Keragaman Virulensi dan Molekuler Virus Tungro dari Beberapa Daerah Endemis *)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keragaman Virulensi dan Molekuler Virus Tungro dari Beberapa Daerah Endemis *)"

Transkripsi

1 Keragaman Virulensi dan Molekuler Virus Tungro dari Beberapa Daerah Endemis *) R. Heru Praptana 1, YB. Sumardiyono 2, Sedyo Hartono 2, Y. Andi Trisyono 2 dan I. Nyoman Widiarta 3 1) Loka Penelitian Penyakit Tungro, 2) Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Abstract Tungro is one of the major diseases in rice which has become a constraint in increasing rice production in Indonesia. Tungro is caused by infection with two different viruses of Rice tungro bacilliform virus (RTBV) and Rice tungro spherical virus (RTSV), both of which can only be transmitted by green leafhoppers especially Nephotettix virescens (Distant) in a semipersistent manner. Since there is an indication of the existance of virulence variation of tungro viruses from different areas and the specific relationship between resistance of varieties and tungro viruses isolates, it is important to study of the virulence and the genetic diversity of tungro viruses from some endemic areas in Indonesia. This study aimed to identify the virulence and the molecular diversity of tungro viruses from several endemic areas in Indonesia. Susceptible variety i.e. TN1 was used in the study. Surveys and collection of infected plants and green leafhoppers were done in several tungro endemic areas, namely West Java, Central Java, Yogyakarta, Central Sulawesi, West Sulawesi, South Sulawesi, Bali and West Nusa Tenggara. Artificial transmission using the test tube method was used in the virulence test. Green leafhoppers caught from the field were used as transmitters. The virulence of tungro viruses was determined on the basis of diseases indexes (DI). The results showed that the virulence of tungro viruses varied among endemic areas in Indonesia. The Central Java isolate was the most virulent and not all isolates from endemic areas in the island of Java were more virulent than those from outside of Java. The presence of RTBV and RTSV was detected in the infected TN1 plants. The existence of molecular diversity of tungro viruses from several endemic areas was observed. The molecular diversity of tungro viruses was not correlated with geographic difference of endemic areas and the virulence. Key words: rice, tungro, RTBV, RTSV, resistant varieties, virulence, molecular diversity 1 Intisari Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada padi yang menjadi kendala dalam peningkatan produksi padi di Indonesia. Tungro disebabkan oleh infeksi dua virus yang berbeda yaitu Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan Rice tungro spherical virus (RTSV), yang keduanya hanya dapat ditularkan oleh vektor terutama *) Makalah disampaikan pada Seminar Bulanan Puslitbang Tanaman Pangan, 11 April

2 Nephotettix virescens (Distant) secara semipersisten. Adanya indikasi bahwa terjadi variasi virulensi virus tungro dari daerah yang berbeda dan hubungan spesifik antara ketahanan varietas dengan isolat virus tungro maka diperlukan suatu kajian tentang virulensi dan keragaman genetik virus tungro dari beberapa daerah endemis di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendeterminasi keragaman virulensi dan molekuler virus tungro dari beberapa daerah endemis di Indonesia. Varietas rentan TN1 digunakan di dalam penelitian. Survei dan koleksi tanaman terinfeksi dilakukan di beberapa daerah endemis tungro yaitu Jabar, Jateng, DIY, Sulteng, Sulbar, Sulsel, Bali dan NTB. Penularan buatan dengan metode tabung digunakan dalam uji virulensi virus tungro. Vektor hasil tangkapan dari lapangan digunakan sebagai penular. Virulensi virus tungro ditentukan berdasarkan nilai indeks penyakit (DI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa virulensi virus tungro bervariasi di antara daerah endemis. Isolat Jateng merupakan isolat paling virulen dan tidak semua isolat dari daerah endemis di pulau Jawa lebih virulen dibanding isolat dari luar Jawa. Keberadaan RTBV dan RTSV terdeteksi dalam setiap sampel tanaman TN1 bergejala hasil penularan. Virus tungro dari beberapa daerah endemis di Indonesia teridentifikasi beragam pada tingkat molekuler. Keragaman molekuler virus tungro tidak berkorelasi dengan perbedaan geografi daerah endemis dan virulensi. Kata kunci: padi, tungro, RTBV, RTSV, varietas tahan, virulensi, keragaman molecular Pendahuluan Tungro merupakan salah satu penyakit penting padi yang menjadi kendala dalam peningkatan produksi padi nasional. Tungro disebabkan oleh infeksi dua virus yang berbeda yaitu Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan Rice tungro spherical virus (RTSV), yang keduanya hanya dapat ditularkan oleh wereng hijau (vektor) terutama Nephotettix virescens (Distant) secara semipersisten. Penyebaran tungro tidak hanya di Indonesia tetapi juga terjadi di India (Muralidharan et al., 2003), Malaysia, Filipina, Thailand (Suranto, 2004), dan Vietnam (Du et al., 2005). Di Indonesia, rerata luasan serangan tungro dalam kurun waktu tahun mencapai 3650 ha per tahun (Raga, 2008). Pada musim tanam (MT) 2010/2011 terjadi serangan seluas 5828 ha dan meningkat menjadi 7177 ha pada MT 2011 yang tersebar di 33 provinsi (Kusprayogie et al., 2011). Penggunaan varietas tahan virus tungro dan vektor merupakan komponen yang efektif dalam pengendalian tungro (Angeles et al., 2008), dan sesuai untuk berbagai ekosistem di Indonesia. Suatu varietas tahan tidak dianjurkan untuk ditanam secara terus-menerus karena dapat meningkatkan tekanan seleksi vektor dan memungkinkan 2

3 terbentuknya biotipe vektor baru. Keseragaman varietas tahan yang ditanam di suatu wilayah juga akan mempermudah vektor untuk beradaptasi dan mempercepat terjadinya mutasi virus tungro, sehingga ketahanan varietas tidak dapat berlangsung lama. Ketahanan varietas juga bersifat spesifik lokasi, berarti bahwa suatu varietas menunjukkan reaksi tahan terhadap isolat virus tungro di daerah tertentu tetapi belum tentu tahan terhadap isolat virus tungro di daerah lain. Hal tersebut mengindikasikan adanya variasi virulensi virus tungro dari berbagai daerah yang berbeda. Selama ini kejadian tungro sering ditemukan pada varietas yang sama di beberapa daerah, bahkan varietas tersebut tidak memiliki gen ketahanan terhadap virus tungro maupun vektor. Beberapa varietas tahan yang sudah dilepas tidak semuanya dapat dikembangkan di seluruh daerah endemis dan umumnya kurang disukai oleh petani. Pengendalian tungro menggunakan varietas tahan harus disesuaikan dengan variasi vierulensi virus tungro, sehingga diperlukan ketersediaan dan pemetaan dalam distribusi varietas tahan. Informasi variasi virulensi dan keragaman genetik virus tungro dari berbagai daerah endemis di Indonesia sangat diperlukan untuk mengetahui sebaran virus tungro berdasarkan virulensinya, sebagai pertimbangan dalam pengendalian tungro menggunakan varietas tahan yang sesuai serta menjadi dasar dalam perakitan varietas tahan tungro baik secara konvensional maupun melalui teknik rekayasa genetik. Oleh karena itu, diperlukan karakterisasi keragaman genetik virus tungro dan kesesuaian varietas tahan dengan variasi virulensi virus tungro dari berbagai daerah endemis di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mendeterminasi variasi biologi dan molekuler virus tungro dari beberapa daerah endemis di Indonesia. Bahan dan Metode 1. Persiapan Tanaman Benih varietas rentan terhadap virus tungro dan vektor (TN1) disemai dalam pot kemudian dimasukkan ke dalam kurungan kasa dan dipelihara di rumah kaca. Setelah bibit berumur 21 hari, maka bibit siap dibawa ke daerah endemis untuk diinokulasi virus tungro menggunakan vektor hasil tangkapan di lapangan. 3

4 2. Isolat Virus Tungro dan Koloni Vektor Isolat virus tungro dan koloni vektor berasal dari delapan daerah endemis di Indonesia yaitu Subang (Jawa Barat), Magelang (Jawa Tengah), Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta), Tabanan (Bali), Lombok Tengah (Nusa Tenggara Barat), Sidrap (Sulawesi Selatan), Polewali Mandar (Sulawesi Barat) dan Donggala (Sulawesi Tengah). Di setiap daerah endemis ditentukan empat lokasi pengambilan sampel untuk penularan dengan jarak antar lokasi kurang lebih 200 m. Di Subang, penularan dilakukan di rumah kaca BB Padi Sukamandi menggunakan isolat virus tungro dan vektor koloni Subang. Di Sidrap, pengamatan, koleksi sampel dan uji penularan dilakukan di pertanaman bulanan kebun percobaan (KP) Lokatungro. 3. Uji Virulensi Virus Tungro Uji virulensi virus tungro dilakukan melalui penularan buatan terhadap bibit padi di dalam tabung gelas (test tube method) menggunakan vektor dan sumber inokulum dari pertanaman terserang di setiap daerah endemis. Isolat virus tungro dan vektor yang digunakan benar-benar telah berinteraksi di dalam kondisi lingkungan setempat sehingga kemurniannya dapat terjaga. Efisiensi penularan virus tungro dipengaruhi oleh spesies dan genotipe vektor (Choi et al., 2009). Hasil uji penularan menunjukkan bahwa terdapat variasi efisiensi dalam menularkan virus tungro dari beberapa koloni vektor dari daerah endemis yang berbeda (Widiarta et al., 2004). Vektor hasil tangkapan dari pertanaman terserang, satu per satu dimasukkan ke dalam kurungan yang sebelumnya telah diisi dengan rumpun tanaman terinfeksi (bergejala tungro) yang diperoleh dari pertanaman terserang. Setelah kurang lebih 5 jam, vektor diinfestasikan pada bibit TN1 di dalam tabung gelas yang telah diisi air setinggi 1 cm masing-masing 2 ekor imago. Penularan dilakukan terhadap 10 bibit TN1 di setiap petak pengamatan (10 tabung per petak pengamatan). Setelah 24 jam penularan di dalam tabung reaksi, bibit TN1 ditanam pada pot kemudian dimasukkan ke dalam kurungan kasa dan dipelihara di dalam rumah kaca. Sepuluh bibit TN1 ditanam dalam pot kemudian dimasukkan ke dalam kurungan kasa sebagai pembanding (tanpa diinokulasi virus tungro). Pengamatan dilakukan terhadap insidensi tungro, tingkat keparahan gejala tungro dan tinggi tanaman ketika tanaman berumur 3 minggu setelah tanam (MST). Insidensi tungro ditentukan dengan menghitung jumlah tanaman terserang (tanaman 4

5 yang menunjukkan gejala tungro) dibagi dengan jumlah tanaman yang diamati kemudian dikalikan 100%. Tingkat keparahan gejala tungro dievaluasi berdasarkan sistem skor sesuai dengan Standard Evaluation System for Rice (SESR) (IRRI, 1996), yaitu sebagai berikut: Skor 1 = tidak ada gejala serangan 3 = tinggi tanaman lebih pendek 1-10%, perubahan warna daun dari kuning ke kuning oranye tidak nyata 5 = tinggi tanaman lebih pendek 11-30%, perubahan warna daun dari kuning ke kuning oranye tidak nyata 7 = tinggi tanaman lebih pendek 31-50%, perubahan warna daun dari kuning ke kuning oranye nyata 9 = tinggi tanaman lebih pendek >50%, perubahan warna daun dari kuning ke kuning oranye nyata Berdasarkan skor tingkat keparahan gejala tersebut kemudian dihitung indeks penyakit dengan menggunakan rumus sebagai berikut: DI = DI n tn n ( 1) n(3) n(5) n(7) n(9) tn : Disease Index (indeks penyakit) : Jumlah tanaman yang menunjukkan nilai skor tertentu : Total tanaman yang diskor Tingkat keparahan gejala tungro ditentukan berdasarkan nilai DI, yang berarti bahwa semakin tinggi nilai DI maka gejala yang ditimbulkan semakin parah dan sebaliknya. Virulensi virus tungro ditentukan berdasarkan tingkat keparahan gejala, yang berarti bahwa semakin tinggi nilai DI maka tingkat virulensi virus tersebut semakin tinggi dan sebaliknya. 4. Analisis Molekuler Virus Tungro Analisis molekuler ditujukan untuk mendeteksi keberadaan virus tungro di dalam tanaman TN1 yang menunjukkan gejala pada uji virulensi virus tungro serta mengetahui keragaman molekuler virus tungro. 5

6 a. Ekstraksi DNA dan RNA Ekstraksi DNA ditujukan untuk memperoleh DNA RTBV. Ekstraksi DNA dilakukan mengikuti metode CTAB (Deng et al., 1995) yang dimodifikasi. Modifikasi dilakukan pada volume buffer CTAB yang digunakan dan tanpa penggunaan RNAse untuk pemurnian. Ekstraksi RNA ditujukan untuk memperoleh ssrna RTSV. Ekstraksi RNA dilakukan menggunakan Isogen RNA Extraction Kit (Amersham Pharmacia) dengan sedikit modifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah tanpa penggunakan nitrogen cair untuk ekstraksi sampel dan peningkatan kecepatan dalam sentrifugasi. b. Analisis RT-PCR dan PCR Analisis RT-PCR dilakukan untuk membentuk complementary-dna (cdna) dari RTSV. Sebelum dilakukan analisis PCR untuk RTSV, RNA hasil ekstraksi harus diubah terlebih dahulu menjadi cdna menggunakan First Strand cdna Synthesis Kit (Fermentas) di dalam mesin PCR. Primer yang digunakan untuk pembentukan cdna adalah oligo d(t) karena genom RTSV mempunyai poly (A) pada ujung 3. Analisis PCR dilakukan untuk mendeteksi keberadaan virus tungro pada setiap sampel daun tanaman TN1 hasil penularan. Reagen yang digunakan dalam analisis PCR untuk deteksi RTBV adalah Mega Mix Blue (MMB) (Microzone Limited) sedangkan puretaq Ready to Go PCR Bead (GE Healthcare) digunakan untuk deteksi RTSV. Primer GCAGAACAGAACTCTAAGGC (F) dan GTCTAAGGCTCATGCTGGAT (R) digunakan untuk mendeteksi RTBV dengan target amplifikasi sekuen ORF2 yang berukuran sekitar 430 bp. Primer AAACGGTCATTGTGGGGAGGT (F) dan CAGGCCCAGCAACGACATAA (R) digunakan untuk deteksi RTSV dengan target amplifikasi sekuen CP1 - CP2 yang berukuran sekitar 1115 bp. Optimasi volume reaksi dan program PCR yang sesuai untuk deteksi RTBV dan RTSV ditunjukkan pada Lampiran 1. c. Analisis PCR-RFLP Analisis PCR-RFLP dilakukan untuk mengetahui keragaman molekuler virus tungro berdasarkan keberadaan dan posisi restriction site pada sekuen DNA hasil PCR. Enzim restriksi DraI digunakan untuk analisis DNA RTBV sedang enzim BstYI dan HindIII digunakan untuk analisis DNA RTSV. Penentuan enzim restriksi didasarkan pada analisis restriksi terhadap sekuen RTBV dan RTSV yang ada di Gen Bank National 6

7 Center for Biotechnology Information (NCBI) menggunakan program Genetyx 7.0. Hasil analisis PCR dan PCR-RFLP dielektroforesis pada PAGE bersama 1 kb DNA ladder di dalam buffer TBE 1x dan divisualisasi pada UV transilluminator. Hasil dan Pembahasan 1. Keragaman Virulensi Virus Tungro Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman TN1 memberikan respons gejala yang berbeda-beda setelah diinokulasi dengan isolat virus tungro dari beberapa daerah endemis. Gejala serangan yang ditimbulkan bervariasi dari daun yang berwarna hijau kekuningan hingga kuning serta tingkat kekerdilan yang berbeda dari agak kerdil hingga kerdil. Umumya, tanaman yang terinfeksi virus tungro menjadi kerdil dan daun berwarna oranye (Calleja, 2010). Gejala serangan pada tanaman terinfeksi terlihat jelas berbeda dengan tanaman kontrol terutama perbedaan tinggi tanaman (Gambar 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa vektor hasil tangkapan di pertanaman telah memperoleh dan berhasil menularkan virus tungro. Keberhasilan penularan dan timbulnya gejala khas tungro menunjukkan bahwa vektor telah membawa kedua virus tungro dan menularkannya pada bibit TN1. Vektor dapat memperoleh dan menularkan kedua virus tungro secara bersama-sama atau RTSV saja dan tidak dapat memperoleh dan menularkan RTBV jika tidak memperoleh RTSV sebelumnya (Choi et al., 2009). Rerata insidensi tungro hasil penularan dari setiap isolat virus tungro berkisar antara % (Tabel 1). Seluruh tanaman TN1 yang diinokulasi dengan isolat Jateng, Sulteng, Sulsel dan Bali menunjukkan gejala terinfeksi virus tungro, namun terjadi variasi penurunan tinggi tanaman dan nilai DI. Jika dibandingkan dengan kontrol, penurunan tinggi tanaman akibat infeksi isolat virus tungro berkisar antara 35-57%. Isolat Jateng dan Sulteng menyebabkan penurunan tinggi lebih dari 50% sehingga tanaman terlihat lebih kerdil dibandingkan dengan tanaman yang diinokulasi dengan isolat yang lain. Indeks penyakit tungro berkisar antara 6-9 dan isolat Jateng menyebabkan DI yang paling tinggi. Isolat Jateng, Sulteng, Sulsel dan Bali menyebabkan insidensi tungro yang sama namun penurunan tinggi dan DI berbeda. Namun sebaliknya, isolat DIY dan Sulsel menyebabkan penurunan tinggi dan DI yang sama tetapi insidensi tungro berbeda. Hal tersebut mengindikasikan bahwa masingmasing isolat mempunyai kemampuan menginfeksi yang berbeda. 7

8 K 1 2 K 1 2 a b K 1 2 K 1 2 c d K 1 2 K 1 2 e f K 1 2 K 1 2 g h Gambar 1. Gejala tungro pada TN1 setelah diinokulasi dengan isolat virus tungro dari beberapa daerah endemis: a) Jabar; b) Jateng; c) DIY; d) Sulteng; e) Sulbar; f) Sulsel; g) Bali dan h) NTB; K = Kontrol; 1 dan 2 = tanaman TN1 terinfeksi virus tungro 8

9 Tabel 1. Respons tanaman TN1 setelah diinokulasi dengan isolat virus tungro dari beberapa daerah endemis Isolat Insidensi Tungro (%) Tinggi Tanaman (cm) Indeks Penyakit (DI) Gejala Jabar 90,00 16,83 7,15 ak, kh Jateng 100,00 12,60 9,00 k, kn DIY 70,25 19,23 6,35 ak, kh Sulteng 100,00 14,23 7,85 k, kn Sulbar 70,00 15,60 7,35 ak, kh Sulsel 100,00 19,20 6,35 ak, kh Bali 100,00 16,03 7,00 ak, kh NTB 90,25 17,73 6,85 ak, kh Kontrol 0,00 29,35 1,00 h Keterangan: k = kerdil; ak = agak kerdil; kh = hijau kekuningan; kn = kuning; h = hijau Setiap isolat virus tungro menunjukkan virulensi yang berbeda walaupun berasal dari sumber inokulum (varietas padi yang terinfeksi di setiap daerah endemis) yang sama. Isolat Jateng dan Sulteng menyebabkan gejala paling parah hingga tanaman menjadi kerdil dan berwarna kuning. Isolat dari daerah endemis yang lain menyebabkan tanaman menjadi agak kerdil dan variasi perubahan warna daun. Perbedaan tingkat keparahan gejala tersebut mengindikasikan adanya variasi virulensi virus tungro dari daerah endemis yang berbeda. Berdasarkan nilai DI, isolat Jateng merupakan isolat yang paling virulen, sedangkan isolat DIY dan Sulsel lebih rendah virulensinya dibandingkan dengan isolat yang lain. Membedakan kemampuan dalam menginfeksi dan tingkat keparahan gejala yang ditimbulkan merupakan tahap yang diperlukan di dalam identifikasi keragaman virus tungro (Azzam and Chancellor, 2002). Perbedaan strain virus tungro merupakan salah satu faktor yang menyebabkan adanya variasi keparahan gejala tungro (Choi et al., 2009). Variasi gejala dan respons tanaman menjadi dasar untuk menentukan strain virus tungro dari berbagai isolat yang berbeda. Hasil penularan isolat virus tungro dari Manukwari, Medan dan Serang pada varietas TN1 dan FK 135 menggunakan vektor koloni Subang juga menunjukkan adanya variasi virulensi antar isolat (Suprihanto et al., 2007). Oleh karena itu, informasi ketahanan dan kesesuaian varietas tahan terhadap masing-masing isolat virus tungro dari berbagai daerah endemis diperlukan sebagai dasar pengendalian dan perakitan varietas tahan tungro spesifik isolat. 9

10 Berdasarkan tingkat keparahan gejala, ada indikasi bahwa terjadi variasi virulensi virus tungro dari daerah yang berbeda terhadap varietas tahan (Widiarta dan Kusdiaman, 2002). Beberapa varietas tahan tungro yang sudah dilepas seperti Tukad Petanu dianjurkan ditanam di seluruh daerah endemis, Tukad Unda terbatas di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan serta Tukad Balian hanya sesuai dikembangkan di Bali dan Sulawesi Selatan (Widiarta et al., 2003). Hasil uji multilokasi varietas Tukad Petanu di beberapa daerah endemis menunjukkan adanya perbedaan virulensi virus tungro dari Bali, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat (Choi, 2004). Di antara daerah endemis tungro, ada kemungkinan terdapat variasi genetik virus tungro, sehingga diperlukan beberapa varietas tahan dengan latar belakang genetik yang berbeda untuk menjaga durabilitas ketahanannya (Azzam and Canchellor, 2002). Oleh karena itu, perakitan varietas berdasarkan sumber gen tahan dan isolat virus tungro harus terus-menerus dilakukan (Hasanuddin et al., 2001), maka pengembangan varietas saat ini lebih ditekankan pada perakitan varietas tahan virus tungro berdasarkan kesesuaian antara tetua tahan dan virulensi virus tungro (Widiarta et al., 2004), dan mempertimbangkan preferensi pengguna. B. Keragaman Molekuler Virus Tungro Hasil analisis PCR menunjukkan bahwa telah terdeteksi adanya RTBV dan RTSV pada setiap sampel tanaman TN1 hasil penularan yang bergejala tungro. Hasil analisis PCR ditunjukkan oleh adanya satu pita DNA dengan tingkat kejelasan dan ketebalan yang berbeda serta ukuran sesuai dengan target amplifikasi dari setiap primer. Keberadaan RTBV berdasarkan analisis PCR ditunjukkan oleh adanya satu pita DNA berukuran sekitar 430 bp yang konsisten teramplifikasi pada semua sampel (Gambar 2a). Berdasarkan sekuen lengkap RTBV di DNA Data Bank of Japan (DDBJ) nomor asesi M65026, target amplifikasi primer RTBV adalah sekuen basa nukleotida antara (bagian dari ORF 2). Demikian juga dengan analisis PCR untuk deteksi RTSV, telah dihasilkan satu pita DNA berukuran sekitar 1115 bp yang konsisten teramplifikasi pada semua sampel (Gambar 2b). Berdasarkan sekuen lengkap RTSV di DDBJ nomor asesi M95497, target amplifikasi primer RTSV adalah sekuen basa nukleotida antara (bagian dari CP1-CP2). Kesesuaian antara posisi pita DNA pada PAGE dengan ukuran target amplifikasi menunjukkan bahwa analisis PCR menggunakan primer spesifik sangat sensitif dalam mendeteksi keberadaan RTBV dan RTSV di dalam tanaman terinfeksi. Deteksi virus tungro pada bibit tanaman dari 10

11 persemaian dan vektor infektif dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik terutama RTBV menunjukkan sensitifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik ELISA (Takahashi et al., 1993). Keberhasilan dalam deteksi kedua virus tungro di dalam setiap sampel tanaman TN1 hasil penularan menunjukkan bahwa infeksi kedua virus tungro telah terjadi pada pertanaman di lapangan dan tanaman TN1 hasil penularan telah teinfeksi kedua virus tungro yang ditularkan oleh vektor hasil tangkapan dari lapangan. a b Gambar 2. Elektroforesis hasil analisis PCR beberapa isolat virus tungro pada PAGE: a) Pita DNA RTBV sebesar 430 bp hasil analisis PCR dengan primer RTBV; b) Pita DNA RTSV sebesar 1115 bp hasil analisis PCR dengan primer RTSV; JB = Jabar; JT = Jateng; DIY = DIY; ST = Sulteng; SS = Sulsel; SB = Sulbar; B = Bali; NTB = NTB dan M = Marker Hasil analisis RFLP dari DNA RTBV hasil PCR menunjukkan bahwa hanya empat isolat yang dapat dipotong oleh enzim DraI yaitu Sulteng, Sulbar, Bali serta NTB dan masing-masing isolat tersebut terpotong menjadi 2 pita DNA (Gambar 3a). Berdasarkan sekuen target amplifikasi pada sekuen RTBV yang ada di DDBJ, enzim 11

12 DraI dapat memotong sekuen tersebut menjadi dua bagian dengan ukuran masingmasing sekitar 130 bp dan 300 bp. Isolat Sulbar terpotong menjadi 2 pita DNA dengan ukuran sekitar 300 bp dan 100 bp, sedang isolat Sulteng, Bali dan NTB terpotong menjadi 2 pita dengan ukuran sekitar 400 bp dan satu pita sangat pendek sekitar 30 bp yang tidak terlihat pada PAGE. a b c Gambar 3. Elektroforesis hasil analisis PCR-RFLP beberapa isolat virus tungro pada PAGE: a) DNA RTBV dengan enzim DraI; b) DNA RTSV dengan enzim BstYI; c) DNA RTSV dengan enzim HindIII; JB = Jabar; JT = Jateng; DIY = DIY; ST = Sulteng; SS = Sulsel; SB = Sulbar; B = Bali; NTB = NTB dan M = Marker 12

13 Analisis RFLP menggunakan enzim BstYI terhadap DNA RTSV menghasilkan dua potongan pita DNA pada semua isolat (Gambar 3b). Ukuran dua potongan pita DNA isolat Sulsel dan Bali terlihat berbeda dengan isolat yang lain. Isolat Sulsel terpotong menjadi dua pita DNA berukuran sekitar 700 bp dan 400 bp serta isolat Bali sekitar 750 bp dan 350 bp. Sedangkan isolat yang lain terpotong menjadi dua pita DNA dengan ukuran sekitar 650 bp dan 450 bp. Berdasarkan sekuen target amplifikasi pada sekuen RTSV di DDBJ, enzim BstYI dapat memotong menjadi dua atau tiga bagian dengan variasi ukuran, bahkan terdapat sekuen dari suatu isolat yang tidak terpotong. Demikian juga dengan hasil analisis RFLP menggunakan enzim HindIII yang menunjukkan bahwa terdapat dua isolat yang tidak terpotong yaitu Sulteng dan Sulbar (Gambar 3c). Isolat lainnya terpotong menjadi dua dengan ukuran sekitar 700 bp dan 400 bp kecuali dua potongan pita DNA isolat Bali berukuran sekitar 750 dan 350 bp. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis PCR-RFLP terhadap sekuen CP1 - CP2 pada beberapa kelompok isolat RTSV dari daerah endemis yang berbeda menggunakan kedua enzim yang sama. Hasil analisis menunjukkan bahwa enzim BstYI dapat memotong sekuen tersebut menjadi dua atau tiga bagian dengan ukuran yang berbeda antar kelompok isolat dan terdapat kelompok isolat yang tidak dapat terpotong. Demikian juga dengan enzim HindIII, terdapat beberapa kelompok isolat yang tidak terpotong dan kelompok isolat yang terpotong menjadi dua bagian dengan ukuran yang sama antar kelompok isolat (Azzam et al., 2000a). Keberadaan potongan pita DNA dengan ukuran yang berbeda antar isolat menunjukkan adanya keragaman baik RTBV maupun RTSV pada tingkat molekuler. Dendrogram kekerabatan isolat RTBV berdasarkan hasil analisis RFLP menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok isolat RTBV sesuai dengan kedekatannya (Gambar 4a). Kelompok pertama terdiri dari isolat Jabar, Jateng, DIY, Sulsel dan Sulbar, sedangkan kelompok ke dua meliputi isolat Sulteng, Bali dan NTB. Dendrogram kekerabatan isolat RTSV berdasarkan hasil analisis RFLP menggunakan enzim BstYI dan HindIII juga menunjukkan adanya dua kelompok isolat RTSV (Gambar 4b). Isolat Bali terpisah dari kelompok yang terdiri dari tujuh isolat yang lain dan ketujuh isolat tersebut terbagi menjadi tiga sub kelompok. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pola kekerabatan molekuler yang berbeda antara isolat RTBV dengan RTSV dari masing-masing daerah endemis. 13

14 a b Gambar 4. Dendrogram kekerabatan molekuler beberapa isolat virus tungro berdasarkan analisis PCR-RFLP: a) RTBV; b) RTSV; JB = Jabar; JT = Jateng; DIY = DIY; ST = Sulteng; SS = Sulsel; SB = Sulbar; B = Bali dan NTB = NTB Berdasarkan kelompok isolat pada dendrogram kekerabatan, keragaman molekuler isolat RTBV tidak secara tegas berkorelasi dengan perbedaan geografi. Terlihat bahwa isolat Sulsel berada di dalam satu kelompok dengan isolat Jabar, Jateng dan DIY. Demikian juga dengan isolat Sulteng, Bali dan NTB yang targabung di dalam satu kelompok. Sebaran isolat RTSV di dalam dendrogram kekerabatan menunjukkan adanya korelasi antara perbedaan geografi dengan keragaman molekuler secara lebih tegas kecuali isolat NTB. Terlihat bahwa hanya isolat NTB tergabung pada posisi yang sama dengan isolat Jabar, Jateng dan DIY. Hal tersebut mengindikasikan adanya kombinasi pada tingkat molekuler antara RTSV dan RTBV di beberapa daerah endemis dengan geografi yang berbeda. Keberadaan kelompok isolat RTBV yang secara tegas berbeda dari dua provinsi di Filipina dengan geografi yang berbeda yaitu Isabela dan 14

15 North Cotabato yang ditunjukkan oleh pola potongan pita DNA hasil analisis RFLP terhadap sekuen DNA utuh dari setiap isolat (Arboleda and Azzam, 2000). Analisis yang sama juga telah digunakan untuk menunjukkan adanya keragaman molekuler antar dan intra isolat RTBV dari empat provinsi di Filipina yaitu Polangui, Isabela, Davao dan Iloilo (Villegas et al., 1997). Analisis PCR-RFLP telah dilakukan terhadap sebagian sekuen ORF3 dan ORF4 pada enam isolat RTBV dari daerah endemis yang berbeda di India yaitu West Bengal, Tamil Nadu, Punjab, Andhra Pradesh, Orissa dan Assam menggunakan enzim MseI (Joshi et al., 2003), yang menunjukkan adanya keragaman molekuler antar isolat. Analisis PCR-RFLP juga dilakukan terhadap sekuen CP pada delapan isolat RTBV dari daerah yang berbeda di Indonesia yaitu Jabar-1, Jabar-2, Jateng, Jatim, Bali, NTB, Kalsel dan Sulsel menggunakan enzim EcoRV dan PstI (Suprihanto, 2005), serta isolat dari tiga daerah endemis yang berbeda yaitu Medan, Serang dan Manukwari menggunakan enzim EcoRV, NsiI dan PstI yang menunjukkan adanya keragaman pada tingkat molekuler antar isolat (Suprihanto et al., 2007). Demikian juga dengan RTSV, analisis PCR-RFLP terhadap sekuen CP1 - CP2 pada kelompok isolat RTSV dari dua provinsi di Filipina yaitu North Cotabato dan Nueva Ecija serta kelompok isolat dari dua daerah endemis di Indonesia yaitu Bali dan Subang menggunakan enzim BstYI dan HindIII yang menunjukkan adanya keragaman molekuler antar kelompok isolat (Azzam et al., 2000a). Keragaman molekuler RTBV dan RTSV berdasarkan analisis PCR-RFLP dapat menjadi dasar untuk deteksi dan pemantauan penyebaran virus tungro. Pola potongan pita DNA pada masing-masing isolat dapat digunakan sebagai penanda (marker) di dalam identifikasi keragaman isolat di daerah endemis yang sama ataupun di daerah baru yang tidak ada serangan sebelumnya, dari musim ke musim dan pada berbagai jenis varietas yang terserang. Perubahan komposisi dan keragaman genetik RTBV dan RTSV telah diamati pada musim kemarau dan musim hujan di suatu daerah terserang di Filipina (Azzam et al., 2000b). Keragaman isolat RTBV di daerah yang sama telah terdeteksi melalui analisis PCR-RFLP dengan waktu pengambilan sampel dan dari jenis varietas yang berbeda (Joshi et al., 2003). Analisis PCR-RFLP biasa digunakan untuk mendeteksi atau membuktikan adanya mutasi spesifik pada restriction site yang ditambahkan atau dihilangkan setelah diketahui peta restriksi sekuen DNA hasil PCR yang akan dianalisis (McPherson and Moller, 2006). 15

16 A. Keragaman Molekuler dan Virulensi Virus Tungro Keragaman molekuler virus tungro berdasarkan analisis PCR-RFLP menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok isolat RTBV dan RTSV. Pola kekerabatan yang terbentuk tidak memperlihatkan adanya hubungan antara keragaman molekuler dengan virulensi masing-masing isolat. Isolat Jateng merupakan isolat paling virulen, namun baik RTBV maupun RTSV isolat Jateng secara konsisten tergabung dalam satu kelompok dengan isolat Jabar dan DIY yang lebih rendah virulensinya. Demikian juga dengan isolat Sulteng dan NTB yang tergabung dalam satu kelompok walaupun virulensi kedua isolat tersebut berbeda. Pola potongan pita DNA yang terbentuk juga tidak dapat membedakan antara isolat paling virulen dengan isolat yang lebih rendah virulensinya ataupun antara isolat dengan virulensi yang sama. Potongan pita DNA pada isolat Jateng sama dengan isolat Jabar dan DIY yang berlawanan tingkat virulensinya. Isolat DIY dan Sulsel mempunyai virulensi yang sama tetapi terdapat dua pita DNA yang berbeda pada masing-masing isolat (Tabel 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa pola potongan pita DNA hasil analisis PCR-RFLP dari ORF2 pada RTBV serta CP1 - CP2 pada RTSV tidak berhubungan dengan virulensi masing-masing isolat. Diketahui bahwa ORF2 serta CP2 - CP2 hanya sebagian dari genom RTBV dan RTSV. Diduga bahwa, virulensi berhubungan dengan interaksi bagian tersebut dengan bagian-bagian fungsional yang lain dari genom RTBV dan RTSV. Oleh karena itu, diperlukan amplifikasi bagian genom yang lain dan dianalisis menggunakan enzim yang disesuaikan dengan peta restriksi dari sekuen isolat virus tungro yang telah teridentifikasi. Tabel 2. Potongan pita DNA hasil analisis PCR-RFLP dan virulensi virus tungro dari beberapa daerah endemis Isolat RTBV RTSV Virulensi DraI (bp) BstYI (bp) HindIII (bp) DI Jabar Jateng DIY Sulteng Sulbar Sulsel Bali NTB ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; 400 7,15 9,00 6,35 7,85 7,35 6,35 7,00 6,85 Keterangan: DraI, BstYI dan HindIII = enzim restriksi; DI = indeks penyakit 16

17 Namun demikian, korelasi antara keragaman molekuler dengan virulensi tidak bisa hanya dilihat dari salah satu virus tungro saja, karena keparahan gejala ditentukan oleh infeksi kedua virus tungro. Oleh karena itu, kekerabatan molekuler antar isolat virus tungro tidak berkorelasi dengan virulensi. Hasil analisis sekuen gen CP pada RTSV strain Vt6 dan A-Shen yang sangat berlawanan virulensinya menunjukkan bahwa CP pada kedua strain tersebut tidak berkorelasi dengan virulensi (Isogai et al., 2000). Persentase kesamaan basa nukleotida dan asam amino dari ORF2 antara RTBV isolat Filipina dan G2 adalah 100%, namun masing-masing dapat menimbulkan gejala yang berbeda. Lain halnya dengan RTBV strain G1 dan Ic, bahwa dalam genom keduanya hanya terdapat sedikit variasi basa nukleotida, namun penularan masing-masing strain tersebut dengan vektor dan RTSV yang sama pada varietas FK 135 menghasilkan gejala yang berbeda (Cabauatan et al., 1999). Perbedaan tipe dan tingkat keparahan gejala dapat disebabkan oleh beberapa isolat Cauliflower mosaic virus (CaMV) dengan perbedaan sekuen basa nukleotida antar isolat sebesar 5% (Frischmuth, 2002). Diduga bahwa virulensi virus tungro melibatkan interaksi sejumlah gen dalam genom virus tungro serta interaksi yang sangat kompleks antara kedua partikel virus tungro. Virulensi virus dapat ditentukan oleh beberapa gen yang terekspresi secara bersama-sama (Valkonen, 2002). Perbedaan sejumlah asam amino antara isolat perlu dibuktikan apakah terdapat korelasi dengan virulensi melalui penelitian lebih lanjut. Diduga dapat ditemukan lagi sejumlah basa nukleotida yang berbeda di sepanjang bagian genom lainnya pada masing-masing isolat sehingga memungkinkan adanya perbedaan sejumlah asam amino. Oleh karena itu, analisis sekuen pada bagian genom yang lain dari setiap isolat diperlukan untuk memperoleh data keragaman molekuler virus tungro yang lebih lengkap. Kesimpulan Virulensi virus tungro bervariasi di antara daerah endemis di Indonesia. Isolat Jateng merupakan isolat paling virulen dan tidak semua isolat virus tungro dari daerah endemis di pulau Jawa mempunyai virulensi yang lebih tinggi dibanding isolat dari luar Jawa. Virus tungro dari beberapa daerah endemis di Indonesia teridentifikasi beragam pada tingkat molekular. Keragaman dan hubungan kekerabatan molekular virus tungro tidak berkorelasi dengan perbedaan geografi daerah endemis dan virulensi. Pola 17

18 potongan pita DNA hasil analisis PCR-RFLP dapat digunakan sebagai penanda di dalam deteksi keragaman isolat virus tungro di daerah endemis yang lain maupun di beberapa daerah dalam satu provinsi atau pulau tertentu untuk mengetahui komposisi populasi virus tungro. Daftar Pustaka Angeles ER, Cabunagan RC, Tabien RE and Khush GS Resistance to tungro vectors and viruses. p In Tiongco, E.R., E.R. Angeles and L.S. Sebastian (ed.), Rice tungro virus disease: a paradigm in disease management. Science City of Munoz, Nueva Ecija: Philippine Rice Research Institute and Honda Research Institute Japan Co. Ltd., Arboleda, M. and O. Azzam Inter- and intra-site genetic diversity of natural field populations of rice tungro bacilliform virus in the Philippines. Archives of Virology, 145: Azzam, O., M.L.M. Yambao, M. Muhsin, K. L. McNally and K. M. L. Umadhay. 2000a. Genetic diversity of rice tungro spherical virus in tungro-endemic provinces of the Philippines and Indonesia. Archives of Virology, 145: Azzam, O., M. Arboleda, K. M. L. Umadhay, J. B. de los Reyes, F. S. Cruz, A. Mackenzie, and K. L. McNally. 2000b. Genetic composition and complexity of virus populations at tungro-endemic and outbreak rice sites. Archives of Virology, 145: Azzam, O. and T.C.B. Chancellor The biology, epidemiology and management of rice tungro disease in Asia. Plant Disease, 86: Cabauatan, P.Q., U. Melcher, K. Ishikawa, T. Omura, H. Hibino, H. Koganezawa and O. Azzam Sequence changes in six variants of rice tungro bacilliform virus and their phylogenetic relationships. Journal of General Virology, 80: Calleja, D.O Water shortage due to El Niño breeds tungro in rice plantations. Diunduh pada 20 Januari Choi, R.I Current Status of Rice Tungro Disease Research and Future Program. p In A. Hasanuddin, I.N. Widiarta dan Sunihardi (eds.), Strategi Pengendalian Penyakit Tungro: Status dan Program. Prosiding Seminar Nasional Status Program Penelitian Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi Nasional. Makassar, 7 8 September Choi. I.R., P.Q. Cabauatan and R.C. Cabunagan Rice Tungro Disease. Rice Fact Sheet, IRRI, Sep. 2009:

19 Deng, Z.N., A. Gentile, E. Nicolosi, E. Domina, A. Vardi and E. Tribulato Identification on in vivo and in vitro lemon mutans by RAPD markers. Journal Horticultural Science, 70(1): Du, P.V., R.C. Cabunagan and I.R. Choi Rice yellowing syndrome in Mekong river delta. Omonrice, 13: Frischmuth, T Recombination in Plant DNA Viruses. p In Khan, J.A. and J. Diikstra (ed.), Plant Viruses As Molecular Pathogens. The Haworth Press. Inc Hasanuddin, A., I.N. Widiarta dan M. Muhsin Penelitian teknik eliminasi sumber inokulum RTSV: Suatu strategi pengendalian tungro. Laporan Riset Unggulan Terpadu IV. Kantor Menristek dan DRN. IRRI Standard Evaluasi System for Rice. Los Banos, Philippines. 52 p. Isogai, M., P.Q. Cabauatan, C. Masuta, I. Uyeda and O. Azzam Complete nucleotide sequence of rice tungro spherical virus genome of the highly virulent strain Vt6. Virus Genes, 20(1): Joshi, R., V. Kumar and I. Dasgupta Detection of molecular variability in rice tungro bacilliform viruses from India using polymerase chain reaction-restriction fragment length polymorphism. Journal of Virological Methods, 109: Kusprayogie, Y., U. Nuzulullia dan D.R. Gabriel Prakiraan Serangan OPT Utama Padi pada MT 2011/2012. Buletin Peramalan OPT, Vol.11/No.2/ Edisi XIII /Okt./2011. McPherson, M.J. and S. G. Moller PCR, Second Edition. Taylor & Francis Group. 305 p. Muralidharan, K., D. Krishnaveni, N.V.L. Rajarajeswari and A.S.R. Prasad Tungro epidemics and yield losses in paddy fields in India. Current Science, 85(8): Raga, I.N Perkembangan Dan Penyebaran Penyakit Tungro Di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Penyakit Tungro: Revitalisasi Strategi Pengendalian Penyakit Tungro Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Beras Nasional, Makassar, 5-6 September Suprihanto Diferensiasi beberapa isolat rice tungro virus dengan kultivar padi diferensial dan PCR-RFLP. Tesis. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suprihanto, I.N. Widiarta dan D. Kusdiaman Virulensi Virus Tungro dari Tiga Daerah Endemis di Indonesia. Prosiding Seminar Apresiasi Hasil Penelitian Padi Menunjang P2BN

20 Suranto Pengelolaan Virus Tungro Melalui Pendekatan Bioteknologi. Status dan Program Penelitian Pengendalian Terpadu Penyakit Tungro. p In A. Hasanuddin, I.N. Widiarta dan Sunihardi (eds.), Strategi Pengendalian Penyakit Tungro: Status dan Program, Prosiding Seminar Nasional Status Program Penelitian Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi Nasional. Makassar, 7 8 September 2004 Takahashi, Y., F.R.Tiongco, P.Q. Cabauatan, H. Koganezawa, H. Hibino and T. Omura Detection of Rice Tungro Bacilliform Virus by Polymerase Chain Reaction for Assessing Mild Infection of Plants and Viruliferous Vector Leafhoppers. Phytopathology, 83(6): Valkonen, J.P.T Natural Resistance to Viruses. p In Khan, J.A. and J. Diikstra (ed.), Plant Viruses As Molecular Pathogens. The Haworth Press. Inc., Villegas, L.C., A. Druka, N.B. Bajet and R. Hull Genetic Variation of Rice Tungro Bacilliform Virus in the Philippines. Virus Genes, 15(3): Widiarta, I.N., Yulianto dan A. Hasanuddin Pengendalian terpadu penyakit tungro dengan strategi eliminasi peranan virus bulat. Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi. Puslitbangtan. Balitpa. Hal.: Widiarta, I.N., Burhanuddin, A.A. Daradjat, dan A. Hasanuddin Status dan Program Penelitian Pengendalian Terpadu Penyakit Tungro. p In A. Hasanuddin, I.N. Widiarta dan Sunihardi (eds.), Strategi Pengendalian Penyakit Tungro: Status dan Program, Prosiding Seminar Nasional Status Program Penelitian Tungro Mendukung Keberlanjutan Produksi Padi Nasional. Makassar, 7 8 September

Keragaman Virulensi dan Konstruksi Molekuler Virus Tungro pada Padi dari Daerah Endemis

Keragaman Virulensi dan Konstruksi Molekuler Virus Tungro pada Padi dari Daerah Endemis Keragaman Virulensi dan Konstruksi Molekuler Virus Tungro pada Padi dari Daerah Endemis R. Heru Praptana 1, YB. Sumardiyono 2, Sedyo Hartono 2, Y. Andi Trisyono 2 dan I. Nyoman Widiarta 3 1 Loka Penelitian

Lebih terperinci

DETEKSI KERAGAMAN VIRUS TUNGRO DARI BEBERAPA DAERAH ENDEMIS DI INDONESIA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP

DETEKSI KERAGAMAN VIRUS TUNGRO DARI BEBERAPA DAERAH ENDEMIS DI INDONESIA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 15, No. 1, 2009: 29 38 DETEKSI KERAGAMAN VIRUS TUNGRO DARI BEBERAPA DAERAH ENDEMIS DI INDONESIA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP DETECTION OF VARIABILITY IN RICE TUNGRO

Lebih terperinci

Patogenisitas Virus Tungro pada Varietas Tetua Padi Tahan Tungro. Pathogenicity of Tungro Viruses in Parental Rice Varieties Resistant to Tungro

Patogenisitas Virus Tungro pada Varietas Tetua Padi Tahan Tungro. Pathogenicity of Tungro Viruses in Parental Rice Varieties Resistant to Tungro ISSN: 2339-2479 Volume 9, Nomor 6, Desember 2013 Halaman 186 192 DOI: 10.14692/jfi.9.6.186 Patogenisitas Virus Tungro pada Varietas Tetua Padi Tahan Tungro Pathogenicity of Tungro Viruses in Parental Rice

Lebih terperinci

Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan

Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan Mansur Loka Penelitian Penyakit Tungro Jl. Bulo no. 101 Lanrang, Sidrap, Sulsel E-mail : mansurtungro09@yahoo.co.id Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

VARIASI VIRULENSI VIRUS TUNGRO BERSUMBER DARI INOKULUM DI DAERAH ENDEMIS TUNGRO DI INDONESIA

VARIASI VIRULENSI VIRUS TUNGRO BERSUMBER DARI INOKULUM DI DAERAH ENDEMIS TUNGRO DI INDONESIA J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 Widiarta & Pakki Variasi Virulensi Virus Tungro 1 Vol. 15, No. 1: 1 9, Maret 2015 VARIASI VIRULENSI VIRUS TUNGRO BERSUMBER DARI INOKULUM DI DAERAH ENDEMIS TUNGRO DI INDONESIA

Lebih terperinci

Variasi Genetik Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah

Variasi Genetik Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah Jurnal AgroBiogen 13(2):75 82 Variasi Genetik Rice Tungro Bacilliform Virus (RV) dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah (Genetic Variation of Rice Tungro Bacilliform

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang menjadi kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT TUNGRO DENGAN STRATEGI MENGHIDARI INFEKSI DAN PERGILIRAN VARIETAS TAHAN

PENYEMPURNAAN PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT TUNGRO DENGAN STRATEGI MENGHIDARI INFEKSI DAN PERGILIRAN VARIETAS TAHAN 92 J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 Vol. 6, No. 2 : 92 99, September 2006 PENYEMPURNAAN PENGENDALIAN TERPADU PENYAKIT TUNGRO DENGAN STRATEGI MENGHIDARI INFEKSI DAN PERGILIRAN VARIETAS TAHAN Burhanuddin 1,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK ABSTRAK PENDAHULUAN

UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK ABSTRAK PENDAHULUAN UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK Mansur 1, Syahrir Pakki 2, Edi Tando 3 dan 4 Yulie Oktavia 1 Loka Penelitian Penyakit Tungro 2 Balai Penelitian Tanaman Serealia

Lebih terperinci

EVALUASI VIRULENSI VIRUS TUNGRO DARI BEBERAPA DAERAH ENDEMI DAN UJI KETAHANAN PLASMANUTFAH PADI

EVALUASI VIRULENSI VIRUS TUNGRO DARI BEBERAPA DAERAH ENDEMI DAN UJI KETAHANAN PLASMANUTFAH PADI Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 16, No. 1, 2010: 33 41 EVALUASI VIRULENSI VIRUS TUNGRO DARI BEBERAPA DAERAH ENDEMI DAN UJI KETAHANAN PLASMANUTFAH PADI EVALUATION OF TUNGRO VIRUS VIRULENCE FROM

Lebih terperinci

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2017 Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sischa Wahyuning Tyas 1, Dwi Lestari 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas

Lebih terperinci

Durabilitas Ketahanan Varietas Padi terhadap Penyakit Tungro

Durabilitas Ketahanan Varietas Padi terhadap Penyakit Tungro Durabilitas Ketahanan Varietas Padi terhadap Penyakit Tungro R. Heru Praptana dan Ahmad Muliadi Loka Penelitian Penyakit Tungro Jl. Bulo No. 101, Lanrang, Sidrap, Sulawesi Selatan Email: herujuly@yahoo.com

Lebih terperinci

Kelimpahan Wereng Hijau, Insiden Penyakit Tungro, dan Efektivitas Sumber Inokulum pada Ketinggian Tempat Berbeda

Kelimpahan Wereng Hijau, Insiden Penyakit Tungro, dan Efektivitas Sumber Inokulum pada Ketinggian Tempat Berbeda Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Desember 2014 Vol. 19 (3): 125 129 ISSN 0853 4217 Kelimpahan Wereng Hijau, Insiden Penyakit Tungro, dan Efektivitas Sumber Inokulum pada Ketinggian Tempat Berbeda

Lebih terperinci

Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Sawah Tahan Penyakit Tungro di Kabupaten Manokwari

Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Sawah Tahan Penyakit Tungro di Kabupaten Manokwari Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Baru Padi Sawah Tahan Penyakit Tungro di Kabupaten Manokwari Subiadi, Surianto Sipi, Hiasinta F.J. Motulo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat, Jl. Base Camp

Lebih terperinci

KETAHANAN BEBERAPA GENOTIPE PADI LOKAL KAMBA TERHADAP PENYAKIT TUNGRO. Resistance of Several Genotype Local Paddy Kamba Against Tungro Disease

KETAHANAN BEBERAPA GENOTIPE PADI LOKAL KAMBA TERHADAP PENYAKIT TUNGRO. Resistance of Several Genotype Local Paddy Kamba Against Tungro Disease J. Agroland 22 (1) : 41-48, April 2015 ISSN : 0854 641X E-ISSN : 2407 7607 KETAHANAN BEBERAPA GENOTIPE PADI LOKAL KAMBA TERHADAP PENYAKIT TUNGRO Resistance of Several Genotype Local Paddy Against Tungro

Lebih terperinci

KETAHANAN BEBERAPA GALUR DAN VARIETAS PADI (Oryza Sativa L.) TERHADAP SERANGAN VIRUS TUNGRO

KETAHANAN BEBERAPA GALUR DAN VARIETAS PADI (Oryza Sativa L.) TERHADAP SERANGAN VIRUS TUNGRO Jurnal HPT Volume 2 Nomor 3 Agustus 2014 ISSN : 2338 4336 KETAHANAN BEBERAPA GALUR DAN VARIETAS PADI (Oryza Sativa L.) TERHADAP SERANGAN VIRUS TUNGRO Samsul Huda Asrori, Tutung Hadiastono, Mintarto Martosudiro

Lebih terperinci

Peranan Bioteknologi dalam Pengelolaan Penyakit Tungro

Peranan Bioteknologi dalam Pengelolaan Penyakit Tungro Peranan Bioteknologi dalam Pengelolaan Penyakit Tungro R. Heru Praptana dan M. Yasin 1 Ringkasan Tungro merupakan salah satu penyakit penting tanaman padi yang menjadi penghambat dalam peningkatan stabilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Padi merupakan makanan pokok yang masih sukar untuk diganti dengan bahan lain di Indonesia. Laju kenaikan produksi padi di Indonesia yang mengesankan terjadi pada periode

Lebih terperinci

DIFERENSIASI EMPAT ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS DENGAN PCR-RFLP. Oleh: ARFIANIS A

DIFERENSIASI EMPAT ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS DENGAN PCR-RFLP. Oleh: ARFIANIS A DIFERENSIASI EMPAT ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS DENGAN PCR-RFLP Oleh: ARFIANIS A44101008 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK ARFIANIS.

Lebih terperinci

Epidemiologi dan Strategi Pengendalian Penyakit Tungro

Epidemiologi dan Strategi Pengendalian Penyakit Tungro Epidemiologi dan Strategi Pengendalian Penyakit Tungro R. Heru Praptana dan M. Yasin 1 Ringkasan Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang menjadi permasalahan dalam usaha peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya tersebar di daerah-daerah yang beriklim tropis dan sub-tropis di benua Asia, Afrika,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia

ABSTRAK. Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia ABSTRAK Deteksi Mutasi pada Quinolone Resistant Determining Regions (QRDRs ) gen gyra pada Salmonella typhi Isolat Klinik dan Galur Khas Indonesia Kirby Saputra, 2008 Pembimbing I : Ernawati Arifin Giri

Lebih terperinci

PERTANIAN EVALUASI KETAHANAN EMPAT VARIETAS UNGGUL DAN SATU GALUR PADI TERHADAP WERENG HIJAU

PERTANIAN EVALUASI KETAHANAN EMPAT VARIETAS UNGGUL DAN SATU GALUR PADI TERHADAP WERENG HIJAU 1 Voli et al., Evaluasi Ketahanan Empat Unggul... PERTANIAN EVALUASI KETAHANAN EMPAT VARIETAS UNGGUL DAN SATU GALUR PADI TERHADAP WERENG HIJAU (Nephotettix virescens) DAN PENYAKIT TUNGRO DI DESA WIROLEGI

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG ISOLAT RICE TUNGRO BACILLIFORM TUNGROVIRUS (RTBV) DAN RICE GRASSY STUNT TENUIVIRUS (RGSV) DARI BEBERAPA KABUPATEN DI PULAU JAWA DWI ASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak (rempah-rempah),

Lebih terperinci

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS ISOLAT SIDRAP, MAMUJU DAN BOGOR LARA HIKMAHAYATI

KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS ISOLAT SIDRAP, MAMUJU DAN BOGOR LARA HIKMAHAYATI KERAGAMAN GEN PROTEIN SELUBUNG RICE TUNGRO BACILLIFORM BADNAVIRUS ISOLAT SIDRAP, MAMUJU DAN BOGOR LARA HIKMAHAYATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 KERAGAMAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

Peranan Vektor Dan Sumber Inokulum Dalam Perkembangan Tungro Intisari Tungro merupakan penyakit virus penting pada padi yang ditularkan oleh wereng hijau dan wereng sigsag. Virus tungro maupun vektornya

Lebih terperinci

Karakterisasi Wereng Batang Coklat Populasi Lapang dengan Varietas Diferensial

Karakterisasi Wereng Batang Coklat Populasi Lapang dengan Varietas Diferensial Karakterisasi Wereng Batang Coklat Populasi Lapang dengan Varietas Diferensial Suyono, M. Iman, Sutrisno, D. Suwenda, dan Isak Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor ABSTRAK Wereng batang

Lebih terperinci

STUDI VARIASI MORFOLOGI DAN POLA PITA PROTEIN WERENG HIJAU ( Nephotettix virescens ) DARI LIMA DAERAH SENTRA PENGHASIL PADI DI INDONESIA TESIS

STUDI VARIASI MORFOLOGI DAN POLA PITA PROTEIN WERENG HIJAU ( Nephotettix virescens ) DARI LIMA DAERAH SENTRA PENGHASIL PADI DI INDONESIA TESIS STUDI VARIASI MORFOLOGI DAN POLA PITA PROTEIN WERENG HIJAU ( Nephotettix virescens ) DARI LIMA DAERAH SENTRA PENGHASIL PADI DI INDONESIA TESIS Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

PENGARUH CENDAWAN ENTOMOPATOGEN

PENGARUH CENDAWAN ENTOMOPATOGEN PENGARUH CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Verticillium lecanii DAN Beauveria bassiana TERHADAP KEMAMPUAN Nephotettix virescens Distant (HEMIPTERA: CICADELLIDAE) DALAM MENULARKAN VIRUS TUNGRO FAUSIAH T. LADJA SEKOLAH

Lebih terperinci

Deteksi Molekuler dan Uji Penularan Fitoplasma Asal Rumput Bermuda

Deteksi Molekuler dan Uji Penularan Fitoplasma Asal Rumput Bermuda Hayati, Juni 2003, hlm. 66-70 ISSN 0854-8587 Vol. 10, No. 2 Deteksi Molekuler dan Uji Penularan Fitoplasma Asal Rumput Bermuda Molecular Detection and Transmission Studies of Phytoplasma Originated from

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

Ketahanan Galur Padi Hibrida Potensi Hasil Tinggi terhadap Penyakit Tungro

Ketahanan Galur Padi Hibrida Potensi Hasil Tinggi terhadap Penyakit Tungro IN: 2339-2479 Volume 9, Nomor 3, Juni 2013 Halaman 77 83 DOI: 10.14692/jfi.9.3.77 Ketahanan Galur Padi Hibrida Potensi Hasil Tinggi terhadap Penyakit Tungro esistance of ice Hybride Lines with High Yield

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU TERHADAP WERENG HIJAU DAN PENYAKIT TUNGRO DI KABUPATEN MERAUKE, PROVINSI PAPUA

UJI ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU TERHADAP WERENG HIJAU DAN PENYAKIT TUNGRO DI KABUPATEN MERAUKE, PROVINSI PAPUA Uji Adaptasi Varietas Unggul Baru Terhadap Wereng Hijau dan Penyakit Tungro (Sudarsono & Dini Yuliani) Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 SALATIGA 50711

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eks-karesidenan Surakarta (Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo) (Prihatman,

BAB I PENDAHULUAN. eks-karesidenan Surakarta (Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo) (Prihatman, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman dari famili Cucurbitaceae yang banyak dikonsumsi bagian daging buahnya. Konsumsi buah melon cukup tinggi karena kandungan

Lebih terperinci

2015 ISOLASI DAN AMPLIFIKASI GEN PARSIAL MELANOCORTIN - 1 RECEPTOR (MC1R) PADA IKAN GURAME

2015 ISOLASI DAN AMPLIFIKASI GEN PARSIAL MELANOCORTIN - 1 RECEPTOR (MC1R) PADA IKAN GURAME BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara mega biodiversity di dunia yang memiliki kekayaan ekosistem beragam, salah satunya adalah ekosistem perairan air tawar yang memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

INSIDENSI PENYAKIT TUNGRO PADA TANAMAN PADI SAWAH DI KECAMATAN TOMOHON BARAT KOTA TOMOHON

INSIDENSI PENYAKIT TUNGRO PADA TANAMAN PADI SAWAH DI KECAMATAN TOMOHON BARAT KOTA TOMOHON INSIDENSI PENYAKIT TUNGRO PADA TANAMAN PADI SAWAH DI KECAMATAN TOMOHON BARAT KOTA TOMOHON PLANT DISEASES INCIDENCE TUNGRO RICE FIELD IN WEST DISTRICT TOMOHON CITY TOMOHON Livita C. Tamuntuan 1, Guntur

Lebih terperinci

Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Kerdil pada Tanaman Padi di Sukamandi, Jawa Barat

Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Kerdil pada Tanaman Padi di Sukamandi, Jawa Barat ISSN: 0215-7950 Volume 11, Nomor 6, Desember 2015 Halaman 205 210 DOI: 10.14692/jfi.11.6.205 Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Kerdil pada Tanaman Padi di Sukamandi, Jawa Barat Identification of Viruses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah penyakit menular ganas pada babi yang disebabkan oleh virus dengan gejala utama gangguan reproduksi

Lebih terperinci

ANALISIS MUTASI GEN PENGEKSPRESI DOMAIN B DAN C DNA POLIMERASE HBV DARI PASIEN YANG TERINFEKSI DENGAN TITER TINGGI

ANALISIS MUTASI GEN PENGEKSPRESI DOMAIN B DAN C DNA POLIMERASE HBV DARI PASIEN YANG TERINFEKSI DENGAN TITER TINGGI ABSTRAK ANALISIS MUTASI GEN PENGEKSPRESI DOMAIN B DAN C DNA POLIMERASE HBV DARI PASIEN YANG TERINFEKSI DENGAN TITER TINGGI Anton Mulyono., 2003 ; Pembimbing I: Johan Lucianus, dr, M.Si. Pembimbing II:

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor )

Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Ir. Lilik Koesmihartono Putra, M.AgSt (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia) Tahun-3 1. Konstruksi

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi

KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP. Skripsi KERAGAMAN GENETIK KAMBING BOER BERDASARKAN ANALISIS SEKUEN DNA MITOKONDRIA BAGIAN D-LOOP Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN POPULASI WERENG HIJAU

PERKEMBANGAN POPULASI WERENG HIJAU 15 PERKEMBANGAN POPULASI WERENG HIJAU (Nephotettix sp.) PADA BEBERAPA VARIETAS PADI UNGGUL NASIONAL DI MUSIM HUJAN THE DEVELOPMENT OF GREEN LEAFHOPPER (Nephotettix sp.) ON SEVERAL NATIONAL SUPERIOR VARIETIES

Lebih terperinci

Soil Bacterial Genetic Diversity from Rhizosfev of Transgenic and Non transgenic Cotton Plantation in Soppeng, South Sula wesi

Soil Bacterial Genetic Diversity from Rhizosfev of Transgenic and Non transgenic Cotton Plantation in Soppeng, South Sula wesi Jurnal Mikrobiologi Indonesia, September 2002, hlni. 39-43 ISSN 0853-35SX Keragaman Genetika Bakteri Tanah dari Rizosfer Kapas Transgenik dan Nontransgenik di Soppeng, Sulawesi Selatan Soil Bacterial Genetic

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENANDA MOLEKULAR BEBERAPA KULTIVAR BERDASARKAN ANALISIS PROTEIN TOTAL. Oleh Mei Nazilatun Nikmah H

IDENTIFIKASI PENANDA MOLEKULAR BEBERAPA KULTIVAR BERDASARKAN ANALISIS PROTEIN TOTAL. Oleh Mei Nazilatun Nikmah H SKRIPSI IDENTIFIKASI PENANDA MOLEKULAR BEBERAPA KULTIVAR PADI TAHAN WERENG BERDASARKAN ANALISIS PROTEIN TOTAL Oleh Mei Nazilatun Nikmah H0709069 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali digunakan sebagai bahan penyedap masakan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GEN PENANDA MOLEKULER KADAR ISOFLAVON KEDELAI HITAM ADAPTIF PERUBAHAN IKLIM

IDENTIFIKASI GEN PENANDA MOLEKULER KADAR ISOFLAVON KEDELAI HITAM ADAPTIF PERUBAHAN IKLIM IDENTIFIKASI GEN PENANDA MOLEKULER KADAR ISOFLAVON KEDELAI HITAM ADAPTIF PERUBAHAN IKLIM IDENTIFICATION OF MOLECULAR MARKER GENES FOR ISOFLAVONE CONTENT ON BLACK SOYBEAN ADAPTIVE TO CLIMATE CHANGE Tati

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

Pengendalian penyakit hawar daun bakteri

Pengendalian penyakit hawar daun bakteri SUDIR DAN SUPRIHANTO: PERUBAHAN VIRULENSI STRAIN XANTHOMONAS ORYZAE PV. ORYZAE PADA PADI Perubahan Virulensi Strain Xanthomonas oryzae pv. oryzae, Penyebab Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi

Lebih terperinci

SKRIPSI. KERAGAMAN WERENG COKLAT (Nilaparvata lugens Stall) (HOMOPTERA:DELPHACIDAE) BERDASARKAN MARKA PROTEIN TOTAL

SKRIPSI. KERAGAMAN WERENG COKLAT (Nilaparvata lugens Stall) (HOMOPTERA:DELPHACIDAE) BERDASARKAN MARKA PROTEIN TOTAL SKRIPSI KERAGAMAN WERENG COKLAT (Nilaparvata lugens Stall) (HOMOPTERA:DELPHACIDAE) BERDASARKAN MARKA PROTEIN TOTAL Oleh Oktaviana Brian Kusuma H0709087 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Megalocytivirus merupakan salah satu genus terbaru dalam famili Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan kerugian ekonomi serta kerugian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kisaran Inang Potyvirus Isolat Nilam Bogor Tanaman nilam sakit banyak terdapat di daerah Bogor yang memperlihatkan gejala mosaik dengan ciri-ciri hampir sama dengan yang pernah diutarakan

Lebih terperinci

ANALISIS SIDIK DNA (DNA Fingerprinting) RFLP (Restriction Fragmen Length Polymorphism)

ANALISIS SIDIK DNA (DNA Fingerprinting) RFLP (Restriction Fragmen Length Polymorphism) ANALISIS SIDIK DNA (DNA Fingerprinting) RFLP (Restriction Fragmen Length Polymorphism) Laurencius Sihotang I. Tujuan Mempelajari cara teknik RFLP(Restriction Fragmen Length Polymorphism) Menganalisis pola

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang (Musa spp.) merupakan tanaman monokotil berupa herba yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang menduduki posisi

Lebih terperinci

Perbaikan Ketahanan Varietas Padi terhadap Penyakit Tungro

Perbaikan Ketahanan Varietas Padi terhadap Penyakit Tungro Perbaikan Ketahanan Varietas Padi terhadap Penyakit Tungro Andi Hasanuddin 1 Ringkasan Varietas padi yang terinfeksi virus tunggro, RTBV, RTSV atau kedua-duanya (RTBV/ RTSV), menunjukkan variasi gejala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

Patosistem, Strategi, dan Komponen Teknologi Pengendalian Tungro pada Tanaman Padi

Patosistem, Strategi, dan Komponen Teknologi Pengendalian Tungro pada Tanaman Padi Patosistem, Strategi, dan Komponen Teknologi Pengendalian Tungro pada Tanaman Padi Muhammad Muhsin 1 dan I Nyoman Widiarta 1 Ringkasan Tungro merupakan penyakit padi yang kompleks ditinjau dari segi virus

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

PADA TANAMAN KEDELAI DI JEMBER

PADA TANAMAN KEDELAI DI JEMBER KISARAN INANG BAKTERIOFAG ϕsk TERHADAP BEBERAPA ISOLAT PATOGEN HAWAR BAKTERI PADA TANAMAN KEDELAI DI JEMBER SKRIPSI Oleh Galih Susianto NIM 091510501080 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Abdul Hamid 1) dan Herry Nirwanto 2) 2). UPN Veteran Jawa Timur ABSTRACT

Abdul Hamid 1) dan Herry Nirwanto 2) 2). UPN Veteran Jawa Timur ABSTRACT Korelasi Penyakit Virus Tungro dengan (A. Hamid dan Herry Nirwanto) 1 KORELASI PENYAKITVIRUS TUNGRO DENGAN BERBAGAI JENIS WERENG PADA TANAMAN PADI (Oryza sativa) Di JAWA TIMUR Abdul Hamid 1) dan Herry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

Bioasai Tanaman Kacang Tanah Transgenik terhadap Virus Bilur Kacang Tanah (PStV)

Bioasai Tanaman Kacang Tanah Transgenik terhadap Virus Bilur Kacang Tanah (PStV) Bioasai Tanaman Kacang Tanah Transgenik terhadap Virus Bilur Kacang Tanah (PStV) Ifa Manzila, Jumanto, Asoko Wardoyo, dan Wawan Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian ABSTRAK Kegiatan

Lebih terperinci

Pembentukan dan Evaluasi Inbrida Jagung Tahan Penyakit Bulai

Pembentukan dan Evaluasi Inbrida Jagung Tahan Penyakit Bulai Pembentukan dan Evaluasi Inbrida Jagung Tahan Penyakit Bulai Sri G. Budiarti, Sutoro, Hadiatmi, dan Haeni Purwanti Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian ABSTRAK Varietas hibrida

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali

PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali 41 PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali Sekuen individu S. incertulas untuk masing-masing gen COI dan gen COII dapat dikelompokkan menjadi haplotipe umum dan haplotipe-haplotipe

Lebih terperinci

Tungro yang merupakan penyakit kompleks pada

Tungro yang merupakan penyakit kompleks pada MULIADI ET AL.: GENETIK KETAHANAN PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO Kendali Ketahanan Genetik Padi terhadap Penyakit Tungro Ahmad Muliadi 1, Nasrullah, Y.B. Sumardiyono, dan Y. Andi Trisyono 1 Loka Penelitian

Lebih terperinci

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Yurista Sulistyawati BPTP Balitbangtan NTB Disampaikan dalam Workshop Pendampingan UPSUS Pajale, 18 April 2017 PENDAHULUAN Provinsi NTB: Luas panen padi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS STREPTOCOCCUS ( ISOLAT WK 45 ) DENGAN METODE PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna

IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS STREPTOCOCCUS ( ISOLAT WK 45 ) DENGAN METODE PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna IDENTIFIKASI DNA BAKTERI MULTIRESISTEN GENUS STREPTOCOCCUS ( ISOLAT WK 45 ) DENGAN METODE PCR MENGGUNAKAN PRIMER UNIVERSAL 16S rrna SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

OBSERVASI DAYA HASIL GALUR-GALUR PADI TURUNAN CODE DAN CIHERANG BERUMUR GENJAH DAN PRODUKSI TINGGI HASIL MAB

OBSERVASI DAYA HASIL GALUR-GALUR PADI TURUNAN CODE DAN CIHERANG BERUMUR GENJAH DAN PRODUKSI TINGGI HASIL MAB KEMENTAN X-106 Click to edit Master subtitle style OBSERVASI DAYA HASIL GALUR-GALUR PADI TURUNAN CODE DAN CIHERANG BERUMUR GENJAH DAN PRODUKSI TINGGI HASIL MAB JokoPenelitian Prasetiyono Kementerian PertanianBadan

Lebih terperinci

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)

STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) STUDI KEKERABATAN KULTIVAR KAMBOJA (Plumeria sp.) DENGAN TEKNIK RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI

VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI VARIASI DNA KLOROPLAS Shorea leprosula Miq. DI INDONESIA MENGGUNAKAN PENANDA PCR-RFLP RURI SITI RESMISARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan survei dan pengambilan sampel kutukebul dilakukan di sentra produksi tomat di Kecamatan Cikajang (kabupaten Garut), Kecamatan Pacet (Kabupaten Cianjur), Kecamatan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI INDIVIDU WERENG HIJAU, Nephotettix virescens DISTANT PENULAR AKTIF VIRUS TUNGRO PADI

KARAKTERISASI INDIVIDU WERENG HIJAU, Nephotettix virescens DISTANT PENULAR AKTIF VIRUS TUNGRO PADI KARAKTERISASI INDIVIDU WERENG HIJAU, Nephotettix virescens DISTANT PENULAR AKTIF VIRUS TUNGRO PADI Supriyadi dan Retno Wijayanti Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

(A) 530C-550C; (B) 560C, 570C, 580C, 600C; (C) 590C, 610C, 620C; (D)

(A) 530C-550C; (B) 560C, 570C, 580C, 600C; (C) 590C, 610C, 620C; (D) 2 melawan mikroba. Peran flavonol dalam bidang kesehatan sebagai antiinflamatori, antioksidan, antiproliferatif, menekan fotohemolisis eritrosit manusia, dan mengakhiri reaksi rantai radikal bebas (Albert

Lebih terperinci

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G352090161 Mochamad Syaiful Rijal Hasan. Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Polymorphism of fecundities genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir

Lebih terperinci

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH

PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PERBANDINGAN POLA PITA AMPLIFIKASI DNA DAUN, BUNGA, DAN BUAH KELAPA SAWIT NORMAL DAN ABNORMAL ALFINIA AZIZAH PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah.

ABSTRAK. Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. ABSTRAK Analisis Mutasi Gen Pengekspresi Domain B dan C DNA Polimerase HBV Dari Pasien Yang Terinfeksi Dengan Titer Rendah. Natalia, 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping : Johan Lucianus, dr., M.Si.

Lebih terperinci