V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air Tanah Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi hidup dan kehidupan seluruh makhluk hidup, termasuk manusia. Air merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) oleh alam, sehingga air dianggap sebagai sumberdaya alam yang tidak akan habis. Pada saat ini air tanah sudah tidak lagi merupakan komoditas bebas tetapi telah menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai peran penting bahkan di beberapa tempat, air menjadi komoditi strategis dalam menentukan lokasi permukiman. industri dan lain-lain. Penurunan potensi air tanah secara kuantitas maupun kualitas akan mengakibatkan permasalahan yang sangat serius karena menyangkut hidup dan kehidupan manusia dan mahkluk hidup lainnya. Penggunaan air tanah untuk memenuhi berbagai kebutuhan akan semakin meningkat apabila potensi air permukaan semakin menurun baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Apabila pemanfaatan air tanah dilakukan secara berlebihan dalam arti melebihi kapasitas daya dukungnya dimana keluaran air tanah/pengambilan air tanah melebihi masukannya (water recharged), maka keseimbangan lingkungan akan terganggu dan akan terjadi dampak-dampak negatif yang sangat tidak di harapkan. Adapun dampak-dampak negatif yang dapat terjadi antara lain ( Berkurangnya volume atau ketersediaan air tanah. Terjadinya penurunan muka air tanah sehingga terjadi cekungan lokal dipermukaan yang akan menyebabkan terjadinya banjir apabila terjadi hujan dan juga menyebabkan terjadinya retakan pada bangunan. Terjadinya land subsidence atau penurunan permukaan tanah. Terjadinya intrusi air asin untuk daerah dekat pantai yang berujung pada korosi terhadap pondasi bangunan. Terjadinya degradasi kualitas air tanah.

2 Berdasarkan analisis data Potensi Desa (Podes) tahun 2003, dengan metode General Regression Model (GRM) dapat dihasilkan perhitungan pendugaan kedalaman air tanah pada tingkat Kabupaten/Kota seperti yang disajikan pada Tabel Lampiran 7 dan Gambar Lampiran 1. Peta kedalaman air tanah Indonesia pada Gambar Lampiran 1, yang dibagi menjadi 7 kelas berdasarkan tingkat kedalamannya, yaitu (1) 0 40 m, (2) m, (3) m, (4) m, (5) m, (6) m, (7) m. Berdasarkan perhitungan dari tabel Lampiran 7 dapat dihasilkan rata-rata kedalaman air tanah di seluruh Indonesia sedalam 52,63 m. Perlu ditekankan di sini bahwa penelitian ini bersifat makro, cakupan wilayah dan datanya meliputi seluruh wilayah Indonesia, sehingga pendugaan terhadap kedalaman air tanah pada setiap pulau tidak mencerminkan kedalaman yang sebenarnya di lapangan. Namun lebih kepada kecenderungan atau peluangnya (probility) terhadap kedalaman air tanah seluruh Indoneisa. Sebagai contoh angka kedalaman rata-rata sebesar 52,63 m tentunya sangat dalam bila dibandingkan dengan kedalaman rata-rata air tanah yang sebenarnya di lapangan kedalamanan rata-rata pada tiap pulaunya. Pada penelitian banyak asumsi yang dipakai, sebagai contoh pada penelitian ini tidak memperhatikan faktor musim hujan dan musim kering (Klimatologi), jenis batuan atau aquifer (geologi), penggunaan lahan dan jumlah penduduk. Sedangkan aspek geomorfologinya hanya mencakup elevasi, relief (yang dipilahkan hanya wilayah dataran dan berbukit), serta morfogenesis (yang dipilahkan menjadi lahan pantai dan lahan bukan pantai). Faktor-faktor yang dinilai untuk pendugaan kedalaman air tanah ini pun juga dipilih sesuai dengan aspek-aspek tata ruang yang mencakup perencanaan, pemanfaatan, pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh sebab itu aspek kualitas tingkat pendidikan aparatur desa dimasukkan sebagai variabel penilaian karena aparatur desa mempunyai peranan penting di dalam pemanfaatan ruang yang mencakup ketiga aspek di atas.

3 5.2 Model Spasial Air Tanah Analisis kedalaman air tanah ini dilakukan dengan model spasial. Model spasial adalah suatu analisis wilayah dengan melihat pengaruh yang ada pada wilayah tersebut dan juga wilayah yang ada di sekitarnya. Dalam permodelan spasial, model yang dibangun melibatkan variabel kualitatif (Ji), variabel kuantitatif (Xi, Xj, Yj), serta interaksi kedua variabel tersebut (Ji*Xi, Ji*Xj, Ji*Yj). Model spasial yang digunakan dalam penelitin ini adalah model spasial dengan metode spasial durbin, dimana variabel tujuan (kedalaman air tanah) di suatu lokasi, ditentukan oleh: (1) variabel tujuan yang terdapat di daerah sekitar; (2) variabel penjelas pada lokasi tersebut; dan variabel penjelas di daerah sekitarnya. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan untuk melakukan analisis permodelan sebanyak 36 variabel. Variabel tersebut terdiri dari variabel yang berasal dari daerah lokal dan variabel yang terdapat dalam matriks W faktor variabel, matriks kontiguitas (Wd) yang merupakan hasil interaksi antar daerah. Penentuan faktor jarak tiap Kab/Kota didapat dengan menggunakaan titik centroid dari tiap Kabupaten/Kota. Variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel Lampiran Faktor-Faktor Nyata Penentu Kedalaman Air Tanah Pendugaan ini dilakukan dengan menggunakan analisis Generalized Regression Model (GRM), dengan metode forward stepwise. Pada analisis GRM selain menentukan variabel tujuan dan variabel penjelas juga ditentukan variasi yang akan digunakan, dimana variasi ini didefinisikan sebagai faktor interaksi spasial yang berpengaruh terhadap variabel tujuan. Sehingga korelasi/pengaruh suatu variabel penjelas terhadap variabel tujuan berbeda-beda berdasarkan interaksi spasialnya (provinsi). Pada suatu tempat, faktor X 1 dapat berkorelasi positif, namun di tempat yang lain faktor X 1 dapat berkorelasi negatif. Berikut tabel R 2 (R-Squre) dalam analisis GRM. Tabel disajikan pada Tabel Lampiran 9. Koefisien Determinasi Model Nilai R 2 (r-square) yang diproleh dari analisis GRM tersebut yaitu R 2 = 0,7653, artinya bahwa persamaan ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar

4 76.53%, sedangkan sisanya sebesar 23,47% ditentukan oleh faktor lain di luar faktor-faktor yang dianalisis dalam daerah penelitian yang terdiri dari 376 Kabupaten/Kota. Faktor-faktor lain selain dalam penelitian ini misalnya faktor jumlah pengambilan air tanah, kebutuhan air tanah, curah hujan, permeabilitas tanah, hidrogeologi dan sebagainya yang juga mempunyai peran penting terhadap kedalaman air tanah. Kedalaman air tanah yang dianalisis pada penelitian ini adalah air tanah yang dimaksudkan berada pada aquifer atas tidak tertekan (unconfined aquifer) atau sumber air tanah pada umumnya digunakan oleh penduduk (sumur gali) untuk memenuhi kebutuhan. Berdasarkan hasil analisis GRM, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kedalaman air tanah bukan merupakan fenomena lokal yang hanya di akibatkan oleh faktor-faktor internal yang terdapat di daerah itu sendiri, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terdapat di daerah sekitarnya atau faktorfaktor eksternal. Faktor-faktor tersebut kemudian dipisahkan lagi kedalam berbagai aspek yaitu (1) Aspek Fisik Lahan (elevasi, topografi, fisiografi), (2) Aspek Tata Ruang (alihguna lahan, tataguna lahan), (3) Aspek Infrastuktur (luasan bandara), (4) Aspek Kelembagaan Masyarakat (LSM, Kelembagaan masyarakat tani), (5) Aspek Kapasitas pelayanan masyarakat (Pendidikan Aparatur Desa / Kades, Sekdes, Umdes, Bangdes, Keudes, Pemdes, kaurdes), (6) Aspek Aktivitas penggalian (Tambang batu, kapur, belerang ) Faktor Internal/Lokal Tabel data faktor internal disajikan pada tabel lampiran 10. LnIdxKPMF1 LnIdxLhnF6 LnIdxLhnF2 Keterangan : Nyata Positif LnIdxLhnF1 : Elevasi m dan m dpl dan lahan berbukitbukit LnIdxTTRF13 : AGL Tambak Menjadi Pemukiman LnIdxInfF3 : Luasan bandara LnIdxLhnF1 LnIdxTTRF13m LnIdxInfF3 LnIdxKPMF4m LnIdxKPMF4m : Rataan Lama sekolah 3 th, Kades, Sekdes, Pemdes, Bangdes LnIdxKPMF6 : Rataan lama sekolah 3 th, umdes LnIdxKPMF3 : Rataan lama sekolah 6 th, Kades, Sekdes, Pemdes, Bangdes, Umdes LnIdxLhnF3 : Elevasi m dan m dpl. Keterangan : Nyata Negatif LnIdxF2 : Lahan Pantai LnIdxKPMF1m LnIdxF6 : Elevasi m dan m dpl LnIdxKPMF1 : Rataan Lama sekolah 17 th, Kades, Sekdes, Pemdes, Bangdes, Keurdes, Keudes, Umdes LnIdxKPMF6 LnIdxKPMF3 LnIdxLhnF Gambar 5.2 Faktor Internal Penentu Kedalaman Air Tanah

5 A. Aspek Lahan Lahan merupakan tanah atau sekumpulan tubuh alamiah, mempunyai kedalaman dan lebar yang ciri-cirinya secara tidak langsung berkaitan dengan vegetasi dan pertanian sekarang ditambah ciri-ciri fisik lain seperti penyediaan air dan tumbuhan penutup yang dijumpai (Soepardi 1983), sedangkan menurut Sitorus (2001), lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Faktor internal yang diduga berpengaruh nyata positif terhadap kedalaman air tanah pada aspek lahan dalam penelitian ini adalah elevasi dengan ketinggian 500 m 1000 m, 1000 m 1500 m, 1500 m 2000 m dan m dpl dan relief perbukitan. Sedangkan fisiografi berpengaruh nyata negatif terhadap kedalaman air tanah, yaitu berupa lahan pantai dengan elevasi di bawah 500 m. Air tanah dangkal umumnya akan muncul di daerah-daerah dengan elevasi yang lebih rendah. Semakin banyak areal yang berketinggian 500 m 1000 m, 1000 m 1500 m, 1500 m 2000 m dan m dpl dan lahan berbukitbukit, maka kedalaman air tanah di lokasi tersebut mempunyai peluang akan semakin dalam. Seperti halnya di daerah pegunungan, peluang untuk di temukan air tanah pada kedalaman yang jauh lebih dalam dibandingkan dengan di daerah yang elevasinya rendah meskipun pada kenyataannya peluang tersebut sangat berpengaruh kepada kedalaman aquifer, kondisi curah hujan, kondisi penutup lahan yang tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Sedangkan faktor internal yang nyata negatif adalah hal ini hanya elevasi dengan ketinggian 3500 m 4000 m dan 5000 m 5500 m dpl, hal ini hanya berlalu untuk Pulau Papua dimana kondisi ekologis (hutan) di pulau ini masih sangat bagus sehingga peluang ditemukannnya air tanah masih mudah pada wilayah dengan elevasi tinggi. Jadi angka ketinggian elevasi m dpl tersebut bukan mencerminkan ketinggian sesungguhnya, karena pada kenyataannnya pada ketinggian tersebut kondisi reliefnya berupa puncak es abadi. Persebaran spasial untuk pendugaan air tanah berdasarkan elevasi disajikan pada (Gambar Lampiran 2).

