VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu"

Transkripsi

1 VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder kemudian dipetakan dalam sebuah gambar seperti terlihat pada Gambar 6. Berdasarkan pemetaan tersebut dapat terlihat bahwa stakeholder yang paling dominan dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, sedangkan stakeholder yang paling lemah adalah aparat desa dan perbankan. Tabel 23. Identifikasi Stakeholder Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Pelabuhanratu No Stakeholder Kepentingan Pengaruh 1 Industri Pengolahan Ikan 3,4 1,6 2 Kementerian Kelautan dan Perikanan RI 3,2 3,8 3 Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Jabar 3,2 3,6 4 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Sukabumi 5,0 4,5 5 KUD Mina 3,5 3,5 6 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu 3,7 3,8 7 Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan 4,2 3,8 dan Perikanan Pelabuhanratu 8 Perguruan tinggi 3,2 4,0 9 Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kab. 4,3 3,8 Sukabumi 10 Kelompok Pengelola Rumpon 4,5 4,6 11 TPI 4,6 4,4 12 Bakul 4,9 4,4 13 Juragan/taweu 5,0 5,0 14 POKMASWAS 4,6 4,5 15 Aparat Desa 2,2 2,0 16 Perbankan 2,7 1,7 17 LEPP-M3R 2,7 2,5 18 Polisi Perairan 2,5 3,7 Sumber: Data Primer 2012, diolah

2 Pemetaan Stakeholder Kepentingan KUADRAN A (SUBJEK) KUADRAN B (PEMAIN) 3 2 KUADRAN C (PENONTON) KUADRAN D (AKTOR) Pengaruh 4 5 Keterangan: 1 = Indusitri Pengolahan Ikan 10 = Kelompok Pengelola Rumpon 2 = KKP RI 11 = TPI 3 = DKP Jawa Barat 12 = Bakul 4 = DKP Sukabumi 13 = Juragan/Taweu 5 = KUD Mina 14 = POKMASWAS 6 = PPNP 15 = Aparat Desa 7 = SatKer PSKPP 16 = Perbankan 8 = Perguruan Tinggi 17 = LEPP-M3R 9 = HNSI 18 = Polisi Perairan Gambar 6. Pemetaan Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Di Perairan Pelabuhanratu Berdasarkan hasil pemetaan aktor menurut derajat kepentingan dan pengaruhnya dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 6. Kuadran A (Subjek) ditempati oleh industri pengolahan sumberdaya ikan. Artinya, kelompok ini memiliki kepentingan tinggi dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu, akan tetapi tidak langsung terlibat (kurang terlibat) dalam pengambilan dan perumusan berbagai kebijakan 80

3 pengelolaan sumberdaya ikan tersebut. Kelompok ini memiliki ketergantungan tinggi dalam hal kepentingan ekonomi yang sangat dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu, yaitu untuk menjaga keberlangsungan industri pengolahan sumberdaya ikannya. Kuadran B (Pemain) dalam hal ini ditempati oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu termasuk Syahbandar Pelabuhanratu, Perguruan Tinggi, KUD Mina, Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi, Kelompok Masyarakat Pengawas Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu (POKMASWAS), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Bakul, Juragan/Taweu, dan Kelompok Pengelola Ikan Lainnya seperti Kelompok Pengelola Rumpon. Kelompok ini dinilai memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu termasuk dalam hal perumusan berbagai peraturan baik formal maupun non-formal. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan kecil, nelayan mengatakan bahwa tingkat kesejahteraan dan ekonomi mereka biasa saja. Nelayan pemilik yang lebi berkuasa dalam menikmati sumberdaya ikan di Pelabuhanratu. Hal ini menunjukkan bahwa stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengelolaan sumberdaya ikan belum benar-benar melaksanakan fungsinya. Didukung juga dengan belum adanya pengendalian kondisi supply dan demand sumberdaya ikan itu sendiri. 81

4 Kuadran C (Penonton) dalam analisis ini ditempati oleh aparat desa, Perbankan, dan LEPP-M3R. Kelompok ini dinilai tidak terlalu memiliki kepentingan dan pengaruh terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Aparat desa dapat mencari sumber perekonomian desa lainnya seperti kegiatan pertanian di sekitar desa selain kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Sedangkan Perbankan dan LEPP-M3R dapat mengembangkan aktivitas usahanya agar tidak tergantung pada keberadaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Kuadran D (Aktor) ditempati oleh polisi perairan. Kelompok ini dinilai memiliki pengaruh tinggi dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Namun, kelompok ini tidak memiliki kepentingan yang tinggi terhadap sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sangat mempengaruhi pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu tersebut. Berdasarkan pemetaan stakeholder tersebut, sangatlah penting proporsi keterlibatan stakeholder yang tepat. Stakeholder- stakeholder yang dilibatkan dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu dibagi dua, yaitu stakeholder yang harus dilibatkan secara langsung dan stakeholder yang tidak harus dilibatkan secara langsung yang dipisahkan oleh garis diagonal pada Gambar 6. Stakeholder yang harus dilibatkan secara langsung meliputi: Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu termasuk Syahbandar Pelabuhanratu, Perguruan Tinggi, KUD Mina, Satuan Kerja Pengawasan 82

5 Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi, Kelompok Masyarakat Pengawas Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu (POKMASWAS), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Bakul, Juragan/Taweu, Kelompok Pengelola Ikan Lainnya seperti Kelompok Pengelola Rumpon, dan Polisi Perairan. Sedangkan stakeholder yang tidak harus dilibatkan secara langsung diantaranya, Perbankan, Aparat Desa, LEPP-M3R, dan industri pengolahan sumberdaya ikan. Stakeholder-stakeholder ini harus tetap dilibatkan secara tidak langsung, misalnya melalui mendengar pendapat. Stakeholder yang harus dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu dapat dikelompokkan berdasarkan hirarkinya menjadi lima kelompok. Pertama, kelompok nelayan yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok nelayan formal dan kelompok nelayan informal. Kelompok nelayan formal adalah kelompok yang secara formal terdaftar sebagai organisasi nelayan di pemerintahan dan memiliki badan hukum. Kelompok ini antara lain kelompok pengelola rumpon, kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) sumberdaya ikan, dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Sedangkan kelompok nelayan informal adalah kelompok yang secara formal tidak terdaftar sebagai kelompok nelayan di pemerintahan dan tidak memiliki badan hukum. Kelompok ini juga tidak menjadi anggota dari kelompok nelayan yang ada. Namun, keberadaan kelompok nelayan informal ini dianggap sangat berpengaruh terhadap pengelolaan sumberdaya ikan di Peraran Pelabuhanratu. Biasanya kelompok ini diketuai dan dimotori oleh seorang Juragan/Taweu. 83

6 Kedua, tingkat pemerintah, yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu (PPNP), dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengatur bahwa pemerintah kabupaten memiliki kewenangan pengelolaan sumberdaya ikan di wilayah perairan sekurang-kurangnya tiga perempat dari batas kewenanan Pemerintah Provinsi (12 mil). Ketiga, kelompok usaha/swasta. Kelompok ini umumnya ditempati oleh para bakul dan KUD Mina. Keberadaan kelompok swasta ini sangat bermanfaat bagi para nelayan, terutama dalam pengembangan modal usaha. Keempat, kelompok akademisi. Kelompok ini terdiri dari perguruan tinggi yang berada di sekitar Kabupaten Sukabumi. Kelima, kelompok keamanan yang ditempati oleh polisi perairan. Sebagian dari kelima kelompok tersebut sudah ada yang tidak berjalan sesuai fungsi dan kepentingannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan staf Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu (PPNP) mengatakan bahwa KUD Mina tidak berfungsi dengan efektif. Sehingga sejak tahun 2011 Pengelolaan TPI telah diambil alih oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, yang sebelumnya dikelola oleh KUD Mina Fungsi dan Peran Masing-Masing Aktor/Stakeholder Hasil analisis aktor (stakeholder) pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu menatakan bahwa masing-masing aktor memiliki peran dan 84

7 kepentingan yang berbeda-beda. Akan tetapi, hubungan antar aktor tesebut harus tetap dijaga karena sangan menentukan dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu Kelompok Nelayan Formal lain: Kelompok nelayan formal memiliki peran dalam beberapa kegiatan, antara 1. Kelompok Pengelola Rumpon berperan dalam mengelola rumpon yang ada di Perairan Pelabuhanratu. 2. Kelompok Masyarakat Pengawas Sumberdaya Ikan (POKMASWAS) berperan dalam pengawasan sumberdaya ikan di lapangan. POKMASWAS dibentuk atas inisiatif masyarakat nelayan yang difasilitasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. POKMASWAS juga berperan sebagai mediator antara masyarakat nelayan dengan pemerintah/petugas. 3. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) berperan sebagai mediator antara nelayan yang menajdi anggotanya dengan pihak-pihak yang berkepentingan, khususya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Pihak Perbankan, dan Pihak Swasta Kelompok Nelayan Informal Kelompok nelayan informal di Perairan Pelabuhanratu berperan dalam mengkoordinir nelayan-nelayan di luar angota kelompok nelayan formal. Kelompok nelayan informal ini dianggap sangat berperan dalam menjaga konflik pemanfaatn 85

8 sumberdaya ikan. Kelompok nelayan informal ini umumnya dikoordinir oleh para seuseupuh (orang yang dituakan) nelayan di sekitar Perairan Pelabuhanratu. Akan tetapi, selama ini kelompok nelayan informal ini belum banyak dilibatkan dalam pelaksanaan program pembangunan kelautan dan perikanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kelompok Pemerintah Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (KKP-RI) berperan dalam mengatur aktivitas Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu (PPNP) dan Satuan Pengawasan Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu. Lembaga ini merupakan perpanjangan kepentingan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI di Perairan Pelabuhanratu. Kedua lembaga ini berada di bawah Direktorat Jenderal yang berbeda. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, sedangkan Satuan Pengawasan Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Peraturan 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan mengatakan bahwa Pelabuhan Perikanan Nusantara berperan dalam mengatur kapal ikan yang datang dan pergi dari pelabuhan. Pelabuhan Perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran.daerah operasional kapal ikan yang dilayani oleh PPNP tidak hanya mencakup wilayah 86

9 perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Berdasarkan keputusan menteri tersebut, Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi empat kategori utama. Kategori tersebut antara lain: PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera) PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara) PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) PPI (Pelabuhan Perikanan Ikan) Kategori ini menurut kapasitas dan kemampuan masing-masing pelabuhan dalam menangani kapal yang datang dan pergi serta letak dan posisi pelabuhan. Karakteristik kelas pelabuhan perikanan tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Karakteristik Kelas Pelabuhan Perikanan No Kriteria Pelabuhan PPS PPN PPP PPI 1 Daerah operasional kapal ikan yang dilayani 2 Fasilitas tambat/labuh kapal 3 panjang dermaga, dan kedalaman kolam Wilayah laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan laut lepas Wilayah laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial perairan pedalaman dan perairan kepulauan > 60 GT > 30 GT > 10 GT > 3 GT > 300 m dan >minus 3 m > 150 m dan > minus 3 m > 100 m dan > minus 2 m > 50 m dan > minus 2 m > 20 kapal (60 GT) 4 Kapasitas menampung kapal >100 kapal (6.000 GT) > 75 kapal (2.250 GT) > 30 kapal (300 GT) 5 Ekspor ikan Ya Tidak Tidak Tidak 7 Memiliki industri Ya Ya Tidak Tidak perikanan Sumber: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Peraturan 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan 87

10 Pemerintah daerah memiliki peran yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu yang terdiri dari beberapa instansi, diantaranya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. Peran Pemerintah Daerah antara lain adalah: 1. Membuat berbagai regulasi dan strategi implementasinya yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu, 2. Mediator antara pihak nelayan dengan pihak swasta dalam pengembangan usaha perikanan para nelayan, 3. Membina kelompok-kelompok pengawas dan kelompok nelayan dalam upaya membangun perikanan secara berkelanjutan, 4. Mengatur dan membuat berbagai perizinan yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu, 5. Mengatur aktivitas di Pelabuhan Perikanan Indonesia (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), 6. Memberdayakan kegiatan ekonomi masyarakat pesisir, khususnya nelayan di sekitar Pelabuhanratu. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 32 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sukabumi, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintah Daerah dan tugas pembantuan di bidang kelautan dan perikanan. Untuk 88

11 melaksanakan tugas pokok tersebut, berdasarkan Peraturan Bupati Sukabumi Nomor 49 Tahun 2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas dan Perikanan Kabupaten Sukabumi melakukan fungsi antara lain: 1. Penyusunan rencana dan program kerja di bidang kelautan dan perikanan, 2. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang kelautan dan perikanan, 3. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan tugas kesekretariatan, bidang pengendalian sumberday kelautan dan perikanan, bidang perikanan budidaya, bidnag pengolahan dan pemasaran hasil kelautan, dan bidang perikanan tangkap, 4. Pelaksanaan tugas pembantuan di bidang kelautan dan perikanan, 5. Pembinaan dan pengolahan administrasi, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan kesiapan, 6. Pemberian rekomendasi teknis untuk penerbitan perizinan oleh dinas terkait, 7. Pembinaan pengelolaan wilayah konservasi kelautan dan perikanan, 8. Pengawasan dan pengendalian teknis pasca penerbitan perizinan, 9. Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Daerah, 10. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan unit kerja lain, 11. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan tugas, 12. Pelaporan hasil pelaksanaan tugas 89

12 Kelompok Usaha/Swasta Kelompok usaha/swasta memiliki peran sebagai berikut: 1. Koperasi Unit Desa (KUD) Mina dahulunya berperan dalam mengelola pelelangan hasil tangkap nelayan. Akan tetapi sejak tahun 2011 pengelolaan pelelangan ikan telah diambil alih langsung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. Saat ini KUD Mina hanya berperan dalam menyalurkan kebutuhan logistik kapal-kapal perikanan yang beroperasi si Perairan Pelabuhanratu. 2. Bakul berperan dalam pemasaran hasil tangkapan nelayan di sekitar Perairan Pelabuhanratu. Hasil tangkapan nelayan kecil umumnya ditampung oleh para bakul yang ada di sekitar Perairan Pelabuhanratu. Bakul akan mamasarkan ikan hasil tangkapan nelayan ke konsumen dan para pengolah hasil perikanan yang ada di wilayah Pelabuhanratu. Selain membeli hasil tangkapan nelayan, sebagian besar bakul juga memberikan pinjaman kepada para nelayan Kelompok Keamanan Polisi perairan Pelabuhanratu berperan dalam menangani berbagai permasalahan kriminal atau konflik yang terjadi di sekitar Perairan Kabupaten Sukabumi termasuk Perairan Pelabuhanratu. Polisi juga berperan dalam menjalankan aktivitasnya dengan bekerjasama dengan Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu dan Kelompok Masyarakat Pengawas. 90

13 7.3. Keterkaitan Antar Aktor Berdasarkan kerangak berpikir Ostrom (1990), aktor-aktor dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu yang tergolong dalam level penentu kebijakan (collective choice level) antara lain, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. Kelompok ini berperan dalam menyusun dan menentukan kabijaka dan aturan main formal dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Sedangkan yang tergolong dalam level operasional (operational choice level) yaitu, kelompok usaha/swasta, kelompok nelayan formal, dan kelompok nelayan informal. Berdasarkan hasil analisis aktor pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu diperoleh bahwa selama ini masing-masing aktor dalam menjalankan perannya didasarkan pada keputusan masing-masing aktor. Hal ini disebabkan belum adanya suatu lembaga yang khusus untuk mengkoordinasikan masing-masing kepentingan aktor. Hal ini menyebabkan sering terjadinya konflik kepentingan dalam menjalankan ativitasnya. 91

14 Collective Choice Level Perguruan Tinggi Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Dinas Kelautan dan Perikanan Kelompok Pemerintah Dinas Kelautan dan Perikanan Kelompok Usaha/Swasta Operational Choice Level Kelompok Nelayan Formal Kelompok Nelayan Informal Gambar 7. Keterkaitan Antar Aktor Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Perairan Pelabuhanratu Keterangan: : Garis Koordinasi : Garis Penyaluran Dana : Garis Konflik Aktor pemerintah seharusnya dapat menyatukan masing-masing kepentingan aktor, akan tetapi sampai saat ini belum dapat dilakukan secara optimal. Selama ini, pemerintah lebih cenderung bekerjasama dengan kelompok masyarakat formal daklam menjalankan program kerjanya. Sementara kelompok masyarakat informal jarang dilibatkan dalam progam kerja pemerintah, padahal kekuatan kelompok masyarakat informal yang umumnya dikendalikan oleh tokoh-tokoh seuseupuh nelayan di Pelabuhanratu harusnya bias dimanfaatkan. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi juga diharapkan dapat menjembatani para aktor di tingkat masyarakat dalam menyalurkan aspirasinya, akan tetapi sampai saat 92

15 ini dinilai masih kurang optimal. Hal ini mengakibatkan munculnya beberapa kelompok nelayan yang tidak percaya terhadap keberadaan HNSI bahkan tidak mengakuinya. Nelayan kecil umunya memandang bahwa HNSI hanya berpihak kepada para pengusaha perikanan dan pemilik kapal. Sehingga tidak jarang programprogram pemerintah untuk nelayan melalui HNSI cenderung hanya dinikmati oleh para pengusaha dan pemilik kapal. Nelayan kecil menilai program pemerintah berupa pemberian bantuan sering tidak tepat sasaran. Nelayan kecil hanyalah alat bagi para pengusaha dan pemilik kapal untuk mengusulkan permohonan bantuan yang pada akhirnya hanya mereka-mereka jugalah yang akan menikmatinya Efektivitas Fungsi Kelembagaan Non-Pasar Keefektifan fungsi dan peran suatu lembaga dilihat dari implementasinya di lapangan. Keefektifan tersebut dapat dilihat dari berbagai kategori dan sudut pandang. Biasanya penilaian kinerja dan fungsi kelembagaan tersebut akan lebih tepat jika dilhat dari berbagai sudut pandang termasuk dalam hal ini sudut pandang nelayan. Penelitian ini menggunakan indikator unsustainability, inequity, dan prosperity untuk melihat keefektifan fungsi kelembagaan non-pasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu Unsustainability Indikator unsustainability digunakan untuk melihat sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu apakah menunjukkan bahwa sumberdaya ikan tersebut berkelanjutan atau bahkan sudah punah. Hasil wawancara 93

16 dengan nelayan diperoleh bahwa hasil tangkapan ikan mereka tidak menentu dari tahun ke tahun dan juga setiap bulannya karena perbedaan musim panen ikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu menunjukkan bahwa sumberdaya ikan di Pelabuhanratu berfluktuasi tetapi cenderung meningkat dari tahun Produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu periode dapat dilihat pada Tabel 25. Tahun Tabel 25. Produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu Periode Tahun Produksi dan Nilai Produksi Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Produksi Nilai (Rp) Produksi dan Nilai Produksi Ikan yang Masuk ke Pelabuhan Produksi Nilai (Rp) Jumlah Produksi dan Nilai Produksi Ikan di Pelabuhan Produksi Nilai (Rp) (Kg) (Kg) (Kg) Sumber: PPNP, 2011 Berdasarkan Tabel 22. dapat dilihat bahwa volume produksi ikan Pelabuhan Nusantara Perikanan Pelabuhanratu pada tahun 2010 mengalami peningkatan diantaranya meningkatnya volume produksi ikan yang didaratkan di pelabuhan. Hal ini disebabkan meningkatnya volume produksi hasil tangkapan alat tangkap tuna longline, pancing tonda, payang, jaring rampus, trammel net, dan alat tangkap payang yang menggunakan perahu motor tempel walaupun kondisi umum cuaca tidak di 94

17 Perairan Teluk Pelabuhanratu dan Samudera Hindia sangat buruk sehigga sering terjadi gelombang pasang maupun badai. Selain musim ikan tidak menentu, perubahan alat tangkap yang dominan digunakan juga mempengaruhi peningkatan produksi hasil tangkapan yaitu dari alat tangkap yang dapat menangkap ikan yang bergerombol seperti alat tangkap payang dan gill net menjadi alat tangkap pancing tonda dengan alat bantu rumpon. Volume produksi ikan yang masuk ke pelabuhan melalui jalan darat juga mengalami kenaikan. Ikan tersebut didatangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal terutama untuk jenis-jenis ikan yang tidak ada di pelabuhan. Kenaikan volume ikan hasil tangkapan tentu saja diiringi dengan kenaikan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan. Hal ini dikarenakan mutu ikan semakin bagus dan terjadinya peningkatan volume produksi ikan untuk tujuan ekspor. Selain itu nilai produksi ikan yang masuk ke pelabuhan melalui darat juga mengalami peningkatan. Produksi tangkapan ikan dan nilai produksi ikan di yang masuk dan didaratkan di Pelabuhanratu cenderung meningkat setiap tahunnya. Akan tetapi, pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu sudah tergolong ke dalam pengelolaan yang over fishing. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden didapat bahwa waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya dan lokasi penangkapan menjadi lebih jauh dari biasanya (Tabel 26). Selain itu, ukuran ikan sasaran semakin kecil terlihat dari terjadinya pelanggaran jalur penangkapan karena ikan pada jalurnya semakin sedikit. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wahyudin (2005) yang menunjukkan bahwa jumlah rata-rata input produksi (effort) aktual, baik ikan demersal maupun ikan pelagis lebih banyak dibandingkan effort optimalnya, 95

18 rente total dan rente nelayan bernilai negatif, dan diikuti dengan tingkat pendapatan bernilai negatif. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu saat ini telah termasuk dalam kondisi unsustainability. Sangat dibutuhkan peran kelembagaan non-pasar dalam memulihkan keadaan ini agar tercipta pengeloaan yang sustainability. Tabel 26. Waktu Melaut dan Lokasi Penangkapan Ikan oleh Nelayan Waktu Melaut Jumlah Persentase (%) Lokasi Penangkapan Jumlah Persentase (%) Semakin Panjang ,00 Semakin Jauh 28 93,00 Semaki Singkat 0 0 Semakin Dekat 0 0 Biasa Saja 0 0 Biasa saja 2 7,00 Sumber: Data Primer, Inequity Indikator inequity digunakan dalam penelitian ini untuk melihat apakah pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu sudah terkelola secara adil dan merata atau terjadi ketidakadilan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dikatakan adil dan merata dilihat dari kesamaan hak untuk mengakses dan memanfaatkan sumberdaya tersebut, pemerataan teknologi dan informasi, serta kesamaan hak untuk akses kelaut. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu belum terkelola dengan adil dan merata. Sebagian besar pengambil kebijakan memiliki kepentingan pribadi dalam sebuah keputusan dikarenakan ratarata pemilik kapal yang ada di Perairan Pelabuhanratu adalah pejabat-pejabat daerah yang memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengambilan suatu keputusan. 96

19 Hanya orang-orang yang memiliki uang dan kedudukan yang menguasai lapangan dan pasar perikanan. Orang-orang yang menguasai teknologi yang memperoleh informasi tentang keberadaan ikan dan yang akan bertahan hidup. Setiap orang berhak mengakses dan memanfaatkan sumberdaya ikan akan tetapi jika tidak menguasai teknologi, tidak semua orang akan bertahan dan dapat menikmati hasil laut. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu tergolong ke dalam pengelolaan yang inequity. Program yang dilakukan pemerintah belum mengarah kepada pembinaan kepada nelayan terkait teknologi penangkapan ikan dan kurangnya informasi yang diperoleh nelayan kecil terkait penyebaran ikan di laut Prosperity Indikator prosperity ini digunakan untuk melihat bagaimana tingkat kesejahteraan nelayan dan kepemilikan nelayan. Indikator prosperity dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbaikan kehidupan ekonomi nelayan khususnya nelayan kecil. Nelayan dapat dikatakan tingkat ekonominya meningkat jika ada perubahan dari keadaan ekonomi sekarang menjadi lebih baik dari ekonomi sebelumnya. Tingkat kesejahteraan nelayan di Pelabuhanratu dapat dilihat dengan dibandingkan antara nelayan sebelum menggunakan rumpon dan setelah menggunakan rumpon. Akan tetapi responden di lapangan diambil secara acak dan hanya fokus pada alat tangkap tertentu sehingga sulit dibandingkan. Nelayan menangkap ikan sesuai musimnya yang berarti memungkinkan perubahan pendapatan setiap bulannya. 97

20 Tabel 26 menunjukkan bahwa waktu penangkapan ikan semakin panjang dan lokasi penangkapan ikan semakin jauh. Hal ini memungkinkan biaya operasional penangkapan ikan akan semakin meningkat sedangkan jumlah produksi tangkapan ikan tidak menentu dan tergantung musim ikannya, yang berarti pendapatan nelayan dan tingkat ekonomi nelayan akan menurun. Kondisi ini diperparah dengan makin banyaknya nelayan yang bersaing ingin menangkap ikan di Perairan Pelabuhanratu seperti terlihat pada Tabel 17. Keadaan ini menunjukkan tingkat prosperity nelayan tidak mengalami peningkatan justru semakin buruk. 98

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER ANALISIS FUNGSI KELEMBAGAAN NON-PASAR (NON- MARKET INSTITUTIONS) DALAM EFISIENSI ALOKASI SUMBERDAYA PERIKANAN (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kab. Sukabumi) RIAKANTRI

Lebih terperinci

VI. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PELABUHANRATU. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan

VI. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PELABUHANRATU. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan VI. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PELABUHANRATU Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan Pelabuhanratu selama ini mengacu kepada peraturan formal yang ditetapkan dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian

IV. METODE PENELITIAN. Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis fungsi kelembagaan perikanan ini dilaksanakan di Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

TATA KELOLA SUMBERDAYA IKAN DI TELUK PALABUHANRATU

TATA KELOLA SUMBERDAYA IKAN DI TELUK PALABUHANRATU 80 TATA KELOLA SUMBERDAYA IKAN DI TELUK PALABUHANRATU Analisis Aktor dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Aktor Pengelola dan Pemanfaat Sumberdaya Ikan Teluk Palabuhanratu Hasil pemetaaan aktor berdasarkan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Palabuhanratu Secara astronomis wilayah Palabuhanratu berada pada 106º31' BT-106º37' BT dan antara 6 57' LS-7 04' LS, sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

Lampiran 1 Perhitungan analisis usaha pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap

Lampiran 1 Perhitungan analisis usaha pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap 49 Lampiran 1 Perhitungan analisis usaha pada unit perikanan tonda dengan rumpon di PPP Pondokdadap Uraian Jumlah INVESTASI Kapal (umur teknis 10 tahun) 80 000 000 Alat Tangkap (umur teknis 1 tahun) 3

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Karangantu merupakan suatu pelabuhan yang terletak di Kota Serang dan berperan penting sebagai pusat kegiatan perikanan yang memasok sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Daerah Penelitian 5.1.1. Letak Geografis Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah perikanan potensial di perairan selatan Jawa

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA 2 PROVINSI SUMATERA UTARA VISI Menjadi Provinsi yang Berdaya Saing Menuju Sumatera Utara Sejahtera MISI 1. Membangun sumberdaya manusia yang memiliki integritas dalam berbangsa dan bernegara, religius

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENANGKAPAN IKAN DI WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum PPN Palabuhanratu Secara geografis Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPN Palabuhanratu) terletak pada posisi 06 59 47, 156 LS dan 106 32 61.

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Stakeholder Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Stakeholder Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Stakeholder Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Stakeholders dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah para pihak atau aktor yang terkait

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Desa Blanakan Desa Blanakan merupakan daerah yang secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini 33 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Trenggalek 4.1.1 Keadaan geografi Kabupaten Trenggalek terletak di selatan Provinsi Jawa Timur tepatnya pada koordinat 111 ο 24 112 ο 11 BT dan 7 ο

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

7 KAPASITAS FASILITAS

7 KAPASITAS FASILITAS 71 7 KAPASITAS FASILITAS 7.1 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPI Cituis sejak tahun 2000 hingga sekarang dikelola oleh KUD Mina Samudera. Proses lelang, pengelolaan, fasilitas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 16 4 KEADAAN UMUM 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km dari Kota Jakarta.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su

2 penelitian berjudul Pola Pemanfaatan Sumberdaya Udang Dogol (Metapenaeus ensis de Haan) Secara Berkelanjutan di Perairan Cilacap dan Sekitarnya ; Su 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai

Lebih terperinci

KERAGAAN KELOMPOK MASYARAKAT PENGAWAS SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUKABUMI ABSTRAK

KERAGAAN KELOMPOK MASYARAKAT PENGAWAS SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUKABUMI ABSTRAK KERAGAAN KELOMPOK MASYARAKAT PENGAWAS SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUKABUMI Ernik Yuliana 1 dan Adi Winata 2 1 Program Studi Agribisnis FMIPA Universitas Terbuka 2 Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Aceh Barat secara geografis terletak pada 04 0 06 04 0 47 LU dan 95 0 52 96 0 30 BT. Wilayah Kabupaten Aceh Barat memiliki batas administrasi

Lebih terperinci

PETA LOKASI PENELITIAN 105

PETA LOKASI PENELITIAN 105 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu dan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cisolok,

Lebih terperinci

BIAYA TRANSAKSI PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN

BIAYA TRANSAKSI PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN 112 BIAYA TRANSAKSI PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN Berdasarkan hasil analisis aktor terlihat bahwa aktor pemain utama dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Teluk Palabuhanratu terdiri dari

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir BAB 4 ANALISIS Dalam bab ini akan membahas analisis komoditas ikan mulai dari hulu ke hilir berdasarkan klasifikasi inventarisasi yang sudah di tentukan pada bab selanjutnya dengan menggunakan skema pendekatan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA No.440, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN 2.1 Profil Daerah Penelitian Sub bab ini akan membahas beberapa subjek yang berkaitan dengan karakteristik

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai 91.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Georafis dan Topografi Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sukabumi. Secara geografis, Kabupaten Sukabumi terletak

Lebih terperinci

BAB II KONDISI LAPANGAN

BAB II KONDISI LAPANGAN BAB II KONDISI LAPANGAN 2.1. Tinjauan Umum Pada bab ini merupakan pengumpulan data-data yang telah dikompilasi seperti data angin, pasang surut, batrimetri, topografi, morfologi sungai, geoteknik, jumlah

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.44/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN/KOTA Menimbang MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, : a. bahwa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi secara nyata telah menyebabkan jatuhnya ekonomi nasional khususnya usaha-usaha skala besar. Dampak nyata dari kondisi tersebut adalah terjadinya peningkatan

Lebih terperinci

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR 5.1 Sumberdaya Ikan Sumberdaya ikan (SDI) digolongkan oleh Mallawa (2006) ke dalam dua kategori, yaitu SDI konsumsi dan SDI non konsumsi. Sumberdaya ikan konsumsi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Kecamatan Labuan, Kabupaten

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Kecamatan Labuan, Kabupaten IV. METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive),

Lebih terperinci

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 56 5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 5.1 Bentuk Keterlibatan Tengkulak Bentuk-bentuk keterlibatan tengkulak merupakan cara atau metode yang dilakukan oleh tengkulak untuk melibatkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis Palabuhanratu merupakan ibukota Kabupaten Sukabumi, Palabuhanratu juga merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU

6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU 109 6 STRATEGI PENGEMBANGAN PENYEDIAAN/ PENYALURAN BAHAN KEBUTUHAN MELAUT PERIKANAN PANCING RUMPON DI PPN PALABUHANRATU Penyediaan/penyaluran bahan kebutuhan melaut, khususnya untuk nelayan pancing rumpon

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN aa 16 a aa a 4.1 Keadaan Geografis dan Topografis Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada posisi 107 52' 108 36' BT dan 6 15' 6 40' LS. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI 8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI Aktivitas-aktivitas perikanan tangkap yang ada di PPI Jayanti dan sekitarnya yang dapat dijadikan sebagai aktivitas wisata bahari

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung

Lebih terperinci

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis VI. PERUMUSAN STRATEGI Formulasi alternatif strategi pengembangan perikanan tangkap di Lampung Barat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap identifikasi faktor strategis yang meliputi faktor internal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb No.1618, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KKP. Penangkapan. Ikan. Log Book. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PERMEN-KP/2014 TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Selat Sunda secara geografis menghubungkan Laut Jawa serta Selat Karimata di bagian utara dengan Samudera Hindia di bagian selatan. Topografi perairan ini secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN 1.1.1. Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, 2006. Menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT ANALISIS SUPPLY CHAIN DALAM AKTIVITAS DISTRIBUSI DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU (PPNP) Supply Chain Analysis on the Distribution Activity in Palabuhanratu Archipelago Fishing Port Oleh:

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) merupakan lingkungan kerja kegiatan ekonomi perikanan yang meliputi areal perairan dan daratan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, memiliki 17.508 buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

B A B I V U r u s a n P i l i h a n K e l a u t a n d a n P e r i k a n a n URUSAN PILIHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

B A B I V U r u s a n P i l i h a n K e l a u t a n d a n P e r i k a n a n URUSAN PILIHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 4.2.5 URUSAN PILIHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 4.2.5.1 KONDISI UMUM Sebagai salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di wilayah pesisir, Kota Semarang memiliki panjang pantai 36,63 km dengan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN KEWENANGAN DAERAH PROVINSI Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG MERUPAKAN NO 1. Kelautan, Pesisir, Pulau-Pulau Kecil Pengelolaan ruang laut sampai dengan 12 mil di luar minyak gas bumi Penerbitan izin pemanfaatan ruang laut di bawah 12 mil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan pelampung di sisi atasnya dan pemberat

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 LAMPIRAN 153 154 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu tahun 2010 154 155 Lampiran 2 Lay out PPN Palabuhanratu Sumber: PPN Palabuhanratu, 2007 155 156 Lampiran 3 Perhitungan besaran pemanfaatan

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN BARITO KUALA

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN BARITO KUALA BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 64 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DI KABUPATEN BARITO KUALA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara maritim dengan luas wilayah laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci