BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN"

Transkripsi

1 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Ekonomi Global Proyeksi ekonomi Jawa Barat tahun tidak terlepas dari perkembangan ekonomi tahuntahun sebelumnya dan pengaruh perkembangan lingkungan eksternal (baik nasional maupun internasional). Setelah resesi global sejak pertengahan tahun 2008, tandatanda pemulihan ekonomi dunia sudah mulai terlihat sejak akhir IMF telah melakukan revisi terhadap prospek ekonomi global pada tahun 2009 dari kontraksi sebesar 1,4% menjadi kontraksi 1,1%. Pada tahun 2010 proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia akan tumbuh yang awalnya diprediksi sebesar 2,5% menjadi 3,1%. Proyeksi Bank Dunia cenderung kurang optimis dengan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai 2% pada tahun 2010 dan 3,2% pada tahun Namun survey yang dilakukan kepada sebagian besar ekonom dunia menilai bahwa tahun 2010 ekonomi global akan tumbuh 3,1% dan tahun 2011 mendatang akan tumbuh sebesar 3,3%. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global terebut didasarkan atas beberapa asumsi yang melatarbelakangi. Rendahnya proyeksi dari IMF dan Bank Dunia karena melihat bahwa meskipun pemulihan ekonomi telah terjadi di negeranegara yang terkena krisis global, namun pada pertengahan tahun 2010 Bank Dunia mengingatkan kemungkinan lenyapnya momentum pemulihan sebagai imbas dari penarikan program stimulus fiskal dan masih tingginya angka pengangguran di negaranegara tersebut. Stimulus fiskal dan moneter yang telah digelontorkan oleh pemerintah dan bankbank sentral dunia telah memperkokoh keyakinan pasar sehingga bursa saham mengalami peningkatan sebesar 78%. Meskipun demikian ekspansi ekonomi yang sedang terjadi di dunia ini diperkirakan tidak mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup untuk mengangkat 64 juta jiwa dari kemiskinan ekstrim. IMF memprediksikan bahwa pemulihan resesi di negaranegara tersebut cenderung akan melambat karena sistem keuangan di negaranegara tersebut masih buruk, serta dukungan kebijakan publik yang secara bertahap berkurang, dan rumah tangga di negaranegara yang mengalami ledakan harga aset akan kembali menabung. Namun demikian diantara negaranegara yang mengalami pemulihan, Amerika Serikat dan Jepang diproyeksikan akan tumbuh lebih kuat dari yang diperkirakan. Perbaikan tersebut terutama III1

2 pada pasar tenaga kerja dan perumahan, produksi industri dan keyakinan konsumen dan bisnis. Sama halnya dengan Bank Dunia, IMF pun memberi peringatan adanya ketidakpastian yang ekstrim dalam sistem keuangan. Secara umum pemulihan ekonomi global saat ini disebabkan oleh berhasilnya intervensi pemerintah di berbagai negara yang telah mendorong sisi permintaan dan mengurangi ketidakpastian dan terjadinya resiko sistemik pada pasar keuangan. Namun berbagai peringatan telah dikemukakan oleh para ekonom dunia, IMF dan Bank Dunia, bahwa pemulihan tersebut memiliki beberapa tantangan yang harus dihadapi dan diantisipasi dalam lima tahun ke depan, yaitu : (1) utang negara maju yang meningkat sejalan dengan upaya peningkatan stimulus fiskal; (2) tingkat pengangguran yang tinggi di negaranegara maju; (3) ketidakpastian harga minyak di pasar dunia. Harga minyak mentah dunia saat ini sempat menembus level US$ per barrel. Dan pada tahun diperkirakan akan tembus pada level US$ 100 per barrel. Kondisi ini akan mungkin terjadi mengingat banyaknya negaranegara yang diperkirakan akan mulai pulih kondisi perekonomiannya sehingga meningkatkan permintaan minyak mentah dunia. Untuk mengatasi lonjakan permintaan minyak dunia tersebut, saat ini OPEC telah menambah persediaan minyak sampai 6 juta barrel. Prediksi OPEC dan beberapa pengamat mengatakan bahwa sulit untuk tembus angka US$ 100, karena saat ini kenaikan permintaan berkisar 1,2 juta barrel. Namun jika tibatiba peningkatan diatas 6 juta barrel maka kenaikan harga minyak secara sporadis tidak dapat dielakkan. Harga komoditas berpotensi akan naik. Diperkirakan akan terjadi pergeseran kekuatan ekonomi global dari Barat ke Timur, perekonomian Amerika Serikat dan negara industri maju lainnya masih tetap menjadi penggerak perekonomian dunia dan pasar komoditi ekspor negara berkembang. Perekonomian Asia diperkirakan tetap menjadi kawasan dinamis dengan motor penggerak perekonomian China, India dan negaranegara industri di Asia lainnya dan kawasan yang menarik bagi penanaman modal. Pemulihan ekonomi di Asia yang membaik pada akhir tahun 2009 serta pemulihan ekonomi dunia pada tahun 2010, maka harus segera diantisipasi oleh ketahanan ekonomi nasional yang tetap terjaga dalam menghadapi krisis keuangan dan penurunan ekonomi global; ekspektasi yang baik terhadap kelanjutan pemerintahan serta perkiraan lingkungan eksternal pada tahun Ekonomi Nasional Bank Indonesia dalam buku Outlook Ekonomi Indonesia memperkirakan kondisi perekonomian nasional akan membaik pada tahun 2010, berdasarkann asumsi membaiknya kinerja ekspor, peningkatan konsumsi masyarakat (efek perbaikan kinerja III2

3 ekspor dan peningkatan penyerapan tenaga kerja), meningkatnya investasi sebagai akibat meningkatnya aliran Foreign Direct Invesment (FDI) (membaiknya iklim investasi domestik dan global), dukungan pengeluaran pemerintah, nilai tukar cenderung stabil, tekanan inflasi menurun. Potensi tekanan inflasi tahun ini diperkirakan akan berkurang sejalan dengan tren penurunan harga komoditas dunia. Tekanan dari sisi harga minyak diperkirakan akan mulai muncul pada tahun 2010 seiring dengan perkiraan membaiknya perekonomian dunia, sehingga besarnya inflasi pada tahun 2010 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun Dengan demikian, permintaan domestik diperkirakan akan tetap menjadi kekuatan utama pertumbuhan ekonomi dan kinerja ekspor akan kembali mengalami penguatan sejalan dengan mulai bangkitnya perekonomian global pada tahun Penguatan sisi permintaan domestik ini mampu diimbangi dengan meningkatnya daya dukung kapasitas perekonomian, sehingga mampu menjaga kecukupan di sisi produksi. Mengimbangi kondisi perekonomian global maka Indonesia pun telah memprediksikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 akan sebesar 5,5 5,6%, dan menjadi 6,0 6,3% pada tahun 2011 (Tabel 3.1). Asumsi pertumbuhan ekonomi tersebut diikuti oleh asumsi pertumbuhan konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah, investasi, ekspor dan impor barang dan jasa. Angka perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional tersebut telah memperhitungkan dampak diberlakukannya ACFTA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.1 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Nasional (dalam%) Pertumbuhan Ekonomi 5,5 5,6 6,0 6,3 Sisi Pengeluaran Konsumsi Masyarakat 5,2 5,2 5,2 5,3 Konsumsi Pemerintah 10,8 10,9 10,9 11,2 Investasi 7,2 7,3 7,9 10,9 Ekspor Barang dan Jasa 6,4 6,5 9,7 10,6 Impor Barang dan Jasa 9,2 9,3 12,7 15,2 Sisi Produksi Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan dan 3,3 3,5 3,4 3,5 Perikanan Pertambangan dan Penggalian 2,0 2,1 2,1 2,3 Industri Pengolahan 4,2 4,3 5,0 5,4 Industri Bukan Migas 4,8 4,9 5,6 6,1 Listrik, Gas dan Air 13,4 13,5 13,7 13,8 III3

4 Konstruksi 7,1 7,2 8,4 8,5 Perdagangan, Hotel dan Restoran 4,0 4,1 4,2 4,8 Pengangkutan dan Telekomunikasi 14,3 14,8 14,5 15,2 Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 6,5 6,6 6,6 6,7 Jasajasa 6,7 6,9 6,9 7,0 Sumber : RPJMN Tahun Konsumsi masyarakat terus didorong dengan meningkatkan daya beli masyarakat melalui upaya mengendalikan inflasi dan menjaga ketersediaan bahan pokok. Upaya untuk mendorong investasi dilakukan dengan peningkatan harmonisasi kebijakan dan penyederhanaan prosedur perijinan investasi; dan peningkatan fasilitas investasi. Ekspor terus dipacu pertumbuhannya dengan berbagai kebijakan, antara lain peningkatan akses pasar internasional terutama pasar non tradisional; peningkatan dan diversitifkasi produk ekspor dan peningkatan fasilitas ekspor. Hal ini terutama untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat diberlakukannya ACFTA. Sementara di sisi produksi, upaya mendorong pertumbuhan industri pengolahan non migas akan didorong kembali sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya yang dilakukan adalah dengan kebijakan penumbuhan populasi usaha industri, penguatan struktur industri dan peningkatan produktivitas usaha industri. Sementara sektor lain seperti pertanian, perikanan dan kehutanan di upayakan dengan kebijakan mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian serta peningkatan pendapatan petani. Pada tahun 2009, menurut World Competitiveness Yearbook, posisi daya saing Indonesia berada pada rangking 42, naik dari posisi 51 pada tahun Namun kenaikan daya saing tersebut bukan karena pembenahan mendasar di dalam negeri tetapi karena banyaknya negaranegara lain yang terkapar akibat krisis global. Sehingga agar posisi Indonesia tidak kembali turun setelah pemulihan krisis global, maka Indonesia perlu segera melakukan pembenahan ekonominya. Secara umum beberapa kondisi yang perlu diwaspadai oleh Indonesia pada tahun 2010 dan 2011 adalah harga minyak dunia (yang diperkirakan akan menembus US$ 100 per barrel) tingkat volatilitas rupiah terhadap dollar yang masih cukup tinggi, masih didominasinya arus modal masuk yang bersifat jangka pendek dengan jumlah yang masih jauh diatas cadangan devisa yang ada, kemudian masalah politik dan hukum yang dapat mengganggu tingkat kepercayaan masyarakat dunia. III4

5 Sementara untuk stabilisasi harga pangan, Menteri Keuangan menetapkan dalam APBN 2010 akan menaikkan jatah raskin dari 13 kg menjadi 15 kg dengan harga yang tidak berubah. Pemerintah juga akan mengubah subsidi pupuk, stabilisasi minyak goreng dan gula. Upaya menstabilkan hargaharga menjadi prioritas utama pemerintah, mengingat tekanan harga komoditas di pasar internasional dan tekanan terhadap masyarakat yang cukup tinggi. Prioritas lain adalah pembenahan infrastruktur jalan tol di 21 ruas serta revitalisasi pabrik gula yang merupakan program prioritas departemen industri. Kebijakankebijakan yang diprioritaskan ditujukan untuk menjawab tantangan dinamika dalam perekonomian Indonesia Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan perkembangan internal dan dinamika ekonomi global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini, perkembangan ekonomi Jawa Barat tetap dihadapkan pada berbagai tantangan yang memerlukan respon secara komprehensif melalui aksi nyata, yang mencakup : Pertama, meningkatkan pertumbuhan ekonomi disertai dengan keseimbangan yang lebih baik dari sumber pertumbuhan dengan investasi dan ekspor nonminyak dan gas. Ketimpangan ekonomi ditunjukkan oleh adanya kabupaten/kota dimana laju pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari ratarata pertumbuhan ekonomi setiap kabupaten/kota di Jawa Barat. Kabupaten/kota yang secara ratarata undergrowth tersebut adalah kabupaten yang bercirikan pertanian, sebaliknya kabupaten/kota dengan pertumbuhan ekonomi sama dan di atas ratarata adalah yang bercirikan industri dan jasa. Dengan demikian, kegiatan ekonomi daerah harus ditata hingga diantara lapangan usaha yang berkembang saling memenuhi yang optimal agar tidak menambah beban masalah terhadap kondisi makro ekonomi yang pada akhirnya akan memperburuk neraca perdagangan Provinsi Jawa Barat. Keterhubungan ekonomi antara lingkungan perkotaan dan perdesaan mendapatkan perhatian kebijakan dalam kerangka saling memperkuat potensi ekonomi. Kedua, penyediaan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Keadaan lapangan pekerjaan akan menentukan proses pemulihan perekonomian Jawa Barat yang pada akhirnya dapat menekan kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tidak dapat menikmati pemulihan ekonomi, karena mereka tidak memiliki pendapatan untuk dibelanjakan. Karena itu, lapangan kerja bukan hanya merupakan mesin penggerak pembaruan ekonomi, tetapi juga sebuah hasil dari proses pemulihan ekonomi. Begitu pentingnya masalah kemiskinan dan pengangguran, sehingga Gubernur mempunyai komitmen untuk menciptakan lapangan kerja yang dapat menyerap III5

6 1 juta tenaga kerja baru pada tahun 2014, melalui berbagai perluasan peluang kerja multi sektor baik formal maupun non formal. Tingkat pengangguran masih cukup tinggi di kabupaten dan kota yang mencerminkan bahwa kegiatan ekonomi yang berkembang di setiap kabupaten/kota kemampuannya belum optimal dalam mendayagunakan angkatan kerja lokal, atau sebaliknya angkatan kerja lokal tersebut memiliki kemampuan yang lemah untuk mengakses peluang kerja yang tersedia. Dengan demikian, permasalahan mendasar terkait dengan lapangan kerja adalah relatif masih rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan sebagian masyarakat Jawa Barat. Di pihak lain, perkembangan lapangan usaha baru, baik yang digerakan oleh investasi maupuan kebijakan pembangunan, pada gilirannya menuntut kualitas SDM yang memadai. Bila kualitas SDM tidak sesuai dengan kebutuhan dunia usaha, hasilnya adalah pengangguran yang akan menjadi salah satu sumber timbulnya kemiskinan. Ketiga, menciptakan iklim investasi yang kondusif mengingat investasi merupakan salah satu penggerak kegiatan ekonomi daerah. Berdirinya perusahaanperusahaan baru melalui investasi domestik maupun asing sangat berpotensi untuk mendayagunakan angkatan kerja lokal dan meningkatkan intensitas kegiatan ekonomi dengan lapangan usaha lainnya, ditempuh melalui berbagai aktivitas promosi investasi dan perbaikanperbaikan layanan dengan orientasi biaya murah dan cepat dalam menopang investasi. Keempat, meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur. Pembangunan infrastruktur mutlak diperlukan terutama dalam upaya meningkatkan perekonomian suatu wilayah. Dengan adanya infrastruktur dapat mempermudah aktivitas ekonomi masyarakat dan juga meningkatkan produktivitas serta output/pendapatan. Infrastruktur ekonomi merupakan aset fisik yang menyediakan jasa dan menunjang proses produksi dan distribusi meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public works (jalan, bendungan dan saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang). Infrastruktur sangat dibutuhkan karena mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, karena infrastruktur tersebut dapat menyokong banyak aspek ekonomi dan kegiatan sosial. Infrastruktur diperlukan pula untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antara wilayah secara bertahap dan mengurangi keberadaan wilayahwilayah yang terisolasi. Kelima, meningkatkan daya saing ekspor. Jawa Barat sebagai provinsi pengekspor tekstil yang besar secara nasional, dengan diberlakukannya ACFTA maka tekstil di Jawa Barat terancam banyak yang bangkrut dan tentunya diikuti oleh ancaman meningkatnya angka pengangguran (diperkirakan mancapai buruh). Namun pada tanggal 14 Januari 2010 III6

7 Atase Perekonomian China (mewakili Pusat Perdagangan Luar Negeri China) melakukan pertemuan bisnis dengan Kamar Dagang dan Industri Jabar. Dalam diskusi tersebut di paparkan oleh Gubernur Jawa Barat bahwa persoalan manufaktur (khususnya tekstil) di Jawa Barat adalah yang paling terkena imbasnya dengan diberlakukannya pasar bebas. China merencanakan akan membuka pabrik tekstil di Jawa Barat sebagai bentuk investasi China di bidang manufaktur di Indonesia. Untuk itu diperlukan kesiapan untuk meningkatkan transfer modal, transfer teknologi, transfer manajemen, perluasan jaringan pasar dalam menghadapi intervensi China di Jawa Barat. Merespon keinginan China dalam pembentukan dan diberlakukannya kerjasama ekonomi regional seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan ASEANChina Free Trade Area (ACFTA) serta yang lebih luas lagi Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), menuntut peningkatan daya saing produk Jawa Barat yang harus dicapai melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha, perbaikan kualitas dan standarisasi produk. Sejalan dengan semakin ketatnya persaingan untuk memperoleh pangsa pasar, para pelaku usaha mengembangkan strategi pengelolaan rantai pasokan (Supply Chain Management/SCM) yang mengintegrasikan para pelaku dari semua segmen rantai pasok secara vertikal ke dalam usaha bersama berlandaskan kesepakatan dan standarisasi proses dan produk yang bersifat spesifik untuk setiap rantai pasok. Kemampuan suatu rantai pasokan itu dalam menyikapi permintaan konsumen menyangkut mutu, harga, dan pelayanan. Kunci daya saing produk antar rantai pasok adalah efisiensi pada setiap segmen rantai pasokan dan keterkaitan fungsional antar segmen dalam memelihara konsistensi setiap pelaku dalam memenuhi kesepakatan dan standar yang digunakan. Untuk menciptakan hal tersebut diperlukan selain integrasi vertikal antar segmen rantai pasok juga integrasi horizontal antar pelaku dalam satu segmen, dan di antara para usaha intermediasi (seperti distributor, pedagang pengumpul) di dalam satu rantai pasokan yang sama. Peran serta yang bersifat sinergis ini perlu ditopang oleh KADIN dan asosiasiasosiasinya dalam mekanisme kerja yang saling menopang dalam menciptakan dinamika ekonomi Jawa Barat ke depan. Keenam, meningkatkan partisipasi masyarakat/swasta. Tidak hanya pemerintah daerah, tetapi juga perusahaan swasta, organisasiorganisasi masyarakat, dan warga lokal serta perguruan tinggi yang harus didorong untuk berpartisipasi secara positif dalam pembangunan daerah berdasarkan saling kerjasama yang memungkinkan setiap entitas untuk menampilkan kemampuannya dalam spirit kompetitif dan unggul yang mampu tampil dalam kancah perekonomian global. III7

8 Kondisi saat ini menghendaki pergeseran peranan masyarakat yang lebih besar daripada pemerintah. Dengan demikian, reformasi total menuntut perlunya segera melaksanakan rekonstruksi kelembagaan pemerintahan publik berdasarkan prinsip good governance yang ditopang oleh spirit good corporate governance dengan tiga karakteristik utama, yaitu: kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi. Demokratisasi kebijakan pembangunan dan pencegahan KKN melalui good governance sangat bermanfaat untuk meminimalkan biaya ekonomi tinggi (highcost economy) dan distorsi pasar (monopoli dan monopsoni) akibat kesalahan kebijakan, dengan demikian, perekonomian akan lebih efisien dan pertumbuhan kegiatan bisnis berdasarkan pada keunggulan kompetitif riilnya, bukan karena proteksi atau dukungan pemerintah dan kemampuan untuk mengkondisikan manajemen usaha dalam good corporate governance pada setiap unit usaha di Jawa Barat. Ketujuh, membangun fondasi yang lebih kuat untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pembangunan regional, baik perkotaan maupun pedesaan, tidak lagi dapat didasarkan pada pembangunan ekonomi semata, akan tetapi harus didasarkan pada pembangunan yang berkelanjutan dengan memenuhi kriteria ekonomis, bermanfaat secara sosial, didukung oleh kelembagaan yang memadai, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian, proses yang ditempuh adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh distribusi pendapatan yang lebih merata dan menurunnya kemiskinan, peningkatan kualitas SDM, kualitas kelembagaan dan lingkungan, menempatkan posisi perkotaan sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan yang mampu menggerakkan dinamika perekonomian desa yang lebih meningkat secara fungsional. Dalam upaya mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tersebut, maka salah satu arah kebijakan pembangunan daerah ditujukan untuk mewujudkan luasan kawasan lindung sebesar 45% dari luas total wilayah Jawa Barat ( ha) yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota. Keberadaan kawasan lindung tersebut tercakup dalam Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah Jawa Barat yang harus menjadi acuan dan pedoman dalam pemanfaatan ruang bagi seluruh pemangku kepentingan mengingat keberhasilan dari suatu RTR akan dapat terlaksana apabila didukung oleh seluruh pihak, tidak saja pemerintah tetapi juga masyarakat. Dan pengembangan kawasankawasan budidaya secara fisik tata ruang ditekankan untuk memahami persyaratanpersyaratan ekosistem lingkungan budidaya. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang kuat juga perlu didukung kelembagaan yang memadai, terutama yang terkait dengan: (1) Konsistensi antara regulasi dengan implementasinya di lapangan; (2) Peraturan Daerah (Perda) yang mendukung pembangunan ekonomi; (3) Pelayanan publik yang maksimal; (4) Koordinasi dan sinergitas seluruh pihak yang terkait (OPD, perguruan tinggi, swasta; (5) Budaya silih asuh, silih asih, dan silih asah III8

9 yang menunjukan keeratan emosional, kepedulian, berbagi, saling mengingatkan, saling membantu, saling memperkuat. Filosofis tersebut merupakan kekuatan modal sosial yang akan mampu memecahkan permasalahan dan mendorong produktivitas, dengan tidak mengenyampingkan adanya realitas keterbukaan pasar yang semakin meningkat; globalisasi ekonomi dan semangat liberalisasi yang harus diterima dalam kehidupan ekonomi seharihari. Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian Jawa Barat. Sebagai gambaran, meskipun kontribusi UKM saat ini sangat kecil, yaitu hanya 3035% terhadap perekonomian nasional dan dalam ekspor nonmigas hanya 15%, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, pemerintah daerah akan terus mengoptimalkan perkembangan sektor UKM untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan dalam pendekatannya harus sangat mempertimbangkan aspek sosial kultural ekonomi yang berkembang dalam sistem sosial di perkotaan dan di perdesaan. Pada saat bersamaan, dinamika ekonomi nasional dan global pun memberikan peluang yang cukup menjanjikan di tahun 2011 khususnya untuk Jawa Barat. Inflasi diproyeksikan tetap seperti tahun 2010, yaitu sebesar 4,06,0% (Tabel 3.2 dan Gambar 3.1). Sedangkan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan akan meningkat di tahun 2010 dan 2011, masingmasing dengan pertumbuhan ekonomi diperkirakan sekitar 4,15,1% dan 5,26,6%, sejalan dengan pemulihan ekonomi dunia dan nasional pasca krisis global yang terjadi sepanjang tahun 2008 hingga Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 tersebut didukung, antara lain: adanya investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB) yang diperkirakan mencapai sekitar Rp.131,578 trilyun, meningkatnya kapasitas ekonomi Jabar dan penyerapan tenaga kerja, serta pemanfaatan liberalisasi perdagangan di Asia secara cerdas. III9

10 Tabel Proyeksi Makro Ekonomi Jawa Barat No Proyeksi 1. PDRB harga konstan (trilyun rupiah) Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jawa Barat ,5 5,6* 4,5 5,5A 6,0 6,3* 5,0 6,0A 315 4,1 5, ,0 6,0* 6,0 7,0 4,0 6,0 Sektor Pertanian 3,3 3,5 3,4 3,5 2,8 3,62** 3,0 4,0 Sektor Industri 4,2 4,3 5,0 5,4 5,3 6,34** 5,8 6,8 Sektor PHR 4,0 4,1 4,2 4,8 4,8 6,17** 6,0 7,0 2. Inflasi 4,0 6,0* 6,0 7,0 A 5,1 6,1 A 3. Investasi (PMTB) harga berlaku (trilyun rupiah) Laju Pertumbuhan 7,27,3 7,9 10, Penyerapan Tenaga Kerja TKT Pengangguran 7,6 7,37,4 Laju Penyerapan TK 1,6 3,07 Catatan: *Versi RPJMN A Versi Bank Indonesia **Target RKPD 2010 Nilai PDRB Jawa Barat atas dasar harga berlaku pada tahun , masih didominasi oleh sektor sekunder, tersier dan yang terakhir primer (Tabel 3.3). Total Nilai Tambah Bruto (NTB) dari sektor sekunder pada tahun 2008 mencapai Rp. 306,91 trilyun atau meningkat 14,54% dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor tersier mengalami peningkatan sebesar 16,67% yaitu dari Rp. 182,75 trilyun di tahun 2007 menjadi Rp. 213,21 trilyun pada tahun 2008 sedangkan kelompok primer meningkat sebesar 8,43% atau dari Rp. 75,90 trilyun pada tahun 2007 menjadi Rp. 82,30 trilyun. Kontribusi sektor sekunder mengalami kenaikan yaitu pada tahun 2007 sebesar 50,88% dan tahun 2008 sebesar 50,95%, begitu pula untuk sektor tersier mengalami kenaikan dari 34,70% pada tahun 2007 menjadi 35,39% pada tahun Sedangkan untuk sektor primer mengalami penurunan dari 14,41% tahun 2007 menjadi 13,66% pada tahun Ada Kecenderungan pada tahun 2011, revitalisasi peningkatan potensi ekonomi akan tetap berlangsung pada sektor industri pengolahan, property dan real estate, berbagai layanan jasa dan secara perlahan pertumbuhan pada beberapa lingkungan usaha pertanian (agraris). III10

