IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
RESPON PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA DUA KONDISI SUHU DAN KELEMBABAN BERBEDA RAIDINAL ALIFFAHRANA

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH

BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Produk Tabel 2.1 Kandungan Gizi JamurTiram No Komposisi Dalam %

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu penelitian 1. Alat dan Bahan a. Bahan

MAKALAH SEMINAR (PTH 1507) PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM (Pleurotus sp.)

BAB I PENDAHULUAN. berkisar 50% - 100%,[1] sehingga Indonesia menjadi tempat yang ideal untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan RAL (rancangan acak lengkap) satu faktor

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Layout Penelitian

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN UMUM

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (36-42)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Kubung ketua kelompok wanita tani Sido Makmur

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSPEK CERAH BISNIS JAMUR MERANG

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dan luar negeri terhadap tanaman selada, komoditas ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

STAF LAB. ILMU TANAMAN

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

V. GAMBARAN UMUM KPJI

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG USAHA JAMUR TIRAM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah

KONDISI UMUM. Tabel 13 Letak geografis Jakarta Pusat

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

BAB II TINJAUAN UMUM

I. PENDAHULUAN. kandungan karbondioksida mengakibatkan semakin berkurangnya lahan. subur untuk pertanaman padi sawah (Effendi, 2008).

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

Umi Pudji Astuti, Wahyu Wibawa, dan Andi Ishak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

SALURAN DISTRIBUSI JAMUR TIRAM PUTIH DI P4S CIJULANG ASRI DALAM MENINGKATKAN KEUNTUNGAN. Annisa Mulyani 1 Sri Nofianti 2 RINGKASAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

SAINS ARSITEKTUR II Iklim (Tropis Basah) & Problematika Arsitektur

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

Transkripsi:

7 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Lokasi Penelitian Pada penelitian ini, karakteristik lokasi penelitian ditinjau berdasarkan dua aspek, yaitu kondisi karakteristik lingkungan dan kondisi karakteristik kumbung jamur tiram. 4.1.1 Karakteristik lingkungan Lokasi penelitian pertama terletak di Jalan Raya Puncak Gadog, tepatnya di desa Pandan Sari Ciawi Bogor. Secara administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Bogor. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada 6,650 o LS dan 106,862 o BT dengan ketinggian 437 mdpl. Desa Pandan Sari terletak di bagian timur Kabupaten Bogor. Desa Pandan Sari merupakan desa pertanian yang didominasi oleh pertanian jamur tiram dan padi. Lokasi ini berada di DAS Ciliwung dan diapit oleh saluran-saluran irigasi. Lokasi penelitian kedua terletak di Kelurahan Cibadak, tepatnya di desa Kukupu Tanah Sareal Bogor. Secara administrasi termasuk dalam wilayah Kota Bogor. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada koordinat 6,544 o LS dan 106,776 o BT dengan ketinggian 169 mdpl. Desa Kukupu terletak di bagian utara Kota Bogor dan diapit oleh perumahan Tamansari Persada dan Bukit Cimanggu City. 4.1.2 Karakteristik kumbung jamur tiram Pada lokasi penelitian di Desa Pandan Sari, kumbung inkubasi berukuran panjang 15 meter, lebar 6 meter, dan tinggi 8 meter. Dinding kumbung inkubasi tidak ditutupi sehingga terkena paparan kondisi lingkungan di luar secara langsung. Kumbung inkubasi Pandan Sari memiliki kapasitas penyimpanan 60.000 baglog. Kumbung inkubasi Pandan Sari dapat dilihat pada Gambar 4. Kumbung budidaya di Pandan Sari memiliki ukuran panjang 20 meter, lebar 10 meter dan tinggi 8 meter. Kumbung budidaya Pandan Sari sudah dilengkapi dengan dinding berventilasi. Kumbung budidaya Pandan Sari memiliki kapasitas 35.000 baglog. Kumbung budidaya Pandan Sari dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Kumbung budidaya Pandan Sari (Sumber : dokumentasi pribadi). Pada lokasi penelitian kedua, yaitu di Desa Kukupu, kumbung inkubasi berukuran panjang 10 meter, lebar 7 meter, dan tinggi 7 meter. Kumbung inkubasi di Kukupu tertutup rapat oleh bilik bambu dengan ventilasi sedikit. Kapasitas penyimpanan kumbung inkubasi Kukupu adalah sebanyak 50.000 baglog. Kumbung inkubasi Kukupu dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Kumbung inkubasi Kukupu (Sumber : dokumentasi pribadi). Gambar 4 Kumbung inkubasi Pandan Sari (Sumber : dokumentasi pribadi). Kumbung budidaya Kukupu memiliki ukuran panjang 10 meter, lebar 7 meter dan tinggi 7 meter. Kumbung budidaya Kukupu dilengkapi ventilasi pada dindingnya. Kumbung budidaya Kukupu memiliki kapasitas sebanyak 25.000 baglog. Kumbung budidaya Kukupu dapat dilihat pada Gambar 7.

8 tekanan udaranya menjadi lebih rendah. Tekanan udara yang lebih rendah memungkinkan air untuk lebih mudah menguap. Kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi pada kedua lokasi dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Gambar 7 Kumbung budidaya Pandan Sari (Sumber : dokumentasi pribadi). 4.2 Kondisi Suhu dan Kelembaban Selama Periode Penelitian 4.2.1 Suhu dan kelembaban relatif lingkungan pada kedua lokasi Berdasarkan pengukuran suhu bola kering dan suhu bola basah yang dilakukan pada kedua lokasi menunjukkan suhu udara ratarata selama 88 hari pada tanggal 11 April hingga 7 Juli 2011 di desa Pandan Sari terukur sebesar 27,4 o C, sedangkan suhu udara rata-rata di desa Kukupu selama 70 hari pada tanggal 18 September hingga 26 November terukur sebesar 29,6 o C. Berdasarkan uji t dua sampel pada nilai rata-rata suhu harian di kedua lokasi, kondisi suhu lingkungan sangat berbeda. Kelembaban relatif rata-rata pada tanggal 11 April hingga 7 Juli 2011 di desa Pandan Sari terhitung sebesar 87%, sedangkan kelembaban relatif pada tanggal 18 September hingga 26 November 2011 terhitung sebesar 81%. Berdasarkan uji t dua sampel yang dilakukan pada data kelembaban relatif kedua lokasi, kondisi kelembaban relatif lingkungan pada kedua lokasi sangat berbeda. Pada pengambilan data pertama di Pandan Sari mulai bulan April-Juli, nilai suhu udara rata-rata harian cenderung lebih rendah. Suhu udara yang lebih rendah disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di Pandan Sari saat periode pengambilan data. Selain itu, suhu udara yang lebih rendah juga dipengaruhi jenis tutupan lahan di Pandan Sari yang masih di dominasi oleh sawah dan badan air (sungai, saluran irigasi, dan kolam), sementara di Kukupu, jenis tutupan lahan yang dominan adalah lahan terbangun dengan sedikit jenis tutupan badan air. Nilai kelembaban yang tinggi juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Letak Pandan Sari lebih tinggi daripada Kukupu sehingga Gambar 8 Suhu rata-rata harian lingkungan. Gambar 9 RH rata-rata harian lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian, secara umum suhu udara rata-rata harian di desa Pandan Sari cenderung naik. Kondisi ini disebabkan oleh waktu tanamnya yang jatuh pada awal musim kemarau sehingga suhu di awal waktu tanam lebih rendah dibandingkan di akhir waktu tanam. Sedangkan, secara umum suhu udara rata-rata harian di desa Kukupu cenderung turun. Hal ini disebabkan oleh waktu tanamnya jatuh pada akhir musim kemarau sehingga suhu di awal waktu tanam lebih tinggi dibandingkan di akhir waktu tanam.

9 4.2.2 Suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung pada kedua lokasi Kumbung jamur dibangun dengan tujuan menjaga kondisi iklim mikro di dalamnya dari kondisi lingkungan yang kurang sesuai dengan syarat tumbuh jamur tiram. Berdasarkan kebutuhan syarat lingkungan yang berbeda pada setiap fase jamur tiram, kumbung jamur tiram dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kumbung inkubasi dan kumbung budidaya. Kumbung inkubasi digunakan untuk jamur tiram pada fase miselium dan kumbung budidaya digunakan pada fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah. Kumbung inkubasi dibangun untuk memberikan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan miselium. Miselium jamur tiram membutuhkan suhu yang hangat untuk tumbuh dan tidak terlalu membutuhkan kelembaban yang tinggi. Pada kumbung inkubasi juga tidak diberikan perlakuan khusus. Kondisi suhu pada kumbung inkubasi di Pandan Sari lebih rendah daripada di dalam kumbung inkubasi di Kukupu. Suhu di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari sebesar 27,4 o C sedangkan nilai suhu di dalam kumbung inkubasi Kukupu sebesar 28,5 o C. Nilai kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi di Pandan Sari sebesar 87% sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Kukupu sebesar 82%. Berdasarkan uji t dua sampel, kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari dan Kukupu sangat berbeda. Nilai suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi pandan Sari lebih rendah disebabkan oleh ukuran kumbung yang lebih besar dibandingkan dengan kumbung inkubasi di Kukupu. Disekitar kumbung inkubasi Pandan Sari juga terdapat saluran irigasi sehingga kelembabannya menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan di dalam kumbung inkubasi Kukupu. Konstruksi dinding kumbung di Pandan Sari juga kurang tertutup sehingga kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi terpapar oleh pengaruh lingkungan. Kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari dan Kukupu dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. Kondisi suhu pada kumbung budidaya di Pandan Sari lebih rendah daripada di dalam kumbung budidaya di Kukupu. Suhu di dalam kumbung budidaya Pandan Sari yang terukur sebesar 26,7 o C sedangkan di dalam kumbung budidaya Kukupu terukur sebesar 27,7 o C. Nilai kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya di Pandan Sari terukur sebesar 88% sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi Kukupu sebesar 86%. Gambar 10 Suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi. Gambar 11 Kelembaban relatif rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi. Berdasarkan uji t dua sampel, kondisi suhu di dalam kumbung budidaya kedua lokasi sangat berbeda, sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya di Pandan Sari dan Kukupu tidak berbeda. Kondisi kelembaban relatif kedua lokasi tidak berbeda karena adanya perlakuan penyiraman sehingga kelembaban dapat dikendalikan. Kumbung budidaya di Kukupu diberikan penyiraman 2-3 kali sehari, sementara kumbung budidaya Pandan Sari hanya diberikan penyiraman 1-2 kali sehari. Kondisi suhu dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya di Pandan Sari dan

10 Kukupu dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13. Gambar 12 Suhu rata-rata harian di dalam kumbung budidaya. dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi terukur sama, yaitu sebesar 87%. Kumbung inkubasi Pandan Sari tidak dilengkapi oleh dinding yang rapat sehingga terpapar oleh kondisi lingkungan. Miselium jamur tiram membutuhkan suhu yang hangat untuk tumbuh. Suhu lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi yang kurang hangat menyebabkan laju pertumbuhan miselium terhambat sehingga di Pandan Sari membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai tutupan miselium sebesar 100%. Pada fase miselium, kelembaban relatif tidak terlalu berpengaruh bagi pertumbuhan miselium karena miselium tumbuh di dalam baglog. Kondisi suhu dan kelembaban relatif lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15. Gambar 13 Kelembaban relatif rata-rata harian di dalam kumbung budidaya. 4.2.3 Suhu dan kelembaban relatif di lingkungan dan di dalam kumbung pada setiap lokasi dilakukan terhadap data suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung inkubasi tidak berbeda. Suhu rata-rata harian di lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi terukur sama, yaitu sebesar 27,4 o C. Hal tersebut juga terjadi pada uji t dua sampel yang dilakukan terhadap data kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi. Kondisi kelembaban relatif di lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari juga tidak berbeda. Kelembaban relatif lingkungan Gambar 14 Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari... 4.3 Pertumbuhan Jamur Tiram Gambar 15 Kelembaban relatif rata-rata kumbung inkubasi Pandan Sari.

11 dilakukan terhadap data suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung budidaya Pandan Sari, dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung budidaya Pandan Sari sangat berbeda. Suhu lingkungan terukur sebesar 27,4 o C dan suhu di dalam kumbung budidaya terukur sebesar 26,8 o C. Kelembaban relatif lingkungan terukur sebesar 87% dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya terukur sebesar 88%. dilakukan terhadap data kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya dapat disimpulkan bahwa kondisi kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya berbeda nyata. Perbedaan kondisi suhu dan kelembaban antara lingkungan dengan kumbung budidaya disebabkan oleh Kumbung budidaya Pandan Sari dapat menahan paparan kondisi iklim lingkungan. Selain itu, perbedaan kondisi iklim mikro tersebut juga disebabkan oleh adanya perlakuan penyiraman kumbung dan pengaturan sirkulasi melalui jendela dan pintu kumbung. Kondisi suhu dan kelembaban relatif lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Pandan Sari dapat dilihat pada Gambar 16 dan Gambar 17. Gambar 16 Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Pandan Sari. dilakukan terhadap data suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung inkubasi Kukupu, dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu ratarata kumbung inkubasi Kukupu sangat berbeda. Suhu rata-rata harian lingkungan di Kukupu saat masa inkubasi terukur sebesar 29,6 o C dan suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi terukur sebesar 28,5 o C. Suhu di dalam kumbung inkubasi lebih rendah disebabkan oleh adanya sirkulasi udara dari dinding kumbung dan ketinggian atap kumbung yang memungkinkan sirkulasi udara menjadi lebih baik. Gambar 17 Kelembaban relatif rata-rata kumbung budidaya Pandan Sari. Uji t dua sampel juga dilakukan terhadap data kelembaban relatif harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu. Berdasarkan uji t dua sampel, dapat disimpulkan bahwa kondisi kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi tidak berbeda. Kelembaban relatif lingkungan terukur sebesar 81% sementara kelembaban relatif di dalam kumbung terukur sebesar 82%. Kondisi ini disebabkan oleh tidak adanya penyiraman di dalam kumbung inkubasi sehingga kelembaban relatifnya akan cederung mengikuti lingkungannya. Kondisi suhu dan kelembaban relatif lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 19. dilakukan terhadap data suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung budidaya Kukupu, dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu lingkungan dan suhu di dalam kumbung budidaya Kukupu sangat berbeda. Suhu ratarata harian lingkungan terukur sebesar 29,6 o C dan suhu rata-rata harian di dalam kumbung budidaya terukur sebesar 27,7 o C. Perbedaan kondisi suhu ini disebabkan oleh adanya ventilasi, bentuk kumbung yang tinggi, pengaturan jarak rak baglog dan adanya penyiraman.

12 Gambar 18 Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung inkubasi Kukupu. Sementara itu, uji t juga dilakukan terhadap data kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya. dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kelembaban relatif lingkungan dan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya Kukupu sangat berbeda. Kelembaban relatif lingkungan pada masa budidaya di Kukupu terukur sebesar 81% sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya Kukupu terukur sebesar 86%. Kelembaban relatif di dalam kumbung budidaya lebih tinggi disebabkan oleh adanya perlakuan penyiraman. Kondisi ini memperlihatkan bahwa kumbung mampu untuk memberikan kondisi iklim mikro yang berbeda dengan kondisi iklim mikro lingkungan. Kondisi suhu dan kelembaban relatif lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Kukupu dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21. Gambar 19 Kelembaban relatif rata-rata kumbung inkubasi Kukupu. Gambar 21 Kelembaban relatif rata-rata kumbung budidaya Kukupu. Gambar 20 Suhu rata-rata harian lingkungan dan di dalam kumbung budidaya Kukupu. 4.3 Kondisi Lingkungan Kumbung dan Pertumbuhan Jamur Tiram Pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di dalam kumbung. Pada fase miselium, kondisi lingkungan pada kumbung inkubasi yang paling mempengaruhi, sedangkan pada fase primordial dan fase pembentukkan tubuh buah, kondisi lingkungan pada kumbung budidayalah yang paling mempengaruhi. Unsur-unsur lingkungan yang paling mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram adalah suhu udara dan kelembaban relatif.

13 4.3.1 Suhu Laju metabolisme pada jamur tiram dipengaruhi oleh suhu sehingga suhu akan berpengaruh langsung pada pertumbuhan dan perkembangan. Jamur tiram sebagai makhluk hidup saprofitik yang menguraikan selulosa, akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cepat saat fase miselium pada suhu yang lebih hangat. Suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi Kukupu menyebabkan laju pertumbuhan miselium lebih cepat dibandingkan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari. Pada gambar 21 dan gambar 22 dijelaskan tentang lamanya masa inkubasi di Pandan Sari dan Kukupu. Masa inkubasi di Pandan Sari adalah 56 hari sedangkan masa inkubasi di Kukupu adalah 49 hari. Pada masa inkubasi, target yang paling utama adalah kecepatan pertumbuhan miselium jamur tiram, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi di dalam kumbung inkubasi Kukupu lebih baik dibandingkan dengan kondisi kumbung inkubasi Pandan Sari. Pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah, jamur tiram memiliki perbedaan kebutuhan panas dengan saat fase miselium. Pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah di kumbung budidaya Kukupu, suhunya lebih hangat dibandingkan di dalam kumbung inkubasi Pandan Sari. Hal ini menyebabkan jamur tiram menjadi matang sebelum memasuki ukuran yang dikehendaki. Di dalam kumbung budidaya Kukupu, jamur tiram sudah harus dipanen saat ukurannya belum mencapai target yang diinginkan. Suhu yang lebih hangat di Kukupu menyebabkan laju metabolisme jamur tiram menjadi lebih cepat. Suhu yang lebih rendah terukur di dalam kumbung budidaya Pandan Sari. Suhu rata-rata harian di dalam kumbung budidaya Pandan Sari menyebabkan laju metabolisme jamur tiram menjadi lebih lambat. Masa panen di Pandan Sari memang lebih lama dibandingkan dengan Kukupu namun ukuran tubuh buah yang terbentuk sesuai dengan yang yang diharapkan. Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi kumbung budidaya di Pandan Sari lebih sesuai untuk fase primordial dan pembentukkan tubuh buah. Tubuh buah jamur tiram di kumbung budidaya Kukupu harus dipanen lebih cepat karena suhu yang lebih tinggi menyebabkan tubuh buah menjadi matang lebih cepat. Jika tidak dipanen maka jamur akan tua dan rasa jamur akan menjadi pahit. 4.3.2 Kelembaban relatif Pada pertumbuhan jamur tiram, kelembaban relatif menjadi salah satu faktor penting terutama saat pembentukkan tubuh buah. Salah satu kandungan utama tubuh buah pada jamur tiram adalah air. Pada fase miselium yang terjadi di kumbung inkubasi, kelembaban relatif tidak terlalu berpengaruh karena miselium tumbuh di dalam baglog plastik yang tidak mengalami kontak secara langsung dengan udara. Pada fase pembentukkan tubuh buah, jamur tiram juga menyerap air dari kelembaban udara. Semakin tinggi nilai kelembaban maka semakin besar ukuran tubuh buah jamur tiram yang terbentuk. Kelebihan kandungan air pada tubuh buah jamur tiram dapat menurunkan kualitas jamur tiram sehingga harga jamur tiram dipasaran saat musim hujan atau saat kelembaban terlalu hampir dipastikan jatuh. Kondisi ini memerlukan pengendalian faktor kelembaban relatif yang baik. 4.4 Heat unit Nilai heat unit jamur tiram mengalami perbedaan yang besar pada fase miselium dengan fase primordial dan pembentukkan tubuh buah. Pada fase miselium yang terjadi di dalam kumbung inkubasi, nilai heat unit yang diterima oleh jamur tiram lebih besar dibandingkan pada fase primordial dan pembentukkan tubuh buah di dalam kumbung budidaya. Hal ini disebabkan oleh fase miselium pada jamur tiram membutuhkan panas lebih banyak dibandingkan pada saat fase primordial dan pembentukkan tubuh buah. Kebutuhan panas yang lebih besar ini menyebabkan kumbung inkubasi dikondisikan lebih hangat dibandingkan dengan kumbung budidaya. Pada pengukuran di kedua lokasi, heat unit di Pandan Sari lebih rendah dibandingkan dengan heat unit di Kukupu pada jumlah hari yang sama. Hal ini disebabkan oleh suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi dan budidaya Pandan Sari lebih rendah dibandingkan dengan suhu rata-rata harian di dalam kumbung inkubasi dan budidaya Kukupu. Nilai heat unit jamur tiram pada dua lokasi Pandan Sari dan Kukupu dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat diketahui nilai koefisien variasi untuk lama fase dan heat unit. Nilai koefisien variasi lama fase miselium terhitung sebesar 12,5% sedangkan koefisien variasi heat unit miselium terhitung sebesar 6,9%. Tabel 1

14 Tabel 1 Nilai heat unit jamur tiram. Lokasi Pandan Sari Ketinggian (mdpl) T Rata-rata ( o C) Lama fase (hari) Heat unit (degree days) Inkubasi Budidaya Miselium Tubuh buah Miselium Tubuh buah 437 27,4 26,8 56 39 974,6 652,9 Kukupu 169 28,5 27,7 49 28 907,0 494,3 Variasi 12,5 28,2 6,9 24,3 juga menunjukkan nilai koefisien variasi untuk lama fase tubuh buah yaitu sebesar 28,2% sedangkan nilai koefisien variasi heat unit fase tubuh buah terhitung sebesar 24,3%. Nilai koefisien variasi lama fase dan nilai koefisien heat unit pada setiap fase mengalami kesalahan sehingga terjadi perbedaan nilai yang besar. Nilai koefisien lama fase menjadi jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai koefisien heat unit pada setiap fase. Kesalahan tersebut terjadi pada metode pengamatan sampel. Pengamatan yang dilakukan saat penelitian, dilakukan setiap minggu. Seharusnya, pengamatan fenologi tanaman dilakukan dalam durasi harian sehingga pertumbuhan dan perkembangan yang diamati memiliki resolusi yang lebih tajam. Pada pengamatan fenologi yang dilakukan secara harian, nilai koefisien variasi lama fase dan koefisien variasi heat unit tidak akan mengalami perbedaan yang besar. Kondisi suhu rata-rata harian di Kukupu yang lebih tinggi menyebabkan jamur tiram mengalami perkembangan yang lebih cepat daripada di Pandan Sari. Perkembangan pada jamur tiram membutuhkan sejumlah panas yang dapat dihitung dengan konsep heat unit. Semakin tinggi nilai suhu rata-rata harian maka perkembangan jamur tiram akan semakin cepat. Namun perkembangan yang cepat akan berakibat pada pertumbuhan jamur tiram yang kurang sempurna. Jamur tiram menjadi lebih cepat matang sebelum memasuki ukuran yang diharapkan. 4.5 Pertumbuhan Jamur Tiram 4.5.1 Persentase tutupan miselium Fase miselium pada jamur berlangsung di dalam kumbung inkubasi. Pada kedua lokasi, kondisi kumbung inkubasi memiliki suhu rata-rata harian yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi kumbung budidaya. Sedangkan kelembaban relatif di dalam kumbung inkubasi lebih rendah dibandingkan dengan di dalam kumbung budidaya. Hal ini disebabkan pada kumbung inkubasi tidak ada perlakuan untuk mengontrol kondisi suhu dan kelembaban. Kondisi suhu yang hangat cocok untuk merangsang pertumbuhan miselium jamur tiram. Berdasarkan sampling pada minggu pertama yang dilakukan tujuh hari setelah baglog di produksi dan diletakkan di kumbung inkubasi, persentase tutupan miselium di Pandan Sari lebih banyak pada nilai kurang dari 25% yaitu sebanyak 66 sampel dan sebanyak 34 sampel sudah mencakup 25% tutupan miselium. Sampling pertama yang dilakukan di Kukupu menunjukkan hasil yang lebih cepat sebanyak 59 sampel memiliki persentase tutupan miselium kurang dari 25%, 32 sampel memiliki tutupan 25%, dan sebanyak sembilan sampel sudah mencapai tutupan 50%. Berdasarkan Gambar 22 dan Gambar 23, laju persentase tutupan miselium yang paling cepat terjadi di Kukupu. Di Pandan Sari, semua sampel baru dipindahkan ke kumbung budidaya setelah delapan minggu di dalam kumbung inkubasi. Sedangkan di Kukupu, seluruh sampel sudah dipindahkan ke kumbung budidaya setelah tujuh minggu. Pemindahan sampel dilakukan setelah penutupan miselium 100% pada permukaan baglog. 4.5.2 Pembentukkan tubuh buah dan produksi jamur tiram Pembentukkan tubuh buah terjadi di dalam kumbung budidaya. Kumbung budidaya mengalami modifikasi lingkungan melalui beberapa perlakuan, yaitu penyiraman dan pengaturan sirkulasi udara sehinggan kondisinya berbeda dengan kumbung inkubasi yang rata-rata suhunya lebih hangat dan kelembabannya lebih rendah. Bila suhu terlalu tinggi dan kelembaban rendah, tubuh buah jamur bisa menguning dan mengalami kekurangan bobot. Suhu juga berpengaruh pada laju pembentukkan tubuh buah. Pembentukkan tubuh buah di dalam kumbung budidaya Kukupu lebih cepat

15 dibandingkan dengan pembentukkan tubuh buah di dalam kumbung budidaya Pandan Sari. Penimbangan bobot panen sampel dilakukan menggunakan timbangan dengan akurasi 10 gram. Bobot panen yang ditimbang adalah bobot panen pertama seluruh sampel yang telah dipindahkan ke dalam kumbung budidaya pada kedua lokasi. dilakukan terhadap data bobot panen di kedua lokasi, kondisi bobot panen kedua lokasi sangat berbeda. Bobot rata-rata panen pertama di Pandan sari sebesar 214 gram/log sedangkan bobot rata-rata panen pertama di Kukupu sebesar 189 gram/log. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi iklim mikro kumbung budidaya Pandan Sari lebih mendukung untuk menghasilkan tubuh buah jamur tiram yang lebih baik daripada di dalam kumbung budidaya Kukupu. Gambar 22 Persentase tutupan miselium di kumbung inkubasi Pandan Sari. Gambar 23 Persentase tutupan miselium di kumbung inkubasi Kukupu. Tabel 2 Bobot hasil panen pertama. Lokasi Jumlah Sampel Bobot Rata-rata (gram/log) Bobot Total (gram) Pandan Sari 93 214 19870 Kukupu 91 189 17010