ANALISIS SEKTOR INDUSTRI SEBAGAI PENERIMA FASILITAS DI BIDANG PENANAMAN MODAL Oleh Gunawan Pribadi dan Syarif Ibrahim Busono Adi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SEKTOR INDUSTRI SEBAGAI PENERIMA FASILITAS DI BIDANG PENANAMAN MODAL Oleh Gunawan Pribadi dan Syarif Ibrahim Busono Adi"

Transkripsi

1 ANALISIS SEKTOR INDUSTRI SEBAGAI PENERIMA FASILITAS DI BIDANG PENANAMAN MODAL Oleh Gunawan Pribadi dan Syarif Ibrahim Busono Adi I. LATAR BELAKANG Terwujudnya akumulasi kapital di suatu negara merupakan salah satu faktor penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan. Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi, neoclassical growth model, dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang akan dipengaruhi oleh produktivitas, akumulasi modal, akumulasi pertumbuhan penduduk (labor), dan pertumbuhan teknologi. Teori ini juga berfokus pada positive externalities dan spillover effect dari knowledge-based economy yang akan mengarahkan pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, telah diamanatkan bagi Pemerintah untuk memberikan fasilitas termasuk fasilitas perpajakan untuk mendorong tumbuhnya penanaman modal di Indonesia. Saat ini Pemerintah telah menyediakan dua bentuk fasilitas di bidang Pajak Penghasilan yang dapat dimanfaatkan bagi penanaman modal baru, yaitu berupa fasilitas tax allowance dan fasilitas tax holiday. Pemberian insentif di bidang penanaman modal sendiri secara teori maupun empiris masih dipertanyakan efektifitasnya. James (2009) dalam salah satu bagian penelitiannya merangkumkan beberapa literatur mengenai keterkaitan insentif pajak terhadap investasi. Dari beberapa literatur tersebut menyatakan bahwa elastisitas antara pajak dengan investasi lebih dominan terjadi di negara maju, sementara bukti keterkaitan pajak dengan investasi di negara berkembang masih sangat kecil atau tidak ada korelasi sama sekali 1. Lebih lanjut berdasarkan penelitian mengenai faktor-faktor penentu foreign direct investment (FDI) yang dilakukan oleh Multilateral Investment Guarantee dengan bantuan Deloitte & Touche LLP menyatakan bahwa dari 20 faktor utama penentu lokasi FDI, faktor pajak suatu negara menempati ranking ke 11. Masih menurut penelitian tersebut 5 faktor yang paling dominan adalah faktor akses ke konsumen, stabilitas sosial politik, kemudahan menjalankan usaha, ketersediaan dan reabilitas dari infrastruktur, serta kemampuan mempekerjakan technical professional 2. Meskipun berdasarkan literatur tersebut masih menunjukkan pertentangan mengenai efektifitas insentif terhadap investasi, namun demikian pemberian fasilitas perpajakan di kawasan regional dan sekitarnya dapat menyebabkan persaingan dalam menarik FDI. Di kawasan Asia Tenggara, dengan kondisi masing-masing negara tidak terlalu berbeda, maka dalam hal faktor-faktor utama pendukung kegitan investasi di masing-masing negara bersifat identik maka faktor perpajakan akan menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan investor dalam menentukan tujuan investasinya. Dalam menentukan bentuk fasilitas di bidang penanaman modal di setiap negara perlu memperhatikan tujuan spesifik yang diharapkan. Terdapat beberapa tujuan dan dasar rasional/pemikiran dalam pemberian fasilitas perpajakan. Dengan memperhatikan tujuan dan dasar pemikiran tersebut, maka pemberian fasilitas dapat bersifat terbatas pada sektor industri tertentu dengan memperhatikan tujuan yang 1 James, S., 2009, Incentive and Investment: Evidance and Policy Implication, Investmen Climate Advisory of The World Bank Group. 2 MIGA-The World Bank Group, 2002, Foreign Direct Investment Survey, Multilateral Investment Guarantee-World Bank Group. 1

2 diharapkan untuk tercapai. Dalam kajian ini mencoba untuk menganalisis sektor-sektor industri apa saja yang layak dijadikan target pemberian fasilitas dengan memperhatikan rasionalisasi dari tujuan pemberian fasilitas. Kajian dilakukan terbatas pada 25 sektor industri yang merupakan sebagian dari industri prioritas sebagaimana diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Penilaian kelayakan dengan cara penentuan proxy yang didasarkan dari tujuan dan rasionalitas fasilitas dan menghitung proxy tersebut dengan data industri, input-output table, serta data trade balance industri terkait. II. METODOLOGI DAN DATA Dalam menentukan bentuk fasilitas di bidang penanaman modal di setiap negara perlu memperhatikan tujuan spesifik yang diharapkan. Terdapat beberapa tujuan dan dasar rasional/pemikiran dalam pemberian fasilitas perpajakan, sebagaimana pada table 1. Dengan berdasarkan tujuan dan rasionalitas tersebut ditentukan beberapa proxy yang akan digunakan sebagai dasar penilaian kelayakan suatu industri dalam negeri sebagai target pemberian fasilitas. Tabel 1. Tujuan dan Rasionalitas Pemberian Fasilitas Tujuan Peningkatan performa: Peningkatan export Transfer teknologi Peningkatan performa: Employment/training Peningkatan performa: Domestic Value Addition Sectoral investment Regional incentives Sumber: UNCTAD-UN 3 Rasionalitas Skala ekonomis dalam export, pembangunan image negara, perbedaan antara nilai tukar aktual dengan equilibrium. Spillover effects, risk evasion Ketidaksempurnaan pasar tenaga kerja, seperti tingginya upah minimum; spillover effects. Permasalahan pertumbuhan supplier, downstream spillover effect. Spillover effects industrial strategy and policy, national security Penggunaan infrastruktur bersama; pertimbangan kesamaan Untuk menilai spillover effect dan downstream effect spillover digunakan proxy tingkat backward dan forward linkage dari sektor terkait. Untuk menilai domestic value addition digunakan proxy persentase nilai value added terhadap nilai input. Untuk menilai national security, performa penguatan nilai tukar dan export digunakan proxy kondisi trade balance atas produk yang dihasilkan masing-masing industri. Sedangkan untuk menilai permasalahan pertumbuhan supplier digunakan proxy kondisi kebutuhan domestik dan kemampuan industri. Data yang digunakan untuk menilai masing-masing proxy tersebut terdiri dari data Input-Output Table, Nilai Produksi, Input, dan Value Added sektoral, serta data nilai export-import dari masing-masing sektoral. Penentuan jenis barang export-import ke dalam masing-masing sektor industri dilakukan dengan 3 UNCTAD-United Nation, 2000, Tax Incentives and Foreign Direct Investment-A Global Survey, United Nations Conference on Trade and Development-United Nation. 2

3 melakukan konvergensi Harmonized System (HS) ke Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) berdasarkan Buku Klasifikasi Baku komoditas Indonesia (KBKI) yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS). Terdapat keterbatasan dalam menilai kondisi dari industri, mengingat ketersediaan data yang terbatas baik dari sisi time series maupun dari sisi kualitas dan jenis data nya. Data-data yang tersedia dan digunakan untuk melakukan analisis meliputi: Jenis Data Sumber Keterangan Jumlah pelaku industri Kementerian Perindustrian Tahun Nilai Produksi Industri Kementerian Perindustrian Tahun Nilai Utilisasi Industri Kementerian Perindustrian Tahun Nilai Value Added Industri Kementerian Perindustrian Tahun Input-Output Tabel BPS I-O Table sektor Nilai Ekspor BPS dan WITS Nilai Impor BPS dan WITS Dengan keterbatasan data tersebut akan menyebabkan analisis tidak dapat dilakukan secara presisi. Sebagai contoh, data nilai produksi, dan utilisasi hanya tersedia sampai tahun 2010, sehingga tidak dapat diketahui pasti kondisi terakhir dari industri bersangkutan. Lebih lanjut, data yang tersedia untuk menilai backward dan forward linkage adalah data I-O tabel tahun 2005 yang terinci pada 175 sektor, dan bukan terinci untuk setiap KBLI. Dengan data ini maka nilai backward dan forward linkage tidak presisi menggambarkan nilai masing-masing KBLI. Selain itu data kebutuhan domestik atas suatu produk dalam KBLI tertentu juga tidak tersedia, sehingga untuk menilai kebutuhan domestik digunakan asumsi dan perkiraan. III. ANALISIS A. Backward Linkage dan Forward Linkage Backward dan forward linkage adalah ukuran deskriptif economic interdependence dari industri berdasarkan tingkat transaksi nya. Linkage menunjukkan perkiraan peningkatan langsung maupun tidak langsung dari output yang disebabkan kenaikan demand. Backward linkage menggambarkan tingkat penyerapan sektor tertentu terhadap output sektor lainnya. Sedangkan Forward linkage menggambarkan tingkat penyerapan sektor lain terhadap output dari suatu sektor tertentu. Untuk menghitung nilai backward dan forward linkage digunakan pendekatan model Leontief Inverse Matrix. Backward linkage (BL) dinilai dengan notasi: Sedangkan forward linkage (FL) dinilai dengan notasi: Dan Lij adalah Leontief Inverse Matrix, yaitu: 3

4 Data yang digunakan untuk menghitung nilai backward dan forward linkage adalah data Input-Output Table (I-O Tabel) 175 sektor tahun Dengan I-O table 2005 yang terdiri dari 175 sektor tersebut maka tidak dapat dilakukan penilaian secara presisi atasi nilai backward dan forward linkage dari masing-masing industri/kbli. Meskipun nilai yang dihasilkan merupakan nilai dari sektor yang terdiri dari beberapa KBLI, akan tetapi nilai yang dihasilkan tersebut dapat dijadikan gambaran kondisi dari industri terkait. Hasil penghitungan backward dan forward linkage adalah sebagaimana pada lampiran I. Berdasarkan hasil penilaian backward dan forward linkage, dilakukan pengkategorian tingkatan rendah, sedang dan tinggi. Penilaian rendah apabila nilai linkage lebih rendah dari rata-rata nilai linkage seluruh sektor dikurangi standard deviasi nya. Penilaian tinggi apabila nilai linkage lebih tinggi dari rata-rata nilai linkage seluruh sektor ditambah standard deviasi nya, dan penilaian sedang apabila nilai linkage diantara batasan nilai rendah dan nilai tinggi. B. Tingkat Nilai Tambah Industri Tingkat nilai tambah industri digunakan sebagai salah satu indikator industri untuk menilai seberapa besar tingkat nilai tambah yang dapat dihasilkan apabila industri tersebut tumbuh lebih besar di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan nilai keekonomian dan daya saing nasional. Tingkat nilai tambah industri dihitung dengan menggunakan data yang tersedia di Kementerian Perindustrian yaitu data nilai tambah nominal dan nilai input nominal dari industri pada periode tahun 2006 sampai dengan tahun Tingkat nilai tambah industri dihitung berdasarkan rata-rata dari persentase nilai tambah nominal terhadap nilai input nominal nya. Tingkat nilai tambah industri adalah sebagaimana pada lampiran II. Besarnya tingkat nilai tambah menunjukkan bauran tingkat surplus usaha, tingkat pemanfaatan tenaga kerja yang ditunjukkan dengan upah/gaji dan tingkat investasi yang ditunjukkan dengan depresiasi. Semakin besar persentase tingkat nilai tambah menunjukkan tingginya tingkat surplus usaha, pemakaian tenaga kerja, dan kebutuhan investasi dari industri. Namun demikian, karena keterbatasan data, tingkat surplus usaha, penggunaan tenaga kerja, dan investasi tidak dapat dinilai secara terpisah dan presisi. C. Trade Balance Salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah tekanan pada trade balance. Salah satu strategi jangka menengah-panjang untuk mengurangi tekanan pada trade balance, adalah dengan mengembangkan industri dalam negeri untuk men substitusi impor. Sesuai dengan arah kebijakan jangka menengah-panjang tersebut, maka untuk menentukan industri yang perlu lebih dikembangkan dapat dinilai dari kondisi trade balance dari produk yang dihasilkan oleh industri tersebut. Untuk menentukan kondisi trade balance dari industri tertentu, perlu diidentifikasi jenis barang sesuai dengan kode Harmonized System (HS) dari industri tersebut. Untuk menentukan jenis barang dari industri tertentu digunakan tabel korelasi berdasarkan Klasifikasi Baku Komoditas Indonesia (KBKI) 2012, yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil pengelompokan HS dan kondisi trade balance tahun dari masing-masing industri sebagaimana pada lampiran III. Industri yang menunjukkan net ekspor negatif menunjukkan bahwa kebutuhan domestik masih tergantung pada impor. Sebaliknya, dalam hal net ekspor positif menunjukkan industri dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan telah mempunyai daya saing untuk menembus pasar internasional. 4

5 D. Kemampuan dan Kebutuhan Domestik Dalam menentukan industri yang dapat diberikan fasilitas tax holiday, perlu ditinjau kondisi kemampuan produksi dari industri dan kebutuhan domestik atas produk yang dihasilkan. Analisis kemampuan produksi domestik dilakukan untuk menggambarkan kemampuan industri domestik dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam hal kebutuhan dalam negeri lebih tinggi dari kemampuan maksimal dari kapasitas terpasang, maka adanya investasi baru pada industri tersebut akan memberikan dampak positif pada trade balance mendatang. Apabila kebutuhan dalam negeri lebih rendah daripada kemampuan maksimal dari kapasitas terpasang maka perlu dipelajari terlebih dahulu penyebab tidak maksimalnya produksi dari kapasitas terpasang tersebut. Sebagai contoh, kapasitas terpasang tidak berproduksi secara maksimal dapat disebabkan karena tingginya harga input yang menyebabkan produksi tidak ekonomis. Dalam hal ini terjadi, maka fasilitas fiskal lebih tepat diberikan pada industri hulu nya sehingga lebih memberikan efek pengganda lebih besar. Mengingat tidak tersedia data mengenai kuantitas kapasitas terpasang, kuantitas kapasitas produksi, dan kuantitas kebutuhan domestik, maka untuk memberikan gambaran kemampuan produksi dan kebutuhan domestik digunakan asumsi dan pendekatan tidak langsung, dengan menggunakan data-data yang tersedia. Dengan menggunakan data tersedia berupa nilai nominal produksi, tingkat utilitas, dan data nominal ekspor-impor dalam mata uang US Dollar, maka untuk menilai tingkat kapasitas terpasang dan kebutuhan domestik digunakan pendekatan sebagai berikut: Mengingat data nilai produksi dalam mata uang Rupiah sedangkan ekspor-impor dalam mata uang US Dollar, untuk menentukan kebutuhan domestik dilakukan translasi dari mata uang US Dollar ke Rupiah dengan menggunakan kurs rata-rata dalam setahun. Lebih lanjut mengingat data nilai produksi dan tingkat utilisasi tersedia hanya sampai tahun 2010, maka sebagai gambaran kebutuhan domestik dihitung hanya atas kondisi tahun 2010 yang dianggap merupakan gambaran kondisi terakhir yang tersedia. Hasil perkiraan kapasitas terpasang dan perkiraan kebutuhan domestik adalah sebagaimana pada lampiran IV. Dengan membandingkan perkiraan kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kebutuhan domestik dalam negeri, diperoleh hasil bahwa terdapat beberapa industri yang kapasitas produksi ataupun kapasitas terpasang nya lebih rendah daripada kebutuhan dalam negeri. Untuk industri-industri tersebut cukup layak untuk dipertimbangkan masuk dalam kategori industri yang perlu dikembangkan. Namun demikian terdapat juga beberapa industri yang perkiraan kapasitas terpasang atau kapasitas produksi nya lebih tinggi daripada perkiraan kebutuhan dalam negeri. Untuk industri-industri tersebut perlu dikaji ulang kelayakannya untuk masuk industri yang perlu diberikan fasilitas di bidang penanaman modal. IV. KESIMPULAN Dalam memilih sektor-sektor industri sebagai target penerima fasilitas di bidang penanaman modal, perlu dilandasi dengan penilaian terhadap kelayakan suatu industri tersebut untuk diberikan fasilitas berdasarkan kondisi dari industri itu sendiri serta tujuan ataupun rasionalitas dari pemberian fasilitas. Berdasarkan penilaian terhadap proxy sebagaimana diuraikan dalam bagian III beserta lampiran, dari 25 5

6 jenis sampel industri yang dilakukan kajian terdapat beberapa industri yang dinilai layak, kurang layak,atau tidak layak untuk diberikan fasilitas di bidang penanaman modal. Rangkuman industri yang layak dan tidak layak beserta alasannya adalah sebagaimana dalam tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Penilaian Kelayakan Industri Sebagai Target Pemberian Fasilitas No Industri Kelayakan Alasan 1 Industri besi dan baja dasar (iron and steel making) 2 Industri penggilingan baja (steel rolling) 3 Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi 4 Industri pembuatan logam dasar bukan besi 5 industri penggilingan logam bukan besi 6 industri pipa dan sambungan pipa dari logam bukan besi dan baja 7 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari migas dan batu bara Layak BL-FL: sedang-sedang; Perkiraan kapasitas DN; Net ekspor negatif; value added sedang. Layak BL-FL: sedang tinggi; Perkiraan kapasitas DN; Net ekspor negatif; value added sedang. Layak BL-FL: tinggi-sedang; Perkiraan kapasitas. kurang Net ekspor positif kurang Net ekspor positif Layak BL-FL: sedang-sedang; Perkiraan kapasitas. Layak BL-FL: sedang-tinggi; Perkiraan kapasitas 8 Industri kimia dasar organik lainnya Cukup BL-FL: sedang-tinggi; Perkiraan kapasitas DN; Net ekspor negatif; value added sedang; Trade balance bisa memburuk apabila sektor hulunya (kimia dasar organik dalam negeri) belum berkembang. 9 Industri damar buatan (resin sintesis) dan bahan baku plastik Cukup BL-FL: sedang-tinggi; Perkiraan kapasitas DN; Net ekspor negatif; Trade balance bisa memburuk apabila sektor hulunya (kimia dasar organik dalam negeri) belum berkembang. 10 Industri karet buatan Cukup BL-FL: sedang-tinggi; Perkiraan kapasitas DN; Net ekspor negatif; Trade balance bisa memburuk apabila sektor hulunya (kimia dasar organik dalam negeri) belum berkembang. 11 Industri serat/benang/strip filamen buatan Cukup BL-FL: sedang-sedang; Perkiraan kapasitas DN; Net ekspor negatif; Trade balance bisa memburuk apabila sektor hulunya (kimia dasar organik dalam negeri) belum berkembang. 6

7 No Industri Kelayakan Alasan 12 Industri serat stapel buatan Tidak Net ekspor positif; perkiraan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan DN. 13 Industri motor pembakaran dalam Layak BL-FL: tinggi-sedang; Perkiraan kapasitas DN; Net ekspor negatif; value added sedang 14 Industri mesin penambangan, Layak BL-FL: tinggi-tinggi; Perkiraan kapasitas penggalian dan konstruksi 15 Industri mesin textile Tidak perkiraan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan DN. 15 Industri minyak makan dan lemak nabati dan hewani lainnya Tidak Net ekspor positif; perkiraan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan DN 16 Industri bubur kerta (pulp) Tidak Net ekspor positif; perkiraan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan DN 17 Industri kertas budaya Tidak Net ekspor positif; perkiraan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan DN 18 Industri kertas dan papan kertas bergelombang Tidak Net ekspor positif; perkiraan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan DN 19 Industri kertas tissue Tidak Net ekspor positif; perkiraan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan DN 20 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian Kurang Net ekspor positif, BL-FL: sedang-tinggi; sebagai alternatif kimia organik dari sumber terbarukan (harus selektif jenis produknya yang dapat diberikan fasilitas) 21 Industri bahan farmasi Layak BL-FL: sedang-sedang; Perkiraan kapasitas 22 Industri komputer dan/atau perakitan komputer 23 Industri peralatan komunikasi tanpa kabel (wireless) Layak BL-FL: tinggi-sedang; Perkiraan kapasitas Layak BL-FL: tinggi-sedang; Perkiraan kapasitas 24 Industri peralatan komunikasi lainnya Layak BL-FL: tinggi-sedang; Perkiraan kapasitas 25 Industri alat ukur dan alat uji elektronik Layak BL-FL: sedang-sedang; Perkiraan kapasitas Analisis tersebut tidak bersifat mengikat, mengingat masih terdapat keterbatasan ketersediaan data tentang industri di Indonesia. Untuk menyempurnakan analisis ini perlu dilakukan dengan update data terkini dari kondisi industri di Indonesia. Lebih lanjut penilaian kelayakan pemberian fasilitas pada sektor tertentu perlu diuji kembali dengan memperhatikan pohon industri, serta dampaknya pada peningkatan impor dalam hal bahan baku industri sendiri masih harus dipenuhi dari luar negeri. 7

8 LAMPIRAN I BACKWARD DAN FORWARD LINKAGE INDUSTRI NILAI TINGKAT No SEKTOR INDUSTRI KBLI Kd Sektor BL FL BL FL 1 Industri besi dan baja dasar (iron and steel making) ,19 3,04 Sedang Sedang 2 Industri penggilingan baja (steel rolling) ,55 3,15 Tinggi Sedang 3 Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi ,41 2,44 Sedang Sedang 4 Industri pembuatan logam dasar bukan besi ,18 3,16 Sedang Sedang 5 industri penggilingan logam bukan besi ,41 2,44 Sedang Sedang 6 industri pipa dan sambungan pipa dari logam bukan besi dan baja ,41 2,44 Sedang Sedang 7 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari migas dan batu bara ,98 9,60 Sedang Tinggi 8 Industri kimia dasar organik lainnya ,98 9,60 Sedang Tinggi 9 Industri damar buatan (resin sintesis) dan bahan baku plastik ,13 4,13 Sedang Tinggi 10 Industri karet buatan ,13 4,13 Sedang Tinggi 11 Industri serat/benang/strip filamen buatan ,36 2,94 Sedang Sedang 12 Industri serat stapel buatan ,13 4,13 Sedang Tinggi 13 Industri motor pembakaran dalam ,09 1,73 Tinggi Sedang 14 Industri mesin penambangan, penggalian dan konstruksi ,28 10,84 Tinggi Tinggi 15 Industri Mesin Tekstil ,28 10,84 Tinggi Tinggi 16 Industri minyak makan dan lemak nabati dan hewani lainnya ,28 2,36 Sedang Sedang 17 Industri bubur kerta (pulp) ,66 3,10 Tinggi Sedang 18 Industri kertas budaya ,34 2,94 Sedang Sedang 19 Industri kertas dan papan kertas bergelombang ,34 2,94 Sedang Sedang 20 Industri kertas tissue ,34 2,94 Sedang Sedang 21 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian ,98 9,60 Sedang Tinggi 22 Industri bahan farmasi ,44 1,88 Sedang Sedang 23 Industri komputer dan/atau perakitan komputer ,57 2,26 Tinggi Sedang 24 Industri peralatan komunikasi tanpa kabel (wireless) ,57 2,26 Tinggi Sedang 25 Industri alat ukur dan alat uji elektronik ,36 1,61 Sedang Sedang BL FL Mean 1, , Stdev 0, ,70986 BL FL Rendah < 1,53 <0,28 Sedang 1,53-2,45 0,28-3,70 Tinggi >2,45 >3,70

9 LAMPIRAN II TINGKAT NILAI TAMBAH INDUSTRI No SEKTOR INDUSTRI KBLI 2009 Value Added (miliar Rp) Nilai Input (miliar Rp) VA/Input % 1 Industri besi dan baja dasar (iron and steel making) ,5 3578,6 5550,3 4928,3 4493,7 3474, , , , ,4 46,24% 2 Industri penggilingan baja (steel rolling) ,1 5337,6 5748,7 9255,7 4914, , , , , ,4 15,23% 3 Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi ,7 5319,2 4446,7 3905,8 2466,3 4566,4 8053,6 4511,4 4272,1 7522,1 83,44% 4 Industri pembuatan logam dasar bukan besi ,4 5283,0 6185,1 7283, ,6 6879, , , , ,5 65,20% 5 industri penggilingan logam bukan besi ,7 1277,2 5752,5 868,5 605,0 4205,8 7201, ,7 2610,9 2162,2 33,15% 6 industri pipa dan sambungan pipa dari logam bukan besi dan baja ,4 292,4 247,6 142,1 440,6 1554,2 721,2 587,4 84,2 749,5 66,51% 7 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari migas dan batu bara ,9 4995,5 2634,1 1299,8 1551,6 9023,4 3736,0 7375,6 2296,1 2368,2 64,07% 8 Industri kimia dasar organik lainnya ,2 3300,8 2213,1 2667,9 2358,4 5959,4 9905,9 6516,7 3580,1 5239,7 43,65% 9 Industri damar buatan (resin sintesis) dan bahan baku plastik ,8 812,0 1755,8 4667, ,0 9177,4 4482,0 4344,7 6337, ,7 40,06% 10 Industri karet buatan ,5 710,7 184,2 1622,5 281,0 164,8 4054,0 561,5 486,0 185,0 121,23% 11 Industri serat/benang/strip filamen buatan ,9 1248,3 3976,3 244,3 1733,7 9,1 5977,7 1691,0 638,1 5382,5 80,33% 12 Industri serat stapel buatan ,5 4285,4 4043,1 5539,8 5284,6 3703,0 3415,5 7160,7 7507,6 4287,4 94,63% 13 Industri motor pembakaran dalam ,7 161,7 169,9 179,2 142,1 616,1 257,0 1431,1 350,7 1177,6 37,52% 14 Industri mesin penambangan, penggalian dan konstruksi ,5 1288,1 467,4 290,9 345,6 1569,8 1519,0 2751,7 218,7 713,3 79,03% 15 Industri Mesin Tekstil ,2 33,0 34,2 2539,8 1738,6 261,9 46,6 37,8 181,4 1649,8 335,31% 16 Industri minyak makan dan lemak nabati dan hewani lainnya ,5 150,0 555,4 9,1 8,3 69,9 377,9 1873,4 7,6 16,1 69,20% 17 Industri bubur kerta (pulp) ,9 7863, , , , ,3 9131,8 7990, , ,8 100,51% 18 Industri kertas budaya ,7 2883, , , , ,3 8692, , , ,4 66,52% 19 Industri kertas dan papan kertas bergelombang ,2 2568,3 1336,1 6939,1 3027,1 3053,0 8144,8 5772,6 4913,9 6509,5 55,91% 20 Industri kertas tissue ,1 5298,9 1216,5 829,0 1671,0 1070, ,5 1776,7 1556,2 1861,0 65,04% 21 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian ,5 336,2 566,5 1137,3 1093,9 864,4 2166,6 1205,4 1849,2 1693,7 53,93% 22 Industri bahan farmasi ,3 749,2 715,0 727,5 600,2 3617,2 737,6 618,5 1208,1 626,1 80,73% 23 Industri komputer dan/atau perakitan komputer ,8 244,8 284,4 314,5 348,9 50,8 0,0 201,9 1,7 1, ,19% 24 Industri peralatan komunikasi tanpa kabel (wireless) ,0 649,7 604,4 415,7 595,6 791,4 988,0 1266,3 71,4 1424,4 176,79% 25 Industri alat ukur dan alat uji elektronik ,5 522,2 771,2 789,4 1341,1 726,2 399,9 174,3 318,8 397,3 235,52%

10 LAMPIRAN III TRADE BALANCE No SEKTOR INDUSTRI IMPORT (MILLION USD) EXPORT (MILLION USD) Net Export Rata Industri besi dan baja dasar (iron and steel making) (3.900) 2 Industri penggilingan baja (steel rolling) (774) 3 Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi (540) 4 Industri pembuatan logam dasar bukan besi industri penggilingan logam bukan besi industri pipa dan sambungan pipa dari logam bukan besi dan baja (83) 7 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari migas dan batu bara (98) 8 Industri kimia dasar organik lainnya (336) 9 Industri damar buatan (resin sintesis) dan bahan baku plastik (1.838) 10 Industri karet buatan (501) 11 Industri serat/benang/strip filamen buatan (215) 12 Industri serat stapel buatan Industri motor pembakaran dalam (488) 14 Industri mesin penambangan, penggalian dan konstruksi (2.711) 15 Industri Mesin Tekstil (85) 16 Industri minyak makan dan lemak nabati dan hewani lainnya Industri bubur kerta (pulp) Industri kertas budaya Industri kertas dan papan kertas bergelombang Industri kertas tissue Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian Industri bahan farmasi (146) 23 Industri komputer dan/atau perakitan komputer (1.045) 24 Industri peralatan komunikasi tanpa kabel (wireless) (2.255) 25 Industri alat ukur dan alat uji elektronik (1.743)

11 LAMPIRAN IV PERKIRAAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DOMESTIK No SEKTOR INDUSTRI KBLI 2009 Perkiraan Nilai Kapasitas Perkiraan Produksi Terpasang Kebutuhan KETERANGAN 2010 DN Industri besi dan baja dasar (iron and steel making) Produksi dan terpasang kurang 2 Industri penggilingan baja (steel rolling) produksi kurang 3 Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi produksi kurang 4 Industri pembuatan logam dasar bukan besi (11.894)?? 5 industri penggilingan logam bukan besi (1.688)??? 6 industri pipa dan sambungan pipa dari logam bukan besi dan baja Produksi dan terpasang kurang 7 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari migas dan batu bara produksi kurang 8 Industri kimia dasar organik lainnya produksi kurang 9 Industri damar buatan (resin sintesis) dan bahan baku plastik produksi kurang 10 Industri karet buatan produksi dan terpasang kurang 11 Industri serat/benang/strip filamen buatan produksi dan terpasang kurang 12 Industri serat stapel buatan produksi cukup 13 Industri motor pembakaran dalam produksi kurang 14 Industri mesin penambangan, penggalian dan konstruksi produksi dan terpasang kurang 15 Industri Mesin Tekstil produksi dan terpasang cukup 16 Industri minyak makan dan lemak nabati dan hewani lainnya (206)?? 17 Industri bubur kerta (pulp) produksi dan terpasang cukup 18 Industri kertas budaya produksi dan terpasang cukup 19 Industri kertas dan papan kertas bergelombang produksi dan terpasang cukup 20 Industri kertas tissue produksi dan terpasang cukup 21 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian (1.473)?? 22 Industri bahan farmasi produksi kurang 23 Industri komputer dan/atau perakitan komputer produksi dan terpasang kurang 24 Industri peralatan komunikasi tanpa kabel (wireless) produksi dan terpasang kurang 25 Industri alat ukur dan alat uji elektronik produksi dan terpasang kurang Catatan: 1. Nilai impor dan ekspor ditranslasi dengan menggunakan rata-rata satu tahun dari kurs tengah tahun Angka kapasitas terpasang dan kebutuhan dalam negeri merupakan angka perkiraan berdasar data yang tersedia. Hasil perkiraan kebutuhan domestik negatif dapat disebabkan karena realibilitas data atau perbedaan pengelompokan barang pada KBLI.

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 1. Fasilitas Tax Holiday adalah fasilitas pembebasan dan pengurangan Pajak

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan berbagai potensi besar yang dimilikinya baik potensi alam, sumberdaya manusia, maupun teknologi tentunya memiliki berbagai

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki setiap negara dan keterbukaan untuk melakukan hubungan internasional

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu. 1. Sektor industri pengolahan memiliki peranan penting terhadap perekonomian Jawa Barat periode

Lebih terperinci

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1 PENDAPATAN NASIONAL Andri Wijanarko,SE,ME andri_wijanarko@yahoo.com 1 Output Nasional 2 Output Nasional (#1) Merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian untuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Model Input Output Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perdagangan internasional penting dalam ekonomi terutama sebagai sumber devisa negara. Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

Lampiran 2. Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012

Lampiran 2. Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012 Lampiran 2 Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012 Tabel Realisasi Investasi PMA Menurut Sektor Periode 2008-Kuartal 1 2012 2008 2009 2010 2011 2012 (q1) Industri Pionir P I (US$. Industri Kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN 7.1. Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan Peran strategis suatu sektor tidak hanya dilihat dari kontribusi terhadap pertumbuhan output, peningkatan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai peranan investasi pemerintah total dan menurut jenis yang dibelanjakan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia

Lebih terperinci

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO 5.1. Struktur Industri Agro Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand diawali dengan meneliti persentase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

INDIKATOR he AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH & ASESMEN SUBSEKTOR EKONOMI

INDIKATOR he AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH & ASESMEN SUBSEKTOR EKONOMI Produksi Minyak Mentah Produksi Kondensat Penjualan Minyak Diesel Konsumsi Semen Produksi Kendaraan Non Niaga Penjualan Kendaraan Non Niaga Produksi Kendaraan Niaga Penjualan Kendaraan Niaga Produksi Sepeda

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DALAM KETERKAITANNYA PADA PERKONOMIAN DAERAH KABUPATEN SIAK (PENDEKATAN DENGAN MODEL INPUT-OUTPUT)

PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DALAM KETERKAITANNYA PADA PERKONOMIAN DAERAH KABUPATEN SIAK (PENDEKATAN DENGAN MODEL INPUT-OUTPUT) PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DALAM KETERKAITANNYA PADA PERKONOMIAN DAERAH KABUPATEN SIAK (PENDEKATAN DENGAN MODEL INPUT-OUTPUT) Herlina, Azwar Harahap, dan Deny Setiawan Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara lain di sekitarnya. Biasanya bentuk kerjasama atau interaksi itu berbentuk perdagangan antar

Lebih terperinci

Working Paper DINAMIKA TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY INDUSTRI BESAR DAN SEDANG INDONESIA DALAM MEMPENGARUHI OUTPUT

Working Paper DINAMIKA TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY INDUSTRI BESAR DAN SEDANG INDONESIA DALAM MEMPENGARUHI OUTPUT Working Paper DINAMIKA TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY INDUSTRI BESAR DAN SEDANG INDONESIA DALAM MEMPENGARUHI OUTPUT i 1 Peneliti ekonomi di Grup Riset Ekonomi, Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Jakarta, Mei 2010

KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Jakarta, Mei 2010 KEMENTERIAN PERDAGANGAN KINERJA Periode: MARET 21 Jakarta, Mei 21 1 Neraca Perdagangan Indonesia Kondisi perdagangan Indonesia semakin menguat setelah mengalami kontraksi di tahun 29. Selama Triwulan I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 54 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 SPESIFIKASI MODEL Dari beberapa teori serta penjelasan yang terdapat pada bagian sebelumnya, dapat diketahui bahwa produktivitas merupakan salah satu faktor yang cukup

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 71/11/Th. XIV, 1 November PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR OKTOBER HARGA GROSIR NAIK 0,20 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan Besar

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1:Pertumbuhan Ekonomi dan Permintaan Agregat Indonesia( ) sumber : Bank Indonesia, diolah. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1:Pertumbuhan Ekonomi dan Permintaan Agregat Indonesia( ) sumber : Bank Indonesia, diolah. Universitas Indonesia 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Arus informasi yang semakin tidak dapat dibatasi serta tekhnologi yang selalu mengalami peningkatan kualitas dari waktu ke waktu merupakan salah satu dampak dari

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor

Lebih terperinci

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PADA HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA DAN TIGA NEGARA (CHINA, INDIA, DAN AUSTRALIA) TERHADAP KINERJA EKSPOR-IMPOR, OUTPUT NASIONAL DAN KESEMPATAN KERJA DI INDONESIA: ANALISIS

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia BUTIR-BUTIR BICARA MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, DAN BANK INDONESIA MEMPERCEPAT DAYA SAING INDUSTRI UNTUK

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Perwitasari, H. dkk., Analisis Input-Output... ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Hani Perwitasari dan Pinjung Nawang Sari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi dinegara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang mempunyai tujuan antara lain untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang hasilnya secara merata

Lebih terperinci

OVERVIEW 1/29

OVERVIEW 1/29 OVERVIEW Konsep dasar dan arti penting klasifikasi industri. Arti penting analisis industri untuk menyeleksi sekuritas. Metode yang digunakan untuk mengestimasi tingkat keuntungan, earning per share, dan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Penanaman modal asing (PMA) merupakan pemindahan modal dari suatu negara ke negara lain. Modal yang dialirkan dari negara satu ke negara lainnya dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan Ekonomi Indonesia didominasi sektor pertanian dan perkebunan yang lebih dikenal dengan istilah negara agraris. Sejak dari proklamasi kemerdekaan, hingga dikeluarkannya

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

JURNAL AKUNTANSI & EKONOMI FE. UN PGRI Kediri Vol. 2 No. 2, September 2017

JURNAL AKUNTANSI & EKONOMI FE. UN PGRI Kediri Vol. 2 No. 2, September 2017 PERAN SEKTOR BERBASIS INDUSTRI PADA PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR (Pendekatan Input-Output) Edy Santoso FEB - Universitas Jember edysantoso@unej.ac.id Abstract The development of industrial sector strongly

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI PEMANFAATAN PERJANJIAN PERDAGANGAN BARANG DALAM KERANGKA ASEAN-AUSTRALIA NEW ZEALAND FREE TRADE AREA BAGI PRODUK TERTENTU

KAJIAN POTENSI PEMANFAATAN PERJANJIAN PERDAGANGAN BARANG DALAM KERANGKA ASEAN-AUSTRALIA NEW ZEALAND FREE TRADE AREA BAGI PRODUK TERTENTU KAJIAN POTENSI PEMANFAATAN PERJANJIAN PERDAGANGAN BARANG DALAM KERANGKA ASEAN-AUSTRALIA NEW ZEALAND FREE TRADE AREA BAGI PRODUK TERTENTU I. Latar Belakang Indonesia sebagai bagian dari ekonomi dunia, secara

Lebih terperinci

PENGHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL

PENGHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL PENGHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL MATERI A Pengertian Pendapatan Nasional B Tujuan dan Manfaat Mempelajari Pendapatan Nasional C Konsep Pendapatan Nasional D Metode Perhitungan Pendapatan Nasional E Pendapatan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA MUSYAWARAH PROPINSI VI TAHUN 2015 KADIN DENGAN TEMA MEMBANGUN PROFESIONALISME DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGHADAPI ERA

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2017 (dalam US$ juta)

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2017 (dalam US$ juta) Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Februari 2017 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 2011

RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 2011 RINGKASAN LAPORAN PERKEMBANGAN PERDAGANGAN BULAN JULI 20 DIREKTORAT PERDAGANGAN, INVESTASI DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 20 Perkembangan Ekspor Nilai ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014 No.22/05/36/Th.VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014 PDRB Banten triwulan I tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) tumbuh positif 0.87 persen, setelah triwulan sebelumnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN FEBRUARI 2002

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN FEBRUARI 2002 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN FEBRUARI No. 15/V/1 APRIL EKSPOR Nilai ekspor Indonesia bulan Februari mencapai US$ 4,18 milyar atau naik 4,36 persen dibanding ekspor bulan Januari sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Di era globalisasi ini, industri menjadi penopang dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Berbagai

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi Industri Negara-negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu mengatasi masalah-masalah perekonomian, dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 44/07/Th. XIII, 1 Juli PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR JUNI HARGA GROSIR NAIK 0,72 PERSEN Pada bulan Juni Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan Besar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/01/Th. XIV, 3 Januari 2011 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR DESEMBER HARGA GROSIR NAIK 0,68 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan

Lebih terperinci