1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su

KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA PERIKANAN CAKALANG

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Oseanografi Arah dan Kecepatan Angin Suhu Permukaan Laut

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Pantai Timur Sumatera Utara merupakan bagian dari Perairan Selat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

PENDAHULUAN Latar Belakang

2 KERANGKA PEMIKIRAN

EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Produksi (Ton) Trip Produksi (Ton) Pukat Cincin ,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang

BAB I PENDAHULUAN. perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

ANALISIS PERFORMA EKONOMI PERIKANAN CAKALANG SKALA SEDANG DI ZEE SAMUDERA HINDIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

hayati laut pada umumnya (Simbolon et al., 2009), penyebaran organisme di laut serta pengaturannya (Nybakken 1988).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keadaan Umum Lokasi Penelitian

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

5. ARAHAN STRATEGI DALAM PENENTUAN KEBIJAKAN UNTUK PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP MADIDIHANG

BAB1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Kepulauan terbesar di dunia, memiliki

2 PERSEPSI USAHA PENANGKAPAN TUNA DI PPN TERNATE

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

10 STATUS KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN SERANG DAN KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perikanan pelagis besar di Samudera Hindia relatif masih baru dibandingkan dengan kegiatan serupa di samudera lain. Walaupun demikian, produksi dari perairan ini terus meningkat dengan kontribusi yang semakin bertambah kepada total produksi dunia. Dari beberapa spesies ikan pelagis besar yang tertangkap, salah satu jenis yang dominan adalah cakalang (Katsuwonus pelamis). Cakalang merupakan tuna berukuran paling kecil, tetapi saat ini arti pentingnya bagi perikanan tangkap semakin dirasakan. Volume produksinya yang besar menyebabkan nilai perdagangannya lebih tinggi dari nilai perdagangan jenis tuna lainnya. Cakalang merupakan spesies kosmopolit yang ditemukan di bagian tropis hingga sub tropis Samudera Hindia. Cakalang merupakan ikan pelagis besar yang melakukan migrasi dalam jarak yang jauh, dimana kelimpahan dan penyebarannya banyak dipengaruhi oleh karakteristik oseanografi permukaan perairan. Ikan ini umumnya membentuk gerombolan besar dan berasosiasi dengan spesies tuna lain yang berukuran sama seperti juvenil Madidihang dan tuna Matabesar. Spesies ini memiliki fekunditas tinggi dan laju pertumbuhan cepat yang bisa mencapai ukuran dewasa dalam waktu kurang dari setahun. Laju reproduksi dan pertumbuhan yang tinggi menyebabkan cakalang tidak rentan terhadap peningkatan upaya tangkap. Perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) di Samudera Hindia selatan Jawa Timur termasuk dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) 573 dengan karakteristik oseanografi yang mendukung keberadaan cakalang, sehingga menjadi perairan potensial untuk penangkapannya oleh nelayan yang berasal dari berbagai tempat. Salah satu jenis armada yang digunakan untuk penangkapan sumberdaya ini di WPP-RI 573 adalah kapal sekoci yang berpangkalan di pantai selatan Kabupaten Malang. Kapal ini berukuran 10 GT yang mampu menangkap ikan hingga batas terluar ZEEI. Hasil tangkapan cakalang dengan armada ini menempati proporsi yang cukup besar dibandingkan hasil tangkapan tuna jenis lain.