6 B. Aspek Tata Ruang / Alihguna Lahan Dalam analisis penelitian ini ditemukan lahan-lahan yang telah dikonversikan yang mempengaruhi kedalaman air tanah berupa alihguna lahan tambak menjadi lahan pemukiman. Faktor-faktor tersebut di atas berkorelasi positif artinya jika dilihat dari sudut pandang prinsip ekonomi bahwa dengan semakin banyak alihguna lahan maka supply air tanah dari daerah tersebut menjadi berkurang tetapi demand dari daerah tersebut meningkat sehingga kedalaman air tanahnya berpeluang menjadi lebih dalam. Perubahan penggunaan lahan ini dimungkinkan karena lahan yang terkonversi itu merupakan tanah milik masyarakat. Dalam hal ini umumnya tanah milik masyarakat akan memiliki peluang perubahan penggunaan lahan ke penggunaan lain yang lebih besar karena menguntungkan bagi pemilik tanah tersebut tanpa memperdulikan hilangnya fungsi lahan sebagai resapan air yang menjadi sumber penambahan air tanah. (Gambar Lampiran 3). C. Aspek Infrastruktur Pada penelitian ini aspek infrastruktur yang nyata positif berpengaruh terhadap kedalaman air tanah adalah luasan bandara. Artinya bahwa semakin banyak luas infrastruktur berupa luasan bandara, maka peluang kedalaman air tanah di tempat tersebut akan semakin dalam. Besarnya pengaruh kinerja bandara terhadap kedalaman air tanah ini juga tergantung pada kekuatan pengaruh luasan tersebut yang disimbolkan sebagai (a) dalam rumus GRM, artinya pengaruh luasan bandara seperti Soekarna-Hatta akan berbeda pengaruh dengan bandara kecil di daerah lain. Hal ini senada prinsip ekonomi atau hukum pasar, demand dan supply kebutuhan air tanah terhadap luasan bandara. Di tinjau dari sisi demand, luasan bandara membutuhkan air yang sangat banyak, seperti; pengisian radiator pesawat, pencucian pesawat, toilet, dsb. Jika ditinjau dari sisi supply, luasan bandara merupakan land cover, sehingga kurangnya resapan air. Jadi pengaruh

7 luasan bandara tersebut terhadap kedalaman air tanah menjadi dalam (Saefulhakim 2008). D. Aspek Kapasitas Pelayanan Masyarakat Dalam penelitian ini, ditemukan faktor yang nyata positif pada kapasitas pelayanan masyarakat adalah rataan lama sekolah 3 th aparatur desa dan rataan lama sekolah 6 th aparatur desa. Semakin rendahnya tingkat pendidikan aparatur desa, berarti minimnya wawasan dari aparatur desa dalam memahami pengelolaan lahan yang berfungsi sebagai resapan air atau pengendaliaan terhadap pemanfaatan tata ruang, sehingga demikian rendah tingkat pendidikan aparatur desa akan memberikan peluang terhadap kedalaman air tanah. Sedangkan faktor internal yang nyata negatif pada kapasitas pelayanan masyarakat adalah rataan lama sekolah 17 th aparatur desa. Jadi, semakin tinggi tingkat pendidikan aparatur desa pengelolaan terhadap lahan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang menjadi semakin baik, akibatnya peluang terhadap kedalaman air tanah menjadi lebih dalam. (Gambar Lampiran 4) Faktor Eksternal Tabel data faktor eksternal disajikan pada tabel lampiran 11. Keterangan : Nyata Negatif WdLnIdxKLMF1 : Lembaga Tani WdLnIdxKLMF2 : LSM WdLnIdxKPMaF3 : rataan lama sekolah Keudes WdLnIdxKPMF3 : Rataan Lama Sekolah 12 th, Keudes WdLnIdxLhnF6 : Elevasi m dan m WdLnIdxAtnF2 : Rataan KAT WdLnIdxAtnF2 WdLnIdxLhnF6 WdLnIdxKPMF3 WdLnIdxKPMF3 WdLnIdxKLMF2 WdLnIdxKLMF1 WdLnIdxAPF3 WdLnIdxKPMF7m WdLnIdxInfF3 WdLnIdxKPMF2 WdLnIdxLhnF3 WdLnIdxLhnF4 Keterangan : Nyata Positif WdLnIdxAPF3 : Aktifitas Penggalian batu, kapur dan belerang WdLnIdxAKPMF7m : Rataan lama sekolah 12 th, kesrades WdLnIdxInf3 : Luasan Bandara WdLnIdxKPMF2 : Diversitas rataan lama sekolah kades, sekdes, pemdes, bangde s dan keudes WdLnIdxLhnF3 : Elevasi m dan m

8 Gambar 5.3 Faktor Eksternal Penentu Kedalaman Air Tanah A. Aspek Lahan Faktor eksternal yang mempengaruhi kedalaman air tanah dari aspek lahan yang bernilai nyata positif dalam penelitian ini berupa elevasi dengan ketinggian 500 m 1000 m, 1000 m 1500 m, 1500 m 2000 m dan m dpl dan lahan berbukit-bukit, ini berarti bahwa pada lahan di daerah sekitar yang berelevasi tersebut akan mempunyai peluang kedalaman air tanahnya yang lebih dalam. Sedangkan aspek lahan yang bernilai nyata negatif berupa elevasi dengan ketinggian 3500 m 4000 m dan 5000 m 5500 m dpl, karena pada lahan di daerah sekitar yang berelevasi tersebut kedalaman air tanahnya dangkal. Alasan ini mirip dengan aspek lahan pada faktor internal. Selain dipengaruhi oleh sifat fisik tanah, elevasi, topografi, dan fisiografi dan sebagainya ternyata kedalaman air tanah juga dipengaruhi oleh faktor autokorelasi kedalaman air tanah itu sendiri yang berada di daerah sekitarnya. Peluang kedalaman air tanah di suatu daerah yang berdekatan akan relatif sama apabila faktor yang mempengaruhi penambahan dan pengurangan kuantitas air tanah dianggap sama, baik faktor fisik seperti topografi, elevasi, fisiografi maupun dari curah hujan, faktor intensitas pengambilan dan pemanfaatan air tanah itu sendiri. Semakin tinggi kedalaman air tanah di daerah tersebut juga akan mempengaruhi kedalaman air tanah di daerah sekitarnya. B. Aspek Infrastruktur Pada penelitian ini aspek infrastruktur yang nyata positif berpengaruh terhadap kedalaman air tanah adalah luasan bandara. Sama dengan alasan pada faktor internal dengan meningkatnya kebutuhan penggunaan air tanah pada bandara, maka ketersediaan air tanah pada sekitar bandara pun menjadi berkurang sehingga kedalaman air tanah di sekitar daerah bandara berpeluang menjadi lebih dalam.

9 C. Aspek Kapasitas Pelayanan Masyarakat Dalam penelitian ini, ditemukan faktor yang nyata positif pada kapasitas pelayanan masyarakat adalah diversitas rataan lama sekolah aparatur desa. Karena dengan semakin beragamnya tingkat pendidikan aparatur desa, berarti keterbatasan dalam berkomunikasi antar aparatur desa yang satu dengan yang lain dalam pengelolaan lahan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang. Hal ini yang menyebabkan berpeluang kedalaman air tanah di daerah sekitar menjadi semakin dalam. Sedangkan faktor yang nyata negatif dalam aspek ini berupa rataan lama sekolah 12 th aparatur desa (Kaur Keudes). Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan aparatur desa maka semakin mengerti dalam pengelolaan lahan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang sehingga peluang kedalaman air tanah di daerah sekitar menjadi lebih dangkal. D. Aspek Aktifitas Penggunaan Lahan dan Penggalian Faktor eksternal yang mempengaruhi kedalaman air tanah dari aspek aktifitas penggunaan lahan dan penggalian yang bernilai nyata positif dalam penelitian ini berupa aktifitas penggalian batu, kapur, dan belerang. Dengan adanya aktifitas ini, maka kondisi lahan menjadi terganggu / rusak sehingga resapan air menjadi berkurang. Hal ini yang menyebabkan peluang kedalaman air tanah di sekitar aktifitas penggalian tersebut menjadi lebih dalam. (Gambar Lampiran 5). E. Aspek Kelembagaan Masyarakat Dalam penelitian ini, aspek kelembagaan masyarakat memiliki nilai nyata negatif berupa lembaga tani dan LSM. Dengan adanya lembaga tani dan LSM di suatu daerah maka peluang kedalaman air tanah menjadi semakin dangkal. Hal ini disebabkan adanya penyuluhan-penyuluhan dari lembaga tani maupun LSM kepada aparatur desa dan masyarakat tentang tata cara pengolahan lahan dan pentingnya resapan air bagi ketersediaan air tanah. Sehingga keadaan kedalaman air tanah di sekitar daerah tersebut menjadi dangkal. (Gambar Lampiran 6)

10 Keterkaitan Antar Pulau Dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa Pulau Jawa dapat dikatakan sebagai rataan umum, karena Pulau Jawa berada pada nilai nol. Jika kita lihat dalam diagram di bawah ini. Pulau Flores memiliki kedalaman air tanahnya sangat dalam dibandingkan dengan pulau-pulau yang lain. Karena Pulau Flores beriklim kering (Semi arid) yang dipengaruhi oleh Angin Muson. Musim penghujan sangat pendek (5 bulan) dan terjadi antara bulan Nopember sampai bulan Maret, Sedangkan Musim Kemarau panjang (7 bulan) dan kering terjadi pada bulan April sampai dengan bulan Oktober, sehingga hanya sebagian tumbuh-tumbuhan yang dapat hidup di pulau tersebut yang mengakibatkan persediaan air tanah pada Pulau Flores menjadi sedikit. Dengan demikian kedalaman air tanah pada Pulau Flores sangat dalam. Sedangkan pada Pulau Papua kedalaman air jauh lebih dangkal dibandingkan dengan Pulau Jawa. Masih banyaknya hutan-hutan lebat menyebabkan laju resapan air ke dalam tanah masih baik. Dengan demikian persediaan air tanah pada Pulau Papua lebih banyak, yang menyebabkan kedalaman air tanah di pulau Papua menjadi lebih dangkal dibandingkan dengan pulau Jawa. Pada pulau-pulau kecil umumnya kedalaman air tanahnya lebih dalam dari Pulau Jawa dan pulau-pulau besar lebih dangkal. P. Papua P. Timor P. Madura P. Kalimantan P. Kecil/Kep. P. Sumbawa P. Bali P. Sumatera P. Jawa P. Sulawesi P. Lombok P. Sumba P. Flores Rataan Umum Gambar 5.4 Diagram Score antar Pulau

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk 1 B A B I PE N D A H U L U A N A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005,

Lebih terperinci

POTENSI AIR TANAH DI PULAU MADURA

POTENSI AIR TANAH DI PULAU MADURA POTENSI AIR TANAH DI PULAU MADURA HENDRA WAHYUDI Dosen Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura telah diresmikan oleh bapak presiden, pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sumberdaya air bawah tanah merupakan sumberdaya yang vital dan strategis, karena menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Metropolitan Makassar, ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan pusat pemerintahan dengan berbagai kegiatan sosial, politik, kebudayaan maupun pembangunan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah dengan bentangan Utara ke Selatan 34,375 Km dan Timur ke Barat 43,437 Km. kabupaten Temanggung secara

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Bangkalan ABSTRAK

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Bangkalan ABSTRAK Volume 7, Nomor 1, Agustus 2009 Jurnal APLIKASI Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Bangkalan Hendra Wahyudi Staf pengajar Program Studi Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK

Lebih terperinci

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Sumenep ABSTRAK

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Sumenep ABSTRAK Jurnal APLIKASI Volume 6, Nomor 1, Pebruari 2009 Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Sumenep Hendra Wahyudi Staf pengajar Program Studi Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK Kabupaten

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864 DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : DATA UMUM : Geografi DATA SATUAN TAHUN 2015 SEMESTER I TAHUN 2016 I. Luas Wilayah

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan BAB 1 PENDAHULUAN Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup. Pelestarian sumberdaya air secara kualitatif dan kuantitatif kurang mendapat perhatian. Secara kualitatif

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR S A R I Oleh : Sjaiful Ruchiyat, Arismunandar, Wahyudin Direktorat Geologi Tata Lingkungan Daerah penyelidikan hidrogeologi Cekungan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 8 C. Tujuan Penelitian... 8 D.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ketika kesetimbangan neraca air suatu daerah terganggu, maka terjadi pergeseran pada siklus hidrologi yang terdapat di daerah tersebut. Pergeseran tersebut dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km, merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, merupakan garis pantai terpanjang

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... ix. A Latar Belakang...1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... ix. A Latar Belakang...1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang...1 B Rumusan Masalah...6 C Tujuan Penelitian...6 D Manfaat Penelitian...7

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - GEOGRAFI BAB 1. Lokasi Strategis Indonesia Berkait Dengan Kegiatan PendudukLATIHAN SOAL

SMP kelas 9 - GEOGRAFI BAB 1. Lokasi Strategis Indonesia Berkait Dengan Kegiatan PendudukLATIHAN SOAL SMP kelas 9 - GEOGRAFI BAB 1. Lokasi Strategis Indonesia Berkait Dengan Kegiatan PendudukLATIHAN SOAL 1. Modal dasar terbaik bangsa Indonesia yang sangat berharga adalah... Letak Indonesia yang strategis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air dan perairan, biotis, udara dan ruang, mineral tentang alam, panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemetaan geologi merupakan salah satu bentuk penelitian dan menjadi suatu langkah awal dalam usaha mengetahui kondisi geologi suatu daerah menuju pemanfaatan segala sumber daya yang terkandung

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci

ROMMY ANDHIKA LAKSONO. Agroklimatologi

ROMMY ANDHIKA LAKSONO. Agroklimatologi ROMMY ANDHIKA LAKSONO Agroklimatologi Gambar : Pembagian daerah iklim matahari A. Iklim Matahari Iklim matahari didasarkan pada banyak sedikitnya sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Pembagiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, pendekatan wilayah merupakan alternatif lain dari pendekatan sektoral yang keduanya bisa saling melengkapi. Kelebihan pendekatan wilayah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KONDISI GEOGRAFIS Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu terletak di jalur pelayaran dunia internasional. Kota Batam berdasarkan Perda Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

Keterkaitan antar lokasi atau ruang dapat dilihat secara fisik maupun nonfisik.

Keterkaitan antar lokasi atau ruang dapat dilihat secara fisik maupun nonfisik. contoh interaksi keruangan antar wilayah di Indonesia: 1) menempatkan sebuah ruang publik (misalnya: rumah sakit) yang dapat dapat menjangkau wilayah2 sekitarnya dengan mudah, 2) membuka akses transportasi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN Oleh Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) Stadia Sungai Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata sungai. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal kata stream dan river.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

Lebih terperinci

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n MAKALAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n J U R U S A N G E O G R A F I FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II K-13 Geografi K e l a s XI POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami batas wilayah. 2. Memahami laut dangkal,

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bab pertama studi penelitian ini menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan persoalan, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup yang mencakup ruang lingkup materi dan ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAS KONAWEHA. Luas dan Wilayah Administrasi DAS Konaweha. Iklim

KEADAAN UMUM DAS KONAWEHA. Luas dan Wilayah Administrasi DAS Konaweha. Iklim KEADAAN UMUM DAS KONAWEHA Luas dan Wilayah Administrasi DAS Konaweha Luas DAS Konaweha adalah 697.841 hektar, yang mencakup 4 (empat) wilayah administrasi yaitu Kabupaten Konawe, Kolaka, Konawe Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

[ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN]

[ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN] [ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN] AY 11 LOGO Pendahuluan Perencanaan Tata Guna lahan pada hakekatnya adalah Pemanfaatan lahan yang ditujukan untuk suatu permukaan tertentu. Permasalahan yang mungkin

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Sidang Ujian OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANGKALAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D

ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R. Oleh : INDIRA PUSPITA L2D ZONASI KONDISI KAWASAN HUTAN NEGARA DI DIENG DAN ARAHAN PENGELOLAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN T U G A S A K H I R Oleh : INDIRA PUSPITA L2D 303 291 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim

BAB I PENDAHULUAN. cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa yang mendapat cahaya matahari secara tetap setiap tahunnya hanya memiliki dua tipe musim yaitu musim penghujan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Cakupan Wilayah Kabupaten Bandung Barat Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 13 kecamatan dan 165 desa. Beberapa kecamatan terbentuk melalui proses pemekaran. Kecamatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa air tidak akan ada kehidupan di bumi. Air merupakan sumber kehidupan bagi segala jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI

BAB I KONDISI FISIK. Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Lombok Tengah PETA ADMINISTRASI BAB I KONDISI FISIK A. GEOGRAFI Kabupaten Lombok Tengah dengan Kota Praya sebagai pusat pemerintahannya merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan, karena meningkatnya luas daerah yang ditutupi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA Oleh : Bambang Irawan Adreng Purwoto Frans B.M. Dabukke Djoko Trijono PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir dan faktor penyebabnya. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir merupakan salah satu peristiwa alam yang seringkali terjadi. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Struktur Ekonomi Sumbawa Barat Sebelum Transformasi Sektor pertambangan memiliki peran yang sangat signifikan bagi pembentukan nilai output Kabupaten Sumbawa Barat dengan nilai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar bagi pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan pokok untuk semua makhluk hidup tanpa terkecuali, dengan demikian keberadaannya sangat vital dipermukaan bumi ini. Terdapat kira-kira

Lebih terperinci

Peta Tematik. Jurusan: Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

Peta Tematik. Jurusan: Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Peta Tematik Jurusan: Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Pengertian Peta Tematik Peta tematik adalah peta yang menggambarkan suatu data yang mempunyaitema khusus dan ada kaitannya

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air sebagai komponen ekologi mempunyai sifat khas yaitu: pertama merupakan benda yang mutlak dibutuhkan oleh kehidupan, kedua, air mempunyai mobilitas yang tinggi dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain untuk minum, mandi dan mencuci, air bermanfaat juga sebagai sarana transportasi, sebagai sarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Analisis Situasi Mitra

BAB I PENDAHULUAN Analisis Situasi Mitra BAB I PENDAHULUAN 1.1. Analisis Situasi Mitra Kawasan perumahan di RT 3 RW 20 dengan RW 22 Desa Sumbersari Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember adalah suatu kawasan perumahan yang perbedaan elevasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas di dunia sekitar 19% dari total hutan mangrove dunia, dan terluas se-asia Tenggara sekitar 49%

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut berasal dari perairan Danau Toba. DAS Asahan berada sebagian besar di wilayah Kabupaten Asahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Luas daratan Indonesia seluruhnya adalah 2000 juta hektar. Sekitar 168 juta hektar atau 81% tersebar di empat pulau besar selain di pulau Jawa, yaitu Sumatera, Kalimantan,

Lebih terperinci