PENENTUAN KADAR TOLUENA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN Tanggal Praktikum : 03 Desember 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN KADAR TOLUENA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN Tanggal Praktikum : 03 Desember 2010"

Transkripsi

1 PENENTUAN KADAR TOLUENA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN Tanggal Praktikum : 03 Desember 2010 Disusun Oleh : Kelompok 7 Risa Nurkomarasari ( ) Ersan Yudhapratama ( ) Redi Ahmad Fauzi ( ) JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIDKAN INDONESIA

2 Tanggal Praktikum : 03 Desember 2010 PENENTUAN KADAR TOLUENA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS A. Tujuan Praktikum 1. Mahasiswa dapat mengenal cara pengoperasian instrument GC 2. Mahasiswa dapat memahami cara kerja instrumen GC untuk analisis kualitatif dan kuantitatif 3. Dapat menentukan kadar toluene dalam sampel menggunakan instrument GC B. Tinjauan Pustaka Kromatografi gas merupakan suatu metode pemisahan dan pengukuran yang didasarkan pada perbedaan distribusi komponen-komponen dalam sampel diantara dua fasa dengan menggunakan gas sebagai fasa gerak dan zat padat atau zat cair sebagai fasa diam. Berdasarkan fasa diamnya, kromatografi gas dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Gas Liquid Chromatography (GLC), fasa diamnya berwujud cair. Cairan tersebut merupakan cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada padatan pendukung yang inert berupa butiran halus. Prinsip pemisahannya perbedaan partisi komponen-komponen dari suatu sampel di antara fasa diam dan fasa gerak. 2. Gas Solid Chromatography (GSC), fasa diamnya berwujud padat. Padatan yang digunakan misalnya karbon, zeolit dan silika gel. Prinsip pemisahannya berdasarkan adsorpsi terhadap fasa diam. Gambar 1. Skema pengelompokan kromatografi 2

3 Adapun diagram alat kromatografi gas adalah sebagai berikut : Gambar 2. Diagram alat kromatografi gas (Harvey, David.2004 : 563) Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut, gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisis fasa diam. Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikan ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom. Suatu detector diletakan di ujung kolomuntuk mendeteksi jenis maupun jumlah komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan recorder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Jumlah peak yang dihasilkan menyatakan jumlah komponen (senyawa) yang terdapat dalam campuran. Sedangkan luas peak bergantung kepda kuantitas suatu komponen dalam campuran. Karena peak-peak dalam kromatogram berupa senyawa segitiga maka luasnya dapat dihitung berdasarkan tinggi dan lebar peak tersebut. Kromatografi gas merupakan salah satu teknik kromatografi yang bias digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa organic. Senyawa-senyawa yang dapat ditentukan dengan kromatografi gas sangat banyak, namun ada batasannya. Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperature pengujian, utamanya dari C. Jika senyawa tidak mudah menguap atau tidak 3

4 stabil pada temperature pengujian, maka senyawa tersebut bias diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas. (Tim Kimia Analitik Instrumen : 15) Keuntungan-keuntungan dari Kromatografi Gas antara lain : - Kromatografi Gas akan memisahkan campuran-campuran yang mengandung banyak komponen dengan perbedaan titik didih rendah. - Analisis cepat (biasanya menit) - Sensitif (dengan detektor T.C.D. ppm, F.I.D. low ppm. E.C.D. ppb) - Bisa dipakai untuk menganalisis berbagai macam campuran, hidrokarbon, obat, pestisida, gas-gas dan steroid-steroid. - Mudah dioperasikan dan tekniknya terpercaya. - Volume yang diperlukan sangat kecil ( 1 10 μl ) - Baik pada analisa kualitatif dan kuantitatif - Hasilnya mudah ditafsirkan - Puncak kromatogram. Kualitatif ( dengan retensi waktu )Kuantitatif ( daerah puncak adalah konsentrasi α) Instrumentasi kromatografi gas terdiri dari beberapa komponen yaitu 1. Gas Pembawa Gas yang dapat digunakan sebagai fasa gerak dalam kromatografi gas harus bersifat inert (tidak bereaksi) dengan cuplikan maupun fasa diam. Gas-gas yang biasa digunakan adalah gas helium, argon, nitrogen dan hidrogen. Karena gas disimpan dalam slinder baja bertekanan tinggi karena gas tersebut akan mengalirkan dengan sendirinya secara cepat sambil mengambil atau membawa komponen-komponen campuran yang akan atau yang sudah dipisahkan. Dengan demikian gas tersebut juga pembawa (carrier gas). Oleh karena gas pembawa mengalir dengan cepat maka pemisahan denga teknik kromatografi gas hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Karakteristik tiga jenis gas pembawa hidrogen, helium, dan nitrogen diperlihatkan pada gambar dibawah ini : Gambar3. Krakteristik gas pembawa hidrogen, helium, dan nitrogrn 4

5 Gas N 2 memerlukan kecepatan alir yang lambat (10 cm/detik) untuk mencapai kinerja (efisiensi) yang optimum dengan HETP minimum. Sementara H2 dan He dapat dialirkan lebih cepat untuk memperoleh efisiensi yang optimum, 25 cm/detik untuk gas He dan 35 cm/detik. Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa kinerja H 2 berkurang sedikit demi sedikit dengan kenaikan kecepatan alir. Sedangkan kinerja N 2 berkurang secara drastis dengan kenaikan laju alir. Hal ini berarti bahwa H 2 dapat memberikan resolusi yang hampir sama dengan yang lain pada laju alir yang lebih cepat. Oleh karena solute lebih cepat melalui H 2 dan He daripada melalui N 2 maka H 2 dan He memberikan resolusi yang lebih baik pada kecepatan alir tinggi. Semakin cepat solute berkesetimbangan diantara fasa gerak dan fasa diam maka semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang cepat dalam H 2 dan He membantu mempercepat kesetimbangan di antara fasa gerak dan fasa diam sehingga meningkatkan efisiensi atau menurunkan harga HETP. Dalam hal efisiensi, H 2 merupakan pilihan gas pembawa yang baik. Kalau percobaan dilakukan pada tekanan tetap, kecepatan alir akan berkurang ketika suh dinaikan. Keuntungan lain gas pembawa H 2 adalah memberikan efisiensi relatif stabil dengan perubahan kecepatan alir. Sayngnya H 2 mudah meledak bila berkontak dengan udara. Oleh karena itu, He banyak digunakan sebagai pengganti H 2. Kotoran yang terdapat dalam gas pembawa dapat merusak kolom secara perlahan karena fasa diam berekasi dengan kotoran tersebut. Oleh karena itu, gas berkualitas tinggi harus digunakan untuk merawat kolom dari kerusakan. Untuk menghilangkan kotoran dalam gas pembawa, biasanya gas dialirkan melalui saringan yang disebut molecular seive untuk menghilangkan air dan hidrokarbon. Kriteria gas pembawa antara lain : Bersifat inert dan kemurniannya tinggi Tekanan berkisar antara psi Laju alir berkisar antara ml/mnt 5

6 Disesuaikan dengan detektor Tabel 1. Jenkis Gas Pembawa Gas pembawa TCD FID ECD FPD Helium Hydrogen Nitrogen Argon Pemasukan Cuplikan Cuplikan yang dapat dianalisa dengan teknik kromatografi gas dapat berupa zat cair atau gas. Dengans yarat cuplikan tersebut mudah menguap dan stabil (tidak rusak pada kondisi operasional). Ditempat pemasukan cuplikan terdapat pemanas yang suhunya dapat diatur untuk menguapkan cuplikan. Suhu tempat penyuntikan cuplikan biasanya sekitar 50 derajat di atas titik didih cuplikan. Bila cuplikan rusak pada suhu tersebut maka cuplikan tersebut tidak dapat dianalisa dengan teknik kromatografi gas. Jumlah cuplikan yang disuntikan ke dalam aliran fas gerak sekitar 5 µl. Tempat pemasukan cuplikan cair ke dalam pak kolom biasanya terbuat dari tabung gelas di dala blok logam panas. Cuplikan disuntikan dengan bantuan alat untuk melalui karet septum kemudian diuapkan di dalam tabung gelas. Gas pembawa meniup uap cuplikan melalui kolom koromataografi. Untuk kolom analitik memerlukan antara 0,1-10 µl cuplikan cair sedangkan kolom analitik preparatif memerlukan antara µL. Cuplikan berbentuk gas dapat dimasukan dengan bantuan alat suntik gas (gas-tight syringe) atau kran gas (gas-sampling value). 6

7 Gambar 4. Sistem pemasukan cuplikan untuk kolom pak dan kolom kapiler Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka dikelompokkan ke dalam dua katagori yaitu injek spilt (split injection) dan injeksi splitleass (spitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk mengurangi volume cuplikan yang masuk ke kolom. Volume cuplikan yang masuk ke kolom hanya 0,1-10% dari 0,1-2µL, sementara sisanya dibuang. Jenis injeksi split tidak berguna untuk analisis renik karena kebanyakan cuplikandibuang. Untuk keperluan analisis kuantitatif yang baik dan untuk analisis renik maka injeksi jenis splitless lebih cocok. Dalam hal ini, larutan encer cuplikan dalam tempat pelarut yang mudah menguap disuntuikan ke dalam tempat pemasukan cuplikan dengan keadaan kran 1 dan kran 2 tertutup. Suhu kolom mula-mula C lebih rendah dari titik didih pelarut sehingga berkondensasi pada permulaan kolom. Ketika solut terperangkap oleh kabut pelarut maka solut-solut tersebut terkumpul pada permulaan kolom yang akan membentuk peak tajam. Sebagian pelarut (dan cuplikan yang masih berbentuk uap dekat septum akan menyebabkan tailing (pelebaran peak). Oleh karena itu, setelah detik kran 1 dibuka untuk mengeluarkan uap dekat septum. Dengan injeksi splitless, kebanyakan cuplikan (sekitar 80%) masuk kepermulaan 7

8 kolom disebut perangkap dingin (cold trapping). Suhu kolom mula-mula C lebih rendah dari titik didih solut. Pelarut dan solut dengan titik didih rendah dielusi secara cepat tapi solut dengan titik didih rendah dielusi sebagai kumpulan kabut. Pada pemanasan kolom, pemisahaan solut-solut dengan titik didih tinggi terjadi. 3. Kolom Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan. Untuk kromatografi gas dikenal dua jenis kolom yaitu jenis pak (packed column) dan jenis terbuka open tubular column). Kolom pak (packed column) Kolom pak terbuat dari stainless steel atau gelas dengan garis tengah 3-6 mm dan panjang 1-5 m. Kolom diisi dengan serbuk zat padat halus atau zat padat sebagai zat pendukung yang dilapisi zat cair kental yang sukar menguap sebagai fasa diam. Jenis kolom pak ini lebih disukai untuk tujuan preparatif karena dapat menampung jumlah cuplikan yang banyak. Gambar 5. Kolom pak Kolom terbuka (open tubular column) Kolom terbuka (kolom kapiler) lebih kecil dan lebih panjang daripada kolom pak. Diameter kolom terbuka berkisar antara 0,1-0,7 mm dan panjangnya berkisar antara m. Jenis kolom ini disebut juga kolom kapiler. Untuk mempermudah penyimpanan, biasanya kolom terbuka dibentuk spiral dengan garis tengah 18 cm. 8

9 Gambar 6. Kolom kapiler Tiga faktor yang mempengaruhi resolusi : efisiensi, selektifitas dan retensi. Dengan kolom terbuka, faktor-faktor tesebut akan bertambah. Jadi penggunaan kolom terbuka memberikan resolusi yang lebih tinggi daripada penggunaan kolom pak. Keuntungan lain penggunaan kolom terbuka adalah waktu analisis lebih pendek daripada penggunaa kolom pak karena fasa gerak tidak mengalami hambatan ketika melewati kolom. Kolom terbuka terdiri dari tiga jenis yaitu untuk wall-coated open tubular solumn (wcot), fasa diam cairan kental dilapiskan secara merata pada dinding dalam kolom. Dengan rancangan support-cated open tubular column (acot), partikel zat padat pendukung seperti silika atau alumunium ditempelkan pada dinding dalam kolom. Partikel pendukung ini lebih dahulu dilapisi zat cair kental sehingga fasa diam untuk meningkatkan luas permukaan. Pada rancangan ketiga, porous-layer open tubular column (plot), partikel zat padat yang ditempatkan pada dinding dalam kolom bertindak sebagai fasa diam. Gambar7. Kolom kapiler Jenis kolom terbuka berupa pipa kapiler yang umumnya terbuat dari gelas yang bahan dasarnya silika, SiO 2 yang mempunyai sedikit gugus silamol (Si-O-H). Fufus silanol ini dapat berikatan dengan solut menghasilkan peak tailing (peak yang melebar ke belakang) terutama kalau fasa diamnya sudah mengalami erosi. Peak tailing ini mengebabkan rendahnya efisiensi. 9

10 Fasa diam Seperti telah dibahas dalam topik kolom, umumnya fasa diam yang sering digunakan dalam kromatografi gas berbentuk zat cair kental sukar menguap. Dengan demikian janis kromatografi ini disebut kromatografi partisi gas-cair. Jumlah fasa diam yang digunakan dinyatakan dalam persen zat padat pendukung. Jumlah yang umum berkisar antara 2-10%. Jika fasa diam melebihi 30% dari zat padat pendukung maka efisiensi kolom mulai berkurang. Kerugian lainnya adalah faktor kapasitas bertambah basar atau waktu retansi tambah lama. Demikian pula bila jumlah fasa diam kurang dari 2% maka permukaan zat padat pendukung tidak tertutup semuanya sehingga solut polar berikatan terlalu kuat dengan zat pendukung. Selain zat cair, beberapa zat padat dapat digunakan sebagai fasa diam seperti alumina untuk memisahkan hodrokarbon. Pengoperasian Kolom Kolom dapat dioperasikan dengan dua cara, yaitu : secara isotermal (temperature konstan) dan temperatur terprogram (variabel peningkatan temperatur dan waktu ditahan pada temperatur konstan). a. Operasi Isotermal Pada operasi isotermal, temperatur kolom dijaga konstan. Batas temperatur maksimum dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakter fisik fase diam. Batas bawah ditentukan oleh titik beku dan batas atas ditentukan oleh bleed dari fase diam. Bleed adalah fase diam masuk ke detektor. Secara umum pada mode operasional ini, injektor dioperasikan 30 C diatas temperatur komponen dengan titik didih maksimum (kolom kemasan konvensional). Untuk pemisahan sederhana, mode isotermal sudah cukup baik. Hal ini disebabkan perbedaan antara tekanan uap dan kelarutan dari campuran komponen sudah cukup mempengaruhi pemisahan yang baik pada suhu yang dipilih. Namun, untuk campuran yang lebih kompleks, pemisahan yang kompleks membutuhkan suhu yang bervariasi. b. Operasi temperatur terprogram (TPGC) Pada kromatografi gas temperatur terprogram, temperatur oven dikendalikan oleh sebuah program yang dapat mengubah tingkatan pemanasan yang terjadi antara 0,25 C sampai 20 C. Sebuah oven massa rendah 10

11 mengijinkan pendinginan dan pemanasan cepat dari kolom yang dapat ditahan sampai 1 C dari temperatur yang diperlukan. Pada operasi temperatur terprogram diperlukan pengendali aliran untuk memastikan kesetabilan aliran gas. Kestabilan aliran sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil detektor yang baik yang ditunjukan pada garisbawah/baseline datar yang stabil. Fase diam harus stabil secara termal melewati range temperatur yang lebar. Bleed dapat diganti dengan menjalankan dua kolomyang identik secara tandem, satu untuk pemisahan komponen dan yang lain untuk melawan bleed. Suhu kolom dapat diprogram, misalnya pada keadaan awal pengukuran dilakukan pada suhu kolom 40 0 C dan pada akhir pengukuran C dengan kenaikan suhu 5 0 C per menit. 4. Detektor Detektor berperan mendeteksi solute-solute yang keluar dari kolom. Berbagai jenis detektor meliputi detektor daya hantar panas, detektor ionisasi nyala, detektor penangkap elektron, detektor dotometri nyala, detektor nyala alkali dan detektor spektroskopi nyala. Detektor daya hantar panas dan detektor spektroskopi nyala merupakan detektor universal sedangkan yang lainnya merupakan dengan detektor spesifik. a. Detektor daya hantar panas (Thermal Conductivity Detector, TCD) Detektor jenis ini mengukur kemampuan zat dalam memindahkan panas dari daerah panas ke daerah dingin. Semakin besar daya hantar semakin cepat pula panas dipindahkan. Detektor ini terdiri dari filamen panas tungsten-rhenium yang ditempatkan pada aliran gas yang datang dari arah kolom kromatografi. Selama gas pembawa mengalir secara konstan maka tahanan akan konstan dan begitu pula sinyal yang dikeluarkannya. Ketika solut keluar dari kolom maka daya hantar aliran gas menjadi menurun sehingga kecepatan pendingin filamen oleh aliran gas berkurang secara proposional. Filament menjadi lebih panas, tahanan bertambah, dan perubahan keluaran sinyal teramati. 11

12 Gambar8. Detektor daya hantar panas (Thermal Conductivity Detector, TCD) b. Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID) Diagram detektor ionisasi nyala diperlihatkan dalam gambar dibawah. Solut yang keluar dari kolom dicampur H 2 dan udara kemudian dibakar pada nyala dibagian dalam detektor. Atom karbon senyawa organik dapat menghasilkan radikal CH yang selanjutnya menghasilkan ion CHO + dalam nyala hidrogen udara. CHO + O CHO + + e - CHO+ yang dihasilkan dalam nyala bergerak ke katoda yang berada diatas nyala. Arus yang mengalir di antara anoda dan katoda diukur dan diterjemahkan sebgai sinyal pada rekorder. Detektor ini jauh lebih peka daripada detektor daya hantar panas. Kepekaan detektor ionisasi nyala akan lebih meningkatkan kalau N 2 digunakan sebagai gas pembawa. Gambar9. Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector, FID) 12

13 c. Detektor penangkap elektron (Electron Capture Detector, ECD) Detektor penangkap electron mengukur kehilangan sinyal ketika analit terelusi dari kolom kromatografi. Sebagai gas pembawa dapat digunakan N 2 kering atau 5% metana dalam argon. Alternatif lain, menambahkan N 2 bila H 2 atau He digunakan sebagai gas pembawa. Gas nitrogen yang memasuki detektor diionisasikan oleh electron bernergi tinggi (sinar beta) yang diemisikan oleh radioaktif 63 Ni atau 3 H. Elektron yang terbentuk ditarik ke anoda dan menghasilkan sejumlah kecil arus. Bila molekul analit yang mempunyai afinitas elektron tinggi memasuki detektor maka sebagian electron ditangkap sehingga arus yang mengalir ke anoda berkurang. Gambar10. Detektor penangkap elektron (Electron Capture Detector, ECD) d. Detektor fotometri nyala Detektor fotometri nayala merupakan fotometer emisi optik yang berguna untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mengandung fosfor atau belerang seperti pestisida dalam polutan udara. Solute yang terelusi memasuki nyala hidrogen udara seperti dalam detektor ionisasi nyala. Fosfor dan belerang tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yang kemudian melepaskan energi dalam bentuk cahaya. Gambar 11. Detektor fotometri nyala 13

14 e. Detektor nyala alkali Detektor ini merupakan modifikasi detektor ionisasi nyala yang selektif peka terhadap fosfor atau fosfor dan nitrogen. Detektor ini penting sekali untuk analisis obat-obatan. f. Detektor spektroskopi massa Spectrometer massa disambungkan dengan keluaran kromatografi gas. Ketika gas solut memasuki spektrometer massa maka molekul senyawa organik ditembaki dengan elektron berenergi tinggi sehingga molekul tersebut pecah menjadi molekulmolekul yang lebih kecil. Pecahan molekul terdeteksi berdasarkan massanya yang digambarkan sebagai spectra massa. Setiap komponen campuram yang telah terpisahkan dengan kromatografi gas akan tergambar dalam satu spectra massa. Tabel 2. Jenis detector GC Penerapan kromatografi gas sebagai analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif Dalam kromatografi gas, jumlah peak yang tampak dalam kromatografi menunjukan jumlah komponen yang terdapat dalam campuran. 1. Cara yang paling sederhana untuk mengidenatifikasi peak kromatografi gas adalah dengan cara membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi 14

15 standar. Untuk mendapatkan waktu retensi standar dapat dilakukan dengan percobaan kromatografi gas untuk senyawa yang diketahui. Gambar 12. perbandingan spektrum sampel dengan spektrum standar yang baik Namun analisa kualitatif dengan waktu retensi tidak bisa dijadikan analisa kualitatif yang baik, karena pada kromatografi gas, waktu retensi untuk satu komponen di dalam satu sampel saja, sangat sulit untuk mendapatkan waktu retensi yang sama persis pada pengulangan berikutnya. Hal inilah yang menjadikan waktu retensi tidak bisa dijadikan sebagai dasar yang baik dari analisa kualitatif pada kromatografi gas. Namun, masih ada dua cara lagi untuk dijadikan sebagai dasar analisa kualitatif dari kromatografi gas, yaitu dengan menggunakan ko-kromatografi dan dengan menggunakan instrumen tambahan. 2. Dengan melakukan ko-kromatografi Standar ditambahkan kepada cuplikan kemudian dilakukan kromatografi gas. Bila luas salah satu peak bertambah yang dapat terlihat dari tinggi peak analit yang mengalami pertambahan luasnya identik dengan standar. Gambar 12. (analisa kualitatif dengan menggunakan ko-kromatografi) 15

16 3. Metode spektrometri dapat digunakan untuk mengidentifikasi peak krometografi gas. Spektrometer massa atau spektrometer infra merah dapat langsung disambungkan kekolom kromatografi gas. Setiap peak dapat direkam sprektranya secara menyeluruh. 4. Setiap komponen yang telah terpisahkan dan keluar dari kolom dikondensasi untuk kemudian dilakuakn analisis spektrometri NMR sengan syarat detektor nondestruktif harus digunakan. Analisis kuantitatif a. Pendekatan tinggi peak Pendekatan ini berlaku apabila lebar peak standar dan analit tidak berbeda. Dengan kata lain, kondisi kolom tidak boleh menyebabkan perubahan lebar peak. Oleh karena itu, beberapa vareiabel harus dikontrol, seperti suhu, kolom, laju alir eluen dan laju injeksi cuplikan. Selain itu volume injeksi yang berlebih (oveloading) harus dicegah. Kesalahan dengan pendekatan ini berkisar antara 5 sampai 10 %. b. Pendekatan area peak Area peak dapat memperhitungkan lebar peak sehingga lebar peakyang berbeda antara standar dan analit tidak masalah. Oleh karen aitu, melaului pendekatan ini lebih memuaskan daripada tinggi peak, dari sudut parameter analisis karena memperhitungkan aspek lebar peak. Akan tetapi, tinggi peak lebih mudah diukur dan lebih teliti ditentukan untuk peak yang runcing. c. Metode kalibrasi Analisis kuantitatif dengan metode ini kita harus mempersiapkan sederet larutan standar yang komposisinya sama dengan analit. Tiap larutan standar diukur sehingga diperoleh kromatogram untuk tiap larutan standar. Selanjutnya diplot area peak atau tinggi peak sebagai fungsi konsentrasi larutan standar. Plot data harus diperoleh garis lurus yang memotong titik nol. Sumber kesalahan pada metode ini biasanya variasi velume cuplikan dan kadang-kadang laju injeksi menjadi suatu faktor kesalahan. Kesalahan yang disebabkan oleh perubahan volume cuplikan dapat dikurangi dengan mneggunakan sistem injeksi cuplikan pada HPLC. d. Metode normalisasi area Metode ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan yang berhubungan dengan injeksi cuplikan. Dengan metode ini diperlukan elusi yang sempurna, semua 16

17 komponen campuran harus keluar dari kolom. Area setiap peak yang mencul dihitung. Area-area peak tersebut dikoreksi terhadap respon detektor untuk jenis senyawa yang berbeda. Selanjutnya konsentrasi analit ditentukan dengan membandingkan area suatu peak terdapat total area semua komponen. e. Metode standar internal atau standar dalam Metode yang digunakan apabila tinggi dan luas peak kromatografi tidak hanya dipengaruhi oleh banyaknya contoh, tetapi juga oleh fluktuasi laju aliran gas pengemban, temperatur kolom dan detektor, dan sebagainya, yaitu oleh variasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepekaan dan respon detektor. Efek tersebut dapat dihilangkan dengan metode standar internal yang diketahui dari zat pembanding ditambah sampel yang akan dianalisis. C. Alat dan Bahan Praktikum Alat 1. Instrumen GC 1 set 2. Labu takar 10 ml 7 buah 3. Gelas kimia 1 buah 4. Corong 1 buah 5. Pipet mikro 1 ml 2 buah 6. Pipet mikro 10 ml 1 buah 7. Ball Pipet 3 buah 8. Pipet tetes 1 buah Bahan 1. Xilena p.a 2. Toluene p.a 3. Heksana p.a 4. Sampel premium 17

18 D. Prosedur Kerja a) Pembuatan Deret Larutan Standar Toluena Dibuat 5 larutan deret standar toluena dalam heksana dengan konsentrasi 5, 10, 15, 20, 25 %. Ke dalam masing-masing larutan ditambahkan xilena sehingga konsentrasi xilena dalam larutan menjadi 3%. b) Penyiapan Sampel Premium Disiapkan 3 ml larutan sampel premium, kemudian ditambahkan larutan premium dan toluena dengan perbandingan 3 : 1 (3,75 ; 1,25) ml. c) Penyiapan Instrumen GC Dilakukan pengesetan terhadap instrument kromatografi. Tombol ON ditekan pad sakelar listrik. Diatur suhu kolom, suhu injector dan suhu detektor. Pompa dijalankan dan alat dibiarkan stabil selama 1 jam. Diset suhu injektor 150 C. suhu detektor 200 C, dan suhu kolom 70 C dipertahankan selama 5 menit dan deprogram dengan kenaikan 1C/menit sampai 150C. Digunakan detektor MS (Spektroskopi Massa), jenis kolom HP-5 bersi polisiloksan, gas pembawa He dengan kecepatan alir gas 2,7 ml/menit. Alat kromatografi siap digunakan setelah semua parameter selesai diset. d) Pengukuran Dengan Instrumen GC Diambil sebanyak 0,2 μl larutan standar toluene 5% dengan syringe dan diinjeksikan dengan GC. Diulangi untuk larutan standar yang lain. Diambil sebanyak 0,2 μl sampel yang disiapkan oleh fasilitator dengan syringe dan diinjeksikan pada GC. Diambil 0,2 μl premium murni dengan syringe dan diinjeksikan pada GC. Diambil sebanyak 0,2 μl sampel premium yang sudah ditambah standar toluene dengan syringe dan diinjeksikan pada GC. 18

19 E. Hasil dan Analisis Data Data Hasil pengamatan a. Tabel Data Pengamatan dari deret standar % Toluena % Xilena Luas Area Toluena Luas Area Xilena Perbandingan Luas Toluena terhadap Luas Xilena (Luas Toluena:Luas Xilena) % Toluena % Xilena Tinggi Toluena Tinggi Xilena Perbandingan Tinggi Toluena terhadap Tinggi Xilena (Tinggi Toluena:Tinggi Xilena) b. Tabel Data Pengamatan Sampel Jenis Sampel Luas Area Toluena Luas Area Xilena Perbandingan Luas Toluena terhadap Luas Xilena (Luas Toluena:Luas Xilena) Sampel Tidak Diketahui Sampel Premium c. Penentuan kadar toluena dalam sampel 19

20 Perbandingan Luas Toluena : Luas Xilena Kurva Kalibrasi Konsentarsi Toluena Terhadap Perbandingan Luas Toluena : Luas Xilena y = x R² = Linear (Perbandingan Luas Toluena : Luas Xilena) Konsentrasi toluena Perhitungan untuk menentukan kadar toluena dalam sampel yang tidak diketahui Diketahui : Persamaan garis dari kurva kalibrasi adalah y = x R 2 = Rasio (Perbandingan Luas Toluena : Luas Xilena) = Penyelesaian : Kadar toluena dalam sampel : = x x = x = x = Jadi kadar toluena dalam sampel sebesar % 20

21 Analisis Data Pada praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar toluena dalam sampel dengan menggunakan teknik kromatografi gas yang bertujuan untuk mengenal pengoperasian alat kromatografi gas, dan dapat memahami cara kerja instrument GC untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Prinsip dasar kromatografi gas adalah suatu metode pemisahan dan pengukuran yang didasarkan pada perbedaan distribusi komponen-komponen dalam sampel diantara dua fasa yaitu fasa gerak dan fasa diamnya. Kriteria senyawa yang dapat ditentukan dengan kromatografi gas adalah senyawa yang mudah menguap dan stabil pada temperature pengujian. Toluena dan premium merupakan senyawa yang mudah menguap serta stabil pada suhu pengoperasian sehingga dapat ditentukan dengan kromatografi gas. Baik sebagai analisis kualitatif ataupun kuantitatif. Alat/instrument yang digunakan pada praktikum kali ini adalah GC-MS, yaitu suatu alat kromatografi gas yang dihubungkan dengan detector MS (Mass Spectroscopy). Tahapan dari pengoperasian alat ini adalah menyalakan power supply, IG, MS dan GC secara berurutan, pilih Class-5000 kemudian set suhu injector sebesar 150 o C, suhu kolom dan suhu detector. Suhu kolom mula-mula pada suhu 70 o C selama 5 menit, kemudian terjadi kenaikan suhu sebesar 10 o C/menit hingga suhu kolom 150 o C. Suhu detektor diset pada suhu 200 o C. Parameter lain yang harus diatur pada instrument GC-MS ini antara lain aliran fasa geraknya yaitu sebagai gas pembawa yang digunakan adalah Helium Ultra High Pure bersifat inert dan tidak bereaksi dengan fasa diam atau cuplikan. Gas helium memberkian resolusi yang lebih baik pada kecepatan alir yang tinggi karena solut berdifusi lebih cepat melalui helium dibandingkan gas nitrogen. Setelah semua parameter dikondisikan, aktifkan tuning, klik auto tune, load method yang akan digunakan, klik start tunggu beberapa start samapai hasilnya di print out, setelah selesai klik close tuning. Aktifkan method development, set GC parameter, set MS parameter, save method yang akan dideskripsikan, klik exit. Aktifkan real time analysis, pilih single sample parameter, isi deskripsi yang diinginkan. Lakukan send parameter. Tunggu hingga GC dan MS ready, kemudian sampel siap diinjeksi. Selanjutnya aktifkan Post run analysis, pilih browser untuk analisis sampel secara kualitatif menggunakan MS. Load file yang akan dianalisa, lakukan pengaturan peak top comment (peak label) dan lakukan reintegrasi. Pilih display spektrum search pada 21

22 peak tertentu. Lakukan report pada yang bagian yang diinginkan. Untuk mengakhiri, dinginkan temperatur injector, kolom dan detektor pada GC-MS monitor sampai temperatur ruangan (30 o C). Bila sudah terkontrol, klik vacum control, lakukan auto shut down. Perangkat alat dimatikan secara berurutan dari computer, GC, MS IG kemudian gas Helium. Suhu tempat penyuntikan cuplikan atau suhu injector biasanya sekitar 50 C di atas titik didih cuplikan. Suhu injector diset pada 150 C, hal ini sesuai dengan titik didih heksana (69 C), toluene (111 C), dan xilena (144 C) yang semuanya berada di bawah suhu injector. Sehingga ketika diinjeksikan senyawa-senyawa tersebut berubah menjadi fasa gasnya. Mode operasional pada percobaan kali ini yaitu dilakukan dengan mode suhu terprogram (suhu kolom dinaikan secara teratur selama pengukuran). Mode pemrograman suhu memberikan hasil jauh lebih baik dari pada mode isotermal. Biasanya mode isothermal menghasilkan peak yang tumpang tindih pada kromatogram sehingga sulit dilakukan identifikasi. Sedangkan pada mode terprogram komponen keluar dari kolom dengan jarak satu peak ke peak lain tidak terlalu jauh dan juga tidak terlalu berdekatan. Pada mode terprogram ini, cuplikan yang masuk ke dalam kolom ketika belum mencapai titik didihnya akan berkondensasi menjadi cairan dan menjadi gas kemudian dibawa oleh fasa gerak menuju detector ketika mencapai titik didihnya. Solut yang bertitik didih rendah dan interaksinya lemah terhadap fasa diam akan keluar lebih dulu dari kolom dan menuju detector. Sebaliknya solut yang berinteraksi kuat dengan fasa diam akan keluar lebih lama dari dalam kolom. Prinsip pengukurannya didasarkan pada respon cuplikan terhadap detector. Read out akan keluar sebagai kromatogram. Pada praktikum kali ini, dibuat deret standar dari toluena dengan konsentrasi 5,10,15,20,25 %. Sampel yang akan ditentukan kadar toluenanya berupa sampel yang tidak beridentitas dan sampel premium. Untuk menganalisis hasil dari percobaan dengan kromatografi gas ini dapat dilakukan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Kromatografi gas dapat digunakan untuk tujuan analisis kualitatif ketika digunakan FTIR atau MS sebagai detektor yang identifikasinya berdasarkan spektrum keluarannya. Cara sederhana lain yang digunakan untuk analisis kualitatif yaitu dengan membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi satndar; ko-kromatografi yaitu standar ditambahkan kepada cuplikan kemudian dilakukan kromatografi gas. Bila 22

23 luas salah satu peak bertambah yang dapat terlihat dari tinggi peak maka peak analit yang mengalami pertambahan luasnya identik dengan standar. Analisa kualitatif dengan waktu retensi pada percobaan kali ini tidak bisa dijadikan analisa kualitatif yang baik, karena pada kromatografi gas, waktu retensi untuk satu komponen di dalam satu sampel saja, sangat sulit untuk mendapatkan waktu retensi yang sama persis pada pengulangan berikutnya. Hal inilah yang menjadikan waktu retensi tidak bisa dijadikan sebagai dasar yang baik dari analisa kualitatif pada kromatografi gas. Analisis kualitatif pada percobaan kali ini dilakukan dengan menggunakan metode ko-kromatografi yaitu dengan menambahkan toluene ke dalam sampel premium. Dari profil kromatogram premium dan premium ditambah toluene dapat dilihat bahwa ada salah satu peak yaitu peak 5 yang mengalami perubahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peak 5 identik dengan standar yaitu toluena. Selain dengan metode ko-kromatografi analisis kualitatif pada percobaan kali ini juga dapat ditentukan dengan mass spectroscopy (spektroskopi massa). Dari hasil percobaan, diperoleh 15 peak yang muncul dengan waktu rettensi sampai 3,142 menit hal ini berarti ada dalam premium ada 15 komponen. Puncak pertama dianalisis dengan spektroskopi massa, yang menunjukan adanya senyawa pentane dalam sampel premium. Dalam kromatografi gas untuk analisis kuantitatif dapat digunakan metode kalibrasi, metode standar internal, dan metode normalisasi area. Pada percobaan metode yang dipakai adalah metode standar internal, yaitu dengan menambahkan zat kedalam larutan standar dalam jumlah yang konstan, dalam hal ini xilena dengan konsentrasi tetap sebesar 3%. Pengolahan data dilakukan dengan membuat 4 kurva kalibrasi yaitu kurva kalibrasi konsentrasi toluena terhadap luas area peak toluene, Kurva kalibrasi konsentrasi toluena terhadap tinggi peak toluene, kurva kalibrasi konsentrasi toluena terhadap perbandingan luas area peak toluena : luas area peak xilena, kurva kalibrasi konsentrasi toluena terhadap perbandingan tinggi peak toluena : tinggi peak xilena. Jika dilihat dari profil kromatogram hasil percobaan dapat dikatakan bahwa hasil dari percobaan kali ini tidak sesuai dengan yang seharusnya. Terdapat tailing pada profil kromatogram, resolusinya tidak terlalu bagus oleh karena itu berpengaruh 23

24 terhadap luas area atau tinggi dari peak masing-masing komponen, seharusnya semakin tinggi konsentrasi dari larutan deret standar maka luas area dan tinggi peaknya semakin besar. Sehingga kurva yang diperoleh kelinieritasannya rendah. Di bawah ini merupakan data kelinieritasan dari 4 kurva kalibrasi : kurva kalibrasi konsentrasi toluena terhadap luas area peak toluene R² = kurva kalibrasi konsentrasi toluena terhadap perbandingan luas area peak toluena : luas area peak xilena R² = Kurva kalibrasi konsentrasi toluena terhadap tinggi peak toluene R² = kurva kalibrasi konsentrasi toluena terhadap perbandingan tinggi peak toluena : tinggi peak xilena. R² = Penyimpangan ini terjadi karena ada kesalahan pada saat pembuatan larutan standar yang kurang kuantitatif atau pada saat mendorong sampel ke dalam kolom (pemasukan cuplikan) yang tidak sempurna. Pengolahan data tidak dilakukan dengan membuang salah satu data yang menyimpang, karena jika ada data yang dibuang hasil dari perhitungan kadarnya terlalu jauh dari yang seharusnya. Sehingga dilakukan pengolahan data untuk menentukan kadar toluena dalam sampel digunakan kurva yang mempunyai regresi atau kelinieritasannya paling tinggi yaitu kurva kalibrasi konsentrasi toluena terhadap perbandingan luas area peak toluena dan luas area xilena yaitu R² = , dengan persamaan garis y = x Kurva kalibrasi konsentrasi toluene terhadp perbandingan luas area peak toluene memberikan regresi yang paling tinggi karena pengaruh dari metode standar internal. Metode ini digunakan apabila tinggi dan luas peak kromatografi tidak hanya dipengaruhi oleh banyaknya contoh, tetapi juga oleh fluktuasi laju aliran gas pengemban, temperatur kolom dan detektor, dan sebagainya, yaitu oleh variasi faktorfaktor yang mempengaruhi kepekaan dan respon detektor. Efek tersebut dapat dihilangkan dengan metode standar internal yang diketahui dari zat pembanding ditambah sampel yang akan dianalisis. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh kadar toluena dalam sampel yang tidak beridentitas sebesar 17,080 %. 24

25 F. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh bahwa, kadar toluena dalam sampel yang tidak beridentitas sebesar 17,080 %. 25

26 Daftar Pustaka Harvey, David. (2000). Modern Analytical Chemistry. USA: The McGraw-Hill Companies. Hendayana, Sumar. (1994). Kmia Instrumen Edisi Kesatu. Semarang : IKIP Semarang Press. Hendayana, Sumar. (2006). KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Tim Kimia Analitik Instrumen. (2010). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen (KI-431). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Wiryawan, Adam. Dkk. (2007). Kimia Analitik. Malang :Departemen Pendidikan Nasional 26

27 LAMPIRAN 1. Cara Pembuatan Larutan Pembuatan deret larutan standar toluena Diketahui : - % xilena dalam larutan 3% - volume xilena = 3 x 5 ml = 0.15 ml 100 Volume larutan =5 ml a. Toluena 5% volume toluena = 5 volume heksana 100 x 5 ml = 0.25 ml = ( ) ml = 4.6 ml Larutan toluena dipipet sebanyak 0.25 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 5 ml. Setelah itu ditambahkan larutan xilena sebanyak 0.15 ml dan di tandabataskan dengan larutan heksana. b. Toluena 10 % volume toluena = 10 x 5 ml = 0.5 ml 100 volume heksana = ( ) ml = 4.35 ml Larutan toluena dipipet sebanyak 0.5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 5 ml. Setelah itu ditambahkan larutan xilena sebanyak 0.15 ml dan di tandabataskan dengan larutan heksana. c. Toluena 15% volume toluena = 15 x 5 ml = 0.75 ml 100 volume heksana = ( ) ml = 4.1 ml Larutan toluena dipipet sebanyak 0.75 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 5 ml. Setelah itu ditambahkan larutan xilena sebanyak 0.15 ml dan di tandabataskan dengan larutan heksana. d. Toluena 20 % volume toluena = 20 x 5 ml = 1 ml

28 volume heksana = ( ) ml = 3.85 ml Larutan toluena dipipet sebanyak 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 5 ml. Setelah itu ditambahkan larutan xilena sebanyak 0.15 ml dan di tandabataskan dengan larutan heksana. e. Toluena 25 % volume toluena = 25 x 5 ml = 1.25 ml 100 volume heksana = ( ) ml = 3.6 ml Larutan toluena dipipet sebanyak 1.25 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 5 ml. Setelah itu ditambahkan larutan xilena sebanyak 0.15 ml dan di tandabataskan dengan larutan heksana. 2. Data Pengamatan a. Pengamatan Larutan Larutan xilena p.a : Larutan tidak berwarna Larutan toluena p.a : Larutan tidak berwarna Larutan heksana p.a : Larutan tidak berwarna Larutan deret standar : Larutan tidak berwarna Sampel premium : Larutan berwarna kuning Larutan toluene p.a. ditambah premium : Larutan berwarna kuning pudar b. Parameter Instrumen GC-MS Merk Alat GC-MS : SHIMADZU QP-5050 Suhu injector : 150 C Suhu detektor : C Suhu kolom :70 0 C selama 25 menit deprogram dengan kenaikan 10 0 C/ menit sampai C Detektor : MS Gas pembawa :Helium Ultra High Pure 28

29 Tekanan gas : 62,0 kpa Kolom : HP 5 (metilpolisiloksan) Panjang = 30 m; diameter = 0.32 mm Kecepatan alir : 2,7 ml/menit Waktu : 8 menit c. Cara Pengoperasian Alat GC-MS Nyalakan transformator/power supply. Tekan tombol on pada alat GC-MS berturut-turut pada Ion Gauge (IG), MS dan GC. Alirkan gas He. Hidupkan pula computer, monitor dan printer. Pilih menu Class 5000, klik vacum control dan jalankan auto start up. Aktifkan GC-MS monitor, set temperatur injector, kolom dan detektor. Tunggu hingga tekanan vakum dibawah 5 kpa. Aktifkan tuning, klik auto tune, load method yang akan digunakan, klik start tunggu beberapa start samapai hasilnya di print out, setelah selesai klik close tuning. Aktifkan method development, set GC parameter, set MS parameter, save method yang akan dideskripsikan, klik exit. Aktifkan real time analysis, pilih single sample parameter, isi deskripsi yang diinginkan. Lakukan send parameter. Tunggu hingga GC dan MS ready, kemudian lakukan injeksi sampel. Tunggu hingga analisis selesai. Aktifkan Post run analysis, pilih browser untuk analisis sampel secara kualitatif. Load file yang akan dianalisa, lakukan pengaturan peak top comment (peak label) dan lakukan reintegrasi. Pilih display spektrum search pada peak tertentu. Lakukan report pada yang bagian yang diinginkan. Untuk mengakhiri, dinginkan temperatur injector, kolom dan detektor pada GC-MS monitor sampai temperatur ruangan (30 o C). Bila sudah terkontrol, klik vacum control, lakukan auto shut down. 29

30 Matikan perangkat alat dengan urutan : computer, GC, MS IG dan gas He. d. Data Hasil Percobaan % Toluena Tabel Data Pengamatan deret standar % Xilena Luas Area Toluena Luas Area Xilena Perbandingan Luas Toluena terhadap Luas Xilena (Luas Toluena:Luas Xilena) % Toluena % Xilena Tinggi Toluena Tinggi Xilena Perbandingan Tinggi Toluena terhadap Tinggi Xilena (Tinggi Toluena:Tinggi Xilena) Tabel Data Pengamatan Sampel Tidak Beridentitas Jenis Sampel Luas Area Toluena Luas Area Xilena Perbandingan Luas Toluena terhadap Luas Xilena (Luas Toluena:Luas Xilena) Sampel Tidak Diketahui Tabel Data Pengamatan Luas area Luas area Sampel toluena xilena premium murni Perbandingan Luas area toluena : xilena

31 Perbandingan Luas area toluena : luas area xilena Luas area toluena premium + toluena p.a. (3:1) Kurva Kalibrasi Kurva Kalibrasi Konsentrasi terhadap luas area toluena y = 29, x + 289, R² = Luas Toluena Linear (Luas Toluena) Konsentrasi Toluena 25 Kurva Konsentarsi Toluena Terhadap Perbandingan Luas Toluena : Luas Xilena y = x R² = Perbandingan Luas Toluena : Luas Xilena Linear (Perbandingan Luas Toluena : Luas Xilena) Konsentrasi Toluena 31

32 Perbandingan tinggi toluena : Tinggi xilena Tinggi Toluena Kurva Konsentrasi Toluena Terhadap Tinggi Toluena y = 8, x + 89, R² = Tinggi Toluena Linear (Tinggi Toluena) Konsentrasi Toluena Kurva Konsentrasi Toluena Terhadap Perbandingan Tinggi Toluena : Tinggi Xilena y = x R² = Konsentrasi toluena Perbandingan Tinggi Toluena : Luas Xilena Linear (Perbandingan Tinggi Toluena : Luas Xilena) 32

33 Perhitungan untuk menentukan kadar toluena dalam sampel yang tidak diketahui menggunakan kurva kalibrasi konsentrasi toluana terhadap perbandingan luas area toluene : luas area xilena karena memberikan regresi paling mendekati paling tinggi (mendekati 1). Diketahui : Persamaan garis dari kurva kalibrasi adalah y = x R 2 = Rasio (Perbandingan Luas Toluena : Luas Xilena) = Penyelesaian : Kadar toluena dalam sampel : = x x = x = x = Jadi kadar toluena dalam sampel sebesar % e. Dokumentasi Foto Praktikum Gambar bahan yang digunakan Set alat GCMS 33

34 34

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus.

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: 2541-0849 e-issn: 2548-1398 Vol. 2, No 8 Agustus 2017 ANALISIS KANDUNGAN p-xilena PADA PERTAMAX DAN PERTAMAX PLUS DENGAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS (GC-PU 4600)

Lebih terperinci

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS Amalia Choirni, Atik Setiani, Erlangga Fitra, Ikhsan Fadhilah, Sri Lestari, Tri Budi Kelompok 12 Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C Nama : Juwita (127008003) Rika Nailuvar Sinaga (127008004) Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 19 Desember 2012 Waktu Praktikum : 12.00 15.00 WIB Tujuan

Lebih terperinci

Uraian Materi 1. Prinsip dasar kromatografi gas 2. Instrumentasi kromatografi gas

Uraian Materi 1. Prinsip dasar kromatografi gas 2. Instrumentasi kromatografi gas Uraian Materi 1. Prinsip dasar kromatografi gas Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan komponen-komponen dalam suatu sampel berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen tersebut ke dalam 2 fasa,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Berdasarkan wujud fasa diam, Kromatografi gas-padat (gas-solid chromatography) Kromatografi gas-cair (gas-liquid chromatography)

PENGANTAR. Berdasarkan wujud fasa diam, Kromatografi gas-padat (gas-solid chromatography) Kromatografi gas-cair (gas-liquid chromatography) PENGANTAR Komponen-komponen suatu cuplikan (berupa uap) di fraksionasi sebagai hasil distribusi komponen-komponen tersebut. Distribusi terjadi antara fasa gerak (berupa gas) dan fasa diam (berupa padat

Lebih terperinci

PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC)

PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC) PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC) LAPORAN disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Instrumentasi Analitik Dosen Pembimbing : Dra. Dewi Widyabudiningsih, MT Tanggal

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

Laporan Praktikum KI-3121 Percobaan 06 Spektrofotometri Emisi Atom (Spektrofotometri Nyala)

Laporan Praktikum KI-3121 Percobaan 06 Spektrofotometri Emisi Atom (Spektrofotometri Nyala) Laporan Praktikum KI-3121 Percobaan 06 Spektrofotometri Emisi Atom (Spektrofotometri Nyala) Nama : Ivan Parulian NIM : 10514018 Kelompok : 10 Tanggal Praktikum : 06 Oktober 2016 Tanggal Pengumpulan : 13

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

Kromatografi gas-spektrometer Massa (GC-MS)

Kromatografi gas-spektrometer Massa (GC-MS) Kromatografi gas-spektrometer Massa (GC-MS) Kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) adalah metode yang mengkombinasikan kromatografi gas dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi senyawa yang berbeda

Lebih terperinci

HIGH PERFORMANCE LIQUIDCHROMATOGRAPHY

HIGH PERFORMANCE LIQUIDCHROMATOGRAPHY HIGH PERFORMANCE LIQUIDCHROMATOGRAPHY (HPLC) ; ANALISA TABLET VITAMIN C Oleh: Jenny Novina Sitepu Liza Mutia Waktu Praktikum: Kamis, 20 Desember 2012 Jam 08.00 17.00 WIB I. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA. Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil

BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA. Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil xiv BAB 2 TI NJAUAN PUSTAKA 2.1. Gas Alam Gas alam sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa yaitu bahan bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana (CH 4 ). Komponen utama dalam

Lebih terperinci

Analisis Fisiko Kimia

Analisis Fisiko Kimia Analisis Fisiko Kimia KROMATOGRAFI Oleh : Dr. Harmita DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS

KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS KROMATOGRAFI FLUIDA SUPERKRITIS Oleh: Drs. Hokcu Suhanda, M.Si JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA 2006 1 Prinsip Dasar Perbedaan distribusi komponen-komponen diantara dua fasa dengan menggunakan fluida superkritis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia

Lebih terperinci

Kromatografi. Imam santosa, MT

Kromatografi. Imam santosa, MT Kromatografi Imam santosa, MT Pendahuluan Kromatografi pertama kali digunakan oleh Ramsey pada tahun 1905 untuk memisahkan campuran gas dan campuran uap. Sejumlah percobaan pertama ini menggunakan penyerapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat

4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat NP 4006 Sintesis etil 2-(3-oksobutil)siklopentanon-2-karboksilat CEt + FeCl 3 x 6 H 2 CEt C 8 H 12 3 C 4 H 6 C 12 H 18 4 (156.2) (70.2) (270.3) (226.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Adisi

