1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keadaan Umum Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan Umum Lokasi Penelitian Selat Makassar sebagai wilayah perairan laut yang berada di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan, merupakan salah satu wilayah perairan yang memiliki potensi sumberdaya ikan terbang dengan produksi yang cukup besar diantara beberapa wilayah perairan laut dari beberapa propinsi lainnya di Indonesia (Tabel 1). Dilaporkan bahwa potensi lestari (MSY) sumberdaya ikan terbang di Selat Makassar berkisar antara sampai dengan ton yang dapat dikelola setiap tahunnya (Tambunan, 2005). Hasil penelitian sebelumnya melaporkan bahwa potensi lestari sumberdaya ikan terbang di Selat Makassar adalah sebesar ton per tahun dengan upaya penangkapan sebesar unit per tahun (Dwiponggo, et al.,1983), ton per tahun dengan upaya penangkapan sebesar unit (Nessa, et al., 1992), dan ton per tahun dengan unit upaya penangkapan (Ali, et al., 2005). Dari potensi lestari sumberdaya ikan terbang di daerah ini, mampu menghasilkan produksi tertinggi yang dicapai selama 5 tahun terakhir adalah sebesar ton pada tahun 2000 (Gambar 1). Sumberdaya ikan terbang di perairan Indonesia menyebar dengan potensi yang berbeda-beda. Perbedaan potensi tersebut, terlihat dengan produksi ikan terbang yang dihasilkan dari setiap wilayah yang berbeda. Produksi hasil tangkapan ikan terbang secara nasional sampai dengan tahun 2003 terbesar dihasilkan dari Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Dalam perkembangannya, produksi ikan terbang yang dihasilkan dari setiap wilayah propinsi terjadi fluktuasi, bahkan di beberapa wilayah yang sebelumnya menghasilkan ikan terbang yang cukup besar misalnya dari Riau pada tahun 1998 dan 1999, kemudian pada tahun berikutnya tidak lagi menghasilkan ikan terbang. Sebaliknya di beberapa wilayah lainnya yang sebelumnya tidak menghasilkan ikan terbang, kemudian beberapa tahun berikutnya juga menghasilkan produksi ikan terbang, misalnya dari Propinsi Bengkulu, Gorontalo, dan Maluku Utara. Hal tersebut menggambarkan bahwa di beberapa wilayah terjadi penurunan produksi ikan terbang, tetapi beberapa wilayah lainnya terjadi peningkatan produksi. Besarnya peningkatan dan penurunan produksi ikan terbang yang dihasilkan dari masing-masing wilayah, dapat disebabkan diantaranya adalah besar kecilnya upaya

2 penangkapan yang dilakukan dalam mengeksploitasi potensi sumberdaya ikan terbang di masing-masing wilayah tersebut, dan dapat pula disebabkan karena lintas perdagangan. Tabel 1 Produksi (ton) ikan terbang menurut propinsi di Indonesia tahun PROPINSI Tahun NAD Sumatera Utara R i a u Bengkulu Lampung Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur B a l i NTB NTT Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Total Produksi (Ton) , Sumber : Tambunan, MSY Eopt MSY (Ton/Tahun); Eopt (Unit Gillnet/Tahun (Dwiponggo, et al., (Nessa, et al., (Ali, 2005) Hasil Penelitian 1983) 1992) Gambar 1 Kondisi MSY sumberdaya ikan terbang di Sulawesi Selatan antara tahun

3 Propinsi Sulawesi Selatan sebagai penghasil ikan terbang terbesar secara nasional, dari tahun ke tahun juga mengalami fluktuasi produkasi ikan terbang yang dihasilkan. Produksi ikan terbang di Sulawesi Selatan dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2004 diperoleh terbesar pada tahun 2000 dengan jumlah produksi sebesar ton, kemudian pada tahun berikutnya mengalami penurunan produksi yang cukup besar yakni rata-rata sebesar 155 ton per tahun. Di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan dengan panjang garis pantai sekitar km, terdapat beberapa kabupaten dengan kontribusi produksi ikan terbang yang dominan di daerah tersebut, diantaranya adalah Kabupaten Takalar, Kabupaten Barru, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Majene, dan Kabupaten Mamuju. Kabupaten Takalar dan Kabupaten Barru berada di bagian selatan wilayah pesisir pantai barat perairan Selat Makassar, sedangkan Kabupaten Pinrang, Mamuju dan Majene berada di bagian sebelah utara. Dua kabupaten terakhir, yakni Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamuju, saat ini tidak lagi berada di dalam wilayah Propinsi Sulawesi Selatan tetapi berada dalam wilayah Propinsi Sulawesi Barat, sebagai hasil pemekaran wilayah propinsi sejak tahun Umumya nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang di daerah ini, merupakan penduduk asli yang mendiami wilayah tersebut dan berada di sepanjang pesisir pantai. Di Kabupaten Takalar, mayoritas penduduk yang mendiami wilayah itu, adalah suku Makassar. Di Kabupaten Barru yang berada di bagian sebelah utara Kota Makassar mayoritas penduduknya merupakan suku bugis. Di daerah Ujung Lero Kabupaten Pinrang, penduduk yang mendiami wilayah pesisir di daerah itu sebagian merupakan suku mandar dan sebagian lainnya adalah suku bugis. Kabupaten Majene yang merupakan lokasi penelitian yang berada di bagian paling utara, mayoritas penduduknya adalah suku mandar. Hampir sepanjang tahun kegiatan penangkapan ikan terbang di daerah itu hanya dilakukan oleh masyarakat nelayan setempat tanpa adanya komunitas nelayan dari daerah lain di sekitarnya. Pemasaran hasil tangkapan ikan terbang yang diperoleh nelayan, sebagian besar hanya diperuntukkan kepada konsumen lokal sebagai kebutuhan pangan sehari-hari. Apabila jumlah hasil tangkapan ikan melimpah, misalnya pada puncak musim penangkapan ikan terbang, sebagian hasil tangkapan ikan itu juga dipasarkan ke daerah lain di sekitarnya, terutama ke daerah-daerah dataran tinggi yang tidak memiliki laut seperti, Kabupaten Tanah 3

4 Toraja, Kabupaten Enrekang, dan sebagian daerah di Kabupaten Luwu. Walaupun jenis ikan ini bukan tergolong sebagai jenis ikan ekonomis penting, namun karena telah berlangsung lama usaha penangkapannya dan tetap diminati oleh masyarakat sehingga juga memberikan kontribusi terhadap pendapatan nelayan di daerah itu. Produksi hasil tangkapan ikan dan telur ikan terbang di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan, rata-rata mulai meningkat setiap tahunnya memasuki awal musim timur, kemudian menurun kembali memasuki awal musim pancaroba kedua, dan produksi ikan terbang terendah selama musim barat (Yahya, et al., 2001). Jumlah hasil tangkapan ikan dan telur ikan terbang setiap nelayan dalam setiap trip penangkapan tidak menentu, bergantung pada beberapa hal, diantaranya keberhasilan menemukan kawanan ikan terbang, ketepatan memasang alat penangkapan, serta kondisi cuaca dan laut pada saat itu. Hasil tangkapan ikan terbang oleh nelayan di Kabupaten Barru, dipasarkan dalam bentuk olahan sebagai ikan yang telah melalui proses penggaraman, akibat jumlah hari operasi penangkapan di laut dalam satu trip penangkapan cukup lama, yakni berkisar antara 20 sampai 30 hari (long trip). Sementara di Kabupaten Pinrang, Polmas, dan Majene, hasil tangkapan ikan terbang yang diperoleh nelayan dipasarkan dalam bentuk segar, kecuali bila pada saat itu tidak seluruh ikan hasil tangkapan nelayan terjual habis, maka dilakukan penyiangan dalam bentuk asin kering atau dalam bentuk ikan peda setelah melalui proses pemasakan. Hal itu terkait dengan kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan yang hanya menggunakan satu hari penangkapan (short trip). Berbeda halnya dengan di Kabupaten Takalar, hasil tangkapan telur ikan terbang yang diperoleh nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan dengan tujuan utama hanya untuk menangkap telurnya saja, pemasarannya adalah untuk tujuan ekspor. Telur ikan terbang yang diperoleh selanjutnya mendapatkan proses pengolahan lebih lanjut setelah sampai di darat. Ikan terbang yang diperoleh selama kegiatan penangkapan di laut, biasanya hanya dikonsumsi sendiri oleh awak kapal selama berada di laut sebagai menu alternatif. Hal ini juga terkait dengan lamanya waktu yang digunakan nelayan dalam satu trip penangkapan. Hasil tangkapan telur ikan terbang selama masih berada di laut, disimpan dalam keadaan sudah kering dan bersih dari kotoran dengan cara menyianginya sepanjang hari di atas kapal sampai terasa kering. Proses pengolahan telur ikan 4

