Bahan Kuliah ke-7 UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan. Industri Sapi Potong. Untuk Kalangan Internal
|
|
- Hadi Sasmita
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bahan Kuliah ke-7 UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Industri Sapi Potong Untuk Kalangan Internal
2 PENDAHULUAN 1. Pohon industri sapi potong 2. Permasalahan dalam agroindustri sapi potong 3. Kelembagaan: Sub Ditjen Peternakan (Khususnya Perbibitan, Ruminansia dan Keswan), Dispet Propinsi dan Kab/Kota. 4. Asosiasi2: PPSKI, APFINDO, ASOHI dll 5. Legislasi: UU, SK Menteri, SK Dirjen Peternakan dan Perda. (Tugas Baca: Kebijakan Analisis SWOT Visi dan Misi Tujuan Sasaran Strategi Program PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 54/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN SAPI POTONG YANG BAIK (GOOD BREEDING PRACTICE) Implementasi
3 Obat-obatan Kesehatan Hewan Pakan Hijauan Industri Semen dan Perangkat IB Industri Pakan REARING Cow - Calf Feedloter Kereman Pohon Industri Peternakan Sapi Potong Impor Bakalan Biogas Pupuk Organik Pemotongan R P H T P H Pasar Ternak Hasil Ikutan lain DAGING KULIT Industri Pengolahan Produk Sampingan Bone & Blood Meal Industri Pengolahan Daging Baso, Dendeng, dll Industri Penyamakan Kulit Pakaian, Sepatu
4 O N F A R M PRODUK SEGAR Z Pascapanen Z Mutu Z Packaging Z Penyimpanan Z Kemitraan PRODUK OLAHAN Z Industri Pengolahan Z Alat-alat Pengolahan Z Alat Pengering Z Packaging Z Canning, Botling Z Bahan Penolong Z Mutu Z Kemitraan PRODUK IKUTAN LIMBAH Turunan I PASAR Olahan IMPOR Z Whole Sale Z Cold Storage Z Terminal /Sub Terminal Z Gudang Z Lumbung Z Transportasi Z Distribusi Z Pelabuhan Z Jalan Z Harga Z Bursa Z Mutu Z Harga Z Potensi Z Volume DOMESTIK Z Mutu Z Harga Z Time Delivery Z Trust / Image Z Kecintaan Z Performance Z Market analysis Z Promosi Z Persaingan EKSPOR Z PPn Z Tarif / Non Tarif Z P.E Z K. E PERENCANAAN, FASILITASI, PENGATURAN, PELAYANAN, REGULASI, KEBIJAKAN, PENGENDALIAN (TUGAS PEMERINTAH) 4
5
6 Permasalahan: Permasalahan utama agribisnis sapi potong secara umum adalah lambatnya peningkatan populasi yang berkaitan dengan belum optimalnya tingkat produktivitas serta adanya penyembelihan betina produktip. Kondisi pasar utamanya fluktuasi harga sapi potong saat ini menjadi faktor pendorong keterpurukan usaha sapi potong pada peternakan rakyat. Populasi sapi potong pada periode tahun sangat emprihatinkan dengan tingkat pertumbuhan negatip (-0,9%), jumlah populasi 11,137 juta (tahun 2001) dan 10,679 juta (tahun 2005). Pada tahun 2006 jumlah populasi 10,875 juta dan meningkat pada tahun 2008 sebesar 11,869 juta. Pada kurun waktu terjadi pertumbuhan sebesar 4,5%.
7 Untuk memacu populasi, perlu memperhatikan strategi peningkatan populasi ternak sekalipun teknik yang digunakan masih relatip sama seperti penggunaan inseminasi buatan (IB), pemberantasan penyakit dan gangguan reproduksi, dan pencegahan penyembelihan ternak betina produktif. Program budidaya perlu dikonsentrasikan pada wilayah yang memilki keunggulan komparatif dalam memproduksi ternak, dan diberikan pengawasan insentif. Pada wilayah tersebut harus disertai program peningkatan kualitas dan kuantitas produksi pakan ternak, dan subsistem penunjang seperti pengairan, pengolahan tanah dan sebagainya. Pengembangan sapi potong berbasiskan agribisnis akan lebih baik jika dapat diintegrasikan dengan kegiatan pertanian lain.
8 Upaya peningkatan populasi juga harus dibarengi dengan penegakan (harus benar-benar dijalankan) peraturan perundangan No 18 Tahun 2009 khususnya tentang larangan pemotongan betina produktif untuk menjamin pasokan bakalan dan peningkatan populasi. Sosialisasi, pengawasan dan law enforcement untuk hal ini harus benar-benar dilakukan secara berkelanjutan serta dibarengi dengan upaya upaya lain untuk menjamin pelaksanaan peraturan ini, penyediaan dana talangan, retribusi yang tinggi, pemberian penghargaan kepada petugas RPH dan masyarakat. Kebijakan pengembangan agribisnis sapi potong harus memperhatikan daya dukung dan kebijakan yang mendukung aspek-aspek tersebut. Terutama bila pola usaha bersifat kerakyatan, berskala kecil, kepemilikan modal dan sumberdaya sangat terbatas. Usaha rakyat dapat diintegrasikan dengan industri pengolahan atau dengan perusahaan yang memiliki kepentingan atas usaha rakyat tersebut. Pola integrasi dapat bersifat kemitraan investasi dan penyediaan sarana produksi.
9 Pakan merupakan aspek penting dalam usaha peternakan. Kualitas produk peternakan sangat tergantung pada keberadaan pakan. Untuk ternak ruminansia seperti sapi potong, kualitas pakan sering terabaikan. Peternak lebih suka melepas ternaknya untuk mencari rumput alam atau padang penggembalaan umum yang berkualitas rendah. Hal tersebut sangat berkaitan dengan kondisi mayoritas pola usaha sapi potong yang berbasis pada usaha rakyat, sehingga peternak jarang memiliki lahan yang cukup luas untuk menyediakan pakan, atau tidak mampu memiliki ternak untuk dipelihara. Pengalaman beberapa daerah dalam program pengembangan sapi potong berkelanjutan dan berbasis sumberdaya lokal sangat dibutuhkan untuk diterapkan pada daerah lain yang memiliki kemiripan karakteristik agroekosistem dan sistem produksi. Pengembangan ternak pola integrasi diharapkan dapat dilakukan secara in-situ. Pola tersebut akan mengefisienkan pemanfaatan tenaga kerja ternak, serta perputaran pakan dan kompos.
10 Pengembangan agribisnis sapi potong membutuhkan perwilayahan untuk produksi sapi bakalan, sapi bibit. Khusus untuk produksi bibit ternak diperlukan program pemuliabiakan yang mencakup seleksi berdasarkan karakteristik fenotip dan genetik serta pencatatan reguler untuk meningkatkan mutu dan menghindari inbreeding. Selain itu diperlukan eksplorasi potensi sumberdaya genetik lokal serta pemetaan genetik. Permasalahan lain adalah tidak adanya insentif (dukungan) pembiayaan yang dapat merangsang tumbuhnya peternak pembibitan dan penggemukan yang berorientasi komersial sebagai akibat kondisi struktur pasar yang kurang kondusif dalam mendukung iklim usaha peternakan sapi potong rakyat. Kebijakan impor sapi hidup dan produk turunannya cenderung menunjukkan dampak negatif terhadap harga sapi di tingkat lokal. Diperlukan upaya-upaya sebagai berikut: (1) Kebijakan yang mampu mengkonsolidasikan pemerintahan pusat, provinsi dan kabupaten dalam mengimplementasikan program terpadu; (2) Perlu menekan kebijakankebijakan yang bersifat mendistorsi pasar, (3) Dalam menghadapi globalisasi diperlukan perlindungan dan perlakuan khusus untuk peternak skala kecil, dan (4) reformasi sistem kelembagaan agribisnis sapi potong.
11 Selain permasalahan tersebut di atas permasalahan dalam meningkatkan reproduktifitas sapi potong adalah masih tingginya kasus gangguan reproduksi yakni sekitar 13% dari betina produktif. Upaya penanggulangan gangguan reproduksi untuk mengembalikan status reproduksi menjadi kembali normal perlu dilakukan, terlebih lagi karena ketersediaan betina produktif yang masih jauh dibandingkan kebutuhan. Disamping itu untuk meningkatkan keberhasilan inseminasi buatan maupun kawin alam perlu dilakukan sinkronisasi estrus dengan memberikan perlakuan hormonal. Diharapkan dengan perlakuan tersebut permasalahan kelemahan deteksi birahi oleh peternak dapat direduksi secara bertahap dan juga meningkatkan tingkat kebuntingan (S/C) sapi potong. Peningkatan pelayanan kesehatan hewan juga perlu dilakukan terutama untuk meningkatkan performan reproduksi sapi, menurunkan kasus kematian pedet dan juga penanganan penyakit hewan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Diantara pelayanan kesehatan hewan yang dilakukan terutama dilakukan penanganan penyakit parasiter (parasit internal seperti cacingan maupun parasit eksternal).
12 Parasit internal (cacingan) kelihatannya merupakan permasalahan sederhana karena sangat sering ditemukan di lapangan, namun demikian kalau dihitung kerugian yang diakibatkan ternyata cukup besar. Kasus cacingan yang ada di Indonesia mencapai 90% populasi sapi potong dan mengakibatkan penurunan penambahan berat badan perhari (Add Daily Gain /ADG) hingga 0,1 KG. Terapi terhadap kasus cacingan ini akan memberikan dampak positif kenaikan berat badan yang akhirnya meningkatkan ketersediaan daging sapi. Masalah lain pelayanan kesehatan hewan adalah tingginya kematian pedet. Berdasarkan beberapa kajian, kasus kematian pedet banyak terjadi akibat malnutrisi, diare pada pedet dan infeksi lain seperti omphalitis dsb. Upaya yang dilakukan adalah meningkatkan pelayanan kesehatan hewan tertutama didaerah sumber bibit yakni di village breeding centre (VBC) dan juga dikelompok peternak.
13 Dampak Impor Ternak dan Daging Sapi Besaran impor daging sapi telah lama meresahkan beberapa kalangan peternakan Indonesia. Melihat besarnya potensi bisnis dan ditambah populasi penduduk yang sangat besar, Indonesia menjadi pasar yang menarik bagi negara-negara penghasil produk peternakan yang hendak memasukkan produk dagingnya ke Indonesia. Untuk mendorong peningkatan produksi daging sapi di dalam negeri diperlukan kondisi lingkungan usaha peternakan sapi potong yang kondusif. Pada periode terjadi peningkatan produksi daging (3,8%) dengan jumlah produksi pada tahun 2007 sebesar ton (berasal dari sapi lokal ton dan sapi impor ton), pada tahun 2008 sebesar ton (berasal dari sapi lokal ton dan sapi impor ton). Pada periode tersebut juga terjadi peningkatan impor daging sapi sebesar 9,42%, yaitu ton (tahun 2007) dan ton (tahun 2008). Tingkat kontribusi daging asal sapi lokal menurun (-4,37%) sedangkan daging asal bakalan impor meningkat (32,16%). Realisasi impor sapi bakalan untuk tujuan dipotong dan pemanfaatan betina produktif hendaknya tidak melebihi dari kebutuhan. Terjadi peningkatan impor sapi bakalan (28,92%) yaitu ekor (tahun 2007) menjadi ekor (tahun 2008). Dalam menentukan kebijakan impor, harus melihat pertimbangan dan dampak lain yang dimungkinkan dapat terjadi pada perkembangan agribisnis peternakan saat ini.
14 Tupoksi2 Penting Pemerintah dalam pengembangan Sapi Potong
15 Kebijakan Direktorat Jenderal Peternakan untuk mencapai tujuan dalam periode adalah : 1. Kebijakan peningkatan ketersediaan dan mutu benih dan bibit 2. Kebijakan peningkatan populasi dan optimalisasi produksi ternak ruminansia 3. Kebijakan peningkatan populasi dan optimalisasi produksi ternak nonruminansia 4. Kebijakan peningkatan dan mempertahankan status kesehatan hewan 5. Kebijakan peningkatan jaminan keamanan produk hewan 6. Kebijakan peningkatan pelayanan prima kepada masyarakat
16 Strategi yang ditempuh adalah : 1. Peningkatan ketersediaan dan perbaikan mutu benih dan bibit ternak dengan optimalisasi kelembagaan perbibitan dan sertifikasi, penjaringan, pemurnian dan persilangan ternak bibit dan benih lokal melalui penerapan perbibitan yang baik, serta penggunaan teknologi inseminasi buatan dan embrio transfer. 2. Peningkatan populasi dan optimasi produksi ternak ruminansia melalui penerapan good farming practices (GFP), pengaturan perwilayahan, integrasi ternak dan tanaman, pendayagunaan bahan pakan lokal serta pemberdayaan peternak. 3. Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular dan gangguan reproduksi serta mempertahankan dan memperluas status wilayah Indonesia bebas penyakit hewan menular strategis. 4. Pencegahan dan pengamanan bahaya pencemaran produk hewan, zoonosis dan produk rekayasa genetik, serta peningkatan penerapan kesejahteraan hewan. 5. Pendayagunaan peran dan fungsi kelembagaan serta SDM peternakan untuk kebijakan dan pengambilan keputusan.
17 Sapi potong merupakan salah satu ternak ruminansia yang mempunyai kontribusi terbesar sebagai penghasil daging. Selama ini produksi daging sapi di Indonesia belum mampu memenuhi permintaan dalam negeri yang cenderung meningkat setiap tahun. Oleh karena itu, pemerintah melakukan impor daging sapi dan bakalan antara lain dari Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Peningkatan permintaan terhadap daging sapi membuka peluang bagi pengembangan sapi potong lokal dengan skala agribisnis melalui pola kemitraan. Sistem agribisnis sapi potong merupakan kegiatan yang mengintegrasikan pembangunan pertanian, industri, dan jasa secara simultan dalam suatu kluster industri yang mencakup empat subsistem, yaitu subsistem agrisbisnis hulu, subsistem agribisnis budi daya, subsistem agribisnis hilir, dan subsistem jasa penunjang. Kemitraan merupakan kegiatan kerja sama antar pelaku agribisnis mulai dari tingkat praproduksi, produksi hingga pemasaran, yang dilandasi azas saling membutuhkan dan menguntungkan di antara pihak-pihak yang bekerja sama, dalam hal ini perusahaan dan petani peternak sapi potong, untuk saling berbagi biaya, risiko, dan manfaat.
18 PARADIGMA 1. Pembangunan ekonomi kerakyatan dengan antisipasi global 2. Pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat, pemerintah menjalankan fungsi stimulasi, dinamisasi, regulasi, fasilitasi dan pengendalian 3. Mengisi dan memperkuat pelaksanaan otonomi daerah 4. Menumbuhkan, mengutuhkan, dan mengembangkan yang telah ada berdasarkan potensi daerah 5. Mengembangkan perencanaan dari bawah (bottom up planning) dan bersifat transparan, partisipatif dan demokratis 6. Keseimbangan antar kawasan, terutama antara KTI dengan KBI
19 Analisis Masalah berdasarkan isu pokok : 1. Daya Saing 2. Berkelanjutan 3. Kerakyatan 4. Desentralisasi (Otonomi Daerah) Isu penting dalam pengembangan usaha ternak sapi potong adalah penurunan populasi ternak yang terus berlanjut dari tahun ke tahun. Rendahnya produktivitas ternak serta kompleksnya masalah dalam sistem usaha ternak sapi potong merupakan tantangan sekaligus peluang dalam pengembangan usaha ternak sumber daging tersebut. Solusi yang dapat dijangkau adalah mengintegrasikan usaha sapi potong dengan sumber pakan. Sumber pakan dapat memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan yang selama ini belum digunakan secara optimal.
20 Pengembangan rumah potong hewan dan pengendalian pemotongan sapi betina produktif perlu mendapat perhatian. Pencegahan pemotongan induk betina produktif berpotensi menambah populasi ternak melalui anak yang Dilahirkan. Keberhasilan pengembangan usaha ternak sapi potong ditentukan oleh dukungan kebijakan yang strategis yang mencakup tiga dimensi utama agribisnis, yaitu kebijakan pasar input, budi daya, serta pemasaran dan perdagangan dengan melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat peternak. Dari ketiga dimensi tersebut, kebijakan pemasaran (perdagangan) memegang peranan kunci. Keberhasilan kebijakan pasar output akan berdampak langsung terhadap bagian harga dan pendapatan yang diterima pelaku agribisnis. Kondisi ini akan memantapkan proses adopsi teknologi, peningkatan produktivitas, dan pada akhirnya menjamin keberlanjutan investasi.
21
22 ANALISIS MASUKAN KEBIJAKAN 1. Pemetaan potensi pengembangan padang penggembalaan dan tanamanhijauan pakan di setiap daerah atau wilayah yang memungkinkan. 2. Penetapan lokasi atau kawasan pengembangan. 3. Perencanaan dan pelaksanaan program- program yang terintegrasi antarsektor(instansi teknis), lebih dari sekedar saling mendukung. 4. Pemenuhan jumlah dan kompetensi tenaga penyuluh. 5. Dukungan dan fasilitasi bagi terbentuknya sekolah lapang bagi petani atau peternak, dan pengadaan sumber informasi atau unit pelayanan yang mudah dan dapat diakses dengan cepat oleh masyarakat untuk menyampaikan masalah dan memperoleh bimbingan atau informasi. 6. Perbaikan intensitas dan frekuensi pelatihan, khususnya penyediaan hijauan sesuai dengan peningkatan populasi ternak sapi. Swasembada daging sapi akan dicapai dan dapat dipertahankan bila populasi dan mutu ternak sapi potong berkembang lebih cepat atau minimal sama dengan peningkatan kebutuhan. 7. Pengawasan dan pengendalian pemotongan ternak betina produktif dan pengembangan rumah potong hewan. 8. Dukungan penelitian dan pengembangan.
23 Bibit sapi potong merupakan salah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai nilai strategis dalam upaya mendukung terpenuhinya kebutuhan daging sapi di dalam negeri. Upaya untuk meningkatkan keseimbangan penyediaan dan kebutuhan ternak sangat tergantung pada ketersediaan bibit yang berkualitas. Oleh karena itu upaya perbaikan mutu dan penyediaan bibit yang memenuhi standar dalam jumlah yang cukup dan tersedia secara terus menerus serta harga terjangkau harus diupayakan secara berkelanjutan. Permasalahan perbibitan yang dihadapi saat ini adalah bahwa: (1). Jumlah bibit ternak belum terpenuhi; (2) Kualitas bibit masih rendah; (3) Pelaku usaha masih kurang respons dalam kegiatan perbibitan; (4) Pengurasan sapi betina produktif akibat pemotongan sapi betina produktif masih terus terjadi; (5) Sumbersumber perbibitan ternak masih tersebar dengan kepemilikan rendah sehingga menyulitkan pembinaan, pengumpulan dan distribusi bibit dalam jumlah yang sesuai kebutuhan (6) Kelembagaan perbibitan belum memadai, (7) Keterkaitan dan saling ketergantungan diantara para pelaku perbibitan belum berlangsung secara optimal.
24 Sasaran perbaikan mutu dan penyediaan bibit sapi potong Mengatasi permasalahan ini perlu dilakukan tindakan nyata untuk mempercepat pembangunan industri perbibitan di Indonesia. Sasaran perbaikan mutu dan penyediaan bibit sapi potong, adalah: 1. Meningkatkan jumlah dan mutu bibit, 2. Mengoptimalkan keterkaitan dan saling ketergantungan pelaku pembibitan dalam upaya penyediaan benih/ bibit ternak dalam jumlah, jenis dan mutu sesuai kebutuhan. 3. Meningkatkan peran lembaga pembibitan ternak di perdesaan.
25 Kebijakan Pemerintah Dalam PERBIBITAN Visi Tersedianya benih dan bibit ternak berkualitas dalam jumlah yang cukup mudah diperoleh dan dijangkau serta terjamin kontinuitasnya Misi 1. Memfasilitasi tersedianya benih dan bibit ternak 2. Mendorong usaha pembibitan ternak rakyat, pemerintah dan swasta 3. Membina kelembagaan perbibitan 4. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dibidang perbibitan 5. Memanfaatkan sumberdaya genetik ternak secara optimal
26 TUJUAN 1. Meningkatkan produksi dan produktivitas benih dan bibit ternak serta pemanfaatan sumberdaya genetik ternak secara berkelanjutan 2. Menyusun kebijakan dan strategi perbibitan ternak secara nasional 3. Meningkatkan fungsi kelembagaan perbibitan rakyat, swasta dan pemerintah 4. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia perbibitan 5. Mewujudkan iklim usaha pembibitan yang kondusif 6. Menyusun perencanaan dan pelaporan kegiatan perbibitan
27 Sasaran 1. Penyediaan benih dan bibit ternak dalam jumlah yang cukup dan berkualitas secara berkelanjutan 2. Penerbitan peraturan di bidang perbibitan untuk peningkatan pelayanan 3. Optimalisasi fungsi kelembagaan perbibitan 4. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia perbibitan (peternak, petugas, kelembagaan perbibitan) 5. Fasilitasi usaha-usaha pembibitan ternak 6. Penyusunan perencanaan dan pelaporan kegiatan perbibitan
28 STRATEGI 1. Pembinaan perbibitan ternak unggulan nasional maupun daerah 2. Memfasilitasi usaha pembibitan yang dilakukan UPT/UPTD, rakyat maupun swasta 3. Mendorong usaha-usaha pembibitan ternak di pedesaan 4. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perbibitan melalui pelatihan, magang, studi banding, dan lain-lain 5. Mendorong kemitraan usaha pembibitan ternak antara UPT/UPTD, peternak dengan pengusaha 6. Mendorong pemanfaatan plasma nutfah secara berkesinambungan
29 KEBIJAKAN 1. Pengelolaan dan peningkatan mutu dan jumlah benih dan bibit ternak 2. Penyusunan, penyempurnaan, sosialisasi Sistem Perbibitan Ternak Nasional dan peraturan perbibitan 3. Penguatan koordinasi dan kelembagaan perbibitan 4. Penguatan SDM perbibitan 5. Promosi dan membangun citra (brand image) bibit ternak 6. Koordinasi perencanaan dan pelaporan PROGRAM 1. Peningkatan ketersediaan benih dan bibit ternak serta pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan plasma nutfah 2. Peningkatan minat usaha pembibitan ternak dan membangun citra (brand image) bibit ternak 3. Peningkatan koordinasi dan kelembagaan perbibitan 4. Peningkatan dan pemberdayaan SDM perbibitan 5. Penyusunan dan penyempurnaan peraturan dibidang perbibitan
30 PROGRAM 1. Peningkatan ketersediaan benih dan bibit ternak serta pelestarian, pemanfaatan dan pengembangan plasma nutfah 2. Peningkatan minat usaha pembibitan ternak dan membangun citra (brand image) bibit ternak 3. Peningkatan koordinasi dan kelembagaan perbibitan 4. Peningkatan dan pemberdayaan SDM perbibitan 5. Penyusunan dan penyempurnaan peraturan dibidang perbibitan
31 MISI DIREKTORAT BUDIDAYA 1. Meningkatkan populasi dan produktivitas ternak ruminansia 2. Meningkatkan dan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pakan lokal 3. Mendorong pengembangan teknologi tepat guna melalui pemanfaatan alat dan mesin 4. Meningkatkan kualitas pelayanan teknis budidaya ternak ruminansia yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan 5. Meningkatkan koordinasi, pembinaan dan pengembangan wilayah secara terpadu dalam bingkai integrasi usaha. 6. Meningkatkan pembinaan kelembagaan usaha peternakan yang berdaya saing TUJUAN 1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha budidaya ternak ruminansia. 2. Meningkatkan ketersediaan daging dan susu 3. Pengaturan stock/persediaan bakalan, daging dan susu. 4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak
32 SASARAN 1. Meningkatnya populasi sapi potong mencapai 14,231 juta ekor (pertumbuhan ratarata 2,7 % per tahun) dan produksi daging 420,4 ribu ton (pertumbuhan rata-rata 7,92 % per tahun) sampai dengan tahun Meningkatnya populasi sapi perah mencapai ribu ekor (pertumbuhan ratarata 9,28% pertahun) dan produksi susu mencapai 1,29 juta ton (pertumbuhan ratarata 15,5 % per tahun) sampai dengan tahun Meningkatnya populasi ternak ruminansia lainnya (kerbau, kambing dan domba). 4. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan peternak
33 KEBIJAKAN 1. Meningkatkan populasi dan produktivitas ternak ruminansia melalui : inseminasi buatan, intensifikasi kawin alam, pencegahan pemotongan ternak betina produktif dan penanggulangan gangguan reproduksi. 2. Meningkatkan daya saing usaha budidaya ternak ruminansia melalui : produksi bakalan, pembesaran dan penggemukan. 3. Meningkatkan daya saing usaha budidaya ternak perah melalui : pengembangan rearing unit (pembesaran), pengembangan model cluster dan perwilayahan. 4. Meningkatkan ketersediaan pakan yang memenuhi standar kebutuhan secara berkesinambungan melalui : pengembangan tanaman pakan, pembinaan penerapan teknologi tepat guna berbasis sumber daya pakan lokal dan pemanfaatan limbah pertanian serta agroindustri. 5. PengembanganMendorong pemanfaatan alat dan mesin budidaya ternak ruminansia, pengolahan pakan ternak, pasca panen dan pengolahan limbah peternakan. 6. Pemberdayaan kelembagaan usaha budidaya ternak ruminansia melalui : pengembangan kawasan usaha peternakan, fasilitasi permodalan dan kemitraan usaha, pembinaan kelompok, pengembangan model-model usaha peternakan spesifik lokasi. 7. Pemberdayaan peternak melalui peningkatan pelayanan teknis.
34 PROGRAM Swasembada Daging Sapi Penyediaan Bakalan/daging sapi lokal Peningkatan Produktifitas dan reproduktifitas ternak sapi lokal Pengembangan Hijauan Pakan Ternak (HPT) dan pabrik pakan mini Pencegahan pemotongan sapi betina produktif Pengaturan impor, distribusi dan pemasaran ternak/daging. Revitalisasi Persusuan Peningkatan populasi sapi perah Peningkatan produktivitas sapi perah Pengembangan Hijauan Pakan Ternak (HPT) dan pabrik pakan mini Penanganan pasca panen susu Pengembangan kelembagaan usaha Fasilitasi alat dan mesin Pengembangan Ternak Kerbau, Kambing dan Domba Peningkatan populasi dan produktivitas Pengembangan kelembagaan usaha Pengembangan Hijauan Pakan Ternak (HPT) dan pabrik pakan mini Fasilitasi alat dan mesin
35 Pencapaian Swasembada Daging Sapi. Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 telah ditetapkan sebagai program Nasional yang harus dipersiapkan dan dilaksanakan secara maksimal agar swasembada daging sapi benar-benar dapat diwujudkan tepat pada waktunya. Oleh karena itu Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) harus dilakukan melalui berbagai terobosan yang dapat diwujudkan melalui jaringan koordinasi yang kuat antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, masyarakat, dan swasta, sehingga swasembada daging dapat dicapai secara berkelanjutan. Berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan, maka tanpa upaya yang serius, dikhawatirkan pada tahun 2014 Indonesia masih dihadapkan pada kekurangan pasokan daging sapi. Dalam kondisi seperti itu, kebijakan yang dapat diterapkan adalah pengawasan pemotongan betina produktif, importasi sapi betina produktif, pengembangan pakan dan alat dan mesin (Alsin), serta importasi bull.
36 Pelaksanaan PSDS dilakukan dengan lima kegiatan pokok dan 13 kegiatan operasional yaitu : 1). Kegiatan pokok penyediaan bakalan/daging sapi lokal dengan kegiatan operasional yaitu : a). pengembangan usaha, b). pengembangan pupuk organik dan biogas, c). pengembangan integrasi, dan d). peningkatan kualitas RPH. 2). Kegiatan pokok peningkatan produktivitas dan reproduktivitas sapi lokal dengan kegiatan operasional yaitu : a). optimalisasi IB dan INKA, b). penyediaan dan pengembangan pakan dan air, c). penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan. 3). Kegiatan pokok pencegahan pemotongan sapi betina produktif dengan kegiatan operasional yaitu pemberdayaan sapi betina produktif secara optimal. 4). Kegiatan pokok penyediaan bibit sapi dengan kegiatan operasional yaitu : a). Penguatan kelembagaan sumber bibit dan kelembagaan usaha perbibitan, b). pengembangan usaha pembibitan sapi potong melalui Village Breeding Centre (VBC), dan c). penyediaan bibit melalui subsidi bunga (KUPS). 5). Kegiatan pokok revitalisasi aturan distribusi dan pemasaran ternak/daging sapi dengan kegiatan operasional yaitu : a). pengaturan impor sapi bakalan dan daging dan b). pengaturan distribusi dan pemasaran ternak sapi dan daging di dalam negeri.
37 Contoh: Sistem Integrasi Sapi Potong dengan komoditas lain Diskusi Kelompok: 1. Mengidentifikasi sistem integrasi sapi potong dengan komoditas lain 2. Analisis SWOT 3. Membuat ringkasan rancangan tentang bagan alir, dan sumberdaya yang dibutuhkan dengan contoh di bawah.
38 Gambar 1. Model Integrasi Ternak Sapi
39
40 Terimakasih
41
PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tujuan umum pembangunan peternakan, sebagaimana tertulis dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Peternakan Tahun 2010-2014, adalah meningkatkan penyediaan
Lebih terperinciTabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh
No. Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Aceh Target Indikator Lainnya Target Renstra ke- Realisasi Capaian Tahun ke- Rasio Capaian
Lebih terperinciOPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005
OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya
Lebih terperinciCUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 KERANGKA PIKIR
CUPLIKAN BLUE PRINT PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI 2014 KERANGKA PIKIR Swasembada daging sapi sebagai program pemerintah merupakan kemampuan pemerintah sebagai regulator menyediakan 90 persen dari total
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran
Lebih terperinciX. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015
LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT REALISASI RUPIAH MURNI REALISASI
Lebih terperinciCAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014
CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014 1 Peningkatan Produksi Ternak Dengan Pendayagunaan Sumber Daya Lokal a. Pengembangan Kawasan Sapi Potong (Kelompok) 378 335 88,62 b. Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun
Lebih terperinciKERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH
KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciAyam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.
NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho
Lebih terperinciRENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018
RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi dan Tata Kerja Balai Inseminasi Buatan Lembang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk
Lebih terperinciAGRIBISNIS KAMBING - DOMBA
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinci2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciKEMENTERIAN PERTANIAN
PROGRAM SWASEMBADA PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI SERTA PENINGKATAN PRODUKSI GULA DAN DAGING SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN Dialog dalam Rangka Rapimnas Kadin 2014 Hotel Pullman-Jakarta, 8 Desember
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG. (sub sektor Peternakan) Tahun
RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG (sub sektor Peternakan) Tahun 2010-2014 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan
Lebih terperinciBUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,
BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinci2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila
No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas
Lebih terperinciRENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tujuan Sasaran RPJMD Kinerja Utama Program dan Kegiatan Indikator
Lebih terperinciProspek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005
Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciFOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.
No.304, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi
Lebih terperinciBAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF
Rencana Strategis (RENSTRA) 20142019 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana program indikatif dimaksudkan sebagai pedoman bagi aktifitas pembangunan yang
Lebih terperinciPEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa usaha
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus
Lebih terperinciPENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)
BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging
Lebih terperinciPENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015
PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil,
Lebih terperinciBahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA
Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA Pohon Industri Ayam Ras Bagan Roadmap Pengembangan Komoditas Visi Menjadi
Lebih terperinciBAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA
BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI
LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI Oleh: Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Sri Hastuti Suhartini Ikin Sadikin Bambang Winarso Chaerul Muslim PUSAT
Lebih terperinciMASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)
MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu
Lebih terperinciBAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan
Lebih terperinciVISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena
Lebih terperinci7.2. PENDEKATAN MASALAH
kebijakan untuk mendukung ketersediaan susu tersebut. Diharapkan hasil kajian ini dapat membantu para pengambil kebijakan dalam menentukan arah perencanaan dan pelaksanaan penyediaan susu serta mampu mengidentifikasi
Lebih terperinciDUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU
DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU AGUS SOFYAN Direktorat Perluasan Areal Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Pertanian Jl. Margasatwa No 3, Ragunan Pasar
Lebih terperinciLAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA
LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA Medan, Desember 2014 PENDAHULUAN Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Suamtera Utara sebagai salah
Lebih terperinciBAB III. AKUNTABILITAS KINERJA
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA SKPD Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timnur untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis SKPD sesuai dengan
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN
ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak
Lebih terperinciCUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN
CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN 2001-2004: VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN Visi Pembangunan Pertanian Visi pembangunan pertanian dirumuskan sebagai : Terwujudnya masyarakat yang sejahtera
Lebih terperinciI. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016
I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016 A. Program. Sebagai upaya untuk mewujudkan sasaran pembangunan peternakan ditempuh melalui 1 (satu) program utama yaitu Program Pengembangan Agribisnis. Program ini bertujuan
Lebih terperinciDEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007
MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Disampaikan pada : Acara Seminar Nasional HPS Bogor, 21 Nopember 2007 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI BIDANG PETERNAKAN MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAJIAN LEGISLASI BIDANG PETERNAKAN MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING SAPI Oleh : Nyak Ilham Gelar S. Budhi Yuni Marisa PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN
Lebih terperinciSamarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN
Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN PENDAHULUAN Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.05/2011 tanggal 27
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 KERAGAAN, PERMASALAHAN DAN UPAYA MENDUKUNG AKSELERASI PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 KERAGAAN, PERMASALAHAN DAN UPAYA MENDUKUNG AKSELERASI PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI Oleh : Nyak Ilham Edi Basuno Wahyuning K. Sejati Sri Nuryanti Ashari Frans B.M. Dabukke
Lebih terperinciLAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013
BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu
Lebih terperinciBAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD
BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN P erencanaan Strategis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan merupakan bagian dari implementasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KOMODITAS SAPI POTONG (TERNAK RUMINANSIA) DI KALIMANTAN TIMUR
PENGEMBANGAN KOMODITAS SAPI POTONG (TERNAK RUMINANSIA) DI KALIMANTAN TIMUR 1 Sebagai tindak lanjut RPPK 11 JUNI 2005 Deptan telah menetapkan 17 komoditas prioritas,al: unggas, sapi (termasuk kerbau),kambing
Lebih terperinciOLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :
OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : WORKSHOP PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA RABIES DINAS PETERNAKAN KAB/KOTA SE PROVINSI ACEH - DI
Lebih terperinciROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU Kegiatan Pokok
33 Propinsi ROAD MAP PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI KERBAU 2014 5 Kegiatan Pokok Target Pencapaian Swasembada Daging Sapi Kerbau Tahun 2014 20 Propinsi Prioritas Kelompok I Daerah prioritas IB yaitu
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Peternakan adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS PERTANIAN DAN PERIKANAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017
PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN EVALUASI KINERJA DINAS PERTANIAN DAN PERIKANAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 AKUNTABILITAS KINERJA A. EVALUASI CAPAIAN KINERJA Indikator kinerja
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF I. UMUM Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai wilayah gudang ternak sapi
Lebih terperinciAGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah
AGRIBISNIS Sessi 3 MK PIP Prof. Rudi Febriamansyah AGRIBISNIS Agribisnis dalam arti sempit (tradisional) hanya merujuk pada produsen dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian Agribisnis dalam
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp)
BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2009 3.1. Program dan Kegiatan Dinas Pertanian Tahun 2008 Program yang akan dilaksanakan Dinas Pertanian Tahun 2008 berdasarkan Prioritas Pembangunan Kabupaten Majalengka
Lebih terperinciBAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF
BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
DINAS PETERNAKAN PROV.KALTIM 38 BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur A. Visi Visi merupakan suatu gambaran tentang keadaan
Lebih terperinciPROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI. Edisi Kedua
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup
Lebih terperinciPROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT
PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT H. ZULQIFLI Dinas Peternakan, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat PENDAHULUAN Kabupaten
Lebih terperinciLingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal
Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016
RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016 A. DATA UMUM 1 UNIT KERJA 2 TUGAS DAN FUNGSI a. TUGAS : BPTU-HPT DENPASAR Melaksanakan pemeliharaan, produksi, pemuliaan, pelestarian, pengembangan,
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
ARAH KEBIJAKAN ( KEMENTAN RI ) PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN 2015-2019 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERUBAHAN PROGRAM WAKTU PROGRAM 2010-2014 2015-2019 DALAM RANGKA
Lebih terperinciLEGISLASI 1 KEDOKTERAN HEWAN UB SISTEM KESEHATAN HEWAN NASIONAL DAN KEBIJAKAN BIBIT
LEGISLASI 1 KEDOKTERAN HEWAN UB SISTEM KESEHATAN HEWAN NASIONAL DAN KEBIJAKAN BIBIT DI EDIT DARI BERBAGAI SUMBER PRATIWI TS 6/11/2012 BIBIT DAN ZOONOSIS KH-UB 1 KESEHATAN HEWAN NASIONAL Melindungi, mengamankan,
Lebih terperinciDUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL
DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana MS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian I. PENDAHULUAN Populasi penduduk
Lebih terperinciPENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010
PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN
Lebih terperinciZ. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN
- 484 - Z. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN 1. Tanaman Pangan dan Hortikultura 1. Lahan Pertanian 1. Penetapan kebijakan, pedoman dan bimbingan pengembangan, rehabilitasi,
Lebih terperinciLingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :
PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan. Sapi potong telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar terhadap produksi daging nasional sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan. Sapi potong telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai
Lebih terperinciSeminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK SAPI DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SJAMSUL BAHRI Direkorat Perbibitan, Di jen Peternakan - Departemen Pertanian JI. Harsono RM No. 3 Gedung C Lantai VIII - Kanpus
Lebih terperinciV. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani
V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan
Lebih terperinciBAB. IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB. IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi 4.1.1. Visi Sebagai penjabaran Visi Pemerintah Kabupaten Lamandau yaitu Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat Terlaksananya
Lebih terperinciiii LAPORAN KINERJA BET CIPELANG 2016 apabila dicermati BET Cipelang telah memanfaatkan anggaran dengan baik untuk hasil yang maksimal.
RINGKASAN EKSEKUTIF Balai Embrio Ternak Cipelang merupakan institusi yang berperan dalam penerapan bioteknologi reproduksi di Indonesia khususnya aplikasi Transfer Embrio (TE). Ternakternak yang dihasilkan
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN
RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG Tahun 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG-BOGOR 1 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI
Lebih terperinci1. Penetapan kebijakan, pedoman, dan bimbingan pengembangan, rehabilitasi, konservasi, optimasi, dan pengendalian lahan pertanian tingkat daerah.
B. BIDANG PERTANIAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Tanaman Pangan dan Hortikultura 1. Lahan Pertanian 1. Penetapan kebijakan, pedoman, dan bimbingan pengembangan, rehabilitasi, konservasi, optimasi,
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi Dinas Pean adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa
Lebih terperinci