tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur."

Transkripsi

1 6 regresi linier berganda untuk semua faktor iklim yang dianalisis. Data faktor iklim digunakan sebagai peubah bebas dan data luas serangan WBC sebagai peubah respon. Persamaan regresi linier sederhana digunakan untuk menyatakan hubungan antara luas serangan dengan curah hujan. Analisis regresi linier sederhana dilakukan berdasarkan musimnya, yaitu bulan April September untuk musim kemarau, dan bulan Oktober Maret untuk musim hujan. Persamaan umum regresi linier sederhana yaitu : Y = a + bx (1) dimana : y = luas serangan WBC x a,b = curah hujan = konstanta Persamaan regresi kuadratik digunakan untuk menyatakan hubungan antara luas serangan dengan faktor iklim selain curah hujan yaitu suhu rata-rata, suhu makasimum, suhu minimum, dan kelembaban. Persamaan umum regresi kuadratik sederhana adalah sebagai berikut : Y = a + b 1 x 1 + b 2 x 2 2..(2) dimana : y x a,b = luas serangan WBC = Tmax, Tmin, Trata, dan RH = konstanta Analisis regresi linier berganda dilakukan untuk memperoleh hubungan lima faktor iklim, yaitu suhu maksimum, suhu minimum, suhu rata-rata, kelembaban, curah hujan secara keseluruhan terhadap luas serangan, sehingga dapat diketahui hubungan faktor iklim dan luas serangan WBC secara umum. Persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut : Y : a + b 1 x 1 + b 2 x 2 + b 3 x 3 + b 4 x 4 + b 5 x 5 Dimana : y = luas serangan WBC x a,b = unsur iklim = konstanta Analisis hubungan faktor iklim dengan luas serangan WBC dilakukan pada berbagai waktu tunda (time lag) berdasarkan siklus hidup WBC. Siklus hidup WBC berkisar hari atau kurang lebih satu bulan sampai WBC menjadi serangga dewasa (Subroto, et al. 1992). Analisis tanpa memperhitungkan lag berarti faktor iklim secara langsung mempengaruhi luas serangan pada saat terjadi serangan atau ketika WBC pada fase imago aktif mencari makan. Analisis pada waktu tunda setengah bulan (lag 1) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase nimfa. Analisis pada waktu tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Geografis Wilayah Kajian Topografi wilayah Kabupaten Cilacap terdiri dari permukaan landai dan perbukitan dengan ketinggian antara m dari permukaan laut. Wilayah topografi terendah umumnya terletak di bagian selatan yang merupakan daerah pesisir dengan ketinggian antara 6-12 mdpl. Sementara itu, topografi yang termasuk dataran rendah dan sedikit berbukit dengan ketinggian antara 8-75 mdpl, sedangkan topografi yang termasuk dataran tinggi atau perbukitan meliputi wilayah Cilacap bagian barat dengan ketinggian antara mdpl (DKP 2010). Kabupaten Cilacap merupakan wilayah terbesar di Provinsi Jawa tengah dan juga memiliki luas sawah terbesar di Jawa Tengah. Berikut luasan sawah dan luas serangan WBC Kabupaten Cilacap tahun Tabel 2 Perbandingan Luas Sawah dan Luas Terserang WBC Tahun di Kabupaten Cilacap. Luas Luas Luas Persentase Persentase Tahun admin Sawah Serangan Sawah Sawah (Ha) (Ha) WBC (Ha) Terserang ,851 62, % 0.0% ,851 62, % 0.1% ,851 63, % 0.0% ,851 63, % 0.8% ,851 63, % 0.0% (Sumber: Badan Pusat Statistik) Luas wilayah Cilacap mencapai ha dengan alokasi penggunaan lahan untuk pertanian sekitar 29% dari luas wilayahnya atau sekitar ha. Meskipun sawah yang tersedia cukup besar untuk makanan WBC, akan tetapi serangan WBC relatif kecil. Luas serangan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yang meliputi 499 ha sawah atau 0.8% dari total luas sawah di Kabupaten Cilacap. Cilacap merupakan daerah endemik WBC akibat serangan yang terjadi setiap tahun. Namun, serangan yang terjadi setiap tahunnya masih rendah. Hal ini dimungkinkan daerah tersebut lebih intesif dalam pengendalian hama WBC. Pertanian padi di Cilacap lebih sering gagal panen diakibatkan

2 7 oleh banjir di daerah persawahan. Rusaknya tanaman padi membuat terbatasnya makanan untuk WBC. Sehingga luas serangan WBC di Kabuapen Cilacap tidak terlalu luas. Secara topografi Kabupaten Pekalongan terdiri atas wilayah pantai, wilayah dataran rendah dan wilayah pegunungan dengan ketinggian mdpl. Menurut pembagian wilayah, kabupaten Pekalongan di dominasi oleh dataran rendah sebesar 80 %. Sedangkan yang berdataran tinggi dan pegunungan sebesar 20 %. Sebagian besar sawah di Kabupaten Pekalongan berada pada dataran rendah (Pemerintah Kabupaten Pekalongan 2006). Berikut adalah luasan sawah beserta luas serangan WBC pada Kabupaten Pekalongan. Tabel 3 Perbandingan Luas Sawah dan Luas Terserang WBC Tahun di Kabupaten Pekalongan. Luas Luas Luas Persentase Persentase Tahun admin Sawah Serangan Sawah Sawah (Ha) (Ha) WBC (Ha) Terserang ,613 26, % 0.4% ,613 26,081 1, % 7.5% ,613 25,472 2, % 9.2% ,613 25, % 3.5% ,613 25,124 1, % 7.1% (Sumber: Badan Pusat Statistik) Tingkat penggunaan lahan untuk areal persawahan di Kabupaten Pekalongan cukup besar, yaitu rata-rata 31% dari total wilayahnya. Kabupaten Pekalongan merupakan daerah endemik WBC dengan total luas serangan tertinggi mencapai 2341 ha atau 9,2% dari total luas sawah di Kabupaten Pekalongan. Pertanian di Kabupaten Pekalongan lebih banyak menggunakan pertanian irigrasi. Pertanian padi di Kabupaten Pekalongan juga sering terserang hama selain WBC. Sehingga WBC lebih berkompetisi untuk memperebutkan makanannya. Wilayah Kabupaten Tegal berada pada ketinggian antara mdpl. Secara garis besar, wilayah Kabupaten Tegal terbagi menjadi empat bagian yaitu dataran rendah dengan ketinggian antara mdpl dengan luas wilayah ,93 ha, ketinggian antara m dpl dengan luas wilayah 6.959,58 ha, ketinggian antara mdpl dengan wilayah 4.692,29 ha, dan ketinggian di atas 750 mdpl dengan luas wilayah ,16 ha. Daerah terluas di Kabupaten Tegal adalah dataran rendah (DPKI 2009). Lusan sawah di Kabupaten Tegal lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Pekalongan. Berikut luasan sawah dan luas serangan WBC Kabupaten Tegal tahun Tabel 4 Perbandingan Luas Sawah dan Luas Terserang WBC Tahun di Kabupaten Tegal. Luas Luas Luas Persentase Persentase Tahun admin Sawah Serangan Sawah Sawah (Ha) (Ha) WBC (Ha) Terserang ,970 41, % 0.0% ,970 40,288 1, % 2.7% ,970 40, % 1.5% ,970 40, % 0.6% ,970 42, % 0.4% (Sumber: Badan Pusat Statistik) Tingkat penggunaan lahan yang digunakan untuk sawah di Kabupaten Tegal cukup dominan, yaitu rata-rata 45% dari luas wilayah keseluruhan. Luas serangan WBC tertinggi pada tahun 2005 yang mencapai 1091 ha atau sekitar 2,65% dari total luas sawah di Kabupaten Tegal. Sama halnya dengan Kabupaten Pekalongan, Padi di Kabupaten Tegal juga banyak terserang hama selain WBC. Sehingga WBC lebih berkompetisi dengan hama lain untuk memperebutkan makanannya. 4.2 Luas Serangan WBC dalam Wilayah Kajian Luas serangan pada wilayah Kabupaten Cilacap, Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Tegal berbeda beda setiap tahunnya. Kabupaten Pekalongan memiliki luas serangan yang lebih tinggi dibandingkan dua kabupaten lainnya. Luas serangan di Kabupaten Pekalongan mencapai lebih dari 2000 ha pada tahun 2005, 2006 dan Luas serangan di Kabupaten Tegal mencapai lebih dari 500 ha pada tahun 2005, 2006 dan Sementara itu, Kabupaten Cilacap memiliki luas serangan WBC lebih rendah dari keduanya, luas serangan Kabupaten Cilacap tertinggi hanya pada tahun 2007 yaitu hanya 499 ha.

3 8 musim dari musim hujan ke musim kemarau dan sepanjang musim kemarau. Gambar 6 Luas serangan WBC tahunan pada wilayah kajian ( ). Analisis lebih lanjut dilakukan analisis luas serangan WBC setiap bulannya di masing-masing wilayah kajian pada tahun Gambar 7, 8, dan 9 menunjukkan tingkat luas serangan per bulan dan kejadian serangan per bulannya. Histogram menunjukan tingkat luas serangan perbulannya sedangkan grfik garis menunjukkan kejadian serangan per-bulannya. Berikut adalah plot hasil luas serangan di tiga kabupaten. Gambar 8 Total luas serangan WBC bulanan di Kabupaten Pekalongan pada tahun Kabupaten Pekalongan memiliki luas serangan yang tinggi. Gambar 8 menunjukkan luas serangan WBC sebagian besar terjadi pada musim kemarau. Hal ini terlihat dari tingginya luas serangan dan kejadian serangan WBC pada bulan Juni-Juli-Agustus. Serangan WBC juga sering terjadi pada akhir musim hujan (Pebuari-Maret), tetapi luas serangan tidak terlalu besar.. Serangan WBC di Kabupaten Pekalongan akan sangat berbahaya jika terjadi pada musim kemarau. Gambar 7 Total luas serangan WBC bulanan di Kabupaten Cilacap pada tahun Kabupaten Cilacap memiliki luas serangan yang setiap tahun selalu ada, tetapi luas serangan WBC tidak terlalu luas. Gambar 7 menunjukkan bahwa serangan WBC di Kabupaten Cilacap tidak terjadi sepanjang tahun. Luas serangan tinggi terjadi pada bulan Pebuari-Maret-April yaitu pada masa peralihan musim hujan ke musim kemarau. Saat musim kemarau juga sering terjadi serangan WBC. Hal ini terlihat dari banyaknya kejadian serangan WBC pada bulan Juni-Juli-Agustus. Namun, luas serangan tidak terlalu tinggi pada saat terjadi serangan. Luas serangan rendah terjadi pada awal musim hujan yaitu Oktober-November- Desember. Luas serangan WBC di Kabupaten Cilacap sering terjadi pada masa peralihan Gambar 9 Total luas serangan WBC bulanan di Kabupaten Tegal pada tahun Kabupaten Tegal memiliki pola serangan yang hampir sama dengan Kabupaten Pekalongan. Gambar 9 menunjukkan luas serangan WBC sebagian besar juga terjadi pada musim kemarau. Hal ini terlihat pada tingginya luas serangan dan kejadian serangan WBC pada bulan Juni-Juli- Agustus. Serangan WBC juga sering terjadi pada peralihan musim hujan ke musim kemarau, tetapi luas serangan tidak terlalu tinggi. Serangan WBC di Kabupaten Tegal akan mengkhawatirkan jika terjadi saat peralihan musim hujan ke musim kemarau dan berbahaya pada musim kemarau. Secara keseluruhan, serangan WBC sering terjadi pada masa peralihan musim