5 terbang dari kondisi mulai dari nelayan hingga siap ekspor, ditunjukkan pada Gambar 2. (A) (B) (C) (D) Sumber : Hasil pemotretan lapang, 2004 Keterangan : Gambar 2 Tahap pengolahan telur ikan terbang. (A) Tumpukan telur ikan terbang yang telah kering dari nelayan; (B) Pengayakan telur ikan terbang dari serabut; (C) Pembersihan telur ikan terbang setelah pengayakan; dan (D) Telur ikan terbang dalam karung siap ekspor. Sebagai produk perikanan yang dihasilkan untuk tujuan utama ekspor ke beberapa negara, proses pengolahan yang dilakukan harus memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh negara konsumen. Untuk itu kualitas telur ikan terbang yang dihasilkan harus diperhatikan untuk menjamin produk tersebut mendapat respon pasar mancanegara yang baik. Dalam prakteknya, proses pengolahan ikan terbang, dilakukan mulai dari proses penjemuran hingga mencapai kadar air maksimum 5 %, mengeluarkan biji-biji telur ikan terbang dari benangnya, membersihkan dari kotoran yang masih melekat dengan sebelumnya direndam di dalam air tawar untuk menghilangkan kadar garam yang tersisa pada semua butiran telur. Pengujian sampel telur ikan terbang dilakukan di laboratorium perikanan 5

6 untuk menentukan standar mutu yang diterima oleh negara pengimpor, kemudian dikemas dalam bungkusan plastik dengan berat masing-masing 2 kg dan dimasukkan ke dalam kotak untuk dipaking sebanyak 12 bungkus Sarana dan Prasarana Penangkapan Ikan Sarana penangkapan berupa kapal penangkapan ikan yang digunakan masyarakat nelayan di dalam kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang di daerah ini, masih tergolong sederhana dengan perlengkapan di atas kapal yang sangat minim. Persentase ukuran kapal penangkapan ikan di daerah ini sampai dengan tahun 2003, masih didominasi dengan kapal-kapal perikanan tradisional berukuran kecil atau motor tempel (Gambar 3). Kapal perikanan yang digunakan memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi, namun semuanya hanya merupakan kapal kayu. Jenis kapal penangkap yang digunakan terdapat beberapa macam menurut daerah/kabupaten. Di Kabupaten Takalar dan Kabupaten Barru, nelayan menggunakan kapal penangkap dengan ukuran yang lebih besar yakni berkisar antara 8 10 GT (Lampiran 1). Hal ini dikarenakan daerah dimana kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang, umumnya berada jauh dari daerah asalnya (fishing base) dan dengan jumlah hari operasi penangkapan setiap tripnya cukup panjang (long trip) MOTOR TEMPEL 0-5 GT 5-10 GT GT Sumber : Statistik DKP Propinsi Sulawesi Selatan, Gambar 3 Persentase ukuran kapal penangkapan ikan di Sulawesi Selatan. 6

7 Peralatan di atas kapal yang digunakan nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang, juga masih sangat sederhana tanpa dilengkapi dengan peralatan navigasi seperti Global Positioning System (GPS) dan peralatan elektronik penangkapan lainnya. Dengan demikian dalam penentuan lokasi penangkapan dan posisi dimana kapal berada selama di laut, semata-mata didasarkan pada pengalaman yang diperoleh secara turun temurun. Pengalaman dalam melakukan kegiatan penangkapan selama ini, yang ditunjang dengan pengetahuan dalam melihat beberapa tanda alam yang ada di sekitar perairan, sangat menentukan keberhasilan upaya penangkapan yang dilakukan. Di Kabupaten Pinrang dan Majene, nelayan hanya menggunakan kapal penangkapan ikan yang jauh lebih kecil yakni berupa perahu sande dengan ukuran berkisar antara 2 3 GT (Lampiran 1). Kapal penangkap yang digunakan dengan ukuran kecil ini, hanya memungkinkan melakukan kegiatan penangkapan ikan terbang di sekitar perairan pantai antara 2 3 mil laut dari daerah asalnya (fishing base), dan hanya melakukan penangkapan dengan trip harian. Perbedaan ukuran kapal nelayan yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang, di dasarkan pada kemampuan menjelajahi wilayah perairan untuk penangkapan yang lebih jauh yang disebabkan faktor lokasi penangkapan (fishing ground) dengan ketersediaan stok kawanan ikan yang bervariasi menurut tujuan utama penangkapan yang dilakukan. Di Kabupaten Takalar dimana nelayan menetapkan telur ikan terbang sebagai tujuan utama kegiatan penangkapan, harus mampu menjelajahi daerah penangkapan yang lebih jauh, karena pada daerah itu diperkirakan merupakan daerah peneluran bagi ikan terbang yang telah memasuki masa pemijahan. Hal itu juga dasarkan pada hasil pengalaman penangkapan telur ikan terbang yang selama ini dilakukan oleh masyarakat nelayan setempat. Wilayah perairan yang umumnya digunakan nelayan dari Kabupaten Takalar untuk menangkap telur ikan terbang, berada jauh dari daerah asalnya (fishing base) bahkan harus ditempuh selama 10 sampai 12 jam berlayar. Alat penangkapan ikan dan telur ikan terbang yang digunakan oleh nelayan di daerah ini, adalah berupa jaring insang hanyut permukaan/jihp (surface drift gillnet) untuk penangkapan ikan terbang dan berupa bubu hanyut permukaan/bhp (surface drift traps) atau bale-bale sebagai tempat peneluran untuk penangkapan telur ikan terbang (Lampiran 2). Jumlah alat penangkapan ikan baik JIHP maupun 7

8 BHP dari tahun ke tahun mengalami flukt uasi. Jumlah kedua jenis alat penangkapan ini sampai pada tahun 2003, tercatat sebanyak unit JIHP dan 755 unit BHP (Gambar 4). 755 JIHP BHP Sumber : Statistik DKP Propinsi Sulawesi Selatan, Gambar 4 Jumlah alat tangkap JIHP dan BHP di Sulawesi Selatan Sumberdaya Ikan Terbang Sumberdaya perikanan pelagis kecil, merupakan salah satu potensi sumberdaya perikanan yang paling melimpah di perairan Indonesia. Sumberdaya ini merupakan sumberdaya neritik, karena penyebarannya berada di sekitar perairan pantai dan dapat membentuk biomassa yang sangat besar. Ikan terbang (Exocoitidae) merupakan salah satu potensi perikanan pelagis kecil di Indonesia yang pemanfaatannya cukup besar terutama pada peraiaran kawasan Indonesia bagian timur, sehingga merupakan salah satu bagian kegiatan penangkapan ikan yang cukup penting di daerah ini. Jumlah spesies ikan terbang yang tersebar baik di perairan tropis maupun subtropis sebagai salah satu sumberdaya perikanan pelagis kecil, diketahui berkisar antara spesies (Nelson, 1994), di perairan Pasifik terdapat sebanyak 31 spesies (Parin, 1999), dan di perairan Indonesia terdapat sebanyak 18 spesies (Hutomo, et al., 1985), serta di perairan Selat Makassar dan Laut Flores ditemukan sebanyak 11 spesies (Nessa, et al., 1977). Penyebaran populasi ikan terbang tersebar di beberapa wilayah perairan Indonesia, selain di Selat makassar dan Laut 8

9 Flores, juga banyak ditemukan di wilayah perairan lainnya. Hutomo et al. (1985) mengemukakan bahwa penyebaran populasi ikan terbang di perairan Indonesia dapat dijumpai di wilayah perairan bagian barat maupun di bagian timur. Beberapa wilayah perairan yang merupakan wilayah distribusi ikan terbang di Indonesia antara lain : Selat Makassar, Laut Flores, Laut Banda, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Sawu, Teluk Tomini, dan Laut Jawa. Lokasi penangkapan ikan terbang yang cukup potensil dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan tradisional adalah perairan pesisir pantai barat Sulawesi Selatan (Selat Makassar). Produksi hasil tangkapan ikan terbang di daerah ini tertinggi dicapai pada tahun 2000 yakni sebesar 9.580,7 ton (DKP Propinsi Sulawesi Selatan, 2000). Produksi jenis ikan ini yang lebih penting, adalah telur yang dihasilkan merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan Sulawesi Selatan yang cukup nyata. Komoditi perikanan ini selain memiliki nilai jual yang cukup tinggi, juga mendapat respon pasar mancanegara yang cukup baik, terutama Jepang, Eropa dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya dapat menghasilkan devisa yang cukup besar, bahkan menempati urutan ke dua setelah tuna dan udang. Pada tahun 2000 dimana produksi telur ikan terbang di Sulawesi Selatan dicapai tertinggi sebesar 946,9 ton. Dari jumlah produksi ini jika diasumsikan harganya stabil pada kisaran Rp per kg, maka dapat menghasilkan devisa sebesar Rp (Seratus tiga belas milyar enam ratus dua puluh delapan juta rupiah) atau sekitar US$ 11 juta. Produksi hasil tangkapan ikan dan telur ikan terbang pada tahun berikutnya sampai dengan tahun 2003, rata-rata terus mengalami penurunan setiap tahunnya masing-masing sebesar 40,7% untuk produksi ikan terbang dan sebesar 72.7% untuk produksi telur ikan terbang. Penurunan jumlah produksi yang dihasilkan terutama telur ikan terbang yang sangat drastis, diduga dipengaruhi oleh rendahnya kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang selama ini fokus melakukan kegiatan penangkapan telur ikan terbang, sebagai akibat menurunnya harga penjualan secara drastis pada tingkat nelayan dari sekitar Rp per kg berat kering pada tahun 2000 menjadi sekitar Rp memasuki tahun 2001 sampai sekarang. Pada tingkat harga yang seperti itu, nelayan masih belum bisa mendapatkan keuntungan dari besarnya nilai pengeluaran setiap tripnya, yakni ratarata berkisar antara 3 5 juta rupiah. Selain hal itu, juga diduga telah terjadi tingkat 9

10 eksploitasi yang tinggi, menyebabkan tekanan eksploitasi ini cenderung melebihi kemampuan rekruitmen stok ikan tersebut. Penyebaran dan pergerakan kawanan ikan terbang di perairan Selat Makassar, diduga dipengaruhi oleh pergerakan dan dinamika massa air di perairan itu. Pergerakan dan dinamika massa air di perairan ini, diketahui dipengaruhi oleh pola siklus musim (monsoon) yang terjadi setiap tahunnya dan besarnya limpahan massa air yang mengalir dari Samudera Pasifik. Hal itu menyebabkan massa air di perairan ini menjadi sangat dinamis dengan potensi perikanan yang beragam menjadi penting. Secara geografis dipengaruhi oleh pergerakan arus massa air dari Samudera Pasifik dari utara ke selatan dan sedikit luapan massa air dari Laut Jawa dan Laut Flores di bagian selatan Selat Makassar. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap pola arus yang ada terlihat bahwa, perairan Selat Makassar lebih banyak menerima masukan massa air yang berasal dari Samudera Pasifik dibandingkan dengan dari Samudera Indonesia (Susanto, et al., 2000). Kondisi geografis perairan seperti itu dengan sirkulasi massa air dan pola angin yang bertiup di bagian selatan Selat Makassar, sangat memungkinkan untuk terjadinya penaikan massa air (Upwelling) antara bulan Juni, Juli, dan Agustus setiap tahunnya (Illahude, 1978). Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Gordon dan Susanto (1999), diketahui bahwa proses upwelling di perairan tersebut sering dijumpai terjadi pada musim timur. Hal itu ditandai dengan terjadinya penurunan suhu dan konsentrasi oksigen terlarut, namun sebaliknya terjadi peningkatan nilai salinitas dan kadar zat hara di daerah itu, dibandingkan dengan wilayah perairan sekitarnya. Kondisi seperti itu adalah sangat mungkin diakibatkan oleh adanya proses penaikan massa air dari lapisan bawah ke lapisan permukaan yang membawa sejumlah massa air yang relatif dingin tapi dengan kadar zat hara yang tinggi. Kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan terbang di daerah ini, dilakukan oleh nelayan tradisional dengan skala usaha yang masih sangat sederhana. Apabila kegiatan penangkapan ikan seperti ini tidak dibarengi dengan upaya pembinaan yang memadai di dalam kerangka pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan, dikhawatirkan sumberdaya ikan tersebut akan mengalami tekanan eksploitasi yang berlebihan, sehingga dapat mengancam kelestarian sumberdaya ikan ini di masa yang akan datang. Selain dengan tujuan agar kegiatan penangkapan ikan dan telur ikan tersebut, dapat dilakukan dengan 10

11 optimal sesuai dengan potensi yang ada. Dengan demikian menjadi sangat penting untuk dilakukan studi yang berkaitan dengan perikanan ikan terbang di Selat Makassar, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan menyeluruh tentang usaha perikanan ikan terbang yang ada, sifat-sifat dinamika biofisik, pola penyebaran dan tingkah laku ikan, serta musim dan daerah penangkapan ikan yang potensil, dalam hubungannya dengan dinamika massa air Selat Makassar dan karakteristik oseanografi yang ada di dalamnya. 1.2 Masalah Penelitian Perikanan ikan terbang di Selat Makassar merupakan salah satu kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan di sepanjang pesisir pantai barat Sulawesi Selatan dengan skala usaha penangkapan tradisional yang ditandai dengan kapal penangkapan yang berukuran kecil dan peralatan penangkapan yang sederhana. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan, berlangsung di sekitar perairan pantai dengan jangkauan daerah penangkapan yang masih terbatas. Pemanfaatan sumberdaya ikan terbang di daerah ini, masih dilakukan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh secara turun temurun yang belum dibarengi dengan upaya pengelolaan yang memadai. Apabila kondisi ini dibiarkan berlangsung dalam jangka panjang, dan jika setiap tahunnya juga terjadi penambahan upaya pemanfaatan (effort), maka dikhawatirkan akan menimbulkan ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan tersebut. Agar di satu pihak sumberdaya ikan ini dapat dimanfaatkan dengan optimal, dan di lain pihak kegiatan penangkapan yang dilakukan tidak memberikan tekanan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya dan lingkungannya, maka diperlukan suatu kajian yang mendalam untuk mendapatkan suatu model prediksi pengelolaan yang baik. Model pengelolaan ini, diharapkan diperoleh melalui studi yang mendalam antara beberapa aspek yang diduga saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Kajian studi ini meliputi aspek dinamika biofisik sumberdaya ikan yang diamati dan keterkaitannya dengan aspek lingkungan perairan sebagai habitatnya. Berdasarkan hasil studi pustaka dari beberapa literatur serta hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diantaranya ditemukan : (1) Terdapat kecenderungan penangkapan ikan oleh nelayan pemanfaat yang tidak memberikan kesempatan ikan tersebut melakukan regenerasi sebelum 11

12 ditangkap, terutama bagi ikan yang telah siap memijah (Nessa, et al., 1977; Hutomo, et al., 1985, dan Ali, et al., 2004a). (2) Terdapat sejumlah ikan hasil tangkapan yang berada dalam kondisi siap memijah terutama selama periode musim timur pada daerah penangkapan bagian selatan Selat Makassar (Dwiponggo, et al., 1983; Hutomo, et al., 1985; Ali, et al., 2004b; dan Ali, et al., 2005); (3) Terjadi pergerakan kawanan ikan terbang (flying fish schooling movement) menurut musim, yaitu pada peralihan musim barat timur, musim timur dan peralihan musim timur barat (Yahya, et al., 2001); Dengan demikian dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dikaji secara mendalam, di dalam kerangka pemanfaatan sumberdaya perikanan ikan terbang yang optimal, lestari dan bertanggung jawab (responsible and sustainable fisheries), yakni : (1) Pengaruh beberapa faktor dinamika biofisik jenis ikan tersebut, musim dan daerah penangkapan yang berkaitan dengan kondisi fisika-kimia perairan dalam hubungannya dengan upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan ikan terbang di wilayah studi; (2) Hubungan antara kondisi fisika-kimia perairan terhadap pergerakan kawanan ikan tersebut, termasuk kaitannya dengan periode musim dan daerah penangkapan yang selanjutnya dapat direkomendasikan sebagai daerah pemanfaatan dan atau daerah konservasi bagi ikan tersebut; (3) Faktor-faktor yang berkaitan dengan usaha pengelolaan perikanan ikan terbang dengan kemungkinan pengaturan kebijakan pengelolaan di masa yang akan datang untuk menjadikan usaha perikanan ikan terbang sustainable. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui distribusi spasial dan temporal ikan terbang berdasarkan hasil tangkapan di wilayah penelitian menurut musim dan daerah penangkapan; (2) Mengetahui distribusi biodinamika ikan yang tertangkap berupa : ukuran panjang, berat dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) menurut musim dan daerah penangkapan; (3) Mengetahui hubungan antara kondisi fisik-kimia perairan dengan pergerakan kawanan ikan menurut periode musim dan daerah penangkapan. 12

13 (4) Memprediksi lokasi penangkapan ikan terbang potensil di Selat Makassar menurut periode musim dan daerah penangkapan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai : (1) Salah satu sumber informasi dalam menentukan musim dan daerah penangkapan ikan terbang yang tepat untuk perikanan ikan terbang di perairan pantai barat Sulawesi Selatan; (2) Salah satu rujukan untuk perumusan kebijakan pengelolaan perikanan ikan terbang di perairan pesisir pantai barat Sulawesi Selatan di masa yang akan datang; (3) Salah satu sumber bahan pertimbangan untuk melakukan tindakan konservasi jika diperlukan untuk pengelolaan ikan terbang menurut musim dan daerah penangkapan. 1.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka diajukan beberapa hipotesis, yakni : (1) Sebaran, migrasi dan pola penyebaran ikan terbang di Selat Makassar dipengaruhi oleh kondisi dinamika biofisik ikan, massa air dan karakteristik oseanografi perairan; (2) Sebaran hasil tangkapan ikan terbang di Selat Makassar, dipengaruhi oleh musim dan daerah penangkapan; (3) Sebaran musim dan daerah penangkapan ikan terbang di Selat Makassar mengikuti sebaran dan dinamika massa air serta karakteristik oseanografi perairan tersebut. 1.5 Kerangka Pemikiran Untuk memecahkan masalah penelitian seperti yang telah diuraikan di atas, maka di dalam penelitian ini dilakukan pendekatan melalui studi dan kajian terhadap sejumlah faktor internal (internal factors), yakni faktor dinamika biofisik ikan terbang dan sejumlah faktor eksternal (external factors) yakni kondisi fisika-kimia perairan, sebaran musim dan daerah penangkapan yang berkaitan dengan upaya pengelolaan ikan terbang di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan (Selat Makassar), dengan skema pendekatan pemecahan masalah seperti pada Gambar 5. 13

14 Gambar 5 Diagram kerja dan pendekatan pemecahan masalah penelitian. 14

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

STUDI TENTANG PERIKANAN IKAN TERBANG DI SELAT MAKASSAR MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA BIOFISIK, MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN MUHAMAD ALI YAHYA

STUDI TENTANG PERIKANAN IKAN TERBANG DI SELAT MAKASSAR MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA BIOFISIK, MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN MUHAMAD ALI YAHYA STUDI TENTANG PERIKANAN IKAN TERBANG DI SELAT MAKASSAR MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA BIOFISIK, MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN MUHAMAD ALI YAHYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam amanat Undang-Undang No 31/2004 diberikan tanggungjawab menetapkan pengelolaan sumberdaya alam Indonesia untuk kepentingan seluruh masyarakat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

ZONASI PENANGKAPAN IKAN TERBANG DI SELAT MAKASSAR SEBAGAI SOLUSI MENGATASI ANCAMAN KEPUNAHAN

ZONASI PENANGKAPAN IKAN TERBANG DI SELAT MAKASSAR SEBAGAI SOLUSI MENGATASI ANCAMAN KEPUNAHAN ZONASI PENANGKAPAN IKAN TERBANG DI SELAT MAKASSAR SEBAGAI SOLUSI MENGATASI ANCAMAN KEPUNAHAN (Fishing Capture Zoning of Flying Fish in Makassar Strait as an Overcome Destruction Threat Solution) Muhamad

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km 2 dan zona ekonomi ekslusif (ZEE)

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Tobelo 4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo 1) Letak geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat 0 o 40

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac. KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta rinda@ut.ac.id ABSTRAK Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh dikawasan

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Selat Makassar merupakan perairan laut yang berada di antara Pulau Sulawesi dan Pulau Kalimantan serta Samudera Pasifik di sebelah utara dan Laut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.508 buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 44 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Selat Malaka Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dan merupakan satu bagian dengan dataran utama Asia serta

Lebih terperinci

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009 32 6 PEMBAHASAN Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai adalah kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.49 Tahun 1999. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Selat Sunda secara geografis menghubungkan Laut Jawa serta Selat Karimata di bagian utara dengan Samudera Hindia di bagian selatan. Topografi perairan ini secara

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus Lintas Indonesia atau ITF (Indonesian Throughflow) yaitu suatu sistem arus di perairan Indonesia yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus macarellus) merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang tersebar luas di perairan Indonesia.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN 1.1.1. Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, 2006. Menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : FRANSISKUS LAKA L2D 301 323 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang merupakan salah satu sumberdaya hayati laut bernilai ekonomis tinggi karena memiliki daging yang gurih dan lezat, hampir 80 % bagian tubuhnya merupakan bagian yang dapat

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak

seine yang digunakan sebagai sampel, ada 29 (97%) unit kapal yang tidak 5 PEMBAHASAN Hasil penghitungan pemanfaatan kapasitas penangkapan dengan menggunakan single output (total tangkapan) berdasarkan bulan ( Agustus 2007 Juli 2008) menunjukkan bahwa hanya ada 1 2 unit kapal

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya memiliki 570 jenis spesies ikan tawar dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu jenis ikan endemik

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK Indri Ika Widyastuti 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia masih didominasi oleh perikanan rakyat dengan menggunakan alat tangkap yang termasuk kategori sederhana, tidak memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perikanan purse seine di pantai utara Jawa merupakan salah satu usaha perikanan tangkap yang menjadi tulang punggung bagi masyarakat perikanan di Jawa Tengah, terutama

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Angin Di perairan barat Sumatera, khususnya pada daerah sekitar 2, o LS hampir sepanjang tahun kecepatan angin bulanan rata-rata terlihat lemah dan berada pada kisaran,76 4,1

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Potensi Terumbu Karang Luwu Timur Kabupaten Luwu Timur merupakan kabupaten paling timur di Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malili sebagai ibukota kabupaten. Secara geografis Kabupaten Luwu Timur terletak

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas usaha perikanan tangkap umumnya tumbuh di kawasan sentra nelayan dan pelabuhan perikanan yang tersebar di wilayah pesisir Indonesia. Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi Perikanan Indonesia dapat diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2003 telah mencapai 4.383.103 ton, dan tahun 2004 tercatat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh.

MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh. 1 MENGAPA PRODUKSI TANGKAPAN IKAN SARDINE DI PERAIRAN SELAT BALI KADANG MELEBIHI KAPASITAS PABRIK YANG TERSEDIA KADANG KURANG Oleh Wayan Kantun Melimpahnya dan berkurangnya ikan Lemuru di Selat Bali diprediksi

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA OLEH : Dr. Kunarso FOKUSED GROUP DISCUSSION CILACAP JUNI 2016 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Dalam Purwanto

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 159-168 ISSN 2087-4871 POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dilakukannya penelitian, batasan masalah dalam penelitian, serta pada bagian akhir sub bab juga terdapat sistematika penulisan

Lebih terperinci