Lebih terperinci

Bambang Widada ABSTRAK. PENDAHULUAN volatil. Dalam hal ini, gerbang injeksi harus. URANIA No.23-24/Thn.VI/Juli-Oktober

Bambang Widada ABSTRAK. PENDAHULUAN volatil. Dalam hal ini, gerbang injeksi harus. URANIA No.23-24/Thn.VI/Juli-Oktober ISSN 852-4777 ALAr ANAL/SIS Bambang Widada ABSTRAK IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) mendefinisikan kromatografi sebagai metode yang digunakan terutama untuk memisahkan komponen

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya BAB I PENDAHULUAN Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 30 Juni 2016 Nama Mahasiswa : 1. Irma Yanti 2. Rahmiwita 3. Yuliandriani Wannur Azah

Lebih terperinci

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum a. Percobaan dasar spektrofotometri serapan atom. b. Penentuan konsentrasi sampel dengan alat spektrofotometri

Lebih terperinci

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman KROMATOGRAFI PENDAHULUAN Analisis komponen penyusun bahan pangan penting, tidak hanya mencakup makronutrien Analisis konvensional: lama, tenaga beasar, sering tidak akurat, tidak dapat mendeteksi pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C

LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C LAPORAN PRAKTIKUM Praktikum HPLC, Analisa Tablet Vitamin C Nama : Ayu Elvana dan Herviani Sari Tanggal : 19 Desember 2012 Jam : 12.00-15.00 WIB Tujuan : 1. Praktikan dapat menentukan kadar vitamin C menggunakan

Lebih terperinci

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram EFISIENSI KOLOM Pertemuan 3 Bentuk-bentuk kromatogram - Linier (simetris, bentuk gaus), ideal (puncak sempit) - Tidak linier dan tidak ideal C S C S C S K = C S /C m K > C K < CS /C S /C m m C m C m C

Lebih terperinci

LAMPIRAN DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN DATA PENGAMATAN LAMPIRAN DATA PENGAMATAN 1. Data pengamatan densitas sampel Tabel 12. Data Pengamatan Densitas Sampel Sampel Densitas (gr/ml) Air 0,98 Gasoline 0,717 BE8 0,721 BE12 0,723 BE16 0,726 2. Data pengamatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Sampel Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun Kembangan, Kecamatan Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan batang

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat yang digunakan

Bab III Metodologi III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat yang digunakan Bab III Metodologi Penelitian terdiri dari beberapa bagian yaitu perancangan alat sederhana untuk membuat asap cair dari tempurung kelapa, proses pembuatan asap cair dan karakterisasi asap cair yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisis secara kromatografi yang berhasil baik berkaitan dengan mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis atau kecepatan seperti digambarkan dalam

Lebih terperinci

SISTEM INJEKTOR DAN FASE MOBIL/DIAM. Tuti Suprianti / P Kasmawaty Iswar / P

SISTEM INJEKTOR DAN FASE MOBIL/DIAM. Tuti Suprianti / P Kasmawaty Iswar / P SISTEM INJEKTOR DAN FASE MOBIL/DIAM Tuti Suprianti / P1100212007 Kasmawaty Iswar / P1100212008 P E N D A H U L U A N HPLC merupakan perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Ciri teknik ini

Lebih terperinci

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat

4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NP 4023 Sintesis etil siklopentanon-2-karboksilat dari dietil adipat NaEt C 10 H 18 4 Na C 2 H 6 C 8 H 12 3 (202.2) (23.0) (46.1) (156.2) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Reaksi pada gugus

Lebih terperinci

BABm METODOLOGI PENELITIAN

BABm METODOLOGI PENELITIAN BABm METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat-alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat destilasi sederhana (Elektromantel MX), neraca analitik, ultrasonik Kery Puisatron,

Lebih terperinci

Penentuan Kadar Tablet Asetosal Menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Tiffany Sabilla Ramadhani

Penentuan Kadar Tablet Asetosal Menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Tiffany Sabilla Ramadhani Penentuan Kadar Tablet Asetosal Menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Tiffany Sabilla Ramadhani 26111486 Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus 2012 -April 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

4005 Sintesis metil 9-(5-oksotetrahidrofuran-2-il)nonanoat

4005 Sintesis metil 9-(5-oksotetrahidrofuran-2-il)nonanoat NP 4005 Sintesis metil 9-(5-oksotetrahidrofuran-2-il)nonanoat H 3 C (CH 2 ) 8 + I CH 2 CH 3 H 3 C (CH 2 ) 8 + CH 3 CH 2 I C 12 H 22 2 C 4 H 7 I 2 C 14 H 24 4 C 2 H 5 I (198.3) (214.0) (63.6) (256.3) (156.0)

Lebih terperinci

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol

4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol 4028 Sintesis 1-bromododekana dari 1-dodekanol C 12 H 26 O (186.3) OH H 2 SO 4 konz. (98.1) + HBr (80.9) C 12 H 25 Br (249.2) Br + H 2 O (18.0) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

Bab III Rancangan Penelitian

Bab III Rancangan Penelitian Bab III Rancangan Penelitian III.1 Metodologi Secara Umum Dehidrasi iso propil alkohol dengan metode adsorpsi ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh senyawa IPA dengan kadar minimal 99,8%-vol, yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa tandan pisang menjadi 5-hidroksimetil-2- furfural (HMF) untuk optimasi ZnCl 2 dan CrCl 3 serta eksplorasi

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR WENI YULIATI Pembimbing : Ir. Mochamad Ilyas Hs. Katherin Indirawati ST. MT.

TUGAS AKHIR WENI YULIATI Pembimbing : Ir. Mochamad Ilyas Hs. Katherin Indirawati ST. MT. TUGAS AKHIR ANALISA KINERJA GAS CHROMATOGRAPHY (GC-FID 2010) PADA PENGARUH TEMPERATURE COLUMN TERHADAP NILAI RETENTION TIME DAN AREA OF DETECTION PEAK DARI BHYPENILE IN N-HEXANE DI PT. DITEK JAYA (SHIMADZU

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA PENGGUNAAN GAS CHROMATOGRAPH LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

INSTRUKSI KERJA PENGGUNAAN GAS CHROMATOGRAPH LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS BRAWIJAYA INSTRUKSI KERJA PENGGUNAAN GAS CHROMATOGRAPH LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS BRAWIJAYA Kode Dokumen : Revisi : Tanggal : Diajukan oleh : Dikendalikan oleh : Disetujui

Lebih terperinci

4002 Sintesis benzil dari benzoin

4002 Sintesis benzil dari benzoin 4002 Sintesis benzil dari benzoin H VCl 3 + 1 / 2 2 + 1 / 2 H 2 C 14 H 12 2 C 14 H 10 2 (212.3) 173.3 (210.2) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan ksidasi alkohol, keton, katalis logam transisi

Lebih terperinci

SPEKTROMETRI MASSA. Kuliah Kimia Analisis Instrumen Pertemuan Ke 7.

SPEKTROMETRI MASSA. Kuliah Kimia Analisis Instrumen Pertemuan Ke 7. SPEKTROMETRI MASSA Kuliah Kimia Analisis Instrumen Pertemuan Ke 7 siti_marwati@uny.ac.id Spektrometri massa, tidak seperti metoda spektroskopi yang lain, tidak melibatkan interaksi antara radiasi ektromagnetik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

DEFINISI, INSTRUMENTASI, PRINSIP KERJA, DAN METODE ANALISIS GAS CROMATOGRAFY MASS SPECTROMETRY (GCMS)

DEFINISI, INSTRUMENTASI, PRINSIP KERJA, DAN METODE ANALISIS GAS CROMATOGRAFY MASS SPECTROMETRY (GCMS) DEFINISI, INSTRUMENTASI, PRINSIP KERJA, DAN METODE ANALISIS GAS CROMATOGRAFY MASS SPECTROMETRY (GCMS) DEFINISI, INSTRUMENTASI, PRINSIP KERJA, DAN METODE ANALISIS GAS CROMATOGRAFY MASS SPECTROMETRY (GCMS)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

4013 Sintesis benzalasetofenon dari benzaldehida dan asetofenon

4013 Sintesis benzalasetofenon dari benzaldehida dan asetofenon 4013 Sintesis benzalasetofenon dari benzaldehida dan asetofenon KSF/ + + H 2 C 8 H 8 C 7 H 6 C 15 H 12 (120.2) (106.1) (208.3) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Reaksi pada gugus karbonil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat

4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat 4001 Transesterifikasi minyak jarak menjadi metil risinoleat castor oil + MeH Na-methylate H Me CH 4 (32.0) C 19 H 36 3 (312.5) Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan bahan Reaksi pada gugus karbonil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertnian,

Lebih terperinci

Analisa AAS Pada Bayam. Oleh : IGNATIUS IVAN HARTONO MADHYRA TRI H ANGGA MUHAMMAD K RAHMAT

Analisa AAS Pada Bayam. Oleh : IGNATIUS IVAN HARTONO MADHYRA TRI H ANGGA MUHAMMAD K RAHMAT Analisa AAS Pada Bayam Oleh : IGNATIUS IVAN HARTONO MADHYRA TRI H ANGGA MUHAMMAD K RAHMAT AAS itu apa cih??? AAS / Spektrofotometer Serapan Atom adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat yang Digunakan Selain peralatan gelas standar laboratorium kimia, digunakan pula berbagai peralatan lain yaitu, pompa peristaltik (Ismatec ) untuk memompakan berbagai larutan

Lebih terperinci

MAKALAH DASAR-DASAR PEMISAHAN ANALITIK KROMATOGRAFI GAS PADAT

MAKALAH DASAR-DASAR PEMISAHAN ANALITIK KROMATOGRAFI GAS PADAT MAKALAH DASAR-DASAR PEMISAHAN ANALITIK KROMATOGRAFI GAS PADAT KELOMPOK : 5 NAMA : EKO DIANTO (06101381320015) OKTIE DIYAH NURFITRI (06101281320006) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cefadroxil 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 1 Struktur cefadroxil Nama Kimia : 5-thia-1-azabicyclo[4.2.0]oct-2-ene-1-carbocylic

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan

KROMATOGRAFI. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan KROMATOGRAFI Defenisi Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan

Lebih terperinci

Gambar 2.6 Diagram Skematis Kromatografi Gas Dengan Detektor Konduktivitas Thermal (TCD) (Underwood A.l., 2000). BAB 3 BAHAN DAN METODE

Gambar 2.6 Diagram Skematis Kromatografi Gas Dengan Detektor Konduktivitas Thermal (TCD) (Underwood A.l., 2000). BAB 3 BAHAN DAN METODE Gambar 2.6 Diagram Skematis Kromatografi Gas Dengan Detektor Konduktivitas Thermal (TCD) (Underwood A.l., 2000). BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Alat 1) Bombe (Tabung Injeksi) LNG RDL 2) Gas Chromatography

Lebih terperinci

4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat

4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat NP 4019 Sintesis metil asetamidostearat dari metil oleat C 19 H 36 2 (296.5) 10 9 SnCl 4 H 2 Me (260.5) + H 3 C C N C 2 H 3 N (41.1) NH + 10 10 9 9 Me Me C 21 H 41 N 3 (355.6) NH Klasifikasi Tipe reaksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

LAMPIRAN DATA PENGAMATAN. 1. Data volume bioetanol yang dihasilkan Tabel 13. Data Volume Bioetanol yang Dihasilkan

LAMPIRAN DATA PENGAMATAN. 1. Data volume bioetanol yang dihasilkan Tabel 13. Data Volume Bioetanol yang Dihasilkan LAMPIRAN DATA PENGAMATAN 1. Data volume bioetanol yang dihasilkan Tabel 13. Data Volume Bioetanol yang Dihasilkan Tahapan Proses Volume Waktu Fermentasi Waktu Pre-treatment Bioetanol (hari) (menit) (ml)

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk modifikasi elektroda pasta karbon menggunakan zeolit, serbuk kayu, serta mediator tertentu. Modifikasi tersebut diharapkan mampu menunjukkan sifat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pipisan, Indramayu. Dan untuk

Lebih terperinci

4016 Sintesis (±)-2,2'-dihidroksi-1,1'-binaftil (1,1'-bi-2-naftol)

4016 Sintesis (±)-2,2'-dihidroksi-1,1'-binaftil (1,1'-bi-2-naftol) 4016 Sintesis (±)-2,2'-dihidroksi-1,1'-binaftil (1,1'-bi-2-naftol) FeCl 3. 6 H 2 O C 10 H 7 C 20 H 14 O 2 (144.2) (270.3) (286.3) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Penggabungan oksidatif naftol,

Lebih terperinci

4027 Sintesis 11-kloroundek-1-ena dari 10-undeken-1-ol

4027 Sintesis 11-kloroundek-1-ena dari 10-undeken-1-ol 4027 Sintesis 11-kloroundek-1-ena dari 10-undeken-1-ol OH SOCl 2 Cl + HCl + SO 2 C 11 H 22 O C 11 H 21 Cl (170.3) (119.0) (188.7) (36.5) (64.1) Klasifikasi Tipe reaksi and penggolongan bahan Substitusi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembentukan Senyawa Indotimol Biru Reaksi pembentukan senyawa indotimol biru ini, pertama kali dijelaskan oleh Berthelot pada 1859, sudah sangat lazim digunakan untuk penentuan

Lebih terperinci

5026 Oksidasi antrasena menjadi antrakuinon

5026 Oksidasi antrasena menjadi antrakuinon NP 506 ksidasi antrasena menjadi antrakuinon KMn /Al C H 0 KMn C H 8 (78.) (58.0) (08.) Literatur Nüchter, M., ndruschka, B., Trotzki, R., J. Prakt. Chem. 000,, No. 7 Klasifikasi Tipe reaksi dan penggolongan

Lebih terperinci

Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam

Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam Standard of Operation Procedure (SOP) Kegiatan : Good Development Practice Sub Kegiatan : Metoda Pengujian Kualitas Minyak Nilam 1. Penyulingan Minyak Nilam a. Daun nilam ditimbang dalam keadaan basah

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium Kimia Fisik, Laboratorium Biomassa, Laboratorium Biokimia, dan Laboratorium

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1. Hasil Konstruksi Kolom Adsorpsi Berdasarkan rancangan dari kolom adsorpsi pada gambar III.1., maka berikut ini adalah gambar hasil konstruksi kolom adsorpsi : Tinggi =1,5

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia mineral Puslit Geoteknologi LIPI Bandung. Analisis proksimat dan bilangan organik dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alur Penelitian Gambar 3.1. Alur Penelitian Gambar 3.1. menggambarkan alur penelitian tugas akhir ini, diawali dengan metode studi yaitu wawancara berupa kuisioner untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Nama Generik 2.1.1. Pengertian Obat Generik Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Asap Cair Asap cair dari kecubung dibuat dengan teknik pirolisis, yaitu dekomposisi secara kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Semua orang selalu menginginkan kehidupan yang dijalani adalah kehidupan

PENDAHULUAN. Semua orang selalu menginginkan kehidupan yang dijalani adalah kehidupan PENDAHULUAN Semua orang selalu menginginkan kehidupan yang dijalani adalah kehidupan yang sehat, yang dicerminkan oleh lingkungan yang sehat. Oleh karenanya menjaga lingkungan sehat sudah menjadi kewajiban

Lebih terperinci

Laporan Kimia Analitik KI-3121

Laporan Kimia Analitik KI-3121 Laporan Kimia Analitik KI-3121 PERCOBAAN 5 SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Nama : Kartika Trianita NIM : 10510007 Kelompok : 1 Tanggal Percobaan : 19 Oktober 2012 Tanggal Laporan : 2 November 2012 Asisten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Uji

Lebih terperinci

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan

5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan 5004 Asetalisasi terkatalisis asam 3-nitrobenzaldehida dengan etanadiol menjadi 1,3-dioksolan H O O O NO 2 + HO HO 4-toluenesulfonic acid + NO 2 O H 2 C 7 H 5 NO 3 C 2 H 6 O 2 C 7 H 8 O 3 S. H 2 O C 9

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER

BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER A. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa dapat membuat kurva kalibrasi 2. Mahasiswa mampu menganalisis sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer 3. Mengetahui pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Alat dan Bahan 4.1.1 Alat-Alat yang digunakan : 1. Seperangkat alat kaca 2. Neraca analitik, 3. Kolom kaca, 4. Furnace, 5. Kertas saring, 6. Piknometer 5 ml, 7. Refraktometer,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pirasetam 2.1.1 Uraian Bahan Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam Nama Kimia : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida Rumus Molekul

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN

LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN L1.1 DATA KALIBRASI SUHU TANGKI DISTILASI Tabel L1.1 Data Kalibrasi Suhu Tangki Distilasi Waktu (Menit) T Termometer ( o C) T Panel ( o C) 0 33 29 5 33 36 10 33 44 15 35 50 20

Lebih terperinci