ke posterior, minta pasien untuk menelan (apabila memungkinkan). 12) Setelah selang tertelan, pastikan bahwa pasien dapat berbicara dengan jelas dan bernapas, tanpa kesulitan dan dengan lembut dorong selang sampai panjang yang telah diperkirakan. Apabila pasien mampu dan sadar, dapat pula dilakukan teknik meminta pasien minum melalui sedotan, sementara pasien menelan, Anda mendorong selang dengan lembut. 153

154 13) Pastikan pemasangan NGT telah benar dengan posisi NGT di dalam lambung. Terdapat beberapa cara untuk memastikan hal tersebut, yakni (cukup lakukan salah satu): a. Aspirasi cairan lambung dengan spuit 10 cc jika terdapat cairan bercampur isi lambung berarti sudah masuk ke lambung. b. Masukan ujung NGT ke dalam air dalam kom apabila ada gelembung berarti NGT berada dalam paru-paru. c. Suntikkan kira-kira 20 ml udara dengan menggunakan spuit melalui ujung selang NGT sambil melakukan auskultasi pada daerah epigastrium. Apabila terdengar suara udara tersebut, maka NGT berada di lambung. 14) Dengan menggunakan peniti atau plester, selang direkatkan ke baju pasien. 15) Merapikan kembali pasien sehingga pasien berada dalam posisi nyaman dan aman. 16) Rapikan kembali alat-alat. 17) Lepaskan sarung tangan, simpan pada tempat sampah yang telah disiapkan. 18) Cuci tangan 19) Catat dan tempelkan pada selang NGT kapan dan oleh siapa pemasangan NGT dilakukan. 20) Pada kasus tertentu diperlukan irigasi selang tiap 4 jam dengan salin 15 ml. Selang sump salem juga memerlukan penyuntikan 15 ml udara melalui saluran sump (biru) setiap 4 jam agar selang tetap berfungsi baik. Pantau ph lambung setiap 4 6 jam dan perbaiki dengan pemberian antasid apabila ph < 4,5. 21) Lakukan pemantauan residu apabila selang NGT digunakan untuk pemberian makan secara enteral. (Lakukan foto thorax untuk memastikan letak selang yang benar sebelum menggunakan selang untuk menyalurkan makanan). H. DAFTAR PUSTAKA 1) Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta; ) Fakultas Kedokteran UI. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi Ke-3. Jakarta: Media Aesculapius; I. EVALUASI No. CEKLIST LATIHAN Aspek I. Interpersonal 1. Senyum, salam, sapa 2. Informed consent II. Prosedur 3. Siapkan alat-alat untuk pemasangan NGT. Skor

155 4. Persiapkan pasien duduk atau berbaring telentang. 5. Cuci tangan WHO (prosedural scrubbing). 6. Gunakan handschoen. 7. Pasang pengalas pada daerah dada pasien. 8. Tentukan seberapa panjang selang NGT yang akan dimasukkan dengan mengukur panjang dari nares ke cuping telinga ipsilateral lanjutkan menuju prosesus xiphoideus. 9. Masukan ujung selang ke dalam segelas es untuk mengeraskannya. 10. Oleskan pelumas pada selang. 11. Minta pasien untuk menekukan leher dan dengan perlahan masukan selang ke dalam lubang hidung pasien dengan arah paralel dasar hidung dan arah distal sedikit menekuk (mengikuti bentuk alami rongga hidung). 12. Dorong selang ke dalam faring mengarah ke posterior, minta pasien untuk menelan (apabila memungkinkan). 13. Setelah selang tertelan, pastikan bahwa pasien dapat berbicara dengan jelas dan bernapas, tanpa kesulitan dan dengan lembut dorong selang sampai panjang yang telah diperkirakan. 14. Pastikan pemasangan NGT telah benar dengan menyuntikan kira-kira 20 ml udara dengan menggunakan spuit melalui ujung selang sambil melakukan auskultasi daerah epigastrium. 15. Plester selang ke hidung pasien dengan memastikan bahwa tidak ada tekanan yang ditimbulkan oleh selang ke lubang hidung. 16. Dengan menggunakan peniti atau plester, selangt direkatkan ke baju pasien. 17. Rapikan kembali pasien. 18. Rapikan alat. 19. Lepaskan handscoen dan cuci tangan. 20. Catat dan tempelkan pada selang NGT kapan dan oleh siapa pemasangan NGT dilakukan. III. Clinical Reasoning & Profesionalisme 21. Mampu menjelaskan tujuan pemasangan NGT. 22. Mampu menjelaskan indikasi dan kontraindikasi pemasangan NGT. 23. Menunjukan sikap percaya diri. 24. Melakukan dengan kesalahan minimal. TOTAL Keterangan : 0 : Tidak dilakukan 1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna Skor = x 100 =... 2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna

156 ANAMNESIS SISTEM CARDIOVASCULAR Oleh: dr. Johan Salim A. Tema Keterampilan menggali anamnesis system cardiovascular B. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Instruksional umum Mahasiswa mampu melakukan anamnesis system cardiovascular dengan terarah cepat, dan tepat 2. Tujuan instruksional khusus Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan dengan permasalahan Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami responden Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi Mahasiswa dapat melakukan cross check Mahasiswa dapat bersikap netral Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta menyimpulkan hasil anamnesis. Mahasiswa dapat menentukan kasus emergency kardiovacular C. Alat dan Bahan Pasien Simulasi Meja dan kursi periksa D. Skenario Seorang pasien laki-laki umur 59 tahun datang dengan keluhan sesak, dan lemas lakukan anamnesis terhadap pasien tersebut E. Dasar Teori 1. Pengertian anamnesis Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. anamnesis harus dilakukan secara tenang, ramah dan sabar, dalam 156

157 suasana yang rahasia dengan bahasan yang mudah di mengerti oleh pasien. Anamnesis dapat dilakukan terhadap pasien ( auto anamnesis) atau terhadap keluarga dan pengantarnya ( alo-anamnesis). Berikut akan kita bahas beberapa simtom/ keluhan utama yang di sebabkan oleh penyakit kardiovaskular, sehingga diharapkan dengan teknik anamnesis yang baik kita sudah bisa membedakan apa keluhan tersebut berasal dari system kasrdiovaskular atau berasal di luar system cardiovascular. 1. Nyeri dada Keluhan nyeri dada pada pasien yang disebabkan oleh kelainan cardiovascular disebabkan oleh sindrom coroner acute Karakteristik dari nyeri dada yang dicurigai karena sindrom koroner akut adalah sebagai berikut: Nyeri dada biasanya di deskripsikan oleh pasien sebagai perasaan yang tidak nyaman di dada seperti di tekan, diremas, terbakar, rasa berat di tengah dada squeezing, bursting, burning, a band around the chest, a weight in the centre of the chest or a vise tightening around the chest. Clenching the fist in front of the sternum (Levine s sign) is a strong indication of an ischemic origin of the pain. It is important to note that the sensation is often not described as being severe. Rasa tidak nyaman dapat menjalar ke leher, rahang, gigi, epigastrium, bahu, atau lengan (biasanya sebelah kiri). Kejadian ini juga sering berkaitan dengan nafas memendek, lemas, mualmuntah, dan terkadang berkaitan dengan perasaan tak nyaman di perut. with gas, belching or indigestion. perasaan tidak nyaman biasa dapat membaik bahkan pulih dengan nitrogliserin, tetapi dapat juga tidak berespon dengan nitrogliserin. Nyeri dada ini bisa saja dicetuskan akibat aktifitas yang berat, cuaca yang dingin, strees emosi. dan nyeri dada tersebut dapat berkurang dengan istirahat atau penggunaan nitrogliserin. nyeri dada dapat berlangsung lebih dari 10 menit atau dapat timbul saat istirahat, dicurigai mengarah kepada unstable angina. Nyeri dada yang berlangsung selama lebih adri 20 menit di curigai mengarah kepada infark miokard acute. Sindrom corone r akut dapat juga terjadi dengan gejala pernafasan memendek dengan atau tanpa nyeri dada. Karakteristik nyeri dada yang tidak mengarah ke sindrom coroner acute nyeri atau tidak nyaman terlokalisir di kulit atau dinding dada dan dapat diperberat dengan penekanan. 157

158 nyeri terlokalisir pada area kecil di dada ( diameter < 3 cm), atau nyeri yang menjalar kea rah yng lebih inferior dari nyeri awalnya. nyeri bersifat tajam, seperti di sayat dan bertambah nyeri dengan menarik nafas atau memutar dada. nyeri memberat pada posisi supinasi, dan nyeri berkurang pada posisi duduk tegap. curiga mengarah ke pericarditis. nyeri berlangsung kurang dari 15 detik jarang disebekan karena kejadian iskemik. Diseksi aorta nyeri di belakang dada terkan di depan dada. 2. Sesak Sesak yang biasa ditemukan pada penyakit cardiovascular disebabkan karena congestif heart failure. Dimana karakteristik sesak biasanya digambarkan pasien dengan ktidaknyamana saat bernafas. Hal ini merupakan perasaan yang subjective dimana tidak terdapat pengukuran yang objektif terhadap keluhan sesak tersebut. Sesak yang disebabkan karena aktifitas, adalah salah satu karakteristik sesak yang biasa disebabkan karena gagal jantung. Pada awal stage dari gagal jantung, sesak hanya terjadi akibat aktifitas yang berat. Tetapi saat kondisi gagal jantung memburuk sesak dapat timbul walaupun aktifitas yang ringan. Sesak juga dapat timbul karena sebab yang lain. Termasuk yang dikenal dengan istilah orthopnoe dan paroxysmal nocturnal dyspnea (PND), ortophnoe adalah sesak yang bertambah berat saat posisi tidur (supinasi), pasien dengan gagal jantung membutuhkan beberapa bantal saat tidur untuk menghindari kejadian orthopnoe. Jumlah bantal yang dibutuhkan dapat menggambrkan tingkat keparahan dari gagal jantung. PND adalah serangan sesak yang terjadi di malam hari yang menyebabkan pasien terbangun dari tidur. Pada gagal jantung tingkat lanjut dapat terlihat perubahan pola dari pernafasan dengan karakteristik terdiri dari periode tachipnoe dan periode apnoe yang disebut pernafasan cheyne-stokes Riwayat penyakit sebelumnya juga dapat menjadi faktor comorbidseperti hipertensi, hiperlipidemia, diabetes mellitus meningkatkan kejadian gagal jantung. Riwayat merokok, peminum alcohol berat juga merupakan faktor resiko yang penting. riwayat penyakit keluarga seperti penyakit pembuluh darah coroner, cardiomiopaty dilatasi, sudden cardiac death meruapakan informasi yang penting untuk mengetahui etiologi gagal jantung, riwayat penyakit keluarga yang detail dapat membantu untuk mengidentifikasi apakah terdapat predisposisi untuk kejadian penyakit arterosklerosis. Penyakit pembuluh darah coroner dipercaya menjadi penyebab dari gagal jantung. 158

159 Gagal jantung ditandai oleh gejala spesifik pada riwayat penyakitnya. Riwayat penyakit harus focus pada beberapa pertanyaan berikut: Kapan keluhan mulai timbul? Apakah keluhan terjadi setelah beraktifitas atau saat istirahat..? Apakah terdapat keluhan tambahan seperti nyeri dada..? Apakah ada gejala ortophnoe atau PND..? Apakah ada edema pada ektremitas inferior..? Klasifikasi gagal jantung NYHA memiliki keterbatasan menentukan tinggat keparahan gagal jantung terkait aktifitas yang dilakukan terhadap timbulnya gejala. Pertanyaan berikut ini dapat membantu mengklasifikasi pasien yang termasuk gagal jantung class II dan class III. Dapatkan anda berpakaian tanpa merasakan sesak..? Apakan anda merasa sesak ketika mandi..? Dapatkan anda menaiki 1 lantai anak tangga tanpa berhenti..? Klasifikasi gagal jantung NYHA Class Symptom 1 (mild) Aktifitas sehari-hari tidak menyebabkan gejala II (mild) Nyaman saat istirahat, tetapi saat mengerjakan pekerjaan sehari-hari mulai menimbulkan keluhan III ( moderate) Keluhan tidak terdapat saat istirahat tetapi saat mengerjakan kegiatan sehari-hari yang ringan dapat menimbulkan keluhan IV (severe) Keluhan timbul saat istirahat. 3. Edema Faktor terpenting dari penyakit jantung adalah peningkatan tekanan vena, peningkatan volume ekstraselular ( retensi garam dan air), secondary hyperaldosteronism, hypoalbuminemia, (kongesti hepar, anorexia, dan diet yang kurang), penyakit pembuluh vena, dan gagal ginjal sekunder Edema akut dan asites dapat terjadi pada kontriksi pericardial, kekurangan protein dapat terjadi, peningkatan tekanan vena yang berkepanjangan menyebabkan edem. 4. Sinkope Sinkope bisa disebabkan oleh beberapa kondisi 159

160 Vasovagal : biasanya disebabkan dilatasi dari pembuluh darah vena secara mendadak yang berkaitan dengan vagal induce bradikardi. Biasanya diinduksi oleh nyeri, ketakutan, dan emosi Hipotensi postural: biasanya disebabkan oleh efek obat, dapat terjadi karena penurunan ion tubuh (diuretics) atau hipovolemia Sinkop sinus karotis : kondisi yang jarang terjadi dimana terjadi stimulasi sinus caroticus yang hipersensitif ( keras yang sempit) yang menyebabkan bradikardi berat. Disritmia jantung: biasanya yang terjadi sinus arrest, AV block komplet, dan ventricular tachycardia, dibutuhkan pengawasan EKG 24 jam Lesi obtruktif : stenosis katup pulmonal atau katup aorta, myxoma atrium kiri, thrombus pada katup, emboli paru massive. Penyebab cerebral: hypoxia mendadak, obstruksi arteri cerebral, spasme atau emboli Pingsan akibat batuk: dapat terjadi sebagai akibat dari obstuksi pembuluh darah bali vena cerebral yang terus-menerus. Micturition syncope :sering terjadi pada malam hari, dan kapan saja pada pria dengan gejala prostat, hal ini terjadi sebagian karena disebabkan oleh hiperaktivitas vagal, sebagian karena hipotensi postural. 5. Palpitasi Palpitasi adalah kesadaran yang meningkat mengenai denyut jantung, pasien meraskan berdebar-debar. Kita bisa meminta pasien untuk menentuak iramanya, apakah konstan atau intermiten. Denyut yang premature atau ekstrasistol memberikan sensasi denyutan yang menghilang. 6. Masalah /keluhan pasien terkait cardiovascular system disorder Ada beberapa keluhan utama yang disebabkan olah penyakit cardivaskular yang menyebabkan pasien datang menemui dokter : 1. Nyeri dada 2. Sesak 3. Oedem 4. Sinkop 5. palpitasi Di saat pasien datang dengan keluhan menyerupai penyakit yang disebabkan oleh penyakit cardiovascular, kita juga harus sudah memikirkan diagnosis bandingnya. 160

161 F. Prosedur Anamnesis yang baik akan terdiri dari: Identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayata penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan system, anamnesis pribadi. Identitas: Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau istri atau suami atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama. Untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud, selain itu juga diperlukan untuk data penelitian, asuransi, dan lain sebagainya. Keluhan utama Adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan, keluhan utama harus meliputi onset waktu. Riwayat penyakit sekarang Riwayat perjalan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai pasien datang berobat. Dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut: 23. Waktu dan lama keluhan berlangsung 24. Sifat dan beratnya serangan, misal mendadak, perlahan-lahan, terusmenerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang 25. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindahpindah 26. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan sore. Atau terus-menerus tidak mengenal waktu 27. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat. 28. Keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului serangan, atau keluahn lain yang bersamaan dengan serangan 29. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang 30. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan serangan 31. Apakah ada saudara sedarah, atau teman-teman dekat yang menderita keluhan yang sama 161

162 32. Perkembangan penyakit, kemungkina telah terjadi komplikasi atau gejala sisa 33. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan, termasuk obatobatan dan tidakan medis. Setelah semua data terkumpul, uahakan untuk membuat diagnosis sementara dan diagnosis diferensial. Riwayat penyakit dahulu Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan penyakit yang pernah di derita dengan penyakit sekarang. Termasuk riwayat kecelakaan, operasi, obat-obatan yng pernah diminum, pemeriksaanpemeriksaan medic Anamnesis susunan system Anamnesis susunan system bertujuan mengumpulkan data-data poitif dan negative yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit. Misal jantung: sesak nafas, ortopnu, PND, palpitasi, hipertensi Riwayat penyakit dalam keluarga Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, failial, atau penyakit infeksi. Pada penyakit yang bersifat congenital perlu ditanya juga riwayat kehamilan dan kelahiran Riwayat pribadi Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Kebiasaan pasien yang harus ditanyakan riwayat merokok, minuman alcohol, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang ( Narkoba) G. CEK LIST LATIHAN ANAMNESIS SISTEM CARDIOVASCULAR No Prosedur/ Aspek Latihan ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN 1 Mengucapkan salam pada awal wawancara 2 Mempersilakan duduk berhadapan 3 Memperkenalkan diri Nilai

163 Informed 4 menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang benar tentang sakit pasien Consent 5 Meminta waktu & ijin untuk melakukan alloanamnesis jika diperlukan ITEM PROSEDURAL Menanyakan identitas pasien : Nama, Umur, jenis kelamin (dicatat saja tidak perlu ditanyakan), alamat lengkap, 6 pekerjaan, agama dan suku bangsa Pastikan menggali identitas tidak terkesan interogasi tidak harus berurutan dicari lengkap, boleh diselang-seling saat anamnesis berlangsung Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang 7 a. Menanyakan keluhan utama Cross cek, dan Pastikan Keluhan Utama 8 b.menanyakan keluhan lain/ tambahan c.menggali informasi tentang riwayat penyakit sekarang (waktu dan lama, sifat, lokalisasi 9 dan penyebaran,hubungan dengan waktu dan aktifitas, keluhan yang mendahului dan menyertai, pertama kali/ tidak, faktor resiko dan pencetus, upaya pengobatan & hasilnya) Menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita (Penyakit-penyakit yang meningkatkan 10 prevalensi penyakit jantung, Hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung bawaan, demam rematik), riwayat pemeriksaan sebelumnya (rontgen, EKG, Echocardiografi) Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga 11 (riwayat orang tua dengan gagal jantung, MCI, stroke, DM, Hipertensi) Menggali informasi tentang riwayat Pribadi 12 (riwayat merokok, minuman alcohol, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang ( 163

164 Narkoba), pola diet, aktifitas ) ITEM PENALARAN KLINIS Melakukan cross check (paraphrase atau 13 pengulangan terhadap apa yang dikatakan pasien) Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal 14 yang kurang jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas). 15 Mencatat semua hasil anamnesis Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil 16 anamnesis ITEM PROFESIONALISME Percaya diri, bersikap empati, tidak 17 menginterogasi Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang 18 baik TOTAL H. Daftar Pustaka Hunt. A Sharon et all 164

165 A. TEMA Keterampilan komunikasi : anamnesis ANAMNESIS PARU Oleh : dr. Anggi Setiorini B. LEVEL KOMPETENSI Level Kompetensi No Kompetensi SKDI Target Capaian 1 Inspection at rest Inspection during respiration Palpation of respiratory expansion Palpation of tactile fremitus Percussion of lungs, lung bases, cardiac size Auscultation of lungs 4 4 (Sumber : Standar Kompetensi Dokter, 2006) C. TUJUAN PEMBELAJARAN : a.tujuan instruksional umum Mampu melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik paru dengan benar. b. Tujuan instruksional khusus a. Mampu menentukan alat yang digunakan dalam pemeriksaan fisik paru b. Mampu melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik paru dengan benar c. Mampu menilai dan menginterpretasikan kelainan sistem respirasi berdasarkan hasil yang didapatkan. D. ALAT DAN BAHAN Pasien simulasi Bed Periksa Meja dan kursi periksa Stetoskop E. SKENARIO 165

166 Koch Pulmonum (KP) Pak Joni,30 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada kanan. Pak Joni menderita batuk berdahak selama tiga bulan disertai subfebri pada malam hari dan berkeringat. Sudah diobati dengan obat batuk tetapi tidak sembuh. Nafsu makan berkurang dan berat badannnya juga turun 4 kilogram selama 3 bulan. Badan tidak enak dan mudah lelah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 100/60 mmhg, konjungtiva pucat, pembesaran kelenjar getah bening di leher. Ditemukan suara ronkhi basah pada auskultasi paru. Pada tes mantoux(-), LED meningkat, limfositosis. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik paru pada pasien! E. DASAR TEORI Dasar diagnosa penyakit paru ada tiga, yaitu: 1. Riwayat penyakit (anamnesa) 2. Tanda penyakit (pemeriksaan fisik) 3. Pemeriksaan penunjang (radiologi & lab.) Anamnesa dan pemeriksaan fisik sangatlah penting, karena, dengan anamnesa yang baik dan pemeriksaan fisik yang tepat, kelainan paru dapat didiagnosis secara cepat dan tepat. Pemeriksaan penunjang harus sesuai sesuai indikasi. Manifestasi penyakit paru, dapat digolongkan menjadi 1. Pulmoner Primer (langsung) Sekunder (tdk langsung) 2. Ekstra pulmoner Metastasis Non-metastasis ANAMNESA Anamnesa adalah wawancara untuk menggali riwayat penyakit. Anamnesa harus dilakukan secara runtut, cermat, & mengarah. Ada 2 macam anamnesa, yaitu Auto anamnesa dan Alloanamnesa. Pada penyakit paru dapat dijumpai keluhan atau tanpa keluhan. Penting untuk ditanyakan adalah riwayat kontak dengan penderita TB, tes tuberkulin, merokok, paparan debu pabrik / polusi udara, onset gejala, keluarga, obat, dan penyakit dahulu Anamnesis itu sendiri terbagi menjadi : Autoanamnesa : anamnesa yang didapat dari penderita sendiri 166

167 Alloanamnesa : anamnesa yang didapat dari keluarga atau yang mengantar Beberapa hal yag perlu dipersiapkan ketika melakukan anamnesa kepada pasien adalah sebagai berikut: Identitas Pasien, sebelum memulai anamnesa kepada seorang pasien, pastikan bahwa identitasnya sesuai dengan catatan medis yang dibawa. Sebenarnya ini hal yang sepele, tetapi sering terjadi kesalahan fatal dan terkadang berakhir ke meja hijau karena melakukan tindakan medis kepada orang yang salah. Ada baiknya juga seorang dokter memperkenalkan diri. Privasi, Pasien yang berhadapan dengan dokter merupakan orang terpenting saat itu. Oleh karena itu, pastikan bahwa anamnesa dilakukan ditempat yang tertutup dan menjaga kerahasiaan pasien. Pendamping, hadirkan pendamping pasien dan pendamping dokter (paramedis). Hal ini dibutuhkan untuk menghindari hal-hal yang mungkin kurang baik untuk pasien dan juga untuk dokter terutama ketika dokter dan pasiennya berlainan jenis kelamin. Selain itu, pendamping pasien juga bisa membantu memperjelas informasi yang dokter butuhkan (terutama pasien lansia dan anak-anak yang susah diajak berkomunikasi). Ada 6 gejala kardinal/utama pada penyakit paru: 1. Batuk (Cough) 2. Dahak 3. Batuk darah (Hemoptysis) 4. Nyeri dada (Chest pain) 5. Sesak napas (Dyspnea) 6. Napas bunyi/mengi (Wheezing) Batuk merupakan mekanisme membersihkan saluran napas dan merupakan gejala paling sering & penting, namun bersifat tidak spesifik. Batuk dapat bersifat sementara, akut, kronis. Batuk juga dibedakan menjadi batuk kering atau berdahak. Perlu pula ditanyakan lama batuk, apakah batuk itu memberat / menetap), kekerapan,waktu timbul batuk (apakah terkait posisi tubuh & aktivitas pasien) Apabila batuk disertai dengan dahak, maka perlu ditanyakan sifat & jumlah dahaknya, karena hal ini merupakan petunjuk yang mengarah kepada suatu penyakit. Tanyakan pula warna dahak (merah, kuning, hijau), apakah bercampur darah?, Bagaimana baunya (busuk, anyir), 167

168 Batuk darah merupakan gejala paling penting, keluhan inilah yang biasanya membawa pasien berobat. Batuk darah dapat merupakan gejala gawat darurat paru. Perlu pula dibedakan batuk dengan muntah darah Keluhan nyeri dada dapat disebabkan oleh gangguan paru atau luar paru. Keluhan ini sukar dinilai (subyektif). Ada 5 kelompok nyeri dada, yaitu nyeri pleuropulmonal, trakeobronkial, kardiovaskuler, mediastinal, dan, neuromuskuloskeletal. Tanyakan sifat nteri dadanya, berat, lokasi, durasi, intensitas, penyebaran, faktor yang memperberat nyeri dan faktor yang memperingan nyeri Sesak napas dapat disebabkan oleh kelainan paru atau luar paru. Keluhan ini biasanya akan membawa pasien segera berobat. Perlu ditanyakan lamanya sesak (akut/kronis), intensitas sesaknya, progresifitas, apakah terkait aktivitas (sesak kardial) & posisi tubuh, rekurensi, apakah disertai suara mengi, tanyakan pula riwayat keluarga. Sesak nafas dibagi 3 menjadi sesak akut, sesak progresif menahun, dan sesak paroksismal berulang Napas bunyi (wheezing/mengi) disebabkan obstruksi saluran napas kecil. Lokasi timbulnya mengi dapat berupa difus (asma bronkial., bronkitis kronis, PPOK, pasca TB) atau lokal (benda asing, karsinoma bronkogenik, pasca TB) Selain hal hal yang telah disebutkan diatas perlu juga ditanyakan apakah ada gejala umum (demam, keringat malam, anoreksia, BB,Malaise) dan Gejala lain/khusus (sakit kepala, suara parau, bengkak wajah & leher, Sindroma Horner, nyeri lengan & bahu, poliarthralgia, rhinitis/sinusitis) Riwayat perjalanan penyakit Dimulai dari keluhan pertama kali sampai penderita berobat. Hal ini berguna untuk mengetahui perjalanan penyakit dari awal sampai dengan ke dokter atau ke rumah sakit dan untuk menyingkirkan sebagian diagnose banding Riwayat pengobatan Untuk mengetahui apakah ada efek samping dari obat-obatan yang telah digunakan Riwayat keluarga 168

169 Mengenai penyakit tbc paru adanya kontak dengan keluarga serumah atau teman sekerja dan keadaan social ekonomi penting untuk pengobatan jangka panjang Riwayat pekerjaan Penyakit paru akibat pekerjaan : pneumokoniasis seperti pada pekerja tambang batu bara. Dan untuk mengakhiri anamnesa sebaiknya kita melakukan rangkuman dari anamnesis pasien tersebut, lakukan cross check untuk mengantisipasi adanya data yang salah atau terlewat. Setelah anamnesis dirasa cukup maka akhiri anamnesis dan beritahukan pasien bahwa selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan fisik. Demikianlah anamnesis pasien terbukti sangat penting untuk menjadi penentu tindakan dokter selanjutnya. Tiap - tiap langkah anamnesis hendaknya : - Menggunakan bahasa verval yang dipahami dan bahasa non verbal selama proses wawancara - Menunjukkan empati kepada pasien. - Menjadi pendengar yang baik dan mendengarkan keluhan pasien secara efektif. - Dapat menunjukkan keterampilan yang baik (dapat memfasilitasi pasien, mengulang/menggaris bawahi keluhan pasien). - Penampilan yang ramah dan baik. - Mengutarakan riwayat penyakit seraca runut. PROSEDUR Anamnesis : Senyum, Salam, Sapa Membina sambung rasa Menggali identitas pasien Menanyakan memastikan keluhan utama (menggali dan mengaitkan dengan 6 gejala kardinal untuk keluhan sistem respirasi) Menggali lebih dalam keluhan utama (lokasi, kualitas, kuantitas (or severity), waktu (onset, durasi, dan frekuensi), setting, faktor yang memperberat atau meringankan gejala, manifestasi yang berhubungan) 169

170 Menanyakan RPS, RPD, RPK serta Riwayat sosial, pekerjaan dan lingkungan yang terkait seperti faktor resiko, dll Anamnesis sistem yang terkait, terutama untuk menegakkan diagnosis maupun menyingkirkan diagnosis banding Merangkum hasil anamnesis dan mencatat pada lembar rekam medis No 1. Cek List Latihan Item Latihan Item Interaksi dokter-pasien 1 Senyum, Salam, Sapa 2 Membina sambung rasa Item Prosedural Anamnesis 3 Menggali identitas pasien 4 Menanyakan memastikan keluhan utama 5 Menggali lebih dalam keluhan utama 6 Menanyakan RPS, RPD, RPK serta Riwayat sosial, pekerjaan dan lingkungan 7 Anamnesis sistem yang terkait 8 Merangkum hasil anamnesis dan mencatat pada lembar rekam medis 9 Informed consent (meminta pasien melepas pakaian) Skor PEMERIKSAAN FISIK PARU LANJUT dr. Oktadoni Saputra, dr. Hanna M, dr. Syazili M, dr. Anggi Setiorini 170

171 Suara Nafas `Suara nafas ditimbulkan oleh aliran udara yang mengalir dalam sal. napas yang menimbulkan pusaran & benturan aliran udara pada saat menumbuk percabangan bronkus. Pusaran dan benturan aliran udara tersebut akan menghasilkan getaran suara yang akan dihantarkan melalui lumen bronkus & dd bronkus. Alveoli merupakan selective transmitter yang akan menahan getaran sampai frekuensi cycle/detik. Pada alveoli sakit, kemampuan selective transmitter alveoli akan menurun. Hal ini akan menyebabkan frekuensi suara napas meningkat. Suara napas dapat dikelompokkan menjadi: 1. Suara napas dasar : a. Vesikuler b. Bronkovesikuler c. Bronkial d. Trakeal 2. Suara napas tambahan a. Ronki basah (halus, sedang, kasar) b. Ronki kering (wheezing) Suara Napas Vesikuler merupakan suara napas normal, biasanya ditemukan pada paru bagian bawah. Bunyi vesikuler merupakan nada rendah, dan terdengar sepanjang fase inspirasi. Pada fase ekspirasi, bunyi vesikuler terdengar lebih lemah, lebih pendek, dan dengan nada lebih rendah daripada fase inspirasi. Pada bunyi ini tidak ada silent gap Suara Napas Bronkovesikuler merupakan suara nafas normal yang terdengar pada daerah paru dekat bronkus. Sifat suaranya diantara suara napas vesikuler & Bronkial. Pada fase inspirasi & ekspirasi suara ini terdengar jelas seluruhnya dengan nada tinggi. Pada bunyi nafas ini tidak ada silent gap Suara Napas Bronkial adalah suara nafas normal yang terdengar diatas manubrium dengan kualitas tubuler. Bunyi nafas ini terdengar di sepanjang fase inspirasi dengan nada tinggi. Saat ekspirasi nada terdengar lebih tinggi, bunyi ini terdengar sepanjang fase ekspirasi, lebih keras, dan lebih lama. Pada bunyi ini juga ditemukan silent gap Suara Napas Trakeal, normalnya hanya terdengar di daerah Trakea. Suara ini terdengar sangat keras, nada tinggi, dengan kualitas distinct harsh hollow. Komponen inspirasi & ekspirasi sama, ada jeda diantaranya. 171

172 Pada paru yang sakit akan terdapat beberapa perubahan suara napas dasar, timbul suara napas tambahan, atau ditemukannya suara abnormal. Perubahan suara napas dasar : 1. Vesikuler menguat 2. Vesikuler melemah 3. Peningkatan suara napas menjadi bronkial Vesikuler menguat, dapat merupakan hal yang normal pada anak-anak, orang kurus, latihan jasmani,dan terdengar simetris di kedua paru. Vesikuler menguat disebabkan adanya sebagian paru yang sakit yang mengakibatkan fungsi paru secara keseluruhan berkurang, agar kinerja paru tidak terganggu maka bagian paru yang sehat akan meningkatkan fungsi fungsi dan kinerjanya, hal ini akan menyebabkan bunyi vesikuler menguat (compensatory breath sound). Bunyi Vesikuler melemah,dapat ditimbulkan oleh beberapa penyebab: Efusi pleura, pneumotoraks Awal pneumonia, edema paru, emfisema paru Nyeri pleuritik, fraktur kosta, asites,distensi abd. Spasme/ edema glotis, obstruksi trakea/bronkus/bronkiolus Peningkatan suara napas vesikuler menjadi bronkovesikuler atau bronkial biasanya terdengar pada penyakit paru dimana terjadi proses pemadatan atau konsolidasi (pneumonia,awal TB paru) & kompresi (massa besar) dengan syarat bronkus terbuka Suara napas tambahan yang terdengar selalu pertanda patologis karena suara ini tidak terdengar pada paru yg sehat. Suara ini timbul karena adanya sekret dalam saluran napas, penyempitan lumen saluran napas,atau terbukanya alveoli yg kolaps. Suara ini lebih dikenal dengan istilah Ronki Ada 2 macam ronki, yaitu ronki basah & ronki kering. Ronki Basah Terdengar terputus-putus, terutama saat inspirasi dlm. Atas dasar kualitas, dibagi menjadi: Ronki basah kasar, ditimbulkan oleh suara gelembung udara besar yang pecah, gelembung ini ditimbulkan oleh banyaknya sekret di saluran napas besar akibat batuk tidak adekuat. Ronki basah sedang ditimbulkan oleh suara gelembung udara kecil yang pecah, gelembung terbentuk dari banyaknya sekret di saluran napas kecil. Bunyi ini ditemukan pada bronkiektasi dan bronkopneumonia Ronki basah halus, ditimbulkan oleh krepitasi/gesekan rambut (cilia) saluran nafas,dijumpai pada early lung edema & pneumonia 172

173 Ronki Kering terdengar kontinyu/terus-menerus, lebih jelas terdengar saat ekspirasi. Atas dasar nada, ronki kering dibedakan menjadi: Ronki kering bernada rendah, bunyinya seperti suara org mengerang. Bunyi ini dapat ditemukan pada obstruksi parsial saluran napas besar. Ronki kering bernada tinggi, disebut dengan wheezing, terjadi akibat obstruksi pada saluran napas kecil. Suara abnormal Suara abnormal dapat berasal dari pleura, mediastinum, parenkim. Pada kelainan yang terjadi di pleura dapat ditemukan pleuritis sicca-pleural friction rub,dan, fluidopneumotoraks-succusio hipocrates). Bila terdapat kelainan pada mediastinum dapat ditemukan suara abnormal yang berupa pneumomediastinum crunching sound. Pada parenkim paru yang mengalami gangguan, dapat didengar suara abnormal berupa suara kavitas, amforik, cogwheel. Penyakit paru, dapat menyebabkan dapat terjadi kelainan pada saluran napas, parenkim, atau pleura. Kelainan tersebut dapat mengakibatkan perubahan pada bentuk dan ukuran toraks, distensibilitas/pergerakan pernapasan, dan, sifat penghantaran getaran Perubahan bentuk dan ukuran toraks, dapat berupa penambahan volume thoraks, misalnya, adanya massa dan emfisema yang terdapat pada parenkim, serta terjadinya efusi pleura, atau pneumotoraks yang terjadi pada pleura. Pengurangan volume thoraks dapat terjadi akibat kelainan pada jaringan parenkim paru (misalnya pada fibrotik dan atelektasis ) atau kelainan pada pleura (fibrotik /schwarte). Pada kelainan paru yang berupa konsolidasi volume thorak tidak berubah/tetap. Pergerakan dinding toraks yang berkurang, dapat disebabkan oleh mekanisme berikut; a. Pengembangan paru yang menurun, hal ini dapat disebabkan adanya fibrosis, atelektasis, dan, konsolidasi pada jaringan paru. b. Jaringan paru tertekan, misalnya pada keadaan efusi pleura, pneumotoraks,dan, tumor c. Hiperinflasi paru, misalnya pada emfisema. d. Kelemahan otot-otot pernapasan, misalnya pada Gullian Barre Syndrome, muscular dystrophy, dan, poliomyelitis e. Tahanan dinding toraks yang meningkat, misalnya pada pasien dengan obesitas,atau, kifoskoliosis. Suara dapat dibedakan karena adanya perbedaan nada, intensitas, dan, timbre. Nada ditentukan oleh frekuensi dan panjang/lebarnya penampang tabung. 173

174 Frekuensi yang rendah akan menghasilkan nada rendah dan frekuensi tinggi akan menghasilkan nada tinggi. Panjang dan lebar penampang tabung mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan. Semakin pendek dan kecil penampang, maka nada yang dihasilkan akan semakin tinggi. Intensitas suara dipengaruhi energi dan frekuensi suara. Intensitas suara akan berubah bila melalui medium yang berbeda, misalnya, perubahan medium suara dari lumen bronkus ke dinding toraks. Timbre adalah sifat/kualitas suara. Timbre suara tergantung pada perbandingan relatif nada dasar dengan overtone. Berdasarkan timbrenya, di paru dapat dibedakan suara bernapas,berbicara, berbisik, dan, perkusi. Pendekatan umum pemeriksaan fisik paru Pemeriksaan harus dilakukan pada dada anterior dan dada posterior Pasien dalam posisi duduk, baju atas dilepas, dan harus dalam cahaya terang Walaupun mungkin laju respirasi sudah dilakukan pada pemeriksaan vital sign, lebih baik jika dilakukan lagi pengamatan pada laju, ritme, kedalaman dan ada atau tidaknya usaha bernafas. Untuk memeriksa bagian posterior, lengan terlipat di dada, untuk bagian anterior pasien berbaring Urut-urutan pemeriksaan: Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi Bandingkan sisi yg satu dg yg lain Mulai dari atas ke bawah Gambarkan kelainan yang terjadi dan lokasi kelainan Inspeksi Bentuk & ukuran toraks (simetris, lbh besar/kecil) Pergerakan pernapasan (simetris, salah satu bagian tertinggal) Tipe & frekuensi pernapasan Kelainan lain (deviasi trakea, vena ektasi, ginekomasti, hipertrofi otot napas, retraksi ics, ics lebar/sempit, pernafasan cuping hidung) Retraksi biasanya ditemukan pada asma berat, PPOK,atau, obstruksi saluran nafas atas. Pernafasan tertinggal pada salah satu sisi paru biasanya disebabkan penyakit paru atau pleura. Palpasi Posisi mediastinum (deviasi trakea, iktus kordis) 174

175 Kelenjar getah bening (leher & supraklavikula) lokasi, ukuran, konsistensi, soliter/ multipel, mobilitas, nyeri tekan Gerakan dinding dada (lobus superior,medius,inferior) Lokasi nyeri dada Fremitus raba (tactile fremitus) Pada fremitus dirasakan getaran yang ditransmisikan dari cabang bronkopulmoner ke dinding dada pasien saat pasien berbicara. Untuk menditeksi fremitus, gunakan bagian bertulang pada telapak tangan di dasar jemari, atau gunakan permukaan ulnar tangan untuk mengoptimalkan sensitifitas getaran dari tulang tangan. Minta pasien mengulangi kata tujuh-tujuh atau nine-nine, minta pasien untuk berbicara lebih keras atau suara lebih dalam. Bandingkan antara fremitus kiri dan kanan. Depan dan belakang. Untuk lebih jelasnya lokasi pemeriksaan tactile fremitus dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2. Palpasi untuk menilai ekspansi dinding dada 175

176 Gambar 3. Lokasi perabaan fremitus - Fremitus raba meningkat pada konsolidasi & fibrosis luas dg bronkus terbuka - Fremitus raba menurun pada efusi pleura, pneumotoraks, atelektasis obstruksi, obesitas Perkusi Cara melakukan perkusi sbb : Perkusi hanya dapat mendeteksi kelainan yg berada 5-7 cm dalamnya dari dinding dada. Hiperektensikan jari tengah tangan kiri (disebut jari fleksimeter), tekan dengan lembut pada sendi interphalang distal permukaan yang akan diperkusi. Hindari kontak permukaan dengan bagian lain dari tangan, karena hal ini akan mengurangi vibrasi, jari 2,4,dan 5 tidak menyentuh dada. Posisikan tangan kanan cukup dekat dengan permukaan dengan jari tengah agak fleksi, lemaskan dan siap untuk mengetuk. Dengan gerakan cepat tapi santai, pada sendi pergelangan tangan, ketuk jari fleksimeter dengan menggunakan ujung jari tengah tangan kanan. ketukan dilakukan dengan cepat untuk menghindari pengurangan fibrasi. Lakukan perkusi secara sistematis membandingkan kanan dan kiri serta dari atas ke bawah dari bagian yang sehat (urutan lihat gambar) Perkusi batas atas hepar dengan melakukan perkusi dari midclavicula kanan sampai terjadi perubahan suara menjadi pekak, sedangkan dari midklavikula kiri sampai terjadi suara timpani menunjukkan adanya udara didalam gaster. 176

177 Tabel 1. Suara Hasil Perkusi suara nada waktu densitas pekak >tinggi > pendek padat redup tinggi pendek <padat sonor normal normal normal hipersonor rendah panjang < udara timpani >rendah >panjang udara Gambar 4. Cara Perkusi Thoraks \ Gambar 5. Perkusi batas atas hepar Auskultasi Idealnya, auskultasi dilakukan dalam ruangan sunyi. Terkadang suara yang dapat mengganggu pemeriksaan ini berasal dari gesekan stetoskop dengan kulit/rambut/pakaian, kontraksi otot. Perlu banyak latihan agar kemampuan auskultasi menjadi handal. Hal hal yang perlu dievaluasi adalah adanya suara napas dasar, suara nafas tambahan, dan, suara abnormal 177

178 Gambar 6. Lokasi Perkusi dan Auskultasi Gambar 7. Karakteristik suara nafas Diagnosa Fisik Beberapa Kelainan Paru Tabel 2. Kelainan Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi 178

179 Inspeksi Asma bronkiale, emfisema Konsolidasi Efusi pleura pneumothoraks fibrosis Simetris, hiperinflasi, ics melebar Bentuk dada tetap, gerakan nafas menurun Asimetris, gerak nafas menurun, ics melebar Asimetris, gerak nafas menurun, ics melebar Asimetris, gerak nafas menurun, ics menyempit Palpasi Perkusi Ekspansi menurun,fre mitus tactil menurun Fremitus meningkat Fremitus menurun Fremitus menurun Fremitus meningkat Hipersonor, diafragma menurun Redup Redup hipersonor redup Auskultasi Wheezing (+), ekspirasi bronkial, memanjang Ronki (+) suara nafas menurun sampai tak terdengar suara nafas suara nafas menurun sampai menurun, tak terdengar ronkhi (+) F. PROSEDUR Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan dimulai dengan general assesment, pemeriksaan dinding dada posterior dengan pasien duduk kemudian dilanjutkan dengan meminta pasien berbaring untuk pemeriksaan dinding dada anterior. Urutan pemeriksaan adalah Inspeksi-Palpasi-Perkusi-Auskultasi (I-P-P-A) Mintalah pasien melepas pakaian sampai pinggang untuk menampilkan daerah dada saat pemeriksaan. Untuk pasien perempuan pakaian diposisikan untuk menutupi daerah payudara. (informed consent) General Assesment Inspeksi/perhatikanlah : o Ekspresi wajah pasien tampak sesak/distress pernafasan, pursed lip breathing, nafas cuping hidung, suara nafas (stridor, wheezing) dll o Posture pasien posisi patologis pada pasien gangguan pernafasan misal tripod position, ataupun berbaring dengan bantal ditinggikan dll o Inspeksi leher ada tidaknya bernafas dengan otot-otot tambahan o Konfigurasi dinding dada; normal, barrel chest, kyphosis/skoliosis, pectus excavatum, pectus carinatum o Warna kulit ada tidaknya cyanosis dan tangan ada tidaknya clubbing finger 179

180 Dada Posterior Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks dan pemeriksa memposisikan diri di belakang pasien Inspeksi : inspeksilah dinding dada posterior terhadap adanya kelainan ; deformitas, asimetris, retraksi abnormal dan ketinggalan gerak Palpasi : Palpasi dilakukan untuk 4 hal sbb: o Palpasi dan identifikasi daerah nyeri palpasilah ada tidaknya daerah nyeri tekan di dinding dada posterior o o o Menilai jika adanya kelainan; tumor, massa, daerah peradangan Menilai simetrisitas dan pengembangan dada (lihat gambar) mintalah pasien ekspirasi maksimal palpasi kemudian pasien diminta inspirasi dalam perhatikan perbedaan jarak antar kedua tangan pemeriksa. Menilai taktil fremitus; letakkan bagian ulnar dari tangan kanan pemeriksa secara horizontal sesuai lokasi (lihat gambar) tekan agak dalam minta pasien bicara/ mengucapkan tujuhtujuh bandingkan sisi kanan dan kiri serta dari atas ke bawah Perkusi o Perkusilah dinding dada posterior sesuai urutan (lihat gambar) o Mulailah membandingkan kedua sisi kemudian dari atas ke bawah o Cara perkusi baik dan benar serta suara perkusi yang dihasilkan sesuai o Perkusi juga dilakukan untuk menilai naik turunnya diafragma dengan melakukan perkusi di perbatasan paru-hepar (SIC 7, linea midscapula kanan) dengan meminta pasien menahan nafas saat ekspirasi dan inspirasi sekitar 4-6cm Auskultasi o Ambil dan Periksalah stetoskop, gunakan bagian diafragma o Lakukan auskultasi sesuai dengan urutan (lihat gambar) o Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi di setiap titik pemeriksaan o Dengarkanlah suara nafas pasien serta ada tidaknya suara abnormal/ suara nafas tambahan Dada Anterior 180

181 Inspeksi o Mintalah pasien tetap duduk di tempat tidur dan pemeriksa berada di depan pasien o Inspeksi deformitas, asimetris, retraksi, ataupun ketinggalan gerak dada depan o Inspeksi juga posisi trakhea ada tidaknya deviasi Palpasi o Lakukanlah sedikit penekanan dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan pada lekukan suprasternal, gerakkan ke kanan dan kiri untuk mengetahui posisi dari trakhea o Mintalah pasien berbaring supine dengan kedua tangan sedikit abduksi, pastikan baju menutupi daerah payudara kanan untuk pemeriksaan dinding dada kiri dan sebaliknya secara bergantian untuk pasien wanita. o Lakukanlah penilaian ekspansi dinding dada seperti sebelumnya o o Minta paisen inspirasi dan ekspirasi Lakukanlah penilaian taktil fremitus seperti sebelumnya (lokasi lihat gambar) Perkusi o Lakukan perkusi dinding dada depan sesuai urutan dengan membandingkan kedua sisi dari atas ke bawah (lokasi lihat gambar) o Jantung menimbulkan suara pekak di SIC 3-5 kiri, perkusi paru kiri dilakukan agak lebih ke lateral o Tentukan letak/ perbatasan paru-hepar di garis midklavikula kanan mulai dari atas menurun ke bawah sampai perubahan suara perkusi menjadi pekak o Tentukan batas bawah paru kiri dengan perkusi di bagian bawah sampai terdengar suara perkusi timpani akibar udara pada gaster Auskultasi o Auskultasi dinding dada depan dimulai dari fosa supraclavicula dilanjutkan ke SIC dinding dada depan dan lateral. o Bandingkan kanan dan kiri dan dari atas ke bawah (sesuai gambar) dan minta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap pemeriksaan 181

182 o Dengarkanlah suara nafas normal dan ada tidaknya suara nafas tambahan/ abnormal G. DAFTAR PUSTAKA 1. Elsevier. Swartz: Textbook of Physical Diagnosis. History and Examination. 5e didownload dari 2. Guyton and Hall, 1996, Fisiologi Kedokteran, edisi 9,,EGC, 3. Snell,Richard S, 2006, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, edisi 6, EGC, Jakarta. 4. Szilagy, Peter G., 2002, Bate's guide to physical examination, McGraw Hill, Chapter 5: Harrison, 2005, Principles of Internal Medicine, edisi 16,McGraw Hill, Part 14, H. EVALUASI 1. Cek List Latihan No Item Latihan Pemeriksaan Fisik 1 General assessment (laporkan hasil Inspeksi) Pemeriksaan Dada Posterior 2 Meminta pasien duduk tegak diatas tempat tidur, rileks dan memposisikan diri di belakang pasien 3 Inspeksi dinding dada posterior (laporkan hasil) 4 Palpasi dinding dada posterior (daerah nyeri tekan atau adanya kelainan) 5 Lakukan palpasi ekspansi dinding dada 6 Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi 7 Lakukan penilaian taktil fremitus (letakkan bagian ulnar tangan kanan horizontal sesuai lokasi) 8 Minta pasien mengucapkan tujuh-tujuh 9 Ulangi kedua instruksi sebelumnya untuk lokasi-lokasi lainnya 10 Lakukan dari kiri ke kanan, atas ke bawah sesuai urutan Skor

183 dan nilailah suara yang dihasilkan 11 Perkusi dinding dada belakang sesuai urutan 12 Cara perkusi baik dan benar serta suara perkusi sesuai 13 Perkusi untuk menilai naik turunnya diafragma 14 Ambil dan periksa stetoskop, gunakan bagian diafragma 15 Lakukan auskultasi sesuai urutan 16 Minta pasien inspirasi dan ekspirasi setiap titik pemeriksaan Pemeriksaan Dada Anterior 17 Pindahlah ke posisi berhadapan dengan pasien 18 Lakukan inspeksi dada depan dan posisi trakea 19 Palpasilah lokasi trakea pada lekukan suprasternal 20 Mintalah pasien berbaring 21 Lakukan penilaian ekspansi dada seperti sebelumnya 22 Minta pasien inspirasi dan ekspirasi 23 Lakukan penilaian taktil fremitus 24 Lakukan perkusi dinding dada depan sesuai urutan lokasi 25 Perkusilah dan tandai batas paru-hepar (tepi atas hepar) (sonor pekak) 26 Perkusilah dan tandai batas bawah paru kiri-gaster (sonor tympani) 27 Lakukan auskultasi dinding dada depan sesuai urutan lokasi 28 Mintalah pasien inspirasi dan ekspirasi di setiap titik pemeriksaan 29 Dengarkanlah suara nafas di setiap titik pemeriksaan 30 Akhirilah pemeriksaan dengan baik dan jelaskan hasil pemeriksaan kepada pasien Item Professionalisme 31 Percaya diri 32 Minimal error T O T A L Keterangan : 0 : Tidak dilakukan 1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna 2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna 183

184 PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG LANJUT A. TEMA Keterampilan pemeriksaan fisik jantung B. TUJUAN Tujuan Insruksional umum Mampu melakukan pemeriksaan fisik jantung yang benar. Tujuan Instruksional khusus Mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik jantung dengan benar. Mampu melakukan pemeriksaan inspeksi jantung dengan benar. Mampu melakukan pemeriksaan fisik palpasi jatung dengan benar Mampu melakukan pemeriksaan perkusi jantung dengan benar. Mampu melakukan pemeriksaan auskultasi jantung dengan benar. Mampu menyimpulkan, serta menyarankan langkah selanjutnya dari hasil pemeriksaan fisik jantung C. ALAT DAN BAHAN D. SKENARIO Stetoskop Kapas dan alkohol Seorang kakek berumur 60 tahun dibawa kerumah sakit karena sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Dari anamnesa didapatkan sesaknya sudak lama dirasakan terutama saat berjalan beberapa meter saja sudah sesak dan meningkat sejak 1 hari yang lalu. Malam hari si kakek sering terbangun karena sesak dan lebih suka menggunakan bantal tinggi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat. TD 160/90, frekuensi nadi 70x/menit, frekuensi nafas 30x/menit. Pemeriksaan paru Ronki +/+. Pemeriksaan Jantung JVP 5 cm dari angulus sterni, ictus teraba 2 jari RIC IV, 1 jari kelateral LMC. Auskultasi dalam batas normal. Tungkai edema +. Bagaimana cara pemeriksaan fisik jantung? 184

