TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Jaringan Komunikasi Fisher (1986) menyatakan bahwa penelitian tentang jaringan komunikasi hampir seluruhnya bersifat mekanistis. Suatu jaringan secara jelas mempunyai fokus pada saluran yang memungkinkan komunikasi mengalir diantara individu. Oleh karena itu, kombinasi tertentu dari penghubung saluran diantara para komunikator merupakan struktur jaringan komunikasi. Sebagian besar penelitian tentang jaringan komunikasi telah dilakukan dalam setting kelompok dan organisasi. Menwut DeVito (1997), jaringan adalah saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang kepada orang lain. Selain itu, jaringan dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, kelompok kecil sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki akan mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi ini kemudian merupakan sistem komunikasi umurn yang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan pesan dari satu orang kepada orang lain. Kedua, jaringan komunikasi dapat dipandang sebagai struktur yang diformalkan dan diciptakan oleh organisasi sebagai sarana komunikasi organisasi. Gonzalez (dalam Jahi, 1993) mengemukakan bahwa dalam komunikasi terdapat transaksi atau saling tukar informasi di antara para partisipan, yang dengan caranya sendiri telah memberikan kontribusi pada proses tumbuhnya
pengertian. Berkaitan dengan proses komunikasi tersebut, Rogers dan Rogers (1976) menjelaskan bahwa peran sumber dan penerima saling berganti-ganti dalam pertukaran pesan yang terus-menerus. Menurut Rogers dan Kincaid (1981), model konvergen memandang komunikasi antar manusia bersifat dinamis dan berulang terhadap waktu, yang dicirikan oleh: (1) saling menjadi penyebab dan (2) hubungan antar partisipan yang saling tergantung satu sama lain, bukan pada kesalahan pandangan terhadap komunikator, komunikan maupun pesan. Model komunikasi konvergen mengarah kepada suatu perspektif hubungan komunikasi antar manusia yang bersifat interpersonal. Hubungan-hubungan yang terbentuk merupakan suatu rangkaian jalinan yang interaktif Dengan kata lain, interaksi komunikasi antar manusia/ individu dalarn sistem sosial (kelompok) akan membentuk suatu jaringan komunikasi. Rogers dan Kincaid (1981) mendefinisikan jaringan komunikasi sebagai kumpulan hubungan antar individu yang dihubungkan oleh pola aliran informasi. Beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan, bahwa pengertian jaringan komunikasi adalah rangkaian hubungan diantara individu-individu dalam satu sistem sosial sebagai ahbat dari terjadinya pertukaran inforrnasi diantara individuindividu tersebut sehingga membentuk pola-pola atau model-model jaringan komunikasi tertentu. Selanjutnya menurut Rogers (1983), jaringan komunikasi adalah suatu jaringan yang terdiri dari individu-individu yang saling berhubungan dan dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola.
Pengumpulan data jaringan komunikasi dilakukan dengan mengajukan pertanyaan sosiometri, yaitu pertanyaan dari siapa seseorang mendapatkan informasi tertentu. Menggunakan data sosiometri yang telah disusun secara matrik dapat dibentuk sosiogram yang digunakan untuk melihat pemuka pendapat, liaisons, bridges, isolated dan jumlah klik yang terbentuk dalam suatu jaringan, arah arus informasi, bentuk jaringan (roda, jari-jari, rantai, Y, semua saluran), serta kepadatan atau frekuensi hubungan (Rogers dan Kincaid, 1981 ; DeVito, 1997; Pace dan Faules, 1998). Hasil penelitian Setyanto (1993) mengemukakan bahwa jaringan komunikasi dibedakan menjadi dua, yaitu formal dan informal. Jaringan komunikasi formal lebih bersifat hirarkis, sehingga arus informasi mengalir secara vertikal. Sementara itu jaringan komunikasi informal lebih bersifat horizontal, arus informasi mengalir dari berbagai arah karena terjadi secara interpersonal. Informasi yang didapatpun sesuai dengan kebutuhan, bahkan dalam jaringan komunikasi informal individu-individu yang terlibat didalamnya menentukan sendiri siapa yang menjadi partner komunikasinya. Keefektifan Komunikasi Menurut DeVito (1997), komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan, terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Lebih lanjut, diungkapkan pula bahwa lingkungan (konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga dimensi: fisik, sosial-psikologis, dan temporal. Lingkungan fisik, apapun
bentuknya, mempunyai pengaruh tertentu atas kandungan pesan (apa yang disampaikan) selain juga bentuk pesan (bagaimana menyampaikannya). Dimensi sosial-psikologis meliputi tata hubungan status diantara individu yang terlibat, peran dan permainan yang dijalankan orang, serta aturan budaya masyarakat dimana mereka berkomunikasi. Adapun dimensi temporal atau waktu, mencakup waktu dalam sehari maupun waktu dalam hitungan sejarah hmana komunikasi berlangsung. Ketiga dimensi tersebut akan saling mempengaruhi satu sama lain. Berlo (1960) berpendapat bahwa keefektifan komunikasi berhubungan dengan gangguan dan ketepatan serta unsur-unsur komunikasi yang berada di dalamnya. Unsu-unsur dalarn komunikasi meliputi komunikator, encoder, pesan, saluran, decoder, dan komunikan. Baik dari unsur komunikator maupun komunikan, faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan ketepatan adalah: (1) kemampuan berkomunikasi, (2) sikap, (3) tingkat pengetahuan, serta (4) posisi dalam suatu sistem sosial-budaya. Setidaknya terdapat tiga faktor dalam suatu pesan, yaitu: (1) kode pesan, (2) isi pesan, serta (3) perlakuan pesan. Kode pesan didefinisikan sebagai beberapa kelompok simbol yang dapat distruktur dalam suatu cara yang berarti untuk beberapa orang. Isi pesan merupakan materi pesan yang telah dipilih oleh komunikator untuk menyampaikan tujuannya; sedangkan perlakuan pesan merupakan suatu keputusan dimana komunikator melakukan pemilihan dan penyusunan, baik kode maupun isi pesan. Pemilihan saluran yang tepat dapat didekati dengan: (1) ketersehaan media, (2) jumlah biaya yang diperlukan, serta (3) preferensi komunikator. Ketentuan
lain dalam pemilihan media adalah jenis media yang dapat: (1) diakses oleh sebagian besar komunikan dengan biaya paling rendah, (2) mempunyai dampak yang paling besar, (3) diadaptasi sebagian besar dari tujuan komunikator, serta (4) diadaptasi sebagian besar dari isi pesan (Berlo, 1960). Sementara itu, Level (1972 dalam Face dan Faules, 1998) mengemukakan, bahwa terdapat enam knteria yang sering digunakan dalam memilih metoda penyampaian informasi, yaitu: (1) ketersediaan, (2) biaya, (3) pengaruh, (4) relevansi, (5) respons, serta (6) keahlian. Suatu meqa untuk sekedar menyampaikan informasi dapat dilakukan dengan cara: (1) mengasumsikan seorang penerima pasif, (2) mengabaikan konsteks-konteks lokal dalam menentukan makna setiap komunikasi yang dilakukan, serta (3) mendukung gagasan bahwa kejelasan dan keterbukaan harus disamakan dengan keefektifan. Pemilihan media dapat didasarkan pada pertimbangan sifat-sifat meha, hasil-hasil yang diinginkan, faktor biaya dan waktu, dan konteks budaya di tempat terjadinya pertukaran informasi tersebut (Face dan Faules, 1998). Bila mengacu pada pendapat Tubbs dan Moss (1996), komunikasi Qnilai efektif jika pesan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh komunikator akan ditangkap dan dipahami oleh komunikan, sebagaimana rumusan berikut: R makna yang ditangkap komunikan -- - = 1 S makna yang dimaksud komunikator dimana: R = receiver (komunikan) S = source (komunikator).
Nilai 1, yang menunjukkan kesempurnaan penyampaian dan penerimaan pesan jarang diperoleh. Kenyataannya, nilai tersebut tidak pernah dicapai hanya mendekati saja. Semakin besar kaitan antara yang dimaksud dengan respon yang diterima, maka semalun efektif komunikasi yang dilakukan. Selanjutnya dikemukakan pula, bahwa ada lima ha1 yang dapat dijadikan ukuran bagi komunikasi efektif, yaitu: (1) pemahaman, (2) kesenangan, (3) pengaruh pada sikap, (4) hubungan yang semakin baik, serta (5) tindakan. Schramm dalam Effendi (1993) berpendapat bahwa untuk mewujudkan komunikasi yang efektif, maka pesan yang dikemas hams: 1) Dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga menarik komunikan. 2) Menggunakan lambang-lambang yang mengarah pada pengalaman yang sama antara komunikator dengan komunikan, sehingga diperoleh satu pengertian yang sama. 3) Mampu menimbulkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. 4) Mampu memberi saran untuk memperoleh kebutuhan tersebut yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada waktu digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. Selain itu, menurut DeFleur dan Rokeach dalam Effendi (1993) efek yang ditimbulkan dalam berkomunikasi dapat dikelompokkan dalarn efek: (1) kognitif, yang terkait dengan pikiran atau penalaran, (2) afektif, yang berkaitan dengan perasaan, serta (3) konatif atau behavioral, yang berkaitan dengan perilaku, berupa tindakan atau kegiatan.
Karakteristik Petani dalam Menerima Informasi Hasil penelitian Setyanto (1993) mengungkapkan bahwa karakteristik petani menentukan pemahaman petani terhadap informasi-informasi pertanian serta akan menentukan pula terhadap kemampuan mereka mengadopsi inovasiinovasi pertanian. Karakteristik tersebut meliputi tingkat pendidikan, pendapatan (status ekonomi), luas dan status lahan garapan, serta keterdedahan terhadap media komunikasi. Hasil penelitian Djamali (1999) menyatakan bahwa karakteristik individu seperti umur, pengalaman berusahatani, tingkat keberanian menghadapi resiko, kekosmopolitan dan skala usaha, menentukan keikutsertaan dalam jaringan komunikasi wirausahawan agribisnis sarang burung walet. Paradigma Agribisnis Secara historis, Davis (1957 dalam Simatupang, 1997) berpandangan bahwa paradigma agribisnis muncul sebagai alternatif terhadap paradigma usahatani (farming) klasik. Dalam paradigma agribisnis ditekankan bahwa keragaan usahatani hams dianalisa dalam konteks sistem komoditas (Drilon, 1971 dalarn Simatupang, 1997). Adapun paradigma agribisnis dapat dikelompokkan dalam pemikiran berikut: 1) Petani sebagai wirausahawan, yaitu petani sebagai pengusaha swasta (enterpreneur) yang memiliki kebebasan dalam mengarnbil keputusan manajemen usahataninya dan menerima konsekuensi yang ditimbulkan oleh keputusan tersebut, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan.
2) Usahatani sebagai perusahaan komersial, dalam arti usahatani modern yang dicirikan oleh: (1) bersifat komersial, berusaha memaksimwnkan laba; (2) berorientasi pasar: sebagian besar hasil produksinya dijual ke pasar, sebagian besar sarana produksi dibeli dari pasar, serta responsif terhadap perubahan harga; (3) progresif: responsif terhadap perubahan teknologi. 3) Agribisnis sebagai suatu sistem organik, dalam arti agribisnis terpadu dalam suatu sistem organik dengan usahatani sebagai intinya, yang dikelompokkan menjadi 4 sub sistem, yaitu: (1) pengadaan sarana produksi, (2) produksi, (3) pengolahan, serta (4) disttibusi/pemasaran. Jaringan Agribisnis Ikan Hias Jaringan agribisnis ikan has dapat ditelusuri sebagaimana &tampilkan pada Gambar 1. Aliran pesan yang berupa order dari importir diteruskan melalui mitra usahanya pada alur vertikal di bawahnya. Lebih lanjut pada Gambar 1 terlihat, bahwa terdapat tiga pola pernasaran yang berlaku pada agribisnis ikan hias, yaitu: (1) importir + eksportir + supplier + raiser + breeder; (2) importir + eksportir + supplier + breeder; (3) importir + eksportir + breeder. Menurut Saksono (2000), yang berperan dalam jaringan agribisnis ikan hias adalah importir -+ eksportir -+ raiser + breeder, tidak ada supplier. Bila di Indonesia memililu raiser yang baik dan besar niscaya siap bersaing dengan negara lain yang juga mengekspor ikan hias. Raiser berperan menyiapkan barang yang diminta eksportir dan bertanggungjawab dengan kualitas serta kuantitas ikan yang dibutuhkan. Lebih lanjut dikemukakan, bahwa syarat untuk menjadi raiser
antara lain memiliki kredibilitas yang baik, reputasi baik di bidang ikan, diakui keahliannya serta telah lama berkecimpung dalam mengelola ikan has.... t = aliranpesan -- = aliran responslproduk Gambar 1. Jaringan agribisnis ikan hias Teknologi Budidaya Ikan Hias Pada umumnya, teknologi budidaya ikan dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu ekstensif (tradisional), semi-intensif (madya), serta intensif (maju). Budidaya ekstensif (tradisional) merupakan budidaya dalam kondisi lingkungan alami tanpa pemberian pakan dan aerasi dari luar. Dalam sistem budidaya ini, air
hams memenuhi beberapa fungsi, yaitu: (1) memberi ruang untuk hidup ikan, (2) memasok oksigen terlarut dari atmosfer, (3) melarutkan buangan metabolik beracun, serta sekaligus (4) sebagai media bagi pertumbuhan pakan alami yang diperlukan bagi organisme yang dibudidayakan. Sistem budidaya semi-intensif merupakan peralihan dari sistem ekstensif ke intensif yang dicirikan oleh penambahan pakan alami melalui pemupukan atau melalui pemberian pakan buatan. Sistem budidaya intensif dicirikan oleh: (1) air hanya digunakan sebagai media fisik bagi hidup ikan sehingga diperlukan pengelolaan yang intensif, (2) pemberian pakan secara intensif karena tidak lagi dapat mengandalkan pakan alami, (3) pengendalian penyakit yang intensif akibat kondisi ikan yang padat, serta (4) biaya operasional yang lebih besar sebagai konsekuensi dari pengelolaan budidaya yang intensif tersebut (Wedemeyer, 1996). Kerangka Pemikiran Dengan didasari teori Rogers dan Kincaid (1981) mengenai jaringan komunikasi, maka jaringan komunikasi agribisnis ikan hias dapat diartikan sebagai hubungan yang berlangsung pada beberapa tingkatan baik dengan eksportir, supplier, raiser maupun sesama breeder yang terbentuk oleh pola aliran informasi. Eksportir yang merupakan penerima pesan dari importir, sekaligus juga sebagai sumber informasi, yang mengetahui informasi kunci ketentuan-ketentuan yang diinginkan konsumen pada pasar internasional. Informasi tersebut dapat berupa kuantitas maupun kualitas produk ikan has, diantaranya adalah jumlah
yang dibutuhkan pembeli di suatu negara tertentu, jenis, harga jual berdasarkan kategori mutu, dan kriteria mutu yang diinginkan konsumen serta ketentuan waktu kapan produk tersebut hams sampai pada importir. Informasi tersebut dapat diteruskan sampai ke tingkat produsen, dalam ha1 ini breeder maupun raiser. Dalam upaya mengetahui keefebfan jaringan komunikasi agnbisnis ikan hias, pengukuran dapat dilakukan dengan melihat keterlibatan breeder, yang didekati melalui tingkat partisipasi breeder yang terkait dengan kegiatan usaha ikan hias dan perolehan inforrnasi. Informasi tersebut dikelompokkan dalam teknologi budidaya (ekstensif atau tradisional, semi-intensif dan intensif) dan bisnis ikan hias (harga, jenis, mutu, jumlah, waktu, pemasaran serta harga saprokan). Sampai sejauh mana keefektifan jaringan dapat diindikasikan dari tingkat pengetahuan yang diperoleh petani dan bagaimana tingkat penerapannya, yang juga terkait dengan teknologi budidaya dan bisnis ikan hias. Pada tingkat breeder diduga partisipasi dan perolehan informasi berhubungan dengan karakteristik individu (urnur, pendidikan, pengalaman usaha ikan hias, keberanian beresiko dan keterdedahan terhadap media) serta karakteristik usaha (modal, skala usaha, tenaga kerja dan pemilikan saprokan). Dikaitkan dengan teori Berlo (1960) mengenai keefektifan komunikasi, maka jika tingkat pengetahuan yang diperoleh petani tinggi dan penerapannya juga tinggi, dapat diartikan jaringan komunikasi yang terbentuk efektif. Sebaliknya jika ditemui kondisi breeder yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi dengan tingkat penerapan rendah ataupun pengetahuan rendah dan penerapan rendah dapat dikatakan jaringan komunikasi tersebut tidak efektif
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka disusun kerangka alw pikir seperti yang ditampilkan pada Gambar 2. Karakteristik individu (XI) I X12 = pendidikan I I Keefektifan Jaringan I I I X13 = pengalaman X14 = keberanian beresiko XI5 = keterdedahan h Komunikasi Partisipasi - Tujuan - Frekuensi terhadap media I I I Perolehan inforrnasi I I t Karakteristik usaha (X2) X21 = modal X22 = skala usaha X23 = tenaga kerja X24 = pemilikan saprokan I I 1 - Teknologi l r - + - Ekstensif Semi-intensif - - Intensif - Bisnis - Harga - Kriteria mutu - Jumlah & wakt~ - Pemasaran - Harga saprokan 1 Tingkat I I Penguasaan Teknologi dan Bisnis Pengetahuan - Bisnis Gambar 2. Kerangka pemikiran keefektifan jaringan komunikasi agribisnis petani ikan hias
Hipotesis Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesis mayor dari penelitian, yaitu: 1) Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik individu dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias; yang dirinci dalam hipotesis minor sebagai berikut: a. Terdapat hubungan yang nyata antara umur petani dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias. b. Terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan petani dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias. c. Terdapat hubungan yang nyata antara pengalaman usahatani petani dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias. d. Terdapat hubungan yang nyata antara keberanian beresiko petani dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias. e. Terdapat hubungan yang nyata antara keterdedahan petani terhadap media dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias. 2) Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik usaha dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias; yang dirinci dalam hipotesis minor sebagai berikut: a. Terdapat hubungan yang nyata antara modal usaha yang dimiliki petani dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias. b. Terdapat hubungan yang nyata antara skala usaha yang dikelola petani dengan keefehfan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias.
c. Terdapat hubungan yang nyata antara tenaga kerja yang dikaryakan petani dalam mengelola usaha dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias. d. Terdapat hubungan yang nyata antara pemilikan saprokan oleh petani dengan keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias. 3) Terdapat hubungan yang nyata antara keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias dengan penguasaan teknologi dan bisnis yang berupa pengetahuan dan penerapan petani tentang teknologi budidaya dan bisnis ikan hias; yang dirinci dalam hipotesis minor sebagai berikut: a. Terdapat hubungan yang nyata antara keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias dengan tingkat pengetahuan petani. b. Terdapat hubungan yang nyata antara keefektifan jaringan komunikasi agribisnis ikan hias dengan tingkat penerapan petani.