Volume retensi dan volume mati berhubungan dengan kecepatan alir fase

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Volume retensi dan volume mati berhubungan dengan kecepatan alir fase"

Transkripsi

1 BAB II. TEORI KROMATOGRAFI A. PRINSIP DASAR PEMISAHAN SECARA KROMATOGRAFI Sistem kromatografi tersusun atas fase diam dan fase gerak. Terj'adinya pemisahan campuran senyawa menjadi penyusunnya dikarenakan perbedaan afinitas masing-masing solut penyusun terhadap kedua fase. Solut dengan afinitas kuat terhadap fase diam akan memerlukan waktu lebih lama untuk melintasi fase diam. Berikut ini adalah ilustrasi terjadinya pemisahan dalam sistem kromatografi: Gambar II. 1. Ilustrasi pemisahan dalam sistem kromatografi Ketika molekul solut dimasukan dalam sistem kromatografi, maka akan segera terdistribusi ke dalam fase diam dan fase gerak. Kemudian terjadi kesetimbangan antara solut dalam fase diam dan solut dalam fase gerak. Volume fase gerak yang dibutuhkan untuk mengeluarkan solut dari ujung awal fase diam hingga ujung akhir disebut volume retensi (V R ). Bila solut merupakan senyawa yang tidak berinteraksi sama sekali dengan fase diam maka disebut volume mati (V 0 ). Dalam hal ini fase gerak diasumsikan tidak berinteraksi dengan fase diam sehingga V 0 sama dengan V m.

2 Volume retensi dan volume mati berhubungan dengan kecepatan alir fase gerak melewati kolom fase diam (F c ) dan dihubungkan dengan persamaan V R = T R xf c... (II.l) V 0 = T 0 xf c... (II.2) Berikut ini ilustrasi memperoleh harga V R dari suatu kromatogramm Gambar II. 2. Ilustrasi menetapkan volume retensi dan waktu retensi dari suatu kromatogram B. KINETIKA DALAM PEMISAHAN SECARA KROMATOGRAFI Ada dua pendekatan yang dapat dipakai untuk menjelaskan efisiensi proses pemisahan secara kromatografi yaitu 1. Teori lempeng (plate theory), dikembangkan oleh Martin dan Synge pada tahun Sebagai dasar adalah analog! proses distilasi dan ekstraksi berkelanjutan 2. Teori laju (rate theory), dikembangkan oleh 11 Van Deemter tahun Didasarkan padaa kecepatan random gerakan tiap molekul solut dalam fase diam dan fase gerak. Kedua teori memiliki kelebihan dan keterbatasan. Teori Lempeng (.Plate Theory) dan Kuantitasi Efisiensi Kolom Dengan teori ini, diasumsikan bahwa kolom fase diam tersusun atas lempengan-lempengan. Dalam setiap lempeng akan terjadi kesetimbangan solut dalam fase diam dan fase gerak. Semakin banyak lempeng penyusunnya, maka kesetimbangan akan semakin banyak sehingga pemisahan akan semakin baik. Dalam ukuran panjang kolom yang sama, maka jumlah lempeng teoritik ini tergantung pada tinggi lempeng. Atau dengan kata lain, semakin tipis lempeng teoritik, maka jumlah lempeng akan semakin banyak. Tinggi lempeng teoritik

3 (height equivalent for a theoritical plate sering dinotasikan dengan HETP atau h, sedangkan jumlah lempeng teoritik dinotasikan dengan N eff. Dalam setiap lempeng teoritik terjadi kesetimbangan solut dalam fase diam dan fase gerak. Volume fase diam dalam tiap lempeng adalah v s dan volume fase geraknya v m. V m = v m x N... (II.3) V s = v s xn... (II.4) V : volume total N : jumlah lempeng teoritik v : volume dalam setiap lempeng Efisiensi kolom paling mudah diamati dengan melihat lebar pita kromatogram. Pita kromatogram dengan lebar dasar yang sempit menunjukkan bahwa efisiensi kolom bagus. Gambar II.3. Bentuk pita kromatogram dipengaruhi oleh jumlah kesetimbangan (N). Semakin besar N, maka semakin runcing bentuk pita kromatogram Bentuk pita kromatogram diasumsikan berbentuk kurva distribusi normal (kurva Gauss). Kemampuan pemisahan suatu kolom dinyatakan sebagai jumlah lempeng teoritik (N) dan dapat dihitung dengan persamaan II.22. N = 16. (II.5) Karena sulit menentukan secara tepat lebar dasar pita kromatogram (W), maka digunakan perhitungan lebar pita pada setengah tingginya (W 1/2 ). Rumus

4 perhitungan N menjadi seperti persamaan II.23. Gambar II.4. Penentuan harga w 1/2 N = 5.54 (II.6) H =.. (II.7) L : panjang kolom Teori Laju (Rate Theory) dan Pelebaran Pita Kromatogram Efisiensi kolom merupakan fungsi dari banyak parameter sperti ukuran partikel fase diam, ketebalan lapisan fase diam yang diikatkan pada penyangga, keseragam packing, aliran fase gerak dan kecepatan kesetimbangan antara fase diam dan fase gerak. Pengaruh parameter-parameter ini tidak dapat dijelaskan dengan teori lempeng, tetapi hanya dapat dijelaskan dengan teori laju. Persamaan yang menghubungkan semua parameter tersebut dengan kualitas pemisahan telah dikembangkan oleh Van Deemter dengan model kromatografik isotermik dan didasarkan pada kurva distribusi normal. Bila dua molekul dimasukkan ke dalam kolom kromatografi dan dialiri fase gerak, maka ada kemungkinan rute yang dilalui kedua molekul tersebut berbeda, terutama bila fase diam tidak terpacking secara homogen. Molekul yang kebetulan melewati rute yang longgar (banyak ruang antar partikel fase diam) akan keluar lebih awal daripada molekul yang menempuh rute padat. Oleh karenanya pita kromatogram yang dihasilkan akan tampak melebar. Fenomena ini dikenal dengan fenomena difusi Eddy. Difusi Eddy dapat diperkecil dengan memperkecil diameter kolom, menghindari adanya ruang kosong dalam kolom,

5 menggunakan ukuran partikel fase diam yang seragam. Pelebaran pita kromatogram juga dapat disebabkan oleh difusi longitudinal solut. Pita solut dapat berdifusi ke bagian yang konsentrasinya rendah, dapat ke bagian belakang pita maupun ke bagian depan pita, sehingga terjadilah pelebaran pita. Pelebaran pita disebabkan karena difusi solut ke arah berlawanan dengan arah fase gerak (ke belakang), biasanya kasus difusi seperti ini lebih dominan daripada difusi searah aliran fase gerak. Terutam bila kolom yang dipergunakan sangat panjang. Usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalkan difusi longitudinal ini adalah mengatur viskositas dan kecepatan alir fase gerak. Difusi longitudinal dalam kromatografi gas jauh lebih besar daripada dalam kromatografi cair. Kecepatan alir fase gerak yang sangat cepat dapat mengurangi terjadinya difusi longitudinal, tetapi menimbulkan problem baru yaitu terjadinya transfer masa non ekuilibrium. Transfer mas non ekuilibrium adalah terjadinya perpindahan solut yang terjadi sebelum terjadinya kesetimbangan antara fase diam dan fase gerak. Hal ini selain disebabkan oleh aliran fase gerak yang terlalu cepat juga dapat disebabkan oleh lapisan fase diam yang sangat tebal dan viscous (kental). Untuk meminimalkan nya dapat diatasi dengan menggunakan setipis mungkin lapisan fase diam, menggunakan bahan untuk fase diam dan fase gerak yang tidak viscous, menjaga aliran fase gerak selambat mungkin tetapi jangan sampai menimbulkan difusi longitudinal. Menurut Van deemter, pengaruh ketiga parameter tersebut dituliskan dengan persamaan II.8. H = 2. (II.8) d p D g U K = faktor karakteristik dari packing = ukuran partikel = faktor yang mewakili jarak antar partikel yang tidak teratur = koefisien difusi solut galam fase gas = kecepatan linear gas = faktor kapasitas

6 H = tinggi lempeng teoritik Dari persamaan di atas, terdapat tiga komponen dasar yaitu : : berhubungan dengan fase gerak (terutama dalam gas) : berhubungan dengan fase diam (terutama dalam cair) : berhubungan dengan packing fase diam dalam kolom Lebih sederhana lagi persamaan van Deemter sering ditulis dengan H = A + B/u + Cu... (II.9) A : difusi Eddy B : difusi longitudinal C : transfer masa non ekuilibrium Dalam kolom kapiler parameter A sangat kecil dan praktis tidak ada, sehingga persamaan menjadi: H = B/u + Cu... (11.10) Cu terdiri dari C s u dan C m u, yaitu transfer masa non ekuilibrium dalam fase diam dan fase gerak. Untuk memperoleh efisiensi pemisahan yang optimal, maka harus dicari harga H yang paling minimum. Persamaan Van Deemter dapat dilukiskan dengan kurva seperti pada gambar II.11. Gambar II.5. Kurva dari persamaan Van deemter untuk kromatografi gas kolom packing Dengan memahami bagaimana pengaruh ketiga parameter tersebut, maka kita dapat merancang kolom yang baik dan kecepatan alir fase gerak yang optimum agar harga H seminimal mungkin. C. Termodinamika dalam Pemisahan secara kromatografik

7 C. Termodinamika dalam Pemisahan secara kromatografik Ketika molekul solut dimasukan dalam sistem kromatografi, maka akan segera terdistribusi ke dalam fase diam dan fase gerak. Kemudian terjadi kesetimbangan antara solut dalam fase diam dan solut dalam fase gerak. Kesetimbangan ini dapat dituliskan secara matematis dengan persamaan sebagai berikut : K = (II. 11) K Cs Cm : koefisien partisi / koefisien distribusi : konsentrasi solut dalam fase diam : konsentrasi solut dalam fase gerak K diukur untuk konsentrasi yang kecil. Pemisahan secara kromatografi selalu dikerjakan dalam konsentrasi yang rendah sehingga kemungkinan terjadinya saturasi dalam salah satu fase dapat dihindari, Oleh karena itu persamaan yang ideal adalah faktor kapasitas (ko yang formulanya sebagai berikut : k =.. (II.12) k' = K...(11.13) Vs Vm β : volume fase diam : volume vase gerak :rasio volume fase diam dan fase gerak k = Kβ.. (II.14) Fraksi solut dalam fase gerak =... (II.15) k' Fraksi solut dalam fase diam =... (II.16) Volume fase gerak yang dibutuhkan untuk mengeluarkan solut dari ujung awal fase diam hingga ujung akhir disebut volume retensi (V R ). Bila solut merupakan senyawa yang tidak berinteraksi sama sekali dengan fase diam maka disebut volume mati (V 0 ). Dalam hal ini fase gerak diasumsikan tidak berinteraksi dengan fase diam sehingga V 0 sama dengan V m. V R = V 0 x(l + k')... (II.17)

8 Volume retensi dan volume mati berhubungan dengan kecepatan alir fase gerak melewati kolom fase diam (F c ) dan dihubungkan dengan persamaan V R = T R xf c... (II.18) V 0 = T 0 xf c... (II.19) Dengan mensubstitusikan persamaan dan ke persamaan 11.17, maka diperoleh persamaan V R = V 0 x(l + k') 1 + k' = k' = k = k = (T R -T 0 )/T 0... (II.20) t k' =. (II.21) T R sering disebut sebagai waktu retensi terkoreksi. Bila terdapat dua solut masing-masing solut 1 dan solut 2 dengan harga rasio kapasitas k\ dan ki maka waktu retensi TRI dan TRZ, dapat dihitung dengan persamaan T R1 T R2 = T 0 (1+k 1)... (II.22) = T 0 (1+k 2)... (II.23) Pemisahan solut 1 dan 2 adalah T R2 T R1 = T o (k 2 k 1)... (II.24) Pemisahan tersebut terjadi apabila perbedaan antara k 1 dan k 2 cukup besar, apabila harga keduanya hampir sama maka tidak dapat diproleh pemisahan yang memuaskan. Kemampuan pemisahan sering dituliskan sebagai faktor selektifitas (a) dan dapat dihitung dengan persamaan II.25 α = 2... (II.25) 1 α =... (II.26)

9 Faktor retensi (R f ) merupakan besaran perbandingan antara kecepatan solut melewati kolom (U avg ) terhadap kecepatan fase gerak melewati kolom (V m ). Faktor retensi merupakan fungsi dari rasio kapasitas (k;). U avg = f 1 V 1 + f 2 V f n V n = f V... (II.27) U avg = (II.28) f : fraksi molekul pada kecepatan V Fraksi solut dalam fase gerak memiliki kecepatan gerak yang sama dengan kecepatan fase gerak (V m ), sedangkan kecepatan gerak solut dalam fase diam sama dengan nol, maka persamaan II.17 menjadi U avg = (II.29 ) R f = R f =.. (II.30) Volume fase gerak yang dibutuhkan untuk membawa solut melintasi kolom besarnya proporsional dengan panjang kolom, sehingga proses retensi juga meningkat bila panj'ang kolom diperbesar. Selama melewati kolom, pita solut dapat melebar, sehingga untuk mencapai pemisahan yang baik tidak cukup hanya dengan memperpanjang kolom. Berikut ini adalah ilustrasi terjadinya pelebaran pita solut selama melewati kolom. Parameter faktor resolusi (Rs) merupakan besaran untuk menghitung bagaimana dua pita berdekatan dapat dipisahkan secara sempurna satu sama lain. Pers II. 31 Pers II. 32 Gambar II.6. Perhitungan faktor resolusi

10 R s = (II.33) α = k 2/k 1, bila ini disubstitusikan ke persamaan II.33, maka diperoleh R s = (II.34), k' rata-rata, bila ini disubstitusikan ke persamaan II.34, maka R s = (II.35) 2 a + ll + k' Bila diasumsikan pita-pita kromatogram berbentuk kurva Gauss, maka R s juga dapat dihitung secara matematis dengan dasar analisis variansi. Gambar II. 7. Dua pita kromatogram saling berdekatan dan berbentuk kurva Gauss Berdasarkan kurva di atas, dapat dihitung harga F yaitu : F = (II.36) Jika harga F=l, maka tidak ada overlapping antara dua pita tersebut. Jika harga F=0.95, maka terdapat 5% luas area pita yang overlapping. Berdasarkan kurva Gauss, nilai R s dapat dihitung dengan persamaan II.31 R s = (II.37) atau

11 R s = 1.18 / /.. (II.37) atau R s = 1.18 / / (II.38) D. Optimasi Kinerja Kolom Jika pemisahan terhadap senyawa A dan B memberikan hasil yang tidak memuaskan, maka dapat dilakukan usaha untuk meningkatkan pemisahan, yaitu 1. Meningkatkan efisiensi pemisahan Dapat ditempuh dengan : a. Meningkatkan jumlah kesetimbangan antara fase diam dan fase gerak (memperbanyak jumlah lempeng teoritik N) Jumlah lempeng teoritik dapat dikerjakan dengan memperkecil ukuran partikel fase diam, sehingga luas kontak fase diam menjadi lebih banyak dan kesetimbangan solut dalam fase diam dan fase gerak menjadi bertambah besar dan pemisahan akan semakin baik. Selain itu juga dapat ditempuh dengan memperpanjang kolom yang berarti akan memperbanyak jumlah lempeng teoritk. Tetapi perlu hatihati karena sering kali menimbulkan problem baru yaitu terjadinya pelebaran pita kromatografi akibat adanya difusi balik. b. Memperkecil tinggi lempeng teoritik H Menurut Van Deemter H dipengaruhi oleh difusi Eddy, difusi longitudinal dan transfer masa non ekuilibrium. Difusi eddy dapat diminimalkan dengan menggunakan diameter kolom diperkecil, menghindari adanya ruang kosong dalam kolm, menggunakan ukuran partikel fase diam yang seragam. Difusi longitudinal dapat diiminalkan dengan memperkecil viskositas dan mempercepat kecepatan alir fase gerak. Tetapi perlu diatur agar tidak menimbulkan transfer masa non ekuilibrium. Transfer masa non ekuilibrium sendiri dapat diminimalkan menggunakan setipis mungkin lapisan fase diam, menggunakan bahan untuk fase diam dan fase gerak yang tidak viscous, menjaga aliran fase gerak selambat mungkin tetapi jangan sampai menimbulkan difusi longitudinal.

12 2. Meningkatkan selektifitas kolom, dengan mengganti material fase diam disesuaikan dengan interaksi solut-fase diam-fase gerak. Dengan mengganti material fase diam, maka diharapkan dapat mengubah harga k' A dan k' B. Bila perubahan ini menyebabkan harga kedua faktor kapasitas tersebut semakin berbeda, maka akan semakin mudah dipisahkan karena selektifitas semakin besar. Meningkatkan kapasitas kolom, dengan menggunakan tehnik temperature programming untuk kromatografi gas dan gradient elution programming untuk kromatografi cair. Temperature programming adalah program untuk mengatur temperatur kolom. Secara bertahap temperatur kojom dinaikkan sesuai dengan titik didih solut yang dipisahkan. Gradient elution programming adalah program untuk mengatur komposisi fase gerak selama elusi secara bertahap disesuaikan kelarutan solut yang dipisahkan. Dengan menjalankan pemrograman tersebut, maka akan diperoleh pemisahan yang lebih sempurna dan terkadang waktu analisis menjadi semakin cepat. E. Kuantitasi Solut serta Kontrol Kualitas Data Jenis dan jumlah asing-masing komponen dalam sampel yang dipisahkan dalam kromatografi hanya dapat diketahui bila sistem kromatografi dihubungkan dengan detektor dan recorder, sehingga keluar pita-pita kromatogram. Luas area atau tinggi pita kromatogram berkaitan erat dengan jumlah atau konsentrasi solut, sedangkan letakpita kromatogram berkaitan erat dengan jenis solut. Dalam banyak sistem kromatografi modern, kromatogram yang dihasilkan telah dihitung luas areanya dan waktu retensinya secara otomatis, dan juga telah dikoreksi terhadap sinyal baseline (noise). H max Gambar II.87 Perhitungan luas area pita kromatogram

13 Luas area pita kromatogram (A) dihitung dengan persamaan : A = h max xw 1/2... (II.40) A = 1 /2 (h max + W)... (II.41) Bila alat hitung tidak terdapat dalam recorder, maka untuk mengkuantifikasikan pita kromatogram dapat ditempuh dengan memotong pita kromatogram kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Untuk dapat menghitung konsentrasi solut maka luas area perlu dibandingkan dengan luas area standard yang telah diketahui konsentrasinya. Selanjutnya dihitung dengan perbandingan sederhana, yaitu (II.42) Teknik perbandingan ini hanya dapat dikerjakan bila rentang konsentrasi sampel (C sampel ) hampir sama dengan konsentrasi standard (C standard ), hubungan luas area vs konsentrasi selalu linear untuk berapapun konsentrasinya. Oleh karena itu yang paling sering digunakan dan yang memiliki tingkat kesalahan lebih rendah adalah teknik standard eksternal (Standard External Method). Dengan teknik ini harus dibuat serangkaian larutan standard dengan konsentrasi yang berbeda-beda, kemudian dibaca dengan sistem kromatografi. Luas area yang didapatkan kemudian diplotkan dengan konsentrasinya sehingga diperoleh persamaan garis regresi linear dengan sumbu X adalah konsentrasi dan sumbu Y adalah luas area. Selanjutnya luas area sampel diintrapolasikan ke dalam persamaan garis tersebut sehingga diperoleh harga konsentrasi sampel. Perhitungan konsentrasi sampel juga dapat dikerjakan dengan teknik standard internal. Dengan cara ini sebelum sampel dianalisis dengan kromatografi, terlebih dahulu larutan sampel diberi standaard internal dalam jumlah yang telah diketahui. Standard internal adalah senyawa yang memiliki sifat mirip dengan senyawa analit yang terdapat dalam sampel, sehingga standard internal memiliki mekanisme kesetimbangan yang sama dengan sampel. Dalam sampel sendiri tidak mengandung senyawa yang digunakan untuk standard internal. Konsentrasi sampel dapat dihitung dengan persamaan II.43.

14 . (II.43) F: faktor respon Contoh perhitungan : Larutan sampel mengandung senyawa pestisida DOT tetapi tidak mengandung senyawa Aldrin, sehingga senyawa Aldrin dapat digunakan sebagai standard internal. Dari data kromatogram diperoleh data sebagai berikut: Berat sampel (yang mengandung DOT) ng memberikan luas area 5231 µv. Berat senyawa Aldrin ng memberikan luas area 6594 µv. Berapa konsentrasi DOT dalam sampel? Jawab : Rasio berat Aldrin/DDT = / = Rasio luas area Aldrin/DDT = 6594/5231 = Faktor respon = Rasio luas/rasio berat = / = = ng. Konsentrasi DOT sampel = (0.3128ng / ng) x 100% = % b/b Untuk analisis sampel dengan konsentrasi sangat rendah (trace analysis) dapat dilakukan dengan teknik standard adisi (addition standard). Sampel diperkaya dengan standard yang sama dengan analit dalam sampel yang akan diperiksa, dalam jumlah yang telah diketahui. Kemudian larutan ini dianalisis dengan kromatografi. Luas area yang didapatkan diplotkan dalam persamaan garis regresi linear hubungan antara konsentrasi standard dengan luas areanya, sehingga diperoleh harga kadar sampel yang diperkaya dengan standard. Harga ini kemudian dikurangi dengan jumlah standard yang dimasukkan dan didapatkan kadar analit dalam sampel sebenarnya.

15 ditemukan pita yang tidak simetris. Bila ditemukan pita yang asimetris maka perlu dilakukan perhitungn tersendiri. Berikut adalah contoh pita yang asimetris. Gambar II. 3. Contoh pita asimetris dan perhitungannya Persamaan untuk menghitung faktor asimetris pita kromatogram (A s ) A S = B/A (pada ketinggian 10%)... II.44 Persamaan untuk menghitung faktor tailing pada pita kromatogram (T f ) Faktor Tailing = (pada ketinggian 5% ) II.45 Kriteria kolom berdasarkan harga A s : Harga A S Kriteria kolom Bagus 1.2 Dapat diterima 2 Tidak dapat diterima untuk analisis 4 Kolom rusak harus diganti 2. Reprodusibilitas data Merupakan parameter keajegan respon pada pengulangan analisis. Apabila dilakukan pengulangan analisis terhadap larutan standard pada konsentrasi yang sama, maka akan diperoleh waktu retensi dan luas area yang sama. Secara matematis dapat dihitung dengan persamaan II.46 berikut ini. SD =.. II.46 X i : hasil analisis ke-i X : Rata-rata dari hasil analisis N : jumlah replikasi

16 X i : hasil analisis ke-i X : Rata-rata dari hasil analisis N : jumlah replikasi Bila setiap pengulangan memiliki harga yang sama, maka SD=0. Semakin besar harga SD maka reprodusibilitas metode semakin jelek, karena data semakin menyebar. 3. Linearitas data Diuji dengan menghitung harga linearitas hubungan antara luas area pita kromatogram vs konsentrasi standard dengan metode statistik least squares. 4. Batas deteksi Merupakan salah satu ukuran sensitivitas metode analisis. Ada dua parameter batas deteksi yaitu limit of detection (LOD) dan limit of quantification (LOQ). LOD merupakan batas konsentrasi terkecil analit yang dapat diamati oleh alat (instrumental) dan sinyalnya dapat dibedakan secara nyata dari noise atau gangguan. Biasanya dipakai batasan bahwa perbandingan sinyal dan noise pada penetapan LOD tersebut adalah 3. LOQ merupakan batas konsentrasi terendah dari analit yang dapat dipreparasi hingga dianalisis dengan alat (instrument) dan sinyalnya dapat dibedakan secara nyata dari noise, sehingga harganya pasti j'auh lebih besar dibanding harga LOD. Sebagai batasan perbandingan sinyal dan noise untuk penetapan LOQ adalah Recovery Pada prinsipnya, uji dilakukan dengan mengerjakan analisis sampel suatu obyek yang diperkaya dengan sejumlah kuantitatif analit yang akan ditetapkan, sama dengan yang dilakukan untuk mengetahui sensitivitas penetapan. Berat total analit, yang diperoleh dari analisis sampel yang diperkaya dikurangi berat analit dalam sampel yang tidak diperkaya, dibandingkan terhadap jumlah analit yang ditambahkan, dapat digunakan untuk menentukan nilai pungut ulang analit itu. Apabila dalam analisis tidak terdapat kesalahan sistematik, maka nilai pungut ulang yang diperoleh dalam uji ini tidak akan berbeda secara signifikan dari 100 %. Kelemahan utama uji ini adalah adanya kemungkinan perbedaan antara kondisi analit yang ditambahkan dan kondisi analit dalam matriks. Dalam matriks, analit mungkin terdapat dalam bentuk kompleks, sedangkan analit yang

17 ditambahkan terdapat dalam keadan bebas. Nilai pungut ulang 100 % tidak selalu dapat menjamin bahwa seluruh analit dalam matriks telah benar-benar tercermin dalam data hasil analisis. Oleh karena itu, uji ini biasanya hanya digunakan sebagai uji pendahuluan dalam evaluasi ketepatan metode analisis. Harga recovery dapat dihitung dengan persamaan : Recovery (%) = X 100 %.. II.47

Hukum Kesetimbangan Distribusi

Hukum Kesetimbangan Distribusi Hukum Kesetimbangan Distribusi Gambar penampang lintang dari kolom kromatografi cair-cair sebelum fasa gerak dialirkan dan pada saat fasa gerak dialirkan. 1 Di dalam kolom, aliran fasa gerak akan membawa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

Analisis Fisiko Kimia

Analisis Fisiko Kimia Analisis Fisiko Kimia KROMATOGRAFI Oleh : Dr. Harmita DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase,

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah : Kromatografi

Nama Mata Kuliah : Kromatografi Nama Mata Kuliah : Kromatografi Kode/SKS : 2602/2SKS Prasarat : Kimia Analitik II Dan Kimia Organik II Status Mata Kuliah : Wajib Deskripsi Mata Kuliah : Mata kuliah kromatografi merupakan mata kuliah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan

KROMATOGRAFI. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan KROMATOGRAFI Defenisi Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah krim wajah. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai validasi metode analisis beserta karakteristiknya, metode analisis komparatif atau instrumental, kromatografi cari kinerja tinggi sebagai objek dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram EFISIENSI KOLOM Pertemuan 3 Bentuk-bentuk kromatogram - Linier (simetris, bentuk gaus), ideal (puncak sempit) - Tidak linier dan tidak ideal C S C S C S K = C S /C m K > C K < CS /C S /C m m C m C m C

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penentuan Linieritas Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan dengan cara membuat kurva hubungan antara absorbansi pada sumbu y dan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisis secara kromatografi yang berhasil baik berkaitan dengan mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis atau kecepatan seperti digambarkan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cefadroxil 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 1 Struktur cefadroxil Nama Kimia : 5-thia-1-azabicyclo[4.2.0]oct-2-ene-1-carbocylic

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengembangan Metode Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun hanya salah satu tahapan saja. Pengembangan metode dilakukan karena metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 30 Juni 2016 Nama Mahasiswa : 1. Irma Yanti 2. Rahmiwita 3. Yuliandriani Wannur Azah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sistem kromatografi yang digunakan merupakan kromatografi fasa balik, yaitu polaritas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam, dengan kolom C-18 (n-oktadesil silan)

Lebih terperinci

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008

Analisis Fenobarbital..., Tyas Setyaningsih, FMIPA UI, 2008 4 3 5 1 2 6 Gambar 3. Alat kromatografi cair kinerja tinggi Keterangan : 1. Pompa LC-10AD (Shimadzu) 2. Injektor Rheodyne 3. Kolom Kromasil TM LC-18 25 cm x 4,6 mm 4. Detektor SPD-10 (Shimadzu) 5. Komputer

Lebih terperinci

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara

Lebih terperinci

BAB VI. ELEKTROFORESIS

BAB VI. ELEKTROFORESIS BAB VI. ELEKTROFORESIS A. PENDAHULUAN Elektroforesis adalah teknik pemisahan yang didasarkan pada kemampuan analit bergerak melalui media konduktif sebagai akibat diaplikasikannya arus listrik. Media yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian studi voltametri siklik asam urat dengan menggunakan elektroda nikel sebagai elektroda kerja ini bertujuan untuk mengetahui berbagai pengaruh dari parameter yang ada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Validasi merupakan proses penilaian terhadap parameter analitik tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi syarat sesuai

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan kadar Aspartam ini dilakukan menggunakan alat KCKT, dengan sistem kromatografi fasa terbalik, yaitu polarisitas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam dengan kolom

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

Gambar 1. Alat kromatografi gas

Gambar 1. Alat kromatografi gas 68 A B Gambar 1. Alat kromatografi gas Keterangan: A. Unit utama B. Sistem kontrol 69 Gambar 2. Kromatogram larutan standar DHA 1552,5 µg/g Kondisi: Kolom kapiler VB-wax (60 m x 0,32 mm x 0,25 µm), fase

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus.

Kata Kunci : kromatografi gas, nilai oktan, p-xilena, pertamax, pertamax plus. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: 2541-0849 e-issn: 2548-1398 Vol. 2, No 8 Agustus 2017 ANALISIS KANDUNGAN p-xilena PADA PERTAMAX DAN PERTAMAX PLUS DENGAN TEKNIK KROMATOGRAFI GAS (GC-PU 4600)

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Nyamuk merupakan serangga yang dapat mengancam kesehatan manusia, karena dapat menjadi vektor berbagai penyakit, antara lain malaria dan demam berdarah. Saat ini, wilayah penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami*

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami* PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL DALAM TETES MATA PADA SEDIAAN GENERIK DAN MERK DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Febriyanti Diah Puspita Sari*, Pri Iswati Utami* Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembentukan Senyawa Indotimol Biru Reaksi pembentukan senyawa indotimol biru ini, pertama kali dijelaskan oleh Berthelot pada 1859, sudah sangat lazim digunakan untuk penentuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit secara KCKT menggunakan kolom C 18 dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pirasetam 2.1.1 Uraian Bahan Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam Nama Kimia : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida Rumus Molekul

Lebih terperinci

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN 1. Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair cair. 2. Mengetahui nilai koefisien distribusi dan yield proses ekstraksi. 3. Menghitung neraca massa proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Meka et al (2014) dalam penelitiannya melakukan validasi metode KCKT untuk estimasi metformin HCl dan propranolol HCl dalam plasma dengan detektor PDA (Photo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih

Lebih terperinci

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Aqnes Budiarti 1*, Ibrahim Arifin 1 1 Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Pengaruh ph larutan terhadap pembentukan Cr-PDC ph merupakan faktor yang penting dalam pembentukan senyawa kompleks, oleh karena itu perlu dilakukan percobaan penentuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Januari 2013. Proses penyemaian, penanaman, dan pemaparan dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR ASAM GALAT, KAFEIN DAN EPIGALOKATEKIN GALAT PADA BERBAGAI PRODUK TEH CELUP

PENETAPAN KADAR ASAM GALAT, KAFEIN DAN EPIGALOKATEKIN GALAT PADA BERBAGAI PRODUK TEH CELUP PENETAPAN KADAR ASAM GALAT, KAFEIN DAN EPIGALOKATEKIN GALAT PADA BERBAGAI PRODUK TEH CELUP Yohanes Martono Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY 9 SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY Penetapan secara Simultan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Kromatografi Cair Kinerja

Lebih terperinci

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

Kelompok 2: Kromatografi Kolom Kelompok 2: Kromatografi Kolom Arti Kata Kromatografi PENDAHULUAN chroma berarti warna dan graphien berarti menulis Sejarah Kromatografi Sejarah kromatografi dimulai sejak pertengahan abad ke 19 ketika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alprazolam 2.1.1 Sifat fisikokimia Rumus struktur : Gambar 1 Struktur Alprazolam Nama Kimia Rumus Molekul :8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-α] [1,4] benzodiazepina

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI PERMIASI GEL. Gel permeation chromatography

KROMATOGRAFI PERMIASI GEL. Gel permeation chromatography KROMATOGRAFI PERMIASI GEL Gel permeation chromatography Kromatografi Permiasi Gel (KPG) adalah satu tipe kromatografi ekslusi. KPG digunakan dalam salah satu hal berikut: 1. spesies dengan BM tinggi(bm>2000)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jamu Obat tradisional menurut peraturan perundang-undangan No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Sampel 4.1.1. Pengumpulan Sampel Sampel yang digunakan berupa minuman serbuk dalam kemasan sachet yang beredar di pasar Bandung. Sampel yang digunakan diambil dari sebuah toko

Lebih terperinci

BAB I DISTILASI BATCH

BAB I DISTILASI BATCH BAB I DISTILASI BATCH I. TUJUAN 1. Tujuan Instruksional Umum Dapat melakukan percobaan distilasi batch dengan system refluk. 2. Tujuan Instrusional Khusus Dapat mengkaji pengaruh perbandingan refluk (R)

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

BAB V KROMATOGRAFI. Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar kromatografi, penggolongan kromatografi,

BAB V KROMATOGRAFI. Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar kromatografi, penggolongan kromatografi, BAB V KROMATOGRAFI A. PENDAHULUAN 1. Deskripsi singkat Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar kromatografi, penggolongan kromatografi, kromatografi kolom, kromatografi kertas dan Lapis tipis, kromatografi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur Penggunaan Peranti Lunak ImageJ

HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur Penggunaan Peranti Lunak ImageJ sedangkan PLSDA untuk mengklasifikasikan ketiga tanaman sampel ke dalam tiga kelompok tanaman yang berbeda dalam bentuk model prediksi. Model tersebut selanjutnya digunakan untuk memprediksi ketiga sampel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Reaktor-separator terintegraasi yang dikembangkan dan dikombinasikan dengan teknik analisis injeksi alir dan spektrofotometri serapan atom uap dingin (FIA-CV-AAS) telah dikaji untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siklamat 1. Karakteristik Fisika Kimia Rumus struktur : Rumus molekul : C 6 H 12 NNaO 3 S Nama kimia : Sodium N-Cyclohexylsulfamate Berat molekul : 201,2 g/mol Pemerian Kelarutan

Lebih terperinci

MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI

MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI MAKALAH ALAT INDUSTRI KIMIA ABSORPSI Disusun Oleh : Kelompok II Salam Ali 09220140004 Sri Dewi Anggrayani 09220140010 Andi Nabilla Musriah 09220140014 Syahrizal Sukara 09220140015 JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS Amalia Choirni, Atik Setiani, Erlangga Fitra, Ikhsan Fadhilah, Sri Lestari, Tri Budi Kelompok 12 Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Semua orang selalu menginginkan kehidupan yang dijalani adalah kehidupan

PENDAHULUAN. Semua orang selalu menginginkan kehidupan yang dijalani adalah kehidupan PENDAHULUAN Semua orang selalu menginginkan kehidupan yang dijalani adalah kehidupan yang sehat, yang dicerminkan oleh lingkungan yang sehat. Oleh karenanya menjaga lingkungan sehat sudah menjadi kewajiban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Bhavar (2008), melaporkan metode High Performance Thin Layer Chromatography (HPTLC) telah dikembangkan untuk determinasi propranolol hidroklorid dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011. Berlokasi di Laboratorium Jasa Analisis Pangan, Departemen

Lebih terperinci

VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENETAPAN KADAR METFORMIN HCl DALAM TABLET FLOATING SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENETAPAN KADAR METFORMIN HCl DALAM TABLET FLOATING SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENETAPAN KADAR METFORMIN HCl DALAM TABLET FLOATING SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) SKRIPSI AGNES PUTRI WIRADININGRUM 1308010152 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia?

BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia? BAB I. PENDAHULUAN OTK di bidang Teknik Kimia? Aplikasi dasar-dasar ilmu pengetahuan alam yang dirangkai dengan dasar ekonomi dan hubungan masyarakat pada bidang yang berkaitan Iangsung dengan proses dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kofein 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus struktur Rumus Molekul : C 8 H 10 N 4 O 2 Berat Molekul : 194,19 Pemerian : Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya menggumpal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Pada penelitian yang dilakukan oleh Meka et al. (2014) mengenai perkembangan validasi metode KCKT dalam plasma untuk mengestimasikan metformin HCl dan propranolol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domperidone 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 1 Struktur domperidone

Lebih terperinci

BAB IV. PERHITUNGAN STAGE CARA PENYEDERHANAAN (Simplified Calculation Methods)

BAB IV. PERHITUNGAN STAGE CARA PENYEDERHANAAN (Simplified Calculation Methods) BAB IV. PERHITUNGAN STAGE CARA PENYEDERHANAAN (Simplified Calculation Methods) Di muka telah dibicarakan tentang penggunaan diagram entalpi komposisi pada proses distilasi dan penggunaan diagram (x a y

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN RINGKASAN Pengembangan dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada Analisis Andrografolida dalam Bahan Baku dan Tablet Fraksi Etil Asetat Andrographis paniculata Pada pengembangan produk

Lebih terperinci

Ekstraksi pelarut atau ekstraksi air:

Ekstraksi pelarut atau ekstraksi air: Ekstraksi pelarut atau ekstraksi air: Metode pemisahan atau pengambilan zat terlarut dalam larutan (biasanya dalam air) atau menggunakan pelarut lain (biasanya organik) Tidak memerlukan alat khusus atau

Lebih terperinci

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman KROMATOGRAFI PENDAHULUAN Analisis komponen penyusun bahan pangan penting, tidak hanya mencakup makronutrien Analisis konvensional: lama, tenaga beasar, sering tidak akurat, tidak dapat mendeteksi pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

BAB 6 RINGKASAN PENELITIAN

BAB 6 RINGKASAN PENELITIAN 32 BAB 6 RINGKASAN PENELITIAN Validasi metode analisis merupakan suatu proses untuk menentukan keabsahan dan pertanggungjawaban suatu hasil percobaan di laboratorium, tetapi dalam proses dan perhitungannya

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan Februari 2012 April 2012. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 24 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Perangkat lunak validasi metode analisis ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak pemograman yang biasa dipakai yaitu Microsoft Visual Basic 6.0, dimana perangkat

Lebih terperinci

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada

tetapi untuk efektivitas ekstraksi analit dengan rasio distribusi yang kecil (<1), ekstraksi hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru pada I. TUJUAN PERCOBAAN 1.1 Memahami pemisahan berdasarkan ekstraksi asam asetat. 1.2 Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang tidak saling campur (ekstraksi cair - cair) II. DASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya BAB I PENDAHULUAN Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), jalan Tangkuban Perahu No. 157 Lembang, Bandung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode ekstraksi kolesterol yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 976.26. Pertama-tama dengan dilakukan ekstraksi menggunakan asam (HCl

Lebih terperinci

KLASIFIKASI KROMATOGRAFI

KLASIFIKASI KROMATOGRAFI KROMATOGRAFI KOLOM Oleh: Susila Kristianingrum susila.k@uny.ac.id Kompetensi Dasar Mahasiswa dapat mendeskripsikan pemisahan secara Krom.kolom, menginterpretasi dan mengaplikasikan metode pemisahan ini

Lebih terperinci

Perbandingan fase gerak Larutan kalium dihidrogen posfat 0,05 M-metanol (60:40) dengan laju alir 1 ml/menit

Perbandingan fase gerak Larutan kalium dihidrogen posfat 0,05 M-metanol (60:40) dengan laju alir 1 ml/menit Lampiran 1. Kromatogram Penyuntikan Deksklorfeniramin maleat Baku untuk Mencari Perbandingan Fase Gerak larutan kalium dihidrogen posfat 0,05 M - Metanol yang Optimal untuk Analisis. A Perbandingan fase

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA PEMISAHAN BAB CAMPURAN

LAPORAN KIMIA PEMISAHAN BAB CAMPURAN 1.1 Judul Percobaan Kromatografi kertas 1.2 Tujuan Percobaan LAPORAN KIMIA PEMISAHAN BAB CAMPURAN I TUJUAN DAN PRINSIP PERCOBAAN Memisahkan Zat Warna Tinta Melalui Kromatografi Kertas 1.3 Prinsip Percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asam retinoat adalah bentuk asam dan bentuk aktif dari vitamin A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada preparat kulit terutama

Lebih terperinci

Diperiksa Oleh : Dr. H. Wahyu Sopandi, M.A. (Ketua Program Studi Pend. Kimia)

Diperiksa Oleh : Dr. H. Wahyu Sopandi, M.A. (Ketua Program Studi Pend. Kimia) KIMIA ANALITIK II (KI332) Halaman : 1 dari 8 Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh : Disetujui Oleh : Drs. Hokcu Suhanda, M.Si (Koordinator Mata Kuliah) Dr. H. Wahyu Sopandi, M.A. (Ketua Program Studi Pend. Kimia)

Lebih terperinci