185 E. DASAR TEORI Letak topografi jantung adalah 2/3 bagian jantung terletak di rongga dada kiri dan 1/3 sisanya terletak disebelah kanan. Di bagian bawah berbatas langsung dengan diagfragma. Sisi kanan dibatasi oleh atrium kanan sedangkan sisi kiri dibatasi sebagian besar ventrikel kiri dan sisanya oleh atrium kiri. Batas antara atrium kiri dan ventrikel kiri adalah pinggang jantung. Di bagian atas terdapat vena kava superior, aorta asendens, arteri pulmonalis dengan percabangan kiri dan kanan. Dalam melakukan pemeriksaan fisis jantung diperlukan patokan berupa garis-garis dan titik tertentu. Garis-garis patokan adalah sebagai berikut : Garis mid sternal, yaitu garis tengah yang ditarik mulai dari manubrium sterni sampai processus xypoideus. Garis sternal adalah garis yang melalui titik-titik batas antara sternum dengan tulang rawan iga dari atas ke bawah dan didapatkan kiri dan kanan. Garis midclavicular didapat kiri dan kanan. Mula-mula diraba keseluruhan tulang clavikula. Kemudian ditentukan titik tengahnya. Dari titik tengah ini ditarik garis lurus ke caudal. Biasanya pada pria normal garis midclavikula ini melewati papila mammae. Garis parasternal adalah garis paralel dengan garis midclavikula yang ditarik dari titik tengah jarak antara garis midclavikula dengan garis sternal. Garis aksila anterior adalah garis yang ditarik melalui tepi lipatan ketiak anterior ke arah caudal. Garis aksila posterior adalah garis yang ditarik melalui tepi ketiak posterior ke arah caudal. Garis mid aksila adalah garis di tengah antara garis aksila anterior dan garis aksila posterior. Titik Patokan : Angulus Ludovici adalah perbatasan antara manubrium sterni dan corpus sterni yang diraba terasa menonjol. Titik ini merupakan perlengketan antara tulang iga II dengan sternum. Titik ini dipakai juga sebagai patokan dalam mengukur vena jugularis eksterna. Area apeks : terletak di sela iga V sekitar 2 jari medial dari garis midclavikula kiri. Titik ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup mitral, karena bunyi jantung dari katup mitral paling optimal terdengar di titik tersebut. 185

186 Area trikuspid : terletak di sela iga IV-V sternal kiiri dan sela iga IV-V sternal kanan. Titik ini merupakan titik lokasi untuk auskultasi katup trikuspid karena bunyi jantung trikuspidal paling optimal terdengar di titik tersebut. Area septal terletak di sela iga III sternal kiri merupakan titik auskultasi optimal untuk mendengarkan bising akibat aliran shunt di septum karena terdapat defek yaitu pada ASD dan VSD. Area pulmonal terletak di sela iga II sternal kiri merupakan titik auskultasi optimal untuk mendengarkan bunyi jantung katup pulmonal. Area aorta terletak di sela iga II garis sternalis kanan merupakan titik auskultasi optimal untuk bunyi jantung aorta. Titik carotis setinggi processus thyroideus kiri dan kanan untuk mendengarkan bila ada bising yang menjalar dari katup aorta. Pada area apeks, tricuspidal, pulmonal dan aorta dapat dilihat pulsasi yang berlebihan, getaran (thrill), gerakan-gerakan dinding jatung abnormal yang teraba. Pada pemeriksaan jantung seperti juga pada pemeriksaan organ lain, menerapkan urutan sebagai berikut : 1. Inspeksi yaitu memperhatikan 2. Palpasi yaitu meraba 3. Perkusi yaitu mengetuk-ngetuk dinding dada 4. Auskultasi yaitu mendengarkan bunyi-bunyi dari jantung dengan menggunakan stetoskop. Stetoskop mempunyai dua jenis sisi pendengar, yaitu : Membran untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan frekuensi tinggi, seperti bunyi jantung I dan II Sungkup untuk mendengarkan bunyi dengan frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III. Inspeksi Dimulai dengan inspeksi vena-vena servikal. Periksa tingkat distensi vena leher dan fluktuasi tekanan vena (pemeriksaan JVP). Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati, misalnya tampak capek, kelelahan akibat cardiac out put rendah. Frekuensi nafas meningkat, sesak yang menunjukan dadanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral dengan clubbing finger dan kaki berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri. Begitu juga ada tidaknya edema. Khusus inspeksi pada organ jantung adalah dengan melihat pulsasi apeks, tricuspid, pulmonal dan aorta. Pemeriksaan daerah Prekordium dengan memperhatikan kesimetrisan dada. Penyakit jantung congenital dengan pembesaran ventrikel dapat mengubah bentuk dada sehingga pericardium prekordium anterior kiri menonjol ke depan. Pulsasi apeks akan terlihat pada orang kurus. 186

187 Bentuk dada, gerakan nafas dibicarakan sewaktu melakukan pemeriksaan fisis paru. Palpasi Denyut arteri : untuk melihat ejeksi ventrikel kiri. Kontur dan volume pulsasi di dalam arteri karotis mencerminkan kejadian di dalam jantung dan ventrikel. Pulsasi tersebut teredam dan diubah pada waktu mencapai pembuluh-pembuluh darah yang lebih lateral. Pusatkanlah perhatian pada ciri-ciri tiap denyut nadi. Biasanya upstroke karptis kira-kira 0,04 detik setelah bunyi jantung pertama. Letakan tiga jari pertama pada arteri karotis dan perhatikanlah intensitas pulsasi meningkat dan turun secara tiba-tiba. Pada orang normal, dapat dirasakan bahwa penurunan ini sedikit tertunda ketika katup aorta menutup, takik dikrotik. Ada dua bentuk kelainan. Pertama laju lebih cepat atau lambat, kedua volumenya mungkin meningkat. ( skill lab pemeriksaan vital sign). Dengan mempergunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung rasa sensivitasnya, meraba area-area apeks, ticuspidal, septal, pulmonal dan aorta. Yang diperiksa adalah: Pulsasi Thrill yaitu getaran terasa pada tangan pemeriksa tadi. Hal ini dapa teraba karena adanya bising minimal derajat 3. di beadakan thrill sistolik dan thrill diastolik tegantung di fase mana berada. Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita. Hal ini karena overload ventrikel kiri, misalnya pada insufisiensi mitral. Lift yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan pemeriksa. Hal ini karena adanya peningkatan tekanan di ventrikel, misalnya pada stenosis mitral. Iktus cordis yaitu pulsasi di apeks. Diukur berapa cm diameter, dimana normalnya adalah 2 cm dan ditentukan lokasinya yang biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavikula kiri. Gambar 1. Palpasi apeks Jantung 187

188 Gambar 2. Palpasi apeks Jantung dg 2 jari Apeks teraba sebagai pulsasi yang berukuran kira-kira setengah mata uang dolar. Pembentukan denyut apeks rumit. Ventrikel kanan mempunyai aktivitas seperti puputan dan tidak benar-benar memegang peranan pada saat dirasakan. Ventrikel kiri berotasi ke anterior dan kekanan selama sistole, sehingga mendorong apeks nya keluar dinding dada. Inilah yang kita rasakan. Denyut apeks teraba paling jelas pada satu atau dua sela iga ke berapa dan jaraknya pada sternum, misalnya apeks teraba pada sela iga ke empat 8 cm dari garis midsternal. Dua macam perubahan ventrikel yang mengubah denyut apeks, hipertrofi dan dilatasi. Ventrikel kiri mengalami hipertrofi karena beban tekanan yang berlebihan dan berdilatasi karena beban volume yang berlebihan. Hipertrofi dan stenosis aorta adalah contoh beban yang belebihan. Ventrikel yang mengalami hipertrofi memukul dada dengan kuat, tetapi dalam suatu daerah kecil pada posisi yang diharapkan. Ketukan atau angkatan ini mudah dilihat dan diraba. Dilatasi ventrikel pada insufisiensi aorta dan mitral membesar ke lateral dan apeks akan jauh dari garis midsternalis. Daerah impuls menjadi sangat luas dan seluruh perikordium kiri menyembul/menggelombang (heave). Apeks dan titik impuls maksimum biasanya sama. Pada pasien normal biasanya ditemukan di dekat garis midklavikula di dalam sela iga kekempat kiri. Apeks merupakan pulsasi prekordium yang paling lateral dan titik impuls maksimum merupakan tempat ditemukan impuls maksimum. Penyakit ventrikel kanan yang sudah lanjut menimbulkan perbedaan antara titik impuls maksimum dan denyut apeks. Hipertrofi menimbulkan gerakan menggelombang prekordial yang terba tepat di kiri sternum, sedangkangkan apeks tetap terlihat dan teraba di sebelah lateralnya. Paru-paru yang mengalami hiperinflasi pada penyakit kronis paru-paru dapat juga memindahkan denyut apeks dan titik impuls maksimum sehingga teraba di bawah xipoid. Pada keadaan ini venrikel kanan teraba dengan memasukan jari tangan di atas xipoid dan menekannya ke dalam dan keatas. Palpasi thrill adalah sensasi getaran superficial yang teraba pada kulit di atas daerah 188

189 turbulensi. Adanya thrill menunjukan bising (murmur) yang kuat. Merasakan thrill yang baik dengan tulang metacarpal ditekankan dengan sangat ringan pada kulit. Palpasi thrill biasanya kurang penting karena auskultasi akan terdengar adanya bising kuat (yang menimbulkan thrill tersebut). Perkusi Telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakan di dinding dada, dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak tangan dan keempat jari lain agak diangkat. Tujuannya adalah supaya tidak meredam suara ketukan. Sebagai jari pengetuk adalah jari tengah tangan kanan. Pada awaktu pengetukan hanya menggerakan sendi pergelangan tangan dan tidak menggerakan sendi siku. Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung, pinggang jantung dan countur jantung. Batas Jantung Kanan Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula kanan, jari-jari tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga. Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari cranial ke arah caudal. Suara normal yang didapat adalh bunyi sonor yang berasal dari paru. Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan. Bunyi redup ini berasal dari batas antara paru dan puncak hati. Puncak hati ini ditutupi oleh diagfragma dan masih ada jaringan paru di atas jaringan puncak hati itu, sehingga terdapat gabungan antara masa padat dan sedikit udara dai paru. Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial. Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga. Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal kanan. Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pakak, yang merupakan batas absolut jantung kanan, biasanya pada garis midsternal. Batas Jantung Kiri Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Bila terdapat pembesaran jantung kekiri, perkusi dapat dimulai dari garis aksila medial. Kemudian jari tengah diletakan pada titik teratas garis aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga. Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke timpani yang merupakan batas paru dan lambung, biasanya pada sela iga VIII kiri. Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri tegak lurus terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan batas relatif jantung paru. Biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavicular kiri. Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak yang merupakan batas absolut jantung kiri. Pada keadaan empfisema paru bats-batas jantung absolut akan mengecil. 189

190 Seandainya pasien sudah makan banyak, bunyi timpani yang merupakan batas paru lambung tidak muncul, maka dilakukan teknik pemeriksaan lain untuk menentukan batas jantung kiri. Mula-mula dilakukan penetuan batas paru-hati lebih dahulu se[erti di atas, kemudian diukurkan 2 jari ke kranial. Dari titik ini ditarik garis lurus sejajar iga, memotong garis aksila anterior kiri. Dari titik ini dilakukan perkusi tegak lurus iga ke arah medial untuk menetukan titik perubahan bunyi sonor ke redup, yang merupakan batas jantung kiri. Batas Jantung Atas Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu. Dari titi teratas dilakukan perkusidan arah sejajar iga ke arah kaudal, sampai terajadi perubahan suara dari sonor ke redup. Normal adalah sela iga II kiri. Pinggang Jantung Tentukan lebih dahulu garis parasternal kiri. Kemudian dilakukan perkusi ke arah kaudal mulai dari titik teratas garis tersebut, dengan posisi tengah sejajar iga. Yang dicari adalah perubahan bunyi sonor-redup. Normal terletak pada sela Iga III kiri. Bila titik batasnya misalnya pada sela iga II. Berati pinggang jantung hilang. Hal ini terjadi karena pembesaran atrium kiri. Misalnya pada mitral vitium. Countur jantung Untuk menggambarkan bentuk jantung, memastikan besarnya jantung dan apakah masih ada pinggang jantung. Pemeriksaan dimulai dari sela iga I kanan dilakukan dari lateral ke medial dengan jari tengah sejajar iga sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup. Kemudian dilakukan perkusi dari sela iga II kanan dengan cara yang sama dan seterusnya sampai ke kaudal. Titik-titik batas tadi ditentukan kemudian ditarik garis ehingga terdapat garis batas jantung kanan. Begitu juga dilakukan pada sisi jantung kiri dengan cara yang sama. Akhirnya didapatkan gambaran garis batas jantung kanan dan juga terlihat gambaran pinggang jantung. Pada pembesaran jantung atau pada gagal jantung, batas-batas jantung bergeser. 190

191 Gambar 3. Perkusi Jantung Gambar 4. Posisi pekak Jantung Auskultasi Auskultasi berguna untuk mendengarkan bunyi-bunyi jantung dengan menggunakan stetoskop. Auskultasi yang baik memerlukan ruangan yang tenang. Usaha kan jangan ada suara suara tambahan. Bagian telinga stetoskop diarahkan ke anterior atau sejajar dengan arah kanal auditoris eksternal. Auskultasi daerah-daerah jantung, pemeriksa harus berada pada sisi kanan pasien sementara pasien berbaring telentang Untuk mendapatkan hasil yang baik, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : didalam ruangan yang tenang, perhatian terfokus untuk mendengarkan bunyi yang lemah, sinkronisasi nadi untuk menetukan bunyi jantung I dan seterusnya menentukan fase sistolik dan diastolik dan menentukan bunyi-bunyi jantung dan bising secara teliti. Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah : 1. Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup mitral 2. Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup trikuspidal. 3. Sela Iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang bersal dari septal bila ada kelainan yaitu ASD atau VSD. 4. Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal. 5. Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi yang berasal dari katup aorta. 6. Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran bising dari katup aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri. Pemeriksaan auskultasi hendaknya dilakukan secara sistemik mulai dari apeks sampai ke titik aorta. Bunyi jantung normal terdiri atas bunyi jantung I dan bunyi jantung II. 191

192 Di area apeks dan trikuspid BJ lebih keras daripada BJ II. Sedangkan area basal yaitu pulmonal dan aorta BJ lemah dari BJ II. BJ I merupakan suara yang dihasilkan dari penutupan katup-katup mitral dan trikuspidal. Sedangkan BJ II adalah karena menutupnya katup-katup aorta dan pulmonal. Untuk menentukan yang mana BJ I adalah dengan meraba arteri radialis atau arteri karotis atau iktus kordis, dimana BJ I sinkron dengan denyut nadi arteri-arteri tersebut atau dengan denyut iktus kordis. Fase antara BJ I dan BJ II disebut fase sistolik, sedangkan fase antara BJ II dan BJ I disebut fase diatolik. Fase sistolik lebih pendek dari pada fase diastolik. Bunyi Jantung Tambahan Bunyi jantung III yaitu, bunyi jantung yang terdengar tidak lama sesudah BJ II, 0,14-0,16 sekon dan didengar pada area apeks. BJ III ini berintensitas rendah, merupakan bunyi yang dihasilkan karena aliran darah yang mendadak dengan jumlah banyak dari atrium kiri keventrikel kiri, pada permulaan fase diastolik. Biasanya terdapat pada kasus insufisiensi mitral. Bunyi jantung IV yaitu bunyi jantung yang terdengar sesaat sebelum BJ I, yang juga dapat didengar di apeks, merupakan bunyi akibatkontraksi atrium yang kuat dalam memompa darah ke ventrikel. Hal ini terjadi karena terdapat bendungan diventrikel sehingga atrium harus memompakan lebih kuat untuk mengosongakan atrium. Biasanya didapat pada kasus gagal jantung. Split BJ II yaitu BJ II terpecah dengan intensitas yang sama dan jarak keduanya dekat. Hal ini terjadi karena penutupan katup-katup pulmonal dan aorta tidak jatuh bersamaan sehingga tidak sinkron. Perbedaan ini terjadi karena ventrikel kanan misalnya lebih besar sehingg aktup pulmonal menutup lebih lambat. Misalnya terjadi pada kasus ASD. Opening snap yaitu terbukanya katup mitral yang kaku dengan mendadak, sehingga terdengar bunyi dengan intensitas tinggi sesudah BJ II. Didapat pada kasus stenosis mitral. Makin dekat jarak opening snap dengan BJ II. Makin berat derajat MS, berkisar antara 0,04-0,12 s. Aortic click adalah bunyi yang dihasilkan karena katup aorta yang membuka secara cepat dan didapat pada kelainan stenosis aorta. Pericardial Rab. didapat pada kasus perikarditis konstriktiva. terjadi gesekan antara perikard lapis viseral dan lapis parietal. Bunyi ini tidak dipengaruhi oleh pernapasan. Bunyinya kasar dan dapat di dengar di area tricuspidal dan apical dan bisa terdengar pada fase sistolik atau diastolik atau keduanya. Irama Jantung 1. Normalnya adalah reguler, dengan denyut jantung berkisar antara menit. 2. Irreguler : 192

193 Terdengar ekstrasistole, yaitu irama dasarnya reguler tetapi diselingi oleh denyut jantung ekstra. Irama dasarnya memang sudah tidak teratur, yaitu pada kelainan aritmia fibrilasi atrial. 3. Irama Gallop (derap kuda) Irama jantungnya cepat dan bunyi-bunyi jantungya terdiri atas tiga komponen atau empat komponen, yaitu terdiri dari BJ I BJ II dan BJ III atau terdiri atas : BJ IV-BJ II atau BJ III. Biasanya dapat didengar di apeks dan terdapat pada kasus gagal jantung. Bising Jantung Pada tiap kali melakukan auskultasi pada titik-titik area harus diperhatikan apakah ada bising jantung. Bila ada bising, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Terletak di fase manakah bising tersebut yaitu dengan membandingkannya dengan BJ I dan setelah itu ditentukan letak bising tersebut. 2. Bagaimana kualitas bising tersebut, yaitu apakah kasar seperti ada gesekan yang sering disebut rumble dan biasanya didapat pada kasus stenosis mitral sebagai bising diastolik. Sekaligus ditentukan posisi bising diastolik tersebut, apakah early mid diastolik atau pra sistolik. Dicari juga bunyi jantung tambahan atau opening snap dan biasanya mengisi fase sistolik. Tentukan posisi letak bising, yaitu early late systolik ataupun pan (holo) sistolik. Pan sistolik bising seringdidapat pada kelainan insufisiensi mitral. Disini juga fase BJ I melemah dan cari juga apakah ada BJ III. Type ejection yaitu bising dengan nada keras, karena dipompakan melalui celah yang sempit. Didapat pada kasus stenosis aorta. Continuous murmur yaitu bising yang terdengar terus-menerus di fase sistolik dan fase diastolik. Didapatkan pada kasus PDA (Paten Duktus Arteriosus). 3. Punctum maksimum bising jantung harus ditentukan, misalnya pada apeks, trikuspidal, ataupun lainnya. Bila pada apeks kurang keras, misal karena obesitas, pasien dapat dimiringkan kekiri, sehingga bising jantung dapat terdengar lebih jelas. Untuk triskuspidal, supaya lebih jelas, pasien disuruh bernapas dalam (inspirasi) kemudian tahan. Bising jantung akan terdengar lebih keras pada inspirasi dan pada ekspirasi bising akan melemah. Untuk mendengar bising di katup aorta dan pulmonal, pasien disuruh duduk dengan stetoskop tetap di lokasi. 4. Penjalaran harus diperhatikan. Misalnya pada kasus Mitral valve prolapse (MPV) tidak terjadi penjalaran bising. Pada kasus dengan kelainan katup aorta akan menjalar ke arteri karotis, sehingga perlu dilakukan auskultasi karotis. 5. Derajat intensitas bising terdapat 6 tingkat, yaitu: Derajat 1 terdengar samar-samar. Derajat 2 terdengar halus. Derajat 3 terdengar jelas dan agak keras 193

194 Derajat 4 terdengar keras. Dapat juga dengan cara telapak tangan pemeriksa diletakkan misalnya pada apeks kemudian dapat didengar dengan stetoskop yang diletakan pada punggung telapak tangan tersebut. Derajat 5 terdengar sangat keras. Dapat dilakukan dengan cara telapak tangan pemeriksa diletakkan di apeks, kemudian stetoskop diletakkan di lengan bawah dan bising jantung masih terdengar. Derajat 6 sudah terdengar meskipun stetoskop tidak diletakkan di dinding dada. Khusus untuk bising sistolik perlu diperhatikan bahwa tidak semuanya akibat dari kelainan organik katup jantung. Ada kemungkinan karena over volume misalnya pada anemia berat, perempuan hamil. Biasanya bising sistolik ini halus dan terdengar pada semua ostia. Pemebesaran ventrikel, biasanya pada ventrikel kanan terjadi dilatasi sekunder karena stenosis mitral, terjadi pelebaran annulus trikuspidal sehingga akan terdengar arus regurgitasi pada katup trikuspidal. Pada tumor mikson yang menutupi katup mitral akan menyebabkan bising diastolik. Gambar 5. Posisi katup Jantung 194

195 Empat Posisi Standar Untuk Auskultasi : Telentang Dekubitus lateral kiri Duduk tegak lurus Duduk membungkuk ke depan. 195

196 Gambar 6. Posisi auskultasi jantung : A Posisi telentang. B Posisi lateral decubitus. C. Posisi duduk tegak. D.Posisi membungkuk kedepan F. PROSEDUR 1. Senyum salam sapa 2. Berikan penjelasan kepada penderita apa yang akan anda lakukan. 3. Pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita. 4. Cuci tangan WHO 5. Minta pasien membuka bajunya. 6. Posisi penderita berbaring telentang 30 derajat dengan mengelevasi ujung tempat tidur. Ruang pemeriksaan harus tenang 7. Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati misalnya tampak capek, kelelahan, frekuensi nafas meningkat, sesak, sianosis dan edema. Inspeksi Palpasi Mengamati ada tidaknya asimetris dada, bentuk dada, gerakan dada, pulsasi diarea apeks, trikuspidal, pulmonal, aorta. 1. Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita 2. Meletakkan jari 2 dan 3 pada leher meraba denyut arteri karotis untuk melihat ejeksi ventrikel kiri (denyut, kontur dan volume di dalam arteri karotis yang mencerminkan kejadian-kejadian didalam jantung dan ventrikel. 3. Meraba dada penderita dengan seluruh telapak tangan dan merasakan gerakan pernafasan untuk palpasi dada 4. Membandingkan gerakan dada kanan dan kiri dengan meletakkan satu tangan di dada kanan dan satu tangan didada kiri. 5. Gunakan ujung permukaan bawah ujung jari anda untuk meraba apeks jantung, diukur berapa cm diameter, tentukan lokasinya. Apeks teraba sebagai pulsasi yang berukuran kira-kira setengah mata uang logam (2 cm) dan lokasinya terletak 2 jari medial dari garis midclavikula kiri. 6. Laporkan hasilnya: Denyut arteri karotis: frekuensi, volume, kualitas upstroke, penurunan dan waktu ejeksi. Denyut apeks: lokasi, ukuran dan intensitas. Apakah ada thrill, heaving, lift Perkusi 196

197 1. Pemeriksaan tetap disebelah kanan tempat tidur pasien. 2. Telapak tangan kiri diletakkan di dinding dada, dengan jari tengah (jari ke-3) sebagai landasan ketok, sedangakan telapak tangan dan keempat jari agak diangkat. Mengetuk dengan jari tengah kanan 3. Jari tengah tangan kanan tegak lurus pada jari tengah tangan kiri 4. Sikap tangan kanan rileks, gerakan pada sendi pergelangan tangan dan tidak menggerakkan siku. Batas Jantung Kanan Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midclavikula kanan, jari-jari tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga. Kemudian dilakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari cranial ke arah caudal. Suara normal yang didapat adalah bunyi sonor yang berasal dari paru. Perkusi diteruskan sampai timbul suara redup, biasanya pada sela iga VI kanan. Setelah didapat titik batas sonor-redup, diukur dua jari kearah cranial. Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak tangan dan jari-jarinya diposisikan dengan arah jari tegak lurus terhadap iga. Kemudian dilakukan perkusi ke arah medial untuk mencari perubahan suara dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan normal adalah pada garis sternal kanan. Dari titik batas ini selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pakak, yang merupakan batas absolut jantung kanan, biasanya pada garis midsternal. Batas Jantung Kiri Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Bila terdapat pembesaran jantung kekiri, perkusi dapat dimulai dari garis aksila medial. Kemudian jari tengah diletakan pada titik teratas garis aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga. Perkusi dari kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke timpani yang merupakan batas paru dan lambung, biasanya pada sela iga VIII kiri. Dari titik ini diukur dua jari ke arah kranial dengan posisi jari kiri tegak lurus terhadap iga, sampai timbul perubahan suara dari sonor ke redup, yang merupakan batas relatif jantung paru. Biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavicular kiri. Perkusi diteruskan ke medial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke pekak yang merupakan batas absolut jantung kiri. Batas Atas 197

198 Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu. Dari titi teratas dilakukan perkusi dan arah sejajar iga ke arah kaudal, sampai terajadi perubahan suara dari sonor ke redup. Normal adalah sela iga II kiri. Pinggang Jantung Tentukan lebih dahulu garis parasternal kiri. Kemudian dilakukan perkusi ke arah kaudal mulai dari titik teratas garis tersebut, dengan posisi tengah sejajar iga. Yang dicari adalah perubahan bunyi sonorredup. Normal terletak pada sela Iga III kiri. Bila titik batasnya misalnya pada sela iga II. Berati pinggang jantung hilang. Countur Jantung Pemeriksaan dimulai dari sela iga I kanan dilakukan dari lateral ke medial dengan jari tengah sejajar iga sampai terjadi perubahan suara dari sonor ke redup. Kemudian dilakukan perkusi dari sela iga II kanan dengan cara yang sama dan seterusnya sampai ke kaudal. Titik-titik batas tadi ditentukan kemudian ditarik garis sehingga terdapat garis batas jantung kanan. Begitu juga dilakukan pada sisi jantung kiri dengan cara yang sama. Auskultasi 1. Posisi pemeriksa tetap disebelah kanan pasien dan di dalam ruang yang sunyi. 2. Pemeriksaan boleh mulai dari apeks atau basal. 3. Tetapkan stetoskop erat-erat ke dinding dada. 4. Gunakan sisi diagfragma untuk mendengarkan bunyi jantung frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III 5. Menggunakan sisi bel untuk mendengarkan bunyi Jantung I dan II. Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah : Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup mitral Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup trikuspidal. Sela Iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila ada kelainan yaitu ASD atau VSD. Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal. Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi yang berasal dari katup aorta. Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran bising dari katup aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri. 198

199 G. DAFTAR PUSTAKA 1. Sudoyo, dkk. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. FKUI, Jakarta, Hal ADAMS. Diagnosis Fisik. Edisi 17. terjemahan. EGC, jakarta,1995. hal Erickson, B. Bunyi jantung dan Murmur : Terjemahan. Edisi 4. EGC, jakarta, Hal Snell,S : Anatomi klinik Untuk mahasiswa Kedokteran. Terjemahan. Edisi 3. EGC, Jakarta hal H. EVALUASI No Ceklist Latihan Pemeriksaan Fisik Jantung Lanjut LANGKAH KLINIK YANG DINILAI I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN 1 Senyum, salam dan sapa 2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent II ITEM PROSEDURAL 3 Persiapan Alat 4 Cuci Tangan WHO 5 Minta pasien membuka baju dan membaringkan pasien terlentang 30 derajat Inspeksi 6 Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati misalnya tampak capek, kelelahan, frekuensi nafas meningkat, sesak, sianosis dan edema. 7 Mengamati ada tidaknya asimetris dada, bentuk dada, gerakan dada, pulsasi diarea apeks, trikuspidal, pulmonal, aorta. Palpasi 8 Berusaha menghangatkan tangan sebelum menyentuh penderita 9 Meletakan jari 2 dan 3 pada leher meraba denyut arteri karotis untuk melihat ejeksi ventrikel kiri (denyut, kontur dan volume di dalam arteri karotis yang mencerminkan kejadian-kejadian didalam jantung dan ventrikel 10 Meletakan jari 2 dan 3 pada leher meraba denyut arteri karotis untuk melihat ejeksi ventrikel kiri (denyut, kontur dan volume di dalam arteri Skor

200 karotis yang mencerminkan kejadian-kejadian didalam jantung dan ventrikel. 11 Meraba dada penderita dengan seluruh telapak tangan dan merasakan gerakan pernafasan untuk palpasi dada 12 Membandingkan gerakan dada kanan dan kiri dengan meletakkan satu tangan di dada kanan dan satu tangan didada kiri. 13 Gunakan ujung permukaan bawah ujung jari anda untuk meraba apeks jantung, diukur berapa cm diameter, tentukan lokasinya. Apeks teraba sebagai pulsasi yang berukuran kira-kira setengah mata uang logam (2 cm) dan lokasinya terletak 2 jari medial dari garis midclavikula kiri Perkusi 14 Pemeriksaan tetap disebelah kanan tempat tidur pasien. 15 Telapak tangan kiri diletakkan di dinding dada, dengan jari tengah (jari ke-3, phalanx) sebagai landasan ketok, sedangakan telapak tangan dan keempat jari agak diangkat. Mengetuk dengan jari tengah kanan 16 Menilai Batas Kanan Jantung 17 Menilai Batas Kiri Jantung 18 Menilai Batas Atas Jantung 19 Menilai Pinggang Jantung 20 Menilai Countur Jantung Auskultasi 21 Gunakan sisi diagfragma untuk mendengarkan bunyi jantung frekuensi rendah, misalnya bunyi jantung III 22 Menggunakan sisi bel untuk mendengarkan bunyi Jantung I dan II 23 Lokasi titik pemeriksaan auskultasi adalah : Apeks untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup mitral 24 Sella iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang bersal dari katup trikuspidal. 25 Sela Iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila ada kelainan yaitu ASD atau VSD 26 Sela iga II linea parasternal kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal 27 Sela iga II linea parasternal kanan untuk mendengarkan bunyi yang berasal dari katup aorta. 28 Arteri karotis kanan dan kiri untuk mendengarkan bila ada penjalaran 200

201 bising dari katup aorta ataupun kalau ada stenosis di arteri karotis sendiri ITEM PENALARAN KLINIS 29 Mampu menyimpulkan hasil pemeriksaan fisik jantung. 30 Mampu menyarankan langkah selanjutnya dari hasil yang didapat dari pemeriksaan jantung. III ITEM PROFESIONALISME 32 Tunjukkan sikap percaya diri 33 Tunjukkan sikap menghormati pasien 34 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record TOTAL Keterangan: 0 = Tidak dilakukan 1= Dilakukan tidak sempurna/lengkap/benar 2= Dilakukan dengan sempurna 201

202 PEMERIKSAAN JUGULAR VENOUS PRESSURE (JVP) A. TEMA Pemeriksaan Jugular venous pressure (JVP) B. TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Instruksional Umum: Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan JVP Tujuan Instruksional khusus Mampu melakukan pemeriksaan JVP dengan benar. Mampu menyimpulkan hasil pemeriksaan. C. ALAT DAN BAHAN 2 buah penggaris / mistar Pulpen Kapas dan alkohol D. SKENARIO Seorang kakek berumur 60 tahun dibawa kerumah sakit karena sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Dari anamnesa didapatkan sesaknya sudah lama dirasakan terutama saat berjalan beberapa meter saja sudah sesak dan meningkat sejak 1 hari yang lalu. Malam hari si kakek sering terbangun karena sesak dan lebih suka menggunakan bantal tinggi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/90, frekuensi nadi 70x/menit, frekuensi nafas 30x/menit. Pemeriksaan Jantung JVP 3 cm dari angulus sterni, Pemeriksaan Thorax : paru Ronki +/+. Jantung: ictus teraba 1 jari lateral linea midclavicula RIC VI, auskultasi dalam batas normal. Tungkai edema +. Bagaimana mengukur JVP? E. DASAR TEORI Anatomi Sternum Sternum terdiri dari tiga bagian : 1. Manubrium sterni 202

203 2. Corpus sterni 3. Processus xipoideus Manubrium Sterni Merupakan bagian atas sternum, dan bersendi dengan klavikula dan kosta 1 dan bagian atas rawan kosta II pada masing-masing sisi. Manubrium sterni terletak berhadapan denagn thoracica III dan IV. Corpus Sterni Di atas bersendi dengan sendi fibrokartilago, articulatio manubrio sternalis. Di bawah corpus sterni bersendi dengan processus xipoideus. Pada samping corpus sterni terdapat lekukanlekukan untuk bersendi dengan bagian bawah rawan costa II dan rawan costa III sampai VII. Rawan II sampai VII bersendi dengan sternum melalui sendi sinovial. Processus xipoideus Merupakan bagian terbawah dan terendah sternum. Merupakan rawan hialin yang tipis yang pada orang dewasa mengalami osifikasi pada ujung proximalnya. Angulus sterni (sudut Louis) yang dibentuk oleh persendian manubrium sterni dengan corpus sterni, dapat dikenal dengan adanya peninggian transversal pada permukaan anterior sternum. Peninggian transversal terletak setinggi rawan costa II, tempat dimana semua rawan costa dan costa dihitung. Angulus sterni terletak berhadapan dengan diskus intervetebralis antara vertebra thoracica IV dan V. Gambar 1. Costae, manubrium sterni 203

204 Gambar 2. Posisi vena jugularis externa Fisiologi Tekanan Vena Sistem vena mempunyai tekanan lebih rendah dari pada arteri. Dinding vena sedikit mengandung otot dari pada arteri, hal ini mengurangi kekakuan vena dan lebih menggelembung. Hal lain yang menentukan tekanan vena adalah volume darah dan kapasitas jantung kanan untuk memompa darah ke system arteri pulmonalis. 204

205 Penyakit jantung dapat mengubah berbagai variabel, mempengaruhi tekanan vena sentral. Misalnya gagalnya tekanan vena ketika output ventrikel kiri atau volume darah berkurang secara signifikan, atau meningkat ketika kegagalan jantung kanan atau ketika tekanan meningkat di kantong pericardial akan menghambat darah balik ke atrium. Perubahan tekanan vena direfleksikan dengan tingginya kolom darah di vena jogularis. Yang disebut Jogular venous Pressure (JVP). Tekanan vena jugularis mereflksikan tekanan atrium kanan, yang memberikan indikator klinis yang penting untuk fungsi jantung dan hemodinamik jantung kanan. JVP biasanya diukur vertikal jarak di atas angulus sternum: pertemuan ujung klavikula denan Kosta kedua dan manubrium sterni. Tinggi normal JVP adalah 5-2 cm H2O sampai 5 +2 cm H2O F. PROSEDUR 1. Melakukan cuci tangan menurut WHO. 2. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita 3. Menjelaskan maksud pemeriksaan dan meminta persetujuan serta buat pasien nyaman. 4. Penderita berbaring dengan membuat sudut 30 derajat dari bidang horizontal. 5. Identifikasi vena jugularis. 6. Menemukan titik teratas pada pulsasi vena jugularis (bendung vena dengan cara mengurut vena kebawah lalu dilepas). 7. Tentukan titik angulus sternalis (pertemuan manubrium sterni dengan corpus sterni) 8. Dengan mistar plastik pertama proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena secara horizontal kedada sampai titik manubrium sterni. 9. Kemudian mistar kedua letakkan vertikal ke angulus sternalis. 10. Ukurlah hasil pembacaan ( hasil yang dibaca 5+ angka didapat pada mistar). Tambahan: 11. Untuk melihat kenaikan vena jugularis Tempatkan telapak tangan pada tengah abdomen 12. Tekan telapak tangan kearah dalam 13. Tahan detik 14. Mengamati ada tidaknya kenaikan tekanan vena jugularis. 15. Melakukan cuci tangan. 205

206 Gambar 3. Palpasi vena leher Gambar 4. Pengukuran JVP 206

207 Gambar 5. Posisi dan proyeksi Vena Jugularis external G. DAFTAR PUSTAKA 1. Sudoyo, dkk. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. FKUI, Jakarta, Hal ADAMS. Diagnosis Fisik. Edisi 17. terjemahan. EGC, jakarta,1995. hal Snell,S : Anatomi klinik Untuk mahasiswa Kedokteran. Terjemahan. Edisi 3. EGC, Jakarta hal Bate s. Guide To Phycal Examination And History Taking. Ed 9. Philadelphia H. EVALUASI Cek List Latihan Pemeriksaan JVP No LANGKAH KLINIK YANG DINILAI Skor

208 I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN 1 Senyum, salam dan sapa 2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent II ITEM PROSEDURAL 3 Persiapan Alat 4 Cuci Tangan WHO 5 Minta pasien membuka baju dan membaringkan pasien terlentang 30 derajat 6 Identifikasi vena jugularis 7 Menemukan titik teratas pada pulsasi vena jugularis 8 Tentukan titik angulus sternalis 9 Dengan mistar pertama proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena secara horizontal 10 Mistar kedua letakkan vertikal ke angulus sternalis 11 Ukur lah jarak antara titik angulus strnalis vertikal ke titik pertemuan kedua mistar 12 Cuci tangan ITEM PENALARAN KLINIS 13 Mampu menyimpulkan hasil yang didapat III ITEM PROFESIONALISME 14 Tunjukkan sikap percaya diri 15 Tunjukkan sikap menghormati pasien 16 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record TOTAL No Ceklist OSCE Pemeriksaan JVP LANGKAH KLINIK YANG DINILAI I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN 1 Senyum, salam dan sapa 2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent II ITEM PROSEDURAL 3 Persiapan alat, persiapan pasien, cuci tangan WHO Skor

209 4 Identifikasi vena jugularis 5 Menemukan titik teratas pada pulsasi vena jugularis 6 Tentukan titik angulus sternalis 7 Dengan mistar pertama proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena secara horizontal 8 Mistar kedua letakkan vertikal ke angulus sternalis 9 Ukur lah jarak antara titik angulus strnalis vertikal ke titik pertemuan kedua mistar ITEM PENALARAN KLINIS 10 Mampu menyimpulkan hasil yang didapat III ITEM PROFESIONALISME 11 Tunjukkan sikap percaya diri 12 Tunjukkan sikap menghormati pasien 13 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record TOTAL Keterangan: 0 = Tidak dilakukan 1= Tidak sempurna 2= sempurna 209

210 A. TEMA Keterampilan Pemasangan EKG PEMASANGAN EKG B. TUJUAN Mahasiswa mampu mempersiapkan pasien dan alat EKG Mahasiswa mampu meletakkan elektroda pada tempatnya Mahasiswa mampu melakukan penyadapan Mahasiswa mampu membuat elektrokardiogram dan keterangan Mahasiswa mengetahui konsep dasar pemeriksaan EKG Mahasiswa mengetahui indikasi pemeriksaan EKG C. ALAT DAN BAHAN a. Jelly, alkohol, kasa b. EKG dan elektrodanya c. Sumber listrik d. Meja periksa D. SKENARIO Nyeri dada Tn. Budi umur 44 tahun adalah seorang pengusaha sukses, dalam suatu rapat dengan kliennya, tiba-tiba terjatuh karena kesakitan, dia dibawa ke IGD. Dari anamnesa didapatkan bahwa dadanya rasa terhimpit dan menjalar ke bahu secara tiba-tiba. Kejadian ini baru pertama kali, Pak Budi sudah 4 tahun menderita hipertensi. Dari pemerksaan fisik keadaan umum tampak sakit berat, TD 130/80 mmhg, frekuensi nadi 60x/menit, frekuensi nafas 20/menit. Pemeriksaan fisik jantung dalam batas normal. Dari pemeriksaan EKG didapatkan ST elevasi. E. DASAR TEORI Sifat-Sifat listrik sel Jantung Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang dalam sel (intaseluler) dan ruang luar sel (ekstraseluler). Dari ionion ini yang terpenting adalah ialah ion Natrium (Na+) dan ion kalium (K+). 210

211 Kada K+ intraseluler sekitar 30 kali lebih tingg dalam ruang extraseluler daripada dalam ruang intraseluler. Membran sel otot jantung ternyata lebih permeabel untuk ion negatif daripada untuk ion Na+. Dalam keadaan istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion, potensial membran bagian dalam dan bagiaan luar tidak sama. Membran sel otot jantung saat istirahat berada pada keadaan polarisasi, dengan bagian dalam. Selisih potensial ini disebut potensial membran, yang dalam keadaan istirahat berkisar -90 mv. Bila membran otot jantung dirangsang, sifat permeabel membran berubah sehingga ion Na+ masuk kedalam sel, yang menyebabkan potensial membran berubah dari -90 mv menjadi +20 mv (potensial diukur intraseluler terhadap extraseluler). Perubahan potensial membran karena stimulus ini ndisebut depolarisasi selesai, maka potensial membran kembali mencapai keadaan semula, yang disebut depolarisasi. Sistem Konduksi jantung: Pada umumnya, sel otot jantung yang mendapat stimulus dari luar, akan menjawab dengan timbulnya potensial aksi, yang disertai dengan kontraksi dan kemudian repolarisasi yang disertai dengan relaksasi. Potensial aksi dari satu sel otot jantung yang akan diteruskan ke arah sekitarnya. Sehingga sel=sel otot jantung disekitarnya akan mengalami juga proses eksitasi, kontraksi dan relaksasi. Penjalaran peristiwa listrik ini disebut konduksi. Berlainan dengan sel-sel jantung biasa, dalam jatung terdapat kumpulan sel-sel jantung khusus yang mempunyai sifat dapat menimbulkan potensial aksi sendiri tanpa adanya stimulus dari luar. Sifat sel-sel ini disebut sifat automatisitas. Sel-sel ini terkumpul dalam suatu sistem konduksi jantung. Sistem koduksi jantung terdiri dari atas: Simpul Sinoatrial (sering disebut nodus sinus, disingkat sinus). Simpul ini terletak pada batas antara vena kava superior dan atrium kanan. Simpul ini mempunyai sifat automatisitas yang tertinggi dalam sistem konduksi jantung. Sistem konduksi Intra-Atrial Akhir-akhir ini dianggap bahwa dalam atrium terdapat jalur-jalur khusus sistem konduksi jantung yang terdiri dari 3 jalur internodular yang 211

212 menghubungkan simpul sino atrial dan simpul atrioventrikular, dan jalur Bachman yang menghubungkan atrium kanan dan atrium kiri. Simpul Atrio-ventrikular (sering disebut nodus atrioventrikuler disingkat nodus) Simpul ini terletak di bagian bawah atrium kanan, antara sinus koronarius dan daun katup trikuspid bagian septal. Berkas his Berkas His. Berkas his adalah sebuah berkas adalah berkas yang pendek yang merupakan lelanjutan bagian bagian bawah simpul atrioventrikular yang menembus anulus fibrosus dan septum bagian membran. Simpul atrioventrikuler bersama berkas his disebut penghubung atrio-ventrikuler. Cabang berkas Ke arah distal, berkas his bercabang menjadi dua bagian yaitu cabang berkas kiri dan cabang berkas kanan. Cabang berkas kiri memberikan cabang-cabang ke ventrikel kiri, sedangkan cabang berkas kanan bercabang-cabanf ke arah ventrikel kanan. Fasikel Cabang berkas kiri bercabang menjadi dua bagian, yaitu fasikel kiri anterior dan fasikel kiri posterior. Serabut purkinye Bagian terakhir dari sistem konduksi jantung ialah serabut-serabut Purkinye yang merupakan anyaman halus dan berhungan erat dengan sel-sel jantung. Gambaran Siklus Jantung pada Elektrokardiogram EKG adalah rekaman potensial listrik yang timbul sebagai akibat aktivitas jantung. Yang dapat direkam adalah aktivitas listrik yang timbul pada waktu otot-otot jantung berkontraksi. Sedangkan potensial aksi pada sistem konduksi jantung takterukur dari luar karena kecil. Gelombang P : hasil depolarisasi atrium kanan dan kiri Segmen PR : garis isoelektrik yang menghubungkan gelombang P dan gelombang QRS Gelombang kopleks QRS : suatu kelompok gelombang yang merupakan hasil depolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Gelombang kompleks QRS pada umumnya terdiri dari gelombang Q yang merupakan gelombang ke bawah yang pertama, gelombang r merupakan gelombang ke atas yang pertama, gelombang S yang merupakan ke bawah pertama setelah gelombang R. 212

213 Segment ST : Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T. Gelombang T : potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Gelombang U : gelombang ini berukuran kecil dan sering tidak ada. Gambar 1. Gambaran EKG normal Sadapan-sadapan Ektroda Pada EKG konvensional terdapat 10 elektroda. 4 buah elektroda ekstremitas dan 6 buah elektroda prekordial. RA = lengan kanan LA = lengan kiri RL = tungkai kanan LL = tungkai kiri Elektroda prekordial: V = C V1 : garis parasternal kanan, pada interkostal IV 213

214 V2 : garis parasternal kiri, pada interkostal IV V3 : titik tengah antara V2 dan V4 V4 : garis klavikula tengah, pada interkostal V V5 : garis aksila depan, sama tinggi dengan V4 V6 : garis aksila tengah, sama tinggi dengan V4 dan V5 214

215 Gambar 2. Lokasi penempatan elektroda EKG Gambar 3. Lokasi penempatan elektroda precordial Hal-hal yang harus diingat: 1. EKG dibentuk oleh perubahan listrik yang disertai dengan aktivasi atrium dan kemudian ventrikel 2. Aktivasi atrium menimbulkan gelombang P 3. Aktivasi atrium menimbulkan gelombang kompleks QRS Defleksi pertama adalah gelombang Q. Setiap defleksi ke atas adalah gelombang R. Defleksi kebawah sesudah gelombang R adalah gelombang S. 4. Pada saat gelombang depolarisasi menyebar ke arah sadapan, defleksi terutama ke atas. Pada saat gelombang menjauhi sadapan, defleksi terutama ke bawah. 5. Enam sadapan tungkai (I, II, III, VR, VL, dan VF) melihat jantung dari samping dan kaki pada vertikal. 6. Sumbu jantung merupakan rata-rata penyebaran pola depolarisasi dilihat dari depan, dan diperkirakan dari sadapan I, II, dan III. 215

216 7. Sadapan dada atau V melihat jantung dari depan dan sisi kiri pada bidang horizontal. Sadapan V1 diposisikan di atas ventrikel kanan. Dan sadapan V6 di atas ventrikel kiri. 8. Septum didepolarisasikan dari sisi kri ke kanan. 9. Pada jantung normal, ventrikel kiri mempengauruhi EKG lebih besar dari pada ventrikel kanan. Indikasi Pemeriksaan EKG : Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengetahui : 1. Adanya kelainan-kelainan irama jantung. 2. Adanya kelainan-kelainan miokard seperti infark 3. Adanya pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis 4. Gangguan Elektrolit 5. Perikarditis 6. Pembesaran jantung. F. PROSEDUR Langkah-langkah pemasangan EKG 1. Melakukan persiapan alat-alat. Alat EKG lengkap dan siap pakai Kapas alkohol pada tempatnya Kassa 2. Mempersiapkan Pasien Memberikan penjelasan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan Mempersilahkan pasien untuk tidur terlentang datar 3. Urutan Perekaman EKG Melakukan cuci tangan menurut WHO. Minta pasien untuk membuka baju. Bila pasien memakai jam tangan, gelang dan logam lain untuk dilepaskan terlebih dahulu Bersihkan daerah dada penderita yang akan diperiksa dan bersihkan elektroda dengan alkohol. Mengoleskan jelly EKG pada permukaan elektroda Hubungkan EKG ke sumber listrik, hidupkan, lalu tes dan matikan. Tempatkan Lead V4: putih coklat interkostal 5 linea midklavikularis 216

217 Lead N / RL: hitam: pergelangan kaki kanan Lead F / LL: hijau: pergelangan kaki kiri Lead R / RA : merah pergelangan tangan kanan Lead L / LL: kuning: pergelangan tangan kiri Lead V1: putih/merah: ruang interkostal 4 sebelah kanan garis sternum Lead v2: putih/kuning: ruang interkostal 4 sebelah kiri garis sternum Lead V3: putih/hijau : dipasang antara V4 dan V2 Lead V6; putih/violet: di linea midaxilaris sejajar V4 Lead V5:putih hitam ; antara V4 dan V6 Melakukan kalibrasi 10 mm dengan keadaan 25 mm/volt/detik. Membuat rekaman secara berurutan sesuai dengan pilihan lead yang terdapat pada mesin EKG Melakukan kalibrasi kembali setelah rekaman selesai. Memberi identitas pasien pada hasil rekaman : nama, umur. Tanggal, dan jam rekaman serta no lead dan nama pembuat rekaman EKG. Merapikan alat-alat dan mencuci tangan kembali. G. DAFTAR PUSTAKA 1. Hampton, J.R. Dasar-dasar EKG. Edisis 6. Terjemahan. EGC, Jakarta, hal Green, JM, Chiaramida, A. EKG 12 Sadapan Terpercaya. Terjemahan. EGC, jakarta, Tim skill lab. Skill laboratory Manual: EKG. UGM, Jogyakarta, Tim skill lab. Skill laboratory Manual: Sistem Kardiovaskuler. FK UNHAS, Makasar, Braunwald, E, ed. Heart Desease: A Textbook of cardiovascular Medicine. 5 th. WB. Saunders Company, Philadelphia, 1997 H. EVALUASI 217

218 No Ceklist Latihan Pemasangan EKG LANGKAH KLINIK YANG DINILAI I ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN 1 Senyum, salam dan sapa 2 Jelaskan pentingnya pemeriksaan ini lalu lakukan informed consent II ITEM PROSEDURAL Persiapan Alat 1 Menyiapkan EKG, Kapas Alkohol, Kassa Persiapan Pasien 2 Mempersilahkan pasien untuk tidur terlentang Perekaman EKG 3 Cuci tangan WHO 4 Minta pasien untuk membuka baju. Bila pasien memakai jam tangan, gelang dan logam lain untuk dilepaskan terlebih dahulu 5 Bersihkan daerah dada penderita yang akan diperiksa dan bersihkan elektroda dengan alkohol. 6 Mengoleskan jelly EKG pada permukaan elektroda 7 Hubungkan EKG ke sumber listrik, hidupkan, lalu tes dan matikan 8 Tempatkan Lead V4: putih coklat interkostal 5 linea midklavikularis Lead N: hitam: pergelangan kaki kanan Lead F: hijau: pergelangan kaki kiri Lead R : merah pergelangan tangan kanan Lead L: kuning: pergelangan tangan kiri Lead V1: putih/merah: ruang intrkostal 4 sebelah kanan garis sternum Lead v2: putih/kuning: ruang interkostal 4 sebelah kiri garis sternum Lead V3: putih/hijau : dipasang antara V4 dan V2 Lead V6; putih/violet: di linea midaxilaris sejajar V4 Lead V5:putih hitam ; antara V4 dan V6 9 Melakukan kalibrasi 10 mm dengan keadaan 25 mm/volt/detik Skor

219 10 Membuat rekaman secara berurutan sesuai dengan pilihan lead yang terdapat pada mesin EKG 11 Melakukan kalibrasi kembali setelah rekaman selesai. 12 Memberi identitas pasien pada hasil rekaman : nama, umur. Tanggal, dan jam rekaman serta no lead dan nama pembuat rekaman EKG. 13 Merapikan alat-alat dan mencuci tangan kembali III ITEM PROFESIONALISME 14 Tunjukkan sikap percaya diri 15 Tunjukkan sikap menghormati pasien 16 Tutup, memberikan salam serta mencatat pada medical record TOTAL Keterangan: 0 = Tidak dilakukan 1= Tidak sempurna 2= sempurna 219

220 PEMBACAAN DAN INTERPRETASI EKG Oleh : dr. Exsa Hadibrata A. TEMA Keterampilan pembacaan dan interpretasi EKG B. TUJUAN Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu untuk : Mengetahui gelombang dan interpretasinya pada elektrokardiogram normal Mengetahui gangguan irama jantung Mengetahui pembesaran jantung Mengetahui kelainan iskemik jantung C. ALAT DAN BAHAN Hasil rekaman EKG Alat tulis D. SKENARIO Saat sedang jaga UGD Rumah Sakit, pasien Tn W, 55 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri, dada seperti terbakar, dan ada penjalaran nyeri ke tangan kiri. Nyeri dada ini terjadi mendadak, dan mulai sakit dada saat pasien ingin pergi bekerja. Pasien sangat cemas sekali dengan keadaannya saat ini. Anda lalu memberikan O2 pada pasien dan melakukan pemeriksaan EKG. Hasil rekaman EKG lalu anda baca dan interpretasikan. E. DASAR TEORI Gambaran Elektrokardiografi Normal Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak 1 mm. Garis yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm. Mengenai waktu diukur sepanjang garis horisontal 1 mm = 0,04 detik atau 40 milidetik, 5 mm = 0,2 detik atau 1 kotak kecil sama dengan 0,04 detik dan 1 kotak besar terdiri dari 5 kotak kecil sama dengan 0,2 detik. Voltage listrik diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam milimeter (10 mm = imv). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik. Dibawah ini adalah jenis-jenis kompleks elektrokardiografi normal : 220

221 Gelombang QRS menunjukkan gelombang-gelombang yang relatif besar (5mm) ; huruf kecil (qrs) menunjukkan gelombang-gelombang kecil (dibawah 5 mm). Gelombang P (P wave) : defleksi yang dihasilkan oleh depolarisasi atrium. Gelombang Q (q) atau Q wave : defleksi negatif pertama yang dihasilkan oleh depolarisasi ventrikel dan mendahului defleksi positif pertama (R). Gelombang R (r) atau R wave : defleksi positif pertama dari depolarisasi ventrikel. Gelombang S (s) atau S wave : defleksi negatif pertama dari depolarisasi ventrikel setelah defleksi positif pertama R. Gelombang T (T wave) defleksi yang dihasilkan sesudah gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel. Gelombang U (U wave) : suatu defleksi (biasanya positif) terlihat setelah gelombang T dan mendahului gelombang P berikutnya. Biasanya terjadi repolarisasi lambat pada sistem konduksi inverventrikuler (Purkinje). 221

222 Gambar 1. Gambaran EKG normal Nilai Interval Normal Nilai R - R : jarak antara 2 gelombang R berturut-turut. Bila irama ventrikel teratur, interval antara 2 gelombang R berturut-turut dibagi dalam 60 detik akan memberikan kecepatan jantung permenit (heart rate). Bila irama ventrikel tidak terartur, jumlah gelombang R pada suatu periode waktu (misalnya 10 detik) harus dihitung dan hasilnya dinayatakan dalam jumlah permenit. Contoh : bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik, maka frekwensi jantung adalah 120 per menit. Interval P-P : pada sinus ritme interval P-P akan sama dengan interval R-R. Tetapi bila irama ventrikel tidak teratur atau bila kecepatan atrium dan venrikel berbeda tetapi teratur, maka interval P-P diukur dari titik yang sama pada 2 gelombang P berturut-turut dan frekwensi atrial per menit dihitung seperti halnya frekwensi ventrikel. Interval P-R : Pengukuran interval ini untuk mengetahui waktu konduksi atrio ventrikel. Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan sebagian depolarisasi atrium, tambah perlambatan eksitasi daripada nodus atrio ventrikuler. Diukur mulai dari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS. Sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12-0,20 detik. Interval QRS : Interval ini adalah pengukuran seluruh waktu depolarisasi ventrikel. Diukur dari permulaan gelombang Q (R bila tidak terlihat Q) sampai akhir gelombang S. Batas atas nilai normalnya adalah 0,1 detik. Kadangkadang pada sandapan prekordial V2 atau V3, interval ini mungkin 0,11 detik. Interval Q-T : Interval ini diukur dari permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang T. Dengan ini diketahui lamanya sistole elektrik. Interval Q-T normal tidak melebihi 0,42 detik pada pria dan 0,43 detik pada wanita. Interval Q-U : pengukuran ini mulai dari awal gelombang Q sampai akhir gelombang U. Tidak diketahui arti kliniknya. Kelainan Kompleks Pada Beberapa Penyakit Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks EKG normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran EKG yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai 222

223 patokan, maka berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit. Kelainan Gelombang P Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi dan lebar pada sandapan I dan II, gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V3. Gambaran ini menunjukkan adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitralis. Gambar 2. Gelombang P mitrale di lead II 223

224 Gambar 3. Gelombang P mitrale di lead V3 Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung kogenital. Gambar 4. Gelombang P pulmonale di lead III Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan tunggal gelombang P misalnya atrial premature beat yang bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard. Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya AV nodal premature beat pada PJK, intoksikasi digitalis, dimana bentuk kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis. Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH). Kelainan Interval P-R Interval P-R panjang Interval P-R memanjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang P diikuti 224

225 P-R > 0,22 detik yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik. Gambar 5. Gambaran AV blok derajat 1 Pada AV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T. Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Gambar 6. Gambaran AV blok derajat 2 Pada blok jantung tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali per menit) dari gelombang P. Jadi terdapat disosiasi komplit antara atrium dan ventrikel. Gambaran diatas ini dapat ditemukan pada PJK, intoksikasi digitalis, IMA. 225

226 Gambar 7. Gambaran AV blok derajat 3 Interval P-R pendek Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW. Kelainan Gelombang Q Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm (lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan avr merupakan gambaran yang normal. Kelainan Gelombang R dan Gelombang S Gelombang R dan Gelombang S menggambarkan axis jantung. Pada axis jantung normal, gelombang R dan S sama pada lead I. Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya right axis deviation. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale. 226

227 Gambar 8. Gambaran right axis deviation di lead I Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya left axis deviati on. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH. Gambar 9. Gambaran left axis deviation di lead III Kelainan Kompleks QRS Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau notched dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR (Penyakit Jantung Rematik). 227

228 Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan. Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis. Irama QRS tidak tetap Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya AV nodal premature beat, ventricular premature beat. Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan intoksikasi digitalis. Kelainan segmen S-T Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri perekaman. Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial menunjukkan adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan avf. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4 VR ditemukan pada infark ventrikel kanan. 228

229 Gambar 10. Lokasi miocard infark dilihat dari EKG lead 229

230 Gambar 11. Derajat kerusakan jantung dan gambaran EKG Gambar 12. Gambaran ST elevasi dan ST depresi Kelainan Gelombang T Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk itu dikemukakan beberapa patokan yaitu : Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan. Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok. Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok. Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II, III. Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan - perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard. 230

231 Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik atau lebih rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali avr dan avl menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior. Kelainan Gelombang U Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi. Prinsip Membaca EKG Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca mengikuti urutan petunjuk di bawah ini 1. Irama Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS didahului oleh sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama sinus. Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua atau tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain lain. 2. Laju QRS (QRS Rate) Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara kali/min, kurang dari 60 kali disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus. Laju QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular (kompleks QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks QRS lebar). Pada blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan juga laju gelombang P (atrial rate). EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi atrium, atau pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun ventrikel), juga pada sick sinus syndrome. 3. Aksis. Aksis normal selalu terdapat antara -30 sampai Lebih dari -30 disebut deviasi aksis kiri, lebih dari +110 disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180 disebut aksis superior. Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable, misalnya pada EKG dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di semua sandapan sama besarnya. Menilai axis jantung dapat kita lakukan dengan membandingkan defleksi gelombang QRS di lead I dan avf, seperti gambar di bawah ini. 231

232 4. Interval P-R Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan Wolff-Parkinson- White syndrome. 5. Morfologi a. Gelombang P Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P pulmonal atau P-mitral. b. Kompleks QRS Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan bagian jantung mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat). Bagaimana amplitudo gelombang R dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang tinggi di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 232

BUKU PANDUAN MANUAL SKILL BLOK 18. SISTEM MUSKULOSKELETAL.

BUKU PANDUAN MANUAL SKILL BLOK 18. SISTEM MUSKULOSKELETAL. BUKU PANDUAN MANUAL SKILL BLOK 18. SISTEM MUSKULOSKELETAL. Pembantu Dekan 1. Penanggung Jawab Prof.DR Dr Eriyati Darwin PA Dr.HM.Setia Budi Zain PA (K). 1 MANUAL SKILLS LAB BLOK MUSKULO SKELETAL TUJUAN

Lebih terperinci

Buku Panduan Clinical Skill Laboratory CSL 4 Semester 4

Buku Panduan Clinical Skill Laboratory CSL 4 Semester 4 Februari 2016 Buku Panduan Clinical Skill Laboratory CSL 4 Semester 4 Fakultas Kedokteran Univeritas Lampung Jln. Prof. Soemantri Bojonegoro No. 1 Bandar Lampung-Indonesia Telp. (0721) 7691197 ii Fakultas

Lebih terperinci

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK 5 Bagian 2 Semester 5 TA.2016/2017

PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK 5 Bagian 2 Semester 5 TA.2016/2017 PANDUAN KETRAMPILAN KLINIK 5 Bagian 2 Semester 5 TA.2016/2017 BLOK 3.2 GANGGUAN MUSKULOSKELETAL EDISI 1 REVISI 2016 TIM PELAKSANA SKILLS LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 1 JADWAL KEGIATAN

Lebih terperinci

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 3.5 GANGGUAN MUSKULOSKELETAL

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 3.5 GANGGUAN MUSKULOSKELETAL PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 3.5 GANGGUAN MUSKULOSKELETAL I. Seri Ketrampilan komunikasi ANAMNESIS KELAINAN ORTOPEDI II. Seri Ketrampilan Pemeriksaan Fisik: PEMERIKSAAN FISIK ORTOPEDI UMUM PEMERIKSAAN FISIK

Lebih terperinci

CHECKLIST UJIAN SKILLS LAB GENITALIA LAKI-LAKI. Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai :

CHECKLIST UJIAN SKILLS LAB GENITALIA LAKI-LAKI. Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai : CHECKLIST UJIAN SKILLS LAB GENITALIA LAKI-LAKI Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai : No Aspek yang dinilai Nilai 0 1 2 Anamnesis 1 Memberi salam dan memperkenalkan diri 1 : melakukan keduanya 0

Lebih terperinci

Lampiran 1 SURAT IJIN PENELITIAN

Lampiran 1 SURAT IJIN PENELITIAN Lampiran 1 88 SURAT IJIN PENELITIAN Lampiran 2 89 SURAT IJIN SURVEI AWAL PENELITIAN Lampiran 3 90 SURAT IJIN PENELITIAN Lampiran 4 91 LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM)

SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM) SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM) Dosen Pembimbing: Iis Fatimawati, S.Kep.Ns,M.Kes Oleh : Astriani Romawati 141.0020 Lina Ayu Dika 141.0057 Miftachul Rizal H. 141.0064 Varinta Putri P. 141.0103

Lebih terperinci

CHECKLIST KELUHAN UROGENITAL. Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai :

CHECKLIST KELUHAN UROGENITAL. Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai : CHECKLIST KELUHAN UROGENITAL Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai : No Aspek yang dinilai Nilai 0 1 2 Anamnesis 1 Memberi salam dan memperkenalkan diri keduanya 0 : melakukan< 2 3 Menanyakan identitas

Lebih terperinci

ROM (Range Of Motion)

ROM (Range Of Motion) Catatan : tinggal cari gambar ROM (Range Of Motion) A. Pengertian Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian yang diberikan kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena

Lebih terperinci

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA Kabupaten dr. ABDUL FATAH A. NIP: 197207292006041014 1.Pengertian 2.Tujuan Adalah penilaian klinis atau pernyataan ringkas tentang status kesehatan individu yang didapatkan melalui proses pengumpulan data

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN PESERTA CSL 2 ANAMNESIS KARDIOVASKULAR

BUKU PANDUAN PESERTA CSL 2 ANAMNESIS KARDIOVASKULAR BUKU PANDUAN PESERTA CSL 2 ANAMNESIS KARDIOVASKULAR Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2017 PENGANTAR Buku Panduan Skills Lab. Sistem Kardiovaskuler ini berisi 2 (dua) ketrampilan utama yaitu Anamnesis

Lebih terperinci

KONTRAK BLOK Biomedical Science (BMS) TAHUN AJARAN 2017/2018

KONTRAK BLOK Biomedical Science (BMS) TAHUN AJARAN 2017/2018 KEMENTERIAN RISET DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITAS LAMPUNG FAKULTAS KEDOKTERAN Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro no. 1 Telp (0721)7691197 Bandar Lampung KONTRAK BLOK Biomedical Science

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYAKIT KUSTA 1. Pengertian Umum. Epidemiologi kusta adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat kejadian, penyebaran dan faktor yang mempengaruhi sekelompok manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) LATIHAN FISIK RENTANG GERAK / RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) LATIHAN FISIK RENTANG GERAK / RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF LAMPIRAN SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) LATIHAN FISIK RENTANG GERAK / RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF Pokok bahasan Sub Pokok bahasan : Latihan fisik rentang derak/ Range Of Motion (ROM) : Mengajarkan latihan

Lebih terperinci

BUKU ACUAN PESERTA CSL 2 PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH DAN TEKANAN VENA JUGULAR

BUKU ACUAN PESERTA CSL 2 PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH DAN TEKANAN VENA JUGULAR BUKU ACUAN PESERTA CSL 2 PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH DAN TEKANAN VENA JUGULAR Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2017 TATA-TERTIB LABORATORIUM DAN CLINICAL SKILLS LAB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebiasaan duduk dapat menimbulkan nyeri pinggang apabila duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan otot punggung akan menjadi tegang

Lebih terperinci

LABOLATORIUM PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIK DAN SISTEM KOORDINASI

LABOLATORIUM PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIK DAN SISTEM KOORDINASI LABOLATORIUM PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIK DAN SISTEM KOORDINASI PENYUSUN: DR Ns CHANDRA W SKp.MKep Sp Mat DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017 PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

CHECKLIST UJIAN SKILLS LAB GENITALIA PEREMPUAN. Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai :

CHECKLIST UJIAN SKILLS LAB GENITALIA PEREMPUAN. Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai : CHECKLIST UJIAN SKILLS LAB GENITALIA PEREMPUAN Nama mahasiswa : Penguji : Tanggal : Nilai : No Aspek yang dinilai Nilai 0 1 2 Anamnesis 1 Memberi salam dan memperkenalkan diri keduanya 0 : melakukan< 2

Lebih terperinci

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK)

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN THORAX (ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) Nama Mahasiswa : Tanggal Pemeriksaan : No. 1. 2. 3. 4. Aspek yang dinilai Membina sambung rasa, bersikap baik dan sopan, serta menunjukkan

Lebih terperinci

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK)

PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) Nama Mahasiswa : Tanggal Pemeriksaan : PENILAIAN KETERAMPILAN KELAINAN PADA LEHER ( ANAMNESIS + PEMERIKSAAAN FISIK) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Aspek yang dinilai Membina sambung rasa, bersikap

Lebih terperinci

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG SOP SENAM HAMIL

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG SOP SENAM HAMIL Versi : 1 Tgl : 17 maret 2014 1. Pengertian Senam Hamil adalah terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil, secara fisik maupun mental, untuk menghadapi persalinan yang cepat, aman dan spontan.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 JUDUL PENELITIAN HUBUNGAN LETAK LESI INSULA DENGAN FUNGSI MOTORIK PADA PASIEN STROKE ISKEMIK INSTANSI PELAKSANA : RSUP DR.

LAMPIRAN 1 JUDUL PENELITIAN HUBUNGAN LETAK LESI INSULA DENGAN FUNGSI MOTORIK PADA PASIEN STROKE ISKEMIK INSTANSI PELAKSANA : RSUP DR. LAMPIRAN 1 JUDUL PENELITIAN HUBUNGAN LETAK LESI INSULA DENGAN FUNGSI MOTORIK PADA PASIEN STROKE ISKEMIK INSTANSI PELAKSANA : RSUP DR. KARIADI SEMARANG PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONCENT)

Lebih terperinci

1. PEMERIKSAAN VITAL SIGN

1. PEMERIKSAAN VITAL SIGN 1. PEMERIKSAAN VITAL SIGN DASAR TEORI Vital sign atau tanda-tanda vital adalah ukuran statistik berbagai fisiologis yang digunakan untuk membantu menentukan status kesehatan seseorang, terutama pada pasien

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

Tindakan keperawatan (Implementasi)

Tindakan keperawatan (Implementasi) LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN No. Dx Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Hari/ Pukul tanggal 1 Senin / 02-06- 14.45 15.00 15.25 15.55 16.00 17.00 Tindakan keperawatan (Implementasi) Mengkaji kemampuan

Lebih terperinci

ROM (Range Of Motion)

ROM (Range Of Motion) ROM (Range Of Motion) Pengertian Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian yang diberikan kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma.

Lebih terperinci

PENUNTUN CSL Keterampilan Interpretasi Foto Thorax

PENUNTUN CSL Keterampilan Interpretasi Foto Thorax PENUNTUN CSL Keterampilan Interpretasi Foto Thorax Penyusun Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin CSL 2 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2017 TATA-TERTIB LABORATORIUM

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Fisiologi Neuromuskuloskeletal, dan Fisiologi Geriatri.

BAB IV METODE PENELITIAN. Fisiologi Neuromuskuloskeletal, dan Fisiologi Geriatri. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu Fisiologi khususnya Fisiologi Olahraga, Fisiologi Neuromuskuloskeletal, dan Fisiologi Geriatri. 4.2 Tempat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori 1. Stroke Non Hemoragik Menurut kriteria WHO, stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis

Lebih terperinci

Keterampilan Klinis PEMERIKSAAN FISIS SISTIM RESPIRASI

Keterampilan Klinis PEMERIKSAAN FISIS SISTIM RESPIRASI ppegangan MAHASISWA Keterampilan Klinis PEMERIKSAAN FISIS SISTIM RESPIRASI Diberikan pada mahasiswa Semester III Penyusun: Dr. dr. Irawaty Djaharuddin, SpP(K) Dr. dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K)

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIK DAN SISTEM KOORDINASI

PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIK DAN SISTEM KOORDINASI MANUAL CSL IV SISTEM NEUROPSIKIATRI PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIK DAN SISTEM KOORDINASI PENYUSUN: Dr.dr. Susi Aulina, Sp.S(K) Dr. dr. A. Kurnia Bintang, sp.s(k), MARS dr. Ashari Bahar, M.Kes, Sp.S, FINS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. bulan April Mei 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. bulan April Mei 2016. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu anatomi dan kinesiologi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI A. PENGERTIAN Chikungunya berasal dari bahasa Shawill artinya berubah bentuk atau bungkuk, postur penderita memang kebanyakan membungkuk

Lebih terperinci

LAPORAN TUTORIAL BLOK MUSKULOSKELETAL SKENARIO II MENGAPA LUTUT NENEK NYERI DAN BENGKAK?

LAPORAN TUTORIAL BLOK MUSKULOSKELETAL SKENARIO II MENGAPA LUTUT NENEK NYERI DAN BENGKAK? LAPORAN TUTORIAL BLOK MUSKULOSKELETAL SKENARIO II MENGAPA LUTUT NENEK NYERI DAN BENGKAK? KELOMPOK II AJENG APSARI UTAMI G 0013013 AKBAR DEYAHARSYA G 0013015 BAGUS HIDAYATULLOH G 0013055 ELIAN DEVINA G

Lebih terperinci

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,

Lebih terperinci

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK KEDOKTERAN KOMUNITAS TEKNIK KOMUNIKASI : MENYAMPAIKAN KABAR BURUK DAN KONSELING KELUARGA

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK KEDOKTERAN KOMUNITAS TEKNIK KOMUNIKASI : MENYAMPAIKAN KABAR BURUK DAN KONSELING KELUARGA MANUAL KETERAMPILAN KLINIK KEDOKTERAN KOMUNITAS TEKNIK KOMUNIKASI : MENYAMPAIKAN KABAR BURUK DAN KONSELING KELUARGA Diberikan Pada Mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Unhas Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK KEDOKTERAN KOMUNITAS PENGISIAN REKAM MEDIS

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK KEDOKTERAN KOMUNITAS PENGISIAN REKAM MEDIS MANUAL KETERAMPILAN KLINIK KEDOKTERAN KOMUNITAS PENGISIAN REKAM MEDIS Diberikan Pada Mahasiswa Semester VII Fakultas Kedokteran Unhas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2016 DAFTAR KETERAMPILAN

Lebih terperinci

PTIRIASIS VERSIKOLOR

PTIRIASIS VERSIKOLOR Case Report Session PTIRIASIS VERSIKOLOR Oleh: Fitria Ramanda 0910312137 Miftahul Jannah Afdhal 1010312064 Preseptor: dr. Sri Lestari, Sp. KK (K), FAADV, FINSDV BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUP

Lebih terperinci

Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom dan Sistem Koordinasi. Oleh : Retno Tri Palupi Dokter Pembimbing Klinik : dr. Murgyanto Sp.S

Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom dan Sistem Koordinasi. Oleh : Retno Tri Palupi Dokter Pembimbing Klinik : dr. Murgyanto Sp.S Pemeriksaan Sistem Saraf Otonom dan Sistem Koordinasi Oleh : Retno Tri Palupi Dokter Pembimbing Klinik : dr. Murgyanto Sp.S PEMERIKSAAN FISIK ANAMNESIS PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS Anamnesis Keluhan

Lebih terperinci

CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA

CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA Oleh : Debby dan Arief Dalam tubuh terdapat berjuta-juta sel. Salah satunya, sel abnormal atau sel metaplasia, yaitu sel yang berubah, tetapi masih dalam batas

Lebih terperinci

riwayat personal-sosial

riwayat personal-sosial KASUS OSCE PEDIATRIK 1. (Gizi Buruk) Seorang ibu membawa anaknya laki-laki berusia 9 bulan ke puskesmas karena kha2atir berat badannya tidak bisa naik. Ibu pasien juga khawatir karena anaknya belum bisa

Lebih terperinci

Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI)

Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI) Lampiran 1 Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI) 1. Intensitas Nyeri a Saat ini saya tidak merasa nyeri (nilai 0) b. Saat ini nyeri terasa sangat ringan (nilai 1) c. Saat ini nyeri terasa ringan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) MOBILISASI DAN PENCEGAHAN STROKE BERULANG DI RUANGAN SYARAF RSUP DR. M DJAMIL PADANG

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) MOBILISASI DAN PENCEGAHAN STROKE BERULANG DI RUANGAN SYARAF RSUP DR. M DJAMIL PADANG SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) MOBILISASI DAN PENCEGAHAN STROKE BERULANG DI RUANGAN SYARAF RSUP DR. M DJAMIL PADANG Oleh : KELOMPOK C13 FIRDA DAMBA WAHYUNI 1110324071 MAHARANI Z 0810321011 VIVI OKTASARI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

Keterampilan Laboratorium PADA BLOK 2.2 HEMATOIMUNOLIMFOPOETIK:

Keterampilan Laboratorium PADA BLOK 2.2 HEMATOIMUNOLIMFOPOETIK: Keterampilan Laboratorium PADA BLOK 2.2 HEMATOIMUNOLIMFOPOETIK: DARAH 2: -LED -Membuat & memeriksa sediaan apus darah tepi -Evaluasi DARAH 3: - Pemeriksaan gol.darah -Tes inkompatibilitas DARAH 4: Bleeding

Lebih terperinci

Oleh : RIGI RAMDANI J

Oleh : RIGI RAMDANI J PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI POST OPERASI RELEASE KNEE BILATERAL A/C POLIOMIELITIS DENGAN PEMASANGAN WIRE PADA 1/3 DISTAL FEMUR BILATERAL DI BBRSBD DR. SOEHARSO SURAKARTA Oleh : RIGI RAMDANI J 100 070 021

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH 1. Pengertian Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur. Definisi fraktur Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASCA GIPS FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASCA GIPS FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI PASCA GIPS FRAKTUR RADIUS 1/3 DISTAL SINISTRA DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Di susun oleh : ALFIAN RUDIANTO J 100 090 049 NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tolak Peluru Tolak peluru termasuk nomor lempar dalam olahraga atletik yang memiliki kriteria tersendiri dari alat hingga lapangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. PLAN OF ACTION (Oktober 2016 Juni 2017) Nama : Dita Erline Kurnia NIM :

Lampiran 1. PLAN OF ACTION (Oktober 2016 Juni 2017) Nama : Dita Erline Kurnia NIM : Lampiran 1 PLAN OF ACTION (Oktober 2016 Juni 2017) Nama : Dita Erline Kurnia NIM : 1401100002 NO KEGIATAN PENELITIAN 1. Tahap Persiapan A. Penentuan Judul B. Mencari Literatur C. Studi Pendahuluan D. Menyusun

Lebih terperinci

CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA

CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA CHECKLIST ANAMNESIS KASUS NYERI KEPALA No. Aspek yang Dinilai Contoh/Parameter 1. Mengucap salam...assalamualaikum wr wb... 2. Memperkenalkan diri dan membina sambung rasa...perkenalkan saya Andi saya

Lebih terperinci

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang 3. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Tujuan : RENCANA TINDAKAN - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : RASIONAL - Nyeri dapat menyebabkan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS DISUSUN OLEH: PUTU EKA ANGGA RIANTINI P. 17420112108 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Pergelangan dan Tangan (Wrist Joint and Hand)

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Pergelangan dan Tangan (Wrist Joint and Hand) MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Pergelangan dan Tangan (Wrist Joint and Hand) Tim Penyusun : Muh. Irfan, SKM, S.Ft, M.Fis Wismanto, SSt.Ft, S.Ft,

Lebih terperinci

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM SENAM KAKI DIABETIK. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM SENAM KAKI DIABETIK. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM SENAM KAKI DIABETIK Oleh Tim Endokrin dan Metabolik PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 TATA TERTIB Sebelum Praktikum

Lebih terperinci

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. Saya yang bernama Khairul Bariah / adalah mahaiswi D-IV Bidan

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. Saya yang bernama Khairul Bariah / adalah mahaiswi D-IV Bidan Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Saya yang bernama Khairul Bariah / 095102019 adalah mahaiswi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS. A. Pengkajian Fisioterapi. fisioterapi pada kasus carpal tunnel syndrome perlu dilakukan beberapa tahapan

BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS. A. Pengkajian Fisioterapi. fisioterapi pada kasus carpal tunnel syndrome perlu dilakukan beberapa tahapan BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS A. Pengkajian Fisioterapi Untuk penentuan masalah dan atau melakukan pelaksanaan pelayanan fisioterapi pada kasus carpal tunnel syndrome perlu dilakukan beberapa tahapan

Lebih terperinci

Medical First Responder. Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot)

Medical First Responder. Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot) Medical First Responder Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot) SASARAN Selesai mengikuti pelajaran, peserta mampu: 1. Menjelaskan patah tulang terbuka & tertutup, serta menyebutkan 4 tanda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

EFLORESENSI. Definisi

EFLORESENSI. Definisi EFLORESENSI Definisi Efloresensi atau ruam adalah kelainan kulit dan selaput lender yang dapat dilihat dengan mata telanjang (secara objektif) dan bila perlu dapat diperiksa dengan perabaan. Efloresensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi. Osteoarthritis tergolong penyakit

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuantitatif. Tipe penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur Negeri asal Suku Agama Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : A : 6 tahun : Jambi : Minang : Islam : Laki-laki : Pelajar : Sungai Penuh, Jambi Seorang pasien anak laki-laki,

Lebih terperinci

BAB III PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI. dilakukan pada tanggal 5 Februari 2016 secara auto anamnesis yaitu

BAB III PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI. dilakukan pada tanggal 5 Februari 2016 secara auto anamnesis yaitu BAB III PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI A. Pengkajian Fisioterapi 1. Anamnesis Pada kasus fraktur collum humerus dekstra ini, anamnesis dilakukan pada tanggal 5 Februari 2016 secara auto anamnesis yaitu anamnesis

Lebih terperinci

Carpal tunnel syndrome

Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome I. Definisi Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan. Tempat

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Laboratorium Komputasi Dasar Ilmu Komputer PANDUAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM KOMPUTASI DASAR JURUSAN ILMU KOMPUTER

Laboratorium Komputasi Dasar Ilmu Komputer PANDUAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM KOMPUTASI DASAR JURUSAN ILMU KOMPUTER PANDUAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM KOMPUTASI DASAR JURUSAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS LAMPUNG 2017 PENDAHULUAN Bahwa agar fungsi Laboratorium komputer jurusan ilmu komputer Universitas

Lebih terperinci

PENUNTUN CSL Keterampilan Pengambilan Sampel Usap Tenggorok

PENUNTUN CSL Keterampilan Pengambilan Sampel Usap Tenggorok PENUNTUN CSL Keterampilan Pengambilan Sampel Usap Tenggorok Penyusun Prof. Dr. Muh. Nasrum Massi, Ph D CSL 2 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2017 TATA-TERTIB LABORATORIUM DAN SKILL LAB FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI 1. Pengertian Nyeri The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA I. Pengertian Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Sedang

Lebih terperinci

PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK SISTEM UROGENITAL

PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK SISTEM UROGENITAL PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK SISTEM UROGENITAL Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2017 FK-UNHAS Semester Akhir 2016/2017

Lebih terperinci

CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS. Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan Abednego Panggabean

CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS. Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan Abednego Panggabean CASE REPORT SESSION OSTEOARTHRITIS Disusun oleh: Gisela Karina Setiawan 1301-1210-0072 Abednego Panggabean 1301-1210-0080 Pembimbing: Vitriana, dr., SpKFR BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

KOMPETENSI Tilikan Nilai Tertinggi bila 1. Anamnesis Peserta memfasilitasi pasien untuk menceritakan penyakitnya dengan pertanyaanpertanyaan

KOMPETENSI Tilikan Nilai Tertinggi bila 1. Anamnesis Peserta memfasilitasi pasien untuk menceritakan penyakitnya dengan pertanyaanpertanyaan SISTEM SARAF PENYAKIT CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) KOMPETENSI Tilikan Nilai Tertinggi bila 1. Anamnesis Peserta memfasilitasi untuk menceritakan penyakitnya pertanyaanpertanyaan yang sesuai untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan. Bab ini penulis akan membahas tentang tindakan keperawatan

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan. Bab ini penulis akan membahas tentang tindakan keperawatan BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Bab ini penulis akan membahas tentang tindakan keperawatan pemberian latihan ROM aktif pada pasien stroke non hemoragik untuk meningkatkan kekuatan otot pada Tn. M berusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

Penjelasan Tentang Penelitian

Penjelasan Tentang Penelitian enjelasan Tentang enelitian Lampiran 1 Nama saya adalah May Ciska Sijabat/121101078, mahasisiwi rogram Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Medan. Saya ingin melakukan penelitian di RSU Haji Adam

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan optimal

Lebih terperinci

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik

PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN Oleh Tim Endokrin dan Metabolik PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 TATA TERTIB Sebelum Praktikum

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Siku (Elbow Joint)

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI. Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Siku (Elbow Joint) MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH PENGUKURAN FISIOTERAPI Topik : Pengukuran Lingkup Gerak Sendi Siku (Elbow Joint) Tim Penyusun : Muh. Irfan, SKM, S.Ft, M.Fis Wismanto, SSt.Ft, S.Ft, M. Fis Abdul Chalik Meidian,

Lebih terperinci

PANDUAN KESELAMATAN KERJA DAN PRAKTIKUM

PANDUAN KESELAMATAN KERJA DAN PRAKTIKUM PANDUAN KESELAMATAN KERJA DAN PRAKTIKUM D3 UNIVERSITAS BUDI LUHUR Buku Pedoman untuk Dosen Pengajar dan Mahasiswa Versi 2 (2012) Universitas Budi Luhur Jakarta PENDAHULUAN Panduan ini menjelaskan tentang

Lebih terperinci

Anamnesis (History Taking)

Anamnesis (History Taking) CHECK LIST Anamnesis (History Taking) No 1. 2. 3. Jenis kegiatan Menyapa pasien dengan menyebut nama & senyum serta mempersilahkan duduk (jabat tangan) Menanyakan ulang identitas pasien: nama, usia, tempat

Lebih terperinci

1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d.

1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d. 1. Berikut ini yang bukan merupakan fungsi rangka adalah. a. membentuk tubuh c. tempat melekatnya otot b. membentuk daging d. menegakkan tubuh 2. Tulang anggota gerak tubuh bagian atas dan bawah disebut.

Lebih terperinci

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya tingkat sosial dalam kehidupan masyarakat dan ditunjang pula oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak pada peningkatan usia harapan

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), menunjukkan bahwa kejadian osteoartritis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di antara semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat BAB I PENDAHULUAN Pembangunan dibidang kesehatan adalah penyelenggaran upaya kesehatan mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Hidup sehat pada

Lebih terperinci

Perancangan Teknik Industri 2

Perancangan Teknik Industri 2 Nama : NPM : Kelas : Kelompok : PANDUAN PRAKTIKUM Perancangan Teknik Industri 2 Disusun Guna Menunjang Praktikum Perancangan Teknik Industri 2 (Untuk Praktikan) Oleh: Asisten Laboratorium Perancangan Teknik

Lebih terperinci

Keterampilan Klinis ANAMNESIS RESPIRASI

Keterampilan Klinis ANAMNESIS RESPIRASI PEGANGAN MAHASISWA Keterampilan Klinis ANAMNESIS RESPIRASI Diberikan pada mahasiswa Semester III Penyusun: Dr. dr. Irawaty Djaharuddin, SpP(K) Dr. dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Dr. dr. M. Harun

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK

BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK BAB III LAPORAN KASUS REHABILITASI MEDIK DOKUMEN MEDIK A. Identitas Pasien Nama : Ny. F Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 51 tahun Suku : Jawa Agama : Islam Pekerjaan : Pedagang Pakaian Alamat : Bojonegoro

Lebih terperinci

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh

MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH. Oleh MODUL PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI BATUK DARAH Oleh BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG NOVEMBER 2014 I. Waktu Mengembangkan kompetensi

Lebih terperinci

A. Etika, Moral, dan Hukum dalam Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi

A. Etika, Moral, dan Hukum dalam Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi BAB 3 Etika dan Moral dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi A. Etika, Moral, dan Hukum dalam Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi B. Menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja C. Undang-Undang

Lebih terperinci

INDERA KHUSUS - KULIT

INDERA KHUSUS - KULIT Manual KETERAMPILAN KLINIK & LABORATORIUM INDERA KHUSUS - KULIT Tim Penyusun : dr. Idrianti Idrus, Sp.KK, M.Kes Dr.dr. Farida Tabri, Sp.KK(K) Dr. dr. Khairuddin Djawad, Sp.KK(K) Bagian Ilmu Kesehatan Kulit

Lebih terperinci

Gangguan Pada Bagian Sendi

Gangguan Pada Bagian Sendi Gangguan Pada Bagian Sendi Haemarthrosis ( Hemarthrosis ) Hemarthrosis adalah penyakit kompleks di mana terjadi perdarahan ke dalam rongga sendi - Penyebab (Etiologi) Traumatic nontraumatic Degrees - Gejala

Lebih terperinci

CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN No.Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi (SOAP) I Hari pertama Senin/17 Juni 09.00-10.30 1. Mengkaji kemampuan secara fungsional

Lebih terperinci