BAB VI Kromatografi Gas Gas Liquid Chromatography (GLC) (=GC)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI Kromatografi Gas Gas Liquid Chromatography (GLC) (=GC)"

Transkripsi

1 BAB VI Kromatografi Gas Gas Liquid Chromatography (GLC) (=GC) Pendahuluan Campuran benzen (td.80,1 C) dan sikloheksan (80,8 C) tidak dapat dipisahkan dengan cara destilasi fraksi, sedangkan kromatografi gas kedua senyawa itu mudah dipisahkan hanya dalam waktu beberapa menit saja. Senyawa-senyawa yang mudah menguap mudah dipisahkan dengan cara kromatografi gas. Alat ini dapat dioperasikan hingga suhu 400 C, sehingga sampel dapat dianalisis pada suhu tersebut dengan syarat komponen atau senyawa penyusunnya tidak rusak. Untuk senyawa yang sukar menguap (mempunyai titik didih tinggi) dapat dibuat menjadi rurunannya (derivatisasi) yang mudah menguap misalnya dibuat bentuk esternya, dengan demikian senyawa tersebut dapat dianalisis dengan kromatografi gas. Selain waktu yang diperlukan untuk pemisahan relatif singkat, kolom kromatografi gas dapat digunakan berulang-ulang asal perawatannya benar. Peralatan dan cara kerja alat Peralatan kromatografi gas (Gambar 3) merupakan si stem tertutup sejak dari gas pembawa, pemasukan sampel {injection port) hingga masuk kedalam kolom. Setelah sampai ke detektor baru berhubungan dengan udara luar.

2 Keterangan 1. Silinder gas pembawa 2. Pengatur tekanan (laju aliran gas) 3. Tempat injeksi 4. Tabung kolom 5. Detektor 6. Amplifier elektronik 7. Rekorder 8. Termostat Gambar: 3, Diagram Kromatografi Gas Cara kerja alat 1. Sebelum dioperasikan, instrumen diperiksa; apakah kolomnya sudah sesuai yang diinginkan. Apakah septum di injection port masih baik tidak bocor. Apakah detektor sudah terpasang sesuai yang dikehendaki, dll. 2. Aliran gas dimulai dengan kecepatan alir yang rendah dengan membuka katup utama dan sekunder pada tanki gas pembawa hingga menunjukkan jarum 15 psi, ini memungkinkan aliran gas pembawa 2-5 ml/menit untuk kolom paking atau 0,5 ml/menit untuk kolom kapiler. Selanjutnya diperiksa ada tidaknya kebocoran gas pada sambungan ke kolom dan keluar kolom menggunakan semprotan sabun. 3. Kolom dipanaskan hingga suhu awal yang dikehendaki, suhu detektor diatur C lebih tinggi dari suhu kolom, demikian juga suhu injection port. 4. Kecepatan (laju) aliran gas kemudian dinaikkan hingga ml/menit kolom paking kolom atau hingga dicapai kecepatan alir gas optimum.

3 5. Bila digunakan Detektor ionisasi nyala perlu diperhatikan adanya gas hidrogen dan udara yang mengalir ke detektor tersebut. 6. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap, volume sampel yang diinjeksikan tergantung jenis detektor yang digunakan. ( TCD=>10 µl, FID= 1-10 )µl, BCD =0,1-5 µl. dengan micro syringe) Selama elusi yaitu selama perjalanan sampel dari injection port hingga detektor, jika suhu kolom dipertahankan tetap, maka elusi demikian disebut Elusi isotermal. Sedangkan Elusi dengan suhu terprogram (temperature programming) (Gambar 9) adalah selama elusi suhu kolom diatur naik bertahap dengan kecepatan tertentu, atau diatur naik pada suhu tertentu kemudian dan ditahan suhunya. (linier dan kenaikan divariasikan). 7. Signal dari detektor ini akan direkam sebagai kromatogram pada rekorder sederhana atau yang diolah mikroprosesor ditampilkan pada layar monetor. Pada kromatogram yang ditampilkan oleh mikroprosesor sekaligus dapat diketahui kadar tiap komponen.

4 Gambar : 4, Kromatogram (g/c) dari campuran hidrokarbon (n-pentana, n- heksana, n-heptana, 1-oktena, dekana, 1-dodekena, 1-tetradokena) (a). Kromatogram isotermal pada 168 C (b). Kromatogram temperatur terprogram C kenaikan suhu 5,8 C/min Uraian Bagian-bagian Penting Kromatografi Gas : Fase diam (cair diam) (stationary Phase) Syarat: - tak mudah menguap - tahan panas - dapat digunakan ulang - inert terhadap sample - mempunyai harga K yang sedang

5 Contoh fase diam dan kegunaan untuk analisis golongan senyawa serta polaritas dan suhu maksimum operasi yang diizinkan di senaraikan pada Tabel 8 berikut. Tabel: 8, Jenis Fase Diam dan Penggunaannya Fase diam Golongan sample Polaritas Temp. Max. Squalen hidrokarbon non polar 125 C Apiezon L Hidrokarbon, ester, non polar 300 C Metil silikon eter Steroid, pestisida, non polar 300 C Dionil ptalat alkaloida ester Semua jenis semi polar 175 C Dietilenglikolsuksinat Ester polar 200 C Carbowax 20M Alkohol, amina aromatik, keton polar 250 C Fase diam disalutkan pada permukaan zat padat pendukung untuk kemudian ditempatkan ke dalam kolom kromatografi, yang kemudian disebut packed column chromatography (kolom paking). Untuk keperluan ini tersedia di pasaran dan dijual misalnya 5% OV 17 pada chromosorb P. Sedangkan pada kolom kapiler fase diam ini disalutkan pada dinding kolom sebelah dalam dengan ketebalan tertentu. Kolom kromatografi Bahan dibuat dari logam atau gelas Ada dua jenis kolom : Kolom paking (packed column) dan kolom kapiler (open tubular) Kolom paking dapat dibedakan : paking konvensional dan paking menggunakan porous layer bead. Panjang kolom hingga 6 feet dan diameter 1/8 inci. Contoh : 5% OV 101 pada 80/100 chromosorb.

6 Kolom kapiler disebut juga Gollay column Bahan yang dibuat sama dengan kolom paking. Panjang hingga 30 M, diameter dalam 0,53 mm dan tebal lapisan fase diam 0,88 µm. Pelapisan fase diam ini dapat dibedakan : Porous layer open tube dan -wall coated open tube. Zat Padat Pendukung (solid support material) = penyangga Fungsi penyangga adalah untuk menyediakan tempat fase diam cair. Syarat -syaratnya adalah : permukaan penyangga harus inert, tidak menyerap fase diam cair, tahan gilingan, bentuk teratur, ukurannya sama seragam ( µm atau60-120mesh). Bahan zat padat pendukung dapat dibedakan : a. Tanah diatomae : terdiri dari bata merah untuk sample non polar dan bahan bantu saring untuk sample polar. b. Polimer fluorocarbon : untuk sample sangat polar. Diatomae segolongan dengan silika, maka permukaan bahan ini terdapat gugus OH, oleh karena itu perlu dinonaktifkan (direaksikan) dengan : trimetil klorosilan atau heksa metil disilizan. Bila penyangga ini tidak dinon aktifkan dan penyalutan dengan fase diam tidak sempurna, maka ada gugus OH yang dapat kontak langsung dengan molekul sample, terjadi interaksi adsorpsi. Hal ini mengakibatkan sample tertahan lebih lama dan dilepas sedikit demi-sedikit sehingga memberikan puncak berekor (tailing). Pada kolom yang telah lama digunakan kemungkinan kerusakan karena fase diamnya menguap atau karena penyangga ini remuk, maka ada teknik yang disebut priming, yaitu menginjeksikan beberapa kali sample yang paling polar dengan maksud permukaan OH itu dapat mengikat

7 molekul yang polar, sehingga jenuh. Dengan demikian untuk penyuntikan berikutnya permukaan OH itu sudah di nonaktifkan oleh sample yang terpolar tadi. Contoh beberapa jenis zat padat pendukung serta penggunaanya untuk kolom dapat dilihat pada label 9. Tabel: 9, Jenis zat padat pendukung dan pemakaiannya No Jenis Nama Pemakaian kolom 1 Turunan Bata merah Chromasorb P Senyawa non polar Gas Chrom R 2. Turunan Diatomae Chromosorb W Senyawa polar Gas Chrom Q Supelcoport Anakron ABS 3. Ayakan molekul Carbo sieve Analisis gas Ayakan jenis 5 A 4. Polimer berpori Porapak Senyawa sangat polar Chromosorb Fase gerak (carrier gas =gas pembawa) Syarat: - tak reaktif - murni / kering, kalau tidak murni akan berpengaruh pada detektor, terjadinya signal latar belakang. - dapat disimpan dalam tanki tekanan tinggi (merah - hidrogen, abu- N 2 ) Pemilihan gas pembawa bergantung pada detektor yang dipakai, berikut pada Tabel 10 diberikan nama gas pembawa beserta detektor yang sesuai dan kepekaan mendeteksi komponen.

8 Tabel: 10, Gas Pembawa dan Jenis Detektor yang Sesuai No. Gas Pembawa Detektor Kepekaan (g) 1. Hidrogen TCD (Thermal Conductivity Detector) 2. Helium TCD FID {Flame lonization Detector) Photo lonization Detector Flame Photometric Detector Nitrogen BCD (Electron Capture Detector) FED Photo lonization Detector Argon FID 5. Argon + Metana BCD Detektor Perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak yang membawa komponen hasil pemisahan. Komponen dideteksi, selanjutnya signal itu dikirimkan ke rekorder yang kemudian disajikan sebagai data (kromatogram ). Sekarang banyak jenis detektor yang digunakan, namun disini hanya dibahas tiga detektor yang umum dan banyak digunakan. 1. Detektor hantaran panas (TCD) Thermal Conductivity Detector Panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke benda lain di sekelilingnya yang suhunya lebih rendah. Kecepatan penghantaran panas ini tergantung susunan gas yang mengelilinginya. Jadi setiap gas mempunyai daya hantar panas yang kecepatan tergantung fungsi dari laju pergerakan molekul gas. Pergerakan molekul gas ini juga merupakan fungsi dari berat molekul gas. Maka gas yang mempunyai BM rendah mempunyai daya hantar lebih baik. Jika ada komponen / senyawa yang dibawa fase gerak masuk kedalam detektor, karena BM senyawa biasanya tinggi maka daya hantar menjadi turun. Di dalam detektor itu (Gambar 5) dipasang filamen yang dibuat dari platina atau campuran logam tungsten-rhenium yang tahan panas hingga 400 C (mirip dengan lampu pijar wolfram). Filamen ini juga diletakkan pada aliran fase gerak

9 sebelum memasuki tempat penginjeksian sample, digunakan sebagai pembanding. Gawai/filamen ini dialiri listrik untuk memanaskannya. Kedua filamen ini Gambar 5, Diagram detektor TCD dihubungkan dengan rangkaian listrik yang disebut jembatan Wheatstone, untuk menyeimbangkan arus listrik. Bila molekul sample masuk kedalam detector maka menurunkan daya hantar panas, akibatnya filamen menjadi lebih panas (suhu mejadi lebih tinggi) yang menyebabkan naiknya tahanan sehingga menurunkan arus listrik. Perbedaan arus listrik inilah dikirimkan ke rekorder atau sistim pengolah data yang kemudian ditampilkan sebagai kromatogram. Secara teoritis TCD ini memberi keuntungan bahwa komponen yang dideteksi tidak rusak, sehingga memungkinkan komponen dikumpulkan untuk analisis lebih lanjut. TCD termasuk detektor konsentr-asi, semua molekul yang melewatinya diukur jumlahnya, tidak tergantung laju aliran fase gerak. 2. Detektor lonisasi Nyala (FID) Flame lonization Detector Pada dasarnya senyawa organik bila dibakar akan terurai menjadi pecahan sederhana bermuatan positif (C + ). Pecahan ini menaikan daya hantar disekitar nyala, dimana telah dipasang elektroda. Ion organik akan

10 menuju elektroda menyebabkan meningkatnya arus listrik yang diteruskan ke amplifier dan akhirnya ke rekorder. Gambar 6: Diagram Detektor FID 3. Detektor tangkap electron (BCD) Electron Capture Detector Detektor ini dilengkapi dengan sumber sinar p radio aktif yaitu tritium ( 3 H) atau 36 Ni yang ditempatkan diantara dua elektroda. (Gambar: 7) Tegangan listrik tetap dipasang antara katoda ke anoda tidak terlalu tinggi, antara volt. Dasar kerja detector ini adalah : penangkapan electron oleh senyawa yang mempunyai afmitas terhadap electron bebas, yaitu senyawa yang mempunyai unsur-unsur elektronegatif. Gambar: 7, Diagram Detektor Tangkap Elektron (ECD) Bila fase gerak (gas pembawa N 2 ) tanpa komponen masuk ke dalam detektor maka sinar β akan mengionisasi molekul N 2 menjadi ion-ion N + 2 dan elektron (bebas) yang akan bergerak ke anoda dengan lambat. Dengan demikian di dalam ruangan detektor terdapat semacam awan elektron bebas yang dengan lambat menuju anoda. Elektron-elektron yang terkumpul pada

11 anoda akan menghasilkan arus garis dasar (base line current) yang steady dan memberikan garis dasar pada kromatogram. Bila komponen sample (senyawa dengan unsur elektronegatif) dibawa fase gerak masuk ke dalam ruang detektor yang dipenuhi awan electron, maka senyawa ini akan menangkap elektron sehingga membentuk ion molekul negatif. Ion molekul ini akan dibawa oleh fase gerak (carrier gas). Akibatnya setiap partikel negatif dibawa keluar detektor, berarti menyingkirkan satu elektron dari sistim. Sehingga mempengaruhi arus listrik yang steady tadi akan berkurang. Pengurangan arus ini akan dicatat oleh rekorder sebagai puncak pada kromatogram. Puncak yang ideal pada kromatogram sebenarnya berbentuk garis, dalam praktek puncak seperti ini tidak diperoleh. Setelah diinjeksikan senyawasenyawa menyusuri kolom dan kemudian terjadi penyebaran (diffusi). Sehingga terjadi bentuk puncak normal (simetris) seperti kurva gauss dan puncak tak normal (tak-simetris). Puncak tak-simetris dibedakan : puncak berekor (peak tailing) dan puncak memimpin (peak leading). Puncak berekor (IR turun) terjadi karena komponen terlalu lama tinggal didalam fase diam atau malah mungkin terjadi adsorbsi pada fase diamnya. Sedangkan puncak memimpin karena komponen berada lebih banyak di fase gerak, dan belum sempat terjadinya kesetimbangan diantara ke dua fase, kompenen sudah terbawa fase gerak. Pancak memimpin (t R naik) ini juga disebabkan oleh karena over loaded. Besaran-besaran yang merupakan ukuran efisiensi kolom Teori pelat (plate theory) oleh Martin dan Synge, (1941) membayangkan bahwa di dalam kolom kromatografi terdapat bagian-bagian tipis yang disebut pelat teori (Theoretical plate). Konsep teori ini sebenarnya berasal dari teori destilasi. Di dalam tiap pelat ini terjadi kesetimbangan distribusi komponen di dalam fase gerak dan fase diam. Maka semakin banyak jumlah pelat teori (N) suatu kolom kromatografi, semakin baik kemampuan memisahkan atau kolom itu makin efisien. Maka N adalah ukuran efisiensi kolom. Dengan bantuan gambar puncak (Gambar 8) jumlah pelat dapat dihitung sbb:

12 Gambar: 8, Waktu retensi dan Lebar alas puncak t R N= 16 ( ) 2 W b Atau t R N=5,54 ( ) 2 W 1/2 Selain N, ukuran efisiensi kolom yang lain adalah HETP (Height Equivalent of a Theoretical Plate] adalah tinggi dari pelat bayangan yang ada dalam kolom. Makin efisien kolom makin kecil harga HETP. Maka : kolom yang efisien mempunyai N besar dan HETP kecil. L HETP = N L = Panjang kolom N = Jumlah pelat teori

13 Selektivitas kolom Selektivitas kolom adalah kemampuan kolom kromatografi untuk membedakan antara dua atau lebih komponen sample, sehingga komponenkomponen tersebut dapat terpisah satu sama lain. Selektifitas berkaitan dengan a (faktor pemisahan). Maka : K 2 t R 2 k 2 α = = = K 1 t R 2 k 2 t R2 - t o α = t R1 - t o RESOLUSI Resolusi adalah tingkat pernisahan atau derajat pemisahan dua komponen sample pada kromatografi (gambar:9). Resolusi dapat dihitung sebagai jarak antara 2 puncak dibagi lebar alas puncak. Nilai Resolusi ditentukan oleh selektifltas kolom (t R )dan efisiensi kolom (W). Nilai resolusi yang baik adalah 1,5 yang disebut resolusi garis dasar atau Base line resolution. Pada harga R = 1,5 tumpangsuh antara dua puncak adalah 0,3 %, ini sudah cukup untuk analisis,sedangkan untuk R=l tumpangsuh adalah 2%. Gambar : 9, Resolusi dua puncak

14 Contoh soal 1. Senyavva X mempunyai waktu retensi 21,5 cm dengan lebar alas puncak 4,1 cm. Bila panjang kolom 250 mm. Berdasarkan puncak X, berapa jumlah pelat teori dan berapa tinggi pelat teori? Jawab: 2. Suatu sample terdiri dari dua komponen, komponen A dan komponen B. Kromatogram yang diperoleh memberikan data sebagai berikut: tr(a) = 13 menit, t R (B) = 21,5 menit to = 2,0 menit. Wb(A) = 2,1 menit dan Wb(B) = 4,1 menit. Ditanyakan : Berapa resolusi antara kedua puncak? dan berapa faktor pemisah?

15 Jawab: Faktor-faktor penyebab pelebaran pita di dalam kolom Teori Kecepatan ( Rate theory ) (van Deemter) mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya HETP. Pada perhitungannya, JiETP ditentukan oleh N yang besarnya tergantung W (lebar alas puncak). Kurva hubungan HETP dengan kecepatan gas pembawa dinyatakan dalam persamaan van Deemter dan dilukiskan sebagai kurva pada gambar : 10.

16 Persamaan van Deemter HETP = A + B/µ + Cµ Gambar : 10, Kurva hubungan HETP dengan kecepatan alir gas pembawa Dari persamaan diatas, HETP ditentukan oleh faktor-faktor : A = suku difusi eddy adalah efek jalur ganda. B/µ =suku difusi longitudinal molekul-molekul komponen Cµ, = suku perpindahan massa Optimasi kromatografi gas: Pengaruh Variabel Independen Pada Kualitas Pemisahan: 1. Panjang kolom 2. Kecepatan aliran gas (flow rate) 3. Fase diam 4. Suhu

17 Ad1. Jika semua variable tetap maka jumlah N adalah berbanding lurus dengan bertambah panjangnya kolom, sebagai akibatnya bertambah lama waktu retensi (t R ). Sedangkan lebar alas puncak (W) berbanding lurus dengan akar bertambah panjangnya kolom. Maka kenaikan t R akan lebih cepat daripada kenaikan W. Dengan bertambah panjangnya kolom akan naik harga resolusi (R). Namun dengan bertambahnya panjang kolom, diperlukan tekanan gas yang lebih besar dan waktu pemisahan terlalu lama. Ad 2. Kecepatan aliran gas berpengaruh pada efisiensi kolom (N, H dan W). Pada kurva van Deemter dapat dilihat bahwa pada µ optimum memberikan HETP minimum. Maka untuk mencari kondisi optimal yaitu HETP minimum perlu dicari dengan mengubah kecepatan alir gas pembawa. Suku A = difusi eddy, pada persamaan van Deemter disebut sebagai efek jalur ganda. Pelebaran puncak disebabkan oleh panjang jalur-jalur gerakan molekul-molekul komponen dari ujung masuk kolom ke ujung keluar kolom tidak sama. Variasi panjang jalur semakin besar bila solid support material diameter dan bentuknya tidak seragam. Harga tidak tergantung pada kecepatan aliran gas pembawa. Suku B/µ, = difusi longitudinal. Pembesaran harga H disebabkan oleh difusi molekul di dalam kolom searah dengan panjang kolom. Besarnya sumbangan efek difusi longitudinal terhadap pembesaran harga H berbanding terbalik dengan kecepatan aliran gas pembawa. Difusi longitudinal dalam fase gas iebih besar penagruhnya terhadap H dari pada difusi longitudinal didalam fase cair. Suku Cµ. = efek perpindahan massa. Pelebaran puncak disebabkan karena tidak dicapainya kesetimbangan partisi pada perpindahan massa komponen sample antara gas (fase gerak) dan cairan (fase diam). Besarnya efek perpindahan massa ini akan semakin besar dengan semakin besarnya kecepatan aliran gas pembawa Semakin besar ja, semakin sedikit waktu untuk mencapai kesetimbangan dan semakin besar pelebaran puncak. Bila lapisan fase diam tipis akan lebih cepat dicapai kesetimbangan distribusi antara komponen di dalam fase diam dan fase gerak. Maka banyak fase diam yang

18 melapisi penyangga akan menyebabkan makin besarnya pelebaran puncak. Ad 3. Fase diam Resolusi dapat diperbaiki dengan menambah berat fase diam atau dengan memilih fase diam lain yang sesuai dengan polaritas senyawa yang akan dianalisis. Memilih fase diam lain adalah mengubah harga K yang sesuai. Ad 4 Suhu Naiknya suhu menyebabkan senyawa lebih banyak di dalam fase gerak, kurang ditahan fase diam akibatnya akan keluar lebih cepat (tr kecil). Penggunaan Kromatografi Gas untuk Analisis Seperti pada KLT maka Kromatografi gas dapat digunakan untuk tujuan analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif Kromatogram biasanya terdiri dari beberapa puncak yang menunjukkan waktu retensi (t R =waktu tambat) dari masing-masing komponen. Waktu retensi diukur mulai dari titik penyuntikan sampai ke titik maksimum puncak. Waktu retensi bersifat khas untuk senyawa tertentu pada kondisi tertentu. Dengan membandingkan tr komponen dengan tr senyawa murni pembanding maka bila tr kedua sama, dengan ulangan menggunakan kondisi berbeda (kolom, suhu, kecepatan gas pembawa dsb) tetap memberikan t R sama, maka senyawa tersebut identik dengan senyawa pembanding (menurut criteria kromatografi gas).untuk keperluan identifikasi, selain dengan cara membandingkan t R senyawa yang dianalisis dengan IR senyawa mumi pembanding, dikenal teknik lain yaitu yang disebut Spiking. Pada teknik ini senyawa murni pembanding dicampur dengan sample yang diduga mengandung senyawa pembanding, kemudian diinjeksikan bersama dalam satu syringe. Jika ada puncak yang diperkuat, secara simetris dan cara demikian diulang beberapa kali pada kondisi yang berbeda dan tetap memperkuat puncak tersebut, maka disimpulkan komponen yang diduga memang ada di dalam sample. Analisis kuantitatif Dengan asumsi bahwa luas puncak berbanding lurus dengan kadar senyawa pada kondisi elusi yang sama, maka kadar sample dapat dihitung sama dengan

19 luas puncak sample dibagi luas puncak senyawa pembanding kali kadar senyawa pembanding. Cara demikian tentunya menanggung banyak ralat, oleh karena itu akan lebih baik bila dibuat kurva baku luas puncak versus kadar senyawa pembanding. Kemudian dibuat persamaan garis lurus dan dibuat kurva regresinya. Namun untuk memperkecil kesalahan pengukuran volume sample yang diinjeksikan maka untuk analisis kuantitatif dikenal penggunaan standar eksternal, standar internal dan metode penambahan. Selain untuk keperluan identifikasi kromatografi gas juga digunakan untuk melihat kemurnian suatu bahan. Bila sample selalu memberikan puncak tunggal pada kondisi yang berbeda (kolom, fase gerak, dll) maka bahan tersebut adalah murni. Standar eksternal Yang dimaksud dengan standar eksternal adalah menambahkan senyawa yang sifat fisikanya mirip dengan senyawa yang dianalisis (molekul yang dianalisis), senyawa ini harus netral, tidak bereaksi dengan molekul sample, mempunyai IR yang tidak jauh berbeda dengan tr sample. Standar eksternal ini ditambahkan dengan jumlah terukur pada pembuatan kurva baku dan juga pada sample (untuk kontrol volume sample yang diinjeksikan). Selanjutnya dibuat kurva luas puncak senyawa pembanding dibagi luas puncak standar eksternal versus kadar senyawa pembanding. Maka kadar sample dapat dihitung dengan memplotkan luas puncak sample dibagi luas standar internal pada ordinat dan bila ditarik garis sejajar absis memotong garis regresi, selanjutnya ditarik garis sejajar ordinat maka akan memotong absis, pada titik potong dengan absis inilah diketahui kadar sample.

20 Standar internal Syarat sebagai standar internal sama dengan syarat senyawa untuk dapat dipakai sebagai standar eksternal. Cara kerja penetapan kadar menggunakan Standar internal adalah sebagai berikut: Misalnya menambahkan standar internal (A) sebanyak 0,3786 gram kepada sample (C) berat 0,5291 gram, campuran ini dilarutkan dalam pelarut yang sesuai hingga volume tertentu. Kemudian 1 il diinjeksikan dan dicatat luas puncak A dan C. Pada prinsipnya pada penetapan ini adalah membandingkan dua senyawa berbeda. Satu diantaranya adalah diketahui beratnya. Respon detektor akan berbeda untuk senyawa berbeda, jelasnya a gram senyawa A dan a gram senyawa B tidak memberikan luas puncak yang sama. Oleh karena itu perlu adanya faktor koreksi. Perhitungan faktor koreksi dapat dilihat pada Tabel: 11. Tabel: 11,Perhitungan Faktor Koreksi Standar Internal Senyawa Berat Perbandingan Berat C/A Luas Puncak Perbandingan Luas puncak C/A Perb.luas F= A 0, ,398 1,345 0,962 C 0, Luas puncak C x Berat A 5671 x 0,3786 Berat C = = = 0,5275 Luas puncak A x Faktor koreksi 4231 x 0,962 KadarC =0,5275/0,5291x100% =99,69 % Metoda Penambahan (Addition method) Metoda penambahan adalah menambahkan senyawa murni yang dianalisis itu sendiri dengan jumlah terukur ke dalam sample. Supaya lebih jelas diambil contoh kongkrit pada penetapan metil salisilat dalam minyak gosok. Diperlukan isopropanol digunakan sebagai pelarut. Langkah-langkah adalah

21 sebagai berikut: 1. Kedalam 3 (tiga) labu takar 10,0 ml dimasukkan masing-masing 5,0 ml minyak gosok (sample). 2. Ke dalam 2 (Dua) labu takar yang berisi sample ditambahkan metil salisilat murni (standar) masing-masing 0,3 ml dan 0,6 ml. 3. Ke tiga labu ( berisi: sample, sample + 0,3ml metilsalisilat murni dan sample + 0,6 ml metilsalisilat murni) diencerkan dengan isopropanol hingga tanda. 4. Dari ke tiga labu takar ini diinjeksikan masing-masing 1µ1. 5. Selanjutnya dihitung kadar metil salisilat dalam sample dengan rumus dibawah ini. Dua kali pengukuran, kadar dihitung rata-rata. Cx = hx.cs hx+s - hx Cx = kadar (%vol sample) hx = luas puncak sample Cs = % volume standar yang ditambahkan hx+s = luas puncak (sample + standar yang ditambahkan)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara

Lebih terperinci

PENGANTAR. Berdasarkan wujud fasa diam, Kromatografi gas-padat (gas-solid chromatography) Kromatografi gas-cair (gas-liquid chromatography)

PENGANTAR. Berdasarkan wujud fasa diam, Kromatografi gas-padat (gas-solid chromatography) Kromatografi gas-cair (gas-liquid chromatography) PENGANTAR Komponen-komponen suatu cuplikan (berupa uap) di fraksionasi sebagai hasil distribusi komponen-komponen tersebut. Distribusi terjadi antara fasa gerak (berupa gas) dan fasa diam (berupa padat

Lebih terperinci

Analisis Fisiko Kimia

Analisis Fisiko Kimia Analisis Fisiko Kimia KROMATOGRAFI Oleh : Dr. Harmita DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

Kromatografi. Imam santosa, MT

Kromatografi. Imam santosa, MT Kromatografi Imam santosa, MT Pendahuluan Kromatografi pertama kali digunakan oleh Ramsey pada tahun 1905 untuk memisahkan campuran gas dan campuran uap. Sejumlah percobaan pertama ini menggunakan penyerapan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan

KROMATOGRAFI. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan KROMATOGRAFI Defenisi Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan

Lebih terperinci

Hukum Kesetimbangan Distribusi

Hukum Kesetimbangan Distribusi Hukum Kesetimbangan Distribusi Gambar penampang lintang dari kolom kromatografi cair-cair sebelum fasa gerak dialirkan dan pada saat fasa gerak dialirkan. 1 Di dalam kolom, aliran fasa gerak akan membawa

Lebih terperinci

Volume retensi dan volume mati berhubungan dengan kecepatan alir fase

Volume retensi dan volume mati berhubungan dengan kecepatan alir fase BAB II. TEORI KROMATOGRAFI A. PRINSIP DASAR PEMISAHAN SECARA KROMATOGRAFI Sistem kromatografi tersusun atas fase diam dan fase gerak. Terj'adinya pemisahan campuran senyawa menjadi penyusunnya dikarenakan

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS Amalia Choirni, Atik Setiani, Erlangga Fitra, Ikhsan Fadhilah, Sri Lestari, Tri Budi Kelompok 12 Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC)

PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC) PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC) LAPORAN disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Instrumentasi Analitik Dosen Pembimbing : Dra. Dewi Widyabudiningsih, MT Tanggal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram EFISIENSI KOLOM Pertemuan 3 Bentuk-bentuk kromatogram - Linier (simetris, bentuk gaus), ideal (puncak sempit) - Tidak linier dan tidak ideal C S C S C S K = C S /C m K > C K < CS /C S /C m m C m C m C

Lebih terperinci

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus.

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: 2541-0849 e-issn: 2548-1398 Vol. 2, No 8 Agustus 2017 ANALISIS KANDUNGAN p-xilena PADA PERTAMAX DAN PERTAMAX PLUS DENGAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS (GC-PU 4600)

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C Nama : Juwita (127008003) Rika Nailuvar Sinaga (127008004) Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 19 Desember 2012 Waktu Praktikum : 12.00 15.00 WIB Tujuan

Lebih terperinci

BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA. Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil

BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA. Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil xiv BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA 2.1. Gas Alam Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana (CH 4 ). Komponen utama dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

BAB VII Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) (High Performance Liquid Chromatography)HPLC

BAB VII Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) (High Performance Liquid Chromatography)HPLC BAB VII Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) (High Performance Liquid Chromatography)HPLC HPLC adalah produk mutakhir kromatografi yang banyak diminati untuk keperluan analisis ataupun preparatif.

Lebih terperinci

BAB I Pengantar kromatografi Sejarah dan perkembangan kromatografi Teknik pemisahan yang sebenarnya dapat dikatagorikan teknik kromatografi adalah

BAB I Pengantar kromatografi Sejarah dan perkembangan kromatografi Teknik pemisahan yang sebenarnya dapat dikatagorikan teknik kromatografi adalah BAB I Pengantar kromatografi Sejarah dan perkembangan kromatografi Teknik pemisahan yang sebenarnya dapat dikatagorikan teknik kromatografi adalah pada waktu Runge, F.F. (1834-1843) melakukan spot test

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS

KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS Oleh: Drs. Hokcu Suhanda, M.Si JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA 2006 1 Prinsip Dasar Perbedaan distribusi komponen-komponen diantara dua fasa dengan menggunakan fluida superkritis

Lebih terperinci

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat NP 4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat CEt + FeCl 3 x 6 H 2 CEt C 8 H 12 3 C 4 H 6 C 12 H 18 4 (156.2) (70.2) (270.3) (226.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Adisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

Uraian Materi 1. Prinsip dasar kromatografi gas 2. Instrumentasi kromatografi gas

Uraian Materi 1. Prinsip dasar kromatografi gas 2. Instrumentasi kromatografi gas Uraian Materi 1. Prinsip dasar kromatografi gas Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan komponen-komponen dalam suatu sampel berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen tersebut ke dalam 2 fasa,

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

Kromatografi gas-spektrometer Massa (GC-MS)

Kromatografi gas-spektrometer Massa (GC-MS) Kromatografi gas-spektrometer Massa (GC-MS) Kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) adalah metode yang mengkombinasikan kromatografi gas dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi senyawa yang berbeda

Lebih terperinci

BAB VI. ELEKTROFORESIS

BAB VI. ELEKTROFORESIS BAB VI. ELEKTROFORESIS A. PENDAHULUAN Elektroforesis adalah teknik pemisahan yang didasarkan pada kemampuan analit bergerak melalui media konduktif sebagai akibat diaplikasikannya arus listrik. Media yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB V KROMATOGRAFI. Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar kromatografi, penggolongan kromatografi,

BAB V KROMATOGRAFI. Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar kromatografi, penggolongan kromatografi, BAB V KROMATOGRAFI A. PENDAHULUAN 1. Deskripsi singkat Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar kromatografi, penggolongan kromatografi, kromatografi kolom, kromatografi kertas dan Lapis tipis, kromatografi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

Bambang Widada ABSTRAK. PENDAHULUAN volatil. Dalam hal ini, gerbang injeksi harus. URANIA No.23-24/Thn.VI/Juli-Oktober

Bambang Widada ABSTRAK. PENDAHULUAN volatil. Dalam hal ini, gerbang injeksi harus. URANIA No.23-24/Thn.VI/Juli-Oktober ISSN 852-4777 ALAr ANAL/SIS Bambang Widada ABSTRAK IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) mendefinisikan kromatografi sebagai metode yang digunakan terutama untuk memisahkan komponen

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI Modul Pembelajaran

KROMATOGRAFI Modul Pembelajaran KROMATOGRAFI Modul Pembelajaran Oleh: Sugeng Riyanto Ibnu Gholib Gandjar Sudibyo Martono Endang Lukitaningsih Program Studi Ilmu Farmasi S1 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2013 1.PENGANTAR

Lebih terperinci

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman KROMATOGRAFI PENDAHULUAN Analisis komponen penyusun bahan pangan penting, tidak hanya mencakup makronutrien Analisis konvensional: lama, tenaga beasar, sering tidak akurat, tidak dapat mendeteksi pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C Nama : Ayu Elvana dan Herviani Sari Tanggal : 19 Desember 2012 Jam : 12.00-15.00 WIB Tujuan : 1. Praktikan dapat menentukan kadar vitamin C menggunakan

Lebih terperinci

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

Kelompok 2: Kromatografi Kolom Kelompok 2: Kromatografi Kolom Arti Kata Kromatografi PENDAHULUAN chroma berarti warna dan graphien berarti menulis Sejarah Kromatografi Sejarah kromatografi dimulai sejak pertengahan abad ke 19 ketika

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya BAB I PENDAHULUAN Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik

Lebih terperinci

Kromatografi tambahan. Imam S

Kromatografi tambahan. Imam S Kromatografi tambahan Imam S Kromatografi serapan Bentuk alat : mirip buret, didalamnya berisi, glass wool/kapas untuk penyangga, penyaring dari gelas yang dilapisi kertas saring, bahan isian kolom yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia

Lebih terperinci

4024 Sintesis enantioselektif pada etil (1R,2S)-cishidroksisiklopentana

4024 Sintesis enantioselektif pada etil (1R,2S)-cishidroksisiklopentana 4024 Sintesis enantioselektif pada etil (1R,2S)-cishidroksisiklopentana karboksilat H yeast C 8 H 12 3 C 8 H 14 3 (156.2) (158.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reduksi, reduksi stereoselektif

Lebih terperinci

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat 4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat castor oil + MeH Na-methylate H Me CH 4 (32.0) C 19 H 36 3 (312.5) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Reaksi pada gugus karbonil

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN L1.1 DATA KALIBRASI SUHU TANGKI DISTILASI Tabel L1.1 Data Kalibrasi Suhu Tangki Distilasi Waktu (Menit) T Termometer ( o C) T Panel ( o C) 0 33 29 5 33 36 10 33 44 15 35 50 20

Lebih terperinci

MAKALAH DASAR-DASAR PEMISAHAN ANALITIK KROMATOGRAFI GAS PADAT

MAKALAH DASAR-DASAR PEMISAHAN ANALITIK KROMATOGRAFI GAS PADAT MAKALAH DASAR-DASAR PEMISAHAN ANALITIK KROMATOGRAFI GAS PADAT KELOMPOK : 5 NAMA : EKO DIANTO (06101381320015) OKTIE DIYAH NURFITRI (06101281320006) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

Analisis Etanol dalam Hair Tonic dan Hair Spray secara Kromatografi Gas

Analisis Etanol dalam Hair Tonic dan Hair Spray secara Kromatografi Gas Jurnal Farmasi Indonesia, Maret 2010, hal 7-11 ISSN: 1693-8615 Vol. 7 No. 1 Analisis Etanol dalam Hair Tonic dan Hair Spray secara Kromatografi Gas Analysis of Ethanol in Hair Tonic and Hair Spray by Gas

Lebih terperinci

Bab III Rancangan Penelitian

Bab III Rancangan Penelitian Bab III Rancangan Penelitian III.1 Metodologi Secara Umum Dehidrasi iso propil alkohol dengan metode adsorpsi ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh senyawa IPA dengan kadar minimal 99,8%-vol, yang

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA BAB 1 TIJAUA PUSTAKA 1.1 Glibenklamid Glibenklamid adalah 1-[4-[2-(5-kloro-2-metoksobenzamido)etil]benzensulfonil]-3- sikloheksilurea. Glibenklamid juga dikenal sebagai 5-kloro--[2-[4{{{(sikloheksilamino)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sistem kromatografi yang digunakan merupakan kromatografi fasa balik, yaitu polaritas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam, dengan kolom C-18 (n-oktadesil silan)

Lebih terperinci

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair

Bab IV Pembahasan. Pembuatan Asap cair Bab IV Pembahasan Asap cair yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pirolisis tempurung kelapa, yaitu suatu proses penguraian secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan pada suhu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 30 Juni 2016 Nama Mahasiswa : 1. Irma Yanti 2. Rahmiwita 3. Yuliandriani Wannur Azah

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BABV Kromatografi Kolom (Column Chromatography)

BABV Kromatografi Kolom (Column Chromatography) BABV Kromatografi Kolom (Column Chromatography) Kromatografi kolom termasuk kromatografi cairan, adalah metoda pemisahan yang cukup baik untuk sampel lebih dari 1 gram. Pada kromatografi ini sampel sebagai

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol 4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol C 12 H 26 O (186.3) OH H 2 SO 4 konz. (98.1) + HBr (80.9) C 12 H 25 Br (249.2) Br + H 2 O (18.0) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh: Nama : Eky Sulistyawati FA/08708 Putri Kharisma FA/08715 Gol./Kel.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Nyamuk merupakan serangga yang dapat mengancam kesehatan manusia, karena dapat menjadi vektor berbagai penyakit, antara lain malaria dan demam berdarah. Saat ini, wilayah penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

BAB 4. WUJUD ZAT 1. WUJUD GAS 2. HUKUM GAS 3. HUKUM GAS IDEAL 4. GAS NYATA 5. CAIRAN DAN PADATAN 6. GAYA ANTARMOLEKUL 7. TRANSISI FASA 8.

BAB 4. WUJUD ZAT 1. WUJUD GAS 2. HUKUM GAS 3. HUKUM GAS IDEAL 4. GAS NYATA 5. CAIRAN DAN PADATAN 6. GAYA ANTARMOLEKUL 7. TRANSISI FASA 8. BAB 4. WUJUD ZAT 1. WUJUD GAS 2. HUKUM GAS 3. HUKUM GAS IDEAL 4. GAS NYATA 5. CAIRAN DAN PADATAN 6. GAYA ANTARMOLEKUL 7. TRANSISI FASA 8. DIAGRAM FASA WUJUD ZAT: GAS CAIRAN PADATAN PERMEN (sukrosa) C 12

Lebih terperinci

BAB III. KROMATOGRAFI GAS

BAB III. KROMATOGRAFI GAS BAB III. KROMATOGRAFI GAS A. KROMATOGRAFI GAS KOLOM PACKING Kromatografi gas adalah sistem kromatografi yang menggunakan fase gerak berupa gas dan fase diam berupa padatan atau cairan yang dilapiskan pada

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Glibenklamid merupakan sulfonylurea generasi kedua yang digunakan sebagai obat antidiabetik oral yang berperan menurunkan konsentrasi glukosa darah. Glibenklamid merupakan salah satu senyawa

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang terdahulu (Kevin, 2011), peneliti telah berhasil mendapatkan perolehan kembali (recovery) aspirin sebanyak 60-100% pada kedua

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012 -April 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

4002 Sintesis benzil dari benzoin

4002 Sintesis benzil dari benzoin 4002 Sintesis benzil dari benzoin H VCl 3 + 1 / 2 2 + 1 / 2 H 2 C 14 H 12 2 C 14 H 10 2 (212.3) 173.3 (210.2) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan ksidasi alkohol, keton, katalis logam transisi

Lebih terperinci

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NP 4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NaEt C 10 H 18 4 Na C 2 H 6 C 8 H 12 3 (202.2) (23.0) (46.1) (156.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reaksi pada gugus

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

Cara Pengklasifikasian Kromatografi :

Cara Pengklasifikasian Kromatografi : Cara Pengklasifikasian Kromatografi : 1. Berdasarkan macam fasa gerak. 2. Berdasarkan pasangan fasa gerak dan fasa diam. 3. Berdasarkan mekanisme pemisahan. 1 Berdasakan Macam fasa gerak 1. Kromatografi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Peralatan 3.1.1 Bahan yang digunakan Pada proses distilasi fraksionasi kali ini bahan utama yang digunakan adalah Minyak Nilam yang berasal dari hasil penyulingan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) dan Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR TOLUENA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN Tanggal Praktikum : 03 Desember 2010

PENENTUAN KADAR TOLUENA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN Tanggal Praktikum : 03 Desember 2010 PENENTUAN KADAR TOLUENA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN Tanggal Praktikum : 03 Desember 2010 Disusun Oleh : Kelompok 7 Risa Nurkomarasari (0800530) Ersan Yudhapratama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisis secara kromatografi yang berhasil baik berkaitan dengan mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis atau kecepatan seperti digambarkan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM SPEKTROSKOPI INFRA RED Daerah radiasi IR: 1. IR dekat: 0,78 2,5 µm 2. IR tengah: 2,5 50 µm 3. IR jauh: 50 1000 µm Daerah radiasi spektroskopi IR: 0,78 1000 µm Penggunaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci

Kumpulan Laporan Praktikum Kimia Fisika PERCOBAAN VI

Kumpulan Laporan Praktikum Kimia Fisika PERCOBAAN VI PERCOBAAN VI Judul Percobaan : DESTILASI Tujuan : Memisahkan dua komponen cairan yang memiliki titik didih berbeda. Hari / tanggal : Senin / 24 November 2008. Tempat : Laboratorium Kimia PMIPA FKIP Unlam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan proteinprotein

BAB I PENDAHULUAN. tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan proteinprotein BAB I PENDAHULUAN Kromatografi Cair Tenaga Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kloramfenikol 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus struktur : OH H O 2 N C C CH 2 OH H NHCOCHCl 2 Nama Kimia : D-treo-(-)-2,2-Dikloro-N-[β-hidroksi-α-(hidroksimetil)-p- nitrofenetil]asetamida

Lebih terperinci

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN Senyawa metabolik sekunder yang bersifat toksik dan karsinogenik Dihasilkan: Aspergilus flavus & Aspergilus parasiticus Keduanya tumbuh pada biji-bijian, kacang-kacangan,

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI OPTIMASI METODE PENETAPAN KADAR ETANOL DAN PROFIL SENYAWA YANG TERDAPAT DALAM HASIL PRODUKSI CIU RUMAHAN DESA SENTUL KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN METODE KROMATOGRAFI GAS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

4027 Sintesis 11-kloroundek-1-ena dari 10-undeken-1-ol

4027 Sintesis 11-kloroundek-1-ena dari 10-undeken-1-ol 4027 Sintesis 11-kloroundek-1-ena dari 10-undeken-1-ol OH SOCl 2 Cl + HCl + SO 2 C 11 H 22 O C 11 H 21 Cl (170.3) (119.0) (188.7) (36.5) (64.1) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pirasetam 2.1.1 Uraian Bahan Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam Nama Kimia : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida Rumus Molekul

Lebih terperinci

4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat

4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat NP 4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat C 19 H 36 2 (296.5) 10 9 SnCl 4 H 2 Me (260.5) + H 3 C C N C 2 H 3 N (41.1) NH + 10 10 9 9 Me Me C 21 H 41 N 3 (355.6) NH Klasifikasi Tipe reaksi

Lebih terperinci