Gambar 1: Sumber fiskal Aceh mengalami peningkatan yang substansial dalam 6 tahun terakhir

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 1: Sumber fiskal Aceh mengalami peningkatan yang substansial dalam 6 tahun terakhir"

Transkripsi

1 Page 1 RINGKASAN EKSEKUTIF Aceh telah mengalami peningkatan sumber daya fiskal yang luar biasa. Sejak berlakunya Desentralisasi dan Otonomi Khusus, pendapatan yang secara langsung dikelola pemerintah daerah meningkat beberapa kali. Selain itu, Aceh juga menerima bantuan yang sangat besar dari Pemerintah Pusat dan masyarakat internasional, setelah Tsunami pada bulan Desember Pada tahun 2006, jumlah dana yang mengalir ke Aceh diperkirakan mencapai Rp. 28,5 trilyun (US$ 3,1 milyar). Sebagian besar sumber dana ini berasal dari program rekonstruksi (Rp. 16,4 trilyun) tetapi anggaran reguler daerah juga meningkat dengan cepat dan diharapkan akan mencapai Rp. 12,2 trilyun pada tahun 2006 (Gambar 1). Gambar 1: Sumber fiskal Aceh mengalami peningkatan yang substansial dalam 6 tahun terakhir Triliun Rph Anggaran Rekonstruksi Dekonsentrasi Provinsi Kab/Kota Anggaran Rekonstruksi Sumber: Perkiraan staf Bank Dunia (harga konstan 2006) berdasarkan data dari SIKD/Depkeu dan BRR Dengan kekayaan sumber daya fiskal ini, Aceh memiliki kesempatan untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang tinggi dan meningkatkan pelayanan publik. Dalam hal pendapatan perkapita, Aceh merupakan provinsi terkaya ke 3 di Indonesia (Gambar 2), namun di saat yang sama juga merupakan provinsi ke 4 termiskin di Indonesia (Gambar 3). Pada tahun 2004, diperkirakan 1,2 juta orang di Aceh (28,5 persen dari total penduduk) hidup di bawah garis kemiskinan yaitu Rp (sekitar US$ 14) perkapita perbulan, yang berarti tingkat kemiskinan di Aceh hampir dua kali lebih tinggi daripada tingkat kemiskinan nasional (16,7 persen). Disamping itu sekitar 13 persen penduduk Aceh menjadi rentan untuk jatuh ke bawah garis kemiskinan sebagai akibat dampak tsunami.

2 Page 2 Gambar 2: Pendapatan per perkapita Aceh merupakan ketiga tertinggi di Indonesia 4 Juta rupiah 3 2 Aceh 1 - Papua Kaltim NAD Riau Kalteng Maluku Gorontalo Bangka Belitung Bali Sulteng Jambi Provinsi Sulut NTT Kalsel Kab/kota Sumbar Bengkulu Sulsel DI Yogyakarta Sumsel NTB Sumut Lampung Jatim Jateng Banten Jabar Sumber: SIKD/ Depkeu, perkiraan staf Bank Dunia berdasarkan APBD Gambar 3: Tingkat kemiskinan Aceh menduduki peringkat ke 4- dan berpotensi meningkat setelah tsunami Rentan terhadap kemiskinan karena tsunami Prov. Papua Prov. Maluku Prov. Gorontalo Prov. NAD Prov. NTT Prov. NTB Prov. Bengkulu Prov. Lampung Prov. Sultengg Prov. Sulteng Prov. Jawa Tengah Prov. Sumsel Prov. Jawa Timur Prov. DIY Average Prov. Sumut Prov. Sulsel Prov. Kalbar Prov. Jambi Prov. Maluku Utara Prov. Jawa Barat Prov. Riau Prov. Kaltim Prov. Sumbar Prov. Kalteng Prov. Bangka Belitung Prov. Sulawesi Utara Prov. Banten Prov. Kalsel Prov. Bali Prov. DKI Jakarta Sumber: BPS, Pelaksanaan MoU Helsinki yang ditandangani pada bulan Agustus 2005 membuka peluang lain untuk membangun Aceh yang lebih baik dan menyediakan pelayanan publik di daerah yang terkena dampak konflik. Pelaksanaan perjanjian tersebut secara umum berjalan sesuai dengan harapan dan memberi Aceh peluang untuk menciptakan kembali masyarakat yang tenteram dan memulihkan kesejahteraan ekonomi. Konflik selama 30-tahun antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah merenggut nyawa, membuat beberapa ribu keluarga terpaksa mengungsi, dan menimbulkan kerusakan parah pada properti milik swasta dan umum. Konflik tersebut juga menghambat upaya pemerintah untuk menyediakan pelayanan publik minimum di daerah-daerah yang paling parah terkena dampak konflik

3 Page 3 PENDAPATAN DAN PENGELUARAN Aceh mengalami peningkatan penerimaan fiskal yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan ditambah dengan program rekonstruksi terbesar di negara berkembang. Tiga faktor berikut ini menjelaskan sumber dana Aceh yang besar, yang tidak akan berubah untuk beberapa tahun kedepan dan bahkan justru akan semakin bertambah: Aceh merupakan salah satu wilayah yang paling diuntungkan dengan berlakunya desentralisasi. Sejak tahun 1999, penerimaan daerah yang dikelola oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, meningkat tajam dari Rp. 2.4 triliun di tahun 1999 hingga mencapai Rp triliun di tahun Sejumlah faktor yang turut mendukung lonjakan luar biasa ini antara lain termasuk pengalihan wewenang di tahun 2001, pemberlakuan otonomi khusus di tahun 2002 dan peningkatan Dana Alokasi Umum (DAU) yang luar biasa di tahun Pengeluaran untuk rekonstruksi akan meningkatkan pengeluaran pemerintah daerah Aceh hampir dua kali lipat dari tahun Saat ini, nilai portofolio rekonstruksi berada pada jumlah Rp. 45 triliun, terdiri dari sekitar 1500 proyek yang dikerjakan oleh lebih dari 250 organisasi/institusi. Pengeluaran total dalam upaya rekonstruksi diperkirakan akan melebihi Rp. 70 triliun pada tahun UU Pemerintah Aceh yang baru akan memberikan tambahan dana sebesar Rp. 4 triliun melalui Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) mulai dari tahun 2008 dan meningkat menjadi Rp. 5 trilliun pada tahun Dengan berkurangnya penerimaan dari bagi hasil migas, Dana Otsus sepertinya akan menjadi sumber dana terpenting kedua dalam penerimaan daerah Aceh, sama seperti Papua. Dana rehabilitasi dan rekonstruksi membuka peluang bagi Aceh untuk membangun kembali dengan lebih baik. Kerusakan fisik dan kerugian yang disebabkan oleh tsunami serta gempa bumi di Nias (28 Maret 2005) diperkirakan mencapai US$ 4,9 miliar, selain itu sejumlah US$ 1,2 miliar perlu ditambahkan dengan adanya inflasi. Pada bulan Juni 2006, sejumlah US$ 4,9 milyar nilai proyek dan program telah dialokasikan untuk upaya rekonstruksi. Tambahan US$ 3,1 milyar yang telah dijanjikan, akan membuat seluruh program rekonstruksi ini bernilai US$ 8 milyar. Dengan dana tambahan ini, Aceh dan Nias akan memiliki kesempatan untuk membangun kembali dengan lebih baik serta melakukan investasi pada proyek dan program yang akan bisa berdampak jangka panjang pada perekonomian dan struktur sosial (Gambar 5).

4 Page 4 Gambar 4: Kebutuhan dan komitmen rekonstruksi (US$ milyar, akhir Juni 2006) USD Milyar Memperbarui fasilitas di daerah-daerah yang terkena dampak Tsunami dan gempa bumi - Program reintgrasi dan pembangunan pasca konflik Inflasi (1.2) NIAS (0.4) Sumber: BRR/perkiraan staf Bank Dunia Membangun kembali potensi pinjaman lunak(0,7) DONOR dengan lebih baik (1,9) hibah (0,5) Sudah dijanjikan LSM (0,4) tetapi belum dialokasikan (3,1) Pemerintah Indonesia ( 1,5) DONOR (2,0) Penilaian Kerusakan Pembangunan dan Kerugian kembali (6,1) (4,5) LSM (1,7) Kebutuhan Pemerintah Indonesia (1.2) Program Sudah dialokasikan untuk proyek proyek spesifik (4,9) Pendapatan fiskal Aceh akan terus meningkat. Undang-undang Pemerintahan Aceh yang baru disahkan, UU No 11/2006, memberikan kembali penetapan dana otonomi khusus (Dana Otsus). Penerimaan Aceh diharapkan akan meningkat dari yang sekarang Rp trilyun menjadi hampir Rp trilyun di tahun 2011 (Gambar 5). Dana otonomi khusus yang baru dan peningkatan alokasi DAU sampai dengan tahun 2008 akan lebih dari mengkompensasi penurunan parsial atas penerimaan sumber daya alam yang disebabkan menurunnya persediaan minyak dan gas. Besarnya alokasi sumber daya untuk 20 tahun kedepan harus dapat meningkatkan penyediaan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan sektor produksi yang lebih kuat lagi. Gambar 5: UUPA memberikan keuntungan substansial terlepas dari penurunan produksi gas

5 Page Triliun rupiah Penerimaan setelah UUPA 11/ Total penerimaan dgn Dana Otsus ($60/brl) Total Penerimaan tanpa Dana Otsus ($60/brl) Sumber: perkiraan staf Bank Dunia berdasarkan data dari SIKD/Depkeu Sebagai akibat dari besarnya pendapatan yang masuk ke Aceh setelah desentralisasi, keseluruhan pengeluaran daerah pun mengalami kenaikan, baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Secara rata-rata, pemerintah daerah di Aceh telah mengelola lebih dari dua pertiga dari keseluruhan belanja publik. Sebelum desentralisasi, hampir 60 persen belanja dikelola oleh pemerintah pusat, sehingga peran yang dimainkan pemerintah daerah dalam penyediaan pelayanan dan pembangunan daerah menjadi sangat terbatas. Biaya administrasi yang muncul akibat bertambahnya jumlah pemerintah daerah di Aceh menyebabkan alokasi anggaran yang tidak proporsional dari penerimaan daerah yang meningkat. Saat ini, belanja rutin terhitung sebesar 60 persen dari total anggaran belanja kabupaten/kota. PENYEDIAAN PELAYANAN PUBLIK Aceh memiliki cukup sumber daya untuk memberantas kemiskinan, tetapi sampai sejauh ini masih belum membuat kemajuan yang berarti. Secara paradoksal, ketika penerimaan daerah Aceh mulai meningkat tajam pada tahun 2001, tingkat kemiskinan tetap tidak berubah sebesar 30 persen padahal wilayah lain di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan dalam tingkat kemiskinan hingga dibawah 20 persen. Konflik yang meningkat di tahun turut memperburuk tingkat kemiskinan di provinsi ini. Di Aceh sendiri, daerah yang memiliki penerimaan cukup besar tidak terlepas dari masalah kemiskinan. Aceh Utara, yang merupakan wilayah penghasil minyak dan gas dan terkena dampak konflik terparah, adalah contoh kasus yang paling ekstrim. Daerah tersebut memiliki sumber daya fiskal terbesar dan disaat yang sama juga sebagai salah satu daerah yang memiliki tingkat kemiskinan tertingi.

6 Page 6 Aceh tidak hanya memiliki tingkat kemiskinan yang sangat tinggi tetapi juga pelayanan publik yang sangat buruk. Di bidang kesehatan dan pendidikan, permasalahan-permasalahan struktural jangka panjang justru lebih mencemaskan dibanding permasalahan jangka pendek akibat bencana tsunami. Proses rekonstruksi pada sektor-sektor ini telah menunjukkan kemajuan yang berarti. Sebagian besar sekolah telah dan sedang dibangun. Namun, hanya kurang dari separuh fasilitas sekolah dasar yang terpelihara dengan baik, dan mayoritas guru yang mengajar tidak memenuhi kualifikasi dan ketentuan yang diharuskan. Sebagian besar bidan dan guru telah meninggalkan daerah yang pedesaan yang kurang aman menuju daerah pusat perkotaan. Saat ini salah satu tantangan terbesar adalah memberikan insentif agar mereka mau kembali ke daerah pedesaan. Di bidang kesehatan, belanja daerah hampir tidak meningkat sejak 2002 disamping terjadinya peningkatan untuk belanja gaji. Aceh merupakan salah satu daerah yang memiliki jumlah dokter, dan perawat tertinggi di Indonesia, dan jumlah fasilitas kesehatan yang besar. Akan tetapi, petugas sering tidak berada ditempat, aliran listrik tidak memadai, sarana air bersih jarang berfungsi, dan pengobatan yang dibutuhkan sering tidak tersedia. Rendahnya anggaran untuk belanja operasional non-gaji juga memperburuk kondisi pelayanan kesehatan. Fokus yang besar diberikan pada perbaikan dan pembangunan fasilitas, disebabkan oleh peningkatan jumlah kabupaten/kota, walaupun untuk beberapa fasilitas tingkat penggunaannya sangat rendah untuk dapat bertahan lama. Di bidang pendidikan, Aceh memiliki jumlah guru yang memadai tetapi masih terjadi ketimpangan besar dalam wilayah cakupan. Para guru lebih menyukai daerah perkotaan daripada daerah pedesaan, menyebabkan terjadinya kesenjangan di daerah pedesaan. Dari pada meningkatkan jumlah guru, pemerintah daerah perlu mengembangkan sistem insentif dan sanksi yang dapat menyediaan pendidikan berkualitas bagi seluruh masyarakat Aceh. Walaupun pengeluaran pemerintah daerah Aceh untuk bidang pendidikan telah meningkat empat kali lipat di tahun 2002, tetapi setelah itu jumlahnya terus menurun dan sebagian besar dibelanjakan untuk belanja rutin (terutama gaji guru), dimana jumlahnya mencapai 63 persen dari seluruh anggaran bidang pendidikan. Buruknya fasilitas pendidikan dan kurangnya materi pendidikan disekolah merupakan masalah utama yang dihadapi dunia pendidikan. Provinsi Aceh memiliki belanja pendidikan per kapita tertinggi di Indonesia (pengeluaran per kapita sebesar Rp vs rata-rata nasional sebesar Rp ), yang membuat semakin penting untuk memberikan fokus pada kualitas. Di bidang infrastruktur, tsunami telah memperparah masalah yang telah ada sejak lama, tetapi untuk beberapa sub sektor kondisi di Aceh hampir sama dengan kondisi rata-rata nasional. Tingkat sambungan listrik rumah tangga, dan tingkat kepadatan jalan di Aceh berada diatas rata-rata nasional, tapi jaringan air rumah tangga, fasilitas sanitasi pribadi dan infrastruktur irigasi berada jauh dibawah tingkat rata-rata nasional. Dua pertiga rumah tangga di Aceh sudah memiliki sambungan listrik, namun pemadaman listrik sering terjadi di sebagian besar wilayah. Pengeluaran bidang infrastruktur mengalami peningkatan sejak desentralisasi, namun setelah tahun 2002 terus menurun. Sebagian besar belanja rutin di sektor ini dialokasikan untuk gaji pegawai, sedangkan alokasi untuk biaya operasional dan pemeliharaan kecil sekali dari anggaran sektor infrastruktur. Setelah tsunami, banyak pemerintah daerah di Aceh yang

7 Page 7 menurunkan investasi mereka dibidang infrastruktur, dengan harapan proyek rekonstruksi dari pemerintah pusat, lembaga donor dan LSM akan memenuhi kebutuhan bidang infrastruktur. KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN Peran, tanggung jawab, dan beban kerja pemerintah daerah telah meningkat secara dramatis selama beberapa tahun terakhir. Namun, kapasitas dan insentif bagi pegawai pemerintah daerah belum dapat mengimbangi peningkatan tanggung jawab yang baru tersebut. Survei Pengelolaan Keuangan Daerah (Public Finance Management/PFM) yang dilakukan di sembilan kabupaten mengindikasikan bahwa rata-rata pemerintah daerah tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk mengemban tanggung jawab di bidang pengelolaan keuangan daerah (Gambar 6). Di beberapa kabupaten, terutama Nagan Raya dan Aceh Jaya, kapasitas pengelolaan keuangan daerahnya bahkan sangat rendah. Gambar 6: Pemerintah Daerah Memiliki Kapasitas Pengelolaan Keuangan Daerah yang Tidak Memadai 100% 80% 60% % Sangat Baik 60-79% Baik 40-59% Sedang 20-39% Lemah 0-19% Sangat Lemah 40% 20% 0% Pengadaan Internal Audit Pengelolaan Pengelolaan Akuntansi & Asset Kas Pelaporan Perencannan & Penganggaran Kerangka Eksternal Audit Peraturan & Pengawasan Daerah Hutang Publik & Investasi Sumber: Survai Pengelolaan Keuangan Daerah, nilai rata-rata untuk 9 kabupaten/kota yang disurvai Sebagian besar pemerintah daerah masíh mengalami kesulitan mengelola peningkatan aliran dana. Sejak berlakunya desentralisasi, belanja pegawai telah melebihi belanja modal untuk pelayanan publik. Pengeluaran pembangunan terkonsentrasi pada sektor aparatur pemerintah dengan mengabaikan sektor lainnya yang sangat membutuhkan perhatian. Berlawanan dengan kebutuhan-kebutuhan yang sudah diidentifikasi, pemerintah daerah hanya menganggarkan sedikit untuk kegiatan pelatihan dan pengembangan kapasitas, dan menganggarkan lebih besar untuk gedung, kendaraan, dan perlengkapan. Pengalokasian anggaran untuk administrasi publik perlu lebih dicermati dan peninjauan ulang atas pengeluaran untuk peningkatan kapasitas pegawai merupakan kebutuhan mendesak. AGENDA UNTUK PELAKSANAAN

8 Page 8 Para perumus kebijakan di Aceh dapat membuat banyak perubahan untuk mengelola sumber dayanya yang sangat besar dengan cara yang lebih baik. Reformasi yang paling penting berkaitan dengan (i) alokasi sumber daya yang lebih baik, (ii) pengelolaan sumber daya yang lebih baik, dan (iii) analisis data yang lebih baik untuk memberikan informasi tentang alokasi dan pengelolaan sumber daya. 1. ALOKASI SUMBER DAYA YANG LEBIH BAIK Pengeluaran pembangunan perlu ditingkatkan - bukan dikurangi. Sumber daya yang melimpah pada pemerintah daerah dan provinsi merupakan kunci untuk meningkatkan kehidupan masyarakat Aceh. Pemerintah daerah dan provinsi Aceh merupakan pihak yang paling diuntungkan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi khusus, tetapi mereka belum ikut serta sepenuhnya untuk membangun suatu masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Aceh. Pada tahun 2005, sebagian besar pemerintah daerah mengurangi persentase pengeluaran pembangunan mereka karena mengantisipasi dana dari BRR dan para donor. Pengeluaran untuk kebutuhan aparatur pemerintah terlalu tinggi. Pemerintah daerah telah mengalokasikan jumlah dana yang meningkat untuk birokrasi dengan mengorbankan belanja pembangunan. Pengeluaran untuk aparatur pemerintah terus meningkat bahkan setelah jumlah kabupaten/kota tidak mengalami peningkatan. Kecenderungan ini harus lebih dicermati. Pengeluaran yang meningkat untuk birokrasi pemerintah tidak mengindikasikan adanya pengelolaan sumber daya fiskal yang juga lebih baik. Pengeluaran publik sebaiknya dikhususkan untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan yang meningkatkan penyediaan pelayanan dan kesejahteraan sosial serta menghasilkan manfaat sosial dan ekonomi jangkapanjang, ketimbang keperluan birokrasi. Pengeluaran pemerintah pusat di masa yang akan datang pada fungsi-fungsi yang sebagian besar telah didesentralisasi seharusnya tidak dilakukan. Bahkan diluar pembiayaan rekonstruksi, kontribusi pemerintah pusat masih mencapai lebih dari 30 persen dari investasi di Aceh. Sebagian besar belanja dilakukan pada fungsi-fungsi yang telah didesentralisasi. Pengeluaran pemerintah pusat akan dapat mencapai sasaran dengan baik melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) yang menitikberatkan pada daerah-daerah tertinggal serta kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan prioritas nasional dan mempunyai skala ekonomi yang besar. Keputusan-keputusan (re-) alokasi yang strategis terhadap dana-dana rekonstruksi harus dilakukan sekarang. Pada bulan Juni 2006, US$ 4.9 milyar dana rekonstruksi telah dialokasikan. Pada tahap rekonstruksi yang masih agak dini ini, sumber utama dana skala besar yang masih dapat diprogramkan sangat terbatas. Kesenjangan pembiayaan yang masih ada perlu segera ditangani. BRR memiliki dana fleksibel terbesar yang bisa digunakan untuk menangani kesenjangan ini, terutama untuk sektor transportasi dan juga untuk wilayah sebelah selatan Meulaboh (Aceh Barat Daya, Aceh Selatan), sekitar Lhokseumawe (Aceh Timur, Aceh Tamiang), dan Nias. 2. PENGELOLAAN SUMBER DAYA YANG LEBIH BAIK

9 Page 9 Kapasitas pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerahnya harus ditingkatkan. Menurut survai PFM, kapasitas pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya fiskal terutama paling rendah di bidang perencanaan dan penganggaran, akuntansi dan pelaporan, eksternal audit, pengelolaan hutang publik dan investasi. Lebih jauh, terdapat kesenjangan-kesenjangan signifikan dalam kapasitas pemerintah daerah di seluruh kabupaten. Pada beberapa indikator, beberapa daerah memiliki tingkat kapasitas yang sangat rendah. Masalah kapasitas ini harus segera diatasi jika masyarakat Aceh hendak menerima manfaat dari sumber daya keuangan yang meningkat. Proses perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah membutuhkan peningkatan yang signifikan. Sebagian besar pemerintah daerah sangat terlambat untuk mengesahkan anggaran daerahnya, terkadang sampai enam bulan setelah tahun anggaran berjalan yang menghambat pelaksanaan proyek. Sangat penting bagi pemerintah daerah untuk mempercepat pengesahan anggarannya sehingga proyek dapat dilaksanakan tepat pada setiap awal tahun anggaran. Lebih jauh lagi, terkadang anggaran yang disahkan tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada, khususnya pada sektor pendidikan dan kesehatan. 3. KUALITAS DATA YANG LEBIH BAIK Adanya kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan kualitas pengumpulan dan pengolahan data. Kurangnya data dan rendahnya kualitas data yang ada membuat proses penyusunan program dan anggaran menjadi sangat sulit. Data yang akurat juga dibutuhkan untuk perumusan kebijakan, pemantauan, dan evaluasi, yang berbasis fakta. Pengumpulan dan pengolahan data perlu digabung dengan pengenalan indikator-indikator yang sesuai, yang kemudian dapat memberikan informasi untuk perumusan kebijakan dan penyusunan program. Untuk pemantauan rekonstruksi, sistem pemantauan padat karya (labor intensive) telah terbukti lebih baik daripada sistem informasi berbasis self-entry berteknologi tinggi. Sistem Recovery Aceh Nias (RAN) Database belum memberikan suatu hasil yang signifikan, bahkan terhadap janji utamanya untuk melacak dana. Penyebab utama adalah lemahnya metodologi dalam pengelompokan dana, keterbatasan pengendalian mutu dan analisis data, dan terlalu canggihnya teknologi informasi yang digunakan, sehingga menyulitkan proses memasukkan dan menemukan data utama. Satu-satunya sistem pelacakan yang bisa digunakan adalah sistem dengan pendekatan teknologi rendah, yang dilakukan berdasarkan tindak lanjut yang sistematis dengan lembaga-lembaga utama ditambah dengan penekanan yang kuat terhadap analisis data.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki potensi sumber daya yang sangat besar baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, untuk sumber daya alam tidak

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT BAB 4 Kondisi Ketenagakerjaan Aceh kembali memburuk, terlihat dari TPAK yang menunjukkan penurunan cukup dalam dari 65,85 per Februari 212 menjadi

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii 1 ii Deskripsi dan Analisis APBD 2014 KATA PENGANTAR Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang dimulai sejak tahun 2001 menunjukkan fakta bahwa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website: AKSES PELAYANAN KESEHATAN Tujuan Mengetahui akses pelayanan kesehatan terdekat oleh rumah tangga dilihat dari : 1. Keberadaan fasilitas kesehatan 2. Moda transportasi 3. Waktu tempuh 4. Biaya transportasi

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN STRATEGIS PNPM MANDIRI KE DEPAN

KEBIJAKAN STRATEGIS PNPM MANDIRI KE DEPAN SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN STRATEGIS PNPM MANDIRI KE DEPAN DEPUTI SESWAPRES BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN SELAKU SEKRETARIS EKSEKUTIF TIM NASIONAL

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya

Lebih terperinci

STRATEGI AKSELARASI PROPINSI SULBAR DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI

STRATEGI AKSELARASI PROPINSI SULBAR DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI STRATEGI AKSELARASI PROPINSI SULBAR DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI Wiko Saputra Peneliti Kebijakan Publik Perkumpulan Prakarsa PENDAHULUAN 1. Peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI) 359 per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH:

PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH: PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH: Tinjauan atas Kinerja PAD, dan Upaya yang Dilakukan Daerah Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah deddyk@bappenas.go.id Abstrak Tujuan kajian

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan http://simpadu-pk.bappenas.go.id 137448.622 1419265.7 148849.838 1548271.878 1614198.418 1784.239 1789143.87 18967.83 199946.591 294358.9 2222986.856

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perjalanan sistem kepemerintahannya, Indonesia sempat mengalami masa-masa dimana sistem pemerintahan yang sentralistik pernah diterapkan. Di bawah rezim

Lebih terperinci

Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T

Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T Belanja Publik Aceh 2013; Mengulang Kekeliruan www.belanjapublikaceh.org Prof. Raja Masbar Banda Aceh, 28 November 2013 Pada akhir 2027 (Otonomi Khusus), Aceh akan menerima lebih dari Rp 650 T Diperkirakan

Lebih terperinci

Analisis Belanja Infrastruktur D i a n t a r a J a l a n B e r l u b a n g. T. Triansa Putra Banda Aceh, 26 Februari 2013

Analisis Belanja Infrastruktur D i a n t a r a J a l a n B e r l u b a n g. T. Triansa Putra Banda Aceh, 26 Februari 2013 Analisis Belanja Infrastruktur D i a n t a r a J a l a n B e r l u b a n g T. Triansa Putra Banda Aceh, 26 Februari 2013 Rp. Triliun Belanja Infrastruktur Aceh meningkat lebih dua kali lipat sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak negara di dunia, karena dalam negara maju pun terdapat penduduk miskin. Kemiskinan identik dengan

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.

Lebih terperinci

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Tengah 2015 Palangka Raya, 16Desember 2015 DR. Ir. Sukardi, M.Si Kepala BPS

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011 PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011 ARAHAN WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN TINGKAT NASIONAL (MUSRENBANGNAS) 28 APRIL 2010

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA No. 01/08/53/TH.XIV, 5 AGUSTUS PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN II TUMBUH 5,21 PERSEN Pertumbuhan ekonomi NTT yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

BAB V KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 2009

BAB V KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 2009 BAB V KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 2009 5.1.Pendahuluan Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 adalah dalam rangka

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website: PEMBIAYAAN KESEHATAN Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019. Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 ProfilAnggotaDPRdan DPDRI 2014-2019 Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014 Pokok Bahasan 1. Keterpilihan Perempuan di Legislatif Hasil Pemilu 2014 2.

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2015 No. 30/05/17/V, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2015 A. Kondisi Ekonomi Konsumen Triwulan I-2015 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Triwulan I-2015 di Provinsi

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016 No. 25/05/94/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81

Lebih terperinci

DATA INSPEKTORAT JENDERAL

DATA INSPEKTORAT JENDERAL DATA INSPEKTORAT JENDERAL 1. REALISASI AUDIT BERDASARKAN PKPT TAHUN 2003-2008 No. Tahun Target Realisasi % 1 2 3 4 5 1 2003 174 123 70,69 2 2004 174 137 78,74 3 2005 187 175 93,58 4 2006 215 285 132,55

Lebih terperinci

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015 PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015 Workshop Perencanaan Ketahanan Pangan Tingkat Nasional Tahun 2015

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th. VI, 5 Agustus 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

Disabilitas. Website:

Disabilitas. Website: Disabilitas Konsep umum Setiap orang memiliki peran tertentu = bekerja dan melaksanakan kegiatan / aktivitas rutin yang diperlukan Tujuan Pemahaman utuh pengalaman hidup penduduk karena kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Provinsi Papua. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan luas wilayahnya

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel. Oleh. Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia

Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel. Oleh. Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia 04/03/2012 Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel Oleh Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia Latar Belakang Provinsi Sulsel sebagai pintu gerbang Indonesia Timur?? Dari segi kesehatan keuangan suatu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI DISAMPAIKAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN DALAM SOSIALISASI

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th.VII, 7 Agustus 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2017 SEBESAR

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. INSENTIF UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK (Pelayanan Publik Daerah)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. INSENTIF UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK (Pelayanan Publik Daerah) KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA INSENTIF UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK (Pelayanan Publik Daerah) Disampaikan pada Kegiatan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi Jakarta, 01 Desember

Lebih terperinci

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) F INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) Kemampuan Siswa dalam Menyerap Mata Pelajaran, dan dapat sebagai pendekatan melihat kompetensi Pendidik dalam menyampaikan mata pelajaran 1

Lebih terperinci

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL Triwulan IV - 2016 Harga Properti Residensial pada Triwulan IV-2016 Meningkat Indeks Harga Properti Residensial pada triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 0,37% (qtq), sedikit

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/02/18 TAHUN VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

CPDA. Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI

CPDA. Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI CPDA Consolidating for Peacefull Development in Aceh FAKULTAS EKONOMI Gambaran Umum 1 Grafik 1. 2 Aceh akan terus memiliki sumber daya keuangan yang besar dalam masa mendatang dari dana otonomi khusus.

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18/Th. VI, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010 PENCAPAIAN DAN UMPAN BALIK PELAPORAN INDIKATOR PEMBINAAN GIZI MASYARAKAT 2010 Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010 SASARAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan

Lebih terperinci

6. Tanggung jawab terhadap kebenaran alokasi yang tertuang dalam DIPA Induk sepenuhnya berada pada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.

6. Tanggung jawab terhadap kebenaran alokasi yang tertuang dalam DIPA Induk sepenuhnya berada pada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. -,.. DS:598-75-3511-324 Jakarta. 7 Desember 215 A.N MENTERI KEUANGAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN / rv ASKOLANI NIP.19666111992211 t SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN

Lebih terperinci

MENATA ULANG INDONESIA Menuju Negara Sejahtera

MENATA ULANG INDONESIA Menuju Negara Sejahtera MENATA ULANG INDONESIA Menuju Negara Sejahtera Ironi Sebuah Negara Kaya & Tumbuh Perekonomiannya, namun Kesejahteraan Rakyatnya masih Rendah KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA INDONESIA Jl Condet Raya no 9, Al

Lebih terperinci

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015 PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015 Penilaian Status Capaian Pelaksanaan Kegiatan/ Program Menurut e-monev DJA CAPAIAN KINERJA

Lebih terperinci

Deskripsi dan Analisis

Deskripsi dan Analisis 1 Deskripsi dan Analisis APBD 2012 ii Deskripsi dan Analisis APBD 2012 Daftar Isi DAFTAR ISI...iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GRAFIK... vii KATA PENGANTAR... xi EKSEKUTIF SUMMARY...xiii BAB I PENDAHULUAN...1

Lebih terperinci

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 - Direktur Otonomi Daerah Bappenas - Temu Triwulanan II 11 April 2017 1 11 April 11-21 April (7 hari kerja) 26 April 27-28 April 2-3 Mei 4-5 Mei 8-9 Mei Rakorbangpus

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Data yang berhasil dikumpulkan dan akan digunakan pada penelitian ini merupakan data statistik yang diperoleh dari a. Biro Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung 2.11.3.1. Santri Berdasarkan Kelas Pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (Madin) Tingkat Ulya No Kelas 1 Kelas 2 1 Aceh 19 482 324 806 2 Sumut 3 Sumbar 1 7-7 4 Riau 5 Jambi 6 Sumsel 17 83 1.215 1.298 7 Bengkulu

Lebih terperinci

CEDERA. Website:

CEDERA. Website: CEDERA Definisi Cedera Cedera merupakan kerusakan fisik pada tubuh manusia yang diakibatkan oleh kekuatan yang tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat diduga sebelumnya Definisi operasional: Cedera yang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Inflai BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 74/11/52/Th VII, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2016 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah

Lebih terperinci

KESEHATAN ANAK. Website:

KESEHATAN ANAK. Website: KESEHATAN ANAK Jumlah Sampel dan Indikator Kesehatan Anak Status Kesehatan Anak Proporsi Berat Badan Lahir, 2010 dan 2013 *) *) Berdasarkan 52,6% sampel balita yang punya catatan Proporsi BBLR Menurut

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii 1 ii Deskripsi dan Analisis APBD 2013 KATA PENGANTAR Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah daerah. Dalam APBD termuat prioritas-prioritas

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

SELAYANG PANDANG SIMLUH KP

SELAYANG PANDANG SIMLUH KP SELAYANG PANDANG SIMLUH KP Jakarta, 29 April 2014 PUSAT PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 IMPLEMENTASI SISTEM PENYULUHAN

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 07/01/62/Th. XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs

Lebih terperinci