PENGUNGKAPAN DIRI PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA BERCERAI
|
|
- Hadian Sutedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGUNGKAPAN DIRI PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA BERCERAI Ruth Permatasari Novianna Fakultas Psikologi Univesitas Gunadarma Abstract Gejolak usia remaja merupakan usia paling rentan terhadap perceraian orang tua. Dampak yang bisa terjadi pada anak-anak dari pasangan bercerai biasanya dari segi psikis internal. Pada usia remaja, anak dalam masa pencarian jati diri dan belum paham terhadap dirinya. Proses perkembangan jati diri dikenal sebagai membuka diri atau dengan kata lain pengungkapan diri. Pengungkapan diri dikenal dengan istilah self disclosure. Menurut Papu (2002), self disclosure adalah pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi ini dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, dan cita-cita, dan sebagainya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran self disclosure remaja yang orang tuanya bercerai, faktor-faktor yang menyebabkan self disclosure pada subjek, serta melihat bagaimana cara subjek melakukan self disclosure. Hasil penelitian secara umum memperlihatkan bahwa subjek memiliki keterbukaan diri yang rendah, tidak dengan sembarang orang, subjek mau terbuka. Subjek memiliki keterbukaan diri yang rendah karena subjek memiliki tipe kepribadian introvert, subjek cenderung tidak terbuka dalam menceritakan tentang diri pribadi kepada orang lain. Subjek akan menggambarkan diri atau mengekspresikan perasaannya kepada orang yang dianggapnya dekat dan dapat mengerti dirinya, subjek akan menceritakan kisah hidupnya lebih dalam jika lawan bicara membe rikan reaksi atau respon positif atas apa yang diceritakannya. Kata Kunci : Pengungkapan Diri, Remaja, Orang Tua Bercerai. A. Pendahuluan Suasana atau iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Jika seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis, dalam arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian, serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif (Dahlan dalam
2 Gunarsa, 1991). Namun jika dalam keluarga tersebut sudah tidak ada keharmonisan lagi dan terjadi perceraian maka akan berdampak tidak baik pada anak, anak menjadi terpukul dan mungkin tidak menerima keadaan tersebut. Perceraian sering kali berakhir menyakitkan bagi pihak yang terlibat, termasuk didalamnya adalah anak-anak. Perceraian tersebut dapat menimbulkan stress, tekanan, dapat menimbulkan perubahan fisik dan mental dan trauma untuk memulai hubungan baru dengan orang lain terutama lawan jenis (Tasmi, 2002). Gejolak usia remaja merupakan usia paling rentan terhadap perceraian orang tua, dampak yang bisa terjadi pada anak-anak dari pasangan bercerai, biasanya dari segi psikis internal. Seperti perasaan malu, sensitif, rendah diri, hingga menarik diri dari lingkungan (Endang dalam Asih, 2007). Pada usia remaja, anak dalam masa pencarian jati diri dan belum paham terhadap dirinya. Proses perkembangan jati diri, dikenal sebagai membuka diri (coming out ) atau dengan kata lain pengungkapan diri (Oetomo, 2002). Pengungkapan diri dikenal dengan istilah self disclosure. Self disclosure oleh Papu (2002) diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita dan sebagainya. Menurut Pearson (1983), self disclosure merupakan metode yang paling dapat dikontrol dalam menjelaskan diri sendiri kepada orang lain. Individu dapat mempresentasikan dirinya sebagai orang bijak atau orang bodoh tergantung dari caranya mengungkapkan perasaan, tingkah laku, dan kebiasaannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Johnson (dalam Gainau, 2009), menunjukkan bahwa individu yang mampu dalam membuka diri (self disclosure) akan dapat mengungkapkan diri dengan tepat; terbukti mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya diri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih objektif, dan terbuka. Sebaliknya individu yang kurang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup. Pengungkapan diri memiliki manfaat bagi masing-masing individu maupun bagi hubungan antara kedua pihak. Endang (dalam Asih, 2007), mengungkapkan manfaat keterbukaan diri (self disclosure) bagi remaja yang orang tuanya bercerai, antara lain; meringankan beban persoalan yang dihadapi, mengurangi tegangan dan stress, memahami dunia
3 secara lebih realistis, lebih percaya diri, percaya dan dapat mempererat hubungan dengan orang lain. Dari uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah remaja yang orang tuanya bercerai dapat melakukan pengungkapan diri atau membuka diri secara tepat terhadap lingkungan sosialnya. B. Tinjauan Pustaka Sifat keterbukaan adalah suatu hal yang mempengaruhi kondisi mental individu dalam mengungkapkan perasaannya tentang berbagai macam emosi yang dia rasakan dalam hidupnya. Self Disclosure atau keterbukaan diri atau yang dikenal dengan pengungkapan diri adalah suatu perilaku dimana seseorang dengan rela dan sangat berkeinginan untuk memberitahukan informasi yang akurat mengenai dirinya pada orang lain, di mana orang lain itu tidak mungkin mengetahui atau mendapatkannya dari orang lain (Pearson, 1983). Sedangkan Collin & Miller (dalam Pearson, 1983), mengemukakan bahwa self disclosure melibatkan tindakan atau perilaku dari pengungkapan informasi pribadi mengenai diri sendiri terhadap orang lain. Menurut Johnson (dalam Supratiknya, 1995), mendefinisikan keterbukaan diri atau self disclosure sebagai usaha untuk mengungkapkan reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi yang sedang dihadapi individu serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau infomasi yang berguna untuk memahami tanggapannya dimasa kini. Hal ini didukung oleh pendapat dari Supratiknya (1995), bahwa orang lain mengenal dirinya tidak dengan menyelidiki masa lalu, melainkan dengan mengetahui cara diri sendiri bereaksi. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan diri sendiri terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya. Sedangkan menurut Rice (2002), self disclosure adalah suatu bentuk komunikasi yang menawarkan informasi mengenai diri sendiri kepada orang lain. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Papu (2002), menurutnya self disclosure adalah pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi ini dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita dan sebagainya. Dari banyaknya pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengungkapan diri atau self disclosure adalah suatu tindakan pemberian informasi yang akurat mengenai dirinya kepada orang lain, di mana orang lain tidak mungkin mengetahui atau
4 mendapatkannya dari orang selain dirinya, dan informasi tersebut dapat berupa pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan sebagainya. Pearson (1983), mengemukakan komponen self disclosure, yaitu: (a) Jumlah informasi yang diungkapkan, (b) Sifat dasar yang positif atau negatif, (c) Dalamnya suatu pengungkapan diri, (d) Waktu pengungkapan diri, (e) Lawan bicara. Sedangkan Derlega (1993), mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi self disclosure, yaitu: (a) Definisi tentang hubungan (relational definition), (b) Rasa suka (liking), (c) Norma berbalasan (norms of reciprocity), (d) Kepribadian (personality), (e) Jenis Kelamin (gender). Ada beberapa isi dari self disclosure yang dikemukakan oleh Derlega dkk (1993), yaitu: a. Descriptive self disclosure Pengungkapan secara deskriptif ini terdiri dari informasi dan kenyataan tentang diri sendiri berupa penggambaran tentang karakteristik pribadi individu baik secara personal maupun umum, misalnya : saya mempunyai kebiasaan minum the setiap pagi. b. Evaluate self disclosure Pengungkapan diri yang bersifat evaluasi ini berisi ekspresi akan perasaan yang bersifat personal atau pribadi, penilaian dan pendapat, misalnya : saya suka kamu menggunakan itu C. Pengungkapan Diri pada Remaja yang Orangtuanya Bercerai Terkadang perceraian adalah satu-satunya jalan bagi orang tua untuk dapat terus menjalani kehidupan sesuai yang mereka inginkan. Namun apapun alasannya, perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak. Meskipun dalam kasus tertentu dianggap alternatif terbaik daripada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk. Hal-hal yang biasanya dirasakan oleh anak ketika orangtuanya bercerai adalah tidak aman, tidak diinginkan atau ditolak oleh orangtuanya yang pergi, sedih dan kesepian, marah, kehilangan, merasa bersalah, menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab orangtua bercerai. Perasaan-perasaan tersebut, oleh anak dapat termanifestasi dalam bentuk perilaku beragam seperti suka mengamuk, menjadi kasar, dan tindakan agresif lainnya. Sebaliknya, anak dapat berubah drastis menjadi pendiam, tidak lagi ceria, tidak suka bergaul karena merasa berbeda
5 dengan anak lain yang mempunyai orangtua lengkap, sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi di sekolah cenderung menurun. Gejolak usia remaja merupakan usia paling rentan terhadap perceraian orang tua, dampak yang bisa terjadi pada anak-anak dari pasangan bercerai, biasanya dari segi psikis internal. Seperti perasaan malu, sensitif, rendah diri, hingga menarik diri dari lingkungan (Endang dalam Asih, 2007). Pada usia remaja, anak dalam masa pencarian jati diri dan belum paham terhadap dirinya. Proses perkembangan jati diri, dikenal sebagai membuka diri (coming out ) atau dengan kata lain pengungkapan diri (Oetomo, 2002). Pengungkapan diri dikenal dengan istilah self disclosure. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Johnson (dalam Gainau, 2009), menunjukkan bahwa individu yang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) akan dapat mengungkapkan diri dengan tepat; terbukti mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya diri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih objektif, dan terbuka. Sebaliknya individu yang kurang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup. Jadi seorang anak yang orang tuanya bercerai, jika ia menerima perceraian orang tuanya dan mampu melakukan keterbukaan diri (self disclosure) terhadap lingkungan, maka ia lebih percaya diri, lebih mampu bersikap positif, dan terbuka pada orang lain. Sebaliknya jika anak tidak menerima perceraian orang tuanya dan kurang mampu dalam melakukan keterbukaan diri (self disclosure), maka ia kurang percaya diri, merasa rendah diri, dan tertutup. D. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif yang berbentuk studi kasus. Menurut Punch (dalam Poerwandari, 1998) studi kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi, meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas. Subjek penelitian ini adalah seorang remaja berusia 14 tahun yang orang tuanya telah bercerai. Dengan satu orang subjek ini peneliti berusaha memperoleh gambaran yang mendalam tentang subjek. Penelitian ini menggunakan tipe wawancara berstruktur. Hal ini memungkinkan peneliti memiliki panduan dalam mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan hal yang
6 diteliti, dan menggunakan teknik observasi non partisipan. Pada teknik observasi non partisipan dimana peneliti ambil bagian dalam penelitian namun tidak terlibat secara keseluruhan dalam lingkungan tempat dimana penelitian dilakukan. E. Hasil dan Pembahasan 1. Gambaran pengungkapan diri pada remaja yang orang tuanya bercerai. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, diketahui bahwa subjek memiliki keterbukaan diri yang rendah karena subjek merupakan orang yang tertutup, subjek tidak terbuka dalam menceritakan tentang diri pribadi kepada orang lain. Orang lain tidak mengetahui semua tentang subjek karena subjek mempunyai batasan dalam mengungkapkan diri, subjek cenderung menceritakan hal-hal umum mengenai dirinya. Hal ini diperjelas dengan isi dari self disclosure menurut Derlega dkk (1993), yaitu descriptive self disclosure yang berarti pengungkapan diri dengan penggambaran secara pribadi atau umum tentang karekteristik diri individu. Pengungkapan diri subjek bersifat ringan (dangkal) karena subjek cenderung menceritakan hal-hal umum saja, subjek tidak menceritakan keinginan atau cita-citanya kepada orang lain. Hal ini didukung dengan komponen self disclosure menurut Pearson (1983), bahwa pengungkapan diri dapat bersifat dalam (hangat) atau ringan (dangkal). Komunikasi mengenai aspek-aspek tentang diri pribadi individu yang sifatnya unik, termasuk juga tujuan spesifik individu dan kehidupan pribadinya, maka komunikasi tersebut masuk kedalam jenis komunikasi yang dalam (hangat). Pengungkapan yang bersifat ringan (dangkal) dan tidak intim, adalah ungkapan-ungkapan seperti hobi yang disukai atau sesuatu yang bersifat dangkal. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan pengungkapan diri pada remaja yang orang tuanya bercerai. Faktor yang menyebabkan pengungkapan diri pada remaja yang orang tuanya bercerai adalah kepribadian. Subjek tidak terbuka dalam bercerita dengan orang lain, subjek juga tidak mudah terbuka dengan sembarang orang, dengan sang ibu pun tidak. Sehingga orang lain tidak mengetahui semua tentang diri subjek karena subjek tidak mau orang lain mengetahui urusan pribadinya. Derlega (1993) mengatakan bahwa self
7 disclosure, dapat dipengaruhi oleh kepribadian (personality). Individu yang ekstrovert dan mudah bersosialisasi cenderung lebih banyak membuka diri. Supratiknya (1995) mengatakan bahwa, mereka yang merasa khawatir, gugup dalam berbicara secara umum juga lebih sedikit membuka diri dibandingkan mereka yang merasa tenang dan nyaman dalam berkomunikasi. 3. Cara pengungkapan diri pada remaja yang orang tuanya bercerai. Keterbukaan diri subjek tergantung dari tingkat kedekatan subjek dengan seseorang. Subjek bisa menggambarkan dirinya atau mengekspresikan dirinya kepada orang yang dianggapnya dekat dan dapat mengerti dirinya. Walaupun subjek mempunyai sahabat, namun subjek lebih sering bercerita tentang pribadinya secara bebas kepada kakak sepupu. Pearson (1983) mengatakan salah satu komponen self disclosure adalah lawan bicara. Lawan bicara dalam self disclosure adalah orang yang kita tuju untuk melakukan pengungkapan diri. Seseorang mungkin sering mengadu kepada kakaknya, tetapi mungkin jarang sekali berbagi informasi dengan salah satu orang tuanya. Lawan bicara sangatlah penting dan merupakan ukuran terakhir dari suatu pengungkapan diri yang tidak boleh diabaikan. Jumlah informasi yang diungkapkan subjek tergantung pada reaksi lawan bicara, jika lawan bicara memberikan reaksi atau respon yang positif dan masukkan atas apa yang diceritakannya, subjek akan menceritakan kisah hidup atau masalahnya lebih dalam. Hal ini diperjelas dengan komponen self disclosure menurut Pearson (1983), bahwa self disclosure atau pengungkapan diri harus bersifat timbal balik (reciprocal). Jika individu banyak mengungkapkan diri pada orang lain, mungkin individu itu merasa bebas juga untuk mengungkapkan dirinya. Namun jika seseorang tidak ingin berbagi informasi dengan orang lain maka kemungkinan orang tersebut tidak merasa bebas untuk mengungkapkan mengenai dirinya. Derlega dkk (1993) juga mengatakan salah satu faktor yang mempengaruhi self disclosure adalah norma berbalasan (norms of reciprocity). Self disclosure dilakukan individu sebagai respon atas pengungkapan diri orang lain. Tindakan membalas atau reciprocate berarti memberikan sesuatu kembali yang seimbang, sesuai dengan sesuatu yang diterima. Dalam kaitannya dengan self disclosure, norma berbalasan berarti dikatakan sebagai sesuatu kecenderungan individu
8 sebagai penerima pesan untuk mencocokkan, menyeimbangkan tingkat keintiman dari self disclosure yang akan mereka ungkapkan kembali dengan tingkat keintiman yang telah mereka terima. Daftar Pustaka Atwater, E. (1983). Psychology of adjustment. Engelwood Cliff. New York : Pretince Hall. Inc. Badingah, S. (1993). Agresivitas remaja kaitannya dengan pola asuh, tingkah laku agresif orangtua dan kegemaran menonto film kera. Tesis (tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Bootzin, M.K. (1991). Hand book of development. New York : Mc Graw Hill Company. Conger, J.J. (1991). Adolescence and youth : psychological development in a changing world (4 th ed). New York : Harper Collins Publisher. Dangun, M. (1990). Psikologi keluarga. Jakarta : Rineka Cipta. Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S. (1994). Handbook of qualitative research. London. New Delhi : Sage. Derlega, V., Metts S., Petronio S & Margulis S.T. (1993). Self disclosure. California : Sage Publication. Inc. Devito, J.A. (1996). Essential of human communication 2 nd edition. New York : Harper Collins College Publishers. Duvall, E.M. & Miller, B.C. (1985). Marriage & family development. New York : Harper & Row Publisher.
9 Ekawati, S. (2002). Hubungan antara kecemasan dengan self disclosure pada siswa kelas 1 SMU Negeri 90 Jakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Persada YAI. Gainau, M.B. (2009). Keterbukaan diri (self disclosure) siswa dalam perspektif budaya dan implikasinya bagi konseling. Gunarsa, S.D. (1989). Psikologi olahraga. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia. Gunarsa, S.D. (1991). Psikologi praktis anak, remaja, dan keluarga. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia. Hall, C.S. & Lindzey, G. (1993). Psikologi kepribadian I teori-teori psikodinamik (klinis). Yogyakarta : Kanisius. Heru Basuki, A.M. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta : Universitas Gunadarma Hurlock, E.B. (1973). Adolescent development 4 th. Tokyo : McGraw-Hill. Inc. Ltd. Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Alih bahasa: Sujarwo. Jakarta : Erlangga. Kartika, M. (1990). Hubungan antara harga diri dan prestasi belajar pada siswa menengah atas. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Levinson, D. (1995). Encylopedia of marriage and family (vol 1-2). New York : Simon, Schuster & Prentice Hall. Inc. Marshall, C. & Rossman. (1995). Designing qualitative research. London : Sage Publications.
10 Matlin, M.W. (1987). The psychology of women. Fort Worth : Holt, Rinehart & Winston. Inc. Matondang, J. (1991). Perasaan kesepian pada wanita dan pria lajang. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Moleong, L.J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R. (1999). Psikologi perkembangan (pengantar dalam berbagai bagiannya). Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Nakamura, H. (1991). Perceraian orang Jawa. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Newman, B.M., & Newman, P.R. (1991). Development through life (5 th ed). California : Brooks/Cole Publishing Company. Oktaviany, N. (2004). Hubungan antara self disclosure dengan penyesuaian diri pada remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Depok : Universitas Gunadarma. Pearson, J.C. (1983). Interpersonal communication. Ohio : Scott Foresman and Company. Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta : LPSP3 Universitas Indonesia. Riyanto. (2001). Metodologi penelitian. Surabaya : SIC. Santrock, J.W. (1991). Adolescence. Amerika Serikat : WM.C.Brown Publisher. Skolnick, S.A, & Skolnick, J.H. (1983). Family in transition 4 th ed. Boston : Little Brown. Soewondo, S. (2001). Bunga rampai psikologi perkembangan pribadi dari bayi sampai lanjut usia. Dalam Munandar, S. C. U. (ed).jakarta : Universitas Indonesia.
11 Supratiknya, A. (1995). Komunikasi antar pribadi : tinjauan psikologis. Yogyakarta : Kanisius. Turner, J.S. & Helms, D.B. (1995). Life span development, perkembangan masa hidup jilid II. Alih bahasa : Juda Damanik. Jakarta : Erlangga. Yin, R. (2004). Studi kasus desain & metode. Jakarta : Raja Grafindo Persada Asih, E. (2007). Bercerai? Ingatlah anak-anak. Diakses tanggal 5 September Maryadie. (2009). Kasus perceraian di jakarta masih tinggi. Diakses tanggal 5 September Oetomo, D. (2002). Saya homoseksual. Diakses tanggal 20 Juni Papu, J. (2002). Pengungkapan diri. Diakses tanggal 18 Oktober Tasmi, M. R. S. (2002). Perceraian dan kesiapan mental anak. Diakses tanggal 20 Juni 2009.
Self disclosure in adolescent who have divorced parents
Self disclosure in adolescent who have divorced parents Keywords: divorce, parent, self disclosure. Ruth Permatasari Novianna, A.M. Heru Basuki Undergraduate Program, Faculty of Psychology, 2010 Gunadarma
Lebih terperinciPERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi
PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL Dwi Rezka Kemala Ira Puspitawati, SPsi, Msi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji
Lebih terperinciGAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R.
51 GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R. 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbukaan diri atau sering disebut Self disclosure adalah pemberian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterbukaan diri atau sering disebut Self disclosure adalah pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan dapat mencakup
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Barlow, H.D., & Durand, V.M. (1995). Abnormal Psychology. Amerika. Serikat: Brook/Cole Publishing Company.
DAFTAR PUSTAKA Barlow, H.D., & Durand, V.M. (1995). Abnormal Psychology. Amerika Serikat: Brook/Cole Publishing Company. Bungin, B. (2001). Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif.
Lebih terperincimerupakan faktor penting untuk pembentukan self disclosure dan akan mempermudah self disclosure seseorang kepada orang lain (Mastuti, 2001). Pada umum
Self Disclosure Orang Tua yang mempunyai Anak Down Syndrome Amira (10505011) Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran Self disclosure pada orang
Lebih terperinciPENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG BERLATAR BELAKANG ETNIS BATAK DAN ETNIS JAWA. Mia Retno Prabowo Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma
PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN YANG BERLATAR BELAKANG ETNIS BATAK DAN ETNIS JAWA Mia Retno Prabowo Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan
13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan
Lebih terperinciPiaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya
PERANAN INTENSITAS MENULIS DI BUKU HARIAN TERHADAP KONSEP DIRI POSITIF PADA REMAJA Erny Novitasari ABSTRAKSI Universitas Gunadarma Masa remaja merupakan masa mencari identitas diri, dimana remaja berusaha
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA MATA KULIAH : AKTUALISASI DIRI KODE MATA KULIAH / SKS : HM / 2 SKS
b 1 Pengertian A. Pengertian : memahami dan menjelaskan pengertian aktualisasi diri B. Kepribadian sehat : memahami dan menjelaskan pribadian yang sehat C. Daya dorong Aktualisasi diri : memahami dan menjelaskan
Lebih terperincikata kunci : kemandirian, penyesuaian diri, social adjustment, mahasiswa
HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI DALAM LINGKUNGAN KAMPUS PADA MAHASISWA AMANDA RIZKI NUR Dosen Pembimbing : Drs. Aris Budi Utomo, M.Si ABSTRAK Mahasiswa tentunya memiliki tugas perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill
DAFTAR PUSTAKA Baron, R. A & Bryne, D. (2005). Psikologi Sosial. Jilid II. Edisi kesepuluh. Jakarta : PT. Erlangga. Bruno, F. J. S. (2000). Conguer Loneliness : Cara Menaklukkan Kesepian. Alih Bahasa :Sitanggang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya sendiri yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self Disclosure 1. Pengertian Self Disclosure Menurut Devito (2010) self disclosure adalah jenis komunikasi di mana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya sendiri yang
Lebih terperinciPERBEDAAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE ANTARA IBU BEKERJA DENGAN IBU TIDAK BEKERJA
PERBEDAAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE ANTARA IBU BEKERJA DENGAN IBU TIDAK BEKERJA Dwi Nastiti Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo email: nastitidwi19@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU
1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS
Lebih terperinciperkawinan yang buruk dimana apabila antara suami istri tidak mampu lagi mencari jalan penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak (Hu
KEMANDIRIAN REMAJA YANG MEMILIKI ORANGTUA YANG BERCERAI STARLINA AULIA UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kemandirian remaja yang memiliki orangtua yang bercerai,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana anak mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. American Psychological Association, C.J Patterson (1992, 1995a, 1995b)
DAFTAR PUSTAKA American Psychological Association, C.J Patterson (1992, 1995a, 1995b) Atwater,E. (1983). Psychology of adjustment (2 nd ed). New Jersey: Prentice Hall, Inc Bell, R.R. (1973). Marriage and
Lebih terperinciKEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN BEDA USIA (Studi Pada Istri Yang Berusia Lebih Tua Daripada Usia Suami) SKRIPSI
KEPUASAN PERKAWINAN PADA PASANGAN BEDA USIA (Studi Pada Istri Yang Berusia Lebih Tua Daripada Usia Suami) SKRIPSI Oleh : KARTIKA DEWI ANJANI 05810121 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk sosial dalam bertingkah laku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciPERAN ORANGTUA DALAM PENYESUAIAN DIRI ANAK TUNAGRAHITA. Oleh : Ria Ulfatusholiat ABSTRAKSI
PERAN ORANGTUA DALAM PENYESUAIAN DIRI ANAK TUNAGRAHITA Oleh : Ria Ulfatusholiat ABSTRAKSI Anak merupakan anugerah yang sangat berarti bagi orangtua karena anak merupakan lambang pengikat cinta kasih bagi
Lebih terperinciPerkembangan Anak Usia Dini Ernawulan Syaodih
Perkembangan Anak Usia Dini Ernawulan Syaodih Karakteristik Anak Batasan tentang masa anak cukup bervariasi, istilah anak usia dini adalah anak yang berkisar antara usia 0-8 tahun. Namun bila dilihat dari
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Albine Emosi Bagaimana Mengenal Menerima dan Mengarahkannya. Yogyakarta: Kanisius.
71 DAFTAR PUSTAKA Albine. 1988. Emosi. Yogyakarta: Kanisius. Albine. 1991. Emosi Bagaimana Mengenal Menerima dan Mengarahkannya. Yogyakarta: Kanisius. Achmanto. 2005. Mengerti Cinta dari Dasar Hingga Relung-Relung.
Lebih terperinciHubungan Antara Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga dengan Pemahaman Moral pada Remaja. Sry Ayu Rejeki Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
JURNAL PSIKOLOGI Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga dengan Pemahaman Moral pada Remaja Sry Ayu Rejeki Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAKSI Masa remaja merupakan masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama
Lebih terperinciMANAJEMEN STRES KERJA PADA KRU SINETRON KEJAR TAYANG. ¹Lia Nursofa ²Dona Eka Putri. Abstrak
MANAJEMEN STRES KERJA PADA KRU SINETRON KEJAR TAYANG ¹Lia Nursofa ²Dona Eka Putri 1.2 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstrak Kru sinetron kejar tayang adalah orang yang bekerja dalam pembuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat mengembangkan potensi-potensinya
Lebih terperinciKELEKATAN PADA ANAK. Oleh : Sri Maslihah
KELEKATAN PADA ANAK Oleh : Sri Maslihah Anak yang satu tetap nempel pada bundanya padahal sudah saatnya masuk ke kelas, ada juga anak lain menangis begitu melihat ibunya harus keluar dari kelasnya sementara
Lebih terperincipenyelesaiannya. Salah satunya adalah karena individu tidak mau atau tidak bisa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa fenomena yang terjadi, khusunya ketika proses konseling diketahui bahwa terdapat beberapa masalah yang cukup menghambat proses penyelesaiannya. Salah satunya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).
Lebih terperinciJurnal Counseling Care Volume 1, Nomor 1, Bulan April, 2017 PROFIL DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA SISWA DI SMP NEGERI KECAMATAN BATANG KAPAS PESISIR SELATAN
Jurnal Counseling Care Volume 1, Nomor 1, Bulan April, 2017 PROFIL DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA SISWA DI SMP NEGERI KECAMATAN BATANG KAPAS PESISIR SELATAN Penulis : Mori Dianto Sumber : Jurnal Counseling Care,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian (loneliness) 1. Pengertian Kesepian Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal
Lebih terperinciKEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN
KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat
Lebih terperinciDINAMIKA ID, EGO, SUPEREGO DALAM KONTEKS KEBUTUHAN INTIMASI (Studi Pada Dewasa Muda Aktivis Dakwah Kampus)
ejournal Psikologi, 2017, 5 (1): 52-62 ISSN 2477-2674, ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2017 DINAMIKA ID, EGO, SUPEREGO DALAM KONTEKS KEBUTUHAN INTIMASI (Studi Pada Dewasa Muda Aktivis Dakwah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpacaran merupakan hal yang lazim dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis
BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Agus (2003) komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian makna
Lebih terperincikalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang dicintai, konflik keluarga,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini stres menjadi problematika yang cukup menggejala di kalangan masyarakat, tak terkecuali di kalangan remaja. Beberapa kejadian misalnya; kehilangan orang yang
Lebih terperinciPeran Homeschooling Terhadap Motivasi Belajar Pada Remaja. Wita Hardiyanti. Dona Eka Putri, Psi, MPsi. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
Peran Homeschooling Terhadap Motivasi Belajar Pada Remaja Wita Hardiyanti Dona Eka Putri, Psi, MPsi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berada direntang usia tahun (Monks, dkk, 2002). Menurut Haditono (dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja akhir merupakan masa yang telah mengalami penyempurnaan kematangan secara fisik, psikis dan sosial. Masa remaja akhir berada direntang usia 18-21
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Adhi, R Metropolitan. (11 Oktober 2003).
75 DAFTAR PUSTAKA Adhi, R. 2003. Metropolitan. www.kompas.com (11 Oktober 2003). Ahmadi, H.A. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Ancok, D. 1985. Teknik Penyusunan Skala Pengukuran. Yogyakarta:
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. dengan agresivitas siswa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian menggambarkan bahwa siswa di SMP Negeri 5 gunung
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai interaksi sosial teman sebaya dengan agresivitas siswa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian menggambarkan bahwa
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA Oleh: Iffah Savitri Mira Aliza Rachmawati PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciSTUDI DESKRIPTIF MENGENAI PARENTING TASK PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK BERPRESTASI NASIONAL DI SD X
STUDI DESKRIPTIF MENGENAI PARENTING TASK PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK BERPRESTASI NASIONAL DI SD X ARINA MARLDIYAH ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran parenting task pada anak
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh: Firdian Hidayat FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
KONDISI PSIKOLOGIS WANITA PADA FASE EMPTY NEST SKRIPSI Oleh: Firdian Hidayat 07810063 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012 KONDISI PSIKOLOGIS WANITA PADA FASE EMPTY NEST SKRIPSI Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan
Lebih terperinciGAMBARAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERSIAPAN PENSIUN KARYAWAN BUMN PT. X FARATIKA NOVIYANTI ABSTRAK
GAMBARAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERSIAPAN PENSIUN KARYAWAN BUMN PT. X FARATIKA NOVIYANTI ABSTRAK Dalam menjalani karirnya individu akan terus mengalami pertambahan usia sampai memasuki fase pensiun.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya
Lebih terperinciKata kunci: Perilaku seksual, dan remaja putri.
Judul : Perilaku Seksual Pada Remaja Putri Yang Berpacaran Nama/ NPM : Muhammad Rezha/ 10503115 Pembimbing : Dona Eka Putri, S.Psi, M.Si ABSTRAKSI Pacaran atau dating adalah interaksi heteroseksual yang
Lebih terperinciKETERBUKAAN DIRI DAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA PRIA DEWASA AWAL
KETERBUKAAN DIRI DAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA PRIA DEWASA AWAL Quroyzhin Kartika Rini 1 Retnaningsih 2 1,2 Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat Abstrak
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. 1. Ada hubungan negatif antara bimbingan sosial dengan tingkat kenakalan
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari analisis data dalam penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Ada hubungan negatif antara bimbingan sosial dengan
Lebih terperinciDESKRIPSI DAN SILABI MATA KULIAH
DESKRIPSI DAN SILABI MATA KULIAH 1. IDENTIFIKASI MATA KULIAH a. Nama Mata Kuliah : Perkembangan Peserta Didik (PPD) b. Kode Mata Kuliah : MDK 2104 c. Jumlah SKS : 2 SKS d. Program Studi : Psikologi Pendidikan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Ali, Shafique Dunia Pendidikan. Jakarta: PT. Pustaka Binaan.
54 DAFTAR PUSTAKA Ali, Shafique. 2010. Dunia Pendidikan. Jakarta: PT. Pustaka Binaan. Azwar, S. 2005. Tes Prestasi: Fungsi & Pengembangan Prestasi Belajar. Berkowits. 2003. Perilaku agresif. Yogyakarta:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Ancok, D Teknik Penyusunan Skala Pengukur. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
61 DAFTAR PUSTAKA Ancok, D. 1987. Teknik Penyusunan Skala Pengukur. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Ahmad, Mudzakir. 1998. Psikologi Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia. Arikunto, S. 2005. Manajemen Penelitian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. biasa atau persahabatan yang terjalin dengan baik. Kecenderungan ini dialami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sosial memberikan gambaran kepada kita bagaimana sebuah hubungan akan muncul dan berkembang, baik itu sebuah hubungan pertemanan biasa atau persahabatan
Lebih terperinciSM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu
Lebih terperinciPENYESUAIAN PERKAWINAN PADA ISTRI YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE TIPE ADJUSTING NURI SABILA MUSHALLIENA ABSTRAK
PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA ISTRI YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE TIPE ADJUSTING NURI SABILA MUSHALLIENA ABSTRAK Perkawinan saat ini diwarnai dengan gaya hidup commuter marriage. Istri yang menjalani
Lebih terperinciHARGA DIRI SUAMI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA. Indarwati Anjar Prabaningrum ABSTRAK
HARGA DIRI SUAMI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA Indarwati Anjar Prabaningrum ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan harga diri seorang suami yang tinggal di rumah mertua, dimana dalam penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial
Lebih terperinciGAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA TAHUN YANG BELUM MENIKAH. Siti Anggraini
GAMBARAN PROFIL ORIENTASI MASA DEPAN BIDANG PERNIKAHAN PADA WANITA BEKERJA USIA 30-40 TAHUN YANG BELUM MENIKAH Siti Anggraini Langgersari Elsari Novianti, S.Psi. M.Psi. Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran
Lebih terperinciPETUNJUK TEKNIS. Prasyarat : - Program Studi : Pendidikan Teknologi Agroindustri
PETUNJUK TEKNIS 1. IDENTITAS MATA KULIAH Nama mata kuliah : Perkembangan Peserta Didik Bobot SKS : 2 sks Nomor Mata Kuliah : KD301 Semester : Ganjil Prasyarat : - Program Studi : Pendidikan Teknologi Agroindustri
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 5.1. Bahasan
BAB V PENUTUP 5.1. Bahasan Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara empati dengan kecenderungan perilaku prososial terhadap siswa berkebutuhan khusus
Lebih terperinciSubjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra
Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciSILABUS JUDUL MATA KULIAH : KESEHATAN MENTAL NOMOR KODE/SKS : / 2 SKS SEMESTER : 5 DOSEN :
SILABUS JUDUL MATA KULIAH : KESEHATAN MENTAL NOMOR KODE/SKS : 02075226 / 2 SKS SEMESTER : 5 DOSEN : DESKRIPSI SINGKAT : Mata kuliah ini ruang lingkup, konsep, prinsip, dan batasan mental serta berbagai
Lebih terperinciBABV PENUTUP. Hasil analisis data menunjukkan bahwa hipotesis nihil diterima, yang. demikian hasil penelitian tidak mendukung hipotesis yang diajukan.
BABV PENUTUP BABV PENUTUP 5.1. Bahasan Hasil analisis data menunjukkan bahwa hipotesis nihil diterima, yang berarti bahwa tidak ada perbedaan "career self-concept" antara pola asuh authoritative, authoritarian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah suatu periode transisi dari fase anak hingga fase
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu periode transisi dari fase anak hingga fase dewasa awal yang dimulai usia 10 hingga 12 tahun hingga berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun. Masa remaja
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan sekitarnya. Sepanjang hidup, manusia akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai
Lebih terperinciBAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE
BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE Komunikasi menjadi bagian terpenting dalam kehidupan manusia, setiap hari manusia menghabiskan sebagian besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu
Lebih terperinciPERILAKU KOMUNIKASI REMAJA DENGAN LINGKUNGAN SOSIAL DARI KELUARGA SINGLE PARENT. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1
PERILAKU KOMUNIKASI REMAJA DENGAN LINGKUNGAN SOSIAL DARI KELUARGA SINGLE PARENT Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F
Lebih terperinciMENGEMBANGKAN HUBUNGAN INTERPERSONAL MELALUI LATIHAN MEMBUKA DIRI BAGI REMAJA. Anita Fitriya
66 MENGEMBANGKAN HUBUNGAN INTERPERSONAL MELALUI LATIHAN MEMBUKA DIRI BAGI REMAJA Anita Fitriya uzyiku@yahoo.com ABSTRSK Berdasarkan perkembangan kehidupan individu, masalah penyesuaian sosial pada umumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu
Lebih terperinciPENGALAMAN KOMUNIKASI REMAJA YANG DIASUH OLEH ORANGTUA TUNGGAL
PENGALAMAN KOMUNIKASI REMAJA YANG DIASUH OLEH ORANGTUA TUNGGAL SUMMARY SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh : WAHYU KURNIAWATI NPM: P
Artikel Skripsi EFEKTIFITAS PENGGUNAAN KONSELING INDIVIDU UNTUK MENGATASI ANAK MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 1 PULE KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu individu yang telah memasuki masa dewasa muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25 tahun (Hurlock
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina
HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG Winda Sari Isna Asyri Syahrina Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia ABSTRAK Tujuan penelitian ini
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Atkinson, L., Rita, Atkonson, Richard, R Pengantar Psikologi I. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Ali, M., Asrori, M. (2005). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta : PT Bumi Karya Offset. Alwisol. (2005). Psikologi kepribadian. Malang: UMM Press. Atkinson, L., Rita, Atkonson,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Program Studi Bimbingan Dan Konseling.
PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI TERHADAP KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM SISWA KELAS X SMA KATOLIK WIJAYA KUSUMA BLORA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna
Lebih terperinci