MEMBANGUN MEKANISME PENDANAAN BERKELANJUTAN UNTUK PELESTARIAN ALAM DAN BUDAYA BALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEMBANGUN MEKANISME PENDANAAN BERKELANJUTAN UNTUK PELESTARIAN ALAM DAN BUDAYA BALI"

Transkripsi

1 MEMBANGUN MEKANISME PENDANAAN BERKELANJUTAN UNTUK PELESTARIAN ALAM DAN BUDAYA BALI OLEH Ir. Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc., PhD. Dr. Drs. Ida Bagus Gde Pujaastawa, M.A. Prof. Dr. Ir. Made Antara, M.S. Nyoman Ariana, SST.Par., M.Par. Kerjasama PUSLIT KEBUDAYAAN DAN KEPARIWISATAAN UNIVERSITAS UDAYANA Dengan CONSERVATION INTERNATIONAL INDONESIA DENPASAR, BALI

2 KATA PENGANTAR Pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian alam dan budaya Bali adalah suatu kegiatan advokasi yang diinisiasi dan didanai oleh conservation International Indonesia tahun 2014/2015 bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kebudayaan dan Pariwisata (Puslitbudpar) Unud. Advokasi bertujuan menyadarkan para pemangku kepentingan pariwisata khususnya pemerintah baik di pusat maupun di daerah akan pentingnya ketersediaan (alokasi) dana untuk menjamin berlangsungnya upaya pelestarian alam dan budaya Bali secara berkesinambungan, yang dikumpulkan secara wajib maupun sukarela dari wisatawan yang berkunjung ke Bali. Berkat bantuan berbagai pihak, kegiatan ini telah dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu tim mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: (1) Bappeda Provinsi Bali yang telah memfasilitasi pelaksanaan kegiatan ini; (2) Bali Tourism Board (BTB) yang telah memfasilitasi kegiatan focus group discussion (FGD) sebanyak beberapa kali di gedung BTB di Jalan Raya Puputan Denpasar; (3) Asosiasi pariwisata yang bernaung di bawah BTB yang telah mengirimkan wakilnya untuk berpartisipasi dalam FGD; (4) SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali, Kota Denpasar, dan Kabupaten Badung yang telah berpartisipasi pada kegiatan kajian ini; (5) Conservation Internasional Indonesia yang telah memfasilitasi dan mendanai kegiatan ini; dan pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah berpartisipasi dan mendukung pelaksanaan kegiatan ini. Laporan kajian ini masih memiliki keterbatasan. Kritik dan saran untuk penyempurnaan laporan kajian ini sangat diharapkan. Sekian dan terimakasih. Denpasar, 31 Maret 2015 Puslit Kebudayaan dan Kepariwisataan Universitas Udayana Kepala, Ir. A.A.P. Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc., PhD. 2

3 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR. 1 DAFTAR ISI.. 2 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Luaran (Output) 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA Perkembangan Kepariwisataan di Bali Dampak Perkembangan Kepariwisataan di Bali Dampak Ekonomi Dampak Lingkungan Dampak Sosial Budaya Konsep Pariwisata Bali Berkelanjutan Konsep Pariwisata Berkelanjutan Konsep Kearifan Lokal untuk Pariwisata Berkelanjutan (THK, Nyegara Gunung, Sad Kertih) Teori Konsep Ekonomi Lingkungan BAB III METODE KAJIAN Waktu dan Lokasi Kajian Pengumpulan Data Analisis Data Pelaksanaan Kajian 53 BAB IV SKENARIO MEKANISME PENGGALANGAN DANA BERKELANJUTAN Rasionalisasi Pentingnya Penggalangan Dana Sistem Alokasi Anggaran Pemerintah Untuk Konservasi Alam dan Budaya Bali. 4.3 Kesenjangan antara Anggaran Dan Masalah yang Terjadi Pungutan Wajib (Mandatory) Pungutan Sukarela/Donasi (Voulantary)

4 Halaman BAB V PETA JALAN PENGGALANGAN DAN PEMANFAATAN DANA BERKELANJUTAN Visi dan Misi Tujuan dan Sasaran Ruang Lingkup Kegiatan Kegiatan Penggalangan Dana Kegiatan Pemanfaatan Dana Pelestarian Alam Pelestarian Budaya Kelembagaan Pengelolaan Dana Berkelanjutan Bentuk, Nama dan Pendiri Organisasi Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Struktur Organisasi Sistem Pengelolaan Dana Berkelanjutan Garis-Garis Besar Rencana Kegiatan Pelestarian Alam Pelestarian Budaya 74 BAB VI PENUTUP. 75 DAFTAR PUSTAKA 76 4

5 DAFTAR TABEL Nomor Tabel Judul Tabel Halaman 2.1 Penerimaan Devisa Pariwisata Dibandingkan dengan Komoditi Ekspor lainnya, Pendapatan Per kapita Menurut Harga Berlaku ( ) Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten/Kota Badung, Denpasar, dan Gianyar sebagai Representasi Kontribusi Sektor Pariwisata Bali 2.4 Dampak Bom Bali Terhadap Perekonomian Masyarakat Petani Bali (Jeneralisasi Hasil Survei 45 Desa Adat Penyangga Pariwisata di Bali) 2.5 PDRB Provinsi Bali Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (milyar rupiah) 2.6 Kontribusi Sektor-Sektor Perekonomian Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provisi Bali Atas Dasar Harga Berlaku (Persentase) 2.7 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Propinsi Bali, Penduduk 15 Tahun Keatas yang Bekerja Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin di Provinsi Bali Tahun Inflasi Bulanan, Tahun kalender, dan Year on Year, di Kota Denpasar Tahun

6 DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar Judul Gambar Halaman 2.1 Perkembangan Kunjungan WIsatawan Mancanegara Langsung ke Bali Perkembangan Jumlah Hotel di Bali, Perkembangan Pendapatan Per Kapita Masyarakat Bali Dampak Pariwisata Kontribusi Sektor Pertanian dan Sektor Pariwisata (Perdagangan Hotel dan Restoran) Terhadap PDRB Provisi Bali Atas Dasar Harga Berlaku sebagai Representasi Diversifikasi Aktivitas Ekonomi Perkembangan Inflasi Kota Denpasar, Februari 2012-Februari Katagori tentang Nilai-Nilai Ekonomi Dihubungkan dengan Aset Lingkungan

7 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sebelum tahun 1980-an, perekonomian Bali dicirikan oleh perekonomian agraris di mana sebagian besar aktivitas ekonomi berkaitan dengan pertanian. Namun sejak tahun 1980 pariwisata mulai berkembang dan perkembangan sangat pesat mulai tahun 2000 yang dicirikan oleh sebagian besar aktivitas ekonomi masyarakat Bali berkaitan dengan jasa-jasa pariwisata. Struktur perekonomian Bali mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Pilar-pilar ekonomi yang dibangun lewat keunggulan industri pariwisata sebagai sektor pemimpin (Leading Sector), telah membuka beragam peluang yang dapat mendorong aktivitas ekonomi serta pengembangan etos kerja masyarakat. Dimensi itu tergambar dari meluasnya kesempatan kerja, tingginya peluang tingkat pendapatan masyarakat, luasnya jaringan kerja yang meliputi batas-batas lokal sampai tingkat nasional, bahkan ke tingkat internasional. Dengan dukungan industri pariwisata yang sangat besar telah meyebabkan sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung seperti perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan, keuangan dan jasa-jasa memberikan distribusi yang cukup besar terhadap pembentukan PDRB Provinsi Bali atau perekonomian Bali. Perkembangan industri pariwisata beberapa dasa warsa terakhir mengalami pertumbuhan yang fluktuatif akibat gangguan beberapa peristiwa, seperti perang teluk tahun 2001, krisis keuangan yang melanda negara-negara Asia 1997/ , disusul peristiwa peledakan WTC di Amerika Serikat, ledakan bom di Kuta 2001 dan 2005, meletusnya Perang Irak dan penyebaran wabah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome), dan paling akhir adalah krisis keuangan global melanda dunia di akhir 2008 yang menurunkan pendapatan masyarakat di belahan Amerika dan Eropa. Hal tersebut berimplikasi terhadap penurunan kunjungan wisatawan, selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, baik bagi negara maju seperti Amerika, Spanyol, Perancis maupun bagi negara-negara berkembang seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Indonesia. Ini membuktikan bahwa sektor pariwisata sangat rentan terhadap gangguan eksternal, namun mempunyai peranan yang sangat vital dalam menunjang perekonomian suatu negara. Hal 7

8 senada juga diungkapkan World Travel and Tourism Council seperti yang dikutip oleh Theobald, 1994 (dalam Yoeti, 1996) bahwa perjalanan dan pariwisata merupakan industri terbesar bila ditinjau dari ukuran-ukuran ekonomi seperti output total, nilai tambah, investasi modal, tenaga kerja dan kontribusi pajak bagi pemerintah lokal. Anonim (2003) report that tourism is a significant industry in British Columbia It generates more than 4% of real GDP and about 7% of employment. By comparison, it is only slightly smaller than BC's construction industry. Penegasan pentingnya pembangunan sektor pariwisata bagi Indonesia telah lama dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) TAP MPR No. II/MPR/1998 yakni Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada pengembangan pariwisata sebagai sektor andalan dan unggulan dalam artian luas yang mampu menjadi salah satu penghasil devisa, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan tetap memelihara kepribadian bangsa, nilai-nilai agama serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup. Pariwisata merupakan industri yang memiliki rentangan luas (wide spanning), dalam artian industri yang terdiri dari berbagai kumpulan industri jasa yang mendukung atau yang terkait dengan perjalanan seseorang atau sekelompok orang (travellers), seperti akomodasi, restoran, jasa transportasi dan souvenir (Yoeti, 1996). Kebutuhan tenaga kerja pariwisata makin meningkat sejalan dengan makin berkembangnya usaha jasa pariwisata, sarana pariwisata serta usaha objek dan daya tarik wisata. Oleh karena itu kesempatan kerja di bidang pariwisata perlu juga diperhitungkan, berdasarkan pada jumlah kunjungan wisatawan, jumlah pengeluaran wisatawan dan pertumbuhan sarana pariwisata. Dalam berbagai analisis disebutkan bahwa pembangunan pariwisata mampu mendorong mobilitas tenaga kerja (Vorlauter, 1996). Hal senada diungkapkan Redetzki (1989) bahwa perkembangan pesat pariwisata menjadi salah satu daya tarik utama bagi migrasi tenaga kerja. Bila di lihat dari kualitas/jenis tenaga kerja yang ada, di tinjau dari indikator tingkat pendidikan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di bidang pariwisata (perhotelan) lebih tinggi di bandingkan dengan pendidikan tenaga kerja di sektor ekonomi lain pada umumnya. Fenomena tersebut di dukung oleh penelitian Spillane,

9 (dalam Ariani, 2004) yaitu adanya kecenderungan bahwa tingkat pendidikan yang lebih baik tercipta di sektor pariwisata dari pada sektor ekonomi lainnya. Dengan demikian, pariwisata di manapun termasuk di Bali tidak terbantahkan telah menimbulkan dampak positif (positive impact) bagi perekonomian regional dan nasional. Namun patut pula diakui bahwa pariwisata juga menimbulkan dampak negatif (negative impact), antara lain, menyusutnya lahan pertanian untuk pembangunan pendukung infrastruktur pariwisata, meningkatnya kriminalitas, kepadatan lalu lintas, urbanisasi dan emigrasi, bermuculannya ruko-ruko, shopping centre dan mall yang melanggar tataruang wilayah, degradasi lingkungan dan polusi. Dampak negatif yang disebutkan terakhir disebut eksternalitas, utamanya eksternalitas negatif (negative externality= external cost = external diseconomy), yaitu aktivitas kepariwisataan yang menimbulkan kerusakan lingkungan, polusi air (sungai, laut dan sumur) dan tanah, sehingga menyebabkan kerugian sosial yang ditanggung oleh masyarakat di daerah tujuan wisata. Secara mikro untuk menurunkan eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh pariwisata (tourism) dapat dilakukan melalui beberapa kebijakan, yakni memberikan insentive dalam bentuk subsidi atau keringanan pajak (Pajak Hotel dan Restotan, PHR) kepada agen-agen penunjang pariwisata (misal: restoran, hotel, travel biro, Scuba Diving dan agen lainnya) yang memberikan perlindungan atau melestarikan lingkungannya. Misalnya hotel atau agen pariwisata yang merecyling limbahnya, baik limbah padat (solid waster) atau limbah cair (sewage), sehingga tidak menimnulkan pencemaran terhadap tanah dan air di sekitarnya. Sebaliknya pemerintah dapat mengenakan disincentive dalam bentuk peningkatan beban pajak (PHR) atau denda kepada agen-agen penunjang pariwisata yang mencemari lingkungannya, baik pencemaran air, tanah, dsb, yang menyebabkan kerugian masyarakat. Pariwisata juga menimbulkan eksternalitas, utamanya eksternalitas negatif yang secara langsung ataupun tidak langsung menyebabkan degradasi sumberdaya alam, polusi air, tanah, dsb, sehingga akan menimbulkan kerugian-kerugian yang harus ditanggung masyarakat (External Social Cost). Jika External Social Cost ini diinternalisasikan menjadi biaya riil, sudah jelas akan menurunkan pendapatan regional atau nasional. Jadi karena eksternalitas yang ditimbulkan oleh pariwisata adalah eksternalitas negatif, maka perlu dilakukan economic valuation dari sumberdaya yang dipergunakan dalam aktivitas perekonomian nasional atau regional. Ekternalitas negatif, yaitu menghitung semua 9

10 kerugian-kerugian yang ditanggung masyarakat dan lingkungan sebagai akibat adanya aktivitas ekonomi kepariwisataan. Bali sebagai sebuah destinasi wisata internasional masih memiliki sejumlah masalah terkait dengan upaya peningkatan kunjungan wisatawan seperti meningkatanya volume limbah,, poluasi udara dan air, kemacetan lalu lintas, peningkatan ekstraksi air segar, dan meningkatnya kebutuhan pangan. Untuk menangulangi permasalahan tersebut diperlukan upaya pengembangan pariwisata berkelanjutan sehingga mampu meningkatkan manfaat ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Pengembangan pariwisata berkelanjutan perlu didukung upaya pengembangan pariwisata berkualitas yang dicirikan dengan meningkatnya lama tinggal wisatawan dan meningkatknya pengeluaran, dan meningkatnya apresiasi wisatawan terhadap aspek kelestarian lingkungan dan budaya lokal. Aspek penting untuk mendukung pembangunan berkelanjutan adalah tersedianya sumberdana yang menjamin keberlanjutan pengelolaan dari peningkatan penduduk dan kedatangan wisatawan yang berdampak pada penurunan kualitas (degradasi) lingkungan dan budaya. Untuk membantu pemerintah lokal memelihara kelestarian sumberdaya alam dan budaya Bali, maka perlu adanya semacam tambahan dana untuk pelestarian sumberdaya alam dan budaya Bali yang bersumber dari penikmatnya yaitu wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Untuk itu diperlukan suatu kajian mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian sumberdaya alam dan budaya Bali. 2. Tujuan Tujuan kajian ini adalah untuk (i) menyusun skenario mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian alam dan budaya Bali; (ii) menyusun road map (peta jalan) mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian alam dan budaya Bali; dan (iii) merintis terbentuknya kelembagaan terkait dengan mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian alam dan budaya Bali. 3. Luaran (Output) Adapun luaran (output) studi antara lain: a. Skenario dan road map mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk pelestarian alam dan budaya Bali; dan b. Konsep badan atau lembaga pengelola dana berkelanjutan untuk pelestarian alam dan budaya Bali. 10

11 11

12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Kepariwisataan di Bali Bali dikenal sebagai salah satu destinasi wisata dunia karena keunikan budaya dan keindahan alamnya sehingga pariwisata Bali berkembang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dan fasilitas pendukungnya. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mulai terlihat sejak periode yang mencapai wisatawan pada tahun 1970 menjadi pada tahun Namun, tragedi bom Bali pada 12 Oktober 2002 menyebabkan penurunan yang sangat tajam dalam kunjungan langsung wisatawan mancanegara ke Bali yaitu wisatawan pada tahun Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mulai terlihat setahun setelah adanya tragedi ini yaitu sebesar wisatawan pada tahun Namun, sangat disayangkan, bom kedua terjadi di Bali pada tahun 2005 yang berdampak negatip pada penurunan jumlah kunjungan langsung wisatawan mancanegara ke Bali yaitu sebesar pada tahun Berbagai usaha telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Bali yang didukung oleh pemerintah pusat untuk meyakinkan wisatawan mancanegara agar melakukan kunjungan ke Bali. Salah satu usaha adalah Program Bali Recovery pada tahun 2006 yang dirancang atas kerjasama Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia yang berkerjasama dengan Bali Tourism Board. Peningkatan kunjungan wisatawan secara bertahap mulai dirasakan pada tahun-tahun berikutnya dan mencapai puncaknya yaitu wisatawan pada tahun Dalam periode , rata-rata pertumbuhan kunjungan langsung wisatawan mancanegara ke Bali adalah 14,7 % per tahun (Dinas Pariwisata Propinsi Bali, 2011)(Gambar 2.1). 12

13 NUMBER OF FOREIGN VISITORS NUMBER OF FOREIGN VISITORS (DIRECT ARRIVALS) IN BALI TAHUN ,250,000 3,000,000 2,750,000 2,500,000 2,250,000 2,000,000 1,750,000 1,500,000 1,250,000 1,000, , , , YEAR Gambar 2.1 Perkembangan Kunjungan WIsatawan Mancanegara Langsung ke Bali Sebagai salah satu destinasi wisata dunia, pariwisata Bali didukung oleh tersedianya infrastruktur yang memadai, seperti bandara internasional yang memfalitasi kunjungan langsung wisatawan mancanegara ke Bali, kualitas jalan yang memadai yang memudahkan kunjungan wisatawan ke berbagai daerah. Data dari Dinas Pariwisata Propinsi Bali (2013) menunjukkan bahwa terdapat unit akomodasi dengan jumlah kamar sebanyak kamar yang terdaftar di Bali pada tahun Dari jumlah tersebut, terdapat sebanyak 156 hotel berbintang ( kamar), hotel non bintang ( kamar), dan pondok wisata (homestays) (4.642 kamar). Namun, data yang dilaporkan oleh Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) menunjukkan angka yang berbeda, yaitu sebanyak unit akomodasi ( kamar) yang terdapat di Bali pada tahun Bali 2011, yang terdiri dari 165 hotel berbintang ( kamar), hotel non bintang ( kamar), pondok wisata (homestays) yang terdiri dari (9.282 kamar), 15 condotels (1.793 rooms), dan 35 rumah yang disewakan (rental houses) yang terdiri dari 586 kamar. Data di atas merupakan data yang tercatat. Akomodasi yang tersedia di Bali bisa saja melebihi 13

14 NUMBER OF ROOMS jumlah tersebut di atas yang mengindikasikan adanya akomodasi ilegal yang tidak tercatat yang beroperasi di Bali. ROOMS FOR VISITORS IN BALI YEAR Star Rooms Non-Star Rooms Gambar 2.2 Perkembangan Jumlah Hotel di Bali, Pesatnya perkembangan pariwisata di Bali berdampak positif maupun negatif terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dampak perkembangan pariwisata di Bali diuraikan pada sub-bab selanjutnya. 2.2 Dampak Perkembangan Kepariwisataan di Bali Dampak Ekonomi Pariwisata telah menjadi salah satu industri terbesar di dunia dan salah satu sektor ekonomi yang tumbuh tercepat. Perkembangan pariwisata di Bali memberikan dampak positif dan negatif terhadap perekonomian Bali Dampak positif terhadap perekonomian antara lain: Pariwisata Bali menimbulkan dampak positif terhadap kinerja perekonomian Bali, 14

15 1) Sumber Devisa Negara Wisatawan, terutama wisatawan mancanegara (wisman) yang datang berkunjung ke destinasi wisata Bali akan membawa mata uang asing (devisa). Ketika akan bertransaksi untuk berbagai keperluan, devisa-devisa ini akan ditukar dengan rupiah, selanjutnya devisadevisa ini akan dipegang oleh para pengusaha penukaran mata uang asing (currency exchanger), dan ketika pengusaha currency exchanger membutuhkan rupiah, maka mereka akan menukarnya ke bank-bank umum atau Bank Indonesia, dan pada akhirnya devisadevisa ini akan mengendap dan terkumpul di Bank Indonesia. Dengan semakin meningkatnya kunjungan wisman ke Indonesia, maka semakin meningkat pula devisa yang masuk ke Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan ketika nilai tukar rupiah terpuruk menembus angka Rp per dollar AS pada pertengahan bulan Maret 2015 yang lalu, maka pemerintah berkomitemen menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan pengumpul devisa. Diperkirakan sekitar 30% devisa Indonesia bersumber dari kegiatan kepariwisataan Bali. Dengan demikian, dapat dikatakan pariwisata Bali dibaratkan sebagai sapi perahan devisa Indonesia. Karenanya, sapi perahan tersebut harus dijaga kesehatannya agar dapat menjadi sumber devisa Indonesia secara berkelanjutan. Dalam kaitan dengan penerimaan devisa, posisi sektor pariwisata dalam penerimaan devisa terus berubah, tahun 2009 menduduki posisi keempat dalam penerimaan devisa setelah komoditi minyak dan gas bumi. Tahun menduduki posisi kelima, tahun 2013 kembali menduduki posisi keempat dalam penerimaan devisa (Tabel 2.1). Fluktuasi posisi ini disebabkan oleh berfluktuasinya kunjungan wisatawan ke Indonesia, sedangkan fluktuasi kunjungan wisatawan dipengaruh faktor eksternal dan internal, seperti situasi keamanan dan situasi ekonomi global. 15

16 Tabel 2.1 Penerimaan Devisa Pariwisata Dibandingkan dengan Komoditi Ekspor lainnya, No Jenis Komoditi Nilai Ekspor (Juta US $) Minyak & Gas Bumi 19, (1) 28, (1) 41, (1) 36, (1) 32,633.2 (1) 2 Batu bara 13, (2) 18, (2) 27, (2) 26, (2) 24,501.4 (2) 3 Minyak Kelapa Sawit 10, (3) 13, (3) 17, (3) 18, (3) 15,839.1 (3) 4 Pariwisata 6, (4) 7, (5) 8, (5) 9, (5) 10,054.1 (4) 5 Pakaian Jadi 5, (5) 6, (6) 7, (6) 7, (6) 7,501.0 (6) 6 Karet Olahan 4, (6) 9, (4) 14, (4) 10, (4) 9,316.6 (5) 7 Alat Listrik 4, (7) 6, (7) 7, (7) 6, (7) 6,418.6 (7) 8 Tekstil 3, (8) 4, (8) 5, (8) 5, (8) 5,293.6 (9) 9 Kertas & Brg dr kertas 3, (9) 4, (9) 4, (11) 3, (10) 3,802.2 (10) 10 Makanan Olahan 2, (10) 3, (10) 4, (9) 5, (9) 5,434.8 (8) 11 Kayu Olahan 2, (11) 2, (12) 3, (12) 3, (12) 3,514.5 (11) 12 Bahan Kimia 2, (12) 3, (11) 4, (10) 3, (11) 3,501.6 (12) Sumber: Statistik Kemenparekraf (Web kemenparekraft, didownload, 13 Mei 2015) Catatan: ( ) = rangking 2) Sumber Pendapatan Masyarakat Wisman dan wisatawan nusantara (wisnus) yang berkunjung ke Bali akan mengeluarkan atau membelanjakan uangnya untuk berbagai macam keperluan. Pengeluaran wisatawan ini akan ditangkap oleh para pengusaha yang terkait langsung dan tidak langsung dengan kegiatan pariwisata. Para pengusaha ini akan membelanjakan lagi uang yang diperoleh dari pariwisata tersebut, sehingga banyak masyarakat yang ikut menikmati uang dari wisatawan. Dengan demikian, secara umum sebagian besar masyarakat Bali meningkat pendapatannya akibat perkembangan pariwisata Bali. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa rata-rata PDRB Bali atau pendapatan per kapita masyarakat Bali cenderung meningkat selama empat tahun terakhir ( ). Tahun 2010 pendapatan per kapita per tahun masyarakat Bali hanya sebesar Rp dan pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp (Tabel 2.2 dan Gambar 2.3). 16

17 Peninngkatan ini dampak dari perkembangan pariwisata, di mana pariwisata banyak menciptakan peluang-peluang ekonomi dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat Bali. Tabel 2.2 Pendapatan Per kapita Menurut Harga Berlaku ( ) Tahun PDRB/Kapita/ Harga Berlaku (Rp) Sumber: Web BPS Bali (Didownload, 13 Mei 2015) Pendapatan per kapita Series Gambar 2.3 Perkembangan Pendapatan Per Kapita Masyarakat Bali Dampak Pariwisata 3) Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Pemerintah Tiga kabupaten/kota di Bali yang PAD-nya cukup besar bersumber dari Pajak Hotel dan restoran (PHR) adalah Kabupaten Badung, Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar. Di wilayah ketiga kabupaten/kota ini terdapat pusat-pusat kegiatan pariwisata yang populer, terutama terdapat banyak hotel dan restoran di wilayah tersebut. Hotel-hotel dan restoran tersebut yang menjadi sumber PHR bagi masing-masing kabupaten/kota. 17

18 Mengutip berita Tribune Bali online (kamis 14 Mei 2015), Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten Gianyar (I Ketut Astawa Suyasa) mengatakan, saat ini wajib pajak yang terdaftar di Kabupaten Gianyar sebanyak Sementara, PAD Kabupaten Gianyar tahun 2014 adalah Rp. 355,1 milyar yang bersumber dari pajak hotel, restoran, hiburan, penerangan jalan, dan air tanah. Adapun rincian realisasi PAD yang berhasil diraih, antara lain: hotel ditargetkan Rp. 72,1 milyar lebih, terealisasi Rp. 91,3 milyar lebih (126,60%), restoran ditargetkan Rp. 25,8 milyar lebih, tercapai Rp. 38,9 milyar lebih (150,30%), hiburan ditargetkan Rp. 21,4 milyar lebih, tercapai Rp. 29,9 milyar lebih (139,82%), pajak penerangan jalan ditargetkan Rp. 26,2 milyar lebih, terealisasi Rp. 28,1 milyar lebih (107%), pajak air tanah ditargetkan Rp. 3,3 milyar lebih, tercapai Rp. 3,2 milyar lebih (94,93%). Pajak hotel dan restoran Kota Denpasar tahun 2014 sebesar Rp ,14 atau sebesar 26% dari PAD Kota Denpasar tahun 2014 yaitu Rp ,99 ( CKImages/files/REKAP_PAD_TAHUN_2014.p df, diakses 13 Mei 2015). Badung merupakan kabupaten dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar di Bali yang didukung oleh penerimaan Pajak Hotel dan Restoran dapat mencapai 60% sd.80% dari PAD yang diterima (Tabel 2.3). Tabel 2.3 Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten/Kota Badung, Denpasar, dan Gianyar sebagai Representasi Kontribusi Sektor Pariwisata Bali Tahun Badung PAD PHR % , ,32 83, , ,94 83, , ,86 81, , ,15 68,90 Sumber: Badung ( didownload, 13 Mei 2015) 4) Menstabilkan Perekonomian Lokal Bali Secara makro pengeluaran wisatawan di Bali menjadi kontributor utama bagi perekonomian Bali. Contoh nyata, ketika tragedi bom Bali pada tahun 2002, hampir selama satu tahun terjadi penurunan jumlah kunjungan wisman ke Bali yang signifikan, yang berdampak pada rendahnya pemasukan pendapatan dari sektor pariwisata ke 18

19 perekonomian Bali. Akibatnya perekonomian Bali mengalami krisis dan pendapatan masyarakat menurun drastis. Berdasarkan hasil survei pasca Bom Bali I yang dilakukan di 9 kabupaten/kota di Bali yang meliputi 45 Desa, mencakup 135 kelompok/organisasi kemasyarakatan, maka dapat diketahui dampak tragedi bom Bali 12 Oktober 2002 yang disajikan pada Tabel 2.4 yang merupakan jeneralisasi dari dampak bom Bali terhadap 9 kabupaten/kota di Bali ternyata telah menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat Bali pada umumnya dan masyarakat petani pada khususnya yang aktivitas ekonominya terkait langsung atau tidak langsung dengan pariwisata Bali. Jika dirinci per kelompok, yaitu: masyarakat petani sayursayuran, buah-buahan, peternak dan pengusaha ikan/nelayan/petambak mengalami penurunan pendapatan berkisar antara 20-70% dibandingkan sebelum bom Bali. Penurunan pendapatan ini disebabkan oleh menurunnya permintaan terhadap produk-produk mereka, sehingga harganya menjadi menurun dan mungkin pula omset penjualannya menurun karena lesunya permintaan. Misalnya, para petani sayuran di Baturiti dan sekitarnya, para peternak ayam petelur di Tabanan dan Karangasem, petani caysin dan kangkung di pinggiran kota Denpasar mengatakan, pendapatan mereka menurun karena menurunnya permintaan oleh para pemasok ke hotel dan lesunya permintaan masyarakat di pasar-pasar umum di kota Denpasar. Dampak Bom Bali I tidak hanya menimpa kelompok masyarakat petani, tetapi juga kelompok masyarakat lainnya, seperti para pengrajin dan industri rumahtangga yang mengalami penurunan pendapatan berkisar %, para pedagang mengecer di desadesa pendapatannya menurun antara 20-60%, pemilik transportasi umum menurun antara 10-35%, para pekerja pariwisata antara 30-80%, para buruh tani dan buruh bangunan pendapatannya menurun % yang disebabkan oleh kehilangan pekerjaan di sentrasentra pengembangan pariwisata Denpasar dan Badung. Bom Bali juga berdampak menurunkan akses pasar para pedagang produk-produk pertanian dalam arti luas, seperti pemasok sayuran, buah-buahan, produk peternakan ke hotel-hotel, restoran dan pasar-pasar umum, yang berkisar antara 30-80%. Pihak purchasing hotel menurunkan frekuensi kontrak-kontrak pembelian dengan para pemasok, para pengelola restoran dan masyarakat umum menurunkan volume pembelian kebutuhan produk-produk bahan pangan di pasar-pasar umum. Jadi esensi penurunan akses pasar disebabkan oleh hilangnya pasar atau menurunnya permintaan. Sedangkan penurunan 19

20 permintaan hotel, restoran karena kunjungan wisatawan turun drastis, sehingga tidak ada penerimaan dari wisatawan untuk dikeluarkan kembali membeli berbagai macam kebutuhan bahan pangan atau produk-produk pertanian untuk kebutuhan insan-insan pariwisata. Tabel 2.4 Dampak Bom Bali Terhadap Perekonomian Masyarakat Petani Bali (Jeneralisasi Hasil Survei 45 Desa Adat Penyangga Pariwisata di Bali) No. Kriteria Dampak Sektor/Bidang Usaha Kisaran Dampak Kabupaten/Kota (%) 1 Penurunan Pendapatan 1 Pertanian (dalam arti luas): Badung, 2 Kehilangan Pekerjaan (PHK/ Dirumahkan) - Hortikultura: sayur, bunga, buah - Peternakan: sapi, babi, ayam, kambing, telor - Perikanan: karper, Udang 2 Industri dan kerajinan Perdagangan Transportasi umum Pariwisata Buruh tani, bangunan, galian 1 Pariwisata: karyawan hotel, sopir travel, pemandu wisata, dll Banyak 2 Industri kerajinan dan garmen Catatan: tenaga kerja yang di PHK atau dirumahkan sebagian kembali menjadi petani, buruh, pengrajin, pekerja serabutan, pekerja sosial di desa/di pura, dlll 3 Akses Pasar 1 Pertanian: sayur, buah, telor, ayam, sapi, babi, ikan, bunga, dllnya. 4 Akses Lembaga Keuangan 2 Industri dan kerajinan: kayu, perak/emas, anyaman, garmen, genteng, batubata, keramik, gamelan 3 Perdagangan/hasil bumi Transportasi pariwisata Seni budaya Penunjang Pariwisata: diving Galian C/pasir,batu 20 Gianyar, Tabanan, Jembrana, Bangli, Klungkung, Karangasem, Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan, Jembrana, Buleleng, Bangli, Klungkung, Karangasem Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan, Buleleng, Klungkung, Karangasem, Bangli, Jembrana 1 LPD Denpasar, 2 KSP/KUD Badung, 3 BPR Gianyar, 4 Bank Umum Tabanan, Catatan : Bagi nasabah LPD/KSP yang dikelola Bulelen lembaga adat, biasanya diberikan keringanan Klungkung, Karangasem, membayar cicilan/ bunganya saja atau waktu Bangli, pengembalian diperpanjang. Jembrana 5 Sosial dan Psikologis (Non- Ekonomi) Dampak non ekonomi tragedi Bali 12 Oktober 2002, seperti dampak sosial (gangguan keamanan) dan dampak psikologis (stress) memang belum tampak ke permukaan, terkecuali di kota Denpasar sudah tampak ke permukaan berupa dampak sosial seperti pencurian-pencurian di beberapa kompleks perumahan. Namun, jika kondisi krisis yang menimpa Bali terus berlanjut, tidak tertutup kemungkinan akan muncul dampak- 20

21 dampak sosial dan psikologis yang tidak diinginkan. Sumber: LPM UNUD dan UNDP-PBB (2003), penulis sendiri termasuk salah satu peneliti di dalamnya. Catatan: Persentase adalah jeneralisasi kisaran persentase dari 9 Kabupaten/Kota di Bali (diolah dari Lampiran 1). Namun pasca Bom Bali I, kunjungan wisatawan ke Bali meningkat, yang diikuti menggeliatnya perekonomian Bali, yang secara makro dapat dilihat dari meningkatnya PDRB pariwisata (dipresentasikan oleh sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, sektor 6 pada tabel 2.5. Jadi dapat disimpulkan bahwa pariwisata Bali yang digerakkan oleh pengeluaan wisatawan di daerah wisata Bali telah menstabilkan perekonomian Bali. Tabel 2.5 PDRB Provinsi Bali Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun (milyar rupiah) No. Lapangan Usaha *) 2013**) 1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan Jasa-jasa Produk Domestik Regional Bruto Sumber: Web BPS Bali ( didownload 14 Mei 2015). Keterangan: *) Angka sementara, **) Angka sangat sementara 5) Meningkatkan Diversifikasi Aktivitas Ekonomi dan Menciptakan Peluang Usaha Sebelum berkembangnya pariwisata Bali, aktivitas perekonomian Bali didominasi oleh pertanian dan sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Namun seiring berkembangnya pariwisata Bali yang ditandai oleh peningkatan jumlah kunjungan wisatawan setiap tahun, maka semakin banyak peluang usaha yang muncul dan aktivitas ekonomi masyarakat semakin beragam. Produk barang dan jasa dari aktivitas usaha yang baru tersebut, hampir seluruhnya terkait dengan pemenuhan 21

22 kebutuhan wisatawan, baik berupa aktivitas layanan jasa maupun cinderamata untuk wisatawan. Peningkatan diversifikasi ekonomi, ditandai oleh peningkatan aktivitas ekonomi suatu sektor, pada akhirnya akan diikuti oleh peningkatan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB Bali. Sebaliknya penurunan kontribusi suatu sektor terhadap PDRB mengindikasikan terjadinya penurunan diversifikasi ekonomi di sektor tersebut. Seperti ditunjukan pada Tabel 2.6 dan Gambar 2.4, peningkatan kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai representasi sektor pariwisata mengindikasikan terjadi peningkatan diversifikasi aktivitas ekonomi di sektor tersebut. Sebaliknya penurunan kontriubusi sektor pertanian terhadap PDRB mengindikasikan terjadi menurunan diversifikasi aktivitas ekonomi di sektor pertanian. Tabel 2.6 Kontribusi Sektor-Sektor Perekonomian Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provisi Bali Atas Dasar Harga Berlaku (Persentase) No Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan, ,01 17, dan Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 0,64 0,70 0,74 0, Industri Pengolahan 9,27 9,16 8,92 8, Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,93 1,88 1,93 2, Bangunan 4,58 4,52 4,65 5, Perdagangan, Hotel, dan Restoran 29,64 30,06 30,67 30, Pengangkutan dan Komunikasi 13,59 14,41 14,44 14, Keuangan, Persewaan, & Jasa 7,02 6,87 6,79 6, Perusahaan 9 Jasa-jasa 14,54 14,40 14,67 14, T o t a l 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 22

23 Kontribusi terhadap PDRB Kontribusi Sektor Pertanian dan Sektor Pariwisata (Perdagangan Hotel dan Restoran) Terhadap PDRB Provisi Bali Atas Dasar Harga Berlaku (Persentase) Series1 Pertanian Series2 Pariwisata Tahun 0 Gambar 2.4 Kontribusi Sektor Pertanian dan Sektor Pariwisata (Perdagangan Hotel dan Restoran) Terhadap PDRB Provisi Bali Atas Dasar Harga Berlaku sebagai Representasi Diversifikasi Aktivitas Ekonomi 6) Menciptakan Kesempatan Kerja Munculnya peluang usaha baru dan beragamnya aktivitas perekonomian di Bali yang disebabkan oleh perkembangan pariwisata berimplikasi pada terciptanya kesempatan kerja baru di Bali. Kunjungan wisatawan yang terus meningkat ke Bali membutuhkan tambahan fasiltas seperti hotel dan restoran yang akan menyerap lebih banyak tenaga kerja secara langsung. Restoran membeli berbagai produk pertanian sebagai bahan baku yang berimplikasi pada peningkatan produksi pertanian. Hal ini juga berarti diperlukannya tambahan tenaga kerja di sektor pertanian. Pada akhirnya aktivitas ekonomi produksi baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pariwisata akan meningkatkan serapan tenaga kerja. Selama periode , sektor pertanian di Bali memang menyerap tenaga kerja terbanyak yakni berkisar antara 31,3% dan 37,8% (Tabel 2.7). Namun demikian dalam periode yang sama sektor perdagangan dan jasa akomodasi menyerap tenaga kerja berkisar 21,58% sampai dengan 23,33% (Tabel 2.7). Namun data BPS terbaru tahun 2014 (Tabel 2.8) menginformasikan bahwa sektor pariwisata yang diwakili oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran menyerap tenaga kerja terbanyak yaitu orang, sedangkan sektor pertanian yang tahun-tahun sebelumnya menyerap tenaga kerja terbanyak menurun menduduki urutan kedua yaitu sebanyak orang. Ini menunjukan bahwa sektor 23

24 pariwisata menjadi mesin penyerap tenaga kerja terbanyak di Bali. Jika ditambah dengan sektor jasa-jasa lainnya yang terkait tidak langsung dengan pariwisata, seperti hiburan untuk wisatawan, maka peranan pariwisata dalam menyerap tenaga kerja jauh lebih banyak daripada angka yang tersurat pada Tabel 2.8. Bertolak dari perkembangan penyerapan tenaga kerja sektoral selama kurun waktu (Tabel 2.7) dan tahun 2014 (Tabel 2.8), tampaknya dalam perekonomian Bali telah terjadi transformasi struktural, yakni perubahan kontribusi sektor-sektor perekonomian Bali terhadap PDRB Bali dan penyerapan tenaga kerja. Ini ditunjukkan oleh cenderung menurunnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Bali dan penyerapan tenaga kerja di satu pihak, dan di pihak lain adanya cenderung meningkatnya kontribusi sektor Industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran dan sektor-sektor jasa lainnya terhadap PDRB Bali dan penyerapan tenaga kerja. Meskipun dua sektor yang disebutkan terakhir belum secara signifikan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja, tetapi dalam jangka panjang kedua sektor tersebut cenderung meningkat dalam penyerapan tenaga kerja. Tabel 2.7 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Propinsi Bali, Lapangan Usaha Penduduk Bekerja (Kesempatan Kerja) 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air 5. Konstruksi 6. Perdagangan dan Jasa Akomodasi 7. Transportasi dan Komunikasi 8. Lembaga Keuangan 9. Jasa-Jasa dan Lainnya Sumber: Sakernas Catatan: ( ) = persen dari penduduk bekerja; L = Laki; P = Perempuan Agustus 2003 (Jiwa) Agustus 2004 (Jiwa) Februari 2005 (Jiwa) November 2005 (Jiwa) Februari 2006 (Jiwa) Agustus 2006 (Jiwa) Agustus 2007 (Jiwa) (L+Pr) (L+Pr) (L+Pr) (L+Pr) (L+Pr) (L+Pr) (L+Pr) (100) (100) (100) (100) (100) (100) (100) (37,8) (37,1) (31,3) (33,6) (33,6) (35,45) (36,03) (0,7) (1,0) (0,6) (0,8) (0,6) (0,12) (0,43) (13,5) (10,4) (17,7) (16,6) (15,7) (13,40) (14,59) (0,2) (0,4) (0,3) (0,1) (0,4) (0,47) (0,20) (6,5) (5,7) (6,5) (7,4) (6,6) (6,82) (6,49) (22,9) (26,7) (22,7) (22,0) (23,6) (21,58) (23,33) (4,0) (4.7) (4.7) (3,7) (4,3) (3,96) (3,90) (2,1) (1,2) (1,9) (1,9) (2,7) (3,71) (2,67) (12,2) (12,8) (14,2) (14,0) (12,5) (14,49) (12,36) 24

25 Tabel 2.8 Penduduk 15 Tahun Keatas yang Bekerja Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin di Provinsi Bali Tahun 2014 No. Lapangan Usaha P r i a W a n i t a J u m l a h 1 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, & Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Rumah Makan Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Keuangan, Asuransi, dan Usaha Persewaan Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan Sumber: BPS Provinsi Bali, 2015 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2015 J u m l a h : ) Menciptakan Dampak Pengganda (multiplier effect) dan Dampak Menyebar (spread effect) Pariwisata menimbulkan dampak pengganda (multiplier effect) relatif besar ke dalam perekonomian Bali. Semakin banyak pengeluaran wisatawan di Bali dan semakin banyak pengusaha dan masyarakat Bali ikut menangkap pengeluaran wisatawan tersebut, maka semakin besar angka dampak penggandanya. Semakin besar angka pengganda pariwisata, berarti makin banyak masyarakat yang menikmati pendapatan dari pariwisata. Demikian halnya, apabila dampak menyebar (spread effect) pariwisata semakin luas, maka semakin banyak pula aktivitas perekonomian Bali yang menerima manfaat dari pariwisata. Dengan demikian, semakin banyak pula kelompok-kelompok masyarakat yang ikut menikmati pendapatan dari pariwisata. Menggunakan pengganda National Tourism Satellite Account 2006, diketahui pengganda (multiplier effect) pengeluaran wisatawan terhadap penciptaan kesempatan kerja di sector pariwisata sebesar 0, Artinya sebesar 0, dan di dalam perekonomian nasional setiap pengeluaran wisatawan sebesar satu trilliun (Rp 1,000,000,000,000) akan mampu menciptakan kesempatan kerja di sektor pariwisata 25

26 sebanyak orang dan di dalam perekonomian nasional sebesar orang. Sumbangan penciptaan kesempatan kerja di pariwisata terhadap perekonomian nasional 6,97%. Untuk kasus Bali, menggunakan pengganda Bali Tourism Satellite Account 2007, pengganda pengeluaran wisatawan terhadap penciptaan kesempatan kerja di sector pariwisata adalah 0, dan dalam perekonomian regional adalah 0, Artinya setiap pengeluaran wisatawan satu tilliun rupiah (Rp 1,000,000,000,000) akan mampu menciptakan kesempatan kerja sebanyak di sector pariwisata, dan dalam perekonomian Bali sendiri adalah orang. Jadi, sumbangan penciptaan kesempatan kerja sector pariwisata terhadap kesempatan kerja regional mencapai 41,89% Dampak negatif terhadap perekonomian Perkembangan pariwisata di Bali tidak hanya menimbulkan dampak positif, tetapi juga menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian Bali. Adapun dampak negatif terhadap perekonomian Bali antara lain: 1) Peningkatan nilai properti, harga barang dan jasa Pariwisata Bali bagaikan gula yang mengundang banyak semut. Berbagai orang dari berbagai penjuru dunia datang ke Bali baik untuk berwisata maupun mencari peluang usaha dan peluang kerja. Akibatnya, pertambahan penduduk Bali umumnya dan kota-kota Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan) khususnya lebih tinggi dan sebagian besar disebabkan oleh faktor migrasi masuk daripada faktor kelahiran. Pertambahan penduduk yang semakin pesat menyebabkan nilai atau harga sewa properti (perumahan) menjadi lebih mahal. Harga-harga barang dan jasa pada umumnya di Bali juga relatif lebih mahal daripada harga-harga barang dan jasa yang sama di daerah lain. Ini konsekuensi dari imbas perkembangan pariwisata. Housing-Estate.com, Jakarta (Jumat 14 Mei 2014) memberitakan bahwa Jakarta dan Bali menjadi kota dengan pertumbuhan harga properti mewah paling tinggi di dunia. Ini sesuai data indeks pergerakan nilai jual properti (prime international residential index) yang dikeluarkan konsultan properti global Knight Frank. Tahun 2013 pertumbuhan harga properti mewah di Jakarta mencapai 38 persen, sedangkan Bali 22 persen. Peningkatan ini terdorong oleh terbatasnya pasok sementara permintaannya kian kuat. Akibatnya harga tetap naik meskipun pertumbuhan ekonomi sedang melambat dan ada situasi ketidakpastian karena akan Pemilu. Pertumbuhan harga ini menjadi lebih istimewa mengingat pada tahun

27 harga property secara global mengalami penurunan 39 persen. Tahun 2012 angka penurunannya lebih fantastis mencapai 50 persen. Selain Jakarta dan Bali, kota-kota lain di dunia yang mencatatkan kenaikan harga cukup signifikan antara lain Auckland dan Chirstchurch, Selandia Baru, masing-masing sebesar 29 dan 21 persen. Beijing dan Guangzhou, Cina, sebesar 18 persen dan 14 persen, Dubai sebesar 17 persen, Abu Dhabi 15 persen, dan Los Angeles, AS, naik 14 persen. Perkembangan pariwisata yang pesat di Bali tidak hanya berdampak terhadap harga property, tetapi harga-harga secara umum, yang diistilahkan dengan inflasi. Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator ekonomi yang sering digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga (inflasi/deflasi) di tingkat konsumen, khususnya didaerah perkotaan. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket komoditas yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Di Indonesia, tingkat inflasi diukur dari persentase perubahan IHK dan diumumkan ke publik setiap awal bulan (hari kerja pertama) oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Paket komoditas Kota Denpasar hasil Survai Biaya Hidup (SBH) 2012 terdiri dari 398 komoditas yang terdiri dari 316 komoditas kelompok inti, 17 komoditas kelompok harga yang diatur pemerintah, dan 17 komoditas kelompok harga yang bergejolak. Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pada bulan Januari 2014 di Kota Denpasar terjadi inflasi sebesar 1,26 persen. Tingkat inflasi tahun kalender Januari 2014 sebesar 1,26 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Januari 2014 terhadap Januari 2013) sebesar 6,55 persen. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks seluruh kelompok pengeluaran yaitu kelompok kesehatan 4,24 persen; kelompok bahan makanan 2,47 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,44 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,75 persen, kelompok sandang 0,72 persen; kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,34 persen; serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,28 persen. Komoditas yang mengalami peningkatan harga antara mobil, bahan bakar rumahtangga, obat dengan resep, shampo, daging ayam ras, cabai rawit, bayam, dan pepes. Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain: telur ayam ras, tahu mentah, bawang merah, dan tarif angkutan udara. Pada bulan Januari 2014 kelompokkelompok komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi adalah kelompok bahan makanan 0,4652 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,

28 persen; kelompok kesehatan 0,2412 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,1965 persen; kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,0667 persen; kelompok sandang 0,0381 persen; serta kelompok pendidikan, rekreasi, olahraga 0,0251 persen. Gambar 2.5 Perkembangan Inflasi Kota Denpasar, Februari 2012-Februari 2014 Laju inflasi tahun kalender Januari 2014 sebesar 1,26 (Januari 2014 terhadap Januari 2013) sebesar 6,55 persen. Sedangkan tingkat inflasi pada periode yang sama tahun kalender 2012 dan 2013 masing-masing sebesar 0,90 persen dan 1,41 persen. Tingkat inflasi tahun ke tahun untuk Januari 2012 terhadap Januari 2011 dan Januari 2013 terhadap Januari 2012 masing-masing sebesar 3,62 persen dan 5,23 persen (Tabel 2.9). Tabel 2.9 Inflasi Bulanan, Tahun kalender, dan Year on Year, di Kota Denpasar Tahun Inflasi Januari 0,90 1,41 1,26 2. Januari (Januari-Desember) 0,90 1,41 1,26 3. Januari (tahun n) terhadap Januari (tahun n-1)(year on Year) 3,62 5,23 6,55 Sumber: Web BPS Bali: Berita Resmi Statistik, BPS Provinsi Bali (didownload 20 Mei 2015) 2) Kunjungan wisatawan sangat terpengaruh oleh faktor eksternal 28

29 Pariwisata tergolong sektor yang sangat peka terhadap faktor eksternal, seperti isuisu keamanan, terorisme, wabah penyakit menular, dan resesi ekonomi. Jika muncul isu-isu mengenai terorisme, instabilitas keamanan, atau merebaknya wabah penyakit di suatu destinasi wisata, maka isu tersebut dapat menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung ke destinasi tersebut, termasuk destinasi wisata Bali. Menurunnya minat wisatawan untuk berkunjung berakibat menurunnya jumlah kunjungan wisatawan, pada akhirnya menurunkan pertumbuhan perekonomian Bali secara makro, dan secara mikro menurunkan pendapatan masyarakat Bali. Pertumbuhan ekonomi Bali pemah mencapai pertumbuhan yang sangat tinggi, yaitu mencapai 7% atau di atas rata-rata nasional sebelum krisis tahun 1997 lalu. Angka ini boleh jadi mengindikasikan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Kejadian ini dipicu oleh booming sektor pariwisata yang menjadi lokomotif perekonomian Bali. Industri kecil dan menengah (home industry) sebagai penunjang pariwisata seperti industri logam, perak dan kerajinan tangan berkembang sampai ke pelosok desa-desa. Namun, tanpa diduga, pertumbuhan yang pesat itu seakan tidak ada artinya ketika krisis ekonomi menghantam Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Bali pun menurun hingga ke titik nadir (minus 4,04 persen di tahun 1998). Setelah itu, ekonomi Bali mulai menunjukkan tanda-tanda membaik sejalan sejalan dengan kebijakan recovery economy yang digulirkan pemerintah pusat dan daerah dalam rangka menstimulus fiskal. Upaya-upaya pemulihan yang dibangun pemerintah tampaknya berdampak positif. Alhasil, ekonomi Bali berangsur-angsur membaik hingga tumbuh 0,67% di tahun 1999 dan 3,05% di tahun Kendati demikian, upaya recovery~conomy yang tadinya mulai berayun sejenak terhenti menyusul adanya peristiwa ledakan born di Legian - Kuta pada 12 Oktober 20021alu. Pasca tragedi bom Kuta, situasi pekonomian Bali makin tidak menentu. Pada tahun 2001, pertumbuhan ekonomi Bali yang tercermin dari PDRB atas dasar harga konstan 2000 hanya mencapai 3,54% dan setahun kemudian (2002) malah turun menjadi 3,04%. Pada tahun 2003 di tengah berbagai peristiwa global seperti konflik perang AS-Irak, wabah SARS dan aksi terorisme, telah memberikan bayangan negative ke pasar, khususnya bagi mereka yang bergelut langsung di industri pariwisata. Namun demikian, ekonomi Bali mampu tumbuh 3,57%. Sementara itu, laju inflasi di Bali dapat dikendalikan hingga berada pada level 4,56% pada tahun Angka ini jauh lebih rendah dari inflasi tahun sebelumnya 29

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

B A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A

B A P P E D A D A N P E N A N A M A N M O D A L P E M E R I N T A H K A B U P A T E N J E M B R A N A S alah satu implikasi adanya otonomi daerah adalah daerah memiliki wewenang yang jauh lebih besar dalam mengelola daerahnya baik itu dari sisi pelaksanaan pembangunan maupun dari sisi pembiayaan pembangunan.

Lebih terperinci

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i ii Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 INDIKATOR EKONOMI KOTA TERNATE 2015 No. Katalog : 9201001.8271 No. Publikasi : 82715.1502 Ukuran Buku : 15,5 cm

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN JANUARI

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN JANUARI BPS KOTA TARAKAN No.03/02/6473/Th.I, 12 Pebruari 2007 INFLASI KOTA TARAKAN BULAN JANUARI Inflasi Kota Tarakan bulan Januari 2007 sebesar 0,08 %. Kelompok Bahan Makanan mengalami deflasi sebesar 0,58 persen

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pariwisata saat ini sudah menjadi salah satu primadona dunia dan menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, United Nations World

Lebih terperinci

BAB 1 PE DAHULUA. Infrastructure. 1 Sub Index lainnya adalah T&T Regulatory Framework dan T&T Business Environtment and

BAB 1 PE DAHULUA. Infrastructure. 1 Sub Index lainnya adalah T&T Regulatory Framework dan T&T Business Environtment and BAB 1 PE DAHULUA 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri dari berbagai macam kebudayaan dan karakteristik yang memiliki potensi terhadap pengembangan pariwisata. Kekuatan sektor periwisata Indonesia terletak

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2013 No. 27/05/51/Th. VII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2013 Pada Triwulan I-2013, PDRB Bali mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar 0,33 persen dibanding Triwulan IV-2012

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011 No. 24/05/51/Th. V, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011 Pada Triwulan I 2011, PDRB Bali tumbuh sebesar 0,75 persen dibanding Triwulan IV - 2010 (quarter to quarter/q-to-q). Pertumbuhan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA JULI 2016 INFLASI 1,03 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA JULI 2016 INFLASI 1,03 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA JULI 2016 INFLASI 1,03 PERSEN No. 08/08/33/16/Th.VIII, 15 Agustus 2016 Pada bulan Juli 2016 Kota Blora terjadi inflasi 1,03 persen dengan Indeks Harga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016 No. 12/02/51/Th. XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN EKONOMI BALI TAHUN TUMBUH 6,24 PERSEN MENINGKAT JIKA DIBANDINGKAN DENGAN TAHUN SEBELUMNYA. Perekonomian Bali tahun yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 03/03/3571/Th.XVI, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI FEBRUARI 2015 DEFLASI 0,83 PERSEN Pada bulan Februari 2015 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

BAB II BALI SEBELUM DAN SETELAH BOM 2002 DAN 2005

BAB II BALI SEBELUM DAN SETELAH BOM 2002 DAN 2005 BAB II BALI SEBELUM DAN SETELAH BOM 2002 DAN 2005 Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dikenal sebagai salah satu destinasi pariwisata paling diminati di dunia. Perekonomian Bali didukung

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2012 No. 26/05/51/Th. VI, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2012 Pada Triwulan I-2012, PDRB Bali mengalami kontraksi ( negatif) sebesar 0,06 persen dibanding Triwulan IV-2011 (quarter to

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/11/34/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN II TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN II TAHUN 2012 No. 44/08/51/Th. VI, 6 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Bali pada Triwulan II- mencapai 2,81 persen dibandingkan Triwulan I - yang mengalami kontraksi sebesar 0,06

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang selalu berusaha untuk meningkatkan pembangunan. Sasaran pembangunan yang ingin dicapai salah satunya adalah meningkatkan

Lebih terperinci

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN MARET 2007

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN MARET 2007 BPS KOTA TARAKAN No.05/04/6473/Th.I, 17 April 2007 INFLASI KOTA TARAKAN BULAN MARET 2007 Inflasi Kota Tarakan bulan Maret 2007 sebesar 0,11%. Kelompok Bahan Makanan mengalami deflasi sebesar 1,14 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan meliputi kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata serta kemakmuran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI DESEMBER 2014 INFLASI 2,52 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI DESEMBER 2014 INFLASI 2,52 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 01/01/3571/Th.XVI, 2 Januari 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI DESEMBER 2014 INFLASI 2,52 PERSEN Pada bulan Desember 2014 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,07 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA SEPTEMBER 2016 INFLASI 0,07 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA SEPTEMBER 2016 INFLASI PERSEN No. 10/10/33/16/Th.VIII, 4 Oktober 2016 Pada bulan September 2016 Kota Blora terjadi inflasi persen dengan Indeks Harga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BLORA JANUARI 2016 INFLASI 0,28 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BLORA JANUARI 2016 INFLASI 0,28 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BLORA JANUARI 2016 INFLASI 0,28 PERSEN No. 02/02/33/16/Th.VIII, 10 Februari 2016 Pada bulan Januari 2016 Kota Blora terjadi inflasi 0,28 persen dengan Indeks

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN 2010 No. 46/11/51/Th. IV, 5 Nopember PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN PDRB Provinsi Bali I meningkat sebesar 2,65 persen dibanding triwulan sebelumnya (q-to-q). Peningkatan terjadi di hampir semua

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN BELU No. 05/01/5306/Th. IV, 5 Februari 2015 JANUARI 2015, KOTA ATAMBUA INFLASI 2,39 % Dengan menggunakan tahun dasar baru (2012=100), di bulan Desember 2014 Kota Atambua mengalami Inflasi

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI SEPTEMBER 2015 INFLASI 0,21 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI SEPTEMBER 2015 INFLASI 0,21 PERSEN BPS KABUPATEN BANYUWANGI No.09//3510/Th.II, 01 Oktober PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI SEPTEMBER INFLASI 0,21 PERSEN Pada bulan Banyuwangi mengalami inflasi sebesar 0,21 persen, lebih

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN IV-2012

INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN IV-2012 No. 13/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 INDEKS TENDENSI KONSUMEN JAWA TENGAH TRIWULAN IV-2012 A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BLORA MARET 2017 DEFLASI 0,07 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BLORA MARET 2017 DEFLASI 0,07 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BLORA MARET 2017 DEFLASI 0,07 PERSEN No. 04/04/33/16/Th.IX, 4 April 2017 Pada bulan Maret 2017 Kota Blora terjadi deflasi 0,07 persen dengan Indeks Harga

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI JANUARI TAHUN 2017 INFLASI 0,94 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI JANUARI TAHUN 2017 INFLASI 0,94 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 02/02/3571/Th.XVIII, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI JANUARI TAHUN 2017 INFLASI 0,94 PERSEN Pada bulan Januari 2017 Kota Kediri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI OKTOBER 2014 INFLASI 0,32 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI OKTOBER 2014 INFLASI 0,32 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 12/11/3571/Th.XV, 3 November 2014 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI OKTOBER 2014 INFLASI 0,32 PERSEN Pada bulan Oktober 2014 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 BPS PROVINSI BENGKULU No. 10/02/17/XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,30 PERSEN, MENINGKAT DIBANDINGKAN TAHUN 2015 Perekonomian Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 58/08/35/Th. XII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. dan Struktur Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Ekonomi Jawa Timur Triwulan II - 2014 (y-on-y)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/05/34/Th. XV, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI MEI TAHUN 2017 INFLASI 0,50 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI MEI TAHUN 2017 INFLASI 0,50 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI No. 06/06/3571/Th.XVIII, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA KEDIRI MEI TAHUN 2017 INFLASI 0,50 PERSEN Pada bulan Mei 2017 Kota Kediri mengalami

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI JULI 2014 INFLASI 0,24 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI JULI 2014 INFLASI 0,24 PERSEN BPS KABUPATEN BANYUWANGI No. 07/Juli/3510/Th.I, 04 Agustus PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI JULI INFLASI 0,24 PERSEN Pada bulan Juli mengalami inflasi sebesar 0,24 persen lebih rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Indonesia kini sudah semakin berkembang sangat pesat, terutama pertumbuhan di sektor industri.sektor industri diyakini

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN BPS KABUPATEN KEBUMEN No. 06/06/33/05/Th. VI, 01 April 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN Pada Bulan Maret 2015 di Kota Kebumen terjadi

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA JUNI 2016 INFLASI 0,22 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA JUNI 2016 INFLASI 0,22 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/ INFLASI KOTA BLORA JUNI 2016 INFLASI PERSEN No. 07/07/33/16/Th.VIII, 11 Juli 2016 Pada bulan Juni 2016 Kota Blora terjadi inflasi persen dengan Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah industri yang besar di dunia dan salah satu sektor yang tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 No. 06/11/62/Th.VII, 6 Nopember 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan III-2013 terhadap triwulan II-2013 (Q to Q) secara siklikal mengalami

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No. 47/08/72/Thn XVII, 05 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI BADAN PUSAT STATISTIK No. 02/01/91 Th. XI, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA MANOKWARI Pada bulan 2016, Kota Manokwari mengalami inflasi sebesar 1,18 persen dengan Indeks Harga

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 11/02/73/Th. VIII, 5 Februari 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN IV 2013 BERKONTRAKSI SEBESAR 3,99 PERSEN Kinerja perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan IV tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN KUBU RAYA. Macro Indicator of Economic Development Kubu Raya Regency

INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN KUBU RAYA. Macro Indicator of Economic Development Kubu Raya Regency Kerja Sama BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KUBU RAYA dengan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN KUBU RAYA Tahun Anggaran 2017 INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN KUBU RAYA Macro Indicator

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 67/10/51/Th. X, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI SEPTEMBER 2016, NTP BALI NAIK 0,74 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan September 2016 tercatat meningkat sebesar 0,74

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN KABUPATEN TULUNGAGUNG JULI 2017 INFLASI 0.04 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN KABUPATEN TULUNGAGUNG JULI 2017 INFLASI 0.04 PERSEN No.1/08/3504/Th.XVII, 2 Agustus 2017 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN KABUPATEN TULUNGAGUNG JULI 2017 INFLASI 0.04 PERSEN Pada bulan Juli 2017 Kabupaten Tulungagung mengalami Inflasi sebesar 0.04 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 24/04/51/Th. XI, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2017, NTP BALI TURUN 1,01 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan Maret 2017 tercatat mengalami penurunan sebesar 1,01

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci