Bab 4 KRITERIA DESAIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 4 KRITERIA DESAIN"

Transkripsi

1 Bab 4 KRITERIA DESAIN Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan 4.1 Pengertian Pelabuhan dan Dermaga Pelabuhan (port) adalah kawasan perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal yang meliputi dermaga, di mana kapal dapat bertambat untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang, crane-crane untuk bongkar muat peti kemas, gudang laut, tempat-tempat penyimpanan di mana kapal membongkar muatannya dan gudang-gudang di mana barang-barang dapat disimpan dalam waktu yang lebih panjang selama menunggu pengiriman ke daerah tujuan atau pengapalan. Pelabuhan biasanya dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti rel kereta api, jalan raya, fasilitas darat dan lainnya. Dermaga merupakan suatu bangunan yang digunakan sebagai tempat merapat dan menambatkan kapal-kapal yang melakukan bongkar-muat (menaikkan dan menurunkan muatan). Dermaga dapat dibedakan menurut lokasinya, yaitu: 1. Wharf / Quay : Dermaga yang paralel dengan garis pantai dan biasanya berhimpit dengan garis pantai. 2. Jetty / Pier : Dermaga yang menjorok ke laut. 3. Dolphin : Struktur yang digunakan untuk bersandar di laut lepas. Adapun pemilihan tipe dermaga didasarkan pada tinjauan-tinjauan sebagai berikut: 1. Topografi di daerah pantai 2. Jenis kapal yang dilayani 3. Daya dukung tanah BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-1

2 4.2 Kriteria Desain Struktur Dermaga Kriteria desain struktur dermaga berdasarkan data lingkungan yang telah ditentukan adalah sebagai berikut: Kondisi Alam Data-data kondisi alam yang digunakan dalam perencanaan adalah sebagai berikut: Pasang surut; Arus perairan; Angin; Kondisi geologi / tanah; Tinggi gelombang rencana; dalam perencanaan dermaga general cargo Pulau Kalukalukuang ini digunakan tinggi gelombang rencana dengan perioda ulang 50 tahun pada perhitungan struktur dan tinggi gelombang rencana diperoleh dari hasil analisis refraksi difraksi CG Wave untuk penentuan elevasi dermaga. Berdasarkan hasil survei teknis dan perhitungan yang telah dilakukan, maka di dapat: a. Arus perairan Kecepatan arus perairan = 1,7 m/dt b. Tinggi gelombang rencana (struktur) = 5,21 m c. Tinggi gelombang rencana (elevasi) = 3 m (tinggi gelombang yang mencapai area dermaga, dari hasil refraksi difraksi ) Tinjauan Karakteristik Kapal Tabel 4.1 menampilkan ukuran kapal yang umumnya digunakan sebagai acuan dalam desain dermaga. Tabel 4.1 Ukuran kapal dari berbagai jenis (sumber OCDI) BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-2

3 Dimana: DWT L OA B D = Deadweight Tonnage (total berat dari kapasitas kapal, total berat dari barang, BBM, air (ton) = Length Overall (m) = Beam (m) = Laden Draft (m) Dermaga beton di Pulau Kalukalukuang direncanakan akan melayani kapal 750 DWT tetapi untuk perhitungan struktur digunakan data kapal 1000 DWT untuk alasan keamanan. Berikut adalah data kapal yang akan digunakan pada proses desain dermaga beton Pulau Kalukalukuang : Tabel 4.2 Data kapal yang digunakan untuk desain dermaga beton Pulau Kalukalukuang Uraian Satuan General Cargo Ships DWT ton 1000 LOA m 67 Beam m 10,9 Draft m 3, Tinjauan Dimensi Dermaga Dimensi suatu pelabuhan ditentukan berdasarkan panjang dan lebar dermaga, kedalaman kolam pelabuhan dan luas daerah pendukung operasinya. Semua ukuran ini menentukan kemampuan pelabuhan dalam penanganan kapal dan barang. Ukuran dan bentuk konstruksi menentukan pula besar investasi yang diperlukan, sehingga penentuan yang tepat akan membantu operasional pelabuhan yang efisien. Berikut ini adalah pembahasan mengenai ukuran, bentuk dan lokasi dermaga Bentuk Dermaga a. Dermaga Memanjang Pada bentuk dermaga memanjang ini, posisi muka dermaga adalah sejajar dengan garis pantai, di mana kapal-kapal yang bertambat akan berderet memanjang, Tambatan dengan bentuk memanjang ini dibangun bila garis kedalaman kolam pelabuhan hampir merata sejajar dengan garis pantai. Bentuk dermaga memanjang ini biasa digunakan pada pelabuhan peti kemas, di mana dibutuhkan suatu lapangan terbuka guna kelancaran dalam melayani penangan peti kemas. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-3

4 b. Dermaga Menjari Gambar 4.1 Bentuk dermaga memanjang Bentuk dermaga menyerupai jari ini biasanya dibangun bila garis kedalaman terbesar menjorok ke laut dan tidak teratur. Dermaga ini dibangun khusus untuk melayani kapal dengan muatan umum. c. Dermaga Pier Gambar 4.2 Bentuk dermaga menjari Dermaga berbentuk pier ini dibangun bila garis kedalaman jauh dari pantai dan tidak diinginkan adanya pengerukan kolam pelabuhan yang besar, yang berkaitan dengan stabilitas lingkungannya. Antara dermaga dan pantai dihubungkan dengan jembatan penghubung (approach trestle) yang berfungsi sebagai penerus dalam lalu lintas barang. Jembatan penghubung dapat ditempatkan di tengah, di sisi, ataupun kombinasi dari keduanya. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-4

5 Gambar 4.3 Bentuk dermaga pier Panjang Dermaga Panjang dermaga ditentukan berdasarkan peraturan Technical Standars and Commentaries For Port and Harbour Facilities In Japan (OCDI). Panjang dermaga untuk jenis kapal General Cargo dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Panjang dermaga untuk dermaga general cargo Berdasarkan tabel di atas, panjang dermaga untuk kapal General Cargo 1000 DWT adalah 80 meter Lebar Dermaga Dalam perencanaan dermaga di Pulau Kalukalukuang ini ditetapkan lebar dermaga adalah 11 meter Elevasi Dermaga Untuk menghitung elevasi dermaga,digunakan rumus sebagai berikut: Elevasi Dermaga = HWS + 1 H + freeboard 2 BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-5

6 Dimana: HWS H = High Water Spring (m) = Tinggi gelombang rencana, hasil analisis refraksi difraksi (m) Perhitungan elevasi dermaga adalah sebagai berikut : HWS H Freeboard = 1,62 m = 3 m = 0,5 m 1 Elevasi Dermaga = HWS + H + freeboard 2 3 Elevasi Dermaga = 1, ,5 2 Elevasi Dermaga = 3,62 m Tinjauan Jenis Struktur Dermaga Alternatif Jenis Struktur Sebagai pertimbangan untuk pemilihan jenis struktur dermaga, dipilih 3 jenis struktur yang umum digunakan, yaitu: Deck On Pile, Sheet Pile dan Caisson. 1. Deck On Pile Struktur Deck On Pile menggunakan tiang pancang sebagai pondasi bagi lantai dermaga. Seluruh beban di lantai dermaga (termasuk gaya akibat berthing dan mooring diterima sistem lantai dermaga dan tian pancang tersebut. Di bawah lantai dermaga, kemiringan tanah dibuat sesuai dengan kemiringan alaminya serta dilapisi dengan perkuatan (revetment) untuk mencegah tergerusnya tanah akibat gerakan air yang disebabkan oleh manuver kapal. Untuk menahan gaya lateral yang cukup besar akibat berthing dan mooring kapal, jika diperlukan dapat dilakukan pemasangan tiang pancang miring. Gambar 4.4 Dermaga tipe deck on pile. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-6

7 2. Sheet Pile Struktur Sheet Pile adalah jenis struktur yang tidak menggunakan kemiringan alami dari tanah. Dalam hal ini, gaya-gaya akibat perbedaaan elevasi antara lantai dermaga dengan dasar alur pelayaran ditahan oleh struktur dinding penahan tanah. Tiang pancang miring masih diperlukan untuk menahan gaya lateral dari kapal yang sedang sandar atau untuk membantu sheet pile menahan tekanan lateral tanah. Struktur sheet pile ini dapat direncanakan dengan menggunakan penjangkaran (anchor) ataupun tanpa penjangkaran. Selain sheet pile, diaphragma wall beton juga dapat berfungsi sebagai penahan tekanan lateral tanah. Selain itu diaphragma wall juga dapat direncanakan menerima beban vertical dari lantai dermaga, karena dinding ini juga merupakan suatu dinding beton bertulang yang struktural. Barrette pile dapat digunakan pada struktur ini, yang berfungsi sebagai anchor bagi diaphragma wall, keduanya dihubungkan oleh sistem tie beam atau tie slab. Gambar 4.5 Dermaga tipe sheet pile. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-7

8 Gambar 4.6 Dermaga tipe anchored sheet pile. 3. Caisson Gambar 4.7 Dermaga tipe diaphragma wall dengan barette pile. Struktur ini merupakan salah satu jenis dari dermaga gravity structure, yang pada prinsipnya menggunakan berat sendiri dari struktur untuk menahan gaya vertikal dan horizontal, terutama untuk menahan tekanan tanah. Caisson terdiri dari blok beton bertulang yang dibuat di darat dan dipasang pada lokasi dermaga dengan cara mengapungkan dan diatur pada posisi yagn direncanakan, kemudian ditenggelamkan dengan mengisi blok-blok tersebut dengan pasir laut atau pun batuan. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-8

9 Gambar 4.8 Dermaga tipe caisson Jenis Struktur yang Digunakan Sebagai pertimbangan dalam memilih jenis struktur yang akan digunakan, berikut ini akan ditinjau keuntungan dan kerugian dari masing-masing tipe struktur tersebut: Tabel 4.4 Keuntungan dan kerugian dari masing-masing tipe struktur dermaga BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-9

10 Dari peninjauan terhadap beberapa alternatif jenis struktur diatas dan memperhatikan kondisi fisik dan lingkungan yang ada di lokasi dermaga, maka jenis struktur yang akan digunakan adalah Deck On Pile, dengan pertimbagan sebagai berikut: 1. Tipe Deck On Pile paling memenuhi untuk kondisi layout desain awal yang telah ditentukan sebelumnya. 2. Jenis tanah yang terdapat pada seabed adalah jenis lempung pasiran yang cukup keras. 3. Tipe Deck On Pile sudah umum digunakan, sehingga akan memudahkan dalam pelaksanaannya dibandingkan tipe-tipe yang lain Tinjauan Alur Pelayaran Alur pelayaran berfungsi untuk mengarahkan kapal-kapal yang akan keluar masuk ke pelabuhan. Alur harus mempunyai kedalaman dan lebar yang cukup bisa dilalui kapalkapal yang direncanakan akan berlabuh. Dalam perjalanan masuk ke pelabuhan melalui alur pelayaran, kapal mengurangi kecepatan sampai kemudian berhenti di dermaga. Secara umum ada beberapa daerah yang dilalui selama perjalanan tersebut. Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan Daerah tempat pendekatan di luar alur masuk Alur masuk di luar pelabuhan dan kemudian di dalam daerah terlindung (kolam) Saluran menuju dermaga, apabila berada di daerah daratan Kolam putar Alur pelayaran ditandai dengan alat bantu navigasi yang dapat berupa pelampung maupun suar. Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan digunakan sebagai tempat penungguan sebelum kapal bisa masuk ke dalam pelabuhan karena dermaga sedang penuh. Daerah ini harus terletak sedekat mungkin dengan alur masuk dan dasar perairan harus merupakan tanah yang mempunyai daya tahanan yang baik untuk menahan jangkar yang lepas. Pada waktu kapal akan masuk ke pelabuhan, kapal tersebut melalui alur pendekatan (approach channel). Di sini kapal diarahkan untuk bergerak menuju alur masuk dengan menggunakan pelampung pengarah (rambu pelayaran). Sedapat mungkin alur masuk lurus, namum apabila terpaksa membelok, msalnya untuk menghindari dasar karang, maka setelah belokan harus dibuat alur stabilisasi yang berguna untuk menstabilkan gerak kapal setelah membelok. Pada ujung akhir masuk terdapat kolam putar yang berfungsi untuk mengubah arah kapal yang akan merepat ke dermaga. Panjang alur pelayaran tergantung pada kedalaman dasar laut dan kedalaman alur yang diperlukan. Untuk daerah pantai yang dangkal diperlukan alur pelayaran yang panjang, sedangkan daerah pantai yang dalam (kemiringan besar) diperlukan alur pelayaran yang relatif jauh lebih pendek Kedalaman Alur Pelayaran BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-10

11 Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal diperlukan kedalaman air di alur masuk yang cukup besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan kapal bermuatan penuh. Kedalaman alur pelayaran ditentukan beberapa faktor seperti ditunjukkan pada Gambar 4.9. Kedalaman alur pelayaran (H) total adalah: Dimana : d G R P S K Dan G = draft kapal (m) H = d + G + R + P + S + K = gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat (m) = ruang kebebasan bersih (m) = ketelitian pengukuran (m) = pengendapan sedimen antara dua pengerukan (m) = toleransi pengukuran (m) + R adalah ruang kebebasan bruto Elevasi dasar alur nominal Elevasi pengerukan alur KAPAL Kapal Elevasi muka air rencana = LLWL Gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat Ruang kebebasan bersih Ketelitian pengukuran Endapan antara dua pengerukan Toleransi pengerukan Draft kapal Ruang kebebasan bruto Gambar 4.9 Kedalaman alur pelayaran. Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi. Biasanya muka air referensi ini ditentukan berdasarkan nilai rata-rata dari muka air surut terendah pada saat pasang besar (spring tide) dalam periode panjang, yang disebut LLWS (Lowest Low Water Spring). Beberapa definisi yang terdapat dalam Gambar 4.9 dijelaskan berikut ini. Elevasi dasar alur nominal adalah elevasi dimana tidak terdapat rintangan yang mengganggu pelayaran. Kedalaman elevasi ini adalah jumlah dari draft kapal dan ruang kebebasan bruto yang dihitung dari muka air rencana (LLWL). BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-11

12 Ruang kebebasan bruto adalah jarak antara sisi terbawah kapal dan elevasi dasar alur nominal, pada draft kapal maksimum yang diukur pada air diam. Ruang ini terdiri dari ruang gerak vertikal kapal akibat pengaruh gelombang dan squat dan ruang kebebasan bersih. Ruang kebebasan bersih adalah ruang minimum yang tersisa antara sisi terbawah kapal dan elevasi dasar alur nominal, pada kondisi kapal bergerak dengan kecepatan penuh dan pada gelombang dan angin terbesar. Ruang kebebasan minimum adalah 0,5 m untuk dasar laut berpasir dan 1 m untuk dasar karang. Apabila untuk mendapatkan elevasi dasar alur nominal diperlukan pekerjaan pengerukan, maka elevasi pengerukan alur ditetapkan dari elevasi dasar alur nominal dengan memperhitungkan beberapa hal berikut: a. Jumlah endapan yang terjadi antara dua periode pengerukan. b. Toleransi pengerukan. c. Ketelitian pengerukan. 1. Draft Kapal Draft kapal ditentukan oleh karakteristik kapal terbesar yang menggunakan pelabuhan, muatan yang diangkut, dan juga sifat-sifat air seperti berat jenis, salinitas dan temperatur. Tabel 4.5 Draft kapal Jenis Kapal DWT (ton) Draft (m) General Cargo (DWT) ,9 2. Squat Squat adalah pertambahan draft kapal terhadap muka air yang disebabkan oleh kecepatan kapal. Squat ini diperhitungkan berdasarkan dimensi dan kecepatan kapal dan kedalaman air. Gambar 4.10 Squat. Seperti yang terlihat pada gambar diatas, kecepatan air di sisi kapal akan naik disebabkan karena gerak kapal. Berdasarkan hukum Bernoulli, permukaan air akan turun karena kecepatan bertambah. Squat akan tampak jelas di saluran sempit, tetapi juga terjadi di saluran dengan lebar tak terhingga. Dua faktor yang menentukan besar squat adalah kedalaman alur pelayaran dan kecepatan kapal. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-12

13 Squat dihitung berdasarkan kecepatan maksimum yang diijinkan. Besar squat dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut yang didasarkan pada percobaan di laboratorium. Dimana: z = 2.4 L F 2 r 2 2 pp 1 Fr = volume air yang dipindahkan (m 3 ) v = kecepatan (m/dt) L = panjang garis air (m) pp F = angka Froude = r v gh g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) h = kedalaman air (m) 3. Gerak Kapal karena pengaruh Gelombang Gerak kapal relatif terhadap posisinya pada waktu tidak bergerak di air diam adalah penting di dalam perencanaan alur pelayaran dan mulut pelabuhan. Gerak kapal vertikal digunakan untuk menentukan kedalaman alur, sedang gerak horizontal terhadap sumbu alur yang ditetapkan adalah penting untuk menentukan lebar alur. Kenaikan draft yang disebabkan oleh gerak tersebut kadang-kadang sangat besar. Untuk kapal yang lebar, pengaruh rolling dapat cukup besar, terutama bila frekuensi rolling kapal sama dengan frekuensi gelombang. Gambar 4.11 Pengaruh gelombang pada gerak kapal. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-13

14 Beberapa parameter yang diberikan di atas harus diperhitungkan di dalam menentukan elevasi dasar alur nominal. Untuk menyederhanakan hitungan, Brunn (1981) memberikan nilai ruang kebebasan bruto secara umum untuk berbagai daerah berikut ini: a. Di laut terbuka yang mengalami gelombang besar dan kecepatan kapal masih besar, ruang kebebasan bruto adalah 20% dari draft kapal maksimum. b. Di daerah tempat kapal melempar sauh dimana gelombang besar, ruang kebebasan bruto adalah 15% dari draft kapal. c. Alur di luar kolam pelabuhan dimana gelombang besar, ruang kebebasan bruto adalah 15% dari draft kapal. d. Alur yang tidak terbuka terhadap gelombang, ruang kebebasan bruto adalah 10% dari draft kapal. e. Kolam pelabuhan yang tidak terlindung dari gelombang, ruang kebebasan bruto adalah 10% - 15% dari draft kapal. f. Kolam pelabuhan yang terlindung dari gelombang, ruang kebebasan bruto adalah 7% dari draft kapal. Dari uraian di atas maka diambil nilai ruang kebebasan bruto sebesar 15%. Sehingga, kedalaman alur pelayaran (H) adalah: Tabel 4.6 Perhitungan kedalaman alur pelayaran Jenis Kapal General Cargo Ships DWT (ton) 1,000 Draft (m) 3.9 G + R (m) P (m) 0.5 S (m) 0.2 K (m) 0.3 H (m) Lebar Alur Lebar alur biasanya diukur pada kaki sisi-sisi miring saluran atau pada kedalaman yang direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor, yaitu: Lebar, kecepatan, dan gerak kapal Trafik kapal, apakah alur direncanakan untuk satu atau dua jalur Kedalaman alur Apakah alur sempit atau lebar Stabilitas tebing alur BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-14

15 Angin, gelombang, dan arus dalam alur Tidak ada rumus yang memuat faktor-faktor tersebut secara secara eksplisit, tetapi beberapa kriteria telah ditetapkan berdasarkan lebar kapal dan faktor-faktor tersebut secara implisit yaitu: 1. Lebar Alur Satu Jalur Pelayaran (H) Lebar alur = 1,5B + 1,8B + 1,5B Dimana: B = lebar kapal (m) A = lebar lintasan manuver kapal = 1,8B (m) D = ruang bebas minimum di bawah lunas kapal (keel) (m) 1.5 B bank clearence A B 1.5 B bank clearence LLWL D Gambar 4.12 Lebar alur satu jalur. 2. Lebar Alur Dua Jalur Pelayaran (H) Lebar alur = 1,5B + 1,8B + C + 1,8B + 1,5B dimana: B = lebar kapal (m) A = lebar lintasan manuver kapal = 1,8B (m) C = ruang bebas antara lintasan manuver kapal = B (m) D = ruang bebas minimum di bawah lunas kapal (keel) (m) BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-15

16 Gambar 4.13 Lebar alur dua jalur. Sehingga lebar alur pada Pelabuhan ini adalah: Tabel 4.7 Perhitungan lebar alur pelayaran Jenis Kapal Pelebaran Alur Pelayaran General Cargo DWT (ton) 1,000 B (m) 10.9 Satu Jalur (m) Dua Jalur (m) Untuk meminimalisasi kesulitan dalam pelayaran, sedapat mungkin alur pelayaran berupa garis lurus. Apabila hal ini tidak memungkinkan untuk dilakukan (alur pelayaran berkelok) maka sumbu alur dibuat dengan menjadi beberapa bagian lurus yang dihubungkan. Jika alur pelayaran berkelok, maka harus dilakukan pelebaran alur pada belokan alurnya. Ada beberapa metoda dalam memperlebar alur pelayaran pada belokan (Gambar 3.14), yaitu: BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-16

17 Gambar 4.14 Metode memperlebar alur pelayaran. 1. Metoda Memotong (Cut Off Method) Dalam metode ini belokan alur akan dipotong garis lurus secara tangensial pada sisi dalam belokan dengan penambahan pelebaran sebesar 3.05 m (10 ft) untuk setiap derajat besar sudut belokan. 2. Paralel Banks Method Pada metode ini alur akan diperlebar sebesar w, kemudian dibuat dua garis lengkung pada sisi alur terluar dengan jari-jari kelengkungan sebesar R + w/2, dan satu garis lengkung pada sisi alur terdalam jari-jari kelengkungan sebesar R - w/2. 3. Nonparalel Banks Method Metode ini hampir sama dengan paralel banks method, namun pada metode ini alur pada belokan tidak diperlebar terlebih dahulu tetapi langsung membuat dua garis lengkung, pada sisi luar alur dengan jari-jari kelengkungan sebesar R1, dan pada sisi dalam alur dengan jari-jari sebesar R2. Ketentuan sudut pembelokannya (α) adalah: Jika α 30 0, bisa dibuat satu belokan saja. Jika α > 30 0, dibuat dua belokan dengan α = α 1 + α 2 BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-17

18 Gambar 4.15 Alur pada belokan Tinjauan Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan harus tenang, mempunyai luas dan kedalaman yang cukup, sehinggga kapal dapat berlabuh dengan aman dan memudahkan bongkar muat barang Kolam Putar Kolam putar digunakan untuk mengubah arah kapal. Luas kolam putar yang digunakan untuk mengubah arah kapal minimum adalah luasan lingkaran dengan jari-jari 1,5 kali panjang kapal total (L OA ) dari kapal terbesar yang menggunakannya. Apabila perputaran kapal dilakukan dengan bantuan jangkar atau menggunakan kapal tunda, luas kolamputar minimum adalah luas lingkaran dengan jari-jari sama dengan panjang total kapal (L OA ). Dimana: A = luas kolam putar (m 2 ) TB A L = panjang kapal total (m) OA TB ( L ) 2 = π * 1,5* OA Tabel 4.8 Perhitungan luas kolam putar Jenis Kapal General cargo DWT (ton) 1000 BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-18

19 L OA (m) (m) 67 A TB m ,9 Perhitungan jari jari kolam pelabuhan A TB = 31730,9 m 2 A lingkaran = π. D 4 2 π. D 4 D 2 = 342,119.4 m 2 = 201 m Jari jari kolam pelabuhan (r) = 100,5 meter Kedalaman Kolam Putar Kedalaman kolam pelabuhan ditentukan oleh: Dimana: D d = kedalaman kolam (m) = draft (m) D = 1.15d Sehingga kedalaman kolam pelabuhan disajikan dalam tabel berikut : Tabel 4.9 Kedalaman kolam pelabuhan Jenis Kapal DWT (ton) Draft (m) D (m) General Cargo ,9 4,5 BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-19

20 4.3 Dasar Teori Pembebanan Pada Struktur Beban Vertikal Pembebanan vertikal pada struktur dermaga dan trestle dapat dikategorikan dalam beban mati dan beban hidup. a. Beban Mati Berat sendiri material yang diperhitungkan dalam perencanaan struktur adalah sebagai berikut : Air laut 1025 kg/m 3 Beton bertulang 2400 kg/m 3 Beton bertulang basah 2500 kg/m 3 Beton prestressed 2450 kg/m 3 Baja 7850 kg/m 3 Kayu 1000 kg/m 3 Pasir 2000 kg/m 3 Aspal 2000 kg/m 3 Berat-berat ini diperhitungkan sebagai beban mati ataupun beban superimposed dead load (SDL). b. Beban Hidup Beban hidup perencanaan struktur ini adalah beban uniformly distributed load (UDL), yang berupa beban roda kendaraan truk 7,8 ton yang diuraikan sebagai berikut. 1. Beban UDL Beban Truk 7,8 ton Ilustrasi truk yang digunakan sebagai beban desain dermaga dan trestle di Pulau Kalukalukuang dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-20

21 Gambar 4.16 Sketsa truk yang dijadikan asumsi beban hidup BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-21

22 Perhitungan beban UDL W = 7,8 ton A = 1,495*3,735=5,584 m 2 Sehingga beban terdistribusi adalah : UDL = Q/A = 7,8 ton/5.584 m 2 = 1,4 ton/ m 2 Berdasarkan perhitungan di atas uniformly distributed live load untuk perencanaan dermaga dan trestle ditetapkan sebesar 1,4 t/m Beban Kendaraan Beban kendaraan yang digunakan untuk desain struktur dermaga dan trestle adalah beban truk 7,8 ton dengan uraian sebagai berikut: 3,1 ton 4,7 ton 125 mm 200 mm 1,55 ton 500 mm 200 mm 2,35 ton BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-22

23 4.3.2 Beban Horisontal Gambar 4.17 Beban roda kendaaran Pembebanan horizontal pada struktur dermaga dapat dikategorikan sebagai berikut : Beban Gelombang dan Arus Secara umum persamaan gaya gelombang yang diperhitungkan pada perencanaan dermaga ini terbagi atas dua bagian, yaitu: 1. Beban Gelombang Pada Struktur Tiang Dalam perhitungan gaya gelombang pada tiang vertikal dengan kondisi gelombang tidak pecah (non-breaking waves) digunakan persamaan Morison (1950) yang terdapat dalam Buku Structural Dynamics (Theory and Applications). Total gaya horizontal yang terjadi pada struktur tiang adalah : F x = F d max cosωt cosωt F i max sinωt Dimana : F x F d max ( kh) + ( kh) 1 2 sinh 2 2kh = ρgcd DH 16 sinh 2 π = ρ 8 = gaya total pada arah x (N) F d max = gaya drag maksimum (N) F i max = gaya inersia maksimum (N) tanh ( ) 2 Fi max gc m D H kh ρ = berat jenis air laut (1025 kg/m 3 ) BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-23

24 g = percepatan gravitasi (m/s 2 ) D = diameter tiang pancang (m) H = tinggi gelombang (m) h = tinggi muka air (m) k = bilangan gelombang 2 π L L = panjang gelombang (m) C D = koefisien drag ( C D =1 ) C M = koefisien inersia ( C M =1,7 ) ω = frekuensi gelombang 2π T (Hz) T = periode gelombang (detik) t = waktu (detik) Gambar 4.18 Sketsa definisi parameter gaya pada tiang. 2. Beban Gelombang Pada Tepi Dermaga Pada saat tertentu ada kemungkinan tinggi gelombang mencapai elevasi derrnaga, oleh karena itu perlu diperhitungkan gaya gelornbang terhadap tepi dermaga. Diasumsikan puncak gelombang berada pada sisi atas tepi dermaga. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-24

25 Beban Gelombang yang Bekerja t HWS s h Gambar 4.19 Sketsa definisi parameter gaya gelombang tepi. Gaya gelombang pada tepi dermaga diturunkan dari OCDI (hal 35): ρ g H P = k h + s + t k h + s 2 k cosh kh ( sinh ( ) sinh ( )) Dimana P = gaya gelombang pada tepi lantai dermaga (N/m) ρ = berat jenis air laut (kg/m 3 ) g = percepatan gravitasi bumi (m/s 2 ) h = kedalaman air laut (m) H = tinggi gelombang (m) k = bilangan gelombang 2 π L L = panjang gelombang (m) S = Elevasi HWS t (m) t = tebal pelat dermaga (m) 3. Beban Arus Drag dan Lift Forces yang disebabkan oleh perilaku arus dihitung melalui persamaan (OCDI hal ) 1. Drag Forces 1 FD = CD ρ 0 AU 2. Lift Forces 2 F L 1 = C 2 L ρ A U 0 L 2 2 BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-25

26 Dimana : F D = gaya drag akibat arus(kn) F L = gaya angkat akibat arus(kn) A = luas penampang yang kena arus (m 2 ) U = kecepatan arus ( m/s 2 ) ρ = berat jenis air laut (=1,025 t/m 3 ) C D = koefisien Drag (C d = 1 untuk tiang pancang silinder) C L = koefisien Lift ( C L = 2 untuk tiang pancang silinder ) s = bagian yang free 4. Beban Gempa Negara Indonesia merupakan wilayah dengan resiko gempa yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena lokasi Indonesia berada diantara empat sistem tektonik yang cukup aktif, yaitu: tapal batas lempeng Eurasia, lempeng Filipina, lempeng Pasifik, dan lempeng Indo-Australia. Berikut ini merupakan gambaran peta lempeng tektonik di dunia. Gambar 4.20 Peta lempeng tektonik (Kusuma dan Adriano, 1993). Berdasarkan SNI Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung" gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam yang pertama terhadap pengaruh gempa rencana menurut persamaan : Ci V = Wt R BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-26

27 Dimana : V C i = Gaya geser nominal total (N) = Faktor respons gempa I = Faktor keutamaan ( tergantung jenis struktur ) R W t = Faktor reduksi gempa = Berat total struktur Faktor respons gempa (Ci) Faktor respon gempa Ci tergantung pada periode getar alami struktur, zona gempa (Gambar 4.21) dan jenis tanah, apakah termasuk jenis tanah keras, tanah sedang maupun tanah lunak. Periode getar alami struktur dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut : 3 4 T = 0.085H Dimana : T H = Periode getar alami struktur = Ketinggian bangunan Periode getar alami untuk struktur dermaga dan trestle adalah sebagai berikut : Struktur dermaga H = 7,72 m ( panjang tiang pancang dari seabed sampai dengan elevasi atas dermaga) ( ) 3 4 T = ,72 = 0,4 detik Struktur trestle H = 7,42 m ( panjang tiang pancang dari seabed sampai dengan elevasi atas dermaga) ( ) 3 4 T = , 42 = 0,38 detik Wilayah gempa di Indonesia dibagi menjadi 6 zona berdasarkan percepatan puncak batuan dasarnya, pembagian zona ini dapat dilihat pada Gambar 4.21 berikut ini. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-27

28 Gambar 4.21 Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun ( Sumber : SNI ) Berdasarkan pembagian wilayah gempa pada Gambar 4.21 terlihat bahwa Pulau Kalukalukuang termasuk dalam zona gempa 2. Nilai faktor respon gempa bisa ditentukan berdasarkan grafik berikut ini. Gambar 4.22 Respon spektrum gempa rencana untuk wilayah gempa 2 (Sumber : SNI ) BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-28

29 Dari pembacaan grafik diatas dengan menggunakan asumsi jenis tanah sedang, maka untuk perencanaan diambil nilai Ci 0,38 untuk struktur dermaga dan trestle. Faktor keutamaan (I) = 1 Nilai faktor keutamaan tergantung pada kategori gedung dan bangunan, nilainya diambil berdasarkan peraturan SNI Faktor reduksi (R) = 5,6 Faktor reduksi (R) tergantung pada faktor daktilitas yaitu rasio antara simpangan maksimum struktur akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan dan simpangan struktur saat terjadinya pelelehan pertama. Nilai faktor reduksi di atas ditentukan berdasarkan SNI denagn nilai faktor daktilitas sebesar 3,5 ( kondisi daktail parsial). 5. Beban Tumbukan Kapal dan Pemilihan Fender Dalam menentukan jenis dan mendesain struktur dermaga, diperlukan data-data gaya tumbukan kapal (berthing) dan gaya reaksi fender yang digunakan. Analisis ini dilakukan terhadap kapal terbesar yang akan dilayani dermaga. a. Beban Tumbukan Kapal / Berthing Gaya berthing adalah gaya yang diterima dermaga saat kapal sedang bersandar pada dermaga. Gaya maksimum yang diterima dermaga adalah saat kapal merapat ke derrnaga dan membentur dermaga pada sudut 10 terhadap sisi depan dermaga. Gaya benturan diterima dermaga dan energinya diserap oleh fender pada dermaga. Gaya benturan kapal yang harus ditahan dermaga tergantung pada energi benturan yang diserap oleh sistem fender yang dipasang pada dermaga. Gaya benturan bekerja secara horizontal dan dapat dihitung berdasarkan energi benturan pada tipe fender yang digunakan. Besar energi tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan (OCDI hal 16) sebagai berikut: E f = M s V 2 2 C e C m C s C c Dimana: E f = energi berthing (knm) M s = massa air yang dipindahkan saat kapal berlabuh (ton) V = kecepatan kapal saat membentur dermaga (m/s) C e = koefisien eksentrisitas C m = koefisien massa semu C s = koefisien kekerasan C c = koefisien konfigurasi penambatan BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-29

30 Koefisien Eksentrisitas (C e ) Koefisien eksentrisitas adalah koefisien yang mereduksi energi yang disalurkan ke fender. Dimana : C e l = koefisien eksentrisitas C e 1 = 1+ = jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat berat kapal sampai titik sandar kapal seperti terlihat dalam gambar (m) r = jari-jari putaran di sekeliling pusat berat kapal pada permukaan air, dan diberikan oleh gambar (m) l r 2 Koefisien Masa Semu (C m ) Gambar 4.23 Sudut merapat kapal. Koefisien massa tergantung pada gerakan air di sekeliling kapal, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut : C m = 1+ 2π d x 2C B b C b = L Bd pp BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-30

31 Dimana: C b = block coefficient = volume air yang dipindahkan kapal ( m 3 ) L pp = panjang garis air (m) B d = lebar kapal (m) = bagian kapal yang tengelam (m) Koefisien Softness (C S ) Koefisien softness merupakan koefisien yang mempengaruhi energi bentur yang diserap oleh lambung kapal. Nilai koefisien softness diambil sebesar 1 (OCDI). Koefisien Konfigurasi penambatan (C C ) Koefisien konfigurasi penambatan merupakan koefisien yang diambil dari efek massa air yang terperangkap antara lambung kapal dan sisi dermaga. C c = 1 untuk jenis struktur dermaga dengan pondasi tiang. Gaya Berthing adalah : F Berthing M V s = t Dimana: t = waktu kapal membentur dermaga (detik) = 10 detik M s = massa air yang dipindahkan saat kapal berlabuh (ton) V = kecepatan kapal saat membentur dermaga (m/s) BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-31

32 b. Pemilihan Fender Gambar 4.24 Kondisi berthing kapal. Fender merupakan alat penyangga yang berfungsi sebagai sistem penyerap energi yang diakibatkan benturan kapal yang akan berlayar dan berlabuh dari dan menuju dermaga. Selain untuk melindungi dermaga, fender juga bisa dipasang pada dolphin. Perputaran kapal, angin, arus, mooring ropes, kapal tunda, dan tekanan air dapat mempengaruhi besar kecilnya reaksi pada fender yang tergantung pada arah dan lokasi titik temu antara kapal dengan dermaga (center of percussion). Sesuai dengan fungsinya fender dapat digolongkan kedalam dua kelompok, yaitu: 1. Fender pelindung, berfungsi sebagai bantalan penyerap energi tekan yang terjadi saat benturan kapal dengan dermaga. 2. Fender tekan, merupakan fender yang didesain secara khusus untuk menyerap energi benturan (tekan) yang terjadi saat kapal melakukan manuver untuk berlabuh. Perencanaan fender ini dilakukan dengan kekuatan lebih daripada fender pelindung, karena kemungkinan benturan yang lebih keras akan terjadi pada saat manuver kapal. Beberapa tipe fender yang umum dipakai adalah fender kayu, fender karet, dan fender gravitasi. Fender kayu bisa berupa batang-batang kayu yang dipasang horizontal atau vertikal. Beberapa contoh fender kayu yang ada diantaranya adalah fender kayu gantung, fender kayu tiang pancang dan fender kayu tiang pancang dari besi. Fender karet banyak sekali digunakan sebagai pelindung pada dermaga, dari bentuk yang paling sederhana berupa bekas ban-ban luar mobil sampai yang paling rumit yang diproduksi oleh pabrik pembuat fender seperti Goodyear Tire and Rubber Co., Bridgestone Tire Company, Trellex, dan Sumitomo. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-32

33 Gambar 4.25 Fender kayu gantung. Gambar 4.26 Fender kayu tiang pancang. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-33

34 Gambar 4.27 Fender kayu tiang pancang dari besi profil. Gambar 4.28 Drapped fender. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-34

35 Gambar 4.29 Fender Seibu tipe V. Gambar 4.30 Raykin Fender. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-35

36 Gambar 4.31 Fender gravitasi dari blok beton Gambar 4.32 Fender gravitasi gantung. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-36

37 Dalam penentuan sistem fender terdapat beberapa hal yang menjadi bahan acuan yang dipakai antara lain akan diuraikan pada bagian berikut ini: Penyerapan Energi Fender Energi yang diserap oleh sistem fender dan dermaga biasanya ditetapkan (Triatmodjo, 1996); di mana: F E = energi yang diserap oleh fender (knm) = energi berthing (knm) Setengah energi lainnya diserap oleh kapal dan air. Jarak Antar Fender E F = 2 Jarak maksimum antar fender direncanakan dengan mengacu pada persamaan berikut (Fentek Marine Fendering System): Gambar 4.33 Ilustrasi jarak antar fender. ( δ ) 2 S R R P + + C 2 B B U F R B 2 1 B L OA = * B Dimana: S = jarak antar fender R B = radius bow kapal BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-37

38 P U δ F C = proyeksi fender = defleksi fender = 0,45 * P U = ruang kebebasan Hull Pressure Untuk perencanaan frontal frame, tekanan izin lambung kapal diambil dengan mengacu kepada BS 6349 Part 4, yaitu: Tabel 4.10 Hull pressure Hull Pressures dapat dihitung dengan menggunakan rumus: R P = W2 H 2 P p Dimana P = hull pressure (kn/m 2 ) ΣR = total reaksi fender (N/m) W 2 = lebar panel (m) H 2 = tinggi panel (m) P p = permissible hull pressure / tekanan kontak izin (kn/m 2 ) BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-38

39 Gambar 4.34 Panel fender 6. Beban Mooring Mooring merupakan sistem penambatan kapal dengan tali atau kabel yang diikatkan pada bollard. Pengikatan kapal dengan sistem mooring ini bertujuan mencegah gerakangerakan pada kapal yang berlebihan (heave, yaw, pitch, sway, roll, dan surge) karena gerakan kapal ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan benturan maupun gesekan yang cukup besar. Gaya mooring adalah gaya reaksi dari kapal yang bertambat. Pada prinsipnya gaya mooring merupakan gaya-gaya horisontal yang disebabkan oleh angin dan arus. Sistem mooring ini dianalisa agar mampu mengatasi gaya-gaya akibat kombinasi angin dan arus. BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-39

40 Gambar 4.35 Ilustrasi ukuran kapal Gambar 4.36 Ilustrasi gaya mooring yang bekerja pada kapal (tampak atas) Gambar 4.37 Ilustrasi gaya mooring yang bekerja pada kapal (tampak melintang) BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-40

41 Gambar 4.38 Ilustrasi gaya mooring yang bekerja pada kapal (tampak samping) Metode ini diambil dari BS 6349: part 1: clause 42. Perhitungan beban mooring yang terdiri atas kombinasi pengaruh angin dan arus adalah sebagai berikut : a. Gaya Akibat Angin Angin yang berhembus ke badan kapal yang sedang bertambat akan menyebabkan gerakan kapal. Gerakan kapal tersebut bisa menimbulkan gaya pada dermaga. Besarnya beban gaya akibat angin dapat dihitung sebagai berikut: Arah Transversal F = C * ρ * A * V * TW TW U L W Dimana: C TW = koefisien gaya angin transversal, diambil maksimum dari Gambar 4.39, A L = luas bidang proyeksi longitudinal lambung kapal di atas air, yakni L OA * Freeboard V W = kecepatan angin rencana, diambil kecepatan angin maksimum 1 tahunan. ρ U = massa jenis udara (1,25 kg/m 3 ) Arah Longitudinal F = C * ρ * A * V * LW LW U T W Dimana: C LW = koefisien gaya angin longitudinal, diambil maksimum dari Gambar 4.39, A T = luas bidang proyeksi transversal lambung kapal di atas air, yakni Beam * Freeboard V W = kecepatan angin rencana, diambil kecepatan angin maksimum 1 tahunan. ρ U = massa jenis udara (1,25 kg/m 3 ) BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-41

42 b. Gaya Akibat Arus Arah Transversal F = C * C * ρ * A * V * TC TC CT A L C Gambar 4.39 Koefisien gaya akibat angin Dimana: C TC = koefisien gaya arus transversal, diambil dari Gambar C CT = faktor koreksi kedalaman, diambil dari Gambar A L = luas bidang proyeksi longitudinal lambung kapal di bawah air, yakni L PP * Draft BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-42

43 V c = kecepatan arus rencana pada hasil survei ρ A = massa jenis air laut (1025 kg/m 3 ) Arah Longitudinal F = C * C * ρ * A * V * LC LC CL U T C Dimana: C LC = koefisien gaya arus transversal, diambil maksimum dari Gambar C CL = faktor koreksi kedalaman, diambil dari Gambar A T = luas bidang proyeksi longitudinal lambung kapal di bawah air, yakni Beam * Draft V C = kecepatan arus rencana pada hasil survei ρ A = massa jenis air laut (1025 kg/m 3 ) BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-43

Kriteria Desain LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Bab 4

Kriteria Desain LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Bab 4 LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 4 Kriteria Desain Bab 4 Kriteria Desain Perancangan Dermaga dan Trestle

Lebih terperinci

Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane.

Beban hidup yang diperhitungkan pada dermaga utama adalah beban hidup merata, beban petikemas, dan beban mobile crane. Bab 4 Analisa Beban Pada Dermaga BAB 4 ANALISA BEBAN PADA DERMAGA 4.1. Dasar Teori Pembebanan Dermaga yang telah direncanakan bentuk dan jenisnya, harus ditentukan disain detailnya yang direncanakan dapat

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

Gambar 4.28 Fender Seibu tipe V.

Gambar 4.28 Fender Seibu tipe V. Gambar 4.8 Fender Seibu tipe V. Gambar 4.9 Raykin Fender. 4-36 Gambar 4.30 Fender Gravitasi dari blok beton Gambar 4.31 Fender gravitasi gantung. 4-37 Mengingat energi berthing yang dihasilkan oleh impact

Lebih terperinci

Perancangan Dermaga Pelabuhan

Perancangan Dermaga Pelabuhan Perancangan Dermaga Pelabuhan PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kompetensi mahasiswa program sarjana Teknik Kelautan dalam perancangan dermaga pelabuhan Permasalahan konkret tentang aspek desain dan analisis

Lebih terperinci

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok Julfikhsan Ahmad Mukhti Program Studi Sarjana Teknik Kelautan ITB, FTSL, ITB julfikhsan.am@gmail.com Kata

Lebih terperinci

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Dari analisa Perencanaan Struktur Dermaga Batu Bara Kabupaten Berau Kalimantan Timur, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB VII PENUTUP. Dari analisa Perencanaan Struktur Dermaga Batu Bara Kabupaten Berau Kalimantan Timur, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 225 BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Dari analisa Perencanaan Struktur Dermaga Batu Bara Kabupaten Berau Kalimantan Timur, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari analisa penetapan tata

Lebih terperinci

TATA LETAK DAN DIMENSI DERMAGA

TATA LETAK DAN DIMENSI DERMAGA TATA LETAK DAN DIMENSI DERMAGA Perhitungan tiang pancang dermaga & trestle: Dimensi tiang pancang Berdasarkan dari Technical Spesification of Spiral Welded Pipe, Perusahaan Dagang dan Industri PT. Radjin,

Lebih terperinci

Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat

Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat PROYEK AKHIR Diperlukannya dermaga untuk fasilitas unloading batubara yang dapat memperlancar kegiatan unloading batubara. Diperlukannya dermaga yang dapat menampung kapal tongkang pengangkut batubara

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA PETI KEMAS TELUK LAMONG TANJUNG PERAK SURABAYA JAWA TIMUR

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA PETI KEMAS TELUK LAMONG TANJUNG PERAK SURABAYA JAWA TIMUR PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA PETI KEMAS TELUK LAMONG TANJUNG PERAK SURABAYA JAWA TIMUR Faris Muhammad Abdurrahim 1 Pembimbing : Andojo Wurjanto, Ph.D 2 Program Studi Sarjana Teknik Kelautan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung

TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya angkat keatas. Pondasi tiang juga digunakan untuk mendukung II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Pondasi Tiang digunakan untuk mendukung bangunan yang lapisan tanah kuatnya terletak sangat dalam, dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang... I-1 1.2. Permasalahan... I-2 1.3. Maksud dan tujuan... I-2 1.4. Lokasi studi... I-2 1.5. Sistematika penulisan... I-4 BAB II DASAR TEORI 2.1. Tinjauan

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL / NOTASI

DAFTAR SIMBOL / NOTASI DAFTAR SIMBOL / NOTASI A : Luas atau dipakai sebagai koefisien, dapat ditempatkan pada garis bawah. ( m ; cm ; inci, dsb) B : Ukuran alas lateral terkecil ( adakalanya dinyatakan sebagai 2B ). ( m ; cm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sketsa Pembangunan Pelabuhan di Tanah Grogot Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sketsa Pembangunan Pelabuhan di Tanah Grogot Provinsi Kalimantan Timur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Tanah Grogot berada di Kabupaten Grogot Utara, Provinsi Kalimantan Timur. Pembangunan Pelabuhan di Tanah Grogot dilaksanakan pada tahun 1992 kemudian dikembangkan

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan / maritim, peranan pelayaran adalah sangat penting bagi kehidupan sosial, ekonomi, pemerintahan, pertahanan / keamanan, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG. Gambar 1.1 Pulau Obi, Maluku Utara

BAB I PENDAHULUAN D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG. Gambar 1.1 Pulau Obi, Maluku Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terkenal dengan kekayaan alamnya. Salah satu kekayaan tersebut yaitu nikel. Nikel adalah hasil tambang yang bila diolah dengan

Lebih terperinci

Gambar 5.83 Pemodelan beban hidup pada SAP 2000

Gambar 5.83 Pemodelan beban hidup pada SAP 2000 Beban Gelombang Gambar 5.83 Pemodelan beban hidup pada SAP 2000 Beban Gelombang pada Tiang Telah dihitung sebelumnya, besar beban ini adalah 1,4 ton dan terdistribusi dengan bentuk segitiga dari seabed

Lebih terperinci

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi

Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi Perencanaan Detail Pembangunan Dermaga Pelabuhan Petikemas Tanjungwangi Kabupaten Banyuwangi Disampaikan Oleh : Habiby Zainul Muttaqin 3110100142 Dosen Pembimbing : Ir. Dyah Iriani W, M.Sc Ir. Fuddoly,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL STRUKTUR DAN REKLAMASI PELABUHAN PARIWISATA DI DESA MERTASARI - BALI OLEH : SIMON ROYS TAMBUNAN 3101.100.105 PROGRAM SARJANA (S-1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP Kesimpulan 213 BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Dari analisa Perencanaan Struktur Baja Dermaga Batu Bara Meulaboh Aceh Barat provinsi DI Aceh, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari analisa penetapan

Lebih terperinci

ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ABSTRAK

ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ABSTRAK ANALISIS DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA TIPE WHARF DI PPI TEMKUNA NTT AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT Adhytia Pratama 0721020 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D ABSTRAK Moda transportasi laut memegang peranan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA UMUM MAKASAR - SULAWESI SELATAN

PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA UMUM MAKASAR - SULAWESI SELATAN PERENCANAAN STRUKTUR DERMAGA UMUM MAKASAR - SULAWESI SELATAN LOKASI STUDI PERUMUSAN MASALAH Diperlukannya dermaga umum Makasar untuk memperlancar jalur transportasi laut antar pulau Diperlukannya dermga

Lebih terperinci

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

Bab 6 DESAIN PENULANGAN Bab 6 DESAIN PENULANGAN Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan 6.1 Teori Dasar Perhitungan Kapasitas Lentur

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE PROSIDING 20 13 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Tamalanrea

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013 OLEH : DHIMAS AKBAR DANAPARAMITA / 3108100091 DOSEN PEMBIMBING : IR. FUDDOLY M.SC. CAHYA BUANA ST.,MT. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT

ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT ANALISIS PERUBAHAN DEFLEKSI STRUKTUR DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT Daniel Rivandi Siahaan 1 dan Olga Pattipawaej 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof. drg. Suria Sumatri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mendistribusikan hasil bumi dan kebutuhan lainnya. dermaga, gudang kantor pandu dan lain-lain sesuai peruntukannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. mendistribusikan hasil bumi dan kebutuhan lainnya. dermaga, gudang kantor pandu dan lain-lain sesuai peruntukannya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang mempunyai lebih dari 3.700 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km. Sebagai wilayah kepulauan, transportasi laut menjadi

Lebih terperinci

Beban ini diaplikasikan pada lantai trestle sebagai berikut:

Beban ini diaplikasikan pada lantai trestle sebagai berikut: Beban ini diaplikasikan pada lantai trestle sebagai berikut: Gambar 5.34a Pemodelan Beban Pelat pada SAP 2000 untuk pengecekan balok Namun untuk mendapatkan gaya aksial pada tiang dan pile cap serta untuk

Lebih terperinci

4.1. DEFINISI DASAR 4.2. FASILITAS UTAMA DAN FASILITAS DASAR PERAIRAN

4.1. DEFINISI DASAR 4.2. FASILITAS UTAMA DAN FASILITAS DASAR PERAIRAN BAB 4. FASILITAS PELABUHAN 4.1. DEFINISI DASAR Secara umum yang dimaksud sebagai fasilitas dasar atau infrastruktur pelabuhan adalah struktur konstruksi bangunan yang menunjang kegiatan pelabuhan yang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB 4 ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Asumsi dan Batasan Seperti yang telah disebutkan pada bab awal tentang tujuan penelitian ini, maka terdapat beberapa asumsi yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN JEMBATAN PANTAI HAMBAWANG - DS. DANAU CARAMIN CS A. DATA SLAB LANTAI JEMBATAN Tebal slab lantai jembatan t s = 0.35 m Tebal trotoar t t = 0.25 m Tebal lapisan aspal + overlay

Lebih terperinci

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak TUGAS AKHIR RC-09 1380 Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak Penyusun : Made Peri Suriawan 3109.100.094 Dosen Pembimbing : 1. Ir. Djoko Irawan MS, 2.

Lebih terperinci

Desain Dermaga Curah Cair Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu

Desain Dermaga Curah Cair Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu Desain Dermaga Curah Cair Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu Malvin Hariyanto Kurniawan Program Studi Sarjana Teknik Kelautan, FTSL, ITB malvin1341991@yahoo.com Kata Kunci: Desain, Dermaga, Curah Cair, Dolphin

Lebih terperinci

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI BEBAN JEMBATAN AKSI TETAP AKSI LALU LINTAS AKSI LINGKUNGAN AKSI LAINNYA AKSI KOMBINASI FAKTOR BEBAN SEMUA BEBAN HARUS DIKALIKAN DENGAN FAKTOR BEBAN YANG TERDIRI DARI : -FAKTOR BEBAN KERJA -FAKTOR BEBAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

Evaluasi Struktur Atas Dermaga DWT terhadap Berbagai Zona Gempa berdasarkan Pedoman Tata Cara Perencanaan Pelabuhan Tahun 2015

Evaluasi Struktur Atas Dermaga DWT terhadap Berbagai Zona Gempa berdasarkan Pedoman Tata Cara Perencanaan Pelabuhan Tahun 2015 Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2016 Evaluasi Struktur Atas Dermaga 1.000 DWT terhadap Berbagai Zona Gempa berdasarkan Pedoman Tata

Lebih terperinci

2.1.2 American Association ofstate Highway and Transportation 7

2.1.2 American Association ofstate Highway and Transportation 7 DAFTAR ISI Lembar Judul I Lembar Pengesahan Motto Kata Pengantar Daftar Isi iii Iv vi DaftarTabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Daftar Notasi xiii xv xvi BAB IPENDAHULUAN l.llatarbelakang BAB 1.2 Tujuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH

KAJIAN KINERJA DAN PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN MORODEMAK JAWA TENGAH 127 BAB III 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan dan Desain Pelabuhan Pelabuhan sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal dikehendaki merupakan suatu tempat yang terlindung dari gerakan gelombang laut, sehingga bongkar

Lebih terperinci

PERENCANAAN TIANG PANCANG UNTUK MOORING DOLPHIN PADA DERMAGA

PERENCANAAN TIANG PANCANG UNTUK MOORING DOLPHIN PADA DERMAGA PERENCANAAN TIANG PANCANG UNTUK MOORING DOLPHIN PADA DERMAGA (Studi Kasus : Dermaga Penyebrangan Mukomuko, Bengkulu) oleh : Muhamad Ramadhan Y 1, Hikmad Lukman 2, Wagisam 3 Abstrak Mooring dolphin adalah

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR Penyusunan RKS Perhitungan Analisa Harga Satuan dan RAB Selesai Gambar 3.1 Flowchart Penyusunan Tugas Akhir BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR 4.1 Data - Data Teknis Bentuk pintu air

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Beban Gempa 3.1.1 Klasifikasi Situs Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI 03-2847-2002 ps. 12.2.7.3 f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan BAB III A cv A tr b w d d b adalah luas bruto penampang beton yang

Lebih terperinci

3.1.2 Jenis Kapal Ferry

3.1.2 Jenis Kapal Ferry BAB III DERMAGA FERRY 3.1 KAPAL FERRY 3.1.1 Umum Kapal ferry merupakan salah satu moda transportasi laut yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan kapal ferry relatif lebih cepat dibandingkan moda

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 5 Pemodelan SAP Bab 5 Pemodelan SAP Perancangan Dermaga dan Trestle

Lebih terperinci

Gambar 4.40 Koefisien gaya akibat arus

Gambar 4.40 Koefisien gaya akibat arus Gambar 4.40 Koeisien gaa akibat arus BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-44 Gambar 4.41 Koeisien koreksi kedalaman akibat arus BAB 4 KRITERIA DESAIN 4-45 Gaa Mooring Total Gaa Mooring sejajar as kapal (longitudinal)

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 6 BAB II 2.1 Tinjauan Umum Pada bab ini dibahas mengenai gambaran perencanaan dan perhitungan yang akan dipakai pada perencanaan pelabuhan ikan di Kendal. Pada perencanaan tersebut digunakan beberapa metode

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata (S-1) Pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik

Lebih terperinci

OPTIMASI FENDER PADA STRUKTUR DERMAGA ABSTRAK

OPTIMASI FENDER PADA STRUKTUR DERMAGA ABSTRAK OPTIMASI FENDER PADA STRUKTUR DERMAGA Yanuar Budiman NRP : 0221027 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Kapal sebagai sarana pelayaran mempunyai peran sangat penting dalam sistem angkutan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²). DAFTAR NOTASI A cp Ag An Atp Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm²). Luas bruto penampang (mm²). Luas bersih penampang (mm²). Luas penampang tiang pancang (mm²). Al Luas total tulangan

Lebih terperinci

Trestle : Jenis struktur : beton bertulang, dengan mtu beton K-300. Tiang pancang : tiang pancang baja Ø457,2 mm tebal 16 mm dengan panjang tiang

Trestle : Jenis struktur : beton bertulang, dengan mtu beton K-300. Tiang pancang : tiang pancang baja Ø457,2 mm tebal 16 mm dengan panjang tiang BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP 8.1. KESIMPULAN Dari hasil Perencanaan Pembangunan Dermaga Pangkalan TNI Angkatan Laut Tarakan - Kalimantan Timur yang meliputi : analisa data, perhitungan reklamasi,

Lebih terperinci

Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga

Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga Kebutuhan LNG dalam negeri semakin meningkat terutama sebagai bahan bakar utama kebutuhan rumah tangga (LPG). Kurangnya receiving terminal sehingga pemanfaatannya LNG belum optimal khususnya di daerah

Lebih terperinci

Oleh: Yulia Islamia

Oleh: Yulia Islamia Oleh: Yulia Islamia 3109100310 Pendahuluan Kebutuhan global akan minyak bumi kian meningkat Produksi minyak mentah domestik makin menurun PT.Pertamina berencana untuk meningkatkan security energi Diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur bangunan bertingkat tinggi memiliki tantangan tersendiri dalam desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG Olga Catherina Pattipawaej 1, Edith Dwi Kurnia 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1.

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 1. LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan Bab 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe

Lebih terperinci

DESAIN STRUKTUR DERMAGA CURAH CAIR CPO PELINDO 1 DI PELABUHAN KUALA TANJUNG, MEDAN, SUMATERA UTARA

DESAIN STRUKTUR DERMAGA CURAH CAIR CPO PELINDO 1 DI PELABUHAN KUALA TANJUNG, MEDAN, SUMATERA UTARA DESAIN STRUKTUR DERMAGA CURAH CAIR CPO PELINDO 1 DI PELABUHAN KUALA TANJUNG, MEDAN, SUMATERA UTARA Rida Desyani Program Studi Sarjana Teknik Kelautan FTSL, ITB ri_desyani@yahoo.com Kata Kunci : Dermaga,

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS HIDRO OSEANOGRAFI DAN DESAIN DERMAGA DEAD WEIGHT TON (DWT) DI TERMINAL UNTUK KEPENTIGAN SENDIRI (TUKS)

TUGAS AKHIR ANALISIS HIDRO OSEANOGRAFI DAN DESAIN DERMAGA DEAD WEIGHT TON (DWT) DI TERMINAL UNTUK KEPENTIGAN SENDIRI (TUKS) TUGAS AKHIR ANALISIS HIDRO OSEANOGRAFI DAN DESAIN DERMAGA 40.000 DEAD WEIGHT TON (DWT) DI TERMINAL UNTUK KEPENTIGAN SENDIRI (TUKS) PT. KRAKATAU STEEL (Persero) Tbk. Diajukan sebagai syarat untuk meraih

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

DESAIN STRUKTUR PERPANJANGAN DERMAGA B CURAH CAIR PELINDO I DI PELABUHAN DUMAI, RIAU

DESAIN STRUKTUR PERPANJANGAN DERMAGA B CURAH CAIR PELINDO I DI PELABUHAN DUMAI, RIAU DESAIN STRUKTUR PERPANJANGAN DERMAGA B CURAH CAIR PELINDO I DI PELABUHAN DUMAI, RIAU Shinta Ayuningtyas Program Studi Teknik Kelautan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Pantai Sanur, Dermaga, Marina, Speedboat

ABSTRAK. Kata kunci: Pantai Sanur, Dermaga, Marina, Speedboat ABSTRAK Pantai Sanur selain sebagai tempat pariwisata juga merupakan tempat pelabuhan penyeberangan ke Pulau Nusa Penida. Namun sampai saat ini, Pantai Sanur belum memiliki dermaga yang berakibat mengganggu

Lebih terperinci

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC A. DATA VOIDED SLAB PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC Lebar jalan (jalur lalu-lintas) B 1 = 7.00 m Lebar trotoar B 2 = 0.75 m Lebar total

Lebih terperinci

DESAIN STRUKTUR JETTY DI PELABUHAN PENAJAM PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ABSTRAK

DESAIN STRUKTUR JETTY DI PELABUHAN PENAJAM PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ABSTRAK DESAIN STRUKTUR JETTY DI PELABUHAN PENAJAM PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Gemma Duke Satrio NRP: 1021018 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Indonesia merupakan negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Danau 2.1.1 Definisi Pelabuhan Dan Fungsinya Sesuai UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pelabuhan Danau merupakan fasilitas publik yang melayani kebutuhan angkutan

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM Tahap awal adalah pemodelan struktur berupa desain awal model, yaitu menentukan denah struktur. Kemudian menentukan dimensi-dimensi elemen struktur yaitu balok, kolom dan dinding

Lebih terperinci

KAJIAN KEDALAMAN MINIMUM TIANG PANCANG PADA STRUKTUR DERMAGA DECK ON PILE

KAJIAN KEDALAMAN MINIMUM TIANG PANCANG PADA STRUKTUR DERMAGA DECK ON PILE KAJIAN KEDALAMAN MINIMUM TIANG PANCANG PADA STRUKTUR DERMAGA DECK ON PILE Arya Anandika 1 dan Andojo Wurjanto 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

Bab 3 Desain Layout Dermaga BAB 3 DESAIN LAYOUT DERMAGA Pengertian Dermaga dan Pelabuhan

Bab 3 Desain Layout Dermaga BAB 3 DESAIN LAYOUT DERMAGA Pengertian Dermaga dan Pelabuhan Bab 3 Desain Layout Dermaga BAB 3 DESAIN LAYOUT DERMAGA 3.1. Pengertian Dermaga dan Pelabuhan Pengertian dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan menambatkan kapal yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Menurut Triatmodjo (1996) pelabuhan (port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Abstrak... iv Daftar Isi... v Daftar Tabel... x Daftar Gambar...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Abstrak... iv Daftar Isi... v Daftar Tabel... x Daftar Gambar... DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan.... ii Kata Pengantar..... iii Abstrak.......... iv Daftar Isi.... v Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...... 1

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan Bab 7 DAYA DUKUNG TANAH Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On ile di ulau Kalukalukuang rovinsi Sulawesi Selatan 7.1 Daya Dukung Tanah 7.1.1 Dasar Teori erhitungan

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

BAB II PERATURAN PERENCANAAN BAB II PERATURAN PERENCANAAN 2.1 Klasifikasi Jembatan Rangka Baja Jembatan rangka (Truss Bridge) adalah jembatan yang terbentuk dari rangkarangka batang yang membentuk unit segitiga dan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelabuhan perikan merupakan salah satu pelabuhan yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelabuhan perikan merupakan salah satu pelabuhan yang banyak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikan merupakan salah satu pelabuhan yang banyak terdapat di indonesia, hampir semua wilayah perairan indonesia

Lebih terperinci

Berat sendiri balok. Total beban mati (DL) Total beban hidup (LL) Beban Ultimate. Tinjau freebody diagram berikut ini

Berat sendiri balok. Total beban mati (DL) Total beban hidup (LL) Beban Ultimate. Tinjau freebody diagram berikut ini Berat sendiri balok. q = γ b h balok beton 3 qbalok 2,4 ton / m 0,6 m 0,6 m q balok = = 0,864 ton / m Total beban mati (DL) DL = q + q + q balok pelat pilecap DL = 0,864 ton/ m + 1,632 ton / m + 6,936

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

ANALISA DINAMIK DAN DESAIN DONUT FENDER DI TELUK BINTUNI

ANALISA DINAMIK DAN DESAIN DONUT FENDER DI TELUK BINTUNI ANALISA DINAMIK DAN DESAIN DONUT FENDER DI TELUK BINTUNI ZULKIFLI NUR KURNIAWAN 1 PEMBIMBING : MUSLIM MUIN, Ph.D 2 Program Studi Sarjana Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi

Lebih terperinci

Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik

Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal DWT di Wilayah Pengembangan PT. Petrokimia Gresik Perencanaan Dermaga Curah Cair untuk Kapal 30.000 DWT di Wilayah Pengembangan PT Eka Prasetyaningtyas, Cahya Buana,Fuddoly, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

SNI XXXX:XXXX. Standar Nasional Indonesia. Car terminal. Badan Standardisasi Nasional

SNI XXXX:XXXX. Standar Nasional Indonesia. Car terminal. Badan Standardisasi Nasional SNI XXXX:XXXX Standar Nasional Indonesia Car terminal ICS XX.XXXX Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar Isi...i Prakata... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Jakarta adalah ibukota negara republik Indonesia yang memiliki luas sekitar 661,52 km 2 (Anonim, 2011). Semakin banyaknya jumlah penduduk maka

Lebih terperinci

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT A. DATA BOX CULVERT h1 ta c ts d H h2 h3 L DIMENSI BOX CULVERT 1. Lebar Box L = 5,00 M 2. Tinggi Box H = 3,00 M 3. Tebal Plat Lantai h1 = 0,40 M 4. Tebal Plat Dinding h2 = 0,35 M 5. Tebal Plat Pondasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Abutmen merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Adapun fungsi abutmen ini antara lain : Sebagai perletakan

Lebih terperinci

Soal :Stabilitas Benda Terapung

Soal :Stabilitas Benda Terapung TUGAS 3 Soal :Stabilitas Benda Terapung 1. Batu di udara mempunyai berat 500 N, sedang beratnya di dalam air adalah 300 N. Hitung volume dan rapat relatif batu itu. 2. Balok segi empat dengan ukuran 75

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

PERENCANAAN DERMAGA CURAH UREA DI KOTA BONTANG, KALIMANTAN TIMUR. Putri Arifianti

PERENCANAAN DERMAGA CURAH UREA DI KOTA BONTANG, KALIMANTAN TIMUR. Putri Arifianti PERENCANAAN DERMAGA CURAH UREA DI KOTA BONTANG, KALIMANTAN TIMUR Putri Arifianti 3108100046 BAB I Pendahuluan BAB III Analisa Data BAB IV Kriteria Desain BAB V Evaluasi Layout BAB VI Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDRA TELUK BUNGUS

PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDRA TELUK BUNGUS PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDRA TELUK BUNGUS Bangun Fiqri Utama Lubis 1 dan Prof. Dr. Ir Hang Tuah Salim, M.Oc.E 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENAMBAHAN KAPASITAS DERMAGA OIL JETTY PLTU PAITON DARI 8000 DWT MENJADI DWT

STUDI EVALUASI PENAMBAHAN KAPASITAS DERMAGA OIL JETTY PLTU PAITON DARI 8000 DWT MENJADI DWT TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENAMBAHAN KAPASITAS DERMAGA OIL JETTY PLTU PAITON DARI 8000 DWT MENJADI 30000 DWT HERI SUPRIYANTO NIM NIM : 03104051 Dosen Pembimbing : SAPTO BUDI WASONO, ST. MT ROBY SISWANTO,

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cd = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas bruto

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH David Bambang H NRP : 0321059 Pembimbing : Daud Rachmat W., Ir., M.Sc. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Definisi Jembatan merupakan satu struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Ia dibangun untuk membolehkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI DAFTAR ISI ALAMAN JUDUL... i ALAMAN PENGESAAN... ii PERSEMBAAN... iii ALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMBANG... xiii INTISARI...

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Bangunan tanggul pemecah gelombang secara umum dapat diartikan suatu bangunan yang bertujuan melindungi pantai, kolam pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap

Lebih terperinci

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA Yonatan Tua Pandapotan NRP 0521017 Pembimbing :Ir Daud Rachmat W.,M.Sc ABSTRAK Sistem struktur pada gedung bertingkat

Lebih terperinci

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Kementerian Pekerjaan Umum 1 KERUSAKAN 501 Pengendapan/Pendangkalan Pengendapan atau pendangkalan : Alur sungai menjadi sempit maka dapat mengakibatkan terjadinya afflux

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA II-1

BAB II STUDI PUSTAKA II-1 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. UMUM Dalam perencanaan suatu pekerjaan konstruksi dibutuhkan dasar-dasar perencanaan agar dapat diketahui spesifikasi yang menjadi acuan dalam perhitungan dan pelaksanaan pekerjaan

Lebih terperinci

struktur dinding diafragma adalah dengan menjaga agar jangan sampai

struktur dinding diafragma adalah dengan menjaga agar jangan sampai BABV PEMBAHASAN 5.1 Stabilitas Parit Dengan melihat metoda pelaksanaan struktur dinding diafragma, jelas bahwa pada prinsipnya untuk menjaga keamanan pelaksanaan struktur dinding diafragma adalah dengan

Lebih terperinci

Perencanaan Detail Jetty LNG DWT Di Perairan Utara Kabupaten Tuban

Perencanaan Detail Jetty LNG DWT Di Perairan Utara Kabupaten Tuban JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perencanaan Detail Jetty LNG 30.000 DWT Di Perairan Utara Kabupaten Tuban Niko Puspawardana, Dyah Iriani Ir.,M.Sc, Cahya Buana, ST., MT. Jurusan Teknik

Lebih terperinci