11 Tabel 3.3. Nilai Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat atas Dasar Harga Berlaku dan Peranan NTB setiap Sektor dalam Perekonomian Jawa Barat Tahun NO LAPANGAN USAHA * Trilyun % Trilyun % Trilyun % I Primer ,74 13,97 Pertanian ,87 11,86 Pertambangan ,87 2,11 II Sekunder ,37 48,51 Industri ,00 42,21 Listrik, gas dan air ,14 3,07 Bangunan ,23 3,23 III Tersier ,21 37,50 Perdagangan ,54 20,19 Pengangkutan ,01 6,40 Lembaga keuangan ,80 2,86 Jasajasa ,86 8,05 PDRB ,00 656,32 100,00 *) Diperoleh dari penjumlahan angka PDRB setiap triwulanan tahun 2009 (berita resmi BPS Jawa Barat) Jawa Barat sebagai bagian dari perekonomian nasional dan bahkan global maka akan sangat dipengaruhi oleh kondisi nasional dan global. Namun ada beberapa catatan khusus bagi Jawa Barat sebagai provinsi pengekspor tekstil terbesar secara nasional. Dengan diberlakukannya ACFTA maka tekstil di Jawa Barat terancam banyak yang bangkrut, dan tentunya diikuti oleh ancaman meningkatnya angka pengangguran (diperkirakan mencapai buruh). Namun pada tanggal 14 Januari 2010 Atase Perekonomian China (mewakili Pusat Perdagangan Luar Negeri China) melakukan pertemuan bisnis dengan Kamar Dagang dan Industri Jabar. China merencanakan akan membuka pabrik tekstil di Jawa Barat sebagai bentuk investasi China di bidang manufaktur di Indonesia, dengan memperhatikan pula kerjasama dengan para industrialis tekstil di Jawa Barat untuk kesinambungan usaha ke depan dan perkuatan kembali industri tekstil Jawa Barat. Merespon keinginan China maka pemerintah Jawa Barat harus segera mengeluarkan regulasi perizinan yang probisnis (perizinan kondusif) dan membenahi permasalahan yang menghambat daya saing produk. Belajar dari China sebaiknya pemerintah segera mendorong dan meningkatkan semangat dan etos kerja masyarakatnya. Pengembangan industri tekstil ke depan perlu ditopang pula oleh semangat alih teknologi, alih pengetahuan, alih manajemen pengelolaan dan perluasan jaringan pasar. III11

12 Kapasitas perekonomian domestik Jawa Barat tampaknya lebih tinggi dari nasional karena keunggulan daerah dari dominasi sektor industri pengolahan yang didukung oleh industri kreatif yang melekat pada pencapaian value added yang lebih tinggi pada tiaptiap sub sektor, terutama sub sektor tekstil, pakaian dan alas kaki, sub sektor industri makanan, sub sektor industri pengolahan lainnya yakni kerajinan tangan, dan juga pada produk jasa berbasis teknologi informasi dan seni. Program restrukturisasi mesin Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang telah berjalan sejak tahun 2007, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sub sektor ini merespon permintaan ekspor. Selain itu potensi agribisnis terutama dari sub sektor tanaman pangan dan perikanan yang memasok kebutuhan pasar ibukota negara, memiliki kapasitas untuk terus ditingkatkan. Pertumbuhan sektor PHR pun akan memperkuat pencapaian kondisi ekonomi yang lebih baik untuk tahun Pada tahun 2008 Pemerintah Provinsi telah mencanangkan program West Java Tourism Board 2008, sehingga diperkirakan kunjungan wisatawan asing dan domestik akan meningkat. Perkuatan bidang akomodasi wisata di berbagai obyek kunjungan wisata akan ditopang oleh dukungan standarisasi pelayanan di bidang kepariwisataan sesuai dengan perkembangan teknologi. Keunggulan lain adalah keunggulan lokasi yang menarik sebagai daerah tujuan investasi, maka PMA di Jawa Barat pun berpotensi meningkat. Perkiraan yang optimis, aliran PMA global meningkat dengan cepat pada akhir tahun 2009 yang didorong oleh berakhirnya resesi di semester II2009, sehingga kawasan industri terutama di wilayah Bogor, Bekasi, Karawang, Bandung, Cimahi akan kembali menerima aliran PMA tersebut. Terlebih jika kawasan industri di daerahdaerah tersebut akhirnya terpilih sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) maka diprediksi aliran PMA akan lebih besar lagi dibandingkan dengan tahun 2009 sekarang. Diperkuat dengan semakin luasnya implementasi program Pelayanan Terpadu Satu Pintu baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Diproyeksikan ke depan adanya strategi pendekatan revitalisasi kembali kawasankawasan industri Jawa Barat sejalan dengan perubahanperubahan global ke depan Arah Kebijakan Perekonomian Daerah Gambaran perkembangan laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 serta proyeksi laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi tahun 2010 dan 2011 secara ringkas divisualisasikan pada gambar berikut : III12

13 Gambar 3.1 Perkembangan Dan Proyeksi Ekonomi Jawa Barat Tahun 2011 Gejolak ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 memberikan dampak yang cukup besar terhadap perekonomian Jawa Barat. Keadaan tersebut berimplikasi pada kinerja perekonomian Jawa Barat, dimana pada tahun 2008 perekonomian Jawa Barat mengalami pertumbuhan positif sebesar 5,84% 5,8 % namun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami perlambatan dimana pada tahun 2007 mengalami pertumbuhan sebesar 6,4 1%. Pertumbuhan tersebut didukung oleh pertumbuhan positif semua sektor ekonomi kecuali sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh negatif sebesar 0,30%. Bila laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat digunakan sebagai dasar dalam evaluasi kinerja sekto rsektor ekonomi, maka kinerja per sektoral dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu : 1. Kelompok pertama adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan di atas rata rata LPE Jawa Barat, terdiri dari sektor industri pengolahan dan sektor bangunan. 2. Kelompok Kedua adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan p ositif walaupun masih di bawah ratarata, rata rata, terdiri dari sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor listrik, gas dan air bersih (LGA), sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertimbangan mbangan dan penggalian, sektor pertanian dan sektor jasa. 3. Kelompok elompok ketiga adalah sektor yang mengalami pertumbuhan negatif, terdiri dari sektor pengangkutan dan komunikasi III13

14 Sejalan dengan membaiknya perekonomian global berdampak pula pada pemulihan perekonomian Jawa Barat dengan karakteristik pada sisi produksi didominasi oleh industri pengolahan dengan kontribusi terhadap PDRB sekitar 43%, perdagangan, hotel dan restoran 20%, dan pertanian 13% (Tabel 3.4). Sedangkan dari sisi penggunaan didominasi oleh konsumsi sebesar 65% dan investasi 18%. Disamping itu Jawa Barat tidak dapat mengabaikan dampak yang akan muncul dari pemberlakuan ACFTA di awal tahun Berdasarkan data historis dari tahun 2000 sampai tahun 2009 serta memperhatikan berbagai fenomena global maupun nasional, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2010 akan naik pada kisaran 4,1 5,1% dan pada tahun 2011 akan meningkat sebesar 5 6%. Membaiknya perekonomian global akan menyebabkan persaingan di pasar internasional semakin ketat. Namun kondisi tersebut juga merupakan peluang yang harus segera direspon oleh pemerintah pusat, daerah dan para pelaku usaha di Indonesia untuk meningkatkan daya saingnya dan upayaupaya untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan kegiatan ekspor. Dalam rangka menciptakan stabilitas ekonomi yang kokoh maka kebijakan inflation targetting framework masih menjadi perhatian dengan melakukan koordinasi kebijakan makro antara pemerintah, Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah. Penetapan APBNP 2010 menetapkan laju inflasi akan mencapai 5% (dengan rentang 4,0 6,0%), dan pada tahun 2011 berada pada kisaran yang sama yaitu 4,0 6,0%. Nilai tukar Nominal (Rp/ US$) pada tahun 2010 berada pada kisaran dan pada tahun 2011 menjadi Kebijakan stabilitas ekonomi tahun 2010 dan 2011 juga dikawal ketat oleh pemerintah, antara lain tingkat suku bunga SBI 3 bulan yang masih berkisar antara 6,0 7,5% di kedua tahun tersebut. Pemantauan yang ketat pula pada perkembangan harga minyak dunia. Meskipun sempat tembus pada angka US $ 80, namun pemerintah menyatakan tidak ada kenaikan harga BBM tahun ini. Pemerintah akan terus berupaya menjaga stabilitas harga untuk melindungi daya beli masyarakat dengan menaikkan anggaran subsidi APBN. Tahun 2010, total alokasi anggaran subsidi BBM, LPG dan bahan bakar nabati tahun 2010 mencapai Rp. 96,8 triliun. Kenaikan subsidi tersebut sebagai dampak kenaikan harga minyak mentah dunia yang diatas asumsi yang ditetapkan, yaitu US$ 65 per barrel. Alokasi subsidi yang meningkat juga pada subsidi listrik sebagai dampak kenaikan harga minyak dunia. Beban subsidi yang tinggi mendorong pemerintah berencana menaikkan tarif dasar listrik, khususnya untuk kelompok pengguna menengah ke atas (diatas 900 watt) ratarata sebesar 15 % pada tahun Pada awalnya, kenaikan tarif TDL akan diberlakukan III14

15 pada bulan Maret 2010, namun mengingat dampak pemberlakuan ACFTA yang memukul banyak sektor ekonomi, khususnya industri, maka untuk mengurangi dampak tersebut rencana kenaikan akhirnya ditunda hingga akhir tahun Upaya mengendalikan laju inflasi melalui penentuan tingkat suku bunga perbankan yang relatif rendah, menahan sumbersumber pemicu inflasi ternyata juga dipengaruhi oleh tingkat risiko dunia usaha. Upayaupaya tersebut diharapkan dapat mendorong kegiatan ekonomi di sektor riil, baik kegiatan investasi maupun produksi. Berdasarkan kondisi dan kebijakan pemerintah pusat serta berbagai upaya yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam rangka mengendalikan inflasi maka diproyeksikan inflasi pada tahun 2010 adalah sebesar 4 6%. Selanjutnya peluangpeluang yang ditawarkan dalam kerangka integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN mendapat perhatian untuk ditindaklanjuti dalam kerangka pengembangan investasi maupun pengembangan perdagangan serta jasajasa. Tabel 3.4. Karakteristik Perekonomian Jawa Barat Pendekatan Produksi Penggunaan Komponen Dominan Sektor Persen Industri 43 Pengolahan Perdagangan, 20 hotel dan restoran Pertanian Konsumsi Investasi Konsekuensi LPE Jabar sangat dipengaruhi oleh fluktuasi total nilai tambah ketiga sektor tersebut Implikasi Tingkatkan daya saing industri pengolahan Perbaikan struktur pasar Tingkatkan produktivitas sektor pertanian Sumber utama Menjaga ukuran LPE Jabar adalah pasar (market size) konsumsi. Hal ini dan daya beli mencirikan masyarakat. domesticdemand Tingkatkan iklim led growth investasi yang kondusif Trend pemulihan perekonomian global yang semakin menguat, baik untuk negara maju maupun negara berkembang, serta kecenderungan meningkatnya volume perdagangan dunia, diharapkan akan mendorong kembali permintaan ekspor Jawa Barat yang sempat turun pada tahun 2009 disamping adanya perluasan pasar baru di dunia yang sedang digalakkan. Upayaupaya perbaikan iklim investasi, peningkatan daya saing, diversifikasi III15

16 produk ekspor Jawa Barat akibat tantangan ACFTA juga akan mendorong kembali bangkitnya sektor industri pengolahan di Jawa Barat. Kekhawatiran dampak ACFTA sebaiknya tidak dianggap sebagai sebuah ancaman, namun sebagai sebuah peluang bagi industri di Jawa Barat untuk lebih memperluas pasarnya ke negara lain. Sehingga untuk menghadapi dunia usaha yang kompetitif, maka sinergitas antara pelaku usaha, pemerintah daerah, pemerintah pusat, serta instansi terkait perlu terus ditingkatkan. Permasalahan yang menghambat daya saing produk Jawa Barat harus segera dibenahi seperti perbaikan infrastruktur (listrik, air, jalan raya, pelabuhan laut, dan udara), penyederhanaan proses perizinan dan segera mendorong masyarakat dalam negeri untuk menggunakan produk dalam negeri, disamping dilaksanakannya berbagai aktivitas promosi produksi dan investasi di Jawa Barat. Peluang besar di sektor industri juga tercermin dalam proyeksi laju pertumbuhan sektor tersebut pada tahun 2010 pada kisaran 5,3% dan 6,34%, dan pada tahun 2011 diproyeksikan turun menjadi 5,8 6,8%. Proyeksi penurunan laju pertumbuhan sektor industri di tahun 2011 mengimbangi isu adanya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), yang semula akan diberlakukan 2010 namun diundur sampai akhir tahun. Kemudian pulihnya perekonomian global disamping sebagai peluang untuk memperluas pasar namun disisi lain juga memperketat persaingan di pasar internasional disamping potensi pasar Jawa Barat dan pasar nasional yang menarik. Pulihnya perekonomian global juga diperkirakan akan mendorong penguatan nilai mata uang Dollar Amerika Serikat, dan juga mendorong permintaan negaranegara akan minyak mentah sehingga dikhawatirkan akan mendorong kenaikan harga minyak mentah menembus angka US$100 per barrel. Namun laju pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian pada tahun 2010 diperkirakan tumbuh dalam kisaran 2,8 3,62% atau maksimalnya tidak mengalami pertumbuhan, setelah tumbuh sangat tinggi yakni 13% pada tahun sebelumnya. Shock yang mendorong peningkatan tajam di tahun 2009 berangsurangsur bergerak menuju keseimbangannya, sehingga wajar pada tahun 2010 melambat. Proses menuju keseimbangan terus berlanjut sehingga hasil perhitungan trend pada tahun 2011 kembali tumbuh positif dalam kisaran 3,0 4,0%. Meskipun demikian terdapat fenomena yang harus direspon terkait dengan perubahan iklim yang mendorong perubahan cuaca, dimana sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh cuaca dan kemungkinan adanya kenaikan harga pupuk akibat pengurangan subsidi. Kondisi pemanasan global, luas lahan pertanian yang semakin sempit akibat semakin maraknya alih fungsi lahan, dan fenomena La Nina (kekeringan yang panjang) akan menjadi ancaman sektor pertanian. III16

17 Sektor dominan lain dalam perekonomian Jawa Barat yang mengalami perlambatan, juga sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dimana pada tahun 2010 diharapkan tumbuh antara 4,8 6,17%, sementara tahun 2011 kenaikan diproyeksikan menjadi 6,0 6,6% selaras dengan faktorfaktor penopang yang diperkirakan mengalami kenaikan. Laju inflasi Jawa Barat yang sempat menurun drastis pada tahun 2009, tidak terlepas dari faktor non fundamental, berupa hilangnya pengaruh penurunan harga BBM, kenaikan harga emas di pasar Internasional, dan sebagainya. Sementara di sisi lain produksi (khususnya pangan; padi, unggas dan ikan) mengalami kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga mampu menahan kenaikan laju inflasi. Sementara dampak peningkatan permintaan relatif tidak signifikan. Namun di tahun 2010 laju inflasi diperkirakan naik lagi dalam kisaran 6,0 7,0 atau berada jauh diatas proyeksi laju inflasi nasional yaitu 4,0 6,0. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh mundurnya musim tanam padi pada tahun 2009 yang berdampak pada kenaikan harga padi di awal tahun Kemudian isu kenaikan TDL, tingginya harga minyak dunia, tekanan eksternal, konflik hukum dan politik telah membuat nilai ekspektasi inflasi masyarakat yang tinggi pula. Sedangkan pada tahun 2011 laju inflasi diperkirakan sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu berada pada kisaran 4,0 6,0%. Kenaikan laju inflasi pada tahun 2010 dan 2011 juga tidak terlepas dari isu perdagangan bebas dan pulihnya kondisi perekonomian pasca krisis global di negaranegara maju. Kondisi tersebut memicu kenaikan harga komoditas strategis di pasar internasional, termasuk kenaikan harga minyak dunia. Kondisi tersebut diperkirakan akan mendorong pula naiknya harga komoditas bahan baku, di mana perekonomian di Indonesia, termasuk Jawa Barat, kandungan impor untuk bahan baku dan barang modal relatif masih tinggi. Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan, dukungan investasi atau penanaman modal merupakan suatu syarat penting. Melalui dukungan investasi tentunya akan menambah kemampuan produksi untuk menghasilkan barang dan jasa, penyerapan tenaga kerja, mendorong kenaikan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya memberikan efek ganda yang besar pada perekonomian. Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 4,1 5,1% pada tahun 2010 dan 5 6% pada tahun 2011 maka dibutuhkan total investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) berdasarkan harga berlaku adalah sebesar Rp. 118,79 trilyun pada tahun 2010 atau naik sebesar 11,85% dan sebesar Rp.131,578 trilyun pada tahun 2011 atau naik sebesar 10,77%. Investasi dibidang pembangunan infrastruktur yang ditopang potensi pemerintah dan potensi swasta perlu mendapat topangan regulasi investasi dalam proses percepatannya. III17

18 Total kebutuhan investasi terdiri dari investasi pemerintah yang bersumber dari penerimaan pajak dan bukan pajak, dan juga dapat berasal dari hibah, dan sebagainya. Sisa kebutuhan investasi dapat dipenuhi oleh dunia usaha dan masyarakat yang berasal dari perbankan, lembaga keuangan non bank, pasar modal (saham dan obligasi), laba ditahan. Peningkatan proporsi pendanaan investasi dunia usaha diharapkan terutama terjadi pada komponen PMA dan PMDN sejalan dengan penciptaan iklim usaha yang kondusif, serta peningkatan pasar modal sejalan dengan perbaikan regulasi dan perbaikan kepercayaan lembaga keuangan internasional atas lembaga pasar modal di Indonesia. Juga perlu didukung pula oleh penguatan manajemen pasar modal serta meningkatnya tata kelola dan kinerja perusahaan, dan pertimbangan peluang obligasi daerah untuk berbagai investasi yang memiliki margin profit yang mencukupi dalam lingkup pelayanan publik. Optimisme pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha mereka, mendorong peningkatan investasi dalam rangka memenuhi kenaikan permintaan yang datang, baik dari domestik maupun luar negeri. Jawa Barat sebagai salah satu daerah tujuan PMA harus segera membenahi infrastruktur, untuk merespon minat PMA yang masih tinggi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, China yang telah menyatakan berminat untuk melakukan investasi di industri tekstil agar dapat segera di respon. Potensi PMA masih pada sektor sekunder dengan pangsa pasar diperkirakan berkisar 75%. Disamping sektor industri (seperti industri logam, mesin, kendaraan bermotor, dan sebagainya), tingginya kebutuhan investasi sektor infrastruktur regional juga pada sub sektor listrik, gas, air, jalan raya (khususnya jalan tol), bandara internasional, dan sebagainya. Minat investasi untuk proyek pengadaan listrik cukup besar, salah satunya adalah perusahaan Jepang, Marubeni Corp, yang akan berinvestasi membangun pembangkit listrik swasta di Cirebon dengan target operasi Peningkatan peluang investasi tidak terlepas dari berbagai prestasi yang diraih Indonesia dan Jawa Barat sendiri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada tahun 2009, menurut World Competitiveness Yearbook, posisi daya saing Indonesia berada pada rangking 42, naik dari posisi 51 pada tahun Kemudian dalam rangka proyeksi ke depan akan terus diperkuat sinergitas antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota didalam orientasi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan investasi lintas kabupaten/kota di Jawa Barat termasuk penanggulangan kesenjangan pembangunan antar wilayah mendorong peningkatan investasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah telah memberikan penghargaan kepada pemerintah daerah yang dinilai berhasil dalam penenaman modal (Investment Award). Dari penghargaan tersebut, empat Kabupaten/Kota di Jawa Barat III18

19 berhasil meraih peringkat yang cukup tinggi. Keempat daerah tersebut adalah Kabupaten Purwakarta, Kota Cimahi, Kota Bandung dan Kota Banjar yang diharapkan segera diikuti pula oleh kabupaten/kota yang lainnya di Jawa Barat. Adapun penghargaan tersebut dilakukan setelah menilai 6 indikator utama, yaitu kelembagaan instansi penanaman modal, pelayanan perizinan usaha, mekanisme pengaduan, pemanfaat teknologi dan sistem infomasi, ketersediaan informasi, serta inovasi dan capaian kinerja. Berdasarkan data Doing Business tahun 2009, posisi Jawa Barat dalam kemudahan mendirikan usaha, kemudahan mengurus izin mendirikan bangunan dan kemudahan mendaftarkan properti menduduki posisi yang cukup baik dibandingkan daerahdaerah lain di Indonesia. Ke depan dalam bidang promosi investasi perdagangan dan pariwisata, perkuatan sistem informasi akan lebih ditingkatkan utamanya terkait dengan infrastrukturnya. Selain mendorong peningkatan PMA dan PMDN di dalam negeri, pemanfaatan pinjaman dari perbankan juga diprioritaskan. Perbankan sebagai lembaga intermediasi pendanaan mempunyai peranan sangat penting dalam penyediaan dana investasi yang berasal dari tabungan masyarakat dan sumbersumber global. Disamping perbankan, penyaluran dana masyarakat juga dapat melalui lembaga keuangan non bank lainnya, seperti lembaga pembiayaan infrastruktur dan ekspor, lembaga asuransi, pegadaian, dan sebagainya. Potensi yang besar tersebut perlu diarahkan oleh pemerintah pada pembiayaan sektor riil, termasuk sektor usaha kecil, untuk mendorong investasi. Target pertumbuhan ekonomi serta investasi tersebut perlu disertai dengan berbagai kebijakan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan antara lain kebijakan dalam ketenagakerjaan, pemberdayaan usaha kecil dan menengah, serta penanggulangan kemiskinan. Dari pertumbuhan ekonomi yang telah disebutkan di atas diharapkan tingkat partisipasi angkatan kerja akan mencapai 55 56%. Dampak multiplier effect dari investasi dan trickle down effectnya diharapkan dapat menopang perluasan lapangan kerja baik sektor formal maupun sektor informal sebagai imbas perluasan skala ekonomi. Proyeksi penyerapan tenaga kerja tidak menunjukkan angka yang cukup besar mengingat pada tahun 2010 selain investasi baru, khususnya dari PMA sebagai dampak perdagangan bebas akan mampu mendorong penyerapan tenaga kerja baru, namun disisi lain perdagangan bebas akan memicu banyaknya industri, khususnya industri kecil, yang akan collaps sehingga mendorong peningkatan angka pengangguran. III19

20 Peningkatan penyerapan tenaga kerja yang lebih tinggi pada tahun 2011 tidak terlepas dari membaiknya perekonomian domestik dan global serta bangkitnya perekonomian Jawa Barat pasca perdagangan bebas. Kondisi tersebut telah mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi kenaikan permintaan, khususnya permintaan ekspor. Perbaikan perekonomian telah mendorong penyerapan kembali tenaga kerja, khususnya di sektor industri. Proyeksi pertumbuhan makro ekonomi Jawa Barat tersebut sangat dipengaruhi oleh tercapainya kondisi ideal berbagai faktor determinan sebagai berikut: 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi: a. Kecenderungan kondisi ekonomi dunia terus membaik dan semakin kondusif. b. Fenomena pergeseran kekuatan ekonomi global dari Barat ke Timur yang semakin membesar. c. Liberalisasi perdagangan di kawasan Asia (ACFTA). d. Volatilitas rupiah terhadap dollar AS dan stabilitas moneter nasional. e. Upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi, perbaikan infrastruktur dan reformasi birokrasi berjalan baik termasuk pemberantasan korupsi. f. Bertahan dan meningkatnya kapasitas ekonomi domestik Jabar: stabilitas produksi sektorsektor ekonomi terutama sektor dominan dan berkembangnya trend berbagai ekonomi kreatif pada usaha kecil serta menengah. g. Meningkatnya permintaan domestik Jabar (konsumsi rumah tangga karena meningkatnya pendapatan dan daya beli) masyarakat utamanya pada lingkungan usaha kecil dan menengah. h. Alokasi dari stimulus fiskal (APBD) yang tepat sasaran i. Ekspektasi dan kepercayaan pada pemerintah, semakin akseleratif upaya untuk meningkatkan nilainilai good governance. 2. Inflasi: Tingkat Inflasi ini sangat dipengaruhi oleh permintaan yang meningkat, pengaruh eksternal (harga minyak mentah, harga komoditas pangan di pasar internasional), serta fluktuasi kurs rupiah dollar. 3. Investasi (PMTB harga berlaku) : a. Berlanjutnya pemulihan ekonomi global b. Iklim usaha membaik, perbaikan berbagai regulasi. III20

21 4. Pengangguran: Pertumbuhan ekonomi meningkat yang diperkuat oleh berkembangnya kegiatan ekonomi lokal. Pada tahun 2011 merupakan tahap penguatan sektor yang sudah mendapatkan special treatment dari tahun , sehingga setiap tahun merupakan proses yang berkesinambungan. Berdasarkan kerangka pemikiran penyusunan rencana induk, sintesa permasalahan dan kerangka model pembangunan berkelanjutan, maka arah perekonomian Jawa Barat adalah: 1. Penambahan kegiatan ekonomi produktif di sektor pertanian atau perdesaan melalui pendekatan diversifikasi usaha dan berbagai pemberdayaan; 2. Peningkatan daya saing industri manufaktur; 3. Perluasan produk agroindustri melalui pendekatan peningkatan rantai nilai dari hulu sampai hilir; 4. Pengembangan ekowisata, agrowisata, wisata budaya didukung infrastruktur; 5. Menginternalisasikan masalah lingkungan dalam kebijakan pembangunan; 6. Mengintegrasikan aspek lingkungan dalam bisnis; 7. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang memadai baik jalan, irigasi, listrik, bandara, pelabuhan, pusat pemasaran secara bertahap; 8. Utilisasi energi air dan panas bumi; 9. Perluasan akses pasar (lokal, regional, nasional dan internasional) bagi produk Jabar melalui promosi; 10. Peningkatan skill pelaku ekonomi melalui berbagai strata UKM dan industri, perdagangan; 11. Penguatan kelembagaan (regulasi dan kebijakan yang tepat, fokus dan tepat sasaran, transparan, keberpihakan, koordinasi dan sinergitas). Berdasarkan arah perekonomian Jawa Barat sebagaimana terungkap dalam 11 point di atas, maka orientasi pembangunan sektoral adalah peningkatan produktivitas sektor pertanian melalui pendekatan intensifikasi dan perluasan produk agroindustri untuk meningkatkan nilai tambah, penguatan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB, pengembangan ekowisata, agrowisata, wisata budaya, peningkatan pemanfaatan energi potensial panas bumi dan air. Prasyarat dalam implementasinya adalah ketersediaan infrastruktur fisik yang memadai, peningkatan pengetahuan dan skill pelaku ekonomi, penguatan kelembagaan yang ditopang oleh mekanisme Public Private Partnership. III21

22 Rencana utama penguatan sektor pertanian adalah penambahan kegiatan ekonomi produktif di sektor pertanian atau perdesaan termasuk perluasan produk agroindustri dalam rangka peningkatan pendapatan petani sekaligus konservasi lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan pembenahan dan peningkatan dari berbagai lini baik dari sisi produksi yang berorientasi pada pasar maupun distribusi atau pemasarannya. Tahapan pada tahun 2011 merupakan kegiatan lanjutan yakni perluasan cakupan lokasi atau wilayah target kegiatan yang sifatnya memperkuat kebijakan yang digulirkan pada tahun 2009 yang mencakup: (1) Pengembangan sistem usaha tani terpadu berorientasi agribisnis dan agroindustri perdesaan dengan siklus tertutup, yang implementasinya melalui Program Gerakan Multi Agribisnis (GEMAR); (2) Pengembangan agroforestry di area lahan kritis; (3) Pengembangan ikan keramba di muara sungai sepanjang pantai Selatan Jawa Barat, yang implementasinya melalui Gerakan Pengembangan Perikanan Muara Pantai Selatan (GAPURA SELATAN); (4) Pengembangan hutan mangrove, rumput laut dan perikanan tambak, serta pengendalian perikanan tambak di pantura Jawa Barat, yang implementasinya melalui Gerakan Pengembangan Perikanan Pantai Utara (GAPURA UTARA); (5) Pengembangan dan penguatan komoditas unggulan daerah melalui pendekatan agribisnis; (6) Gerakan Pengembangan dan Perlindungan Pasar Tradisional (GEMPITA); dan (7) Pengembangan Lumbung Pangan dan Desa Mandiri Pangan. Penguatan sektor industri pengolahan diarahkan pada penguatan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB melalui upaya mempertahankan industri yang ada dengan melakukan perbaikan iklim usaha, product development, perluasan pasar, aliansi startegi usaha dan pembenahan terhadap hambatanhambatan untuk memperkuat struktur industri di Jawa Barat lebih kuat. Pada tahun 2011 dari lima kebijakan, yaitu: peningkatan daya saing, penguatan rantai nilai, pengembangan industri kreatif, optimalisasi keberadaan PPTSP (Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu), dan pendekatan EPR (Extended Producer Responsibility), terdapat beberapa langkah yang merupakan kelanjutan tahun 2010, terutama pengembangan SDM dan teknologi dalam peningkatan daya saing melalui perintisan terwujudnya Greater Bandung Techno Park di kawasan cekungan Bandung dan dalam klasterklaster industri. Pengembangan sektor pariwisata diarahkan pada tumbuh kembangnya lokasi dan tipe wisata unggulan di tiap kabupaten/kota di Jawa Barat sesuai karakteristik lokal masingmasing daerah. Pada tahun 2011, pengembangan sektor pariwisata berlanjut sesuai pencapaian pada tahun sebelumnya. Pada tahun ini diharapkan lokasi dan tipe wisata sudah siap beroperasi, sehingga dapat dipromosikan untuk mengundang calon pengunjung, III22

23 ditopang dukungan promosi akomodasi wisata yang semakin baik untuk tinggal dalam kunjungan. Rencana utama pemanfaatan sektor energi panas bumi dan air ditujukan untuk peningkatan utilisasi potensi energi panas bumi dan air dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi domestik terutama untuk sektor manufaktur yang relevan, maupun untuk di jual ke daerah lain. Pada tahun 2011, diharapkan database sudah memadai dan tim pengelola sudah siap dengan pilihan teknologi eksploitasi energi panas bumi dan air. Pada tahun ini seyogianya sudah tersedia pembiayaan untuk eksploitasi dan pengolahannya. Dalam kaitannya dengan penguatan kelembagaan, implementasi kebijakan Common Goal (CG) diharapkan mampu memberikan berbagai manfaat terhadap pelaksanaan pembangunan ke depan, antara lain: (1) Mengintegrasikan berbagai kegiatan secara sinergis sehingga tujuan masingmasing kegiatan dapat lebih terlihat kontribusinya terhadap tujuan utama yang ditetapkan dalam setiap program; (2) output kegiatan dapat lebih diarahkan untuk secara tegas mendukung masingmasing program pembangunan Jawa Barat; (3) Pelaksanaan pembangunan dapat lebih mendorong team work dari OPD terkait dan antar Bidang di setiap OPD; (4) Mengefektifkan fungsi pelayanan yang harus dilakukan oleh setiap OPD; (5) Mengefisienkan penggunaan anggaran yang relatif terbatas jumlahnya; (6) Mengefisienkan dan mengefektifkan penggunaan sarana dan prasarana; dan (7) Memudahkan dan mengefisienkan pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan. Arah kebijakan pembangunan Provinsi Jawa Barat tahun 2011, yang merupakan tahun midterm dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Jawa Barat, dimana tolok ukur kinerja pembangunannya adalah sebagai berikut : III23

24 Tabel 3.5. Target Indikator Kinerja Pembangunan Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 No Indikator Kinerja Target 2011 MISI PERTAMA : Mewujudkan Sumberdaya Manusia Jawa Barat Yang Produktif dan Berdaya Saing 1 Angka Ratarata Lama Sekolah 9 9,5 tahun 2 Angka Melek Huruf 95 96% 3 Angka Kematian Bayi (Kelahiran Hidup/KH) 3536/1.000 KH 4 Angka Kematian Ibu (Kelahiran Hidup/KH) / KH 5 Indeks Pembangunan Gender Indeks Pemberdayaan Gender 6163 MISI KEDUA : Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional Berbasis Potensi Lokal 1 Laju Pertumbuhan Ekonomi 5 6% per tahun 2 Daya Beli Masyarakat Rp , Rp ,Laju Pertumbuhan Investasi (Pembentukan 3 Modal Tetap Bruto/PMTB) atas dasar harga 1012% berlaku 4 Indeks Gini 0,190,20 5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 5556% MISI KETIGA : Meningkatkan Ketersediaan Dan Kualitas Infrastruktur Wilayah 1 Tingkat Kemantapan Jalan 9192% 2 Intensitas Tanam Padi % 3 Rasio elektrifikasi perdesaan 100% 4 Rasio elektrifikasi rumah tangga 6769% 5 Cakupan pelayanan persampahan (perkotaan) 5762% 6 Cakupan pelayanan air bersih (perkotaan) 5055% Cakupan pelayanan air limbah (domestik % perkotaan) MISI KEEMPAT : Meningkatkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan untuk Pembangunan yang Berkelanjutan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Tingkat status mutu sungai utama dan waduk besar Jumlah hari dengan kualitas udara perkotaan katagori baik Capaian luas kawasan lindung terhadap luas Jawa Barat 1,71,8% status mutu cemar sedang 2730 hari baik/tahun 3031% Meningkatnya diversifikasi energi dari mikro hidro, biofuel (biokerosin) serta bio gas Jumlah penerapan energi alternatif MISI KELIMA : Meningkatkan Efektivitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi 1 Skala kepuasan masyarakat (skala 14) 2 Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Perijinan 2 Skala Komunikasi Organisasi (skala 17) Jumlah angka kriminalitas Jumlah kasus korupsi Menurunnya angka kriminalitas Menurunnya jumlah kasus korupsi 5 Tingkat partisipasi pemilih 7578 % III24

25 Berdasarkan target midterm Indikator indikator kinerja pembangunan Provinsi Jawa Barat tahun 2011 secara akumulatif, indikator komposit IPM dapat mengalami peningkatan yang signifikan sehingga peluang terhadap pencapaian IPM pada tahun 2013 sebesar 77,20 dengan komponen pembentuk IPM tersebut yaitu Indeks Pendidikan 88,23, Indeks Kesehatan 77,21 dan Indeks Daya Beli 66,10 dapat terealisir Analisis dan Perkiraan SumberSumber Pendanaan Pembangunan Efektivitas kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang tertuang dalam RKPD Tahun 2011 sebagai pelaksanaan agenda RPJMD Tahun di tahun ketiga, tidak terlepas dari kapasitas anggaran yang dapat terkelola oleh pemerintah daerah. Untuk itu, kebutuhan belanja pembangunan daerah akan selalu mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah sebagai salah satu penopang strategis dalam implementasi RKPD, yang akan selalu perdampingan dengan sumbersumber pendanaan non APBD, seperti APBN, Hibah, dana kemitraan swasta, swadaya masyarakat serta kontribusi pelaku usaha melalui Corporate Social Resposibility (CSR). Kapasitas fiskal daerah pada dasarnya akan tercermin dalam volume APBD Tahun Sesuai dengan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Undangundang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah serta lebih teknis mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang direvisi menjadi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran, yang terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah (penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah). Untuk pendapatan daerah akan bersumber dari : 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lainlain Pendapatan Asli Daerah; 2) Dana Perimbangan yang meliputi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan, Sumber Daya Alam (SDA), Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus; 3) Kelompoklainlain pendapatan daerah yang sah meliputi Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Pemerintah Kab/Kota, Dana Penyesuaian dan Dana Alternatif Khusus, dan Dana Bantuan Keuangan. Selanjutnya untuk pembiayaan bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah (DCD), dan Hasil Penjualan III25

26 Kekayaan Daerah yang dipisahkan. Selain dana dari penerimaan daerah tersebut, daerah menerima dana yang bersumber dari Pemerintah Pusat berupa dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan, yang ang dialokasikan untuk menunjang program dan kegiatan pembangunan yang dilakukan berdasarkan batasbatas batas batas kewenangan perangkat pusat di daerah maupun bersifat penugasan kepada perangkat daerah. daerah Sejalan dengan terbitnya UndangUndang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang t Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Daerah sebagai pengganti atas UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah, potensi pendapatan daerah yang akan diterima pemerintah daerah, da erah, telah mengalami perubahan peru terutama dari sumber pajak daerah, yakni adanya penambahan jenis pajak baru berupa pajak rokok, dan pengurangan untuk pajak air bawah tanah yang diberikan ke kabupaten/kota. Untuk perbandingan kedua undangundang undang undang yang mengatur pajak daearah dan retribusi retri daerah tersebut dapat terlihat di tabel berikut : Tabel 3.6. Perbandingan Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menurut UU Nomor 34 Tahun 2000 dan UU Nomor 28 Tahun 2009 Kehadiran Undang Undang 28 Tahun 2009 tersebut, dalam tahun anggaran 2011 m erupakan potensi pendapatan baru yang berpeluang memperkuat kapasitas f iskal daerah. Untuk itu, sejumlah langkah tindak lanjut penyiapan regulasi dan tindakan yang diperlukan meliputi : a. Penyusunan dan pemberlakuan Perda tentang Pajak Daerah dan Perda tentang Retribusi Daerah sesuai dengan UU 28/2009 telah harus dibuat paling lambat 1 Januari b. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah telah harus diserahkan pada pemerintah Kab/Kota paling lambat pada 1 Januari III26

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1. Perkembangan Indikator Makro Ekonomi Jawa Barat Tahun Sebelumnya Krisis ekonomi global yang terjadi sejak pertengahan Tahun 2008, berdampak besar pada perekonomian

Lebih terperinci

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1

Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1 BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Laporan Perekonomian Indonesia

Laporan Perekonomian Indonesia 1 Key Messages Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi spillover dan gejolak pasar keuangan global. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan relatif

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Sleman Tahun 2014 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2015-2016 dapat digambarkan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

UMKM & Prospek Ekonomi 2006 UMKM & Prospek Ekonomi 2006 Oleh : B.S. Kusmuljono Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (Komnas PKMI) Komisaris BRI Disampaikan pada : Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

Jawa Barat Tahun perlu regional, nasional, dolar AS per. Bahan sangat. menurunkan inflasi. pembangkit listrik diperkirakan III - 1

Jawa Barat Tahun perlu regional, nasional, dolar AS per. Bahan sangat. menurunkan inflasi. pembangkit listrik diperkirakan III - 1 BAB II II ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 perlu

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kerangka ekonomi makro dan kebijakan keuangan daerah yang dimuat dalam rencana kerja Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Hal mendasar dalam perencanaan pembangunan tahunan adalah kemampuannya dalam memproyeksikan kapasitas riil keuangan daerah secara

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan I 2010 Inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5%. Mayoritas responden (58,8%) optimis bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Prospek pertumbuhan global masih tetap lemah dan pasar keuangan tetap bergejolak Akan tetapi, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016 Overview Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) dalam RDG 13-14 Januari 2016 telah memutuskan untuk memangkas suku bunga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011 No. 24/05/51/Th. V, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011 Pada Triwulan I 2011, PDRB Bali tumbuh sebesar 0,75 persen dibanding Triwulan IV - 2010 (quarter to quarter/q-to-q). Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA

PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA PROYEKSI MAKROEKONOMI INDONESIA 2009-2013 Biro Riset LMFEUI Gejolak makroekonomi mulai terjadi sejalan dengan fluktuasi harga energi dan komoditas sejak semester kedua 2007. Fluktuasi tersebut disusul

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI A. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro yang baik, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

SURVEI PERSEPSI PASAR

SURVEI PERSEPSI PASAR 1 SURVEI PERSEPSI PASAR Triwulan III 2010 Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan sebesar 6,1%. Inflasi berada pada kisaran 6,1-6,5% Perkembangan ekonomi global dan domestik yang semakin membaik, kinerja

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci