BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Work Engagement. Schaufeli & Bakker (2004) mendefinisikan work engagement sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Era globalisasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Employee Engagement Definisi mengenai engagement saat ini masih belum jelas, istilah

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan saling beradu

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pegawai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi. Penelitian mengenai engagement dalam pekerjaan yang berkembang

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN OUTSOURCING DIVISI KARTU KREDIT PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK.

BAB I PENDAHULUAN. menurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja. 1. Pengertian Kinerja. tujuan organisasi (Viswesvaran & Ones, 2000). McCloy et al. (1994)

BAB 2 TINJAUAN REFERENSI

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun

1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

HUBUNGAN ANTARA JOB CRAFTING DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN GENERASI Y DI KANTOR PUSAT PT. BANK BUKOPIN, TBK JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia pendidikan saat ini menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. seperti yang tercantum dalam UU NO.36/2009 pengertian kesehatan adalah keadaan sehat,

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Permasalahan. memiliki batasan reaktif yang dapat diidentifikasi serta bekerja bersama-sama untuk

KEPRIBADIAN PROAKTIF DAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

yang memiliki peran penting dalam perusahaan karena mereka akan berhubungan dengan para pelanggan. Dalam masyarakat, karyawan pemasaran sering kali

Pendahuluan Globalisasi dan tekanan internasional menuntut organisasi agar dapat meningkatkan kinerjanya. Kunci pembeda dari keunggulan kompetitif di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan

Salah satu tantangan terbesar perusahaan dalam persaingan di pasar global. engaged menjadi sangat berharga dalam mendukung kinerja perusahaan karena

BAB I PENDAHULUAN. segala kegiatan bisnis dan perekonomian, hal ini menyebabkan terjadinya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

sumber daya manusianya. Hal ini disebabkan karena dunia kerja memiliki tuntutan

Pada era globalisasi saat ini, teknologi kesehatan berkembang semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya adalah cabang Solo Raya dan Madiun Raya. Pada bulan April 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

HUBUNGAN ANTARA SELF DETERMINATION DENGAN KETERIKATAN KERJA (WORK ENGAGEMENT) PADA KARYAWAN PT JAPFA COMFEED INDONESIA CABANG SIDOARJO

Organisasi menjadi lebih tertarik pada work engagement setelah beberapa. hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang engaged menunjukkan

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perusahaan akan berjalan baik dengan adanya sumber daya manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Kahn (dalam May dkk, 2004) work engagement dalam. pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengelolaan sumber daya manusia telah ditandai pergeseran

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Peran Dukungan Sosial di Tempat Kerja Terhadap Keterikatan Kerja Karyawan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

SELF REGULATION, KEPUASAN TERHADAP INFORMASI PEKERJAAN DAN WORK ENGAGEMENT: Studi Kasus pada Dosen FISIP UT

BAB I PENDAHULUAN. (Kurniawati, 2013). Begitu pula seperti yang tercantum dalam UU No.20/2003

BAB I PENDAHULUAN. keuangan, kemampuan marketing, dan sumber daya manusia (SDM).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dalam Undang-Undang Dasar Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. menaruh adanya minat terhadap pentingnya kesehatan. Sehat menurut kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi pada organisasi daripada karyawan yang performanya buruk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. 1. Variabel Dependen : Kesejahteraan Psikologis. B. Definisi Operasional

BAB I PENDAHULUAN. adalah DKI Jakarta sehingga selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat

BAB I PENDAHULUAN. Sutiadi (2003:6) dalam Ida Ayu dan Suprayetno (2008) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Gambaran Keterikatan Kerja pada Dosen-Tetap Ditinjau dari Karakteristik Personal

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas sumber daya manusia (Cheng,

KECERDASAN ADVERSITAS DAN KETERLIBATAN KERJA PADA KARYAWAN PT. GANDUM MAS KENCANA KOTA TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN WORK ENGAGEMENT PADA KARYAWAN DI PT EG (MANUFACTURING INDUSTRY)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. job description baru terhadap peningkatan derajat work engagement pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang telah ditetapkannya sendiri. Chaplin (2006) Life Satisfaction adalah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Semakin banyaknya orang yang ingin menjaga kondisi tubuhnya

BAB III METODE PENELITIAN

ADVERSITY QUOTIENT DAN PSYCHOLOGICAL CAPITAL DALAM MENENTUKAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia (SDM) adalah pelaksanaan job analysis, perencanaan SDM,

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap organisasi. Banyak usaha dan daya yang dilakukan untuk mengatasi,

BAB I PENDAHULUAN. dilandasi kesetian dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar. meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi yang efektif semakin menyadari bahwa faktor yang sangat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT

LAMPIRAN 23 DATA HASIL PELAKSANAAN EES 2016 TRANSMISI JATIMBALI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERAN OTONOMI TUGAS, UMPAN BALIK, DAN KUALITAS KEHIDUPAN KERJA TERHADAP WORK ENGAGEMENT. Intisari. Winda Nevia Rosa Bagus Riyono

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB III METODE PENELITIAN. pada penelitian kuantitatif, lebih menekankan pada pengujian teori melalui angka,

Pengaruh Stress Kerja dan Keadilan Organisasi terhadap Employee engagement

Hubungan antara Perceived Organizational Support dengan Work Engagement Pada Guru SMA Swasta di Surabaya

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli & Bakker (2004) mendefinisikan work engagement sebagai kondisi jiwa yang puas dan bahagia terkait pekerjaan, ditandai dengan antusias, dedikasi, dan penghayatan. Schaufeli & Bakker (2003) di sisi lain menyatakan bahwa work engagement memiliki pengertian yang berkebalikan dengan burnout. Lain halnya dengan burnout, karyawan yang mengalami work engagement memiliki rasa semangat dan memiliki hubungan yang efektif dengan aktivitas pekerjaan mereka dan mereka melihat diri mereka sebagai orang yang mampu berurusan dengan baik terhadap tuntutan pekerjaan mereka. Kahn (Bakker, 2011) adalah salah satu pencetus pertama terbentuknya teori work engagement. Kahn (Bakker, 2011) mendeskripsikan engaged employees sebagai keadaan psikis, kognitif dan emosional yang sepenuhnya terfokus dengan peran pekerjaan mereka. Macey, Schneider, Barbera dan Young (Bakker, 2011) menambahkan engagement mengacu pada fokus energi yang diarahkan pada tujuan organisasi. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa work enagement merupakan kondisi psikologis karyawan dalam bekerja yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan penghayatan kerja yang tinggi. Bakker (2011) menjelaskan work engagement berbeda dengan kepuasan kerja karena work engagement menggabungkan kesenangan dalam bekerja yang tinggi (dedikasi) dengan aktivitas pekerjaan yang tinggi (kekuatan, penyerapan); 1

2 kepuasan kerja biasanya lebih kepada bentuk yang lebih pasif dalam kesejahteraan karyawaan. Keterlibatan kerja berbeda dengan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan yang mengarah kepada kinerja yang sangat lama; dalam hal ini biasanya lebih mengarah kepada puncak pekejaan yang berlangsung hanya satu jam atau bahkan kurang. Pada akhirnya, work engagement berbeda dengan motivasi, dalam hal ini juga mengacu pada kognisi (penyerapan) dan mempengaruhi (semangat), sebagai tambahan untuk motivasi (dedikasi). Tidak mengherankan jika kemudian keterlibatan kerja adalah prediktor yang lebih baik dalam kinerja pekerjaan dari banyak konstruksi sebelumnya. 2. Dimensi-dimensi Work Engagement Schaufeli & Bakker (2004) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen utama pembentuk work engagement, yaitu: a. Vigor (Semangat) Vigor ditandai oleh tingginya tingkat energi dan ketahanan mental yang memuaskan saat karyawan sedang bekerja, dapat dikarakterisitikan juga sebagai keinginan di dalam diri karyawan untuk menginvestasikan usahanya dalam bekerja dan ketekunan karyawan dalam menghadapi kesulitan saat bekerja. Schaufeli & Bakker (2003) juga menambahkan bahwa salah satu ciri dari vigor adalah tidak mudah lelah dalam bekerja. b. Dedication (Dedikasi) Dedikasi ditandai dengan adanya rasa bahwa pekerjaan itu adalah suatu hal yang penting bagi diri karyawan, karyawan merasa antusias dalam bekerja,

3 karyawan juga bangga atas pekerjaannya dan merasa tertantang oleh setiap apa yang dilakukan dalam bekerja. c. Absorption (Penghayatan) Penghayatan atau absorption dikarakteristikan dengan karyawan sepenuhnya terfokus dan merasa puas dalam pekerjaannya. Karyawan dengan penghayatan di dalam pekerjaannya akan merasakan waktu berlalu dengan cepat saat sedang bekerja dan merasa kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaannya. Shimazu, Schaufeli, Suzuki, Nashiwa, Kato, Sakamoto, Irimajiri, Amano & Goto (2008) menjelaskan bahwa vigor dikarakteristikan oleh tingkat tinggi dalam bersemangat dan memiliki ketahanan secara mental ketika bekerja. Dedikasi mengacu kepada keterkaitan secara kuat di dalam suatu pekerjaan dan merasa bangga dengan pekerjaannya. Penyerapan dikarakteristikan dengan menjadi konsentrasi sepenuhnya dan merasa puas dengan pekerjaannya. Lebih jauh, Bakker, dkk (2008) mengarakteristikan vigour dengan tingkat energi yang tinggi dan ketahanan mental ketika bekerja, keinginan untuk menginvestasikan usahanya di dalam satu pekerjaan, dan tetap gigih walaupun dihadapkan dengan kesulitan saat bekerja. Dedikasi mengarah kepada keterlibatan yang kuat di dalam satu pekerjaan, dan mengalami rasa yang signifikan, antusias, terinspirasi, bangga dan merasa tertantang. Penghayatan dikarakteristikan menjadi sepenuhnya terkonsentrasi dan menikmati di dalam satu pekerjaan dimana waktu berlalu dengan cepat dan karyawan menjadi sulit melepaskan diri dari pekerjaannya.

4 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Work Engagement Bakker dan Demerouti (Chen & Cooper, 2014) menjelaskan secara komprehensif faktor-faktor anteseden dan konsekuensi-konsekuensi dari work engagement dalam sebuah model teoritis yang dinamakan Job Demands- Resources Model. Menurut model ini, sumberdaya-sumberdaya kerja (Job resources) dan sumberdaya-sumberdaya pribadi (personal resources) secara independen atau bersama-sama memprediksikan work engagement dan memiliki dampak positif tertentuk terhadap engagement ketika tuntutan-tuntutan kerja (job demands) tinggi; Engagement, pada gilirannya, berpengaruh positif terhadap performansi kerja (job performance). Jalur umpanbalik (the feedback loop) dalam model tersebut secara jelas menunjukkan bahwa karyawan yang engaged dan berkinerja memuaskan mampu untuk mengkreasikan sumberdaya-sumberdaya yang dimilikinya sendiri (job crafting), dan pada giliran berikutnya menjaga engagement karyawan sepanjang waktu dan mengkreasikan sebuah lingkaran keuntungan yang beruntun (a positive gain spiral).

5 Sumber: Bakker & Demerouti (Chen & Cooper, 2014) Bakker (2011) menerangkan bahwa terdapat bebarapa faktor yang mempengaruhi work engagement seseorang, yaitu: a. Job Resoursces Penelitian sebelumnya secara konsisten telah menunjukkan bahwa job resources seperti dukungan sosial dari rekan kerja, feedback kinerja, keragaman jenis kemampuan (skill), kemandirian, dan kesempatan belajar telah terkait secara positif dengan work engagement (Albrecht; Bakker dan Demerouti dalam Bakker, 2011) Job resoursce mengacu pada aspek fisik, psikologis, sosial dan organisasi pada pekerjaan yang mungkin (a) mengurangi tuntutan-tuntutan pekerjaan dan terhubung dengan fisiologis dan harga psikologis; (b) menjadi fungsional dalam mencapai tujuan kerja; atau (c) merangsang pertumbuhan pribadi, pembelajaran, dan pengembangan (Schaufeli & Bakker dalam Bakker, 2011). Oleh sebab itu,

6 sumberdaya-sumberdaya (resources) tidak hanya dibutuhkan dalam hal tuntutan pekerjaan yang tinggi, namun juga penting untuk sumberdaya-sumberdaya itu sendiri (Bakker, 2011). Gupta, Acharya dan Gupta (2015) meneliti hubungan antara work engagement dengan job resources seperti dukungan dari atasan dan dukungan dari rekan kerja terhadap 261 sarjana dan mahasiswa di 10 Universitas di India. Hasilnya membuktikan bahwa sebesar 31% variasi work engagement dapat dijelaskan melalui dukungan dari atasan dengan tingkat signifikan 0,05. Dan sebesar 21% variasi work engagement dapat dijelaskan melalui dukungan dari rekan kerja dengan tingkat siginifikan 0,05. Dukungan dari rekan kerja maupun atasan seperti ada ketika membutuhkan pertolongan, pujian dan dorongan ternyata mampu meningkatkan efisiensi karyawan dalam bekerja, tidak hanya itu, dengan dukungan dan bantuan dari rekan kerja karyawan akan mampu mengaktifkan diri mereka dalam bekerja dan meningkatkan moral mereka dan karyawan akan secara aktif meningkatkan vigor, dedikasi dan penyerapan mereka terhadap pekerjaan. b. Personal Resources Personal resource adalah evaluasi diri yang positif yang dikaitkan pada ketahanan dan mengacu pada kemampuan individu untuk mengontrol diri dengan sukses dan memiliki dampak bagi lingkungan mereka (Hobfoll, Johnson, Ennis dan Jackson dalam Bakker, 2011). Semakin tinggi personal resources yang dimiliki seseorang, semakin positif seseoang menghargai dirinya sendiri, dan semakin dapat diharapkan tujuan keharmonisan-diri individu tersebut.

7 Beberapa penulis menginvestigasi hubungan antara personal resources dan work engagement. Sebagai contoh, penemuan sebelumnya bahwa personal resources seperti harga diri, efikasi diri, locus of control, dan kemampuan merasakan dan mengatur emosi merupakan prediktor yang positif bagi work engagement. Xanthopoulou, Bakker, Demerouti dan Schaufeli (Bakker, 2011) meneliti tiga personal resources (efikasi diri, self-esteem berdasarkan organisasi, dan optimisme) dalam memprediksi work engagement. Karyawan yang engage cenderung yakin bahwa mereka secara umum merasakan hasil yang memuaskan di dalam hidup mereka (optimisme) dan mereka yakin dapat memuaskan kebutuhan mereka dengan berpartisipasi di dalam organisasi (self-esteem). c. Job Demands Seperti yang telah disebutkan di atas, tuntutan-tuntutan pekerjaan (job demands) memiliki keterkaitan dengan job resources dalam memprediksi work engagement. Bakker dan Demerouti (2014) menjelaskan, terdapat dua kemungkinan tuntutan-tuntutan dan sumberdaya-sumberdaya (resources) memiliki hubungan pada kesejahteraan dan secara tidak langsung mempengaruhi kinerja. Keterkaitan yang pertama adalah ketika job resources menahan tuntutantuntutan pekerjaan pada saat keadaan menekan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa job resources seperti dukungan sosial, kemandirian, feedback kinerja, dan kesempatan berkembang dapat mengurangi dampak dari tuntutan pekerjaan seperti tekanan pekerjaan, tuntutan emosi dan lain sebagainya. Karyawan yang memiliki beberapa job resources yang tersedia dapat lebih baik dalam mengatasi tuntutan pekerjaannya. Keterkaitan yang kedua yaitu ketika

8 tuntutan pekerjaan memperkuat dampak job resources dalam motivasi atau engagement. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa job resources menjadi penting dan memiliki dampak yang paling positif untuk work engagement ketika tuntutan pekerjan sedang tinggi. Khususnya, ketika pekerja dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang menantang, job resources menjadi berharga dan membantu dedikasi pekerjaan atau tugas yang sedang ditangani. Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi work engagement yaitu: 1) job resources 2) personal resources dan 3) job demands. Jika dikaitkan dengan theistic sanctifacrion of work yang salah satu fungsinya menurut Backus (2013) jika seseorang melakukan sanctification terhadap pekerjaan, hal tersebut dapat menjadi personal resource daripada sebagai sumber stres. Sehingga, hal ini sejalan dengan salah satu faktor yang terdapat di dalam model JDR (Bakker dan Demerouti, 2014) untuk memprediksi work engagement yaitu personal resources. Maka dapat disimpulkan theistic sanctification of work juga dapat menjadi prediktor untuk meningkatkan work engagement karyawan. B. Theistic Sanctification of Work 1. Pengertian Theistic Sanctification of Work Walker, Jones, Wuensch, Shahnaz & Cope (2008) mengartikan sanctification of work sebagai pengalaman psikologis, emosional dan spiritual seseorang yang merasakan bahwa aspek pekerjaan sebagai tanggung jawab mereka sehari-hari yang di dalamnya memiliki kualitas kesucian, dengan demikian hal tersebut dapat memiliki efek positif pada fungsi kerja mereka.

9 Pargament & Mahoney (Kurniawan, 2015) menjelaskan sanctification memiliki dua bentuk yaitu theistic atau nontheistic. Theistic sanctification melibatkan persepsi tentang manifestasi Tuhan secara langsung dalam aspekaspek kehidupan yang dianggap sakral. Aspek-aspek kehidupan dipandang sebagai sesuatu yang dilakukan bersama Tuhan, refleksi kehendak Tuhan, atau sebagai usaha menciptakan perasaan terhubungan dengan Tuhan. Nontheistic sanctification melibatkan bahasa yang secara tidak langsung terhubung dengan sesuatu yang bersifat ketuhanan. Aspek-aspek kehidupan dianggap sakral, mulia, ajaib, pengalaman spiritual mendalam, atau mengkreasi sebuah koneksi dengan sesuatu yang lebih besar dibandingkan dirinya. Sanctification dapat dilakukan dengan cara theistic seperti ketika individu melihat objek dan peristiwa sebagai hal yang dapat mewakili manifestasi dari keyakinan dan / atau pengalaman mereka terkait dengan sesuatu yang lebih tinggi atau "Tuhan" (Mahoney et al., 1999). Atau, individu dapat mengsanctify objek atau peristiwa dengan cara non-theistic dengan mengilhaminya dengan cara sakral seperti kualitas kesucian (Mahoney, Pargament, Murray-Swank, & Murray, 2003) sementara tidak memberikan kepercayaan sesuatu yang lebih tinggi atau "Allah" sebagai contoh, seorang individu dapat dianggap belum ateis atau masih dapat disebut sebagai "sacredlike" kualitas untuk objek tertentu atau acara-acara seperti padang gurun atau pelestarian lingkungan. 2. Dimensi-dimensi Theistic Sanctification of Work Walker, Jones, Wuensch, Shahnaz & Cope (2008) menjelaskan dimensi dari sanctification of work adalah manifestation of God (MOG). Manifestation of

10 God dirancang untuk mengukur sejauh mana individu merasakan objek atau peristiwa sebagai manifestasi dari keyakinan agama mereka, pengalaman mereka terkait dengan Allah (Tuhan), dan iman mereka. The MOG merepresentasikan bentuk theistic sanctification. Manifestation of God (MOG) meneliti sejauh mana individu merasakan kekuatan yang lebih tinggi kepada Tuhan sebagai suatu hal yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Kurniawan (2015) menemukan struktur faktor Skala Manifestasi Ketuhanan dalam Bekerja tersusun oleh dua faktor yaitu persepsi tentang peran Tuhan dalam bekerja (perceived God role in work) dan persepsi tentang kesesuaian pekerjaan dengan keyakinan agama (perceived job fit religion). Kedua faktor tersebut secara bersama mampu menjelaskan 70,48% varian theistic sanctification of work. Perceived God role in work dan perceived job fit religion masing-masing mampu menjelaskan 62,15% dan 8,33% total varian theistic sanctification of work. 1. Perceived God role in work Karyawan-karyawan dengan theistic sanctification of work yang tinggi percaya dan merasakan keberadaan, dan kehadiran Tuhan dalam pekerjaan mereka. Mereka yakin adanya peran dan keterlibatan Tuhan dalam perkembangan karier pekerjaan mereka dan menganggap Tuhan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan pekerjaan mereka. Mereka juga percaya bahwa pekerjaan mereka merupakan refleksi dari kehendak Tuhan, refleksi pemahaman mereka atas apa yang Tuhan kehendaki dari mereka dan ketentuan-ketentuan

11 Tuhan yang berlaku pada kehidupan mereka juga mempengaruhi pekerjaan yang mereka lakukan. 2. Perceived job fit religion Karyawan-karyawan dengan theistic sanctification of work yang tinggi percaya bahwa pekerjaan mereka sesuai dengan identitas ajaran agama mereka dan yakin segala yang mereka lakukan terkait pekerjaan mengikuti/sesuai dengan ketetapan Tuhan yang ada dalam kitab suci agama mereka. Mereka yakin bahwa pekerjaan mereka merupakan wujud keberagamaan mereka dan mencerminkan apa yang mereka yakini tentang Tuhan. C. Hubungan Antara Theistic Sanctification of Work dengan Work Engagement Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia tidak dapat terlepas dari peran agama di dalam kehidupannya. Seperti yang dijelaskan oleh McCullough & Willoughby (2009) bahwa agama dapat berperan sebagai pengendali diri seseorang, dapat juga sebagai fasilitator pemantauan perilaku seseorang, dan agama juga berpengaruh terhadap kesehatan, kesejahteraan hidup dan perilaku sosial seseorang. Sehingga dalam hal ini theistic sanctification of work juga memainkan peran agama di dalamnya dimana hal tersebut berarti theistic sanctification of work juga dapat berfungsi sebagai kontrol diri seseorang dalam menjalankan pekerjaannya. Walker, Jones, Wuensch, Aziz, dan Cope (2008) menjelaskan terdapat beberapa dampak yang penting dari melakukan sanctification terhadap pekerjaannya, pertama yaitu, karyawan yang melakukan sanctification terhadap

12 pekerjaannya cenderung lebih menginvestasikan waktu dan usaha dalam jumlah besar ke dalam pekerjaannya tersebut. Kedua, karyawan yang melakukan sanctification pada pekerjaannya cenderung melindungi dan memelihara aspekaspek pekerjaannya di dalam hidup mereka. Ketiga, orang-orang yang melakukan sanctification terhadap pekerjaannya seharusnya lebih memungkinkan untuk memperoleh kepuasan dan kesejahteraan lebih besar dari pekerjaannya sebagai renungan terhadap ketuhanan. Melakukan sanctification pada satu pekerjaan dapat mengarahkan individu untuk menginvestasikan dirinya ke dalam pekerjaan dan mendapatkan kepuasan yang lebih besar dari pekerjaan mereka. Karyawan yang melakukan sanctification pada pekerjaannya akan cenderung menginvestasikan banyak waktu dan usahanya, berusaha keras mempertahankan dan melindungi, dan meraskan emosi spritual terkait dengan pekerjaan mereka. Selain itu, pekerjaan yang disucikan (sanctified) memungkinkan bertindak sebagai personal dan social resources daripada sebagai sumber-sumber tekanan stres. Jika suatu pekerjaan disanctify, ketika tekanan itu muncul, kemungkinan individu atau karyawan cenderung akan merespon sumber stres dengan cara yang positif. Karyawan akan melihat sumber stres sebagai tantangan daripada sebagai ancaman (Backus, 2013) D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka yang relevan, penelitian ini mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: Diprediksikan akan ada hubungan positif antara theistic sanctification of work dan work engagement. Semakin tinggi

13 tingkan theistic sanctification of work maka akan semakin tinggi pula work engagement pada karyawan dan begitu juga sebaliknya.