2 Menurut data DJPT (2011) komposisi armada penangkap ikan menurut ukuran pada tahun 2010 di WPP-RI 573 didominasi oleh motor tempel sejumlah 39.658 (57%), kemudian perahu tanpa motor sejumlah 16.132 buah (23%), dan paling sedikit adalah kapal motor yaitu 13.780 buah (20%). Persentase tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar armada berukuran kecil dan hanya dapat beroperasi hingga perairan teritorial. Sementara itu, penangkapan dengan menggunakan kapal sekoci di perairan ZEE berkembang cepat dalam sepuluh tahun terakhir. Produksi ikan terbanyak dari wilayah pengelolaan penangkapan ini adalah jenis pelagis besar yaitu sebanyak 190.000 ton per tahun dengan nilai yang cenderung stagnan dari tahun 2005-2010. Dari jumlah tersebut 42.000 ton diantaranya adalah cakalang yang sebaliknya menunjukkan kecenderungan peningkatan dalam periode tersebut. Cakalang merupakan jenis tangkapan dominan kedua setelah ikan Lemuru (DJPT 2011). Hasil analisis dari data tagging yang dilakukan pada tahun 2006-2007 di Samudera Hindia menunjukkan bahwa jumlah cakalang yang tertangkap jauh lebih besar dari jenis tuna lainnya dengan laju eksploitasi yang relatif masih rendah yaitu tidak melebihi 20% pada semua jenis ukuran tangkapan (IOTC 2010). Kondisi tersebut di atas merupakan peluang yang memerlukan upaya untuk terus mengembangkan pemanfaatan ikan pelagis besar khususnya cakalang di wilayah ZEEI. Pengembangan pemanfaatan memerlukan pemahaman tentang kompleksitas perikanan tangkap. Untuk itu diperlukan berbagai informasi faktual dari berbagai aspek pengelolaan. Informasi yang diperlukan meliputi kondisi ekologi sumberdaya dan lingkungan perairan, teknologi penangkapan dan pengolahan yang digunakan, kondisi sosial dan ekonomi nelayan dan masyarakat pesisir, serta kondisi kelembagaan yang ada di suatu lokasi pemanfaatan. Informasi yang memadai terkait hal di atas akan memudahkan dalam mengetahui masalah-masalah utama yang ada sehingga rencana pemanfaatan yang dibuat dapat mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Selain membutuhkan berbagai informasi, pengelolaan perikanan tangkap juga memerlukan pemahaman tentang tingginya dinamika dan ketidakpastian dalam perikanan tangkap. Sistem perikanan mencakup subsistem sumberdaya ikan

3 dan lingkungannya, subsistem sumberdaya manusia dengan kegiatannya, dan subsistem manajemen perikanan, dimana setiap subsistem memiliki berbagai komponen. Sistem ini memiliki sifat yang dinamis dengan komponen yang berubah sepanjang waktu sehingga memerlukan pendekatan pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan, yaitu pengelolaan yang memperhatikan kompleksitas dan keterkaitan aspek ekologi, ekonomi, teknologi, sosial, serta kelembagaan. Sehubungan dengan hal di atas, pemanfaatan sumberdaya cakalang di Samudera Hindia harus dilakukan sesuai amanat dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) untuk menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan secara bertanggungjawab. Tujuan dari penerapan prinsip tersebut adalah untuk mempertahankan keberlanjutan sumberdaya cakalang dalam mendukung kesejahteraan umat manusia. Pola pemanfaatan sumberdaya yang tidak bertanggungjawab dapat menimbulkan ketidakstabilan pada salah satu aspek pengelolaan, yang secara berantai akan berdampak pada kondisi aspek lainnya. Keterkaitan tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ketidakberlanjutan pada sebuah sistem perikanan. Kegagalan dalam sebuah sistem perikanan akan diikuti oleh konsekuensi rusaknya ekosistem dengan dampak sosial dan ekonomi yang besar bagi seluruh stakeholder. Dengan demikian diperlukan analisis terhadap keberlanjutan setiap aspek pengelolaan melalui kajian yang menggunakan pendekatan kualitatif pada permasalahan yang terkait dengan aspek sosial, arah dan pola kebijakan dan teknologi, serta kajian yang sedapat mungkin menggunakan pendekatan kuantitatif pada permasalahan yang terkait pengkajian dan prediksi aspek ekologi, ekonomi, dan teknologi. Analisis tersebut diarahkan pada kondisi keberlanjutan sistem saat ini, sebagai langkah antisipatif terhadap kemungkinan terjadinya ketidakstabilan sistem yang dapat ditimbulkan oleh pengelolaan yang tidak sesuai. Hasil pengkajian akan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan untuk merumuskan tujuan dan menemukan titik keserasian antara berbagai aspek pengelolaan. Keserasian dalam keseluruhan aspek merupakan kunci untuk mencapai tujuan utama pengelolaan, yaitu menjaga kapasitas fungsional ekosistem alami sehingga tetap memberi manfaat yang berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia.

4 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Keberadaan cakalang di perairan ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur dipengaruhi oleh karakteristik oseanografi perairan, sehingga diperlukan analisis kondisi oseanografi, kondisi biomas stok cakalang, serta keterkaitan antara keduanya. 2. Semakin meningkatnya laju pemanfaatan sumberdaya cakalang di ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur oleh nelayan sekoci memerlukan analisis terhadap berbagai atribut pada setiap dimensi keberlanjutan. 3. Kompleksitas permasalahan dalam perikanan cakalang nelayan sekoci di perairan ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur memerlukan strategi pengelolaan yang memadu-serasikan berbagai aspek pengelolaan. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kondisi oseanografi perairan ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur. 2. Menganalisis kondisi biomas stok sumberdaya cakalang di perairan ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur. 3. Menganalisis keterkaitan kondisi oseanografi dengan biomas stok cakalang di perairan ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur. 4. Menganalisis status keberlanjutan pada perikanan cakalang perairan ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur berdasarkan dimensi ekologi, ekonomi, teknologi, sosial dan kelembagaan. 5. Menganalisis arahan strategi pengelolaan perikanan cakalang di perairan ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur melalui penetapan skala prioritas yang berbasis pada status keberlanjutan multidimensi. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai referensi dalam pengembangan ilmu pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan di perairan ZEEI Samudera Hindia selatan

5 Jawa Timur khususnya mengenai keterkaitan kondisi oseanografi dengan hasil tangkapan cakalang, serta mengenai analisis status keberlanjutan multidimensi. 2. Sebagai bahan perbandingan bagi pemerintah dalam menyusun strategi dan kebijakan pengelolaan sumberdaya cakalang di perairan ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur dengan menggunakan pendekatan status keberlanjutan multidimensi. 3. Sebagai salah satu acuan bagi nelayan dan pihak terkait lainnya dalam penentuan lokasi dan waktu penangkapan cakalang di perairan ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur, sehingga dapat meningkatkan pemanfaatan dengan tetap menjaga keberkelanjutannya. 1.4 Kerangka Pikir Perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia di Samudera Hindia selatan Jawa Timur termasuk dalam wilayah WPP-RI 573 yang memiliki potensi sumberdaya hayati besar yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi masyarakat di selatan Jawa Timur. Kondisi oseanografi yang spesifik menyebabkan perairan ini relatif lebih subur dibandingkan wilayah lain di WPP- RI 573. Salah satu jenis sumberdaya perikanan yang melimpah adalah cakalang yang merupakan jenis ikan pelagis besar dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ini diduga belum tinggi, sehingga masih memungkinkan peningkatan dalam pemanfaatannya. Salah satu jenis armada yang digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan cakalang di WPPRI 573 adalah kapal sekoci yang berpangkalan di PPP Pondokdadap Kabupaten Malang. Armada ini menunjukkan pertambahan jumlah yang signifikan dalam periode tahun 2001-2010. Walaupun ukuran kapal ini sedang dan alat tangkap yang digunakan tradisional, namun memiliki kehandalan untuk menangkap ikan hingga jarak 50-200 mil. Aktifitas penangkapan yang dilakukan antara 8 hingga 12 bulan dalam setahun di lokasi yang telah dipasangi alat bantu penangkapan berupa rumpon. Potensi cakalang yang besar yang disertai oleh keberadaan kapal yang mampu menjangkau wilayah ZEEI, merupakan modal dasar yang perlu disokong perkembangannya agar dapat menjadi penggerak utama perekonomian

6 masyarakat. Namun demikian, kegiatan perikanan cakalang di wilayah ini masih menghadapi berbagai permasalahan dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, kompleksitas dan dinamika permasalahan yang ada perlu dianalisis secara mendalam dan sedapat mungkin mencakup keseluruhan dimensi pengelolaan yaitu ekologi, ekonomi, teknologi, sosial dan kelembagaan. Kondisi stok cakalang merupakan dasar utama bagi keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya cakalang. Pemanfaatan stok cakalang terkait erat dengan kondisi dimensi ekonomi, teknologi, dan sosial dan kelembagaan nelayan. Interaksi antara aspek tersebut dengan stok sumberdaya yang ada akan mempengaruhi kondisi dimensi ekologi. Oleh karena itu, pemahaman dan informasi tentang kondisi dari setiap dimensi tersebut merupakan pra syarat dalam pengelolaan pemanfaatannya. Dalam konteks pengelolaan yang berkelanjutan, dimensi kelembagaan yang efektif dalam mengelola interaksi antar aspek merupakan kebutuhan utama bagi tercapainya keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya cakalang. Penilaian status keberlanjutan terhadap kegiatan pemanfaatan sumberdaya cakalang adalah bagian dari mekanisme umpan balik untuk menyediakan informasi yang diperlukan untuk membenahi permasalahan yang terdapat dalam kebijakan pengelolaan atau berfungsi sebagai pendukung dalam pengambilan keputusan (decision support tools). Prosedur penilaian meliputi analisis terhadap permasalahan-permasalahan yang mempengaruhi status keberlanjutan pada setiap dimensi pengelolaan, serta analisis terhadap status dimensi pengelolaan secara keseluruhan. Hasil penilaian akan menyediakan informasi aktual dan komprehensif tentang status keberlanjutan pemanfaatannya. Informasi tersebut selanjutnya dapat dijadikan sebagai landasan dalam menyusun kebijakan pengelolaan yang mampu menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya cakalang di perairan di ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur.

ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur Kondisi Oseanografi Kondisi Biomas Stok Cakalang Perikanan Tangkap Nelayan Sekoci PPP Pondokdadap Dimensi Ekologi Status Eksploitasi Rentang Migrasi Tingkatan Kolaps Jumlah Species Tangkapan Ukuran Ikan Tangkapan Perubahan Tingkat Tropik Konsentrasi Klorofil-a Sumberdaya Perikanan Cakalang Dimensi Ekonomi Harga Jual Kelayakan Usaha Tingkat Pendapatan Sumber Pendapatan Lain Kontribusi Terhadap PDRB Tenaga Kerja Terserap Kepemilikan Usaha Pasar Utama Subsidi Dimensi Teknologi Penanganan di Kapal Rumpon Tempat Pendaratan Ukuran Kapal Efek Samping Alat Perubahan Kapasitas Tangkap Lama Trip Pengolahan Pra-jual Dimensi Sosial Pola Kerja Rumah Tangga Nelayan Pelaku Usaha Baru Pengalaman Nelayan Status Konflik Kontribusi Pendapatan Kesadaran Lingkungan Partisipasi Keluarga Dimensi Kelembagaan Ketersediaan Aturan Lembaga Pelaksana Penegakan Aturan Pelabuhan Perikanan Pelibatan Nelayan KUD dan LKM Kelompok Nelayan IUU Fishing Analisis Status Keberlanjutan Dimensi Analisis Status Keberlanjutan Multidimensi Strategi Pengelolaan Perikanan Cakalang Berbasis Status Keberlanjutan Multidimensi Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur. 7

8 1.5 Kebaruan Penelitian Penelitian tentang kondisi oseanografi di Samudera Hindia selatan Jawa Timur telah menjadi fokus penelitian selama bertahun-tahun, diantaranya kajian mengenai upwelling di selatan Jawa selama angin muson tenggara (Purba 1995; Susanto et al. 2001), kajian tentang fluktuasi semi-annual arus Kelvin (Sprintall et al. 2000), kajian variabilitas suhu permukaan laut di selatan Jawa-Sumbawa (Gordon 1998; Qu et al.2005; Farita et al. 2006), serta Tubalawony (2008) yang mengkaji sebaran konsentrasi klorofil-a dan nutrien di perairan barat Sumatera dan selatan Jawa-Sumbawa. Penelitian yang mengkaji hubungan antara kondisi oseanografi dengan sumberdaya perikanan dilakukan oleh Gaol (2003) yaitu untuk hasil tangkapan tuna matabesar (Thunnus obesus), serta Silvia (2009) yang menganalisis daerah penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) berdasarkan suhu permukaan laut dan sebaran klorofil-a. Penelitian tentang keberlanjutan perikanan dengan menggunakan teknik Rapfish telah banyak dilakukan. Teknik ini diperkenalkan oleh Pitcher dan Preikshot (2001) yang menjelaskan metode Rapfish beserta atribut yang digunakan, Hartono et al. (2005) yangmengembangkan teknik Rapfish untuk menentukan indikator kinerja perikanan tangkap yang berkelanjutan di Indonesia, Tesfamichael dan Pitcher (2006) mengkaji status keberlanjutan perikanan di Laut Merah dengan menggunakan 44 atribut keberlanjutan, Nababan et al. (2007) menganalisis status keberlanjutan perikanan tangkap skala kecil di Kabupaten Tegal Jawa Tengah, Abdullah (2011) yang meneliti keberlanjutan perikanan pelagis di Ternate dan menyusun strategi pengembangannya, serta Allahyari (2010) memfokuskan pengkajian keberlanjutan perikanan pada aspek sosial nelayan di Provinsi Guilan Iran. Penelitian Keberlanjutan Sumberdaya Perikanan cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan ZEEI Samudera Hindia Selatan Jawa Timur menggunakan perpaduan pendekatan dalam menganalisis sumberdaya cakalang, yaitu 1) analisis keterkaitan kondisi oseanografi perairan dengan biomas stok sumberdaya cakalang; dan 2) analisis status keberlanjutan perikanan cakalang oleh nelayan sekoci berdasarkan aspek ekologi, ekonomi, teknologi, sosial dan kelembagaan, dan 3) analisis strategi dan arahan kebijakan berdasarkan status keberlanjutan

9 multidimensi. Dengan demikian penelitian ini tidak hanya dapat memberikan informasi mengenai kondisi stok sumberdaya cakalang berdasarkan kondisi oseanografi, tetapi lebih jauh dapat menyediakan perspektif komprehensif mengenai status keberlanjutan perikanan cakalang oleh nelayan sekoci di perairan ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur, serta menyediakan strategi dan arahan kebijakan yang diperlukan bagi peningkatan status keberlanjutannya. Selain itu, dalam penelitian ini pemilihan dan penilaian status keberlanjutan pada setiap dimensi dilakukan sesuai dengan kondisi aktual perikanan cakalang di ZEEI Samudera Hindia selatan Jawa Timur serta penambahan atribut pada dimensi kelembagaan yaitu pelabuhan perikanan. Ketersediaan fasilitas di suatu pelabuhan perikanan dianggap dapat menjembatani keterbatasan yang umumnya dimiliki oleh armada perikanan di Indonesia khususnya kapal sekoci, yaitu dalam ketersediaan prasarana pendukung kegiatan penangkapan serta penanganan hasil. Tingkat dukungan yang dapat disediakan di suatu pelabuhan bergantung kepada kelasnya sehingga perbedaan dalam kelas pelabuhan akan memberi pengaruh yang berbeda kepada status keberlanjutan perikanan cakalang nelayan sekoci.