KROMATOGRAFI Modul Pembelajaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KROMATOGRAFI Modul Pembelajaran"

Transkripsi

1 KROMATOGRAFI Modul Pembelajaran Oleh: Sugeng Riyanto Ibnu Gholib Gandjar Sudibyo Martono Endang Lukitaningsih Program Studi Ilmu Farmasi S1 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta PENGANTAR KROMATOGRAFI hal. 1

2 [Pengampu: Sugeng Riyanto, 4 kali Pertemuan] A. Sejarah perkembangan kromatografi Pada topik pengantar kromatografi mahasiswa dikenalkan sejarah perkembangan kromatografi, sejak teknik pemisahan campuran zat warna dari ekstrak tumbuhan, menggunakan pita kain atau kertas dilakukan oleh Runge, F.F.( ). Kemudian diikuti peneliti-peneliti lain. Baru pada tahun , Mikhail Tswett seorang botanis Rusia berhasil memisahkan pigmen kuning dan hijau kloroplas menggunakan fase diam CaCO 3 dan fase gerak petroleum eter. Mulai saat itu konsep kromatografi lebih jelas, yaitu adanya fase gerak dan fase diam yang harus ada pada kromatografi. Selanjutnya Wilson, J.N. (1940) mempelajari tentang teori pada kromatografi kertas dan Tiselius, A. (1941) pemenang hadiah nobel atas penemuannya mengenai analisis dengan mekanisme adsorpsi dan elektroforesis. Sedangkan Martin, A.J.P. dan Synge, R.L.M.(1941) mengajukan pertama kali model yang menjelaskan efesiensi kolom, yang dikenal kemudian dengan teori plat (Plate theory) dan selain itu beliau mengembangkan kromatografi cair dan berhasil mendapatkan hadiah Nobel tahun Teori kromatografi yang kemudian adalah teori kecepatan (Rate theory), teori ini dikembangkan oleh Van Deemter, J.J.(1956). B. Penggolongan kromatografi Kromatografi dapat digolong atas dasar wujud fase gerak, maka dikenal kromatografi gas dan kromatografi cair. Bila digolongkan bentuk fase diam, maka dikenal kromatografi planar dan kromatografi kolom. Dapat juga digolongkan atas dasar cara fase gerak mengalir menelusuri fase diam. Penggolongan atas dasar bentuk fase gerak dan fase diam, yang selanjutnya sebagai cara menamai kromatografi secara formal, misalnya: kromatografi gas cairan, kromatografi cairan cairan. Namun menggolongkan kromatografi secara ilmiah adalah atas dasar mekanisme pemisahan. Sehingga dikenal: kromatografi serapan (adsorption chromatography), kromatografi partisi (partition chromatography), kromatografi eksklusi (exclusion chromatography), kromatografi penukar ion (ion exchange chromatography) dan kromatografi afinitas (affinity chromatography) C. Definisi istilah Diberikan beberapa definisi untuk memahami kromatografi misalnya : fase diam, fase gerak, fase pendukung, elusi, visualisasi, R f, t R, derivatisasi, resolusi, faktor kapasitas, dll. Mekanisme pemisahan hal. 2

3 Sebelum menjelaskan mekanisme pemisahan, direview sejenak pengertian mengenai polaritas senyawa (polar dan non polar), diawali dengan unsur elektronegatif, ikatan kovalen, momen dipol dan interaksi terjadinya ikatan hidrogen. Konsep like dissolves like, senyawa polar mudah larut di dalam pelarut polar dan sebaliknya senyawa non polar larut dalam senyawa non polar. Pembahasan mekanisme pemisahan secara partisi diawali dengan menjelaskan ekstraksi pelarut menggunakan dua pelarut yang tidak saling campur, tetapan partisi, KD (hukum Nernst). Dilanjutkan aplikasi KD pada ekstraksi (counter current distribution) dari Craig. Bila campuran senyawa yang masing-masing senyawa berbeda nilai KDnya, maka senyawa akan dapat dipisahkan dengan cara ekstraksi Craig. Mekanisme pemisahan ini adalah secara partisi. Kejadian kesetimbangan konsentrasi senyawa diantara dua pelarut yang tidak saling campur dalam satu tabung dianalogikan kejadian kesetimbangan dalam plat teori. Dibahas sepintas teori distilasi supaya mahiswa lebih dapat memahami pengertian plat teori (N) pada distilasi, counter current extraction dan kromatografi partisi. Mekanisme pemisahan secara adsorpsi dijelaskan dengan pendekatan animasi bila fase diam bersifat polar dan fase gerak bersifat non-polar, terjadi persaingan untuk membuat ikatan hidrogen dengan molekul sampel. Pada sistem ini senyawa sampel polar akan ditahan fase diam polar lebih lama dibanding dengan senyawa sampel non-polar. Mekanisme pemisahan secara eksklusi terjadi bilamana fase diam molekulnya mempunyai pori yang seragam, sehingga molekul senyawa sampel yang ukurannya kecil akan dapat masuk ke pori molekul fase diam, molekul sampel ini akan ditahan lebih lama oleh fase diam, sedangkan molekul sampel yang ukurannya lebih besar tidak ditahan oleh fase diam. Mekanisme pemisahan secara pertukaran ion, terjadi bilamana molekul fase diam adalah senyawa polimer resin yang diberi muatan positif atau negatif yang akan berinteraksi secara ionik dengan molekul sampel yang bermuatan. Ada dua jenis fase diam, yaitu fase diam kationik dan fase diam anionik. Terjadi persaingan antara ion fase gerak dengan ion sampel untuk berikatan dengan bagian ion resin. Perbedaan kekuatan interaksi diantara ion sampel dengan fase diam resina inilah komponen dapat dipisahkan. Mekanisme pemisahan secara afinitas terjadi bilamana interaksi yang sangat spesifik antara molekul sampel dengan molekul yang terikat secara kovalen (immobilized) pada fase diam. Interaksi spesifik dicontohkan seperti reaksi antigen dan antibodi, mana kala antigen diikatkan secara kovalen pada fase diam. Contoh lain terjadinya ikatan hidrogen antara molekul sampel dengan geometri tertentu dengan fase diam yang dimanipulasi bentuk molekulnya sehingga hanya dapat membuat ikatan hidrogen ditempat tertentu tadi. 2.KONSEP TEORI KROMATOGRAFI hal. 3

4 Selain konsep like dissolves like dan interaksi ikatan hydrogen antara molekul fase gerak, fase diam dan molekul sample, untuk memecahkan masalah pemisahan komponen sample dalam kromatografi dikenal dua teori yaitu: Teori Plat (plate theory) dan Teori Kecepatan (rate theory =kinetic theory). Teori plat (Plate theory) Teori ini diketengahkan oleh Martin dan Synge (1941), Konsep teori ini berasal dari teori distilasi, kemudian dikembangkan pada kromatografi. Dibayangkan bahwa didalam kolom kromatografi terdapat plat tipis, plat teori dimana terjadi kesetimbangan komponen sampel diantara fase gerak dan fase diam. Kejadian di satu plat teori ini identik dengan kejadian di satu tabung pada counter current extraction Craig. Kromatografi yang mempunyai jumlah plat teori tinggi (N besar) maka sistem tersebut efisien, mampu memisahkan komponen yang mempunyai perbedaan KD kecil, atau perbedaan kecil kekuatan ikatan hidrogen. Jumlah plat teori (N) dapat dihitung 16 kali kuadrat (jarak puncak,t R dibagi lebar alas puncak,w). Teori kecepatan (Rate theory) Teori kecepatan atau disebut juga teori kinetik ditemukan oleh van Deemter (1956) yaitu mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi melebarnya puncak yang secara langsung mempengaruhi HETP (Height Equivalent of a Theoretical Plate) atau disingkat H. HETP ini merupakan ukuran efisiensi kolom, H=L/N. Kolom yang efisien mempunyai N besar, HETP kecil dan lebar alas puncak yang sempit. Teori Kecepatan ( Rate theory ) mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya HETP. Kurva hubungan HETP dengan kecepatan gas pembawa dinyatakan dalam persamaan van Deemter dan dilukiskan sebagai kurva, disebut kuva van Deemter. Bila dilukiskan persamaannya (persamaan van Deemter) adalah sbb. HETP = A + B/µ + C.µ Suku A = difusi eddy, pada persamaan van Deemter disebut sebagai efek jalur ganda. Pelebaran puncak disebabkan oleh panjang jalur-jalur gerakan molekul-molekul komponen dari ujung masuk kolom ke ujung keluar kolom tidak sama. Variasi panjang jalur semakin hal. 4

5 besar bila solid support material diameter dan bentuknya tidak seragam. Harga tidak tergantung pada kecepatan aliran gas pembawa. Suku B/µ = difusi longitudinal. Pembesaran harga H disebabkan oleh difusi molekul di dalam kolom searah dengan panjang kolom. Besarnya sumbangan efek difusi longitudinal terhadap pembesaran harga H berbanding terbalik dengan kecepatan aliran gas pembawa. Difusi longitudinal dalam fase gas lebih besar pengaruhnya terhadap H dari pada difusi longitudinal didalam fase cair. Suku C.µ = efek perpindahan massa. Pelebaran puncak disebabkan karena tidak dicapainya kesetimbangan partisi pada perpindahan massa komponen sample antara gas (fase gerak) dan cairan (fase diam). Besarnya efek perpindahan massa ini akan semakin besar dengan semakin besarnya kecepatan aliran gas pembawa. Semakin besar µ, semakin sedikit waktu untuk mencapai kesetimbangan dan semakin besar pelebaran puncak. Bila lapisan fase diam tipis akan lebih cepat dicapai kesetimbangan distribusi antara komponen di dalam fase diam dan fase gerak. Maka makin banyak fase diam yang melapisi penyangga akan menyebabkan makin besarnya pelebaran puncak. Kecepatan aliran gas berpengaruh pada efisiensi kolom (N, H dan W). Pada kurva van Deemter dapat dilihat bahwa pada µ optimum memberikan HETP minimum. Maka untuk mencari kondisi optimal yaitu HETP minimum perlu dicari dengan mengubah-ubah kecepatan alir gas pembawa. hal. 5

6 3.KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) KLT dilakukan pada plat terbuat dari gelas atau aluminium atau plastik yang diatasnya diratakan selapis tipis fase diam. Pada fase diam ini ditotolkan sampel yang kemudian dikembangkan (elusi) menggunakan fase gerak tertentu. Elusi dilakukan di dalam bejana gelas dan selanjutnya bercak diamati (visualisasi). Fase diam Sesuai dengan namanya, fase diam selama proses pemisahan harus tetap ditempat, oleh karena disebut stationary phase. Fase diam yang umum digunakan pada KLT adalah Silika gel, dalam perdagangan silika gel dijual dengan bermacam spesifikasi. Pilihan fase diam berikutnya setelah silika gel, adalah alumina. Seperti halnya silika gel, alumina dikenal dengan atau tanpa pengikat dan bahan indikator. Fase diam lain adalah selulosa. Selulosa untuk KLT terdapat dalam bentuk selulosa serat asli (contohnya MN 300) dan selulosa mikrokristal (contohnya Avicel). Fase diam selulosa biasanya digunakan untuk memisahkan senyawa yang bersifat polar. Fase gerak Yang digunakan sebagai fase gerak biasanya adalah pelarut organik, dapat digunakan satu macam pelarut organik saja ataupun campuran dari beberapa pelarut, oleh karena itu fase gerak kadang-kadang disebut pelarut atau solven. Namun sebutan yang paling tepat pelarut yang digunakan sebagai fase gerak pada kromatografi adalah eluen (eluent) Cara-cara elusi Setelah sampel ditotolkan pada fase diam, plat dimasukkan ke dalam bejana yang berisi fase gerak. Fase gerak akan merambat naik menelusuri fase diam. Ada beberapa cara pengembangan: secara ascendent, descendent, mendatar, pengembangan berulang, dua dimensi, dan sirkular. Pengamatan (mendeteksi) bercak / visualisasi Untuk keperluan analisis maka bercak pada plat perlu ditentukan letak, bentuk dan warnanya. Cara mengamati bercak pada KLT dapat dilakukan dengan melihat secara langsung bercak dan cara tidak langsung. Cara tidak langsung dapat digolongkan menjadi dua : pertama dengan mereaksikan komponen sampel /senyawa yang ada di bercak itu dengan pereaksi semprot. Diberikan beberapa contoh pereaksi semprot dan warna yang terjadi dari hal. 6

7 beberapa golongan senyawa. Kedua memberikan perlakuan tetapi tanpa merusakkan senyawa komponen sampel, yaitu menyinari dengan lampu ultraviolet. Analisis Kualitatif Pada analisis kualitatif diperlukan senyawa murni pembanding. Sampel dielusi pada sistem yang sama dengan senyawa pembanding, bila sampel dan senyawa pembanding selalu memberikan bercak dengan nilai Rf yang sama pada walaupun sistem yang berbeda, maka senyawa sampel identik dengan senyawa pembanding. Dipelajari hubungan struktur molekul senyawa dengan polaritas, sehingga dapat diprediksi Rf suatau senyawa. Analisis Kuantitatif Berdasarkan adanya hubungan antara luas bercak dengan berat senyawa yang terkandung pada bercak, maka senyawa di dalam sampel dapat diukur kadarnya dengan membuat persamaan regresi senyawa baku pembanding. KLT preparatif Untuk mendapatkan bobot sampel yang cukup untuk pemeriksaan selanjutnya, digunakan KLT preparatif. Pada dasarnya sama antara KLT analitik dan KLT preparafif. Hanya fase diam pada KLT preparatif lebih tebal dari fase diam pada KLT analitik, dan sampel ditotolkan sebagai garis. Kromatografi Lapisan Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT) KLTKT adalah KLT menggunakan fase diam berukuran lebih halus dengan ukuran diameter fase diam berdistribusi sempit (5-10µm). KLT ini memberikan harga (N) yang tinggi, lebih efisien. Bioautografi Diberikan contoh kepada mahasiswa suatu teknik KLT yang diaplikasikan untuk memisahkan senyawa dari campurannya yang kemudian diikuti secara langsung uji bioaktif pada plat hasil elusi. Menggunakan teknik ini dapat diketahui bercak yang biologis aktif, oleh karena itu teknik ini disebut bioautografi. 4.KROMATOGRAFI KERTAS Pada hakekatnya kromatografi kertas adalah KLT yang menggunakan kertas. Kromatografi kertas sebenarnya adalah kromatografi planar, bila digunakan campuran fase hal. 7

8 gerak yang mengandung air, maka air akan terserap kertas menjadi lapisan tipis dipermukaan selulose. Air berfungsi sebagai fase diam dan selulose berfungsi sebagai pendukung, sedangkan cairan lain berfungsi sebagai fase gerak, oleh karena itu dapat digolongkan kromatografi cairan-cairan dan mekanisme pemisahannya adalah partisi. Kertas yang digunakan biasanya kertas saring Whatman No.1. Metoda ini sesuai untuk memisahkan senyawa yang polar misalnya senyawa-senyawa biologi, namun senyawa ksantin dapat dipisahkan dengan baik menggunakan kromatografi kertas. Mahasiswa dapat mempelajari hubungan struktur dan nilai R f dari senyawa turunan ksantin, menjelaskan terjadinya transisi keto-enol. Visualisasi pada kromatografi kertas sama dengan visualisasi pada KLT, hanya penggunaan pereaksi semprot yang mengandung asam kuat tidak dapat digunakan pada kromatografi kertas. hal. 8

9 5. KROMATOGRAFI KOLOM Bila kromatografi kertas dikelompokkan sebagai kromatografi planar, karena fase diam nampak planar, maka pada kromatografi kolom, fase diam diletakkan didalam tabung silindris, kolom. Umumnya digunakan fase diam silika gel, dengan ukuran partikel lebih besar dari ukuran partikel silika gel untuk KLT, ukuran yang digunakan antara m. Bila ukuran partikel lebih kecil 63 m maka fase gerak akan mengalir lebih lambat, sehingga perlu ditekan atau hisap untuk mempercepat laju alir. Fase diam lain adalah alumina, selulose, dan sephadex. Membuat kolom (packing column) Teknik preparasi kolom dibedakan menjadi dua yaitu cara basah dan cara kering. Teknik cara basah lebih disukai karena dapat dihindari adanya gelembung udara yang terjebak di dalam kolom. Membuat kolom secara basah adalah sbb, fase diam yang digunakan dibuat suspensi dengan fase geraknya, kemudian dimasukkan ke dalam kolom sedikit demi sedikit ke dalam kolom yang sudah berisi fase gerak. Fase diam akan turun perlahan (gravitasi) mengisi kolom, sersusun teratur homogen. Sedangkan teknik cara kering adalah meletakkan fase diam kering ke dalam kolom, bila perlu secara mekanik fase diam yang berada di kolom ditekan dengan alat supaya lebih mampat. Elusi (pengembangan) Fase gerak yang digunakan sama seperti kromatografi lainnya (KLT, Kromatografi kertas), dimasukkan kedalam kolom dengan cara dituangkan sedikit demi sedikit atau dialirkan dari bejana yang diletakkan diatas kolom. Fase gerak mengalir menelusuri kolom dengan sendirinya (gravitasi) atau dengan bantuan tekanan. Dibedakan dua jenis cara elusi yaitu pertama : Elusi secara isokratik, adalah selama proses elusi menggunakan fase gerak dengan polaritas tetap. Kedua elusi secara gradien disebut juga solvent programming yaitu selama proses elusi polaritas fase gerak berubah-ubah. Fase gerak yang masuk ke dalam kolom seperti kromatografi yang lain disebut eluen, sedang yang keluar dari kolom disebut eluat atau efluen, Eluat dengan volume tertentu ditampung ke dalam wadah, disebut fraksi. Mendeteksi komponen yang dipisahkan Kromatografi kolom yang konvensional tidak dilengkapi detektor, namun sekarang dapat digunakan dengan mengalirkan eluate(efluen) pada detektor untuk mendeteksi komponen. Umumnya digunakan dan mudah dikerjakan adalah dengan memonitor fraksi menggunakan hal. 9

10 KLT. Fraksi yang mempunyai profil bercak KLT yang mirip digabungkan. Selanjutnya gabungan fraksi ini dapat dilakukan kromatografi kolom lagi, demikian seterusnya hingga diperoleh senya wa tunggal (murni). Bioactive guided isolation Bilamana pada kegiatan fraksinasi bertingkat diatas, dilakukan pemeriksaan aktivitas biologi terhadap setiap hasil fraksinasi, kemudian kepada hasil fraksinasi yang mempunyai aktivitas terkuat dilakukan fraksinasi dan seterusnya dilakukan pemeriksaan aktivitas biologi maka kegiatan itu disebut Bioactive guided isolation. hal. 10

11 6.KROMATOGRAFI GAS (KG) [Pengampu : Ibnu Gholib Gandjar, 3 kali Pertemuan] Pendahuluan Kromatografi gas (KG) merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. KG merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an, dan saat ini merupakan alat utama yang digunakan oleh laboratorium untuk melakukan analisis. Perkembangan teknologi yang signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi lebih akurat melalui teknik analisis dengan resolusi yang meningkat. KG merupakan teknik analisis yang telah digunakan dalam bidang-bidang: industri, lingkungan, farmasi, minyak, kimia, klinik, forensik, makanan, dll. Kegunaan umum KG adalah untuk: melakukan pemisahan dinamis dan identifikasi semua jenis senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. KG dapat bersifat destruktif dan dapat bersifat non-destruktif tergantung pada detektor yang digunakan. KG dapat diotomatisasi untuk analisis sampel-sampel padat, cair, dan gas. Sampel padat dapat diekstraksi atau dilarutkan dalam suatu pelarut sehingga dapat diinjeksikan ke dalam sistem KG; demikian juga sampel gas dapat langsung diambil dengan penyuntik (syringe) yang ketat terhadap gas. Prinsip Kromatografi Gas KG merupakan teknik pemisahan yang mana solut-solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran C) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi. Ada 2 jenis kromatografi gas: 1. Kromatografi gas cair (KGC) hal. 11

12 Pada KGC ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase diam sehingga mekanisme sorpsi-nya adalah partisi. 2. Kromatografi gas-padat (KGP) Pada KGP ini, digunakan fase diam padatan (kadang-kadang polimerik). Mekanisme sorpsi-nya adalah adsorpsi permukaan. Sistem Peralatan KG Diagram skematik peralatan KG ditunjukkan pada gambar dengan komponen utama adalah: kontrol dan penyedia gas pembawa; ruang suntik sampel; kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol secara termostatik; sistem deteksi dan pencatat (detektor dan recorder); serta komputer yang dilengkapi dengan perangkat pengolah data. Fase Gerak pada KG Gambar. Diagram skematik pada KG. Fase gerak pada KG juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, karenanya gas pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas. Syarat gas pembawa adalah: tidak reaktif; murni/kering karena kalau tidak murni akan berpengaruh pada detektor; dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi (biasanya merah untuk hidrogen, dan abu-abu untuk nitrogen). Gas pembawa biasanya mengandung helium, nitrogen, hidrogen, atau campuran argon dan metana. Pemilihan gas pembawa tergantung pada penggunaan spesifik dan jenis detektor yang digunakan. Helium merupakan tipe gas pembawa yang sering digunakan karena memberikan efisiensi kromatografi yang lebih baik (mengurangi pelebaran pita). Penggunaan gas dengan berbagai jenis detektor diringkas dalam tabel Tabel Gas pembawa dan pemakaian detektor Gas pembawa Detektor Hidrogen Hantar panas Helium Hantar panas Ionisasi nyala Fotometri nyala hal. 12

13 Nitrogen Argon Argon + metana 5% Karbon dioksida Termoionik Ionisasi nyala Tangkap elektron Fotometri nyala Termoionik Ionisasi nyala Tangkap elektron Hantar panas Untuk setiap pemisahan dengan KG terdapat kecepatan optimum gas pembawa yang utamanya tergantung pada diameter kolom. Kecepatan alir gas kira-kira ml/menit untuk kolom dengan diameter dalam 6 mm, ml/menit untuk kolom dengan diameter dalam 3 mm, dan 0,2-2 ml/menit untuk kolom kapiler. Pada dasarnya, kecepatan alir gas pembawa berbanding lurus dengan penampang kolom, dan penampang kolom tergantung pada jari-jari pangkat dua (luas lingkaran = лr 2 ). Oleh karena itu, jika diameter kolom menjadi 2 kali lebih besar, maka kecepatan alir gas pembawa yang diperlukan 4 kali lebih besar daripada kecepatan alir gas pembawa pada kolom yang lebih kecil. Sebagai contoh, jika diperoleh hasil pemisahan yang baik dengan kolom 2 mm pada kecepatan aliran gas pembawa 20 ml/menit, maka untuk memperoleh hasil yang sama dengan kolom 4 mm diperlukan kecepatan alir gas pembawa 80 ml/menit. Dengan demikian penggunaan kolom dengan diameter yang kecil akan menghemat gas pembawa secara signifikan. Kolom kapiler memakai kecepatan alir gas yang rendah, yakni antara 0,2-2 ml/menit. Pada tekanan tetap, kecepatan alir gas meningkat dengan meningkatnya suhu (sebagaimana dalam suhu terprogram). Sistem yang baru dan dikendalikan dengan mikroprosesor dapat mengoreksi perubahan kecepatan alir gas pembawa yang disebabkan oleh suhu. Karena kecepatan alir gas pembawa pada kolom kapiler sangat rendah, maka pada kebanyakan detektor ditambah gas tambahan yang ditambahkan ke dalam efluen setelah keluar dari kolom tetapi belum mencapai detektor. Gas tambahan biasanya sama dengan gas pembawa, meskipun kadangkala digunakan helium. Gas pembawa bekerja paling efisien pada kecepatan alir tertentu. Gas nitrogen akan efisien jika digunakan dengan kecepatan alir ± 10 ml/menit, sementara helium akan efisien pada kecepatan alir 40 ml/menit. Ruang suntik sampel pada KG Komponen KG yang utama selanjutnya adalah ruang suntik atau inlet. Fungsi dari ruang suntik ini adalah untuk mengantarkan sampel ke dalam aliran gas pembawa. Berbagai macam jenis inlet dan teknik pengantar sampel telah tersedia. Penyuntikan sampel dapat dilakukan secara manual atau secara otomatis (yang dapat menyesuaikan sejumlah sampel). hal. 13

14 Sampel yang akan dikromatografi dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik yang biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom) dan biasanya C lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum. Jadi seluruh sampel akan menguap segera setelah sampel disuntikkan. Pada kolom kapiler, sampel yang diperlukan sangat sedikit bahkan sampai 0,01 μl karenanya berbeda dengan kolom kemas yang memerlukan μl sampel. Karena pengukuran secara akurat sulit dilakukan jika sampel yang disuntikkan terlalu kecil (pada kolom kapiler), maka ditempuh suatu cara untuk mengecilkan ukuran sampel setelah penyuntikan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik pemecah suntikan (split injection) (gambar 16.2). Dengan menggunakan pemecah suntikan ini, sampel yang banyaknya diketahui, seperti biasanya, disuntikkan ke dalam aliran gas pembawa dan sebelum masuk ke kolom, gas pembawa ini dibagi menjadi 2 aliran. Satu aliran akan masuk ke kolom dan satunya lagi akan dibuang. Aliran relatif dalam kedua aliran ini dikendalikan dengan sejenis penghambat seperti katup jarum pada aliran yang dibuang. Laju alir di dalam kedua aliran diukur dan ditentukan nisbah (rasio) pemecahannya. Jika 1 μl sampel dimasukkan ke dalam pemecah aliran yang mempunyai nisbah pemecahan 1:100, maka sebanyak 0,01 μl sampel masuk ke kolom sedangkan sisanya akan dibuang. Gambar Diagram skematik lubang injeksi yang dipecah (split injection)/tanpa dipecah (splitless injection). Penyiapan sampel dan penyuntikan Sampel yang ideal dalam kromatografi gas adalah sampel yang hanya mengandung senyawa yang akan dipisahkan dalam kolom, dan dalam banyak hal juga pelarut yang mudah menguap yang melarutkan sampel tersebut. Walaupun cairan yang mudah menguap (tidak dalam larutan) serta zat padat yang mudah menguap dapat langsung disuntikkan, tetapi hal. 14

15 kebanyakan dilarutkan dulu dalam pelarut organik baru kemudian disuntikkan. Konsentrasi sampel biasanya berkisar antara 1-10%. Komponen yang tidak mudah menguap atau tingkat menguapnya rendah tidak boleh ada dalam sampel, karena komponen ini akan tertinggal di ruang suntik yang pada akhirnya akan mengurangi kinerja kolom. Pelarut sampel yang paling umum digunakan adalah: hidrokarbon bertitik didih rendah, etil eter, alkohol, dan keton. Pelarut yang dipilih harus mempunyai sifat yang berbeda secara nyata dengan sampel yang dianalisis. Penyuntikan dalam KG dapat dilakukan dengan memakai alat suntik (semprit) kedap gas atau sistem penyuntikan yang telah dirancang secara khusus. Kebanyakan penyuntikan dilakukan dengan menggunakan alat penyuntik mikro. Dalam kasus tertentu dapat dilakukan penyuntikan langsung ke dalam kolom (on column injection) tanpa melalui lubang penyuntikan. Teknik ini digunakan untuk senyawasenyawa yang mudah menguap sehingga kalau penyuntikannya melalui lubang suntik secara langsung dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi (pirolisis). Kolom pada KG Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada KG. Ada 2 jenis kolom pada KG yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column). Gambar penampang kolom kemas dan kolom kapiler dapat dilihat ada gambar Kolom kemas terdiri atas fase cair (sekurang-kurangnya pada suhu kromatografi) yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembam (inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 1-3 mm). Fase diam hanya dapat dilapiskan saja pada penyangga atau terikat secara kovalen pada penyangga yang menghasilkan fase terikat. Kolom kapiler jauh lebih kecil (0,02-0,2 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair. Fase diam ini dilapiskan pada dinding kolom atau bahkan dapat bercampur dengan sedikit penyangga lembam yang sangat halus untuk memperbesar luas permukaan efektif. Perbedaan kedua kolom ini (kolom kemas dan kolom kapiler) diringkas dalam tabel hal. 15

16 Gambar Penampang kolom kemas (a) dan kolom kapiler (b). Tabel Perbandingan kolom kemas dan kolom kapiler Parameter Kolom kemas Kolom kapiler Tabung Baja tahan karat (stainless steel). Silika (SiO 3) dengan kemurnian yang sangat tinggi (kandungan logam < 1 ppm). Panjang 1-5 m 5-60 m diameter dalam 2-4 mm 0,10-0,53 mm Jumlah lempeng/meter Total lempeng Tebal lapisan film 10 mikron 0,05-1 mikron Resolusi Rendah Tinggi Kec. alir (ml/menit) ,5-1,5 Kapasitas 10 μg/puncak < 100 ng/puncak Ketika menggambarkan suatu kolom, seseorang biasanya menyatakan panjang kolom (dalam meter), diameter kolom (dalam milimeter), ketebalan lapisan fase diam (dalam mikrometer), dan jenis fase diam, misalkan suatu kolom dapat dinyatakan sebagai berikut: 30 m x 0,53 mm x 0,88 mm OV-101 5% pada Chromosorb 80/ 100 panjang kolom diameter ketebalan lapisan Jenis fase d an konsentrasi Jenis pendu kung Semakin sempit diameter kolom, maka efisiensi pemisahan kolom semakin besar atau puncak kromatogram yang dihasilkan semakin tajam. Pada umumnya, seorang analis akan memilih kolom dengan diameter 0,2 atau yang lebih kecil ketika menganalisis sampel dengan konsentrasi sekelumit atau ketika seorang analis akan memisahkan komponen yang sangat kompleks. hal. 16

17 a. Kolom kemas Jenis kolom ini terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan aluminium. Panjang kolom jenis ini adalah 1 5 meter dengan diameter dalam 1-4 mm. Efisiensi kolom akan meningkat dengan semakin bertambah halusnya partikel fase diam ini. Semakin kecil diameter partikel fase diam, maka efisiensinya akan meningkat. Ukuran partikel fase diam biasanya berkisar antara mesh ( μm). Untuk KGC dipakai lapisan tipis pada padatan pendukung dengan ketebalan 1-10 μm, dan maksimum fase diam cair yang terdapat pada padatan pendukung adalah 10%. b. Kolom kapiler Jenis kolom ini berbeda dengan kolom kemas, dalam hal adanya rongga pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa (tube). Oleh karena itu kolom kapiler juga disebut Open tubular columns. Fase diam melekat mengelilingi dinding dalam kolom. Ada empat macam jenis lapisan pada kolom kapiler ini, yaitu: WCOT (Walll Coated Open Tube); SCOT (Support Coated Open Tube); PLOT (Porous Layer Open Tube); dan FSOT (Fused Silica Open Tube). Kolom kapiler sangat banyak dipakai atau lebih disukai oleh para ilmuan. Salah satu sebabnya antara lalin kemampuan kolom kapiler memberikan harga jumlah pelat teori yang sangat besar (> pelat). Banyak macam bahan kimia yang dipakai sebagai fase diam antara lain: squalen, DEGS (Dietilglikol suksinat), OV-17 (phenil methyl silicone oil). Semakin tipis lapisan penyalut sebagai fase diam, maka semakin tinggi suhu operasionalnya. Untuk lapisan salut < 1 μm, suhu operasional dapat mencapai 460ºC, sementara itu suhu minimalnya dapat mencapai - 60ºC. Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiloksan (HP-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5) dan fenil 5%-metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-8). Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50%-metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19), sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilen glikol (HP-20M; DB- WAX; CP-WAX; Carbowax-20M). Jenis fase diam akan menentukan urutan elusi komponenkomponen dalam campuran. Seorang analis harus memilih fase diam yang mampu memisahkan komponen-komponen dalam sampel. Contoh fase diam, kegunaan untuk analisis golongan senyawa, polaritas, dan suhu maksimum operasi yang diizinkan diringkas pada tabel Tabel Jenis Fase Diam dan Penggunaannya Fase diam Polaritas Golongan sampel Suhu maksimum hal. 17

18 Squalen non polar hidrokarbon 125 o C Apiezon L non polar Hidrokarbon, 300 o C ester, eter Metil silikon non polar Steroid, pestisida, 300 o C alkaloida, ester Dionil ptalat semi polar Semua jenis 17 o C Dietilenglikolsuksinat polar Ester 200 o C Carbowax 20M polar Alkohol, amina aromatik, keton 250 o C Suhu Kolom KG didasarkan pada 2 sifat senyawa yang dipisahkan yakni (i) kelarutan senyawa dalam cairan tertentu, dan (ii) tekanan uapnya atau keatsiriannya (titik didih senyawa). Karena tekanan uap berbanding langsung dengan suhu, maka suhu merupakan faktor yang utama pada KG. Walaupun suhu kolom dapat berkisar antara C, dalam prakteknya beberapa pembatas harus diperhatikan. Beberapa fase diam menjadi padat pada suhu rendah (misalnya Carbowax menjadi padat pada suhu dibawah 50 0 C dan beberapa silikon seperti gom metil silikon akan menjadi padat pada suhu di bawah C). Selain itu, suhu pemakaian kolom yang mengandung fase diam ini dibatasi juga oleh kestabilannya. Beberapa fase diam jika digunakan suhu yang terlalu tinggi akan terurai secara perlahan-lahan. Suhu minimum dan maksimum berbagai jenis fase diam yang dianjurkan terdapat dalam tabel Tabel Suhu minimum dan maksimum beberapa fase diam pada KG Fase diam Suhu minimum ( 0 C) Suhu maksimum ( 0 C) Apiezon L Metil silikon 0 (untuk gom 100) Fenil/metil silikon Carbowax (polietilen glikol) Sianosilikon Alkil ftalat Dexsil Pemisahan pada KG dapat dilakukan pada suhu tetap yang biasanya disebut dengan pemisahan isotermal dan dapat dilakukan dengan menggunakan suhu yang berubah secara terkendali yang disebut dengan pemisahan suhu terprogram. Pemisahan isotermal paling baik dipakai pada analisis rutin atau jika kita mengetahui agak banyak sifat sampel yang akan dipisahkan. Pilihan awal pada pemisahan isotermal ini adalah suhu yang digunakan beberapa derajat di bawah titik didih komponen campuran utama. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan terkait dengan penggunaan pemisahan isotermal ini, yaitu: (1) terkait dengan pemilihan suhu. Jika suhu yang digunakan terlalu tinggi maka komponen akan terelusi tanpa terpisah, sementara jika suhu terlalu rendah maka komponen yang bertitik didih tinggi akan keluar sangat lambat atau bahkan tetap dalam kolom sehingga hal. 18

19 akan mengacaukan proses kromatografi selanjutnya, dan (2) terkait dengan proses kromatografi, karena makin lama suatu sampel dalam kolom maka semakin lebar alas puncaknya. Kedua hal ini dapat diatasi jika digunakan pemisahan dengan suhu terprogram. Pemisahan dengan suhu terprogram mempunyai keuntungan, yakni mampu meningkatkan resolusi komponen-komponen dalam suatu campuran yang mempunyai titik didih pada kisaran yang luas. Disamping itu, pada suhu terprogram juga mampu mempercepat keseluruhan waktu analisis, karena senyawa-senyawa dengan titik didih tinggi akan terelusi lebih cepat. (iv) (ii) (i) (iii) Suhu (v) Waktu Gambar Lima jenis pemrograman suhu (i) linier dengan laju yang kita inginkan. (ii) bertahap. (iii) isotermal yang diikuti penaingkatan suhu secara linier. (iv) linier diikuti dengan isotermal. (v) multilinier. Pemrograman suhu dilakukan dengan menaikkan suhu dari suhu tertentu ke suhu tertentu yang lain dengan laju yang diketahui dan terkendali dalam waktu tertentu. Prosesnya dapat dilakukan dengan berbagai macam cara (gambar 16.4), antara lain: (i) linier dengan laju yang kita inginkan, (ii) bertahap, (iii) isotermal yang diikuti peningkatan suhu secara linier, (iv) linier diikuti dengan isotermal, (v) multilinier (laju berbeda pada saat yang berlainan). Perubahan suhu ini dapat dilakukan secara manual. Untuk KG yang dilengkapi dengan komputer, hal ini dapat dilakukan secara otomatis. Gambar merupakan kromatogram yang diperoleh dari hasil pemisahan seri n-alkana yang dilakukan secara isotermal (pada suhu C; pada gambar a) dan pada suhu terprogram (pada gambar b). Pada pemisahan n-alkana diatas secara isotermal (gambar a), heksana (C 6 ) sampai dekana (C 10 ) tidak terpisah secara sempurna, sementara itu dengan menggunakan suhu terprogram kesemua seri alkana terpisah secara sempurna. hal. 19

20 Gambar Pemisahan seri n-alkana yang dilakukan pada suhu isotermal (gambar a) dan pada suhu terprogram (pada gambar b); kolom: Apiezon 3%; kecepatan alir fase gerak (Helium): 10 ml/menit. Regenerasi Kolom Setelah kolom dipakai dalam jangka waktu sekian lama, kemungkinan yang paling sering terjadi adalah penyumbatan kolom. Hal ini sering terjadi pada kolom kapiler. Akibat dari hal tersebut maka kinerja kolom akan menurun, khususnya untuk kolom yang fase diamnya adalah fase terikat. Apabila terjadi penyumbatan pada kolom kapiler atau menurunnya kinerja kolom, maka perlu dilakukan regenerasi untuk meremajakan atau mengembalikan kinerja kolom pada kondisi semula. Ada tiga cara regenerasi kolom yaitu : a. Pemotongan kolom Pemotongan kolom biasanya dilakukan jika terjadi penyumbatan pada ujung depan kolom (terutama kolom kapiler). Komponen-komponen sampel yang tidak dapat diatsirikan (diuapkan) sering menyumbat kolom pada ujung depannya. Salah satu tanda adanya penyumbatan pada kolom adalah adanya puncak kromatogram yang melebar atau berekor. Pengatasan masalah ini yang umum dilakukan adalah dengan cara memotong kolom kapiler tersebut sepanjang 50 cm dari ujung depannya. Biasanya pemotongan dikerjakan dengan memakai pemotong intan yang ujungnya sangat tajam (pensil intan). b. Pengkondisian (Conditioning) Pengkondisian ini bersifat untuk memelihara kolom agar waktu hidup (life time)-nya cukup lama. Pengkondisian dilakukan lebih kurang 30 menit sebelum dan sesudah analisis, tergantung pada kontaminasinya. Oleh karena itu, dapat saja dilakukan pengkondisian lebih dari 30 menit. Suhu yang dipakai pada saat pengkondisian sebaiknya terprogram dengan kenaikan 5ºC/menit sampai suhu operasional. hal. 20

21 c. Pencucian kolom Untuk kolom fase terikat sebaiknya dilakukan pencucian dengan memakai tangki (tabung) pencuci yang dilakukan di luar oven. Yang terbaik untuk dipakai sebagai larutan pencuci adalah pentana yang dapat dipakai sebagai larutan pencuci semua jenis kolom. Untuk mencuci material pengotor yang lebih polar dapat juga dipakai metilen klorida atau metanol. Setelah proses pencucian maka diusahakan semua cairan pencuci keluar dari kolom. Pada saat instalasi kembali, kolom yang telah dicuci jangan dihubungkan langsung dengan detektor. Detektor pada KG Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detektor. Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponenkomponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak. Pada garis besarnya detektor pada KG termasuk detektor diferensial, dalam arti respons yang keluar dari detektor memberikan relasi yang linier dengan kadar atau laju aliran massa komponen yang teresolusi. Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan fisik komponen-komponen oleh KG disajikan oleh detektor sebagai deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu tambat tertentu dalam kromatogram dapat digunakan sebagai data kualitatif, sedangkan luas puncak dalam kromatogram dapat dipakai sebagai data kuantitatif yang keduanya telah dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Akan tetapi apabila kromatografi gas digabung dengan instrumen yang multipleks misalnya GC/FT-IR/MS, kromatogram akan disajikan dalam bentuk lain. tabel Beberapa sifat detektor yang digunakan dalam kromatografi gas ditunjukkan oleh Tabel Jenis-jenis detektor, batas deteksi, jenis sampel-sampelnya dan kecepatan alir gas pembawa Jenis detektor Jenis sampel Batas Kecepatan alir (ml/menit) deteksi Gas H 2 Udara pembawa Hantar panas Senyawa umun ng Ionisasi nyala Hidrokarbon pg Penangkap elektron Halogen organik, pestisida 0,05-1 pg hal. 21

22 Nitrogen-fosfor Fotometri nyala (393 nm) Fotometri nyala (526 nm) Fotoionisasi 1-10 pg pg C/detik Senyawa nitrogen organik dan Fosfat organik Senyawasenyawa sullfur Senyawasenyawa fosfor Senyawasenyawa yang terionisasi dengan UV Halogen, N, S Konduktivitas elektrolitik Fourier Transform-infra merah (FT-IR) Senyawasenyawa organik Selektif massa Sesuai untuk senyawa apapun Emisi atom Sesuai untuk elemen apapun 0,1-10 g pg ,5 pg Cl 2 pg S 4 pg N pg pg- 10 ng 0,1-20 pg 0, Berikut akan dijelaskan detektor yang sering digunakan dalam kromatografi gas: a. Detektor hantar panas (Thermal Conductivity Detektor =TCD) Detektor ini didasarkan bahwa panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke benda lain di sekelilingnya yang suhunya lebih rendah. Kecepatan penghantaran panas ini tergantung susunan gas yang mengelilinginya. Jadi setiap gas mempunyai daya hantar panas yang kecepatannya merupakan fungsi dari laju pergerakan molekul gas yang pada suhu tertentu merupakan fungsi dari berat molekul gas. Gas yang mempunyai berat molekul rendah mempunyai daya hantar lebih tinggi. Jika ada komponen/senyawa yang dibawa fase gerak masuk kedalam detektor, karena BM senyawa biasanya tinggi maka daya hantar menjadi turun. Di dalam detektor ini (gambar 16.6) dipasang filamen ganda yang dibuat dari platina atau campuran logam tungsten-rhenium yang tahan panas hingga 400 o C (mirip dengan lampu pijar wolfram). Satu filamen ditempatkan di dalam efluen kolom, dan satu filamen lagi diletakkan pada aliran fase gerak sebelum memasuki tempat penyuntikan sampel dan digunakan sebagai pembanding (filamen pembanding) pada suhu yang sama dengan suhu pada efluen kolom. Filamen ini dialiri listrik untuk memanaskannya. Kedua filamen ini dihubungkan dengan rangkaian listrik yang disebut jembatan Wheatstone, untuk menyeimbangkan arus listrik. Bila molekul sampel masuk ke dalam detektor, maka sampel akan menurunkan daya hantar panas, akibatnya filamen menjadi lebih panas (suhu mejadi lebih tinggi) yang menyebabkan naiknya tahanan sehingga menurunkan arus listrik. Perbedaan arus listrik antara 2 filamen ini dikirimkan ke rekorder atau sistem pengolah data yang kemudian ditampilkan sebagai kromatogram. hal. 22

23 Masalah utama dalam detektor ini adalah bahwa filamen harus dilindungi dari udara ketika filamen itu panas. Jadi, filamen tidak boleh dipanaskan tanpa dialiri gas pembawa. Banyak instrumen mutakhir yang telah dirancang untuk mengatasi hal ini artinya filamen hanya dapat dipanasi jika gas pembawa mengalir. Detektor biasanya dibersihkan dengan melepaskannya dari sistem dan merendamkannya dalam sederet pelarut seperti dekalin, metanol, air, dan aseton. Setelah pengeringan (sebelum dipakai), detektor dipanaskan di dalam aliran gas pembawa kromatografi selama 24 jam. Gambar Diagram skematik detektor hantar panas. Secara teoritis detektor ini memberi keuntungan bahwa komponen yang dideteksi tidak rusak, sehingga memungkinkan komponen dikumpulkan untuk analisis lebih lanjut. Detektor hantar panas termasuk detektor konsentrasi, yakni semua molekul yang melewatinya diukur jumlahnya dan tidak tergantung pada laju aliran fase gerak. b. Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detektor = FID) Pada dasarnya senyawa organik bila dibakar akan terurai menjadi pecahan sederhana bermuatan positif, biasanya terdiri atas satu karbon (C + ). Pecahan ini meningkatkan daya hantar di sekitar nyala, tempat yang telah dipasang elektroda, dan peningkatan daya hantar ini dapat diukur dengan mudah dan direkam. Dengan demikian, gas efluen dari kolom dialirkan ke dalam nyala hidrogen yang terbakar di udara. Sampel yang dibawa oleh gas pembawa mengalir ke dalam nyala dan diuraikan menjadi ion. Ion ini akan meningkatkan daya hantar dan karenanya akan meningkatkan arus listrik yang mengalir diantara 2 elektroda. Arus itu selanjutnya diperkuat di amplifier dan direkam oleh rekorder. Detektor ionisasi nyala (FID) ini mengukur jumlah atom karbon, dan bukan jumlah molekul seperti pada TCD. FID pada dasarnya bersifat umum untuk hampir semua senyawa organik (senyawa fluoro tinggi dan karbon disulfida tidak terdeteksi). Disamping itu, respon FID sangat peka, dan linier ditinjau dari segi ukuran cuplikan, serta teliti. hal. 23

24 Gambar Diagram skematik FID. Pada pamakaian FID, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: pertama, kecepatan alir O 2 (udara) dan H 2. Untuk memperoleh tanggapan FID yang optimal sebaiknya kecepatan aliran H 2 ± 30 ml/menit dan O 2 sepuluh kalinya. Kedua adalah bahwa suhu FID harus diatas 100 o C. Hal ini bertujuan untuk mencegah kondensasi uap air yang mengakibatkan FID berkarat atau kehilangan (menurun) sensitivitasnya. Kalau memungkinkan pada selang waktu tertentu dengan pertolongan mekanik, maka dapat dilakukan pembersihkan bagian atas FID (kolektor) yang mungkin telah dilapisi berbagai macam kotoran. c. Detektor tangkap elektron (Elektron Capture Detektor = ECD) Detektor ini dilengkapi dengan sumber radio aktif yaitu tritium ( 3 H ) atau 63 Ni yang ditempatkan diantara dua elektroda. (Gambar 16.8). Tegangan listrik yang dipasang antara katoda dan anoda tidak terlalu tinggi, antara volt. Dasar kerja detektor ini adalah: penangkapan elektron oleh senyawa yang mempunyai afinitas terhadap elektron bebas, yaitu senyawa yang mempunyai unsur-unsur elektronegatif. Bila fase gerak (gas pembawa N 2 ) masuk ke dalam detektor maka sinar β akan + mengionisasi molekul N 2 menjadi ion-ion N 2 dan menghasilkan elektron (bebas) yang akan bergerak ke anoda dengan lambat. Dengan demikian, di dalam ruangan detektor terdapat semacam awan elektron bebas yang dengan lambat menuju anoda. Elektron-elektron yang terkumpul pada anoda akan menghasilkan arus garis dasar (baseline current) yang steady dan memberikan garis dasar pada kromatogram. Bila komponen sampel (senyawa dengan unsur elektronegatif) dibawa fase gerak masuk ke dalam ruang detektor yang dipenuhi awan elektron, maka senyawa ini akan menangkap elektron sehingga membentuk ion molekul negatif. Ion molekul ini akan dibawa oleh fase gerak (carrier gas). Akibatnya setiap partikel negatif dibawa keluar detektor, berarti menyingkirkan satu elektron dari sistem sehingga arus hal. 24

25 listrik yang steady tadi akan berkurang. Pengurangan arus ini akan dicatat oleh rekorder sebagai puncak pada kromatogram. Gambar Diagram skematik detektor tangkap elektron. d. Detektor nitrogen-fosfor (Nitrogen Phosphorous Detektor =NPD) Pada prinsipnya NPD mirip dengan FID, hanya saja fenomena mekanisme nyala plasma belum jelas. Ada kemungkinan terjadi peristiwa pemadaman (quenching) dari nyala plasma dan logam alkali oleh nitrogen /fosfor yang berasal dari sampel. NPD sangat selektif terhadap nitrogen dan fosfor karena adanya elemen aktif diatas aliran kapiler yang terbakar oleh plasma (1600 o C). Elemen aktif merupakan logam kalium atau rubidium atau cesium yang dilapiskan pada silinder kecil alumunium. Kegunaan elemen aktif garam metal alkali adalah sebagai sumber ion di dalam plasma yang bertugas menekan ionisasi hidrokarbon di dalam plasma, akan tetapi sebaliknya menaikkan ionisasi sampel yang mengandung N atau P. Efisiensi ionisasi N dan P oleh sumber termoionik tersebut juga dibantu dengan menekan aliran H 2 dan O 2 (udara sebagai bahan bakar plasma). Pada proses ini, untuk mendapatkan efisiensi ionisasi N dan P dipakai laju aliran udara (O 2 ) ± ml/ menit dan dipakai laju aliran H 2 ± 6 ml/menit. Laju aliran ini sangat dipengaruhi oleh jenis sampel yang dianalisis. Beberapa hal yang sangat penting untuk diperhatikan apabila memilih NPD pada KG adalah : pertama, dijaga kontinuitas aliran H 2, O 2 dan efluen pada laju konstan, sebab perubahan sedikit laju aliran akan memberikan hasil yang sangat berbeda. Kedua, dijaga kemurnian segala sesuatu yang menyangkut analisis terhadap kontaminasi unsur-unsur N dan P. Alat-alat gelas harus betul-betul bersih (sangat bersih) dan terbebas dari sesepora bekas deterjen fosfat, dan pembersih gelas dari asam juga harus dibilas betul-betul dengan air suling. Kalau dipakai pelarut organik hendaknya sangat dijaga kemurniannya. Hindari pemakaian hal. 25

26 pelarut yang mengandung klor atau silan karena akan menurunkan umur hidup (life time) pemakaian detektor ini. Demikian juga hindarilah pemakaian bahan anti bocor (perekat) yang terbuat dari fosfat pada detektor, gelas wool pada kolom, lapisan poliamida pada kolom, atau fase cair yang mengandung nitrogen sebagai fase diam (OV-225 atau XE-60) karena kesemua hal tersebut akan mengundang derau (noise) yang lebih besar. Gas pengelusi yang baik adalah helium dengan laju aliran yang umum dipakai 30 ml/menit. NPD sangat baik dalam analisis dibidang farmasi dan klinik dismping itu sangat baik pula untuk mendukung analisis mengenai dampak lingkungan. Gambar Diagram skematik NPD. e. Detektor fotometri nyala Detektor fotometri nyala menggunakan prinsip bahwa ketika senyawa yang mengandung sulfur atau fosfor dibakar dalam nyala hidrogen-oksigen, maka akan terbentuk spesies-spesies yang tereksitasi yang akan runtuh (decay) dan menghasilkan suatu emisi kemiluminesen yang spesifik yang dapat diukur pada panjang gelombang tertentu. Untuk yang mengandung atom S, diukur pada panjang gelombang 393 nm, sementara yang mengandung fosfor diukur pada panjang gelombang 526 nm. f. Detektor konduktivitas elektrolitik Detektor konduktivitas elektrolitik merupakan detektor yang spesifik untuk mendeteksi senyawa yang mengandung atom sulfur, nitrogen, dan halogen. Detektor ini tersusun atas tungku (furnace) yang mampu memberikan suhu paling kecil C. Efluen dari kolom KG akan memasuki tungku lalu dipirolisiskan dalam suatu udara yang kaya hidrogen atau oksigen. Hasil-hasil dari pirolisis ini selanjutnya dicampur dengan pelarut yang sesuai dan menghasilkan suatu larutan yang bersifat konduktif. Adanya perubahan dalam konduktivitas dimonitor. g. Detektor foto-ionisasi hal. 26

27 Ketika suatu senyawa menyerap energi foton dari suatu lampu UV, maka senyawa tersebut akan terionisasi. Hal inilah yang menjadi dasar detektor ini. Senyawa yang terionisasi ini selanjutnya dikumpulkan dan banyaknya arus yang dihasilkan dimonitor. Detektor ini dapat digunakan untuk deteksi senyawa-senyawa aromatis, keton, aldehid, ester, amin, senyawa-senyawa sulfur organik, senyawa-senyawa anorganik seperti hidrogen sulfida, HI, HCl, klorin, iodium, dan fosfin. Detektor ini akan tanggap terhadap semua senyawa yang mempunyai potensial ionisasi pada kisaran potensial sumber lampu UV atau terhadap senyawa-senyawa yang mempunyai potensial ionisasi kurang dari 12 ev. Keuntungan lain detektor ini adalah bahwa pelarut-pelarut umum yang sering digunakan seperti metanol, kloroform, metilen klorida, karbon tetraklorida, dan asetonitril tidak memberikan atau sedikit memberikan tanggapan (respon), jika digunakan lampu UV yang mempunyai potensial ionisasi 12 ev. Lampu-lampu yang paling umum digunakan dan tersedia di pasaran adalah lampu dengan potensial ionisasi 9,5; 10,0; 10,2; 10,9; dan 11,7 ev. Untuk meningkatkan selektifitas detektor, lampu harus dipilih yang hanya dapat mengionisasi analit yang dituju saja. h. Detektor spektrometer massa Spektrometer massa jika digunakan sebagai detektor maka akan mampu memberikan informasi data struktur kimia senyawa yang tidak diketahui. Dengan menggunakan spektrometer massa untuk memonitor ion tunggal atau beberapa ion yang karakteristik dalam analit, maka batas deteksi ion-ion ini akan ditingkatkan. Derivatisasi pada Kromatografi Gas Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis menggunakan kromatografi gas. Alasan dilakukannya derivatisasi: Senyawa-senyawa tersebut tidak memungkinkan dilakukan analisis dengan KG terkait dengan volatilitas dan stabilitasnya. Untuk meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram. Beberapa senyawa tidak menghasilkan bentuk kromatogram yang bagus (misal puncak kromatogram saling tumpang tindih) atau sampel yang dituju tidak terdeteksi, karenanya diperlukan derivatisasi sebelum dilakukan analisis dengan KG. Meningkatkan volatilitas, misal senyawa gula. Tujuan utama derivatisasi adalah untuk meningkatkan volatilitas senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (non-volatil). Senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah biasanya tidak mudah menguap karena adanya gaya tarik-menarik inter molekuler antara gugus-gusug polar karenanya hal. 27

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB I Pengantar kromatografi Sejarah dan perkembangan kromatografi Teknik pemisahan yang sebenarnya dapat dikatagorikan teknik kromatografi adalah

BAB I Pengantar kromatografi Sejarah dan perkembangan kromatografi Teknik pemisahan yang sebenarnya dapat dikatagorikan teknik kromatografi adalah BAB I Pengantar kromatografi Sejarah dan perkembangan kromatografi Teknik pemisahan yang sebenarnya dapat dikatagorikan teknik kromatografi adalah pada waktu Runge, F.F. (1834-1843) melakukan spot test

Lebih terperinci

PENGANTAR. Berdasarkan wujud fasa diam, Kromatografi gas-padat (gas-solid chromatography) Kromatografi gas-cair (gas-liquid chromatography)

PENGANTAR. Berdasarkan wujud fasa diam, Kromatografi gas-padat (gas-solid chromatography) Kromatografi gas-cair (gas-liquid chromatography) PENGANTAR Komponen-komponen suatu cuplikan (berupa uap) di fraksionasi sebagai hasil distribusi komponen-komponen tersebut. Distribusi terjadi antara fasa gerak (berupa gas) dan fasa diam (berupa padat

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya BAB I PENDAHULUAN Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik

Lebih terperinci

BABV Kromatografi Kolom (Column Chromatography)

BABV Kromatografi Kolom (Column Chromatography) BABV Kromatografi Kolom (Column Chromatography) Kromatografi kolom termasuk kromatografi cairan, adalah metoda pemisahan yang cukup baik untuk sampel lebih dari 1 gram. Pada kromatografi ini sampel sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC)

PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC) PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC) LAPORAN disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Instrumentasi Analitik Dosen Pembimbing : Dra. Dewi Widyabudiningsih, MT Tanggal

Lebih terperinci

Analisis Fisiko Kimia

Analisis Fisiko Kimia Analisis Fisiko Kimia KROMATOGRAFI Oleh : Dr. Harmita DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase,

Lebih terperinci

Kromatografi. Imam santosa, MT

Kromatografi. Imam santosa, MT Kromatografi Imam santosa, MT Pendahuluan Kromatografi pertama kali digunakan oleh Ramsey pada tahun 1905 untuk memisahkan campuran gas dan campuran uap. Sejumlah percobaan pertama ini menggunakan penyerapan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C Nama : Juwita (127008003) Rika Nailuvar Sinaga (127008004) Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 19 Desember 2012 Waktu Praktikum : 12.00 15.00 WIB Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

Kelompok 2: Kromatografi Kolom Kelompok 2: Kromatografi Kolom Arti Kata Kromatografi PENDAHULUAN chroma berarti warna dan graphien berarti menulis Sejarah Kromatografi Sejarah kromatografi dimulai sejak pertengahan abad ke 19 ketika

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BAB VI Kromatografi Gas Gas Liquid Chromatography (GLC) (=GC)

BAB VI Kromatografi Gas Gas Liquid Chromatography (GLC) (=GC) BAB VI Kromatografi Gas Gas Liquid Chromatography (GLC) (=GC) Pendahuluan Campuran benzen (td.80,1 C) dan sikloheksan (80,8 C) tidak dapat dipisahkan dengan cara destilasi fraksi, sedangkan kromatografi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman KROMATOGRAFI PENDAHULUAN Analisis komponen penyusun bahan pangan penting, tidak hanya mencakup makronutrien Analisis konvensional: lama, tenaga beasar, sering tidak akurat, tidak dapat mendeteksi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Schraiber pada tahun KLT merupakan bentuk kromatografi planar,

BAB I PENDAHULUAN. Schraiber pada tahun KLT merupakan bentuk kromatografi planar, BAB I PENDAHULUAN Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda

Lebih terperinci

Uraian Materi 1. Prinsip dasar kromatografi gas 2. Instrumentasi kromatografi gas

Uraian Materi 1. Prinsip dasar kromatografi gas 2. Instrumentasi kromatografi gas Uraian Materi 1. Prinsip dasar kromatografi gas Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan komponen-komponen dalam suatu sampel berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen tersebut ke dalam 2 fasa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA BAB 1 TIJAUA PUSTAKA 1.1 Glibenklamid Glibenklamid adalah 1-[4-[2-(5-kloro-2-metoksobenzamido)etil]benzensulfonil]-3- sikloheksilurea. Glibenklamid juga dikenal sebagai 5-kloro--[2-[4{{{(sikloheksilamino)

Lebih terperinci

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat NP 4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat CEt + FeCl 3 x 6 H 2 CEt C 8 H 12 3 C 4 H 6 C 12 H 18 4 (156.2) (70.2) (270.3) (226.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Adisi

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan

KROMATOGRAFI. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan KROMATOGRAFI Defenisi Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan

Lebih terperinci

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram EFISIENSI KOLOM Pertemuan 3 Bentuk-bentuk kromatogram - Linier (simetris, bentuk gaus), ideal (puncak sempit) - Tidak linier dan tidak ideal C S C S C S K = C S /C m K > C K < CS /C S /C m m C m C m C

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Glibenklamid merupakan sulfonylurea generasi kedua yang digunakan sebagai obat antidiabetik oral yang berperan menurunkan konsentrasi glukosa darah. Glibenklamid merupakan salah satu senyawa

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

LAPORAN TETAP KIMIA ANALITIK INSTRUMEN LAPORAN TETAP KIMIA ANALITIK INSTRUMEN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS I Oleh : Kelompok III 1. Bella Anggraini (061330400291) 2. Deka Pitaloka (061330400293) 3. Eka Anggraini (061330400298) 4. Elvania Novianti

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

Kromatografi tambahan. Imam S

Kromatografi tambahan. Imam S Kromatografi tambahan Imam S Kromatografi serapan Bentuk alat : mirip buret, didalamnya berisi, glass wool/kapas untuk penyangga, penyaring dari gelas yang dilapisi kertas saring, bahan isian kolom yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diklofenak 2.1.1 Kalium diklofenak Menurut Anonim (2009), uraian tentang kalium diklofenak adalah sebagai berikut: Rumus bangun : Rumus molekul : C 14 H 10 Cl 2 KNO 2 Berat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisis secara kromatografi yang berhasil baik berkaitan dengan mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis atau kecepatan seperti digambarkan dalam

Lebih terperinci

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus.

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: 2541-0849 e-issn: 2548-1398 Vol. 2, No 8 Agustus 2017 ANALISIS KANDUNGAN p-xilena PADA PERTAMAX DAN PERTAMAX PLUS DENGAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS (GC-PU 4600)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh: Nama : Eky Sulistyawati FA/08708 Putri Kharisma FA/08715 Gol./Kel.

Lebih terperinci

Volume retensi dan volume mati berhubungan dengan kecepatan alir fase

Volume retensi dan volume mati berhubungan dengan kecepatan alir fase BAB II. TEORI KROMATOGRAFI A. PRINSIP DASAR PEMISAHAN SECARA KROMATOGRAFI Sistem kromatografi tersusun atas fase diam dan fase gerak. Terj'adinya pemisahan campuran senyawa menjadi penyusunnya dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Nama Generik 2.1.1. Pengertian Obat Generik Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan

Lebih terperinci

Hukum Kesetimbangan Distribusi

Hukum Kesetimbangan Distribusi Hukum Kesetimbangan Distribusi Gambar penampang lintang dari kolom kromatografi cair-cair sebelum fasa gerak dialirkan dan pada saat fasa gerak dialirkan. 1 Di dalam kolom, aliran fasa gerak akan membawa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

DESTILASI SECARA UMUM

DESTILASI SECARA UMUM DESTILASI SECARA UMUM Disusun oleh : NANDA RISKI JANESTIA (1011101020034) FARHAN RAMADHANI (1011101010035) PADLI SYAH PUTRA (1111101010020) JAMNUR SAHPUTRA FAHMI SUHANDA (1211101010050) IBRAHIM (1111101010017)

Lebih terperinci

Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa L)

Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS. Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa L) Percobaan 4 KROMATOGRAFI KOLOM & KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS Isolasi Kurkumin dari Kunyit (Curcuma longa L) I. Tujuan 1. Melakukan dan menjelaskan teknik-teknik dasar kromatografi kolom dan kromatografi lapis

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA. Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil

BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA. Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil xiv BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA 2.1. Gas Alam Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana (CH 4 ). Komponen utama dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik Kosmetik merupakan bahan atau komponen kimia yang digunakan untuk mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari berbagai macam senyawa kimia

Lebih terperinci

BAB VI. ELEKTROFORESIS

BAB VI. ELEKTROFORESIS BAB VI. ELEKTROFORESIS A. PENDAHULUAN Elektroforesis adalah teknik pemisahan yang didasarkan pada kemampuan analit bergerak melalui media konduktif sebagai akibat diaplikasikannya arus listrik. Media yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

4002 Sintesis benzil dari benzoin

4002 Sintesis benzil dari benzoin 4002 Sintesis benzil dari benzoin H VCl 3 + 1 / 2 2 + 1 / 2 H 2 C 14 H 12 2 C 14 H 10 2 (212.3) 173.3 (210.2) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan ksidasi alkohol, keton, katalis logam transisi

Lebih terperinci

4022 Sintesis etil (S)-(+)-3-hidroksibutirat

4022 Sintesis etil (S)-(+)-3-hidroksibutirat NP 4022 Sintesis etil (S)-(+)-3-hidroksibutirat fermenting yeast sucrose H C 6 H 10 3 C 12 H 22 11 C 6 H 12 3 (130.1) (342.3) (132.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reduksi stereoselektif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012 -April 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

MAKALAH KROMATOGRAFI GAS. Dosen Pengampu. Dr. Pranoto, M.Sc

MAKALAH KROMATOGRAFI GAS. Dosen Pengampu. Dr. Pranoto, M.Sc MAKALAH KROMATOGRAFI GAS Dosen Pengampu Dr. Pranoto, M.Sc Disusun Oleh : Retno Junita Dewi (M0307021) Velina Anjani (M0311070) Dwi Rizaldi H (M0308082) Wendah Herawati (M0311071) Rifki Ramadhan H (M0309044)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

BAB VII Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) (High Performance Liquid Chromatography)HPLC

BAB VII Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) (High Performance Liquid Chromatography)HPLC BAB VII Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) (High Performance Liquid Chromatography)HPLC HPLC adalah produk mutakhir kromatografi yang banyak diminati untuk keperluan analisis ataupun preparatif.

Lebih terperinci

BABm METODOLOGI PENELITIAN

BABm METODOLOGI PENELITIAN BABm METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat destilasi sederhana (Elektromantel MX), neraca analitik, ultrasonik Kery Puisatron,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS

KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS Oleh: Drs. Hokcu Suhanda, M.Si JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA 2006 1 Prinsip Dasar Perbedaan distribusi komponen-komponen diantara dua fasa dengan menggunakan fluida superkritis

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA PEMISAHAN BAB CAMPURAN

LAPORAN KIMIA PEMISAHAN BAB CAMPURAN 1.1 Judul Percobaan Kromatografi kertas 1.2 Tujuan Percobaan LAPORAN KIMIA PEMISAHAN BAB CAMPURAN I TUJUAN DAN PRINSIP PERCOBAAN Memisahkan Zat Warna Tinta Melalui Kromatografi Kertas 1.3 Prinsip Percobaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cefadroxil 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 1 Struktur cefadroxil Nama Kimia : 5-thia-1-azabicyclo[4.2.0]oct-2-ene-1-carbocylic

Lebih terperinci

4027 Sintesis 11-kloroundek-1-ena dari 10-undeken-1-ol

4027 Sintesis 11-kloroundek-1-ena dari 10-undeken-1-ol 4027 Sintesis 11-kloroundek-1-ena dari 10-undeken-1-ol OH SOCl 2 Cl + HCl + SO 2 C 11 H 22 O C 11 H 21 Cl (170.3) (119.0) (188.7) (36.5) (64.1) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pipisan, Indramayu. Dan untuk

Lebih terperinci

BAB V KROMATOGRAFI. Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar kromatografi, penggolongan kromatografi,

BAB V KROMATOGRAFI. Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar kromatografi, penggolongan kromatografi, BAB V KROMATOGRAFI A. PENDAHULUAN 1. Deskripsi singkat Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar kromatografi, penggolongan kromatografi, kromatografi kolom, kromatografi kertas dan Lapis tipis, kromatografi

Lebih terperinci

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat 4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat castor oil + MeH Na-methylate H Me CH 4 (32.0) C 19 H 36 3 (312.5) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Reaksi pada gugus karbonil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit.

I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. II. Tujuan : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit pada konsentrasi larutan yang

Lebih terperinci

4024 Sintesis enantioselektif pada etil (1R,2S)-cishidroksisiklopentana

4024 Sintesis enantioselektif pada etil (1R,2S)-cishidroksisiklopentana 4024 Sintesis enantioselektif pada etil (1R,2S)-cishidroksisiklopentana karboksilat H yeast C 8 H 12 3 C 8 H 14 3 (156.2) (158.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reduksi, reduksi stereoselektif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni untuk mengetahui aktivitas penangkap radikal dari isolat fraksi etil asetat ekstrak etanol herba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kloramfenikol 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus struktur : OH H O 2 N C C CH 2 OH H NHCOCHCl 2 Nama Kimia : D-treo-(-)-2,2-Dikloro-N-[β-hidroksi-α-(hidroksimetil)-p- nitrofenetil]asetamida

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan 5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan H O O O NO 2 + HO HO 4-toluenesulfonic acid + NO 2 O H 2 C 7 H 5 NO 3 C 2 H 6 O 2 C 7 H 8 O 3 S. H 2 O C 9

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan proteinprotein

BAB I PENDAHULUAN. tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan proteinprotein BAB I PENDAHULUAN Kromatografi Cair Tenaga Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alprazolam 2.1.1 Sifat fisikokimia Rumus struktur : Gambar 1 Struktur Alprazolam Nama Kimia Rumus Molekul :8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-α] [1,4] benzodiazepina

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODA

III. BAHAN DAN METODA III. BAHAN DAN METODA 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :peralatan distilasi, neraca analitik, rotary evaporator (Rotavapor

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol 4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol C 12 H 26 O (186.3) OH H 2 SO 4 konz. (98.1) + HBr (80.9) C 12 H 25 Br (249.2) Br + H 2 O (18.0) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci