A. PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN"

Transkripsi

1 A. PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN Pada tahun 2007 terdapat 57 kegiatan yang mendukung pelaksanaan program di Badan POM. Kelimapuluh tujuh kegiatan tersebut adalah kegiatan yang terdapat di pusat dan 26 Balai Besar / Balai POM, yang indikatornya ditetapkan dalam RKT pada Dokumen Renstra Badan POM Tahun Terhadap kegiatan tersebut kemudian diukur kinerjanya dengan menggunakan indikator input, output dan outcomes. Dari 57 kegiatan yang direncanakan, terdapat 3 (5,26%) kegiatan yang tidak dilaksanakan, yaitu : kegiatan Pengembangan Standardisasi Tanaman Obat Bahan Alam Indonesia ; Sebagai Collaborating Center WHO ; dan Pelaksanaan sistem rujukan. Dengan demikian, pada tahun 2007 Badan POM telah melaksanakan 54 kegiatan untuk mendukung pelaksanaan program pengawasan obat dan makanan. Secara lengkap, Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) Badan POM Tahun 2007 tersebut dituangkan pada Lampiran 1 dan 2. B. PENGUKURAN PENCAPAIAN SASARAN Sebagaimana telah dipaparkan pada Bab II, sasaran strategis Badan POM merupakan penjabaran dari misi dan tujuan strategis yang telah ditetapkan, yang menggambarkan sesuatu yang akan dihasilkan selama kurun waktu 5 (lima) tahun dan dialokasikan dalam 5 (lima) periode secara tahunan melalui serangkaian program dan kegiatan. 20

2 Seperti telah diuraikan dalam bab sebelumnya, dalam Rentra Badan POM Tahun , telah ditetapkan 9 sasaran strategis dalam mencapai 5 tujuan strategis. Untuk mengukur pencapaian sasaran tersebut, ditentukan 20 indikator sasaran. Beberapa sasaran, yaitu sasaran nomor 1,2,4,6,8 dan 9, masing masing diukur dengan lebih dari 1 indikator. Untuk itu, dilakukan pembobotan masing masing indikator, yang ditentukan berdasarkan kontribusi indikator tersebut dalam pencapaian sasaran. Selanjutnya, Nilai Pencapaian sasaran (NPS) dihitung dengan menggunakan rumus berikut: NPS = (Bobot x % capaian indikator 1) + (Bobot x % capaian indikator 2) dst Matriks Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS) Badan POM Tahun 2007 pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa NPS tahun 2007 bervariasi antara 32,28% hingga 123,89%, di mana nilai terendah terdapat pada pencapaian sasaran nomor 5 dan nilai tertinggi terdapat pada pencapaian sasaran nomor 6. Secara umum pada tahun 2007 terdapat penurunan dalam pencapaian sasaran Badan POM dibandingkan terhadap pencapaian sasaran tahun 2006, kecuali pada sasaran nomor 6 dan 8. Suatu sasaran dinyatakan telah tercapai jika memiliki NPS 100%. Dari matriks yang sama juga dapat diketahui bahwa terdapat 2 (22%) sasaran yang sudah tercapai, yaitu sasaran nomor 4 dan 6, sedangkan 7 (77,78%) sasaran lainnya, yaitu sasaran nomor 1, 2, 3, 5, 7, 8, 9 belum tercapai. Pencapaian sasaran tersebut bersifat relatif dan merupakan hasil pembobotan dari beberapa indikator sasaran. Pada tahun 2007, dari 20 indikator sasaran, persentase capaian 8 indikator adalah 100% atau lebih, sedangkan 12 (60%) indikator lainnya masih di bawah 100%, yaitu indikator nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 15, 19 dan 20. Mengingat tahun 2007 adalah tahun ke 3 pelaksanaan Renstra , maka sasaran yang belum tercapai tersebut dimungkinkan dapat dicapai pada tahun mendatang. Berikut diuraikan capaian masing masing sasaran : 21

3 1. Terawasinya secara efektif mutu, keamanan dan khasiat produk terapetik, OT, kosmetik, PKRT, PK dan pangan yang beredar di dalam negeri dan yang diekspor. Terdapat tiga indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan sasaran pertama, yaitu : (a) Proporsi penyelesaian berkas permohonan pendaftaran produk; (b) Proporsi conformance uji klinik, termasuk uji BE sesuai CUKB; serta (c) Rata rata % Produk Terapetik, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Obat Tradisional, Kosmetik, Produk Komplemen dan Pangan yang tidak memenuhi syarat mutu, keamanan dan kemanfaatan/khasiat dari yang diperiksa. Pada tahun 2007, capaian untuk indikator (a), (b), (c) adalah masing masing 78,62%; 83,93%; dan 17,06%; atau dengan kata lain persentase pencapaian indikator tersebut adalah sebesar 87,36 % untuk indikator pertama, 119,90% untuk indikator kedua dan 87,31% untuk indikator ke tiga. Pada tahun 2007 persentase pencapaian indikator Proporsi penyelesaian berkas permohonan pendaftaran produk dan Rata rata % Produk Terapetik, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Obat Tradisional, Kosmetik, Produk Komplemen dan Pangan yang tidak memenuhi syarat mutu, keamanan dan kemanfaatan/khasiat dari yang diperiksa belum mencapai 100%. Namun demikian, mengingat tahun 2007 merupakan tahun ke-3 pelaksanaan Renstra , pencapaian sesuai target pada tahun 2009 masih dimungkinkan. Kegiatan post market vigilance yang paling besar menyumbang angka indikator Rata rata % Produk Terapetik, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Obat Tradisional, Kosmetik, Produk Komplemen dan Pangan yang tidak memenuhi syarat mutu, keamanan dan kemanfaatan/khasiat dari yang diperiksa adalah pengujian laboratorium. Pada tahun 2007, persentase capaian indikator ini adalah 87,31%, atau dengan kata lain, pada tahun 2007 rata rata % Produk Terapetik, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Obat Tradisional, Kosmetik, Produk Komplemen dan Pangan yang tidak memenuhi syarat mutu, keamanan / khasiat dari yang diperiksa adalah sebesar 17,06%, dibandingkan terhadap target pada tahun 2009 sebesar 5%. Pada indikator ini, persentase capaian adalah berbanding terbalik dengan capaian/realisasinya, artinya semakin rendah jumlah produk yang tidak memenuhi syarat, maka semakin tinggi persentase capaiannya atau dengan kata lain semakin baik kinerjanya, dan sebaliknya. Karena indikator tersebut bersifat unik, maka perhitungan 22

4 persentase capaiannya menggunakan rumus yang berbeda dengan lainnya, yang telah diuji coba pada hal sejenis, yaitu: % Capaian = (100% - Capaian) (100% - Target) Pada tahun 2007, telah diselesaikan pengujian laboratorium terhadap sampel sediaan farmasi dan makanan. Dari jumlah tersebut, 17,06% atau sampel tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan (TMS), yang terdiri dari 282 (1,74%) sampel obat; 1055 (6,5%) sampel narkotika dan psikotropika; 386 (2,3%) sampel PKRT dan Alkes; (18,7%) sampel obat tradisional; 851 (5,1%) sampel kosmetika; 55 (0,33%) sampel suplemen makanan ; serta (65,5%) sampel pangan dan garam beryodium. Terkait dengan sampling dan pengujian laboratorium ini, terdapat beberapa hal yang patut dikaji kembali, antara lain: Apakah pengambilan sampel telah sesuai dengan metodologi sampling dan representatif terhadap jumlah dan jenis produk yang beredar di pasar. Selain produkproduk terdaftar, apakah produk yang tidak memiliki nomor registrasi juga tercakup dalam sampling frame, karena tidak dapat dihindari bahwa produk-produk asing telah beredar di Indonesia tanpa dapat kita cegah. Apakah sampling yang dilakukan sudah didasarkan pada risk based approach. Jumlah sampel dan persentase produk memenuhi syarat yang besar tidak akan mempunyai makna signifikan terhadap perlidungan masyarakat jika produk-produk high risk tidak tercakup dalam sampling frame yang dilakukan Badan POM. Karena itu kebijakan prioritas sampling harus didasarkan pada risk based approach yang menggambarkan jenis dan besaran resiko yang dihadapi/ditanggung masyarakat jika mengkonsumsi produk-produk tersebut. Penerapan risk based approach akan membantu Badan POM agar dapat mengalokasikan sumber daya dan sumber dana dengan lebih baik. Apakah semua Balai/Balai Besar POM di Indonesia mempunyai kemampuan uji laboratorium yang sama. Dari peta kemampuan uji kita dapat menarik kesimpulan bahwa kemampuan uji laboratorium di Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia sangat beragam. Kemampuan uji yang beragam ini mempengaruhi hasil pengujian terhadap suatu produk. Untuk itu Badan POM harus menentukan parameter uji minimum hingga suatu produk bisa dinyatakan memenuhi syarat. Parameter uji 23

5 minimum ini hendaknya dicantumkan dalam Standar Minimum Laboratorium yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan POM dengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK tentang Standar Minimum Laboratorium Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Ketiga indikator sasaran ini menggambarkan kegiatan pengawasan pre-market dan postmarket di bidang obat dan makanan. Dalam hal ini, pengawasan pre-market diukur dengan indikator pertama dan ke dua, yaitu (a) Proporsi penyelesaian berkas permohonan pendaftaran produk; (b) Proporsi conformance uji klinik, termasuk uji BE sesuai CUKB, sedangkan pengawasan post-market diukur dengan inidikator ke tiga, yaitu Rata rata % Produk Terapetik, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Obat Tradisional, Kosmetik, Produk Komplemen dan Pangan yang tidak memenuhi syarat mutu, keamanan dan kemanfaatan/khasiat dari yang diperiksa. Seperti telah disebutkan sebelumnya, kegiatan post market vigilance yang paling besar menyumbang angka indikator ini adalah pengujian laboratorium, yang di dalamnya dijumpai beberapa permasalahan, antara lain adalah : - Jumlah dan jenis baku pembanding kurang memadai - Jumlah dan jenis peralatan laboratorium canggih kurang memadai - Tidak tersedianya metode analisa untuk produk baru - Pelatihan pengembangan laboratorium kurang memadai - Penerapan Quality Management System yang masih kurang memadai Selain itu, masih tingginya produk yang tidak memenuhi syarat (TMS) tersebut dapat menggambarkan bahwa pengawasan di tingkat produksi dan distribusi masih belum optimal, sehingga belum semua produk yang beredar memenuhi ketentuan. Namun demikian, dalam hal hal ini diperlukan pula kepedulian produsen dan distributor untuk bersama sama mengawasi mutu produknya. Nilai Pencapaian Sasaran (NPS) tahun 2007 untuk sasaran pertama adalah 97,10%, yang diperoleh dari pembobotan ketiga indikator tersebut di atas. Angka ini masih relatif lebih rendah dibandingkan tahun 2006 yang mencapai 101,74%. 24

6 2. Dipatuhinya ketentuan peraturan perundang - undangan di bidang produksi, distribusi dan peredaran produk terapetik/ obat, Obat Tradisional, Kosmetik, PKRT, Produk Komplemen dan Pangan. Terdapat tiga indikator sasaran kedua yaitu : (a) Proporsi sarana produksi dengan temuan cara produksi yang baik; (b) Proporsi sarana distribusi dengan temuan cara distribusi yang baik; serta (c) Proporsi kasus yang memperoleh ketetapan hukum. Sama seperti indikator sebelumnya, ditetapkan pada akhir 2009 dari kurun waktu proporsi sarana produksi dengan temuan cara produksi yang baik adalah 15 % dari total sarana produksi yang diperiksa sedangkan proporsi sarana distribusi dengan temuan cara distribusi yang baik adalah 10 % dari total sarana distribusi yang diperiksa. Terkait dengan kedua indikator ini, dengan penetapan jumlah sampel sarana yang diperiksa secara proporsional, angka ini diharapkan mampu mewakili populasi sarana di Indonesia. Sedangkan target untuk indikator ke tiga pada tahun 2009, proporsi kasus yang memperoleh ketetapan hukum adalah 90%. Pada tahun 2007, capaian kinerja sasaran kedua adalah sebesar 56,68% untuk indikator (a); 36,20% untuk indikator (b) serta 4,29% untuk indikator (c). Atau dengan kata lain persentase capaian indikator (a), (b) dan (c) berturut turut adalah 50,96%; 70,89%; dan 4,77%. Pada indikator (a) dan (b), persentase capaian adalah berbanding terbalik dengan capaian/realisasinya, artinya semakin rendah jumlah sarana yang tidak memenuhi ketentuan, maka semakin tinggi persentase capaiannya atau dengan kata lain semakin baik kinerjanya, dan sebaliknya. Karena indikator tersebut bersifat unik, maka perhitungan persentase capaiannya menggunakan rumus yang berbeda dengan lainnya, yang telah diuji coba pada hal sejenis, yaitu: % Capaian = (100% - Capaian) (100% - Target) Pada sasaran kedua ini yang paling besar tertimbangnya adalah kegiatan dalam kelompok pemeriksaan sarana produksi dan distribusi. Meskipun persentase capaian untuk indikator ke-1 dan ke-2 adalah jauh lebih besar daripada indikator ke-3, namun 25

7 angka tersebut masih tergolong relatif rendah. Hal-hal yang menyebabkan rendahnya capaian kedua indikator sasaran ini adalah : Sarana produksi masih belum mampu menerapkan GMP (good manufacturing practices) secara konsisten. Dari sarana produksi yang diperiksa, (56,68%) sarana di antaranya tidak memenuhi ketentuan. Temuan terbesar di tingkat sarana produksi adalah pada industri rumah tangga pangan (IRTP), yaitu sebesar 75,91% dari total sarana produksi sediaan farmasi dan makanan yang tidak memenuhi ketentuan. Pada sarana distribusi dan pelayanan, persentase temuan terbesar justru dijumpai pada apotek, yaitu 23,7% dari total sarana distribusi sediaan farmasi dan makanan serta pelayanan yang tidak memenuhi ketentuan. Terkait dengan kegiatan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi tersebut, terdapat beberapa permasalahan dalam pelaksanaannya, antara lain yaitu: Kurangnya SDM di bidang pemeriksaan sarana yang telah mendapat pelatihan, misalnya pelatihan PPNS dasar dan lanjutan serta pelatihan intelejen Database sarana tidak up to date Tindak lanjut temuan hasil pengawasan tidak maksimal Koordinasi dengan instansi lain kurang maksimal Luasnya cakupan pengawasan baik dari jumlah sarana maupun kondisi geografis wilayah Kurangnya sarana dan prasarana pengawasan Terkait dengan indikator ketiga, dalam rangka memberantas dan menertibkan peredaran produk obat dan makanan illegal dan palsu serta obat keras di sarana yang tidak berhak, Badan POM telah melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus tindak pidana di bidang obat dan makanan, serta secara khusus menindaklanjuti kasus pelanggaran di bidang obat dan makanan termasuk yang dilakukan oleh instansi penegak hukum lainnya. Selain itu, setiap tahun Badan POM juga melakukan operasi gebrak kejut gabungan nasional (Opgabnas) dan operasi gabungan daerah (opgabda) dengan melibatkan pihak terkait. Dari ketiga indikator tersebut, persentase capaian indikator Proporsi kasus yang memperoleh ketetapan hukum adalah yang paling kecil dibandingkan dua indikator lainnya. Angka tersebut diperoleh dari rasio antara jumlah kasus yang memperoleh putusan pengadilan terhadap jumlah kasus yang ditindaklanjuti dengan pro-justicia. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Badan POM tidak dapat mengendalikan faktor yang berperan dalam pencapaian indikator yang telah ditetapkan karena banyak pihak yang terlibat dalam penetapan putusan pengadilan. Untuk itu, pada masa mendatang indikator 26

8 sejenis, yang pencapaiannya dipengaruhi oleh faktor yang tidak dapat dikendalikan, perlu dikaji kembali keberadaannya sebagai penentu keberhasilan sasaran suatu instansi. Nilai Pencapaian Sasaran (NPS) tahun 2007 untuk sasaran kedua adalah 44,08%, yang diperoleh dari pembobotan ketiga indikator tersebut di atas. Secara umum, pencapaian sasaran kedua ini masih sangat rendah jika dibandingkan pencapaian tahun 2006, yaitu 65,93%. 3. Terkendalinya penyaluran narkotika, psikotropika dan obat keras yang digunakan untuk pengobatan. Indikator kinerja sasaran ketiga adalah rata-rata % sarana pengelola narkotika dan psikotropika yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) dari yang diperiksa pada kurun waktu adalah 5 %. Makin besar sarana pengelola narkotika dan psikotropika yang TMS, mempunyai arti penyaluran narkotika, psikotropika dan obat keras yang digunakan untuk pengobatan makin tidak terkendali. Pada tahun 2007, capaian kinerja sasaran ketiga adalah sebesar 45,42%, yang diperoleh dari rasio antara jumlah sarana yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) sebanyak sarana terhadap jumlah sarana yang diperiksa sebanyak sarana, atau dengan kata lain persentase capaian sasaran ke tiga adalah 57,45%. Pada indikator ini, persentase capaian adalah berbanding terbalik dengan capaian/realisasinya, artinya semakin rendah jumlah sarana yang tidak memenuhi ketentuan, maka semakin tinggi persentase capaiannya atau dengan kata lain semakin baik kinerjanya, dan sebaliknya. Karena indikator tersebut bersifat unik, maka perhitungan persentase capaiannya menggunakan rumus yang berbeda dengan lainnya, yang telah diuji coba pada hal sejenis, yaitu: % Capaian = (100% - Capaian) (100% - Target) Capaian sasaran ke tiga tidak dapat dilepaskaitkan dari kegiatan-kegiatan yang juga dilaksanakan untuk mencapai indikator sasaran kedua, yaitu pemeriksaan sarana distribusi sediaan farmasi. Penyebab ketertinggalan pencapaian sasaran ini adalah : 27

9 Temuan terbesar adalah pelanggaran pencatatan dan pelaporan. Sebagian besar sarana yang dijumpai terdapat temuan tidak mencatat dan atau melaporkan penggunaan dan atau distribusi narkotika dan psikotropika dalam kewenangannya. Di samping itu, dimungkinkan adanya akibat tidak langsung dari kegiatan pemeriksaan sarana distribusi narkotika dan psikotropika yang belum dipisahkan dari kegiatan pemeriksaan sarana distribusi obat secara keseluruhan. Karena sasaran ketiga ini keberhasilannya hanya diukur oleh satu indikator, maka tidak diperlukan pembobotan dalam menentukan Nilai Pencapaian Sasaran (NPS). Nilai Pencapaian Sasaran (NPS) tahun 2007 untuk sasaran ke tiga adalah 57,45%, yang lebih rendah dibandingkan NPS tahun sebelumnya yaitu 70,56%. 4. Tercegahnya penyalahgunaan dan penggunaan yang salah obat keras, narkotika, psikotropika, zat adiktif/rokok dan produk serta Bahan Berbahaya lainnya dan penyimpangan prekursor serta bahaya merokok dan zat adiktif lainnya. Pencapaian sasaran keempat ditandai dengan tiga indikator yaitu : (a) Proporsi sarana pelayanan obat yang menyalahgunakan penyaluran obat keras dari jumlah sarana yang diperiksa, (b) Proporsi sarana produksi pangan menggunakan bahan kimia yang dilarang untuk pangan dan penggunaan BTP yang melebihi dari batas yang diperbolehkan dari sarana yang diperiksa serta (c) Proporsi produk rokok dengan kadar nikotin dan tar sesuai yang tertera pada label yang diperiksa. Pada kurun waktu , ditetapkan target sebesar 25% untuk indikator (a); 12% untuk indikator (b) dan 100% untuk indikator (c). Pada tahun 2007, capaian kinerja sasaran keempat merupakan komposit dari tiga indikator yang dikemukakan di atas, yaitu indikator (a) 6,42%, indikator (b) 0,67% dan indikator (c) 86,36%. Dengan demikian persentase capaian indikator (a) adalah 124,77%, (b) 112,88 % dan (c) 86,36%. Pada indikator ini, persentase capaian adalah berbanding terbalik dengan capaian/realisasinya, artinya semakin rendah jumlah sarana pelayanan obat yang menyalahgunakan penyaluran obat keras, maka semakin tinggi persentase capaiannya atau dengan kata lain semakin baik kinerjanya, dan sebaliknya. Serta semakin rendah jumlah sarana produksi pangan menggunakan bahan kimia yang dilarang untuk pangan dan penggunaan BTP yang melebihi dari batas yang diperbolehkan, maka semakin tinggi 28

10 persentase capaiannya atau dengan kata lain semakin baik kinerjanya, dan sebaliknya Karena indikator tersebut bersifat unik, maka perhitungan persentase capaiannya menggunakan rumus yang berbeda dengan lainnya, yang telah diuji coba pada hal sejenis, yaitu: % Capaian = (100% - Capaian) (100% - Target) Kegiatan yang paling berperan dalam pencapaian indikator (a) adalah pemeriksaan sarana distribusi obat. Sedangkan kegiatan yang paling berperan dalam pencapaian indikator (b) adalah pemeriksaan sarana produksi pangan serta indikator (c) adalah pengujian laboratorium. Pencapaian indikator output masing-masing kegiatan adalah : Pemeriksaan sarana pelayanan obat adalah sarana, dengan 6,42% di antaranya masih dijumpai temuan dalam distribusi obat daftar G. Pemeriksaan sarana produksi pangan, termasuk industri rumah tangga pangan (IRTP) dilakukan terhadap sarana, 0,67% di antaranya ditemukan mengunakan bahan yang dilarang. Semua temuan tersebut terdapat pada industri rumah tangga pangan (IRTP). Dari kegiatan pengujian rokok, diketahui bahwa 86,36% produk yang diuji kadar nikotin dan tarnya telah sesuai yang tertera pada label. Hal-hal yang berpengaruh pada pencapaian indikator sasaran 4 adalah: Masih banyak apotek yang menyalurkan obat keras/ daftar G tanpa resep dokter. Pemeriksaan sarana produksi pangan terutama karena penggunaan bahan yang dilarang tidak dapat dilakukan oleh Badan POM secara single player. Terdapat instansi lain yang lebih berwenang terutama pada area distribusi bahan-bahan berbahaya. Kerjasama antar instansi dalam pengawasan tata niaga bahan-bahan tersebut perlu terus diperketat. Meskipun sanksi terhadap pelanggaran kandungan tar dan nikotin dalam rokok sudah dicabut oleh otoritas kesehatan, namun Badan POM masih melakukan pengujian rokok ini sebagai upaya perlindungan konsumen. Karena sasaran ke empat ini keberhasilannya diukur oleh tiga indikator, maka diperlukan pembobotan dalam menentukan Nilai Pencapaian Sasaran (NPS). Nilai Pencapaian 29

11 Sasaran (NPS) tahun 2007 untuk sasaran ke empat adalah 109,08%, yang lebih rendah dibandingkan NPS tahun sebelumnya yaitu 111,94%. 5. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat sehingga mampu membentengi dirinya dari risiko penggunaan produk yang tidak memenuhi syarat (TMS) mutu, keamanan dan khasiat. Keberhasilan sasaran kelima diukur dengan indikator kinerja Proporsi pengaduan masyarakat umum tentang mutu produk terhadap total kontak pada Badan POM. Pada kurun waktu , ditetapkan target indikator adalah 50 %. Ini berarti terdapat 50 % dari total kontak masyarakat umum dengan ULPK yang mengadukan masalah mutu produk. Semakin besar proporsi pengaduan tentang mutu produk, diharapkan dapat mencerminkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang keamanan, mutu dan khasiat produk yang dikonsumsinya meningkat. Pada tahun 2007, capaian indikator sasaran kelima adalah 16,14% atau 32,28% dari target yang ditetapkan. Kegiatan utama yang berpengaruh pada pencapaian sasaran ini adalah pelayanan pengaduan dan informasi konsumen. Selama tahun 2007, Badan POM telah menerima pengaduan/pertanyaan, dengan pengaduan/pertanyaan tentang mutu produk. Indikator sasaran kegiatan ini selain sangat tergantung pada peran serta aktif masyarakat juga sangat tergantung pada kemampuan staf Badan POM, ketersediaan bahan informasi serta ketersediaan sarana penunjang misalnya line telpon bebas biaya. Untuk meningkatkan akses masyarakat di wilayah pelosok ke ULPK Badan POM, alternatif media komunikasi dan kerjasama dengan stakeholder terkait harus ditingkatkan. Karena sasaran ke lima ini keberhasilannya hanya diukur oleh satu indikator, maka tidak diperlukan pembobotan dalam menentukan Nilai Pencapaian Sasaran (NPS). Nilai Pencapaian Sasaran (NPS) tahun 2007 untuk sasaran ke lima adalah 32,28%, yang lebih rendah dibandingkan NPS tahun sebelumnya yaitu 41,60%. 30

12 6. Tersedianya produk bahan alam Indonesia yang bermutu tinggi untuk peningkatan kesehatan masyarakat luas, sekaligus memberdayakan potensi kapasitas industri kecil / rumah tangga OT. Terdapat tiga indikator capaian sasaran ke enam, yaitu (a) proporsi obat bahan alam yang selesai diteliti dari sasaran penelitian selama 5 tahun; (b) jumlah obat bahan alam yang terstandar (c) Proporsi IKOT yang yang dibina untuk menerapkan CPOTB. Ketiga indikator ini pada kurun waktu berturut-turut ditetapkan 90 %, 15 dan 90 %. Sedangkan persentase capaiannya pada tahun 2007 adalah 66,67% untuk indikator (a); 206,67% untuk indikator (b) serta 111,11% untuk indikator (c). Pencapaian indikator pertama pada sasaran ini masih relatif rendah dibandingkan pencapaian dua indikator lainnya, hal ini dipengaruhi antara lain oleh tingkat kesulitan penelitian. Indonesia terkenal sebagai mega centre keanekaragaman hayati di dunia. Dari begitu banyak spesies yang tumbuh sebagian merupakan tanaman obat yang dapat dikembangkan. Namun ketersediaan data penelitian tentang tanaman tidak seluruhnya mudah didapat. Dalam hal ini kerjasama dan koordinasi dengan dunia Perguruan Tinggi sangat diperlukan. Pada tahun 2007, pencapaian indikator ke dua pada sasaran ini sudah melampaui target yang ditetapkan. Jumlah obat bahan alam yang terstandar merupakan gabungan jumlah obat herbal terstandar (OHT) sebanyak 23 dan fitofarmaka sebanyak 8 buah. Pengaruh kesediaan dunia usaha yang menggunakan herbal terstandar untuk mendaftarkan produknya sangat besar dalam pencapaian indikator sasaran ini. Di sisi internal, kemampuan staf Badan POM di bidang standardisasi produk dan bahan alam sangat mendukung pencapaian indikator sasaran ini. Begitu pula halnya dengan pencapaian indikator ke tiga pada sasaran ini, yang angkanya sudah melampaui target yang telah ditetapkan sampai tahun Dalam pencapaian ini, peran serta industri kecil obat tradisional sangat besar. Tanpa kesediaan IKOT untuk menerapkan CPOTB secara konsisten, pencapaian akan menjadi kecil. Sementara itu, di sisi internal Badan POM, diperlukan tenaga-tenaga penyuluh atau pembina CPOTB yang handal, selain tenaga pengawas sehingga penerapan CPOTB dapat konsisten dijalankan. Skema reward dan punishment dapat diterapkan. 31

13 Nilai Pencapaian Sasaran (NPS) tahun 2007 untuk sasaran ke enam adalah 123,89%, yang diperoleh dari pembobotan ketiga indikator tersebut di atas. Secara umum, pencapaian sasaran kedua ini lebih tinggi jika dibandingkan pencapaian tahun 2006, yaitu 103,66%. 7. Tersedianya obat generik pertama dengan harga terjangkau dan percepatan introduksi obat baru life saving Pada sasaran ke tujuh, terdapat indikator proporsi penyelesaian evaluasi obat generik pertama, obat baru dan life saving. Pada kurun , target indikator ditetapkan 60 %. Sedangkan pencapaiannya pada tahun 2007 adalah 58,58% atau 97,63% dari target. Kegiatan yang berpengaruh pada pencapaian indikator adalah penilaian pemasukan obat jalur khusus (SAS). Angka pencapaian tersebut merupakan rasio antara jumlah permohonan yang diselesaikan terhadap jumlah permohonan obat baru dan SAS. Meskipun belum mencapai 100%, pencapaian indikator ini sudah relatif baik. Mengingat tahun 2007 merupakan tahun ke tiga dalam pelaksanaan Renstra , perbaikan di masa mendatang untuk melampaui target yang telah ditetapkan masih dimungkinkan. Karena sasaran ke tujuh ini keberhasilannya hanya diukur oleh satu indikator, maka tidak diperlukan pembobotan dalam menentukan Nilai Pencapaian Sasaran (NPS). Nilai Pencapaian Sasaran (NPS) tahun 2007 untuk sasaran ke tujuh adalah 97,63%, yang masih lebih rendah dibandingkan NPS tahun sebelumnya yaitu 116,10%. 8. Terakuinya Badan POM sebagai regulator di tingkat internasional. Pencapaian sasaran ke delapan ditandai dengan komposit dua indikator yaitu : (a) hasil rata-rata assessment Badan Dunia di bidang NRA termasuk akreditasi laboratorium BPOM yang tinggi serta (b) jumlah partisipasi Badan POM dalam fora internasional, regional dan bilateral. Pada tahun 2007, capaian indikator (a) adalah 101,04% dari target 96 atau dengan kata lain nilai yang dicapai oleh Badan POM adalah 97. Sedangkan capaian indikator (b) adalah 114,71% dari target 34, atau dengan kata lain jumlah partisipasi Badan POM dalam forum internasional, regional dan bilateral adalah sebanyak

14 Secara umum, kinerja Badan POM dalam mencapai sasaran nomor 8 ini dapat dikatakan meningkat dibandingkan tahun Pada tahun 2007, Nilai Pencapaian Sasaran (NPS) untuk sasaran nomor 8 adalah 86,03%, lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 72,79%. 9. Tersedianya infrastruktur yang memadai Sasaran ke-sembilan ini, tingkat keberhasilannya ditentukan oleh 3 indikator, yaitu: (a) Jumlah laboratorium pengujian obat dan makanan yang memenuhi ISO 17025; (b) Proporsi SDM dengan kualifikasi pendidikan S2; dan (c) Jumlah Pos POM yang sudah operasional. Target tahun untuk masing masing indikator tersebut secara berurutan adalah 27, 18% dan 20. Ketiga target indikator ini juga dipengaruhi infrastruktur yang dimiliki Badan POM dalam pelaksanaan kegiatannya untuk mencapai sasaran. Meskipun infrastruktur berpengaruh terhadap semua sasaran, namun sasaran utama adalah sasaran ke sembilan, sehingga seluruh infrastruktur dimasukkan dalam komposit kegiatan yang dapat mencapai sasaran sesuai dengan target indikator. Pada tahun 2007, dilakukan upaya pemenuhan kebutuhan infrastruktur minimal dalam rangka pengawasan obat dan makanan. Namun upaya pemenuhan tersebut belum sampai pada standar yang ditetapkan baik oleh WHO maupun oleh Badan POM sendiri. Ketersediaan dana menjadi faktor utama ketersediaan infrastruktur selain faktor berubahnya lingkungan eksternal yang menuntut kompetensi yang lebih tinggi dari Badan POM. Pada tahun 2007, jumlah laboratorium pengujian obat dan makanan yang memenuhi ISO adalah 27 atau mencapai 100% dari target yang ditetapkan. Sedangkan Jumlah SDM dengan kualifikasi pendidikan S2 pada tahun 2007 adalah 162 orang atau 4,71% dari total jumlah pegawai 3436 orang. Dengan kata lain, persentase capaian indikator ini adalah 26,17% dibandingkan target tahun Pada tahun 2007, jumlah Pos POM yang sudah operasional adalah 5 atau 25% dibandingkan target tahun Dari angka-angka tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk sasaran ke sembilan, terdapat dua indikator yang persentase capaiannya masih jauh di bawah 100%, sedangkan satu 33

15 indikator lainnya, yaitu indikator (a), persentase capaiannya pada tahun 2007 sudah mencapai 100%. Laboratorium pengujian obat dan makanan merupakan back bone dalam sistem pengawasan obat dan makanan baik pada tahap premarket evaluation dan terlebih lagi pada tahap postmarket surveillance. Karena tugas pokok dan fungsinya yang demikian kompleks, perkuatan laboratorium adalah mutlak dilakukan baik dari segi manajerial, kemampuan teknis, peningkatan kapasitas SDM, pemenuhan kebutuhan peralatan laboratorium, reagensia, baku pembanding, dan pengembangan metoda analisa, dalam rangka mengantisipasi tantangan dan tuntutan Badan POM dalam meningkatkan perlindungan kepada masyarakat, Pada sasaran kesembilan ini terdapat satu indikator yang terkait dengan SDM, yaitu proporsi SDM dengan kualifikasi pendidikan S2. Capaian indikator ini pada tahun 2007 masih relatif rendah, hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena masih minimnya dana yang disediakan untuk program beasiswa S2 bagi pegawai Badan POM. Pada semua organisasi, Sumber Daya Manusia merupakan intangible asset yang sangat berharga. Sebanyak apapun sumber daya yang dimiliki suatu organisasi jika tidak dikelola dengan profesional akan menyebabkan inefesiensi penggunaan sumber daya. Pengelolaan Sumber Daya Manusia dimulai dengan proses rekruitmen yang tepat, penempatan sesuai kompetensi pendidikan, peremajaan dan peningkatan kompetensi SDM sesuai kebutuhan organisasi, mutasi dan promosi yang transparan dengan memperhatikan azas reward and punishmnet serta pengembangan pola karier yang jelas.yang tidak kalah penting dalam pengelolaan SDM adalah proyeksi/perkiraan kebutuhan SDM dalam kurun waktu tertentu yang didasarkan pada Institutional Development Plan. Peningkatan kapasitas SDM dibutuhkan baik di bidang teknis maupun menajerial. Peningkatan kapasitas teknis dilakukan baik melalui pendidikan berkelanjutan maupun pelatihan-pelatihan teknis terstruktur. Untuk melihat efektifitas pelatihan-pelatihan tersebut perlu dilakukan evaluasi agar tidak terkesan hanya melakukan rutinitas dan pemborosan anggaran. Sedangkan peningkatan kapasitas SDM di bidang manajerial dirasa kurang mendapat perhatian dan belum didasarkan pada kebutuhan perkembangan organisasi dan tuntutan lingkungan strategis. 34

16 Pencapaian kesembilan sasaran tersebut secara lengkap dicantumkan dalam Matriks Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS), pada Lampiran 3 buku ini. Sebagai perwujudan pelaksanaan UU No.17 Tahun 2004 dan KePres No.42 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN, akuntabilitas keuangan Badan POM tahun 2007 telah dilaporkan melalui Laporan Keuangan, berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. Pada tahun 2007 Badan POM memperoleh anggaran sebesar Rp ,- termasuk untuk BBPOM/BPOM di seluruh Indonesia, yang terdiri dari Belanja Pegawai Rp ,-; Belanja Barang Rp ,-; serta Belanja Modal Rp ,-. Realisasi dari anggaran tersebut adalah sebesar 82,80%, yang terdiri dari Belanja Pegawai 83,36%; Belanja Barang 74,62% dan Belanja Modal 94,52%. Dari realisasi belanja pegawai terlihat bahwa terjadi perencanaan kebutuhan pegawai yang kurang tepat dan akurat sehingga terjadi inefisiensi anggaran yang seharusnya bisa dialokasikan ke jenis belanja yang lain. Sedangkan untuk belanja barang, realisasi yang rendah diakibatkan adanya pemotongan belanja barang berdasarkan surat Menteri Keuangan Nomor : S.348/MK.02/2007 tentang Penyesuaian Belanja Perjalanan Dinas Tidak Mengikat TA Perhitungan realisasi anggaran dihitung terhadap pagu awal sehingga realisasi menjadi rendah. Realisasi belanja modal mendekati maksimal karena perencanaan kebutuhan yang tepat. 35

17 A. EFISIENSI Fokus pengukuran efisiensi adalah indikator input dan output dari suatu kegiatan. Dalam hal ini, diukur kemampuan suatu kegiatan untuk menggunakan input yang lebih sedikit dalam menghasilkan output yang sama/lebih besar; atau penggunaan input yang sama dapat menghasilkan output yang sama/lebih besar; atau persentase capaian output sama/lebih tinggi daripada persentase capaian input. Efisiensi suatu kegiatan diukur dengan membandingkan indeks efisiensi (IE) terhadap standar efisiensi (SE). Indeks efisiensi (IE) diperoleh dengan membagi % capaian output terhadap % capaian input, sesuai rumus berikut: IE = % Capaian Output % Capaian Input Sedangkan standar efisiensi (SE) merupakan angka pembanding yang dijadikan dasar dalam menilai efisiensi. Dalam hal ini, SE yang digunakan adalah indeks efisiensi sesuai rencana capaian, yaitu 1, yang diperoleh dengan menggunakan rumus : Selanjutnya, efisiensi suatu kegiatan ditentukan dengan membandingkan IE terhadap SE, mengikuti formula logika berikut : SE = % RencanaCapaian Output % Rencana Capaian Input = 100% 100% = 1 Jika IE > SE, maka kegiatan dianggap efisien Jika IE < SE, maka kegiatan dianggap tidak efisien 36

18 Kemudian, terhadap kegiatan yang efisien atau tidak efisien tersebut diukur tingkat efisiensi (TE), yang menggambarkan seberapa besar efisiensi / ketidakefisienan yang terjadi pada masing masing kegiatan, dengan menggunakan rumus berikut: TE = IE SE SE Pada tahun 2007, dari 54 kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan POM, terdapat 8 (14,81%) kegiatan yang tidak efisien, dengan TE yang bervariasi antara -0,01 hingga - 0,51. Dalam hal ini, semakin tinggi TE maka semakin rendah ketidakefisienan yang terjadi. Berikut ini adalah kegiatan - kegiatan yang tidak efisien: No Nama Kegiatan TE 1 Penilaian permohonan pendaftaran Produk -0,50 Terapetik/Obat sebelum beredar 2 Pelayanan bantuan hukum -0,06 3 Penyusunan peraturan per-uu, standar, dan pedoman -0,14 4 Pemeriksaan sarana produksi pangan dalam rangka -0,04 GMP (Good Manufacturing Practices) 5 Pengujian kadar Nikotin dan Tar -0,01 6 Stimulasi eksplorasi dan fasilitasi pengembangan dan -0,01 penelitian teknologi produksi tanaman obat bahan alam Indonesia mulai dari kultivasi, ekstraksi sampai produk jadi 7 Penilaian permohonan pendaftaran Produk -0,43 Terapetik/Obat sebelum beredar 8 Pengadaan & Pembinaan SDM -0,51 Dalam konteks ini, tingkat efisiensi adalah bersifat relatif, artinya kegiatan yang dinyatakan efisien dalam buku ini dapat berubah menjadi tidak efisien setelah dievaluasi/diaudit oleh pihak lain, begitu pula sebaliknya. Dalam buku ini, perhitungan efisiensi kegiatan hanya didasarkan pada rasio antara output dan input, yang hanya berupa dana. Ke depan, pengukuran efisiensi kegiatan perlu juga mempertimbangkan 37

19 input yang lain, dengan dukungan data yang lebih memadai. kegiatan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4 buku ini. Pengukuran efisiensi B. EFEKTIVITAS Efektivitas kegiatan diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu kegiatan mencapai hasil yang diinginkan. Dalam hal ini, efektivitas ditentukan dari pencapaian indikator outcomes. Efektivitas kegiatan tidak dapat diukur seketika setelah kegiatan tersebut selesai dilaksanakan, namun baru dapat diukur beberapa tahun setelahnya. Untuk itu, salah satu cara untuk mengukur efektivitas kegiatan adalah dengan cara mengadakan survey. Pada tahun 2007, Badan POM belum melakukan survey yang terkait dengan hal tersebut karena keterbatasan anggaran. Ke depan, perlu diprioritaskan survey dan in depth analysis untuk mengukur efektifitas kegiatan dan program yang dilakukan Badan POM. 38

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program Lampiran 1 RKT RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian mutu, keamanan, dan khasiat permohonan pendaftaran

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan.

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan. Lampiran 2 PKK PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian permohonan pendaftaran produk permohonan Dana (Rp)

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/ LEMBAGA : BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) 1 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM 1.1

Lebih terperinci

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

LAKIP TAHUN BADAN POM i

LAKIP TAHUN BADAN POM i alam rangka menciptakan good governance dan clean government di lingkungan Badan POM, LAKIP Badan POM tahun 2011 ini disusun. Sebagai bentuk penjabaran prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.21.1732 TAHUN 2008 TENTANG GRAND STRATEGY BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 NOMOR SP DIPA-63.1-/216 DS462-7237-737-7577 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L 2 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (2) 3 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (3) 4 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (4) DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP

Lebih terperinci

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Komite Advokasi Nasional Antikorupsi Sektor Kesehatan UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Togi J. Hutadjulu Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi 1. PENDAHULUAN 2. PELAYANAN PUBLIK BADAN POM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.04.1.23.09.11.08183 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN REVITALISASI PERAN DAN FUNGSI

Lebih terperinci

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan CODE PROCESS NAME SUB PROCESS SUB PROCESS CODE CFM CFM CODE POM-01 Pengelolaan Perundang-undangan dan Standar Pembentukan undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengawasan Obat dan

Lebih terperinci

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Agenda Sistem Pengawasan Badan POM Peraturan Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan

Lebih terperinci

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi PETA BISNIS PROSES Pemerintah Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Pembentukan Undang-undang Perundangundangan dan POM-02 Evaluasi Produk dan Administrasi

Lebih terperinci

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. 109 TAHUN 2012 3.1 Kewenangan Pengawasan Terhadap Label Produk Rokok Kewenangan

Lebih terperinci

Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat

Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Theresia Ronny Andayani Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Jakarta, 10 April 2015 Outline Paparan 1. Kerangka pikir penyelenggaranaan pangan 2. Pengawasan Makanan dalam RPJMN 2015-2019 3. Gambaran

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor No.180, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. Badan Pengawas Obat dan Makanan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAYANAN INFORMASI PUBLIK

LAYANAN INFORMASI PUBLIK Laporan Tahunan LAYANAN INFORMASI PUBLIK 1 Gambaran Umum Kebijakan Pelayanan Informasi Publik di Badan POM 2 Gambaran Umum Pelaksanaan Pelayanan Informasi Publik 3 Rincian Pelayanan Informasi Publik di

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya KATA PENGANTAR Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KASUS VAKSIN PALSU DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG Oleh: Ophi Khopiatuziadah * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016 Kejahatan yang dilakukan para tersangka

Lebih terperinci

Disampaikan oleh. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) ,

Disampaikan oleh. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) , Disampaikan oleh Pada tanggal : Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) 561038, Fax (0274) 552250, 519052 VISI OBAT DAN MAKANAN AMAN MENINGKATKAN

Lebih terperinci

JADWAL RETENSI ARSIP (JRA) SUBSTANTIF BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI

JADWAL RETENSI ARSIP (JRA) SUBSTANTIF BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI Lampiran 4 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.04.1.03.11.01799 Tahun 2011 I. PENILAIAN JADWAL RETENSI ARSIP (JRA) SUBSTANTIF BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)Pekanbaru. Pembentukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru diawali oleh terbentuknya

Lebih terperinci

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP

Lebih terperinci

DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Plt. Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RAPAT KONSULTASI NASIONAL PROGRAM KEFARMASIAN

Lebih terperinci

BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SURABAYA

BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SURABAYA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI SURABAYA Email : bpom_surabaya@pom.go.id Alamat : Jln. Karangmenjangan 20, Surabaya - Jawa Timur, Telp. : 031-5020575 Fax. : 031-5020575 Visi : Menjadi Institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang

Lebih terperinci

DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEKONSENTRASI & DANA ALOKASI KHUSUS: STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Plt. Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RAPAT KONSULTASI NASIONAL PROGRAM KEFARMASIAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BADAN POM RI

SAMBUTAN KEPALA BADAN POM RI SAMBUTAN KEPALA BADAN POM RI Kita patut bersyukur kepada Allah SWT atas rahmat yang diberikan, sehingga Badan POM dapat menunjukkan kinerja, memantau dan melaporkan kinerja pengawasan obat dan makanan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGAWASAN IKLAN DAN PENANDAAN OBAT

PENINGKATAN PENGAWASAN IKLAN DAN PENANDAAN OBAT PENINGKATAN PENGAWASAN IKLAN DAN PENANDAAN OBAT Drs. H. G. Kakerissa, Apt. Hotel Balairung, 20 Juli 2017 Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 36

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan diartikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1384 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan industri farmasi sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Palu, 31 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA

PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2006 PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA (BIDANG KESEHATAN) Disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI Jakarta, 23 November 2005 AGENDA PEMBANGUNAN AGENDA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

LAKIP 2012 BALAI BESAR POM DI SURABAYA IKHTISAR EKSEKUTIF 0

LAKIP 2012 BALAI BESAR POM DI SURABAYA IKHTISAR EKSEKUTIF 0 BALAI BESAR POM DI SURABAYA IKHTISAR EKSEKUTIF 0 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr. wb. Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2012 disusun dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. menjalankan pengawasan PJAS, Dinas Kesehatan Kota Padang memiliki kesiapan

BAB VI PENUTUP. menjalankan pengawasan PJAS, Dinas Kesehatan Kota Padang memiliki kesiapan 166 BAB VI PENUTUP Kesimpulan Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Padang terhadap peredaran Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) dapat dikatakan masih lemah. Hal tersebut terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya dari berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan masyarakat merupakan program kesejahteraan yang harus diwujudkan pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya dari berbagai persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kebijakan Peningkatan Pembinaan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Rapat Koordinasi Nasional Padang, 16 Maret 2015 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Lebih terperinci

Sesuai dengan struktur organisasi, tugas tiap bidang sebagai berikut :

Sesuai dengan struktur organisasi, tugas tiap bidang sebagai berikut : Sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan POM di daerah, Balai Besar POM Bandar Lampung melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

Dra. Endang Pudjiwati, Apt., MM NIP

Dra. Endang Pudjiwati, Apt., MM NIP B a l a i B e s a r P O M d i S u r a b a y a i Assalamu alaikum wr. wb., Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance), melalui pelaksanaan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh terhadap keberadaan dan ketahanan hidup manusia. Mengingat kadar kepentingan yang

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BADAN POM RI

SAMBUTAN KEPALA BADAN POM RI SAMBUTAN KEPALA BADAN POM RI Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga sampai saat ini Badan POM dapat menunjukkan kinerja pengawasan obat dan makanan yang hasilnya dituangkan dalam Report to the

Lebih terperinci

MODUL BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM)

MODUL BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2017 MODUL PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) NAMA : NIM :

Lebih terperinci

Rencana Strategis Balai Besar POM di Makassar Tahun A. KONDISI UMUM

Rencana Strategis Balai Besar POM di Makassar Tahun A. KONDISI UMUM A. KONDISI UMUM Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPN) Tahun 2005 2025 yang ditetapkan melalui Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006 Oleh : Drs. Richard Panjaitan, Apt., SKM DISAMPAIKAN PADA WORKSHOP KETERSEDIAAN, KETERJANGKAUAN DAN PEMERATAAN OBAT ESENSIAL GENERIK

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN

KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN Balai Besar POM di Palembang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan POM yang dibentuk berdasarkan SK Kepala Badan POM No. 05018/SK/KBPOM tanggal 17 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKAN NOMOR: HK. 00. 05. 24.01634 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : 1. bahwa

Lebih terperinci

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN SAMBUTAN DAN PENGARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN Pasal 106 NO. 36 TAHUN 2009 Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat

Lebih terperinci

SINERGISTAS BADAN POM DAN DINKES PROV/KAB/KOTA DALAM MENINGKATKAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

SINERGISTAS BADAN POM DAN DINKES PROV/KAB/KOTA DALAM MENINGKATKAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN SINERGISTAS BADAN POM DAN DINKES PROV/KAB/KOTA DALAM MENINGKATKAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN Drs. Ondri Dwi Sampurno, Apt, M.Si Plt Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik & NAPZA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BPOM RI

SAMBUTAN KEPALA BPOM RI SAMBUTAN KEPALA BPOM RI Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah sehingga BPOM dapat terus hadir melayani dan melindungi masyarakat. Kinerja Badan POM sampai dengan

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,

KATA PENGANTAR. Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, KATA PENGANTAR Om Swastyastu, Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua, Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN 2010-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Bimbingan Teknis Ujian Dinas Tingkat I dan Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tahun 2017 Jakarta, 18 Juli 2017 DASAR HUKUM, TUGAS,

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BADAN POM RI

SAMBUTAN KEPALA BADAN POM RI SAMBUTAN KEPALA BADAN POM RI Berkat rahmat Allah SWT Report to the Nation : Laporan Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan RI Triwulan II Tahun 2014 ini dapat diterbitkan. Buku ini diharapkan dapat menjadi

Lebih terperinci

1. NOTIFIKASI KOSMETIKA

1. NOTIFIKASI KOSMETIKA 1. NOTIFIKASI KOSMETIKA Dengan diterapkannya Harmonisasi ASEAN maka mulai diberlakukan sistem notifikasi kosmetika yaitu suatu proses pemberitahuan kepada pihak otoritas negara sesuai persyaratan dan tata

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 56 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 56 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 56 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,

Lebih terperinci

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. oaching

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. oaching Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 1 oaching SASARAN REFORMASI BIROKRASI 2 Pemerintah belum bersih, kurang akuntabel dan berkinerja rendah Pemerintah belum efektif dan efisien

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR KOMPETENSI TEKNIS JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS

Lebih terperinci

LaporanKinerja BadanPengawasObatdanMakanan TriwulanIIITahun2016

LaporanKinerja BadanPengawasObatdanMakanan TriwulanIIITahun2016 LaporanKinerja BadanPengawasObatdanMakanan TriwulanIIITahun2016 SAMBUTAN KEPALA BADAN POM RI Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah sehingga Badan POM dapat terus

Lebih terperinci

Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) 1. Meningkatnya APK jenjang pendidikan tinggi

Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) 1. Meningkatnya APK jenjang pendidikan tinggi E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) 1. Pendidikan Anak Usia Dini 1. Meningkatnya angka partisipasi pendidikan anak usia dini 2.

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.498, 2016 BPOM. Obat Tradisional Tidak Memenuhi Persyaratan. Penarikan dan Pemusnahan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Penguatan Regulasi di Bidang Kefarmasian dan Alkes

Penguatan Regulasi di Bidang Kefarmasian dan Alkes Penguatan Regulasi di Bidang Kefarmasian dan Alkes Dr. Dra. Agusdini Banun S., Apt, MARS SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN PENGUATAN REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN, ALKES DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Dit Was Distribusi PT dan PKRT

Dit Was Distribusi PT dan PKRT ASEAN Industri Farmasi Tenaga Kesehatan/ Rumah sakit/ Asosiasi Profesi Biro Hukmas BB/BPOM DITLAI Obat &PB/Dit Standar Dit Was Distribusi PT dan PKRT Tim Pengkaji ESO POM-04.01.CFM.01 Tindak Lanjut Hasil

Lebih terperinci