BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kota Utara tepatnya di Kelurahan Wongkaditi Barat dengan jumlah penduduk 1.958 jiwa. Pada penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan teknik bertahap (Multistage Sampling) dengan jumlah responden sebanyak 98 orang. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 12 Juni 19 Juni 2012. Proses pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden yang kemudian hasilnya dikumpulkan dan diolah, sehingga hasilnya dapat disajikan di bawah ini. 4.1.1 Hasil Uji Validasi dan Reliabilitas 4.1.1.1 Hasil Uji Validasi Kuesioner Validasi adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini uji validasi menggunakan software SPSS 17,0. Dalam uji validasi ini dinyatakan bahwa butirbutir pertanyaan pada kuesioner seluruhnya valid karena koefisien korelasinya >0,3. 4.1.1.2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2010). Dalam pengujian reliabilitas menggunakan SPSS 17,0. Dalam penelitian ini pengukuran tanggapan responden menggunakan koefisien cronbach alpha. Setiap butir
pertanyaan dikatakan reliabel jika angka Alpha sebesar 0,6. Uji reliabilitas dengan menggunakan koefisien alpha menyatakan seluruh pertanyaan reliabel. 4.1.2 Hasil Analisa Data 4.1.2.1 Distribusi Demografi Pasien Dalam penelitian ini responden adalah masyarakat yang tinggal di Kelurahan Wongkaditi Barat. Data demografi responden meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan. Tabel 2 Distribusi Data Demografi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%) Laki-Laki Perempuan 41 57 41,84 58,16 Dilihat dari jenis kelamin, responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 41 orang (41,84 %) dan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 57 orang (58,16 %). Tabel 3 Distribusi Data Demografi Responden Berdasarkan Umur Umur Frekuensi Presentase (%) 17-40 41-60 66 32 67,35 32,65 Dilihat dari umur, responden yang paling banyak ikut dalam penelitian ini adalah yang berumur (17-40 tahun) yaitu sebanyak 66 orang (67,35 %).
Tabel 4 Distribusi Data Demografi Responden Berdasarkan Pendidikan Pendidikan Frekuensi Presentase (%) SD SMP SMA PT 5 13 66 14 5,10 13,27 67,34 14,29 Responden yang ikut dalam penelitian ini sebanyak 98 orang yang terdiri dari tingkat pendidikan terakhir yang berbeda-beda. Dimana tingkat pendidikan yang paling banyak adalah SMA, yaitu 66 orang (67,34 %) dan tingkat pendidikan terakhir yang paling sedikit adalah SD, yaitu 5 orang (5,10 %). Sedangkan untuk tingkat pendidikan terakhir Perguruan Tinggi sebanyak 14 orang (14,29 %) dan SMP sebanyak 13 orang (13,27 %). Tabel 5 Distribusi Data Demografi Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Frekuensi Presentase (%) PNS Honorer Karyawan Wiraswasta Swasta Petani Tidak Bekerja 21 9 5 13 3 1 46 21,43 9,18 5,10 14,29 3,06 1,02 46,94 Dilihat dari pekerjaan, mayoritas responden tidak bekerja, yaitu sebanyak 46 orang (46,94 %) dan yang paling sedikit yaitu responden yang bekerja sebagai
petani, yaitu 1 orang (1,02 %). Sedangkan untuk responden yang bekerja sebagai PNS ada 21 orang (21,43 %), wiraswasta 13 orang (13,27 %), honorer 9 orang (9,18 %), karyawan 5 orang (5,10 %), dan swasta 3 orang (3.06 %). Tabel 6 Distribusi Data Responden Berdasarkan Informasi Obat Informasi Obat Frekuensi Presentase (%) Petugas Kesehatan Media Elektronik Media Cetak Keluarga Kegiatan Setempat 64 17 2 11 4 65,31 17,35 2,04 11,22 4,08 Dilihat dari sumber informasi obat yang diperoleh sebagian besar responden mendapat informasi dari petugas kesehatan, yaitu sebanyak 64 orang (65,31 %), dari media elektronik 17 orang (17,35 %), dari keluarga 11 orang (11,22 %), dari kegiatan setempat 4 orang (4,08 %), dan terakhir dari media cetak sebanyak 2 orang (2,04 %) 4.1.2.2 Distribusi Pengetahuan Responden Setelah dilakukan penelitian dengan instrumen berupa kuesioner didapatkan hasil distribusi pengetahuan masyarakat tentang obat generik yang disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 7 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Obat Generik Pengetahuan Frekuensi Presentase (%) BAIK SEDANG KURANG 46 50 2 46,94 51,02 2,04 Dari tabel diatas tingkat pengatahuan dengan persentase yang tinggi, yaitu 51,02 % atau sebanyak 50 orang yang masuk dalam katagori tingkat pengetahuan sedang. Tingkat pengetahuan dengan kategori baik, yaitu 46 orang (46,94 %) dan tingkat pengetahuan dengan katagori kurang sebanyak 2 orang (2,04 %). Tabel 8 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Jenis Obat Generik Pengetahuan Frekuensi Presentase (%) BAIK SEDANG KURANG 58 37 3 59,18 37,76 3,06 Berdasrkan tabel di atas dari 98 responden, yang memiliki katagori pengetahuan baik tentang jenis obat generik, yaitu sebanyak 58 orang (59,18 %), katagori pengetahuan sedang 37 orang (37,76 %), dan 4 orang (3,06 %) yang memiliki katagori pengetahuan kurang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang jenis obat generik di Kelurahan Wongkaditi Barat dikatagorikan baik.
Tabel 9 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Harga dan Kemasan Obat Generik Pengetahuan Frekuensi Presentase (%) BAIK SEDANG KURANG 75 17 6 76,53 17,35 6,12 Berdasarkan tabel di atas dari 98 responden ada 75 orang (76,53 %) yang memiliki katagori tingkat pengetahuan yang baik tentang harga dan kemasan obat generik, sebanyak 17 orang (17,35 %) memiliki katagori tingkat pengetahuan sedang dan 6 orang (6,12%) yang memiliki katagori tingkat pengetahuan kurang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang harga dan kemasan obat generik di Kelurahan Wongkaditi Barat dikatagorikan baik. Tabel 10 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Khasiat dan Kualitas Obat Generik Pengetahuan Frekuensi Presentase (%) BAIK SEDANG KURANG 63 26 9 64,29 26,53 9,18 Berdasarkan tabel di atas dari 98 responden, sebanyak 63 orang (64,29%) memiliki katagori tingkat pengetahuan baik tentang khasiat dan kualitas obat generik, katagori tingkat pengetahuan sedang sebanyak 26 orang (26,53%) dan sebanyak 9 orang (9,18%) memiliki katagori tingkat pengetahuan kurang.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang khasiat dan kualitas obat generik di Kelurahan Wongkaditi Barat dikatagorikan baik. 4.2 Pembahasan 4.2.1 Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Obat Generik Berdasarkan Demografi Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data demografi pasien dari 98 responden di Kelurahan Wongkaditi Barat maka dapat disimpulkan responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 41 orang (41,84%) dan perempuan sebanyak 57 orang (58,16%). Kelompok umur terbanyak adalah 17-40 tahun, yaitu sebanyak 66 orang (67,35%) sedangkan untuk kelompok umur 41-60 tahun sebanyak 32 orang (32,65%). Kedua kelompok usia ini merupakan kelompok umur produktif yaitu kelompok umur seseorang yang mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu. Sebagian besar responden yang ikut dalam penelitian ini adalah responden yang tingkat pendidikan terakhirnya adalah SMA, yaitu sebanyak 66 orang (67,34%), diikuti dengan tingkat pendidikan terakhir Akademi atau Perguruan Tinggi sebanyak 14 orang (14,29%), SMP sebanyak 13 orang (13,27%), dan SD sebanyak 5 orang (5,10%). Responden yang bekerja sebagai PNS, yaitu sebanyak 21 orang (21,43%), honorer sebanyak 9 orang (9,18%), karyawan sebanyak 5 orang (5,10%), wiraswasta sebanyak 13 orang (13,27%), swasta sebanyak 3 orang (3,06%), petani 1 orang (1,02%), dan tidak bekerja sebanyak 46 orang (46,94%). Sebagian besar responden yang tidak bekerja adalah mahasiswa dan ibu rumah tangga.
Dari hasil penelitian sebagian besar responden mendapatkan informasi mengenai obat, yaitu melalui petugas kesehatan baik dari dokter, apoteker, perawat atau bidan sebanyak 64 orang (65,31%), responden yang mendapat informasi dari media elektronik sebanyak 17 orang (17,35%), dari media cetak 2 orang (2,04%), dari keluarga sebanyak 11 orang (11,22%) dan dari kegiatan setempat berupa penyuluhan, arisan, maupun pengajian sebanyak 4 orang (4,08%). 4.2.2 Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Obat Generik Obat merupakan salah satu kebutuhan wajib yang harus dipenuhi oleh semua orang jika sedang sakit. Secara garis besar, obat dibagi dua yakni obat generik dan obat paten. Obat paten pada suatu saat bisa menjadi obat generik dan generik bermerk jika masa patennya telah habis. Oleh karena itu, terdapat tiga jenis obat yang beredar di pasaran, yakni obat generik, obat paten dan obat bermerk. Pada saat ini yang menjadi permasalahan dimasyarakat adalah rendahhya penggunaan obat generik yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang obat generik itu sendiri. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non-propietary Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Anonim, 2005). Obat generik adalah obat yang diprogramkan pemerintah yang harganya tergolong murah dibandingkan dengan obat lainnya.
Pengetahuan tentang obat generik perlu diketahui oleh masyarakat agar masyarakat dapat lebih efesien dalam hal membeli obat. Dilihat dari 98 orang yang ikut dalam penelitian ini, sebanyak 46 orang (46,94%) memiliki pengetahuan baik, 50 orang (51,02%) memiliki pengetahuan sedang dan hanya 2 orang (2,04%) yang memiliki pengetahuan kurang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat di Kelurahan Wongkaditi Barat tentang obat generik tergolong sedang. Seharusnya reponden yang tergolong memiliki pengetahuan baik seharusnya lebih tinggi walaupun nilai yang diperoleh belum maksimal karena tidak semua reponden yang tergolong memiliki pengetahuan baik mempunyai nilai 100 %. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain umur, tingkat pendidikan, pekerjaan maupun informasi obat yang diperoleh responden. Pada penelitian sebelumnnya yang dilakukan oleh Henri Sitindaon di Kelurahan Babura Medan pada tahun 2010 menunjukan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap obat generik tergolong sedang. Hal ini menunjukan tingkat pengetahuan masyarakat tentang obat generik dari tahun ke tahun belum ada perubahan yang berarti. Informasi yang benar tentang obat generik akan memberikan pemahaman bahwa obat generik adalah obat yang memiliki harga murah dan kualitas yang baik, sehingga masyarakat tidak ragu dalam menggunakan obat generik dan tidak akan menganggap bahwa obat generik adalah obat untuk masyarakat miskin, karena pada dasarnya obat generik bias digunakan oleh semua lapisan masyarakat dengan harga yang relatif terjangkau. Hal ini dapat dilakukan jika responden atau masyarakat mendapat penjelasan mengenai obat generik dari dokter, penyuluhan
kesehatan ataupun kebijakan pemerintah serta kerja sama dari pihak farmasi, seluruh petugas kesehatan dan seluruh lapisan masyarakat dalam mensosialisasikan obat generik. Rendahnya penggunaan obat generik berlogo ini menunjukkan ada yang salah selama ini dalam hal sosialisasi obat generik kepada masyarakat. Sosialisasi yang selama ini dilakukan oleh pemerintah ternyata tidak sesuai dengan harapan. Oleh sebab itu, upaya yang paling tepat sekarang dilakukan adalah bagimana menanamkan kembali pengetahuan yang benar tentang obat generik kepada masyarakat. Jika hal ini terwujud, maka masyarakat yang selama ini hanya menyerahkan pengobatannya pada dokter tanpa mempertanyakan jenis obat yang diberikan dan tidak tahu apa-apa mengenai obat lambat laun akan berubah menjadi kritis yang pada akhirnya, akan timbul kesadaran sendiri dari masyarakat untuk menggunakan obat generik sebagai pengobatannya. 4.2.1.1 Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Jenis Obat generik Tedapat berbagai macam dan jenis obat yang beredar dipasaran, namun tidak semua macam atau jenis obat tersedia obat generiknya. Hal ini dipengaruhi oleh keterbatasan subsidi pemerintah guna pengadaan bahan baku dari obat tersebut. Sebagian besar bahan baku obat masih diimport, sehingga membutuhkan biaya yang besar guna menyediakan obat generik jenis baru. Terdapat dua jenis obat generik, yaitu Obat Generik Berlogo (OGB) dan obat generik bermerek (branded generik). Sebenarnya tidak ada perbedaan zat aktif pada kedua jenis obat generik ini. Perbedaan hanya terletak pada logo dan merek yang terdapat pada
kemasan obat. Obat generik berlogo adalah obat yang umumnya disebut obat generik saja sedangkan obat generik bermerek biasanya mencantumkan perusahaan farmasi yang memproduksinya. Meskipun keduanya sama-sama merupakan obat generik, obat generik bermerek memiliki harga jual yang lebih mahal karena harganya ditentukan oleh kebijakan perusahaan farmasi tersebut sedangkan obat generik berlogo telah ditetapkan harganya oleh pemerintah agar lebih mudah dijangkau masyarakat (Anonim, 2010). Dari hasil penelitian sebagian masyarakat paham apa itu obat generik, jenisnya dan contoh obat generik serta penggunaannya. Dari hasil penelitian diperoleh tingkat pengetahuan masyarakat tentang jenis obat generik di Kelurahan Wongkaditi Barat, yaitu sebesar 57 orang (58,16%) tergolong memiliki tingkat pengetahuan yang baik, sebanyak 37 orang (37,76%) tergolong memiliki tingkat pengetahuan sedang dan 4 orang yang tergolong memiliki tingkat pengetahuan kurang. Angka ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat baik. Responden yang tergolong memiliki tingkat pengetahuan kurang dalam hal ini, disebabkan mungkin karena kurang mendapatkan informasi secara jelas tentang obat generik atau kurangnya minat masyarakat untuk mencari tahu informasi tentang apa saja jenis obat generik, jadi para dokter/petugas kesehatan hendaknya lebih meningkatkan sosialisasi obat generik. Selain itu salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap obat generik adalah ketersediaan obat di pelayanan-pelayanan kesehatan milik pemerintah, sehingga masyrakat cenderung lebih banyak menggunakan obat paten atau obat generik bermerek dalam
pengobatannya (Suryani, 2008). Dengan demikian masyarakat tidak akan mengenal apa itu obat generik. 4.2.1.2 Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Harga dan Kemasan Obat generik Kebanyakan masyarakat menganggap bahwa obat generik adalah obat murah yang diperuntukkan untuk masyarakat miskin. Adanya perbedaan harga obat antara obat generik dan generik bermerek menimbulkan anggapan bahwa obat generik murah karena memiliki kualitas yang kurang baik dan tidak terjamin. Masyarkat harus mengetahui bahwa obat generik dan generik bermerek hanya berbeda pada harga dan kemasannya saja sedangkan dari segi kualitias sama saja. Alasan utama obat generik murah adalah karena besar harganya yang diatur dan diberi subsidi oleh pemerintah, dengan harapan agat mudah terjangkau oleh masyarakat luas. Maka di sini produsen obat generik tidak dapat menentukan harga obatnya sendiri. Selain itu, obat generik umumnya diproduksi dalam jumlah yang besar dan tidak lagi memerlukan biaya yang tinggi untuk riset pembuatan obat yang mendalam karena pembuat obat paten sebelumnya telah melakukannya. Kemasan yang dibuat sederhana serta biaya iklan/promosi yang tidak sebesar obat generik bermerek, membuat anggaran pembuatan obat ini semakin dapat ditekan (Yumni, 2012). Dari hasil penelitian sebagian besar masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tentang harga dan kemasan obat generik, dimana sebanyak 75 orang (76,53%) memiliki pengetahuan yang baik tentang obat generik dan hanya 6 orang (6,12%) saja yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang. Sedangakan
untuk reponden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang yaitu, sebanyak 17 orang (17,35%). Hal ini menunjukkan sebagian besar masyarakat memperoleh informasi yang cukup jelas mengenai harga dan kemasan obat generik walaupun tidak maksimum. Oleh sebab itu, perlu ditingkatkannya sosialisasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan obat generik, agar obat generik tidak dipandang sebelah mata dan masyrakat tidak ragu-ragu menggunakan obat generik dalam pengobatannya. 4.2.1.3 Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Khasiat dan Kualitas Obat Generik Sebenarnya kualitas obat generik tidak kalah dengan obat bermerek lainnya. Hal ini dikarenakan obat generik juga mengikuti persyaratan dalam Cara Pembutan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Selain itu, obat generik juga harus lulus uji bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE). Uji ini dilakukan untuk menjaga mutu obat generik. Studi BE dilakukan untuk membandingkan profil pemaparan sistematik (darah) yang memiliki bentuk tampilan berbeda-beda (tablet, kapsul, sirup, salep, dan sebagainya) dan diberikan melalui rute pemberian yang berbedabeda. Pengujian BA dilakukan untuk mengetahui kecepatan zat aktif dari produk obat diserap oleh tubuh ke sistem peredaran darah. Pada beberapa obat bermerek dagang, terdapat bahan tambahan yang digunakan selain zat aktif. Hal ini biasanya dilakukan untuk mengurangi reaksi alergi tubuh terhadap zat aktif, namun bagi sebagian orang, zat tambahan malah dapat menyebabkan alergi. Oleh karena itu,
sekelompok orang tersebut lebih cocok menggunakan obat generik. Perbedaan antara obat bermerek dan obat generik hanya terdapat pada tampilan obat yang lebih menawan dan kemasan yang lebih bagus sehingga terasa lebih istimewa (Anonim, 2010). Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar masyarakat memiliki tingakat pengetahuan yang baik tentang khasiat obat generik dan kualitas obat generik, yaitu sebanyak 63 orang (64,29%), sebanyak 26 orang (26,53%) memiliki tingkat pengetahuan sedang dan sebanyak 9 orang (9,18%) tergolong memiliki tingkat pengetahuan kurang. Hal ini berarti sebagian responden telah paham dan mendapatkan informasi yang cukup jelas tentang obat generik, dimana responden cukup memahami bahwa obat generik memiliki khasiat yang sama denga obat generik bermerek dengan harga yang terjangkau dengan kualitas baik. Kurangnya tingkat pengetahuan responden tentang khasiat dan kualitas obat generik disebabkan karena kurangnya informasi obat yang diperoleh. Untuk memperoleh informasi yang lebih tentang khasiat dan kualitas obat generik, yaitu dengan meningkatkan pelayanan informasi obat di Apotek, Rumah Sakit, ataupun di Puskesmas dan diadakannya sosialisasi tentang obat generik. Jadi antara obat generik dan obat generik bermerek memiliki mutu dan kualitas yang sama. Karena jika obat telah resmi beredar, khasiat dan keamanannya telah teruji, termasuk antara obat generik dan obat generik beremerek bisa dikatakan bahwa keduanya memilki khasiat yang sama. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa obat generik memiliki persamaan dengan obat
generik bermerek dalam hal zat aktifnya, dosis, indikasi, dan bentuk sediaan (Anto, 2011).