IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMASARAN PRODUK DARI HUTAN RAKYAT BAMBU (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMASARAN PRODUK DARI HUTAN RAKYAT BAMBU (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat)"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMASARAN PRODUK DARI HUTAN RAKYAT BAMBU (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat) SKRIPSI Oleh: SIGIT PRASTIYO DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

2 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Identifikasi Potensi dan Pemasaran Produk dari Hutan Rakyat Bambu (Studi Kasus: Desa Pertumbukan Kec. Wampu Kab. Langkat) Nama : Sigit Prastiyo Nim : Program studi : Manajemen Hutan Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing (Oding Affandi, S.Hut, MP) Ketua (Ridwanti Batubara, S.Hut, MP) Anggota Mengetahui, (Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS) Ketua Departemen Kehutanan

3 ABSTRAK SIGIT PRASTIYO: Identifikasi Potensi dan Pemasaran Produk dari Hutan Rakyat Bambu (studi kasus: Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat). Dibimbing oleh ODING AFFANDI dan RIDWANTI BATUBARA Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan dan memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi. Akan tetapi sayangnya potensi yang tinggi tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi, sistem pengelolaan, produk-produk bambu yang dihasilkan oleh petani bambu dan pemasaran produk-produk bambu di Desa Pertumbukan, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. Data diambil dengan melakukan inventarisasi hutan rakyat bambu dan wawancara terhadap petani bambu. Kemudian dihitung pendapatan petani dari sektor bambu, margin pemasaran dan margin keuntungan dari data yang telah diperoleh. Data dianalisis secara deskriptif dan tabulasi. Jenis bambu yang ditemukan di Desa Pertumbukan adalah bambu tipis/talang (Schizostachyum brachycladum Kurz.), dengan potensi 77 rumpun/ha. Produk bambu yang dihasilkan oleh petani bambu di Desa Pertumbukan adalah tepas, yang terdiri dari tepas kodean dan tepas kupas sisik. Pemasaran produk hutan rakyat bambu yang berupa tepas terdiri dari 5 pola distribusi. Kata kunci: Bambu, Potensi, Pemasaran

4 ABSTRACT SIGIT PRASTIYO: The Identifying of Potential and Marketing Products from Bamboo Forest (study case: Pertumbukan Village, Wampu District, Langkat Regency). Under Supervision of ODING AFFANDI and RIDWANTI BATUBARA Bamboo are an easycrop tobe cultivated and have a high potential economy. But, unfortunately the high potential is not utilized optimally. This research are purpose to determine the potency, management system and bamboo product that produced by farmers and the marketing of bamboo products in Pertumbukan Village, Wampu District, Langkat Regency. Data retrivied by taking an inventory of bamboo forest and bamboo farmers interviewed. Then the income of farmers from the bamboo sector, marketing margin and the margin profit from the result of the data were calculated. The data were analyzed descriptively and tabulation. The species of bamboo that were found in Pertumbukan Village are bambu tipis/talang (Schyzostachyum bracycladum Kurz.), which potency is 77 clumps/ha. The bamboo main products that produced by bamboo farmers in Pertumbkan Village is tepas, which is consist of kodean tepas and scales peeled tepas. The marketing product of bamboo forest which is tepas is consist of distribution patterns. Keywords: Bamboo, Potency, Marketing

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 01 Juni 1987 di Medan (Sumatera Utara), sebagai anak ke empat dari lima bersaudara. Ayah bernama Prawoto dan Ibu bernama Suparmi. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar pada SD Negeri Medan dan lulus tahun Kemudian saya melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama pada SMP Negeri 4 Medan dan lulus tahun 2002 dan lulus dari Sekolah Menengah Atas pada tahun 2005 di SMA YPT Teladan Medan. Penulis sekarang kuliah di Program Studi Manajemen Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis pernah menjadi asisten pada praktikum Keteknikan Hutan. Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Pengelolaan Hutan (P3H) di Tanjung Tiram Kabupaten Asahan dan di Law Kawar Kabupaten Karo pada tahun Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tanggal 12 Januari - 12 Maret 2009 di KPH Bandung Utara.

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Berkat dan Rahmad-Nya berupa kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini tepat pada waktunya dan sesuai yang diharapkan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua saya yang telah banyak memberi bantuan baik moril maupun materil. Kepada Bapak Oding Affandi, S.Hut, M.P dan Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, M.P selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan hasil penelitian ini. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

7 DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Hal. PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 5 Manfaat Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Hutan... 6 Tinjauan Hutan Rakyat... 6 Defenisi dan Sejarah Hutan Rakyat... 6 Manfaat, Sasaran dan Tujuan Pembangunan Hutan Rakyat... 9 Pola dan Jenis Hutan Rakyat Tinjauan Bambu Jenis dan Klasifikasi Tanaman Bambu Syarat Tumbuh Bambu Kelebihan Bambu Kelemahan Bambu Pemanfaatan Bambu Berdasarkan Teknologi Pengolahan Tinjauan Pemasaran METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Metode Pengumpulan Data Teknik Pengambilan Data Metode Inventarisasi Bambu Analisis Data Hasil Inventarisasi Bambu i ii iii iv v vii ix x

8 Pendapatan dan Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu Pengolahan Bambu dan Nilai Tambah Pengolahan HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi dan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu Analisis Biaya Usaha Tani Produk Utama dari Hutan Rakyat Bambu Nilai Pendapatan dari Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu Lembaga Tataniaga Pada Pola Distribusi Produk Hutan Rakyat Bambu Pola Distribusi Produk Hutan Rakyat Bambu Biaya Tataniaga Pada Pedagang Pengepul II Biaya Tataniaga Pada Pedagang Pengepul III Analisis Margin Tataniaga dan Margin Keuntungan Kendala dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 56

9 DAFTAR TABEL No. Hal. 1. Jenis-Jenis Bambu yang Tumbuh di Indonesia Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian Biaya Pengusahaan Tanaman Bambu Kontribusi Tanaman Bambu untuk Menambah Pendapatan Masyarakat Tahun 2008 (Rp./tahun) Rekapitulasi Biaya Tataniaga Bambu dari Pedagang Pengepul II ke Petani, Pedagang Pengepul I dan Pedagang Pengepul III Rekapitulasi Biaya Tataniaga Bambu dari Pedagang Pengepul III ke Petani, dan Pedagang Pengepul I Biaya Tataniaga Bambu Pada Berbagai Pola Distribusi (Rp./lembar) Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 1) Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 1) Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 2) Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 2) Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 3) Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 3) Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 4) Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 4) Analisis Margin Keuntungan (profit margin) Distribusi Tepas (Pola 5)... 51

10 17. Analisis Margin Pemasaran (marketing margin) Distribusi Tepas (Pola 5)... 52

11 DAFTAR GAMBAR No. Hal. 1. Bentuk Jalur Inventarisasi Bambu Keadaan Hutan Rakyat Bambu di Desa Pertumbukan Bambu yang Telah Siap untuk Dipanen Proses Pembuatan Tepas Bagan Posisi Pemasaran Tepas di Desa Pertumbukan Pengangkutan Tepas ke Atas pick-up oleh Para Pembeli Tepas Pola Distribusi Pola Distribusi Pengangkutan Tepas Menggunakan Gerobak Kerbau Pola Distribusi Pola Distribusi Pola Distribusi Robohnya Rumpun Bambu Akibat Longsornya Tanah Tanaman Sawit di Sekitar Tanaman Bambu... 55

12 DAFTAR LAMPIRAN No. Hal. 1. Data potensi hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat (tahun 2008) Sumber pendapatan masyarakat Desa Pertumbukan dari sektor bambu (tahun 2008) Produksi tepas Desa Pertumbuhan Kecamatan Wampu Kabupaten langkat (tahun 2008) Kuisioner... 61

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Potensi hutan dicirikan keanekaragaman vegetasi karena merupakan sumberdaya paling dominan dari komponen hutan, memiliki multifungsi, dan mudah digunakan. Secara umum ada dua fungsi utama vegetasi hutan alam yaitu fungsi material dan ekologis. Fungsi material menunjuk pada penyedia barang atau bahan yang diperlukan manusia untuk berbagai keperluannya, sedangkan fungsi ekologis menunjuk pada regulator kondisi alam yang memungkinkan sumberdaya lainnya tumbuh dan berkembang di dalamnya (Rijai, 2003). Teknologi pemanfaatan vegetasi dalam fungsi material semakin baik sehingga meningkatkan nilai ekonomi hasil hutan dan menjadi sumber devisa andalan bagi negara-negara yang memiliki hutan. Multimanfaat vegetasi tersebut meningkatkan kecenderungan eksploitasi hutan secara berlebihan yang dilakukan secara legal maupun ilegal oleh negara-negara pemilik hutan. Pendekatan ekologis dalam pemeliharaan kawasan hutan di Indonesia sukar dilakukan karena hutan masih merupakan sumber devisa andalan dan sumber pendapatan masyarakatnya. Karena itu diperlukan strategi pengelolaan hutan yang bernilai ekonomi tinggi dan berwawasan lingkungan /berkelanjutan (Rijai, 2003). Hutan rakyat mempunyai peran yang positif baik secara ekonomi maupun secara ekologi. Secara ekonomi hutan rakyat dapat meningkatkan pendapatan pemilik hutan rakyat, penyediaan lapangan kerja dan memacu pembangunan ekonomi daaerah. Sedangkan dari aspek ekologi, hutan rakyat mampu berperan positif dalam mengendalikan erosi dan limpasan permukaan, memperbaiki

14 kesuburan tanah dan menjaga keseimbangan tata air. Berdasarkan manfaat tersebut, maka hutan rakyat sering digunakan sebagai program penanggulangan lahan kritis, perbaikan DAS dan pengentasan kemiskinan (Mustari, 1998 dalam Suharjito, 2000). Pada praktek-praktek pengelolaan hutan rakyat sekarang ini masih dibawah tekanan sosial politik yang tidak menguntungkan, akan tetapi masih juga dapat bertahan dan menunjukkan kemampuannya untuk mewujudkan kelestarian sumberdaya alam. Pola pengelolaan hutan rakyat memiliki berbagai manfaat bagi masyarakat dan lingkungan, baik secara ekonomi, sosial, budaya, religi dan lingkungan ekologis setempat (Suharjito dkk, 2000). Sesungguhnya, besar kecilnya peranan hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga tergantung pada beberapa faktor misalnya: kondisi alam setempat, kondisi sosial ekonomi mayarakat setempat dan cara pandang mayarakat tentang hutan rakyat. Alternatif pendapatan lain dari sektor non-kehutanan juga menjadi pertimbangan bagi masyarakat dalam memungut hasil hutan (Awang dkk, 2001). Sampai saat ini hutan rakyat telah diusahakan di tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat). Dalam hutan rakyat diusahakan tanaman pohon-pohon yang hasil utamanya kayu: misalnya sengon (Paraserianthes falcataria) dan akasia (Acacia auriculiformis); yang hasil utamanya getah: kemenyan (Styrax benzoin), damar (Agathis sp.); maupun hasil utamanya buah: pala (Myristica fragrans) serta hutan bambu (Bamboo sp.) (Suharjito dkk, 2000). Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia, bambu memegang peranan yang sangat penting. Bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki

15 sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan antara lain : batangnya kuat, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk, dan mudah dikerjakan serta mudah diangkut. Dari aspek sosial dan ekonomi, tanaman bambu yang telah merata di daerah-daerah pedesan dan dapat dikatakan merupakan tanaman yang merakyat telah mampu mengangkat perekonomian masyarakat sebagai penghasilan yang utama atau tambahan (Batubara, 2002). Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan dan memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi. Akan tetapi sayangnya potensi yang tinggi tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal. Masyarakat masih menganggap bambu sebagai tanaman yang kurang komersial sehingga pengusahaan bambu kurang diminati. Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi oleh para petani bambu diantaranya adalah permodalan dan pemasaran komoditi bambu tersebut. Pemasaran bambu pada saat ini masih didominasi oleh bambu batangan dan permintaannya tergantung atas permintaan perusahaan penampung, sehingga jumlah bambu yang dijual sangat tergantung kepada perusahaan tersebut. Kondisi ini menyebabkan kelesuan harga di tingkat petani bambu yang menyebabkan banyak lahan bambu berubah menjadi lahan tanaman lain. Selanjutnya banyak bambu yang seharusnya sudah dipanen tetapi belum dipanen. Permasalahan ini berdampak negatif terhadap upaya pengembangan budidaya bambu. Ada kecenderungan bahwa pengembangan hutan rakyat bambu sangat dipengaruhi oleh pemasaran bambu itu sendiri (Diniaty dan Sofia, 2000). Bambu bisa ditanam di dekat rumah, di lahan, serta menjadi bagian dari sistem yang dikelola. Perkebunan bambu merupakan cara yang paling efisien untuk menghasilkan bambu berkualitas tinggi. Hasil dari perkebunan bambu juga

16 bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk berbagai macam fungsi, misalnya tunasnya sebagai sayuran, daunnya untuk pakan hewan dan arang bambu, dan rumpun-rumpun bambu tersebut bisa difungsikan sebagai penahan angin, pagar hidup, dan pengendali erosi (Idepfoundation, 2008). Perumusan Masalah Pengembangan usaha hutan rakyat mempunyai arti penting bagi peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada disekitar dan di dalam hutan, disamping itu upaya tersebut berkaitan erat dalam menjaga kelestarian lingkungan lingkungan seperti pencegahan bahaya banjir dan erosi, serta pemanfaatan lahan kering dan terlantar. Selain itu, dapat pula dihasilkan hasil kayu maupun hasil selain kayu yang saat ini telah berkembang menjadi suatu komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup baik dan dirasakan oleh masyarakat bahwa usaha ini dapat memberikan tambahan pendapatan. Pengembangan hutan rakyat bambu sekarang ini masih belum banyak dikembangkan dan sistem pengelolaannya pun masih sederhana. Pada dasarnya pengembangan hutan rakyat bambu dapat membantu pendapatan masyarakat sekitar. Dengan demikian, penelitian identifikasi potensi dan pemasaran produk dari hutan rakyat bambu sangat diperlukan untuk mengetahui besarnya peranan hutan rakyat bambu tersebut terhadap pendapatan masyarakat sekitar dan dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam.

17 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui potensi dan sistem pengelolaan hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. 2. Untuk mendapatkan informasi mengenai produk-produk bambu yang dihasilkan oleh masyarakat pengelola hutan rakyat bambu. 3. Untuk mengetahui saluran pemasaran produk-produk bambu di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi pentingnya hutan rakyat bambu dalam menambah pendapatan masyarakat Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat.

18 TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Hutan Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. John A. Helms (1998) dalam Suharjito (2000) memberi pengertian bahwa hutan adalah suatu ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon yang kurang lebih padat dan tersebar, seringkali terdiri dari tegakan-tegakan yang beragam ciri-cirinya seperti komposisi jenis, struktur, kelas umur, dan proses-proses yang terkait, dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, ikan dan satwa liar. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999 dalam Rahmawaty, 2004). Tinjauan Hutan Rakyat Defenisi dan Sejarah Hutan Rakyat Dalam UU No.41/1999, hutan rakyat dimaksudkan sebagai hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuan-

19 ketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat lokal (biasa disebut masyarakat hukum adat) (Suharjito, 2007). Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 101/KPR-V/1996 hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak 500 pohon tiap hektar. Pada umumnya hutan rakyat merupakan hutan buatan, melalui penanaman tanaman tahunan (tanaman keras) di lahan hak milik, baik secara perorangan, marga maupun kelompok (Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah, 2008). Menurut Simon (1999) mengajukan batasan istilah hutan rakyat, yaitu hutan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Selain diatas lahan milik, hutan rakyat dapat pula dibangun di atas lahan produksi dengan kontrol dari Departemen Kehutanan atau Departemen lain yang terkait. Secara formal ditegaskan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang dibangun diatas lahan milik. Pengertian semacam ini kurang mempertimbangkan kemungkinan adanya hutan diatas tanah milik yang tidak dikelola rakyat, melainkan oleh perusahaan swasta. Penekanan pada kata rakyat kiranya lebih ditujukan kepada pengelola yaitu rakyat kebanyakan, bukan pada status pemilikan tanahnya. Dengan menekankan pada kata rakyat membuka peluang bagi rakyat sekitar hutan untuk mengelola hutan di lahan Negara. Apabila istilah hutan rakyat yang berlaku saat ini akan dibakukan, maka diperlukan penegasan

20 kebijakan yang menutup peluang perusahaan swasta (menengah dan besar) menguasai tanah milik untuk mengusahakan hutan (Darusman dan Suharjito, 1997). Hardjosoediro (1980) menyebutkan, hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, hutan yang dimiliki oleh rakyat. Proses terjadinya hutan rakyat bisa dibuat oleh manusia, bisa juga terjadi secara alami, tetapi proses hutan rakyat terjadi adakalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah-tanah kritis. Jadi hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik rakyat, dengan jenis tanaman kayu-kayuan, yang pengelolaannya dilakukan oleh pemiliknya atau oleh suatu badan usaha, dengan berpedoman kepada ketentuan yang telah digariskan oleh pemerintah. Istilah hutan rakyat sudah lebih lama digunakan dalam program-program pembangunan kehutanan dan disebut dalam UUPK tahun 1967 dengan terminology hutan milik. Di Jawa hutan rakyat dikembangkan pada tahun an oleh pemerintah kolonial. Setelah merdeka, pemerintah Indonesia melanjutkan pada tahun 1952 melalui gerakan Karang Kitri. Secara nasional, pengembangan hutan rakyat selanjutnya berada di bawah program penghijauan yang diselenggarakan pada tahun 1960-an dimana Pekan Raya Penghijauan I yang diadakan pada tahun Sampai saat ini hutan rakyat telah diusahakan di tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat) (Awang dkk, 2001). Di dalam hutan rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil utamanya bisa beraneka ragam. Untuk hasil kayu misalnya, sengon (Paraserianthes falcataria),

21 jati (Tectona grandis), akasia (Acacia sp), mahoni (Swietenia mahagoni) dan lain sebagainya. Sedangkan hasil utamanya getah antara lain kemenyan (Styrax benzoin), damar (Shorea javanica). Sementara itu hasil utamanya buah antara lain, kemiri (Aleurites moluccana), kelapa (Cocos nucifera) dan ada juga mengutamakan bambu (Bamboo sp) (Darusman dan Suharjito, 1997). Manfaat, Sasaran dan Tujuan Pembangunan Hutan Rakyat Manfaat hutan rakyat menurut Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah (2008) yaitu: 1. Untuk meningkatkan pendapatan petani sekaligus meningkatkan kesejahteraan hidupnya. 2. Memanfaatkan lahan yang tidak produktif secara maksimal dan lestari agar menjadi lahan yang subur sehingga akan lebih baik untuk usaha tani tanaman pangan. 3. Meningkatkan produksi kayu dalam mengatasi kekurangan kayu bakar, kayu perkakas, bahan bangunan dan alat rumah tangga 4. Menyediakan bahan baku industri yang memerlukan bahan baku kayu, seperti pabrik kertas, pabrik korek api. 5. Menambah lapangan kerja bagi penduduk pedesaan 6. Membantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan dan mewujudkan terbinanya lingkungan hidup sehat dan kelestarian Sumber Daya Alam. Dalam perkembangannya selain untuk rehabilitasi dan konservasi lahan, pembuatan hutan tanaman terus digalakkan khususnya dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri. Dari hutan rakyat dapat diperoleh manfaat langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung seperti peningkatan produktivitas

22 lahan, pendapatan, kesejahteraan masyarakat dan sumber bahan baku industri, sedangkan manfaat tidak langsung berupa kelestarian fungsi ekologi seperti pengaturan tata air, udara bersih, erosi terkendali, dan lain-lain (Hindra, 2006). Sasaran pembangunan hutan rakyat menurut Jaffar (1993), adalah lahan milik dengan kriteria: a. Areal kritis dengan keadaan lapangan berjurang dan bertebing yang mempunyai kelerengan lebih dari 30%, b. Areal kritis yang telah diterlantarkan atau tidak di garap lagi sebagai lahan pertanian tanaman pangan semusim, c. Areal kritis yang karena pertimbangan-pertimbangan khusus, seperti untuk perlindungan mata air dan bangunan pengairan perlu dijadikan areal tertutup dengan tanaman tahunan. Selain sasaran hutan rakyat, adapun tujuan pembangunan hutan rakyat Menurut Jaffar (1993) diantaranya: 1. Meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara optimal dan lestari, 2. Membantu penganekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat, 3. Membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku industri serta kayu bakar, 4. Meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya, dan 5. Memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS.

23 Pola dan Jenis Hutan Rakyat Pola hutan rakyat berdasar jenis tanaman menurut Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah (2008) ada tiga macam yaitu: 1. Pola hutan rakyat didominasi oleh satu jenis tanaman Pada pola ini hanya terdapat satu jenis tanaman yang ditanam pada satu areal lahan misalnya; Jati, Akasia, Mahoni dan lain-lain. Pola ini sangat sedikit diminati oleh masyarakat, karena hasil panennya dalam jangka panjang. 2. Pola hutan rakyat campuran Pola campuran ini merupakan suatu perpaduan/didominasi dua atau lebih jenis tanaman kehutanan yang di tanam pada satu areal lahan seperti; Jati dan Mahoni atau Jati, Mahoni dan Sengon. 3. Pola hutan rakyat Agroforestry Pola ini merupakan hutan rakyat campuran antara tanaman kehutanan, tanaman perkebunan, tanaman hijau makan ternak yang dipadukan dengan tanaman pangan semusim (ubi kayu, jagung,) dan tanaman obat-obatan (emponempon, kunyit, jahe, dan lain-lain). Pola hutan rakyat Agroforestry ini merupakan pola yang paling diminati oleh masyarakat, karena bisa menghasilkan panen harian, mingguan, bulanan dan tahunan (jangka panjang). Jenis Hutan Rakyat berdasarkan pendanaannya menurut Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah (2008) yaitu: 1. Hutan Rakyat Subsidi Hutan Rakyat ini adalah hutan rakyat yang dibangun pada tanah milik dengan biaya sebagian atau seluruhnya dari pemerintah, umumnya dikembangkan

24 di daerah hulu DAS (Inpres Penghijauan, Rehabilitasi Hutan dan Lahan serta Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan/GNRHL). 2. Hutan Rakyat Swadaya Hutan rakyat ini adalah hutan rakyat yang dibangun oleh masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pendanaannya oleh masyarakat sendiri. Umumnya hutan rakyat dibangun oleh para petani yang mempunyai lahan yang cukup dan jenis tanaman yang diusahakan sudah berorientasi pada pasar. 3. Hutan Rakyat Pola Kemitraan Hutan rakyat ini adalah hutan rakyat yang dikembangkan oleh petani/kelompok tani hutan rakyat yang bekerja sama dengan industri pengolah kayu secara notariat yang difasilitasi oleh Pemerintah Propinsi maupun Kabupaten. Dasar pelaksanaan Fasilitasi Hutan Rakyat Pola Kemitraan adalah SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 67 Tahun 2002 tentang Pedoman Bantuan Dana Bergulir Usaha Hutan Rakyat Pola Kemitraan. Pemerintah memberikan pinjaman dalam bentuk Bantuan Bergulir Usaha Hutan Rakyat Pola Kemitraan pada industri pengolah kayu dan petani untuk membangun hutan rakyat dimana hasilnya dibagi sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Dengan pola kemitraan manfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut : a) Petani meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani, memperoleh bantuan modal melalui pinjaman dari pemerintah, memperoleh bimbingan teknologi dari mitra usaha dan pemerintah b) Mitra Usaha mempunyai stock/cadangan bahan baku kayu

25 memperoleh bantuan modal melalui pinjaman dari pemerintah c) Pemerintah salah satu program pemerintah dalam membangun hutan tanaman yang lestari dapat terwujud Tinjauan Bambu Jenis dan Klasifikasi Tanaman Bambu Menurut Maudy (1992) dalam Berlian dan Estu Rahayu (1995), di Indonesia terdapat lebih kurang 125 jenis bambu. Ada yang masih tumbuh liar dan masih belum jelas kegunaannya. Beberapa jenis bambu tertentu mempunyai manfaat atau nilai ekonomis tinggi seperti: bambu apus, bambu ater, bambu andong, bambu betung, bambu kuning, bambu hitam, bambu talang, bambu tutul, bambu cendani, bambu cengkoreh, bambu perling, bambu tamiang, bambu loleba, bambu batu, bambu belangke, bambu sian, bambu jepang, bambu gendang, bambu bali dan bambu pagar. Bambu termasuk jenis tanaman rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh berongga. Tanaman bambu memiliki cabang-cabang (ranting) dan daun buluh yang menonjol (Gerbono dan Abbas, 2009).

26 Adapun jenis-jenis bambu di Indonesia yang telah diketahui menurut Sastrapradja et al. (1977) dalam Manalu (2008), dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis-Jenis Bambu yang Tumbuh di Indonesia No. Nama Botani Nama Lokal Lokasi 1. Arundinaria japonica --- Jawa Sieb. & Zucc. ex Steud. 2. Bambusa arundinacea (Retz.) Willd. Pring ori Jawa, Sulawesi, Nusatenggara 3. B. atra Lindl. Loleba Maluku 4. B. balcooa Roxb. --- Jawa 5. B. blumeana Bl. ex Schult. f. Bambu duri Jawa, Sulawesi, Nusatenggara 6. B. glaucescens (Wild.) Bambu pagar, cendani, gandani Jawa Sieb. ex Munro 7. B. horsfieldii Munro Bambu embong Jawa 8. B. polymorpha Munro --- Jawa 9. B. tulda Munro --- Jawa 10. B. vulgaris Schard. Awi ampel, haur Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku 11. Dendrocalamus giganteus Bambu sembilang Jawa Munro 12. D. strictus (Roxb.) Ness. Bambu batu Jawa 13. D. asper Bambu petung Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi 14. Dinochloa scandens O. K. Bambu cangkoreh, kadalan Jawa 15. Gigantochloa apus Kurz. Bambu apus, tali Jawa 16. G. atroviolacea Bambu hitam, wulung Jawa 17. G. atter Bambu ater, Jawa, benel, buluh Jawa 18. G. achmadii Widjaja Buluh apu Sumatera 19. G. hasskarliana Bambu lengka tali Jawa, Bali, Sumatera 20. G. levis (Blanco) Merr. Buluh suluk Kalimantan 21. G. manggong Widjaja Bambu manggong Jawa 22. G. nigrocillata Kurz. Bambu lengka, terung terasi Jawa 23. G. pruriens Buluh regen Sumatera 24. G. pseudoarundinacea Bambu andong, gombong surat Jawa 25. G. ridleyi Holtum Tiying kaas Bali 26. G. robusta Kurz. Bambu mayan, temen, serit Jawa, Bali, Sumatera 27. G. waryi Gamble Buluh dabo Sumatera 28. Melocanna baccifera (Roxb) --- Jawa Kurz 29. Nastus elegantissimus Bambu eul-eul Jawa 30. Phyllostachys aurea A. & Ch. Riviere Bambu unceu Jawa 31. Schizostachyum brachycladum Buluh nehe, awi buluh, Jawa, Sumatera, Kurz. ute wanat, tomula Sulawesi, Maluku 32. S. blumei Ness. Bambu wuluh, tamiang Jawa, Nusatenggara, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku 33. S. caudatum Backer ex Heyne Buluh bungkok Sumatera 34. S. lima (Blanco) Merr. Bambu toi Sulawesi, Maluku, Irian 35. S. longispiculatum Kurz. Bambu jalur Jawa, Sumatera, Kalimantan 36. S. zollingeri Steud. Bambu jalar, lampar, cakeutruk Jawa, Sumatera 37. Thyrsostachys siamensis Gamble --- Jawa Sumber: LBN-LIPI, Beberapa Jenis Bambu (1977).

27 Bambu memiliki beberapa karakteristik yang menurut Swara (1997) ada terbagi atas lima karakteristik dari bambu yaitu: 1. Memiliki batang berbentuk pipa, 2. Mempunyai lapisan khusus pada bagian luar dan dalam pipa, bagian luar memiliki kekuatan hampir dua kali lipat bagian dalam, 3. Memiliki buku-buku, 4. Kuat dalam arah axial, dan 5. Tidak ada ray cells, sehingga cairan mudah bergerak. Syarat Tumbuh Bambu Pertumbuhan bambu tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungan. Dengan demikian perlu diketahui faktor-faktor yang berkaitan dengan syarat tumbuh tanaman bambu. Tanaman ini akan tumbuh dengan baik di tempat yang sesuai untuk pertumbuhannya. Menurut Berlian dan Estu Rahayu (1995) faktor lingkungan tersebut meliputi kondisi iklim dan jenis tanah. 1. Iklim Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah yang bersuhu sekitar 8, C. Suhu ini juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Tanaman bambu bisa dijumpai mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, dengan ketinggian 0 sampai 200 mdpl. Walaupun demikian, tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat. Curah hujan yang dibutuhkan untuk tanaman bambu minimum mm per tahun dan kelembapan udara yang dikehendaki minimum 80%.

28 2. Tanah Bambu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berat sampai ringan, tanah kering sampai basah dan dari tanah subur sampai tanah kurang subur. Juga dari tanah pegunungan yang berbukit terjal sampai tanah yang landai. Perbedaan jenis tanah dapat berpengaruh terhadap kemampuan perebungan bambu. Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam dengan ph 3,5 dan umumnya menghendaki tanah yang ph-nya 5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi. Kelebihan Bambu Bambu mudah menyesuaikan diri dengan kondisi tanah dan cuaca yang ada, serta dapat tumbuh pada ketinggian sampai dengan 3800 m di atas permukaan laut. Bambu tumbuh berumpun dan memiliki akar rimpang, yaitu semacam buhul yang bukan akar maupun tandang. Bambu memiliki ruas dan buku. Pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini, tumbuh akar-akar yang memungkingkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan setiap ruasnya, disamping tunas-tunas rimpangnya. Menurut Wahyudin (2008), setidaknya ada tiga kelebihan bambu jika dibandingkan dengan tanaman kayukayuan antara lain: 1. Tumbuh dengan Cepat Bambu merupakan tanaman yang dapat tumbuh dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan. Dalam sehari bambu dapat bertambah panjang cm. Rata-rata pertumbuhan bambu untuk mencapai usia

29 dewasa dibutuhkan waktu 3-6 tahun. Pada umur ini, bambu memiliki mutu dan kekuatan yang paling tinggi. Bambu yang telah dipanen akan segera tergantikan oleh batang bambu yang baru. Hal ini berlangsung secara terus menerus secara cepat sehingga tidak perlu dikhawatirkan bambu ini akan mengalami kepunahan karena dipanen. Berbeda dengan kayu, setelah ditebang akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menggantinya dengan pohon yang baru. 2. Tebang Pilih Bambu yang telah dewasa yakni umur 3-6 tahun dapat dipanen untuk digunakan dalam berbagai keperluan. Dalam pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode tebang habis dan tebang pilih. Tebang habis yaitu menebang semua batang bambu dalam satu rumpun baik batang yang tua maupun yang muda. Metode ini kurang menguntungkan karena akan didapatkan kualitas bambu yang berbeda-beda dan tidak sesuai dengan yang diinginkan, selain itu akan memutuskan regenarasi bambu itu sendiri. Metode tebang pilih adalah metode penebangan berdasarkan umur bambu. Metode ini sangat efektif karena akan didapatkan mutu bambu sesuai dengan yang diinginkan dan kelangsungan pertumbuhan bambu akan tetap berjalan. 3. Meningkatkan Volume Air Bawah Tanah Tanaman bambu memiliki akar rimpang yang sangat kuat. Struktur akar ini menjadikan bambu dapat mengikat tanah dan air dengan baik. Dibandingkan dengan pepohonan yang hanya menyerap air hujan 35-40% air hujan, bambu dapat menyerap air hujan hingga 90 %.

30 Kelemahan Bambu Kelemahan bambu terdapat pada sifat dari keawetannya/ketahanannya. Keawetan/ketahanan bambu adalah daya tahan bambu terhadap berbagai faktor perusak bambu terhadap serangan rayap, bubuk kayu kering dan jamur perusak bambu. Ketahanan alami bambu lebih rendah dibandingkan dengan kayu. Ketahannan bambu tergantung pada kondisi iklim dan lingkungan. Bambu tanpa perlakuan khusus dapat bertahan antara satu sampai tiga tahun jika berinteraksi dengan tanah dan udara, jika berinteraksi dengan air laut usianya kurang dari satu tahun. Jika diawetkan usianya bisa mencapai 4 7 tahun dan dalam kondisi tertentu bisa mencapai tahun (Swara, 1997). Pemanfaatan Bambu Berdasarkan Teknologi Pengolahan Bambu sampai saat ini sudah dimanfaatkan sangat luas di masyarakat mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk industri biasanya ditujukan untuk orientasi eksport. Menurut Batubara (2002), pemanfaatan bambu berdasarkan teknologi pengolahannya terbagi atas: 1. Bambu Lapis Seperti halnya kayu diolah menjadi kayu lapis maka bambu juga digunakan sebagai bahan baku kayu lapis. Berbagai macam produk bambu lapis dibuat baik dari sayatan bambu maupun pelepah bambunya. Jenis yang umum dipakai untuk bambu lapis adalah bambu tali (Gigantocloa apus). Kadang-kadang bambu lapis ini dicampur dengan veneer kayu meranti untuk lapisan dalamnya, atau sebaliknya lapisan luarnya berupa veneer kayu

31 2. Bambu Lamina Bambu lamina adalah produk olahan bambu dengan cara merekatkan potongan-potongan dalam panjang tertentu menjadi beberapa lapis yang selanjutnya dijadikan papan atau bentuk tiang. Lapisannya umumnya 2-5 lapis. Banyaknya lapisan tergantung ketebalan yang diinginkan dan penggunaannya. Kualitas bambu lamina ini sangat ditentukan oleh bahan perekatnya. Dengan bahan perekat yang baik maka kekuatan bambu lamina dapat disejajarkan dengan kekuatan kayu kelas III. 3. Papan Semen Papan semen bambu terbuat dari bambu, semen dan air kapur. Bambu terlebih dahulu diserut, kemudian direndamkan dalam air selama dua hari. Selanjutnya dicampur ketiga bahan tersebut dan kemudian dibentuk papan pada suhu 56 0 C dengan waktu selama 9 jam. 4. Arang bambu Pembuatan arang dari bambu dilakukan dengan cara destilasi kering dan cara timbun skala semi pilot. Bambu yang sudah dicobakan adalah bambu tali, bambu ater, bambu andong dan bambu betung. Nilai kalor arangnya rata-rata 6602 kal/gr, dan yang paling baik dijadikan arang adalah bambu ater dimana sifat arang yang dihasilkan relatif sama dengan sifat arang dari kayu bakau. 5. Pulp Pabrik kertas sangat potensial dalam memanfaatkan bambu sebagai bahan kertas. Cara pembuatan bahan kertas dari bambu mula-mula bambu dipotong dan diserpih dengan ukuran 25 mm x 25 mm x 1 mm. Dengan tekanan dan suhu tertentu serpihan bambu tersebut dimasak selama 1,5 jam. Kemudian pulp dicuci

32 dan disaring. Kemudian pulp diurai dengan pengaduk 3-4 jam. Hasil uraian disaring, dicuci dan diputihkan. Setelah dicuci pulp dibuat lembaran sebagai bahan pembuat kertas. Bambu memiliki kandungan selulosa yang sangat cocok untuk dijadikan bahan kertas dan rayon. Pemanfaatan bambu sebagai bahan kertas di Indonesia telah diterapkan pada industri di Gowa dan Banyuwangi. Namun industri ini memiliki kendala dari segi bahan baku sehingga dibuat modifikasi yaitu campuran pulp bambu dengan perbandingan 70 % : 30 %. 6. Kerajinan dan Handicraft Berbagai kerajinan dan handycraft dibuat dari bambu antara lain : tempat pulpen, gantungan kunci, cup lampu, keranjang, tas, topi dan lain-lain. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah keterampilan dan kreativitas dalam memanfaatkan bambu. 7. Supit Pengembangan bahan bambu sebagai bahan industri telah pula mencakup kebutuhan peralatan makan berupa supit, tusuk sate dan tusuk gigi. Perkembangannnya sangat cepat karena mudah dalam pengerjaan apalagi bila dikerjakan dengan mesin secara otomatis. Bambu yang bagus untuk dijadikan supit adalah bambu mayan dan bambu andong. Bambu yang bagus untuk supit bambu yang berumur 3 tahun dimana untuk meningkatkan kualitasnya setelah ditebang sebaiknya jangan langsung diproses tetapi dikeringkan terlebih dahulu selama kurang lebih 4 hari.

33 8. Furniture dan Perkakas Rumah Tangga Bambu yang dipergunakan untuk mebel harus memenuhi beberapa syarat. Selain warna yang menarik juga dapat dibentuk secara istimewa dengan nilai seni yang tinggi tetap memenuhi kekokohannya. Olesan pengawet dan penghias, seperti pernis meningkatkan keawetan dan penampilan dengan tetap berkesan alami. Perkakas rumah tangga dan hiasan dari bambu digemari karena disamping tidak berkarat juga mencerminkan kesederhanaan tapi anggun. Bambu hitam dan bambu betung banyak digunakan untuk furniture antara lain: meja, kursi, tempat tidur, meja makan lemari pakaian dan lemari hias. Disamping itu bambu juga banyak dipakai menjadi peralatan rumah tangga dan assesoris penghias rumah. 9. Komponen Bangunan dan Rumah Bambu yang dipergunakan sebagai bahan bangunan sebaiknya diawetkan lebih dahulu dengan cara perendaman dalam air selama beberapa minggu kemudian dikeringkan. Kadang-kadang juga dilakukan pengasapan belerang agar hama yang ada mati dan tidak dikunjungi oleh hama perusak. Sebagai bahan kontruksi yang tidak mementingkan keindahan, ter juga sering dipergunakan untuk menutup pori-pori buluh. Bambu bersama dengan kayu dan bahan organik lainnya banyak digunakan pada pembangunan rumah rakyat di pedesaan. Dengan perkembangan harga bahan dasar dan kebutuhan perumahan rakyat yang sederhana, maka pengembangan rumah berbahan kayu dan bambu sesuai untuk membantu rakyat yang berpenghasilan rendah, terutama di daerah yang mempunyai ketersediaan bambu.

34 Penggunaan bambu oleh masyarakat sebagai bahan bangunan perumahan selain mudah didapat, bahan bambu dipercaya oleh masyarakat sebagi bahan yang kuat dan awet dengan catataan penggunaan terhindar untuk berhubungan langsung dengan air. 10. Rebung Bambu dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dalam bentuk rebung. Jenisjenis tertentu rebungnya dapat dimakan karena kadar HCN kecil atau sama sekali tidak ada, rasanya memenuhi selera, lunak dan warnanya menarik. Kandungan gijinya cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin. 11. Bahan Alat Musik Tradisional Sesuai dengan ketebalan dinding, diameter dan panjang buluh, bambu dapat dibuat alat musik tradisional yang menghasilkan nada dan alunan suara yang khas. Faktor ketepatan memilih jenis dan tingkat pengeringan diperlukan guna memperoleh kualitas yang memadai. Bambu dapat dibuat alat musik tiup, alat musik gesek maupun alat musik pukul. Contoh yang terkenal adalah seruling, angklung, gambang, calung, kentongan, dll. Pembuatan alat musik dari bambu dituntut pengetahuan nada dan ketelatenan penanganan pekerjaan. Misalnya pada pembuatan angklung, bambu dipilih dari jenis bambu tertentu. Bambu temen, bambu hitam, bambu lengka dan bambu tali cocok dipergunakan untuk membuat kerangkanya. Waktu penebangan bambu harus cukup umur (2-3 tahun) tepat waktunya yakni pada musim kemarau. Pengeringan dilakukan dalam ruang, tidak boleh langsung dengan sinar matahari. Setelah bambu dibentuk, kemudian distem nadanya sebelum dan sesudah dipasang tabung-tabung nadanya.

35 Tinjauan Pemasaran Pembiayaan pemasaran adalah pembiayaan kegiatan dan investasi modal terhadap barang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam proses tataniaga. Besar kecilnya biaya tataniaga hasil pertanian tergantung dari volume (besar kecilnya) lembaga-lembaga tataniaga melakukan kegiatan fungsi-fungsi tataniaga, dan jumlah fasilitas yang diperlukan dalam proses transfer barang. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran suatu produk (atau dapat disebut semakin panjang saluran tataniaga), akan dapat diperkirakan akan semakin tinggi biaya pemasaran komoditi tersebut, karena semua lembaga tataniaga yang terlibat tersebut akan mengambil balas jasa berupa keuntungan (profit) dari kegiatan tataniaga yang dilakukan, dan biaya ini akan dibebankan kepada konsumen akhir (Kamaluddin, 2008). Margin pemasaran atau margin tataniaga menunjukkan selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran. Margin tataniaga adalah perubahan antara harga petani dan harga eceran (retail). Perbedaan nilai ini juga direpresentasikan sebagai jarak vertikal dan jarak antara kurva permintaan atau antara kurva penawaran. Margin tataniaga hanya merepresentasikan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani, tetapi tidak menunjukkan jumlah kuantitas produk yang dipasarkan. Margin tataniaga merupakan penjumlahan antara biaya tataniaga dan margin keuntungan. Nilai margin pemasaran adalah perbedaan harga di kedua tingkat sistim pemasaran dikalikan dengan kuantitas produk yang dipasarkan. Cara perhitungan ini sama dengan konsep nilai tambah (value added). Pengertian ekonomi nilai margin pemasaran adalah harga dari sekumpulan jasa pemasaran/tataniaga yang merupakan hasil dari interaksi antara

36 permintaan dan penawaran produk produk tersebut. Oleh karena itu nilai margin pemasaran dibedakan menjadi dua yaitu marketing costs dan marketing charges. Hubungan antara elastisitas permintaan di tingkat rantai tataniaga yang berbeda memberikan beberapa kegunaan analisis. Hubungan bergantung pada perilaku dari margin pemasaran (Kustiari, 2003). Efisiensi pemasaran adalah kemampuan jasa-jasa pemasaran untuk dapat menyampaikan suatu produk dari produsen ke konsumen secara adil dengan memberikan kepuasan pada semua pihak yang terlibat untuk suatu produk yang sama. Kriteria efisiensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: margin pemasaran, share petani (produsen), distribusi keuntungan, dan volume penjualan (Rahayu dkk, 2004). Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2005). Saluran pemasaran mempunyai tugas menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Menurut Soekartawi (1993), dalam pemasaran komoditi pertanian seringkali panjang, sehingga banyak juga pelaku lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran tersebut. Akibanya adalah terlalu besarnya keuntungan pemasaran yang diambil oleh para pelaku pemasaran tersebut (Arinong dan Edi Kadir, 2008).

37 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2009 di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. Di Desa Pertumbukan ini masih banyak ditemukan hutan rakyat bambu yang masih dikelola oleh petani pada lahan milik mereka. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, alat tulis, tali plastik, pita ukur dan kalkulator. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, peta wilayah kabupaten dan dokumen lain yang berkaitan dengan lokasi studi. Metode Penelitian Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, digunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah data hasil inventarisasi bambu, data sosial ekonomi, bentuk pengelolaan dan hasil pemasaran. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah: kondisi umum lokasi penelitian atau data umum yang ada pada instansi pemerintahan desa dan kecamatan. Dalam pengambilan sampel akan digunakan metode sensus. Dalam metode sensus, sampel yang diambil adalah seluruh petani hutan rakyat bambu yang ada di Desa Pertumbukan.

38 Teknik Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian, sebagai berikut: 1. Inventarisasi tanaman bambu pada hutan rakyat bambu. 2. Melakukan observasi dan analisis pengelolaan di lapangan guna mengetahui sistem pengelolaan hutan rakyat bambu. 3. Wawancara dan diskusi dengan menggunakan kuesioner terhadap para pelaku (aktor utama atau yang mewakili) dan para pihak pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan rakyat bambu. 4. Keseluruhan data, baik primer maupun sekunder yang selanjutnya ditabulasikan sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer selanjutnya dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian, serta dilakukan analisis para pihak yang terkait dalam pengelolaan hutan rakyat bambu. Sedangkan data yang bersifat kuantitatif diolah secara tabulasi. Teknik untuk memperoleh informasi dan data dari responden dilakukan dengan wawancara dan dengan pengukuran langsung di lapangan. Informasi yang diperoleh dari setiap responden diantaranya: a) Identitas diri responden. b) Luas lahan yang dimiliki. c) Jenis kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan tanaman bambu atau teknik budidayanya (persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan) serta waktu kegiatan tersebut dilaksanakan.

39 d) Kebutuhan input untuk kegiatan budidaya dan harga input yang digunakan (pemupukan, pemberantasan hama penyakit dan lain sebagainya). e) Metode penjualan hasil pemanenan dan harga jualnya. Metode Inventarisasi Bambu Teknik penempatan petak ukur pada inventarisasi bambu dilakukan secara sistematik. Bentuk satuan contoh tegakan bambu dewasa berupa jalur dengan lebar 10 meter mengikuti jalur pada setiap jarak 100 meter. Teknik penempatan petak ukur untuk tegakan bambu tingkat permudaan mengikuti jalur ukur pada setiap 100 meter berselang seling dengan ukuran petak ukur 5 x 5 meter. Secara skematis gambar jalur ukur dan petak ukur dalam inventarisasi bambu menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1998), dapat dilihat pada Gambar 1. A1 a1 A2 a2 Hm-1 A3 Gambar 1. Bentuk Jalur Inventarisasi Bambu Keterangan: A1, A2, A3 = Petak ukur permudaan (5 x 5 meter) Hm-1 = Petak ukur tingkat pertumbuhan dewasa (10 x 100 meter) a1 = Garis sumbu jalur a2 = Garis tepi

40 Analisis Data Hasil Inventarisasi Bambu Dari inventarisasi bambu yang telah dilakukan di lapangan dengan menggunakan metode jalur. Kemudian data tersebut dihitung jumlah batang pada setiap rumpun bambu menggunakan taksiran jumlah batang tiap rumpun suatu jenis bambu menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1998), dengan rumus: di mana, Kr Bi Ri = Jumlah batang tiap rumpun suatu jenis bambu = Jumlah batang suatu jenis bambu tiap jalur ke i = Jumlah rumpun suatu jenis bambu tiap jalur ke i Pendapatan dan Pengelolaan Hutan Rakyat Bambu Untuk menghitung besarnya pendapatan masyarakat pada saat penelitian, hasil pengelolaan hutan rakyat bambu dihitung dengan menggunakan rumus menurut Rahayu dkk (2004) sebagai berikut : I = TR TC Keterangan : I TR TC = Pendapatan = Total penerimaan = Total biaya Selanjutnya dihitung pendapatan total petani dengan menggunakan rumus: I Total = I Bambu + I Non Kemudian dihitung Persentase besarnya pendapatan masyarakat dengan menggunakan rumus:

41 Besarnya pemanfaatan bambu terhadap kontribusi masyarakat yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabulasi, kemudian data-data tersebut dianalisis dengan analisis deskriptif. Pengolahan Bambu dan Nilai Tambah Pengolahan Untuk mengetahui sistem pengolahan bambu dilakukan dengan wawancara mengenai produk yang dihasilkan oleh masyarakat yang kemudian dikaitkan dengan harga jual tiap produknya. Sehingga diketahui besarnya nilai tambah yang diperoleh oleh masyarakat. Kemudian data hasil wawancara dihitung dengan menggunakan rumus margin pemasaran dan margin keuntungan menurut Andayani (2004) dalam Awang, (2005). Secara matematis margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Mji = Pr Pf Keterangan: Mji Pr Pf = Marjin pemasaran = Harga penjualan pemasaran di tingkat konsumen = Harga pembelian pemasaran di tingkat produsen Secara matematis parameter pengukur distribusi keuntungan dirumuskan sebagai berikut: Keterangan: Ski Ki Pr = Analisis distribusi keuntungan = Margin keuntungan = Harga penjualan pemasaran di tingkat konsumen

42 Keterangan: Sp Pf Pr = Harga yang diterima petani = Harga pembelian pemasaran di tingkat produsen = Harga penjualan pemasaran di tingkat konsumen Adapun matrik metodologi yang akan digunakan dalam penelitian dan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Matrik Metodologi yang Digunakan dalam Penelitian. Tujuan Studi Pokok Bahasan Data Kunci 1 Identifikasi potensi dan sistem pengelolaan hutan rakyat bambu di Desa Pertumbukan Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat. Kondisi umum lokasi penelitian Kondisi alam : Tipe bentang alam, iklim, geologi dan tanah, topografi, flora dan fauna. Sumber dan Metoda Pustaka, data statistik, peta, wawancara, observasi lapangan, dokumentasi. Hasil yang di Harapkan Gambaran umum kondisi lingkungan lokasi penelitian. Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya Kondisi sosekbud : Kependudukan, pemukiman, sosial budaya, administrasi pemerintahan. Pustaka, data statistik, wawancara. Informasi kemungkinan dan kendala dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat bambu Kondisi terkini hutan rakyat bambu di lokasi studi Potret lokasi studi; Visi dan misi, peluang, tantangan, dan permasalahan pengelolaan hutan rakyat bambu. Pustaka, wawancara, diskusi, observasi lapangan, data statistik, dokumentasi. Informasi kondisi terkini pengelolaan hutan rakyat bambu, pemasaran dan produk olahannya Strategi dan kebijakan yang dibuat dalam pengelolaan hutan rakyat bambu Strategi pengelolaan: pengakuan instiusi lokal; peningkatan kualitas SDM; resolusi konflik; penegakan hukum; Pustaka, wawancara, diskusi kelompok, observasi lapangan, dokumentasi, dan data statistik Informasi strategi dan kebijakan dalam pengelolaan hutan rakyat bambu

PEMANFAATAN BAMBU DI INDONESIA. RIDWANTI BATUBARA, S. HUT Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN BAMBU DI INDONESIA. RIDWANTI BATUBARA, S. HUT Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PEMANFAATAN BAMBU DI INDONESIA RIDWANTI BATUBARA, S. HUT Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia bambu memegang

Lebih terperinci

ANALISIS SOSIAL EKONOMI PEMANFAATAN DAN POTENSI TANAMAN BAMBU (Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kec. Binjai Kota, Kotamadya Binjai)

ANALISIS SOSIAL EKONOMI PEMANFAATAN DAN POTENSI TANAMAN BAMBU (Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kec. Binjai Kota, Kotamadya Binjai) ANALISIS SOSIAL EKONOMI PEMANFAATAN DAN POTENSI TANAMAN BAMBU (Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kec. Binjai Kota, Kotamadya Binjai) SKRIPSI OLEH NATALINA BR SIHOTANG 061203005 Teknologi Hasil Hutan PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (gramineae) dan masih berkerabat dekat dengan padi dan tebu. Tanaman bambu dimasukkan ke dalam subfamili bambusoideae.

TINJAUAN PUSTAKA. (gramineae) dan masih berkerabat dekat dengan padi dan tebu. Tanaman bambu dimasukkan ke dalam subfamili bambusoideae. TINJAUAN PUSTAKA Pengenalan Bambu Bambu merupakan tanaman tahunan yang sering diberi julukan rumput raksasa. Tanaman penghasil rebung ini memang termasuk dalam famili rumputrumputan (gramineae) dan masih

Lebih terperinci

POTENSI EKONOMI PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT BAMBU DESA PONDOK BULUH, KECAMATAN PANRIBUAN KABUPATEN SIMALUNGUN

POTENSI EKONOMI PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT BAMBU DESA PONDOK BULUH, KECAMATAN PANRIBUAN KABUPATEN SIMALUNGUN POTENSI EKONOMI PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT BAMBU DESA PONDOK BULUH, KECAMATAN PANRIBUAN KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI Oleh: Asnita Octavia Ritonga 051201035 Manajemen Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Keberhasilan pertanaman di lapangan salah satunya

Keberhasilan pertanaman di lapangan salah satunya 271A PENGGUNAAN RAK BAMBU DALAM PENGANGKUTAN BIBIT SENGON DENGAN TRUK Ruskandi 1 Keberhasilan pertanaman di lapangan salah satunya ditentukan oleh mutu bibit yang digunakan. Untuk membangun usaha perkebunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Bambu Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini sudah menyebar di seluruh kawasan nusantara. Bambu dapat tumbuh di daerah iklim basah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan merupakan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk (Diptera) 1. Klasifikasi Kingdom Philum Sub Philum Kelas Ordo Sub ordo Familia : Animalia : Antrophoda : Mandibulata : Insecta : Diptera : Nematocera : culicidae 2. Morfologi

Lebih terperinci

Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya

Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya Potensi Tanaman Bambu di Tasikmalaya Pendahuluan Bambu adalah salah satu jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang potensial untuk mensubstitusi kayu bagi industri berbasis bahan baku kayu. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Bambu Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dan sudah menyebar di kawasan Nusantara. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

TINJAUAN PUSTAKA. ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Hutan dan Hutan Rakyat Menurut UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

TINJAUAN PUSTAKA. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BAMBU DAN FASILITAS HUNIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BAMBU DAN FASILITAS HUNIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BAMBU DAN FASILITAS HUNIAN 2.1 TINJAUAN UMUM TENTANG BAMBU 2.1.1 Tanaman Bambu Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dan sudah menyebar di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) TINJAUAN PUSTAKA Definisi Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang- Undang tersebut, hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan milik masyarakat berangsur-angsur menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil. Karena nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat maka opportunity

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass

I. PENDAHULUAN. Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bambu tergolong keluarga Graminiae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang PENDAHULUAN Hutan Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka

TINJAUAN PUSTAKA. dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka TINJAUAN PUSTAKA Hutan Rakyat Hutan Tanaman Rakyat atau HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu banyak ditemukan di daerah tropis di benua Asia, Afrika, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu banyak ditemukan di daerah tropis di benua Asia, Afrika, dan TINJAUAN PUSTAKA Pengenalan Bambu Bambu banyak ditemukan di daerah tropis di benua Asia, Afrika, dan Amerika. Namun, beberapa spesies ditemukan pula di Australia. Benua Asia merupakan daerah penyebaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Termasuk dalam devisi spermatophyta, subdevisi angiospermae, klas

TINJAUAN PUSTAKA. Termasuk dalam devisi spermatophyta, subdevisi angiospermae, klas TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Bambu Bambu sebagai salah satu tumbuhan daerah tropis dan subtropik. Termasuk dalam devisi spermatophyta, subdevisi angiospermae, klas monocotyledonae, ordo Graminales, family

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN PRODUK HUTAN RAKYAT BAMBU

ANALISIS PEMASARAN PRODUK HUTAN RAKYAT BAMBU ANALISIS PEMASARAN PRODUK HUTAN RAKYAT BAMBU (Studi Kasus : Desa Telagah Kec.Sei Binggei Kab.Langkat) SKRIPSI OLEH IMMER SIMAMORA 051201004 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat 143 jenis bambu yang beranekaragam. manfaat kerna batangnya kuat, kerat dan elastis sehingga membuat bambu

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat 143 jenis bambu yang beranekaragam. manfaat kerna batangnya kuat, kerat dan elastis sehingga membuat bambu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat 143 jenis bambu yang beranekaragam. Keanekaragaman ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan iklim, tanah, dan topografi. Tanaman bambu merupakan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bambu merupakan keluarga rumput, dan memiliki sebutan pula sebagai rumput raksasa The Giant Grass. Sebagai sebuah tanaman tumbuh tercepat di dunia, bambu pun memiliki

Lebih terperinci

Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh berongga.

Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh berongga. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bambu merupakan tanaman jenis rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh berongga. Bambu memiliki cabang-cabang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus dengan memanfaatkan kemajuan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di Desa Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok. Panribuan, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei

Penelitian ini dilakukan di Desa Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok. Panribuan, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012. Alat dan bahan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

THE MANUFACTURING AND UTILIZATION OF THE BAMBOO FOR IMPROVING THE SMALL AND MEDIUM HANDICRAFT INDUSTRY

THE MANUFACTURING AND UTILIZATION OF THE BAMBOO FOR IMPROVING THE SMALL AND MEDIUM HANDICRAFT INDUSTRY Pengolahan Bambu dan Pemanfaatannya Dalam Usaha Pengembangan Industri Kecil...Arhamsyah Review PENGOLAHAN BAMBU DAN PEMANFAATANNYA DALAM USAHA PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DAN KERAJINAN THE MANUFACTURING

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

PENDAHULUAN. berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan,yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut boleh dirasakan

Lebih terperinci

POTENSI KEMIRI DAN DURIAN DI KABUPATEN KARO PROPINSI SUMATERA UTARA

POTENSI KEMIRI DAN DURIAN DI KABUPATEN KARO PROPINSI SUMATERA UTARA POTENSI KEMIRI DAN DURIAN DI KABUPATEN KARO PROPINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDA HUTASOIT 021202008 / Budidaya Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 POTENSI

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang

I. PENDAHULUAN. ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Wisata adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEMENYAN (Styrax spp.) (Studi Kasus: Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

ANALISIS PEMASARAN KEMENYAN (Styrax spp.) (Studi Kasus: Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara) ANALISIS PEMASARAN KEMENYAN (Styrax spp.) (Studi Kasus: Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara) SKRIPSI Oleh: Ryandika Gilang Putra 121201153 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

ISSN Jurnal Exacta, Vol. X No. 1 Juni 2012 KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI BAMBU DI DESA TALANG PAUH BENGKULU TENGAH

ISSN Jurnal Exacta, Vol. X No. 1 Juni 2012 KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI BAMBU DI DESA TALANG PAUH BENGKULU TENGAH KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI BAMBU DI DESA TALANG PAUH BENGKULU TENGAH Ariefa Primair Yani Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil bambu yang cukup besar. Banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil bambu yang cukup besar. Banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil bambu yang cukup besar. Banyak manfaat yang dapat diambil dari pohon bambu, hal ini terlihat dari produk-produk yang dihasilkan. Setiap

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PEMANFAATAN BAMBU DI DESA SEKITAR TAHURA KABUPATEN KARO

INVENTARISASI DAN PEMANFAATAN BAMBU DI DESA SEKITAR TAHURA KABUPATEN KARO INVENTARISASI DAN PEMANFAATAN BAMBU DI DESA SEKITAR TAHURA KABUPATEN KARO Studi Kasus : Di Desa Sembahe, Sibolangit dan Tongkoh Kabupaten Karo Bukit Barisan SKRIPSI OLEH NURMALA SARI 051202037 Budidaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat

Lebih terperinci

Keanekaragaman Bambu dan Manfaatnya Di Desa Tabalagan Bengkulu Tengah

Keanekaragaman Bambu dan Manfaatnya Di Desa Tabalagan Bengkulu Tengah Jurnal Gradien Vol. 10 No. 2 Juli 2014 : 987-991 Keanekaragaman Bambu dan Manfaatnya Di Desa Tabalagan Bengkulu Tengah Ariefa Primair Yani Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Bengkulu, Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Jati Pohon jati merupakan pohon yang memiliki kayu golongan kayu keras (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai 40 meter. Tinggi batang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae. Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae. Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri Morfologis Bambu Bambu termasuk salah satu tumbuh-tumbuhan anggota famili Gramineae (rumput-rumputan). Tumbuhan bambu berumpun dan terdiri atas sejumlah batang (buluh) yang

Lebih terperinci

JENIS, POTENSI DAN NILAI EKONOMI HASIL HUTAN YANG DIMANFAATKAN MASYARAKAT DI SEKITAR TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUKIT BARISAN

JENIS, POTENSI DAN NILAI EKONOMI HASIL HUTAN YANG DIMANFAATKAN MASYARAKAT DI SEKITAR TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUKIT BARISAN JENIS, POTENSI DAN NILAI EKONOMI HASIL HUTAN YANG DIMANFAATKAN MASYARAKAT DI SEKITAR TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BUKIT BARISAN SKRIPSI Faujiah Nurhasanah R. 081203009/Teknologi Hasil Hutan PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hutan memiliki 3 fungsi utama yang saling terkait satu sama lain, yakni fungsi

TINJAUAN PUSTAKA. hutan memiliki 3 fungsi utama yang saling terkait satu sama lain, yakni fungsi TINJAUAN PUSTAKA Hutan Secara normatif, tujuan utama pengelolaan hutan sebenarnya adalah memanfaatkan seoptimal mungkin fungsi hutan. Secara konseptual sumber daya hutan memiliki 3 fungsi utama yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya 1 I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan spesies bambu. Di

TINJAUAN PUSTAKA. Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan spesies bambu. Di TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Bambu Deskripsi tanaman Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1.500 spesies bambu. Di Indonesia sendiri dikenal ada 10 genus bambu, antara lain: Arundinaria, Bambusa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin berkurang pasokan kayunya dari hutan alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah studi yang mendiskripsikan bentuklahan, proses-proses yang bekerja padanya dan menyelidiki kaitan antara bentuklahan dan prosesproses tersebut

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan.

BAB 1. Pendahuluan. Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan. BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia selain terkenal dengan Negara kepulauan, juga terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan hutan. (www.wikipedia.com) Terjaganya hutan dan area terbuka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

Lampiran 4. Analisis Keragaman Retensi Bahan Pengawet Asam Borat

Lampiran 4. Analisis Keragaman Retensi Bahan Pengawet Asam Borat Lampiran 1. Kadar Air Kayu Sebelum Proses Pengawetan Kayu Berat Awal (gram) BKT (gram) Kadar Air (%) 1 185,8 165,2 12,46 2 187,2 166,8 12,23 3 173,4 152,3 13,85 Kadar Air Rata-rata 12,85 Lampiran 2. Kerapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sistem pemanfaatan lahan yang optimal dalam menghasilkan produk dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jenis tanah yang subur. Berdasarkan karakteristik geografisnya Indonesia selain disebut sebagai negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang didominasi oleh pohon. Jhon A. Helms (1998) dalam suharjito (2000) memberi

TINJAUAN PUSTAKA. yang didominasi oleh pohon. Jhon A. Helms (1998) dalam suharjito (2000) memberi TINJAUAN PUSTAKA Hutan Menurut Undang-Undang No. 41/1999 tentang kehutanan menyebutkan bahwa hutan adalah suatu ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya 1 PENDAHULUAN Hutan rakyat merupakan hutan yang dibangun oleh masyarakat pada lahan milik rakyat. Hutan rakyat tetap penting, karena selain secara ekologi dapat mendukung lingkungan (menahan erosi, mengurangi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Keanekaragaman tumbuhan yang dimiliki Indonesia menduduki peringkat kelima besar di dunia, yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan A B I B PENDAHULUAN Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menjamin tersedianya secara lestari bahan

Lebih terperinci