4 9 hujan ke musim kemarau dan pada saat musim kemarau. Masa peralihan musim yaitu pada bulan Pebuari-Maret-April dan musim kemarau yaitu bulan Juni-Juli-Agustus. Hal ini diakibatkan pada musim kemarau kondisi lingkungan sangat mendukung perkembangan WBC. 4.3 Kondisi Iklim Wilayah Kajian Data iklim yang digunakan untuk wilayah kajian di dapat dari stasiun iklim. Analisis di Kabupaten Cilacap menggunakan stasiun Meteorologi Cilacap dengan ketinggian 6 mdpl. Analisis di Kabupaten Tegal menggunakan stasiun Meteorologi Tegal dengan ketinggiann 3 mdpl. Analisis di Kabupaten Pekalongan menggunakan stasiun Gamer dengan ketinggiann 4 mdpl. Ketinggian di ketiga kabupaten tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh. Kondisi iklim ketiga kabupaten tersebut memiliki perbedaan. Salah satu perbedaan yang nyata terlihat bahwa Kabupaten Cilacap memiliki kondisi iklim yang berbeda dengan Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pekalongan. Hal ini dikarenakan Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pekalongan memiliki jarak yang berdekatan yaitu di bagian utara Jawa Tengah sehingga kondisi iklim hampir sama. Sedangkan Kabupaten Cilacap berada pada bagian selatan Jawa Tengah. Gambar 10 Suhu udara rata-rata bulanan ( ). Suhu udara rata-rata ketiga kabupaten memiliki fluktuasi yang hampir sama tetapi dengan besar suhu yang berbeda. Fluktuasi suhu ketiga kabupaten dapat terlihat pada Gambar 10. Suhu udara rata-rata tertinggi terdapat pada Kabupaten Pekalongan dan terendah terdapat pada Kabupaten Cilacap. Tinggi rendahnya suhu udara rata-rata dapat mempengaruhi perkembangan WBC. Wilayah yang memiliki suhu udara rata-rata yang mendekati suhu optimum perkembangan WBC, akan memicu tingginya serangan WBC. Suhu udara Kabupaten Pekalongan memiliki suhu yang paling tinggi dan mendekati suhu optimum yaitu C (Subroto et al. 1992). Oleh karena itu, serangan WBC di Kabupaten Pekalongan lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Tegal dan Kabupaten Cilacap. Fluktuasi suhu ratarata dan luas serangan dapat di lihat pada Lampiran 1. Gambar 11 Suhu udara maksimum bulanan ( ). Suhu maksimum memiliki flukstuasi yang berbeda pada Kabupaten Cilacap bila dibandingkan dengan Kabupaten Tegal dan Pekalongan.. Kabupaten Pekalongan memiliki suhu maksimum paling tinggi dibandingkan Tegal dan Cilacap. Suhu maksimum di Kabupaten Cilacap pada bulan Juli Agustus mengalami penurunan yang sangat rendah dibandingkan pada bulan Febuari - Maret. Hal ini menyebabkan bulan Febuari - Maret lebih tinggi luas serangan WBC dibandingkan Juli Agustus pada Kabupaten Cilacap. Berbeda dengan Kabupaten Tegal dan Pekalongan, suhu maksimum di kedua kabupaten tersebut lebih tinggi di bulan Juli Agustus bila dibandingkan pada Febuari Maret. Sehingga luas serangan akan lebih tinggi pada bulan Juli Agustus. Sama halnya dengan suhu rata-rata,, serangan WBC akan lebih tinggi bila suhu maksimum tinggi. Fluktuasi suhu maksimum dan luas serangan dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 12 Suhu udara minimum bulanan ( ).

5 10 Suhu minimum ketiga kabupaten memiliki fluktuasi yang hampir sama yaitu suhu minimum akan rendah pada musim kemarau. Kabupaten Pekalongan memiliki suhu minimum yang paling rendah dibandingkan dengan Kabuapaten Tegal dan Cilacap. Suhu minimumm yang lebih rendah akan memicu terjadinya serangan WBC (Subroto et al. 1992). Secara umum penurunan suhu udara rata-rata, suhu udara maksimum dan suhu udara minimum di ketiga kabupaten terjadi pada bulan Febuari Maret dan Juli Agustus, dimana pada bulan-bulan tersebut muncul serangan WBC. Gambar fluktuasi suhu udara dan luas serangan dapat dilihat pada Lampiran 3. Suhu udara di Kabupaten Pekalongan merupakan suhu yang paling sesuai untuk munculnya WBC. Suhu antara C dan suhu malam hari atau suhu minimum yang rendah adalah suhu yang paling sesuai untuk pemunculan sejumlah serangga dewasa (Subroto et al. 1992). Oleh karena itu, luas serangan di Kabupaten Pekalongan lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Tegal dan Cilacap. pekembangan WBC lebih baik dengan kelembaban nisbi di bawah 80% daripada kelembaban diatas 80% (IRRI 1976 dalam Baco 1984). Pada Gambar 13 terlihat pada bulan Juli-Agustus di Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Tegal berada di bawah 80%, sehingga luas serangan lebih tinggi bila dibandingkan dingkan Kabupaten Cilacap pada bulan tersebut. Sedangkan pada bulan Febuari- Maret, kelembaban di Kabupaten Cilacap lebih rendah dibandingkan Kabuapeten Tegal dan Pekalongan. Sehingga pada bulan tersebut luas serangan di Kabupaten Cilacap lebih tinggi. Gambar ar fluktuasi kelembaban udara dengan luas serangan WBC dapat dilihat pada Lampiran 4. Gambar 14 Curah hujan rata-rata bulanan ( ). Gambar 13 Kelembaban udara rata-rata bulanan ( ). Kelembaban udaraa Kabupaten Cilacap memiliki pola yang berbeda dengan kedua kabupaten lainnya seperti terlihat pada Gambar 13. Kabupaten Cilacap memiliki kelembaban yang hampir konstan. Penurunan dan kenaikan kelembaban tidak terlalu signifikan. Hal ini berbeda dengan Kabupaten Pekalongan dan Tegal yang memiliki pola hampir sama yaitu kelembaban akan menurun saat musim kemarau. WBC sangat menyukai lingkungan yang memiliki kelembaban tinggi dengan RH optimal berkisar antara 70-85% (Hino et al dalam Alissa 1990). Kabupaten Tegal Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Cilacap memiliki kelembaban yang optimum untuk hidup WBC, yaitu sekitar 70-85%. Sebuah penelitian menyatakan bahwa Pada Gambar 14 terlihat bahwa curah hujan di Kabupaten Cilacap lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Pekalongan dan Tegal. Curah hujan yang tinggi belum tentu dapat mejadikan serangan WBC tinggi. Karena curah hujan yang tinggi juga dapat membuat tergenangnya air di sawah melebihi kapasitas. Hal ini juga dapat mempengaruhi WBC dimana tetesan air hujan yang berlebihan langsung dapat menghanyutkan serangga-serangga yang berukuran kecil (Sunjaya 1970). Oleh karena itu, curah hujan di Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pekalongan lebih mendukung dalam perkembangan WBC. Curah hujan di Kabupaten Pekalongan dan Tegal tidak terlalu tinggi seperti Kabupaten Cilacap. Gambar fluktuasi curah hujan dengan luas serangan WBC dapat dilihat pada Lampiran Analisis Regresi Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan keeratan dari dua variabel. Berikut adalah analisis regresi masing-masing faktor iklim dan semua faktor iklim yang dianalisis di setiap wilayah. Faktor iklim merupakan salah satu faktor yang

6 11 mempengaruhi luas serangan WBC. Oleh karena itu, hasil dari analisis regresi faktor iklim ini adalah persentase pengaruh faktor iklim terhadap luas serangan WBC. Jika analisis regresi faktor iklim di sebuah kabupaten rendah maka terdapat faktor lain di luar faktor iklim yang mempengaruhi luas serangan WBC Cilacap Hubungan antara faktor iklim dengan luas serangan WBC pada Kabupaten Cilacap terlihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis regresi di Kabupaten Cilacap memiliki pengaruh iklim yang cukup rendah. Karena banyaknya pencilan data disebabkan oleh banyaknya pengaruh faktor lain selain faktor iklim yang mempengaruhi besarnya luas serangan. Berikut adalah hasil regresi luas serangan WBC dan faktor iklim di Kabupaten Cilacap. Tabel 5 Nilai R 2 luas serangan dengan faktor iklim Kabupaten Cilacap. Unsur Iklim Tanpa lag Lag 1 Lag 2 Suhu rata-rata (Trata) 2.0% 3.6% 0.8% Suhu maksimum (Tmax) 3.7% 4.4% 1.4% Suhu minimum (Tmin) 1.9% 3.1% 1.3% Kelembaban udara (RH) 4.6% 0.7% 1.9% Curah hujan musim hujan (CHMH) 0.0% 1.3% 0.0% Curah Hujan Musim Kemarau (CHMK) 8.3% 0.0% 0.5% Semua Faktor iklim 6.1% 6.1% 8.6% T rata T rata 2. Pengaruh suhu udara rata-rata terhadap luas serangan WBC dapat dilihat pada hasil trend line grafik (Gambar 15), luas serangan WBC semakin naik saat suhu udara semakin tinggi. Serangan WBC tingggi saat suhu udara di Kabupaten Cilacap tinggi. Pada gambar terlihat sebagian besar WBC dapat berkembang dengan baik pada kisaran suhu antara o C. Gambar 16 Hubungan terbaik luas serangan dan suhu maksimum (lag 1) di Kabupaten Cilacap. Hubungan paling erat suhu maksimum dengan luas serangan terjadi pada lag 1 saat WBC masih menjadi nimfa. Hal ini berarti suhu maksimum lebih mempengaruhi luas serangan WBC pada saat masih menjadi nimfa. R 2 yang didapat saat lag 1 sebesar 4.4 % dengan LS = T max T 2 max. Pada gambar 16 terlihat luas serangan tinggi saat suhu maksimum atau suhu siang hari disekitar 32 o C. Luas serangan WBC cenderung tinggi saat suhu maksimum di Kabupaten Cilacap tinggi. Gambar 15 Hubungan terbaik luas serangan dan suhu rata-rata (lag 1) di Kabupaten Cilacap. Faktor suhu rata-rata di Kabupaten cilacap memiliki hubungan paling erat dengan luas serangan saat dilakukan pada analisis lag 1 yaitu pada saat WBC masih berupa nimfa dengan R 2 sebesar 3.6% dan persamaan LS = Gambar 17 Hubungan terbaik luas serangan dan suhu minimum (lag 1) di Kabupaten Cilacap. Hubungan terbaik pengaruh suhu minimum terhadap luas serangan WBC terjadi pada saat lag 1 yaitu WBC masih berupa nimfa. Suhu minimum lebih mempengaruhi luas serangan pada saat WBC masih menjadi nimfa. Nilai R 2 pada hubungan luas serangan WBC dan suhu minimum sebesar 3.1% dan LS = T min T min 2. Sebagian

7 12 besar luas serangan berada pada suhu o C. Luas serangan WBC lebih sering terjadi jika suhu minimum di Kabupaten Cilacap tinggi. Gambar 19 Hubungan terbaik luas serangan dan curah hujan musim hujan (lag 1) di Kabupaten Cilacap. Gambar 18 Hubungan terbaik luas serangan dan kelembaban udara (tanpa lag) di Kabupaten Cilacap. Faktor kelembaban udara di Kabupaten Cilacap mempunyai hubungan paling erat saat dilakukan analisis tanpa lag yaitu pada saat WBC sudah menjadi serangga dewasa dengan nilai R 2 sebesar 4.6% dan LS = RH RH 2. Sehingga kelembaban WBC telah menjadi dewasa lebih mempengaruhi dari pada fase lain. Dari Gambar 18 terlihat bahwa luas serangan WBC di Kabupaten Cilacap selalu muncul pada tingkat kelembaban di daerah tersebut. Terjadi peningkatan serangan WBC saat kelembaban meningkat. Curah hujan pada musim hujan dan musim kemarau di Kabupaten Cilacap memberi pengaruh yang berbeda terhadap luas serangan WBC. Pada musim hujan pengaruh terbesar pada lag 1 dengan R 2 sebesar 1.4 % dan LS = CH. Hal ini berarti CH pada musim hujan lebih mempengaruhi WBC masih menjadi nimfa dibanding fase lainnya. Pada musim kemarau pengaruh terbesar pada tanpa lag dengan R 2 sebesar 8.3 % dan LS = CH. Hal ini berarti CH pada musim kemarau lebih mempengaruhi WBC dewasa dibanding fase lainnya. Berikut adalah gambar hubungan luas serangan WBC dan curah hujan di musim hujan dan musim kemarau. Gambar 20 Hubungan terbaik luas serangan dan curah hujan musim kemarau (tanpa lag) di Kabupaten Cilacap. Pada Gambar 19 dan Gambar 20 terlihat perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau. Luas serangan pada musim hujan akan cenderung menurun jika curah hujan terlalu tinggi. Karena curah hujan yang terlalu tinggi, akan terjadi limpasan di sawah yang mengakibatkan WBC kecil mati terbawa air. Sedangkan curah hujan pada musim kemarau, luas serangan cenderung naik. Ketersediaan air member pengaruh dalam perkembangan WBC. Musim kemarau yang basah atau sering terjadi hujan akan memicu terjadinya serangan WBC tinggi. Dalam analisis regresi linier berganda, pengaruh semua faktor iklim yang dianalisis secara bersama-sama mempunyai hubungan paling erat saat dilakukan analisis lag 2 yaitu pada saat WBC masih menjadi telur. Nilai R 2 yang didapat pada analisis lag 2 sebesar 8.6% dengan persamaan LS = T rata T max T min CH RH. Jadi pengaruh iklim lebih besar pada saat WBC masih menjadi telur. Pengaruh iklim di Kabupaten Cilacap kecil dapat disebabkan oleh banyaknya pengaruh faktor lain selain faktor iklim yang mempengaruhi besarnya luas serangan.

8 Pekalongan Hubungan antara faktor iklim dengan luas serangan WBC pada Kabupaten Pekalongan terlihat pada Tabel 6. Keeratan faktor iklim terhadap luas serangan di Kabupaten Pekalongan lebih tinggi daripada Kabupaten Cilacap. Berikut adalah hasil regresi luas serangan WBC dan faktor iklim di Kabupaten Pekalongan. Tabel 6. Nilai R 2 Luas Serangan dengan Faktor Iklim Kabupaten Pekalongan. Unsur Iklim Tanpa lag Lag 1 Lag 2 Suhu rata-rata (Trata) 3.0% 3.1% 2.5% Suhu maksimum (Tmax) 1.4% 4.6% 3.4% Suhu minimum (Tmin) 9.6% 7.6% 3.3% Kelembaban udara (RH) 7.4% 7.5% 5.8% Curah hujan musim hujan (CHMH) 0.9% 0.6% 5.6% Curah Hujan Musim Kemarau (CHMK) 0.0% 0.1% 3.6% Semua Faktor iklim 12.8% 11.1% 15.1% Gambar 22 Hubungan terbaik luas serangan dan suhu maksimum (lag 1) di Kabupaten Pekalongan. Hubungan terbaik untuk pengaruh suhu maksimum terhadap luas serangan WBC didapat pada analisis waktu tunda pertama (lag 1) yaitu pada saat WBC berada pada fase nimfa. Nilai R 2 pada lag 1 sebesar 4.6 % dengan LS = T max T max 2. Suhu maksimum lebih mempengaruhi perkembangan WBC saat mengalami fase nimfa daripada fase lainnya. Pada Gambar 22, terlihat jelas pengaruh kuadratik, luas serangan semakin tinggi saat mendekati suhu o C. Gambar 21 Hubungan terbaik luas serangan dan suhu rata-rata (lag 1) di Kabupaten Pekalongan. Faktor suhu rata-rata yang paling mempengaruhi luas serangan WBC di Kabupaten Pekalongan yaitu pada saat WBC masih menjadi nimfa (lag 1). Persamaan regresi linier kuadratik yang di dapat pada lag 1 adalah LS = T rata T rata 2 dengan R 2 sebesar 3.1%. Suhu rata-rata lebih mempengaruhi pada saat WBC masih mengalami fase nimfa dibandingkan fase lain. Dari Gambar 21, terlihat bahwa luas serangan WBC lebih sering terjadi dan bahkan cenderung tinggi saat suhu rata-rata di 28 o C. Gambar 23 Hubungan terbaik luas serangan dan suhu minimum (tanpa lag) di Kabupaten Pekalongan. Di Kabupaten Pekalongan, suhu minimum memiliki pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan suhu maksimum dan suhu rata-rata. Hubungan paling erat dilakukan analisis tanpa lag yaitu saat WBC telah menjadi serangga dewasa (imago) dengan R 2 sebesar 9.6% dengan persamaan LS = T min T 2 min. Dari Gambar 23, suhu minimum di Kabupaten Pekalongan lebih memicu tingginya luas serangan WBC saat suhu minimum di daerah tersebut rendah.

9 14 Gambar 24 Hubungan terbaik luas serangan dan kelembaban udara (lag 1) di Kabupaten Pekalongan. Faktor kelembaban udara di Kabupaten Pekalongan memiliki pengaruh paling kuat terhadap luas serangan pada saat WBC masih menjadi nimfa atau analisis lag 1. Hal ini berarti kelembaba udara lebih mempengaruhi fase nimfa WBC daripada fase lain. Nilai R 2 pada saat lag 1 sebesar 7.5 % dan persamaan LS = RH RH 2. Dari Gambar 24 terlihat bahwa luas serangan WBC lebih sering terjadi dan cenderung tinggi saat kelembaban udara mendekati kelembaban 80%. Kelambaban di bawah 80% lebih memicu munculnya WBC daripada kelembaban di atas 80%. Curah hujan di Kabupaten Pekalongan lebih berpengaruh pada fase telur dibandingkan fase lainnya (lag 2) baik pada musim kemarau dan musim hujan. Pada musim kemarau nilai R 2 yang diperoleh sebesar 3.6% dengan LS = CH. Pada musim hujan R 2 yang diperoleh sebesar 5.6% dengan LS = CH. Serangan WBC di Kabupaten Pekalongan lebih sering terjadi pada musim kemarau. Berikut adalah gambar hubungan luas serangan WBC dan curah hujan di musim hujan dan musim kemarau. Gambar 25 Hubungan terbaik luas serangan dan curah hujan musim hujan (lag 2) di Kabupaten Pekalongan. Gambar 26 Hubungan terbaik luas serangan dan curah hujan musim kemarau (lag 2) di Kabupaten Pekalongan. Pada Gambar 25 dan Gambar 26 terlihat perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau. Luas serangan pada musim hujan akan cenderung menurun jika curah hujan terlalu tinggi. Karena curah hujan yang terlalu tinggi, akan terjadi limpasan di sawah yang mengakibatkan telur dan WBC mati terbawa air. Sedangkan curah hujan pada musim kemarau, luas serangan cenderung naik. Musim kemarau yang basah atau sering terjadi hujan akan memicu terjadinya serangan WBC. Dalam analisis regresi linier berganda, pengaruh semua faktor iklim yang dianalisis secara bersama-sama terhadap luas serangan WBC di Kabupaten Pekalongan mempunyai hubungan paling erat saat dilakukan analisis lag 2 yaitu pada saat WBC masih menjadi telur. Nilai R 2 diperoleh cukup besar yaitu sebesar 15.1% dan persamaan LS = T rata T max T min CH RH. Faktor iklim di Kabupaten Pekalongan lebih mempengaruhi perkembangan WBC pada saat menjadi telur Tegal Hubungan antara faktor iklim dengan luas serangan WBC pada Kabupaten Pekalongan terlihat pada Tabel 4. Pengaruh iklim terhadap perkembangan WBC di Tegal lebih tinggi daripada di Pekalongan dan Cilacap. Hal ini disebabkan pencilan data luas serangan WBC dan faktor iklim di Kabupaten Tegal lebih kecil. Pencilan data ini mewakili pengaruh faktor lainselain faktor iklim yang mempengaruhi WBC. Berikut adalah hasil regresi luas serangan WBC dan faktor iklim di Kabupaten Tegal.

10 15 Tabel 7. Nilai R 2 Luas Serangan dengan Faktor Iklim Kabupaten Tegal. Unsur Iklim Tanpa lag Lag 1 Lag 2 Suhu rata-rata (Trata) 4.2% 0.8% 1.3% Suhu maksimum (Tmax) 4.0% 5.6% 4.5% Suhu minimum (Tmin) 6.7% 3.7% 0.0% Kelembaban udara (RH) 3.5% 5.1% 8.4% Curah hujan musim hujan (CHMH) 20.5% 0.5% 8.9% Curah Hujan Musim Kemarau (CHMK) 3.8% 2.7% 0.1% Semua Faktor iklim 11.5% 20.2% 6.1% Gambar 27 Hubungan terbaik luas serangan dan suhu rata-rata (tanpa lag) di Kabupaten Tegal. Faktor suhu rata-rata yang paling mempengaruhi luas serangan WBC di Kabupaten Tegal yaitu pada saat dilakukan analisis tanpa lag atau pada saat WBC telah dewasa (imago). Jadi suhu rata-rata di Kabupaten Tegal lebih mempengaruhi perkembangan WBC fase imago dibanding fase lain. Persamaan regresi linier kuadratik yang didapat pada saat tanpa lag adalah LS = T rata T rata 2 dengan R 2 sebesar 4.2%. Pada Gambar 27, terlihat serangan WBC di Kabupaten Tegal terjadi pada suhu o C. Luas serangan cenderung tinggi jika suhu rata-rata di Kabupaten Tegal mendekati suhu 27 o C. Gambar 28 Hubungan terbaik luas serangan dan suhu maksimum (lag 1) di Kabupaten Tegal. Hubungan paling erat suhu maksimum dengan luas serangan terjadi pada saat WBC masih berupa nimfa yaitu pada saat lag 1. Suhu maksimum lebih mempengaruhi perkembangan WBC pada fase nimfa dibandingkan fase lainnya. R 2 yang didapat sebesar 5.6 % dengan LS = T max T 2 max. Pada Gambar 28 terlihat serangan WBC seing terjadi pada suhu maksimum yang tinggi. Sebagian besar luas serangan cendrung pada suhu maksimum o C. Gambar 29 Hubungan terbaik luas serangan dan suhu minimum (tanpa lag) di Kabupaten Tegal. Di Kabupaten Tegal, suhu minimum memiliki pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan suhu maksimum dan suhu ratarata. Hubungan paling erat saat dilakukan analisis tanpa lag yaitu saat terjadi serangan dengan R 2 sebesar 6.7% dan persamaan LS = T min T min 2. Pengaruh suhu minimum tertinggi pada saat WBC sudah menjadi serangga dewasa bila dibandingkan fase lainnya. Dari Gambar 29, suhu minimum di Kabupaten Tegal lebih memicu tingginya luas serangan WBC saat suhu minimum di daerah tersebut rendah.

11 16 Gambar 30 Hubungan terbaik luas serangan dan kelembaban udara (lag 2) di Kabupaten Tegal. Faktor kelembaban udara di Kabupaten Pekalongan memiliki pengaruh paling kuat terhadap luas serangan pada saat dilakukan analisis lag 2 dimana kelembaban udara lebih mempengaruhi WBC saat masih menjadi fase telur. Nilai R 2 pada saat lag 2 sebesar 8.4 % dan persamaan LS = RH RH 2. Dari gambar 30 terlihat bahwa luas serangan WBC lebih sering terjadi dan cenderung tinggi saat kelembaban udara di Kabupaten Tegal mendekati kelembaban 80%. Kelambaban di bawah 80% lebih memicu munculnya serangan WBC. Curah hujan lebih mempengaruhi perkembangan WBC pada saat sudah menjadi imago baik pada musim kemarau dan musim hujan. Pada musim kemarau nilai R 2 yang diperoleh sebesar 3.7% dengan LS = CH. Pada musim hujan R 2 yang diperoleh sebesar 20.5% dengan LS = CH. Serangan WBC di Kabupaten Tegal lebih sering terjadi pada musim kemarau. Besarnya R 2 di musim hujan disebabkan sedikitnya data yang digunakan dalam analisis, karena sedikitnya kejadian serangan pada musim hujan. Gambar 32 Hubungan terbaik luas serangan dan curah hujan musim kemarau (tanpa lag) di Kabupaten Tegal. Pada Gambar 31 dan Gambar 32 terlihat adanya kesamaan antara musim hujan dan musim kemarau, luas serangan cenderung turun jika curah hujan tinggi. Pada musim kemarau, serangan WBC terus muncul walaupun tidak terjadi hujan atau curah hujan 0. Hal ini disebabkan karena para petani menggunakan irigrasi jika tidak ada hujan. Sehingga WBC masih bisa hidup optimal walaupun tidak terjadi hujan. Dalam analisis regresi linier berganda, pengaruh semua faktor iklim yang dianalisis secara bersama-sama terhadap luas serangan WBC di Kabupaten Tegal mempunyai hubungan paling erat saat dilakukan analisis lag 1 yaitu pada saat WBC masih menjadi nimfa. Jadi pengaruh iklim di Kabupaten Tegal pada saat WBC masih mengalami fase nimfa lebih mempengaruhi terjadinya serangan WBC daripada fase lainnya. Nilai R 2 diperoleh cukup besar yaitu sebesar 20.2% dan persamaan LS = T rata T max T min CH RH. Gambar 31 Hubungan terbaik luas serangan dan curah hujan musim hujan (tanpa lag) di Kabupaten Tegal.

12 17 Tabel 8 Hasil analisis regresi terbaik antara luas serangan dan masing-masing faktor iklim. No Faktor Iklim Kabupaten Koefesien Persamaan determinasi (R 2 ) 1. Suhu rata-rata (Trata) Tegal 4.2 % (Tanpa lag) LS = T rata T rata 2. Suhu maksimum (Tmax) Tegal 5.6 % (Lag 1) LS = T max T max 3. Suhu minimum (Tmin) Pekalongan 9.7 % (Tanpa lag) LS = T min T min 4. Kelembaban udara (RH) Tegal 8.4 % (Lag 2) LS = RH RH 2 5. Curah Hujan Musim Tegal 20.5 % (Tanpa lag) LS = CH Hujan (CHMH) 6. Curah Hujan Musim Kemarau (CHMK) Cilacap 8.3 % (Tanpa lag) LS = CH Tabel 9 Hasil analisis regresi linier berganda antara luas serangan dan lima faktor iklim yang berperan terhadap luas serangan. No Kabupaten Koefesien determinasi (R 2 ) Persamaan 1. Cilacap 8.6% (lag 2) LS = T rata T max T min CH RH 2. Pekalongan 15.1% (lag 2) LS = T rata T max T min CH RH 3. Tegal 20.2% (lag 1) LS = T rata T max T min CH RH BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Di setiap kabupaten fluktuasi faktor iklim mempengaruhi luas serangan WBC secara berbeda. Luas serangan WBC yang paling sering dan paling luas terdapat pada Kabupaten Pekalongan. Setiap faktor iklim memberi pengaruh yang berbeda terhadap luas serangan. Setiap stadia (fase) hidup WBC juga mendapat pengaruh faktor iklim yang berbeda pada tiap kabupaten. Persamaan regresi yang dihasilkan belum dapat menjelaskan pengaruh iklim terhadap luas serangan. Beberapa faktor lain selain faktor iklim yang mempengaruhi besarnya luas serangan misalnya musuh alami, tata cara pengolahan pertanian, varietas tanaman dan lain-lain yang tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Suhu rata-rata memiliki pengaruh tertinggi di Kabupaten Tegal dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 4.2%. Suhu maksimum memiliki pengaruh tertinggi di Kabupaten Tegal dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 5.6%. Suhu minimum memiliki pengaruh tertinggi di Kabupaten Pekalongan dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 9.7%. Kelembaban udara memiliki pengaruh tertinggi di Kabupaten Tegal dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 8.4%. Curah hujan musim hujan memiliki pengaruh tertinggi di Kabupaten Tegal dengan koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 20.5%. Curah hujan musim kemarau memiliki pengaruh tertinggi di Kabupaten Cilacap dengan Koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 8.3%. Hubungan keeratan terbesar antara iklim dan tingkat serangan WBC menurut analisis regresi berganda terdapat di Kabupaten Tegal. Koefisien determinasi (R 2 ) yang dihasilkan yaitu 20.2%, yang artinya faktor iklim memberi kontribusi 20.2% perkembangan wereng batang coklat di Kabupaten Tegal. Koefisien determinasi (R 2 ) didapat saat dilakukan analisis lag 1 (stadia telur). 5.2 Saran Analisis akan lebih baik jika dilengkapi data-data lain seperti data populasi WBC, luas tanam tiap musim dan faktor iklim lain yang mempengaruhi WBC sehingga dapat lebih

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) BERDASARKAN FAKTOR IKLIM (Studi Kasus : 1 Kabupaten Endemik di Provinsi Jawa Barat) SYAHRU ROMADHON G241344 DEPARTEMEN GEOFISIKA

Lebih terperinci

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC) 1234567 89111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT

ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT ANALISIS TINGKAT SERANGAN WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) BERDASARKAN FAKTOR IKLIM (Studi Kasus : 10 Kabupaten Endemik di Provinsi Jawa Barat) SYAHRU ROMADHON G24103044 DEPARTEMEN GEOFISIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hama merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pertanian termasuk Indonesia, dimana iklim tropis cocok untuk perkembangan hama. Hama dapat menimbulkan

Lebih terperinci

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ;

The stress interaction index SX = (1-CDX/100) (1-CWX/100) (1- HDX/100) (1-HWX/100) dimana ; 5 yang telah tersedia di dalam model Climex. 3.3.3 Penentuan Input Iklim untuk model Climex Compare Location memiliki 2 input file yaitu data letak geografis (.LOC) dan data iklim rata-rata bulanan Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas 1.221.544 ha. Sekitar 463.649,09 ha adalah areal potensial untuk pertanian, tetapi baru seluas 293.079 ha yang dimanfaatkan.

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang

CH BULANAN. Gambar 3. Curah hujan bulanan selama percobaan lapang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Agroklimat Wilayah Penelitian Dari hasil analisis tanah yang dilakukan pada awal penelitian menunjukan bahwa tanah pada lokasi penelitian kekurangan unsur hara

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terkecil lingkup Balai Besar TNBBS berbatasan dengan:

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. terkecil lingkup Balai Besar TNBBS berbatasan dengan: IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Wilayah Sukaraja Atas 1. Letak Geografis dan Luas Berdasarkan administrasi pengelolaan Kawasan Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Resort Sukaraja Atas sebagai

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 16 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Lokasi Wilayah Kabupaten Subang secara geografis terletak pada batas koordinat 107 o 31-107 o 54 BT dan di antara 6 o

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 8 eigenvalue masing-masing mode terhadap nilai total eigenvalue (dalam persen). PC 1 biasanya menjelaskan 60% dari keragaman data, dan semakin menurun untuk PC selanjutnya (Johnson 2002, Wilks 2006, Dool

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH FAKTOR IKLIM TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA WERENG COKELAT (Studi kasus : Kabupaten Karawang) FEBRI KURNIA SARI

ANALISIS PENGARUH FAKTOR IKLIM TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA WERENG COKELAT (Studi kasus : Kabupaten Karawang) FEBRI KURNIA SARI ANALISIS PENGARUH FAKTOR IKLIM TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA WERENG COKELAT (Studi kasus : Kabupaten Karawang) FEBRI KURNIA SARI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kecamatan Mangarabombang merupakan salah satu Kecamatan yang berada di wilayah pesisir Kabupaten Takalar. Secara geografis, kecamatan Mangara Bombang berada pada posisi

Lebih terperinci

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan 1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Singkil beriklim tropis dengan curah hujan rata rata 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim timur maksimum 15 knot, sedangkan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian 33 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Wilayah dan Kependudukan Kabupaten Maluku Tengah merupakan Kabupaten terluas di Maluku dengan 11 Kecamatan. Kecamatan Leihitu merupakan salah satu Kecamatan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN 4.. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten PPU secara geografis terletak pada posisi 6 o 9 3-6 o 56 35 Bujur Timur dan o 48 9 - o 36 37 Lintang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN 4.1 Topografi dan Tata Sungai DAS Citarum Hulu merupakan suatu cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan Tangkuban Perahu di daerah utara dengan puncaknya antara lain Gunung

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F14102075 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar KOTA BALIKPAPAN I. KEADAAN UMUM KOTA BALIKPAPAN 1.1. LETAK GEOGRAFI DAN ADMINISTRASI Kota Balikpapan mempunyai luas wilayah daratan 503,3 km 2 dan luas pengelolaan laut mencapai 160,1 km 2. Kota Balikpapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka BAB I GEOGRAFI A. LETAK GEOGRAFI Kabupaten Tegal merupakan salah satu daerah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dengan Ibukota Slawi. Terletak antara 108 57'6 s/d 109 21'30 Bujur Timur dan 6 50'41" s/d

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang mendukung dan dibutuhkan pada perencanaan jalur hijau jalan ini. Berdasarkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN digilib.uns.ac.id 66 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Grobogan terletak pada posisi 68 ºLU dan & 7 ºLS dengan ketinggian rata-rata 41 meter dpl dan terletak antara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 5.1.1 Letak, kondisi geografis, dan topografi Kabupaten Bangli terletak di tengah-tengah pulau Bali, dan menjadi satusatunya kabupaten yang tidak

Lebih terperinci

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang. Letak Kabupaten Majalengka secara geografis di bagian Timur Provinsi Jawa Barat yaitu Sebelah Barat antara 108 0 03-108 0 19 Bujur Timur, Sebelah Timur 108 0 12-108 0 25 Bujur Timur, Sebelah Utara antara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi data Tahap pertama dalam pembentukan model VAR adalah melakukan eksplorasi data untuk melihat perilaku data dari semua peubah yang akan dimasukkan dalam model. Eksplorasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas tentang pintu air Manggarai secara singkat, hasil analisa data, dan pembahasan hasil penelitian. 4.1 Pintu air Manggarai Secara operasional pintu air Manggarai

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Aplikasi Insektisida terhadap Populasi WBC dan Musuh Alaminya di Lapangan Nilaparvata lugens Populasi wereng batang cokelat (WBC) selama penelitian dipengaruhi oleh interaksi antara

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB I PENDAHULUAN Pengaruh pemanasan global yang sering didengungkan tidak dapat dihindari dari wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarbaru. Sebagai stasiun klimatologi maka kegiatan observasi

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai. 6 KAT i = KAT i-1 + (CH-ETp) Hingga kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang yang berarti kondisi air tanah terus mencapai kondisi kapasitas lapang. Dengan keterangan : I = indeks bahang KL =Kapasitas

Lebih terperinci

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng)

d. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali (Jateng) BAB II DISKRIPSI DAERAH 2.1 Letak Geografi Kabupaten Klaten termasuk daerah di Propinsi Jawa Tengah dan merupakan daerah perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah studi ekologi menurut waktu. Studi ekologi menurut waktu adalah pengamatan kecenderungan (trend) jumlah kasus (kejadian)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA TANAM DALAM MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN 1

ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA TANAM DALAM MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN 1 ANALISIS NERACA AIR UNTUK PENETAPAN POLA TANAM DALAM MENINGKATKAN INDEKS PERTANAMAN 1 Tujuan: Budi Indra Setiawan 2 1) Menjelaskan proses perhitungan neraca air di lahan pertanian 2) Mengidentifikasi pergantian

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU Arif Ismul Hadi, Suwarsono, dan Herliana Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Bengkulu Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Telp. (0736)

Lebih terperinci

PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS KOTA BENGKULU. Sarina 1 dan Hermawati 2

PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS KOTA BENGKULU. Sarina 1 dan Hermawati 2 PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS KOTA BENGKULU Sarina 1 dan Hermawati 2 1 Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu 2 Fakultas Ekonomi Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

Musim Hujan. Musim Kemarau

Musim Hujan. Musim Kemarau mm IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisis Data Curah hujan Data curah hujan yang digunakan pada penelitian ini adalah wilayah Lampung, Pontianak, Banjarbaru dan Indramayu. Selanjutnya pada masing-masing wilayah

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4.1. PENDAHULUAN 4.1.1. Latar Belakang DBD termasuk salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus sebagai patogen dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK

EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK -, EVALUASI KONSTANTA PERSAMAAN INFILTRASI KOSTIAKOV DAN PHILIP SECARA EMPIRIK Oleh KUSNI BINTARI F. 29 1492 1997 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOCOR BOCOR Kusni Bintari. F 29 1492. EVALUASI

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Pulau Untung Jawa berada pada posisi ,21 Lintang Selatan dan

V. GAMBARAN UMUM. Pulau Untung Jawa berada pada posisi ,21 Lintang Selatan dan V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Untung Jawa berada pada posisi 05 0 58 45,21 Lintang Selatan dan 106 0 42 11,07 Bujur Timur. Wilayah Kelurahan Pulau Untung Jawa adalah salah satu

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HUJAN EFEKTIF UNTUK PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HUJAN EFEKTIF UNTUK PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DSM/IP. 16 01/01/La-IRIGASI/2015 PUSLITBANG SUMBER DAYA AIR EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN HUJAN EFEKTIF UNTUK PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DESEMBER, 2015 Pusat Litbang Sumber Daya Air 0 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji

Lebih terperinci