1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Hartanti Hartanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga dari kelompok monokotil yang telah beradaptasi dengan lingkungan laut (Marlin 2011). Hartog (1970) in Dahuri (2003) menjelaskan bahwa lamun telah dapat beradaptasi dengan lingkungan laut dapat dilihat dari: (1) lamun dapat hidup pada media air asin, (2) mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, (3) mempunyai sistem perakaran yang berkembang dengan baik dan (4) mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam. Distribusi lamun secara geografis dapat dikelompokkan dalam dua bioregion yaitu: (1) bioregion temperate dan (2) bioregion tropis (Waycott et al. 2007). Berdasarkan bioregion tersebut distribusi lamun di perairan laut Indonesia termasuk dalam wilayah bioregion Indo-Pasifik. Selanjutnya distribusi lamun pada lingkungan laut dibatasi oleh kondisi lingkungan yaitu kondisi substrat dan sinar matahari. Kiswara (1999) menyebutkan lamun dapat terdistribusi pada kondisi substrat yang berlumpur, pasir berlumpur, pasir halus, pasir karang, puing karang mati dan tempat berbatu sampai kedalaman perairan yang masih dapat ditembus sinar matahari. Lamun di lingkungan laut memiliki fungsi sebagai sumber produktivitas primer dan habitat biota laut (Hemminga and Duarte 2000 in Waycott et al. 2007). Nienhuis et al. (2002) dan Jones et al. (2006) menjelaskan bahwa lamun dapat berfungsi sebagai tempat pemeliharaan ikan pada massa juvenil, tempat mencari makan dan berlindung dari predator. Beberapa jenis biota laut selain ikan yang berasosiasi dengan lamun adalah moluska, udang, kepiting dan tripang (Tsukamoto et al. (1997). Selanjutnya dari aspek lingkungan fisik lamun dapat berfungsi sebagai peredam energi gelombang dan arus yang sampai ke pantai (Willams et al. 2006). Keanekaragaman jenis ikan yang berasosiasi dengan lamun telah dinyatakan oleh Hutomo dan Martosewejo (1977), Hutomo (1985) dan Peristiwadi (1991) in Dahuri (2003) yaitu di Teluk Banten ditemukan 360 spesies ikan yang berasosiasi dengan lamun, di perairan Gusung Talang Selat Makasar ditemukan 27 spesies ikan dan di pantai Lombok Selatan ditemukan 85 spesies ikan dan 4 spesies yang khas hidup di padang lamun adalah jenis Syngnathoides biaculeatus, Novaculichthys, Acreichthys sp dan Centrogenys vaigiensis.
2 2 Keberadaan lamun yang cukup penting untuk keberlanjutan ikan dan lingkungan saat ini mendapat ancaman yang cukup serius akibat meningkatnya aktivitas penduduk di wilayah pesisir seperti pembangunan pelabuhan, alih fungsi lahan menjadi kawasan industri dan pemanfaatan areal lamun yang cendrung tidak ramah lingkungan (Dahuri 2003). Dampak langsung dari aktivitas pembangunan di wilayah pesisir seperti pelabuhan berakibat pada berkurangnya luas areal lamun mulai dari ukuran meter kuadrat sampai ratusan kilometer kuadrat (Willams et al. 2006). Kerusakan lamun selain dari aktivitas antropogenik dapat juga berasal dari alam seperti badai, vulkanik dan pemanasan global (Neckless and Frederick 1999). Kerusakan beberapa jenis lamun seperti jenis Syringodium isoetifolium dan Enhalus acoroides telah terjadi di Kepulauan Seribu, Pulau Pari dan Teluk Banten yang disebabkan oleh kekeruhan air akibat perputuran perahu nelayan (Kiswara 1999). Lebih lanjut disebutkan bahwa pada tegakan tunggal dari jenis Enhalus acoroides, dan tegakan campuran dari jenis Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Halophila uninervis dan Halophila ovalis telah hilang seluas 25 ha akibat reklamsi pantai di Teluk Banten. Selanjutnya Tomascik et al. (1997) menyebutkan bahwa kerusakan lamun di perairan Indonesia berasal dari: (1) aktivitas pembangunan di wilayah pesisir dan peningkatan jumlah penduduk, (2) eutrofikasi, (3) pembuangan limbah industri, (4) aquakultur dan (5) over fishing. Kiswara et al. (1994) menyebutkan kerusakan lamun di Teluk Gerupuk dan pantai Kute (Lombok Selatan) disebabkan oleh masyarakat yang memanfaatkan areal lamun dengan menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan. Sumber kerusakan lamun yang telah disebutkan di atas dapat berdampak pada menurunnya fungsi ekologi lamun untuk keberlanjutan ikan. Fungsi ekologi lamun tersebut adalah sebagai area pemijahan (spawning ground), area asuhan (nursery ground) dan area mencari makan. Selanjutnya berdasarkan potensi lamun yang cukup luas di perairan Indonesia dan fungsi vital lamun untuk keberlanjutan sumberdaya ikan saat ini menjadi salah satu objek dari sasaran konservasi perairan (DKP 2008). Indikator yang perlu dipertimbangkan dalam konservasi lamun adalah: (1) pola distribusi dan tipe komunitas lamun, (2) dinamika perubahan secara spatial dan temporal, (3) fungsi lamun sebagai habitat bagi keanekaragaman jenis biota laut serta proses ekologi seperti tranfer energi melalui rantai makanan herbivora dan detritus serta (4) besarnya
3 3 kerusakan lamun akibat aktivitas masyarakat serta kerusakan lamun yang disebabkan oleh faktor alam (Thom et al. 2001). Kerusakan lamun yang dapat berdampak pada menurunnya fungsi lamun di lingkungan laut dapat direspon melalui konservasi lamun sebagai objek perlindungan laut. Beberapa contoh perlindungan laut atau konservasi laut yang berhasil dalam meningkatkan biomassa ikan adalah: (1) di Teluk Chesapeake USA, konservasi dan pengelolaan lamun dilakukan dengan menggunakan kriteria kualitas air, (2) di Great Barrier Reef Australia konservasi lamun dilakukan dengan perluasan areal perlindungan laut, kriterianya adalah jumlah jenis ikan terumbu karang yang bermigrasi ke padang lamun, (3) di Filipina dan Karibbia konservasi lamun diintegrasikan dalam program pengelolaan Marine Protected Area (MPA) yang diperkuat oleh undang-undang, (4) di Mediterranean konservasi lamun dilakukan melalui restorasi dengan cara rehabilitasi habitat (Kenworthy et al in Larkum et al. 2006). Konservasi lamun di perairan Indonesia sebenarnya telah terintegrasi pada Kawasan Konservasi Taman Nasional Laut, Kawasan Konservasi Laut Daerah dan Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut. Adapun definisi dari tiap kawasan konservasi tersebut adalah: (1) Taman Nasional Perairan yang merupakan kawasan konservasi perairan yang mempunyai ekosistem asli yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan berkelanjutan, wisata perairan dan rekreasi, (2) Suaka Alam Perairan adalah kawasan konservasi perairan dengan ciri khas tertentu untuk tujuan perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan ekosistemnya, (3) Taman Wisata Perairan, merupakan kawasan konservasi perairan dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan wisata perairan dan rekreasi dan (4) Suaka Perikanan adalah kawasan perairan baik air tawar, payau maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlidung dan berkembang biak jenis sumberdaya ikan tertentu yang berfungsi sebagai daerah perlindungan (PP No 60 Tahun 2007). Kriteria yang menjadi dasar penetapan kawasan konservasi perairan yaitu: (1) ekologi yang meliputi keanekaragaman hayati, kealamiahan, keterkaitan ekologis, keterwakilan, keunikan, produktivitas, daerah pemijahan ikan dan daerah pengasuhan, (2) sosial budaya meliputi tingkat dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, kearifan lokal serta adat istiadat dan (3) ekonomi yang meliputi
4 4 nilai penting perikanan, potensi rekreasi dan parawisata, estitika dan kemudahan mencapai kawasan (DKP 2008). Lombok Timur memiliki luas laut 1.074, 33 km 2 dan panjang pantai 85 km (Bappeda NTB, 2006). Di wilayah pesisir Lombok Timur memiliki potensi hutan mangrove 2.242,56 ha, terumbu karang 761,10 ha dan padang lamun (Lombok Timur dalam Angka 2008). Potensi lamun di areal pantai Lombok Timur dapat ditemukan di sepanjang pantai Pulau Lombok dan pantai pulau-pulau kecil. Namun demikian data tentang luasan padang lamun belum tersedia. Keberadaan padang lamun di wilayah pesisir Lombok Timur memiliki makna yang cukup penting, khususnya dalam mendukung produksi perikanan laut. Hal ini telah dinyatakan oleh Cullen dan Unsworth (2010) yang menyatakan bahwa padang lamun memiliki kontribusi yang cukup signifikan dalam mendukung produksi ikan baik secara langsung maupun tidak langsung dari fungsi lamun sebagai temapat pemeliharaan dan tujuan ikan bermigrasi. Kerusakan lingkungan di wilayah pesisir Lombok Timur dapat dilihat dari kerusakan mangrove sebesar 331,7 ha dan terumbu karang sebesar 45 % di Gili Maringkik dan Gili Petagan (Co-Fish Project 2001). Indikasi lain dari kerusakan lingkungan laut di wilayah pesisir Lombok Timur adalah menurunya produksi ikan yaitu pada tahun 2003 produksi ikan sebesar ,5 ton dan turun menjadi ,7 ton pada tahun 2007 dan rata-rata penurunan produksi ikan dari tahun 2003 sampai 2007 sebesar 1,04 % (Lombok Timur dalam Angka 2008). Penelitian yang berkaitan dengan kerusakan lamun berdasarkan indikator ekologi dan ekonomi di wilayah pesisir Tanjung Luar telah dilakukan oleh (Syukur 2001). Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa sumber kerusakan yang berlangsung secara terus menerus berasal dari pemanfaatan areal lamun secara distruktif oleh masyarakat yang mencari sumberdaya yang bernilai ekonomi. Tanjung Luar secara administratif berada dalam wilayah Kabupaten Lombok Timur dan letak geografisnya yaitu pada posisi bujur timur dan lintang selatan. Berkaitan dengan sumberdaya alam di wilayah pesisir Tanjung Luar, isu utama yang masih menjadi masalah adalah tentang kerusakan lingkungan laut. Salah satu ekosistem yang mengalami kerusakan adalah ekosistem padang lamun. Hasi identifikasi sumber kerusakan padang lamun di lokasi studi adalah: (1) pembangunan dermaga perikanan, (2) over-exploitasi sumberdaya yang bernilai ekonomi dari areal padang lamun dan
5 5 cara pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan, (3) kemiskinan, dan (4) jumlah penduduk yang cukup besar yaitu sebesar jiwa dan yang berprofesi sebagai nelayan sebesar orang (25,13%). Dampak dari kerusakan lingkungan dan tingginya laju eksploitasi sumberdaya ikan diduga sebagai penyebab menurunya produksi ikan hasil tangkapan nelayan. Salah satu jenis ikan yang produksinya cukup menurun dan memiliki ketergantungan cukup tinggi terhadap lamun dalam siklus hidupnya adalah ikan baronang. Selain ikan baronang produksi beberapa jenis ikan lain juga mengalami penurunan. Adapun produksi beberapa jenis ikan tersebut adalah ikan baronang dari 3,4 ton pada tahun 2005 turun menjadi 1,4 ton tahun 2009, ikan belanak dari 14,1 ton pada tahun 2006 turun menjadi 7,6 ton tahun 2009 dan ikan tengiri dari 24,8 ton tahun 2006 turun menjadi 5,2 ton tahun 2009 (BPS, NTB 2009). Potensi lamun di lokasi studi cukup luas dan tersebar pada beberapa lokasi seperti di intertidal pantai Gili Kere, Gili Maringkik, Gili Bembek, Kampung Baru, Lungkak dan Poton Bakau. Keberadaan padang lamun tersebut tentu memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap keanekaragaman jenis ikan di lokasi penelitian. Beberapa penelitian lain yang berkaitan dengan potensi ikan pada padang lamun seperti yang telah dilakukan oleh Bell et. al (2007) di Taman Nasional Wakatobi, Supriyadi (2009) di areal padang lamun Teluk Kotania dan Pelita Jaya, Marasabessy (2010) di Pulau-Pulau Derawan Kalimatan Timur. Berkaitan dengan peran lamun yang cukup penting untuk keanekaraman jenis ikan yang berasosiasi dengan lamun, potensi lamun serta bentuk aktivitas masyarakat yang dapat menyebabkan kerusakan lamun di lokasi belum dilakukan penelitian. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang potensi, kondisi lamun, potensi ikan, fungsi ekologi lamun terhadap ikan dan sumber ancaman kerusakan lamun untuk keberlanjutan sumberdaya ikan. Selanjutnya dari parameter tersebut digunakan sebagai kriteria dalam desain konservasi lamun dan strategi pengelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan di lokasi studi. 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis potensi lamun dan sumber ancaman kerusakan lamun. 2. Menganalisis keragaman ikan yang berasosisai dengan lamun.
6 6 3. Menganalisis pengetahuan ekologi masyarakat lokal dan kearifan lokal masyarakat yang memiliki relevansi dengan konservasi lamun. 4. Merumuskan kriteria dan indikator ekologi sebagai dasar desain konservasi lamun dan strategi pengelolaan 1.3 Kerangka Berpikir Potensi padang lamun di lokasi studi cukup besar dan tersebar pada beberapa lokasi yaitu di intertidal pantai Tanjung Luar (Kampung Baru, Lungkak dan Poton Bakau dan di intertidal pulu kecil (gili) seperti di Gili Kere, Gili Maringkik dan Gili Bembek. Isu utama yang menjadi permasalahan berkaitan dengan keberadaan lamun di lokasi studi adalah kerusakan lamun yang disebabkan oleh tingginya intensitas pemanfaatan oleh nelayan tradisional dan pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan oleh masyarakat. Kerusakan lamun di lokasi studi dapat berdampak negatif khususnya ikan yang memanfaatkan padang lamun sebagai habitat agar sukses dalam tahapan vital dari siklus hidupnya. Oleh karena itu untuk menilai keberadaan lamun di lokasi studi dapat mengguankan beberapa indikator seperti kondisi lamun berdasarkan parameter jumlah jenis lamun, kerapatan lamun, penutupan lamun dan biomasa lamun. Selain itu indikator lain yang cukup penting berkaitan dengan keberadaan lamun adalah bentuk aktiviatas masyarakat dalam memanfaatkan areal padang. Penilaian bentuk aktivitas masyarakat tersebut dapat menjelaskan tentang manfaat lamun bagi masyarakat lokal. Namun demikian pemanfaatan tersebut sering berdampak negatif terhadap lamun. Hal tersebut disebabkan karena cara pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan. Kerusakan lamun akibat perubahan kondisi lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas masyarakat maupun faktor alam dapat dinilai dari perubahan struktur komunitas dan populasi dari biota yang berasosiasi dengan lamun (Coles et al. 1996). Konservasi lamun di lokasi studi sebagai strategi pengelolaan sumberdaya ikan bersumber hasil penilaian pada aspek nilai lingkungan lamun, sumber kerusakan lamun dan keanekaragaman ikan yang berasosiasi dengan lamun. Oleh karena itu desain konservasi lamun di lokasi studi sasaran utama dalam pengelolaanya adalah: (1) melindungi fungsi ekologi lamuan dalam mendukung keberlanjutan sumberdaya ikan dan (2) mengendalikan cara-cara pemanfaatan untuk mencegah kerusakan lamun, sehingga terjamin kelestarian dari sumberdaya ikan dan biota lain yang berasosiasi dengan lamun. Oleh karena itu
7 7 untuk mencapai sasaran tersebut selain aspek ekologi aspek sosial yang meliputi peran serta masyarakat lokal dan pengetahuan ekologi masyarakat lokal adalah faktor penting yang harus di integrasikan dalam sistem pengelolaanya (Bianchi et al. 2009) Desain konservasi lamun untuk keberlanjutan sumberdaya ikan di lokasi studi meliputi dua aspek yaitu: (1) menetapkan kriteria ekologi sebagai instrumen atau parameter yang digunakan sebagai indikator dalam monitoring dan evaluasi terhadap potensi lamun, kondisi lamun, peran ekologi lamun untuk mendukung keberlanjutan sumberdaya ikan dan perubahannya akibat eksploitasi sumberdaya yang bernilai ekonomi di padang lamun, (2) pengelolaan yang berbasis konservasi ekosistem padang lamun untuk mengurangi atau mencegah kerusakan lamun dan lingkungannya. Berkaitan dengan kedua aspek tersebut kriteria ekologi sebagai instrumen dalam desain konservasi lamun untuk keberlanjutan sumberdaya ikan yaitu: potensi lamun (luas areal lamun dan jumlah jenis lamun), kondisi lamun (kerapatan lamun, penutupan lamun dan biomassa lamun), komunitas ikan yang berasosiasi dengan lamun (keanekaragaman ikan, kelimpahan dan kekayaan jenis ikan), fungsi ekologi lamun terhadap ikan (struktur komunitas ikan berdasarkan ukuran dan padang lamun sebagai tempat ikan mencari makan) dan sumber ancaman kerusakan lamun (kelompok nelayan yang memanfaatkan padang lamun sebagai tempat mencari ikan dan masyarakat non nelayan yang mencari sumberdaya yang bernilai konsumsi dan ekonomi). Selanjutnya pada aspek pengelolaan parameter ekologi, sosial (pengetahuan ekologi masyarakat lokal dan kearifan lokal) dan kelembagaan. Oleh karena itu penerapan kriteria dalam pengelolaan padang lamun di lokasi studi secara spatial di buat dalam zona pengelolaan berdasarkan nilai sumberdaya pada tiap lokasi padang lamun. Secara garis besar kerangka berpikir dari desain konservasi lamun di lokasi studi seperti pada (Gambar 1).
8 8 Lamun (Seagrass) di Wilayah Pesisir Tanjung Luar Areal tangkapan nelalayan dan pemanfaatan secara distruktif oleh masyarakat Degradasi fungsi lamun sebagai habitat ikan Perubahan kondisi lamun, struktur komunitas ikan dan aspek sosial masyarakat berkaitan dengan manfaat lamun dan keberlanjutan sumberdaya ikan Analisis dan Sintesis Potensi lamun, kondisi lamun, struktur komunitas ikan dan fungsi ekologi lamun terhadap ikan (tempat pembesaran dan mencarai makan) Kriteria desain Konservasi lamun Zonasi dan pencegahan pemanfaatan distruktif Monitoring dan evaluasi perubahan kondisi lamun dan struktur komunitas ikan Pengelolaan padang lamun untuk keberlanjutan sumberdaya ikan Gambar 1 Kerangka berpikir
9 9 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitiaan ini diharapkan dapat menambah referensi berkaitan dengan masalah degradasi lingkungan di wilayah pesisir serta menjadi strategi dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan. Selain itu hasil penelitian ini dapat menjadi dasar dalam mengembangkan konsep pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis konservasi ekosistem. 1.5 Kebaruan (Novelty) Penelitian Konservasi lamun didesain berdasarkan kriteria yang dapat menyebabkan perubahan pada kondisi lamun dan biota asosiasinya. Konservasi lamun di Kuraburi (Thailand selatan) dengan konsep kerjasama multi-stakehouldres (Suksa-ard et al.2010). Hal tersebut disebabakan karena kerusakan lamun yang mencapai 80 % akibat tsunami tahun 2004, penangkapan ikan yang distruktif dan rendahnya pengetahuan masyarakat lokal tentang kesehatan lamun. Selanjutnya desain konservasi lamun di Teluk Florida dengan menggunakan kriteria kualitas air. Kriteria kualitas air tersebut digunakan untuk menegelola tingkat sedimentasi dan nutrien yang dapat berdampk negatif terhadap pertumbuhan dan survive lamun. Konservasi lamun di Mediterranean menggunakan kualitas air untuk memonitoring tingkat pencemaran akibat limbah induistri, selanjutnya pada areal yang sudah tidak ada lamun tetapi sebelumnya ada lamun dilakukan melalui restorasi. Metode dan pendekatan konservasi lamun di Australia yaitu di sekitar Great Barrier Reef menggunakan indikator keragaman jenis ikan karang yang bermigrasi ke lokasi padang lamun. Keragaman jenis ikan karanag yang berasosiasi dengan lamun tersebut dimanfaatkan oleh nelayan lokal sebagai areal tangkapan. Kondisi tersebut dapat berdampak negatif terahadp kelestarian sumberdaya ikan pada areal konservasi Great Barrier Reef. Oleh karena itu pendekatan dan metode yang digunakan dalam konservasi lamun adalah melalui penambahan luas areal konservasi Great Barrier Reef sampai areal padang lamun. Selanjutnya pendekatan dan metode konservasi lamun di Filipina dan Karibbia di integrasikan dalam sistem pengelolaan MPA. Hal tersebut dilakukan karena keberadaan padang lamun secara ekologi merupakan satu kesatuan sistem secara fungsional dengan sistem lain dalam mendukung keberlanjutan sumberdaya ikan (Kenworthy et al in Larkum et al. 2006). Keberadaan lamun yang cukup vital untuk keberlanjutan sumberdaya ikan menjadi salah satu objek konservasi lamun sumberdaya ikan di perairan laut
10 10 Indonesia. Konservasi lamun di perairan Indonesia dilakukan pada sistem pengelolaan kawasan konservasi perairan Taman Nasional Konservasi Laut, Konservasi Laut Daerah dan Konservasi Taman Wisata Laut (DKP 2008) Kriteria dan indikator desain konservasi lamun untuk keberlanjutan sumberdaya ikan di lokasi studi bersumber dari hasil analisis dan sintesis pada beberapa parameter seperti: potensi lamun, kondisi lamun, sumber ancaman kerusakan lamun, keragaman ikan yang berasosiasi dengan lamun dan nilai lingkungan lamun yang dibutuhkan ikan untuk survive. Kriteria dan indikator ekologi tersebut berfungsi untuk mencegah kerusakan lamun sebagai habitat ikan dan sebagai alat untuk melakukan monitoring dan evaluasi perubahan potensi lamun dan kondisi lamun akibat over-ekploitasi dan pemanfaatan areal lamun dengan cara tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu kebaruan dari penelitian ini adalah pencegahan dan pembatasan dalam pemanfaatan dengan indikator potensi dan kondisi lamun serta struktur komunitas ikan khususnya yang memiliki kelimpahan tinggi baik secara spatial dan temporal seperti Plectorhinchus flavomaculatus, Upeneus vittatus dan Archamia goni.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Menurut Den Hartog (1976) in Azkab (2006)
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Tidak terkecuali dalam hal kelautan. Lautnya yang kaya akan keanekaragaman hayati membuat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui
Lebih terperinciKRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010
KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman
Lebih terperinciBAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumber daya yang sangat tinggi. Nybakken (1988), menyatakan bahwa kawasan pesisir terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi
Lebih terperinciVIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove
VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor
Lebih terperinciKOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI
KOMPOSISI JENIS, KERAPATAN, KEANEKARAGAMAN, DAN POLA SEBARAN LAMUN (SEAGRASS) DI PERAIRAN TELUK TOMINI KELURAHAN LEATO SELATAN KOTA GORONTALO SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis
PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki
Lebih terperinciI. Pengantar. A. Latar Belakang
I. Pengantar A. Latar Belakang Secara geografis, Raja Ampat berada pada koordinat 2 o 25 Lintang Utara hingga 4 o 25 Lintang Selatan dan 130 132 55 Bujur Timur (Wikipedia, 2011). Secara geoekonomis dan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu
Lebih terperincimemiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang yang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis
Lebih terperinciPENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM
PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang. Indonesia
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah penangkapan ikan merupakan wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana alat tangkap dapat dioperasikan sesuai teknis untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciKerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara
Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Nurtin Y.
Lebih terperinci92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM
ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang
BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang Wilayah kepesisiran dihuni oleh berbagai organisme dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi. Wilayah tersebut merupakan suatu sistem sosioekologis yang dinamis dengan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mampu hidup terbenam dalam air di lingkungan perairan dekat pantai. Secara taksonomi, lamun termasuk ke dalam kelompok
Lebih terperinciKimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN
SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,
Lebih terperinciPENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU
PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU Zonasi Wilayah Pesisir dan Lautan PESISIR Wilayah pesisir adalah hamparan kering dan ruangan lautan (air dan lahan
Lebih terperinciLAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA
LAMUN: KEHIDUPAN, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA Lamun adalah tumbuhan berbunga (Spermato phyta) yang telah menyesuaikan diri untuk hidup sepenuhnya terbenam di dalam laut. Seperti tumbuhan darat umumnya,
Lebih terperinciREPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI
REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI Kerjasama TNC-WWF Wakatobi Program dengan Balai Taman Nasional Wakatobi Wakatobi, Juni 2008 1 DAFTAR ISI LATAR BELAKANG...
Lebih terperinciTINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal
TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut yang hidup di sekitarnya. Ekosistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,
Lebih terperinciV ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN
49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung
Lebih terperinci5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir
BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak dan dilintasi garis khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti perikanan
Lebih terperinciVIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA
73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah lautan yang luas tersebut
Lebih terperinciPENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir
PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000
Lebih terperinciPENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh
Lebih terperinciPotensi Terumbu Karang Luwu Timur
Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:
STRUKTUR KOMUNITAS DAN BIOMASSA RUMPUT LAUT (SEAGRASS) DI PERAIRAN DESA TUMBAK KECAMATAN PUSOMAEN 1 Idris Baba 2, Ferdinand F Tilaar 3, Victor NR Watung 3 ABSTRACT Seagrass community structure is the basic
Lebih terperinci1. Pengantar A. Latar Belakang
1. Pengantar A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang sekitar 81.000, sehingga Negara kita memiliki potensi sumber daya wilayah
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).
Lebih terperinciAnalisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya
1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu
Lebih terperinciKAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R
KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir
Lebih terperincivi panduan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi laut daerah DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tahapan Umum Penetapan KKLD 9 Gambar 2. Usulan Kelembagaan KKLD di Tingkat Kabupaten/Kota 33 DAFTAR LAMPIRAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan
Lebih terperinciPemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kupang adalah salah satu kabupaten dengan ekosistem kepulauan. Wilayah ini terdiri dari 27 pulau dimana diantaranya masih terdapat 8 pulau yang belum memiliki
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang
Lebih terperinciI. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memegang peranan penting dalam mendukung kehidupan manusia. Pemanfaatan sumber daya ini telah dilakukan sejak lama seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia sekitar 3.735.250 ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi pertukaran materi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang terus menerus melakukan pembangunan nasional. Dalam mengahadapi era pembangunan global, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar
Lebih terperinciMangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan
1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan
Lebih terperinciVI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI
55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan
29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda
Lebih terperinci