2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lencam
|
|
- Yuliana Setiabudi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lencam Ikan lencam (Gambar 1) merupakan salah satu jenis ikan karang yang termasuk dalam kelompok ikan target konsumsi dan memiliki nilai ekonomis penting. Menurut Weber dan Beafort (1936) in Marsoali (2001), klasifikasi ikan lencam adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Percimorphi Subordo : Perciodea Family : Lethrinidae Genus : Lethrinus Spesies : Lethrinus lentjan (Lacepede, 1802) Nama umum : Pink ear emperor Nama lokal : Drapapa (Pulau Panggang) Butila (Halmahera) Sikuda Gambar 1. Ikan Lencam (Lethrinus lentjan) Sumber : dokumentasi pribadi
2 Morfologi Secara umum, ciri morfologi ikan lencam (Lethrinus lentjan, Lacepede 1802) yaitu bentuk badan agak tinggi dan pipih. Lengkung kepala bagian atas sampai setelah mata hampir lurus, dari mata sampai awal dasar sirip punggungnya agak cembung dan sirip ekor berlekuk. Kepala dan badan bagian atas hijau kecokelatan, bagian bawah lebih terang. Badan dengan sirip yang mempunyai bercak putih, kuning atau merah mudah. Sirip punggung berwarna putih dengan burik garis jingga kemerahan. Sirip anal berwarna putih dengan ujung-ujung sirip berwarna putih atau jingga. Bagian belakang operkulum dan dekat dengan sirip dada terdapat garis merah. Mulut yang tipis memanjang dengan bibir tebal (FAO 2001) Sirip punggung yang keras sebanyak 10 dan 9 sirip yang lemah (D.X.9), sirip dubur yang keras sebanyak 3 dan 8 sirip yang lemah (A.III.8), sirip dada yang keras sebanyak 1 dan 12 sirip yang lemah (P.I.12), sirip perut yang keras sebanyak 1 dan 5 sirip yang lemah (V.I.5), dengan jumlah sisik pada guratan sisik antara buah (L ) (FAO 2001) Penyebaran dan Habitat Daerah penyebaran ikan lencam adalah perairan pantai seluruh Indonesia, meluas dari wilayah utara sampai ke Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, ke selatan sampai ke perairan tropis Australia, ke barat sampai ke Afrika Selatan, bahkan di perairan tropis Atlantik Amerika (FAO 2001). Salah satu daerah sebaran populasi ikan lencam di Indonesia adalah Kepulauan Seribu. Habitat ikan lencam umumnya di daerah terumbu karang, lamun, mangrove, di perairan pantai yang dangkal dengan dasar berpasir hingga perairan dengan kedalaman 50 meter. Biasanya menempati daerah laguna dan dekat terumbu karang. Juvenil dan anak-anak biasa ditemukan di padang lamun, mangrove dan gosong pasir, saat dewasa umumnya soliter dan mencari perairan yang lebih dalam (FAO 2001). Ikan lencam adalah karnivor bottom feeders. Secara umum, ikan lencam memangsa krustasea (kepiting, udang), moluska (gastropoda, bivalvia, nudribranch, cumi-cumi dan gurita kecil), echinodermata ( sea urchins, bintang dolar, bintang laut, brittlestar), polychaeta, dan ikan (Toor 1986).
3 Reproduksi dan Musim Pemijahan Ikan lencam (Famili Lethrinidae) merupakan salah satu kelompok ikan hermaprodit protogini (FAO 2001). Menurut Effendie (2002), ikan mengalami proses diferensiasi gonad dari fase betina ke jantan. Perubahan ini dapat dicirikan pada perubahan morfologi. Menurut Wassef (1991), perubahan ikan lencam dari fase betina ke jantan dapat dilihat dari ukuran panjang total ikan. Berdasarkan hasil penelitian di Laut Merah, ikan mengalami perubahan fase betina ke fase jantan saat panjang ikan telah mencapai 33 cm pada kelompok umur 5 tahun (Wassef 1991). Musim puncak pemijahan Lethrinus lentjan di Teluk India yaitu bulan Febuari dan bulan November (Toor 1986). Hal ini menunjukkan bahwa ikan memijah dua kali dalam setahun Distribusi Ukuran Panjang Data sebaran frekuensi panjang digunakan untuk mengetahui frekuensi sebaran ikan di perairan berdasarkan ukuran panjangnya. Sebaran frekuensi panjang yang dibuat ini selanjutnya digunakan untuk pendugaan kelompok umur ikan. Analisis data frekuensi panjang ditujukan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis ini berguna dalam pemisahan suatu sebaran frekuensi panjang yang kompleks kedalam sejumlah kelompok ukuran (Sparre & Venema 1999). Menurut Busacker et al. (1990) umur ikan dapat ditentukan dari sebaran frekuensi panjang melalui analisis kelompok umur karena panjang ikan dari kelompor umur yang sama cenderung akan membentuk suatu sebaran normal. Tanda tahunan pada ikan tropis sangat sulit diamati untuk pendugaan umur karena tanda tahunan pada musim hujan tidak berbeda jelas dengan tanda tahunan pada musim kemarau. Ikan tropis relatif mengalami pertumbuhan sepanjang tahun. Oleh karena itu, pendugaan umur ikan tropis umumnya dilakukan dengan metode frekuensi panjang (Effendie 2002). Berbeda dengan ikan subtropis yang mengalami pertumbuhan cepat pada saat musim panas dan mengalami pertumbuhan yang lambat pada musim dingin (Sparre & Venema 1999).
4 7 Kisaran panjang dari Lethrinus lentjan di Teluk India ukuran panjang baku berkisar mm (Toor 1986), sedangkan ikan Lethrinus lentjan di kawasan terumbu karang Kepulauan Gurraici, Kabupaten Halmahera Selatan pada kondisi terumbu karang yang masih baik dengan ukuran panjang baku berkisar mm dan panjang rata-rata 230 mm serta sebaran frekuensi panjang ikan lencam yang dominan adalah mm. Pada kondisi karang yang rusak ukuran panjang baku berkisar mm dengan panjang rata-rata 230 mm dan sebaran frekuensi panjang ikan lencam yang paling dominan adalah mm (Norau 2010) Pertumbuhan Menurut Effendie (2002), pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Selain itu juga bisa didefinisikan sebagai perubahan ukuran atau jumlah material tubuh baik perubahan positif maupun negatif, temporal maupun dalam jangka waktu yang lama (Busacker et al. 1990). Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sulit dikontrol seperti keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama mempengaruhi petumbuhan ikan yaitu suhu dan makanan (Effendie 2002). Pertumbuhan Von Bertalanffy memberikan representasi terhadap pertumbuhan populasi ikan berdasarkan konsep fisiologis sehingga dapat digunakan untuk mengetahui beberapa masalah dari variasi pertumbuhan karena ketersediaan makan (Beverton & Holt 1957). Pertumbuhan Ford Walford merupakan cara sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan L dan K dari persamaan Von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (Sparred & Venema 1990). Parameterparameter yang diperoleh dalam menduga pertumbuhan populasi yaitu panjang infinitif (L ) yang merupakan panjang maksimum secara teoritis, koefisien pertumbuhan (K), dan t 0 yang merupakan umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol (Sparre & Venema 1999).
5 8 Parameter pertumbuhan L dari persamaan Von Bertalanffy Lethrinus lentjan adalah 64,02 cm, koefesien pertumbuhannya (K) adalah 0,27 dan umur ikan teoritis (t 0) adalah -0,306 tahun di Teluk India (Toor 1986) Hubungan Panjang-Berat Hubungan panjang-berat adalah faktor penting dalam studi biologi ikan dan pendugaan stok. Biomassa ikan sering dihitung dari kelimpahan melalui panjang dan menggunakan hubungan panjang-berat ikan. Analisis hubungan panjang dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan dengan menggunakan parameter panjang dan berat ikan. Hasil analisis pertumbuhan panjang-berat akan menghasilkan suatu nilai konstanta (b), yang akan menunjukkan laju pertumbuhan parameter panjang dan berat. Ikan yang memiliki nilai b=3 (isometrik) menunjukkan pertambahan panjangnya seimbang dengan pertambahan berat. Sebaliknya jika nilai b 3 (allometrik) menunjukkan pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan beratnya. Jika pertambahan berat lebih cepat dibandingkan pertambahan panjang (b>3), maka disebut sebagai pertumbuhan allometrik positif. Apabila pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan pertambahan berat (b<3), maka disebut sebagai pertumbuhan allometrik negatif (Effendie 2002). Hubungan panjang berat dari Lethrinus lentjan di kawasan terumbu karang Kepulauan Gurraici, Kabupaten Halmahera Selatan pada kondisi perairan karang baik adalah W= -2,60 L 2,0373. Sedangkan pada kondisi karang rusak adalah W= -3,48 L 2,4007. Nilai b dari hasil penelitian sebesar 2,0373 dan 2,4007 yaitu berupa pertumbuhan allometrik negatif (Norau 2010) Faktor Kondisi Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka. Perhitungan faktor kondisi didasarkan pada panjang dan bobot. Perhitungan faktor kondisi ini untuk melihat pada panjang dan bobot berapa ikan mencapai kondisi maksimum atau minimum. Secara biologis, faktor kondisi dapat mengindikasikan musim pemijahan bagi ikan khususnya untuk ikan-ikan betina. Di dalam penggunaannya sebagai komersiil maka kondisi ini mempunyai
6 9 kuantitas dan kualitas daging ikan yang dapat dimakan. Nilai faktor kondisi dipengaruhi makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad. Selain itu faktor kondisi juga dipengaruhi oleh indeks relatif penting makanan dan pada ikan betina dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad. Ikan yang cenderung menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber tenaga selama proses pemijahan, akibatnya ikan akan mengalami penurunan faktor kondisi. (Effendie 2002) Aktivitas Penangkapan dan Alat Tangkap Jaring insang (Gillnets) Jaring insang (gillnets) merupakan jenis alat tangkap yang memiliki selektivitas tinggi terhadap hasil tangkapan ikan karang. Ikan yang tertangkap sesuai dengan besar dan ukuran mata jaring. Ikan karang yang berukuran lebih besar atau lebih kecil dari ukuran mata jaring akan lolos dari jeratannya. Tingkat selektivitas yang tinggi dari alat ini dapat digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi ukuran ikan dengan cara menggunakan beberapa jaring insang yang mempunyai ukuran mata jaring yang berbeda (Gulland 1983). Namun, penggunaan alat ini cenderung merusak terumbu karang, apabila dioperasikan tidak memeperhatikan keberadaan terumbu karang (Acosta & Appeldoorn 1995 in Marsaoli 2001). Nelayan Kepulauan Seribu menggunakan jaring insang untuk menangkap ikan-ikan target. Besarnya mata jaring (mesh size) bergantung pada jenis tangkapan, ikan lencam biasa tertangkap menggunakan mesh size 3 inchi dengan panjang jaring ditentukan oleh operasi penangkapan. Selama penangkapan ikan lencam, nelayan biasa menggunakan 3 piece jaring atau setara dengan 360 meter. Fishing ground lencam di perairan Kepulauan Seribu diantaranya Karang Congkak yaitu pinggiran perairan goba dengan habitat karang atau lamun. Hal ini dipengaruhi oleh kebiasaan ikan lencam yang akan naik ke daerah yang lebih dangkal saat perairan mulai pasang dan akan kembali menuju goba (perairan yang relative dalam) ketika perairan akan mengalami surut Bubu (Portable traps) Bubu atau perangkap umumnya lebih dikenal oleh nelayan dan paling sedikit menimbulkan bias. Bentuknya yang bervariasi dimana setiap daerah
7 10 perikanan memiliki model dan bentuk tersendiri. Menurut Subari dan Barus (1988), bubu umumnya terbuat dari anyaman 10elati yang terdiri atas bagian badan, mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Mulut bubu (funnel) berbentuk seperti corong yang merupakan pintu tempat ikan masuk tetapi tidak dapat keluar. Pintu bubu merupakan tempat mengeluarkan hasil tangkapan. Menurut Widodo dan Suadi (2006), alat tangkap ini beroperasi berdasarkan perilaku ikan yang dipengaruhi oleh perubahan dalam densitas, misalnya kerena berdesak-desakan atau dalam lingkungan setempat. Nelayan sekitar Kepulauan Seribu biasa menggunakan bubu yang terbuat dari anyaman 10elati dan akan di letakkan di sekitar habitat karang dan lamun di perairan yang dangkal atau yang relatif dalam (goba) (Sudirman & Mallawa 2004) Pancing (Hand lines) Hand lines merupakan salah satu jenis dari line fishing yang paling sederhana dibandingkan jenis line fishing lainnya. Terdiri dari tali pancing, pancing dan umpan. Terkadang para nelayan menambahkan pemberat yang berfungsi sebagai alat bantu mempercepat tali pancing turun ke dasar perairan. Pada pengoperasiannya sangat sederhana karena bisa dilakukan oleh seorang pemancing amatiran. Jumlah mata pancing bisa satu buah atau lebih, bisa menggunakan umpan asli atau umpan palsu. Ukuran pancing dan besarnya tali pancing disesuaikan dengan besarnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan (Sudirman & Mallawa 2004). Ikan lencam biasa ditangkap nelayan Kepulauan Seribu dengan pancing. Biasanya digunakan benang monofilament dengan diameter 0,5 mm- 1 mm dengan pancing nomor 11 atau 16, dan tambahan pemberat timah Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Pernyataan Menteri Pertanian Nomor 736/Mentan/X/1982 tanggal 10 Oktober 1982, dimana Cagar Alam Laut Pulau Seribu seluas hektar sebagai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Wilayah Kepulauan Seribu memiliki iklim muson laut tropis, yakni adanya pergantian arah angin setengah tahun. Musim Barat terjadi pada bulan Oktober April, musim Timur pada bulan Mei- September. Suhu rata-rata berkisar 26,5 28,5 C dengan suhu maksimum 32,5 C
8 11 dan minimum 23,4 C. Salinitas air permukaan berfluktuasi antara Kecerahan berkisar antar 3-8 meter [ Mata pencaharian penduduk umumnya sebagai nelayan (70,99%) perikanan tangkap atau budidaya. Kegiatan rutin masyarakat adalah melaut untuk mencari ikan. Tetapi kegiatan tersebut tidak mereka lakukan pada setiap hari Jum at. Apabila tidak melaut, hari-hari mereka diisi dengan memperbaiki atau membuat jaring ataupun memperbaiki atau membuat kapal. [ Sistem zonasi KKP3K dan KKM (Pasal 31 Permen 17/2008) yaitu zona inti, zona pemanfaatan terbatas, dan/atau zona lainnya sesuai dengan peruntukan kawasan. Jumlah pulau yang berada di dalam kawasan TNLKpS yang berjumlah 78 pulau, diantaranya 20 pulau sebagai pulau wisata, 6 pulau sebagai hunian penduduk dan sisanya dikelola perorangan atau badan usaha. Karang Congkak adalah satu perairan dangkal yang termasuk dalam zona pemukiman kawasan pemanfaatan [ Karang Congkak merupakan salah satu wilayah kawasan pemanfaatan kegiatan perikanan berupa penagkapan ikan dan budidaya. Menurut Terangi (2011) ekosistem yang terdapat di perairan dangkal Karang Congkak ini adalah hamparan terumbu karang dan padang lamun. Dimana kondisi ekosistem terumbu karang lebih mendominasi dibanding ekosistem padang lamun, sedangkan untuk tipe substrat diperairan dangkal Karang Congkak ini terdiri dari pasir, pasir berbatu dan pecahan karang mati. Penutupan karang keras di perairan Karang Congkak sebesar 48% sedangkan penutupan lamun sebesar 42% (Terangi 2011). Pada wilayah ini terdapat laguna (goba). Laguna merupakan sebuah kawasan dangkal di pesisir lautan yang terpisah dari lautan terbuka yang dibatasi oleh suatu atol atau karang, hingga kedalaman hingga 40 m (Clapham 1973 in Wijaksana 2008). Sebaran ikan diperairan ini sangat banyak dimana persebarannya cenderung pada tengah kolom perairan (Wijaksana 2008). Ikan lencam juga ditemukan pada perairan dengan kedalaman hingga 30 m (Reubens 2008) Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Menurut Widodo dan Suadi 2006, pengelolaan perikanan meliputi beberapa aspek termasuk sumberdaya ikan, habitat atau lingkungan, dan manusia serta
9 12 berbagai faktor eksternalnya. Pengelolaan sumberdaya perikanan saat ini menuntut perhatian penuh dikarenakan oleh semakin meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap berbagai stok ikan dan meningkatnya kesadaran dan kepedulian umum untuk memanfaatkan lingkungannya secara bijaksana, yakni dengan upaya pembangunan secara berkelanjutan. Namun demikian, upaya pengelolaan perikanan memiliki beberapa keterbatasan (constraint) yaitu dari sumberdaya ikan dan pemanfaatnya. Permasalahan dalam pengelolaan perikanan akan ditemui pada tiap bagian atau fungsi manajemen. Kondisi seperti ini membutuhkan berbagai upaya inovasi agar tujuan pengelolaan secara efektif dan efesien dapat tercapai. Secara umum tujuan utama dari pengelolaan perikanan adalah untuk menjaga kelestarian produksi terutama melalui berbagai regulasi serta tindakan perbaikan (enhancement) untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan serta untuk memenuhi keperluan industri yang memanfaatkan produksi tersebut (mencapai tujuan biologi, ekonomi dan sosial). Untuk mencapai tujuan pengelolaan, pihak yang berwenang mengelola (pengelola) harus mampu merancang, memberikan alasan yang kuat (secara politis), dan melaksanakan sekumpulan jenis pengendalian (menyelenggarakan undang-undang terhadap aktivitas penangkapan) (Widodo & Suadi 2006). Kelimpahan dan dinamika pupulasi ikan mempunyai peranan penting dalam perikanan tetapi populasi akuatik tidak hidup dalam isolasi. Sumberdaya menjadi salah satu komponen ekosistem yang rumit, terdiri dari komponen biologi yang mungkin memamngsa dan dimangasa, atau berkompetisi dengan stok atau populasi tertentu. Lingkungan dari ikan jarang bersifat statis dan kondisi lingkungan akuatik dapat berubah secara nyata menurut waktu, seperti pasang surut, suhu air, dll. Perubahan lingkungan seperti itu mempengaruhi dinamika dari populasi ikan, pertumbuhan, rekruitmen, mortalitas alami atau kombinasi dari itu semua. Perubahan dalam setiap komponen mempunyai dampak terhadap populasi dan komunitas sumberdaya ikan. Beberapa perubahan tersebut dapat berada di luar kontrol manusia meskipun itu perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan (Widodo & Suadi 2006). Proses pertambahan dari pertumbuhan dan reproduksi secara rata-rata sama dengan proses pengurangan dari mortalitas total. Dalam populasi yang
10 13 dieksploitasi, mortaslitas total terdiri dari mortalitas alami dan mortalitas penangkapan. Mortalitas alami berupa proses pemangsaan, penyakit, dan kematian dari perubahan lingkungan. Tugas utama dari pengelolaan perikanan adalah menjamin bahwa mortalitas penangkapan tidak melampaui kemampuan populasi untuk bertahan dan tidak mengancam dan merusak kelestarian dan produktivitas ikan yang sedang dikelola (Widodo & Suadi 2006). Umumnya kegiatan pengelolaan perikanan mulai bekerja ketika isu-isu ini berkembang. Jarang ditemui upaya pengelolaan diberlakukan sejak awal pengembangan perikanan di suatu wilayah tertentu. Sehingga konsep overfishing sering menjadi acuan akan perlunya berbagai tindakan pengelolaan melalui pengaturan perikanan. Overfishing secara sederhana dapat kita pahami sebagai penerapan sejumlah upaya penangkapan yang berlebihan terhadap suatu stok ikan (Widodo & Suadi 2006). Beberapa ciri-ciri yang dapat menjadi patokan suatu perikanan sedang menuju kondisi ini antara lain, waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya, lokasi penangkapan menjadi lebih jauh dari biasanya, ukuran mata jaring menjadi lebih kecil dari biasanya, yang kemudian diikuti produktivitas (hasil tangkapan per satuan upaya/trip, CPUE) yang menurun, ukuran ikan sasaran yang semakin kecil dan biaya penangkapan (operasional) yang semakin meningkat (Widodo & Suadi 2006).
DISTRIBUSI DAN ASPEK PERTUMBUHAN IKAN LENCAM (Lethrinus lentjan) DI PERAIRAN DANGKAL KARANG CONGKAK, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
1 DISTRIBUSI DAN ASPEK PERTUMBUHAN IKAN LENCAM (Lethrinus lentjan) DI PERAIRAN DANGKAL KARANG CONGKAK, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA ARMAYA SEVTIAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan selama periode pengamatan menunjukkan kekayaan jenis ikan karang sebesar 16 famili dengan 789 spesies. Jumlah tertinggi ditemukan
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda
Lebih terperincispesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).
7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman
Lebih terperinciTUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti
TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan
Lebih terperinciGambar 2. Peta Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun Kepulauan Seribu (Gambar 2). Lokasi pengambilan contoh dilakukan di perairan yang
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta, terletak di sebelah utara kota Jakarta, dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).
5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) www.fishbase.org (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama
5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2009) taksonomi ikan tembang (Gambar 3) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum :
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii : Perciformes
5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Umum Ikan Kurisi (Nemipterus furcosus) Ikan kurisi merupakan salah satu ikan yang termasuk kelompok ikan demersal. Ikan ini memiliki ciri-ciri tubuh yang berukuran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran Klasifikasi dan tata nama
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kuniran 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2010) taksonomi ikan kuniran (Gambar 2) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. besar maupun sedikit. Di perairan Indo-Pasifik terdapat 3 spesies ikan Kembung
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kembung (Rastrelliger spp.) Ikan Kembung merupakan salah satu ikan pelagis yang sangat potensial di Indonesia dan hampir seluruh perairan Indonesia ikan ini tertangkap dalam jumlah
Lebih terperinci3 HASIL DAN PEMBAHASAN
9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.
14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Pengambilan data primer dilakukan selama tiga bulan dari tanggal
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang berada di Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Pulau ini memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi
3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan
Lebih terperinciEstimasi parameter populasi ikan lencam (Lethrinus lentjan) di sekitar perairan Kotabaru (P. Laut) Kalimantan Selatan
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Estimasi parameter populasi ikan lencam (Lethrinus lentjan) di sekitar perairan Kotabaru (P. Laut) Kalimantan Selatan Prihatiningsih Balai Penelitian Perikanan Laut,
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perikanan Layur di PPN Palabuhanratu Secara geografis, Teluk Palabuhanratu ini terletak di kawasan Samudera Hindia pada posisi 106 10-106 30 BT dan 6 50-7 30 LS dengan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Sumber :
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Cakalang Ikan cakalang (Gambar 1) dikenal sebagai skipjack tuna dengan nama lokal cakalang. Adapun klasifikasi ikan cakalang menurut Saanin (1984) adalah sebagai
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum
Lebih terperinciGambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).
24 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Lokasi penelitian berada di Selat Sunda, sedangkan pengumpulan data dilakukan
Lebih terperinciPARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH
PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. : Perciformes
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Biji Nangka 2.1.1. Klasifikasi Ikan biji nangka merupakan anggota dari famili Mullidae yang dikenal dengan nama goatfish. Menurut Cuvier (1829) in www.fishbase.org (2009)
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek
II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tamban (Sardinella albella) Ikan Sardinella sp. merupakan kelompok ikan-ikan pelagis kecil, dari famili Clupeidae yang lebih umum dikenal sebagai ikan herring. Famili Clupeidae terdiri
Lebih terperinci3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau
19 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2011 pada kawasan mangrove di Desa Tongke-Tongke dan Kelurahan Samataring, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Penelitian
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG KABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2)
PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG ABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2) 1) Program Studi Budidaya Perairan STITE Balik Diwa Makassar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI
BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Pepetek Klasifikasi dan morfologi
5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Pepetek 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Berdasarkan Allen (2000) dan www.fishbase.org (2010) Klasifikasi ikan pepetek (Gambar 2) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan
Lebih terperinci2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kurau Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus eleutheronema dan Species Eleutheronema
Lebih terperinci2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T
No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.
Lebih terperinciGambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
19 Dimana : Log m = logaritma dari panjang pada kematangan yang pertama Xt = logaritma nilai tengah panjang ikan 50% matang gonad x = logaritma dari pertambahan nilai tengah panjang pi = jumlah matang
Lebih terperinciSNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)
SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di
Lebih terperinci4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN
3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan
Lebih terperinci2. METODOLOGI PENELITIAN
2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terdiri dari lokasi pengambilan udang mantis contoh dan lokasi pengukuran sumber makanan potensial udang mantis melalui analisis
Lebih terperincimemiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,
Lebih terperinci5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan
5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian menunjukan bahwa sumberdaya ikan di perairan Tanjung Kerawang cukup beragam baik jenis maupun ukuran ikan yang
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya
21 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Ikan gelodok adalah ikan yang hidup di habitat intertidal ditemukan di daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya ditemukan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan peperek (Leiognathus spp.) Sumber : dkp.co.id
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Peperek 2.1.1. Klasifikasi dan morfologi Menurut Saanin (1984) klasifikasi ikan peperek (Gambar 1) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum :
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya perikanan yang sangat besar. Walaupun demikian seiring meningkatnya jumlah penduduk dunia dan kebutuhan akan pangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya
Lebih terperinciAbstrak. Kata Kunci : Ikan ekor Kuning, pertumbuhan, laju mortalitas, eksploitasi. Abstract
KAJIAN MORTALITAS DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) DARI LAUT NATUNA YANG DI DARATKAN PADA TEMPAT PENDARATAN IKAN BAREK MOTOR KELURAHAN KIJANG KOTA Study of mortality and the rate of
Lebih terperinci4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang
4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove
Lebih terperinci2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi
4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla spp.) tergolong dalam famili Portunidae dari suku Brachyura. Kepiting bakau hidup di hampir seluruh perairan pantai terutama pada pantai yang ditumbuhi
Lebih terperinciIKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR
@ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN
Lebih terperinciTujuan Pengelolaan Perikanan. Suadi Lab. Sosial Ekonomi Perikanan Jurusan Perikanan UGM
Tujuan Pengelolaan Perikanan Suadi Lab. Sosial Ekonomi Perikanan Jurusan Perikanan UGM suadi@ugm.ac.id Tujuan Pengelolaan tenggelamkan setiap kapal lain kecuali milik saya (sink every other boat but mine)
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).
Lebih terperinciKOMPOSISI, ASPEK BIOLOGI DAN KEPADATAN STOK IKAN PARI DI LAUT ARAFURA
KOMPOSISI, ASPEK BIOLOGI DAN KEPADATAN STOK IKAN PARI DI LAUT ARAFURA Oleh Andina Ramadhani Putri Pane Enjah Rahmat Siswoyo Balai Riset Perikanan Laut Cibinong - Bogor Simposium Hiu Pari ke 2 Jakarta,
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengelolaan perikanan adalah proses terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan kuro (Eleutheronema tetradactylum) Sumber: (a) dokumentasi pribadi; (b)
5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi, Ciri Morfologis dan Daerah Penyebaran Ikan Kuro Ikan kuro diklasifikasikan dalam filum Chordata, subfilum Vertebrata, superkelas Osteichthyes, kelas Actinopterygii,
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta
Lebih terperinciRencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua
Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat
I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah
Lebih terperinci3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan
Lebih terperinci