I. PENDAHULUAN. teritorial 5,7 juta km² ditambah luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km²,

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MALUKU SEBAGAI LUMBUNG IKAN NASIONAL: TINJAUAN ATAS SUATU KEBIJAKAN

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat melalui kontribusi terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja.

KONDISI PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) INDONESIA. Rinda Noviyanti 1 Universitas Terbuka, Jakarta. rinda@ut.ac.

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 45/MEN/2011

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Kebijakan

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu,indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan sektor industri yang berbasis sektor agribisnis sangat

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

I. PENDAHULUAN buah pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km 2 dan bentangan garis

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan,

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah. Era Otonomi Daerah ditafsirkan sebagai penambahan. pelayanan prima kepada masyarakat.

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI SUMBERDAYA LAUT PERAIRAN INDONESIA TIMUR DAN TINGKAT PEMANFAATANNYA KE DEPAN OLEH MASYARAKAT PANTAI DAN NELAYAN SETEMPAT*

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Pendahuluan IDENTIFIKASI KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN INDRAMAYU

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas 17.508 pulau besar dan kecil, memiliki garis pantai sepanjang ± 81.000 km dengan luas wilayah laut teritorial 5,7 juta km² ditambah luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km², memiliki keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanan bernilai ekonomis tinggi. Potensi lestari (MSY; maximum sustainable yield) sumber daya perikanan laut Indonesia yang dapat dimanfaatkan diperkirakan mencapai ± 6,26 juta ton per tahun, meliputi sumber daya perikanan di perairan nusantara sebesar ± 4,40 juta ton dan di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia sebesar ± 1,86 juta ton. Dari seluruh potensi sumber daya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB atau TAC; total allowable catch) sebesar 5,01 juta ton per tahun atau sekitar 80 persen potensi lestari. Namun dari potensi yang ada tingkat pemanfaatannya baru mencapai 48,72 persen (Dahuri, 2003). Dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan, daerah penangkapan ikan (fishing ground) dibagi ke dalam sembilan wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yaitu WPP 1 meliputi perairan Selat Malaka dengan potensi lestari 276,03 ribu ton per tahun; WPP 2 meliputi perairan Laut Natuna dan Laut Cina Selatan dengan potensi lestari sebesar 1.057,05 ribu ton per tahun; WPP 3 meliputi perairan Laut Jawa dengan potensi lestari 796,64 ribu ton per tahun; WPP 4 meliputi perairan Selat Makasar dan Laut Flores dengan potensi lestari sebesar 929,72 ribu ton per tahun; WPP 5 meliputi perairan Laut Banda dengan potensi lestari sebesar 277,99 ribu ton per tahun; WPP 6 meliputi perairan Laut

Seram dan Teluk Tomini dengan potensi lestari sebesar 590,62 ribu ton per tahun; WPP 7 meliputi perairan Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik dengan potensi lestari sebesar 632,72 ribu ton per tahun; WPP 8 meliputi Perairan Laut Arafura dengan potensi lestari sebesar 771,55 ribu ton per tahun dan WPP 9 yang meliputi perairan Samudra Hindia dengan potensi lestari 1.076,89 ribu ton per tahun (Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2003). Melihat potensi yang begitu besar, pembangunan sektor perikanan tangkap memegang peranan yang strategis sebagai penggerak pembangunan ekonomi nasional khususnya dalam penyediaan protein, sumber perolehan devisa, penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan masyarakat (petani nelayan). Untuk menjalankan peran tersebut, pembangunan perikanan tangkap harus berorientasi pada pendekatan pengembangan agribisnis terpadu berkelanjutan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memanfaatkan sumberdaya ikan secara optimal. Usaha perikanan Indonesia saat ini masih didominasi oleh perikanan rakyat yang dicirikan oleh skala usaha yang relatif kecil, produktivitas rendah, penerapan teknologi masih tradisional serta mobilitas sosial yang rendah (Departemen Kelautan dan Perikanan RI, 2001). Produktivitas nelayan yang masih rendah tersebut pada umumnya diakibatkan oleh rendahnya keterampilan dan pengetahuan, penggunaan alat tangkap yang sederhana, sehingga efektivitas dan efisiensi alat tangkap tersebut tidak optimal. Kondisi ini berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima nelayan relatif rendah. Dampak lebih jauh dari rendahnya tingkat pendapatan tersebut adalah ketertinggalan dan kemiskinan. 2

Kota Singkawang terletak di pesisir dengan panjang pantai ± 37,6 km, terbentang dari Singkawang Utara hingga ke Singkawang Selatan. Dilihat dari letak geografis, posisi Singkawang berbatasan langsung dengan Laut Natuna yang termasuk dalam wilayah pengelolaan II daerah penangkapan ikan. Hal ini menjadikan Singkawang strategis untuk pengembangan perikanan tangkap, karena berdasarkan survei potensi ikan di perairan Indonesia, Perairan Laut Natuna memiliki potensi ikan terbesar di seluruh Indonesia, khususnya untuk ikan pelagis (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Singkawang, 2004). Sejalan dengan jiwa otonomi daerah, di mana daerah diberi kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan kondisi lokalnya, maka pengembangan agribisnis perikanan tangkap menjadi salah satu alternatif bagi pembangunan Kota Singkawang. Kekayaan sumberdaya alam perikanan merupakan keunggulan komparatif yang dapat diandalkan dalam menunjang percepatan pembangunan daerah apabila potensi tersebut dikelola dan dimanfaatkan secara oftimal dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Hingga saat ini potensi perikanan dan kelautan Kota Singkawang belum dikelola secara optimal. Laut yang termasuk wilayah kewenangan pengelolaan Kota Singkawang yaitu sejauh 4 mil dari tepi pantai atau seluas 278,54 km² dengan potensi produksi perikanan tangkap sebesar 835,62 ton per tahun dan potensi produksi perikanan laut nusantara 36.984,38 ton per tahun. Tingkat pemanfaatan sumber daya laut di perairan Kota Singkawang termasuk perairan nusantara yang dilakukan oleh nelayan setempat baru 28,96 persen dari potensi 3

yang tersedia (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Singkawang, 2005). Oleh karena itu usaha penangkapan ikan masih sangat prospektif. Kondisi perikanan tangkap di Kota Singkawang sebagian besar masih dalam bentuk usaha menengah dan kecil. Dari 438 buah armada yang bergerak dalam bidang perikanan tangkap, 75 persen berupa armada penangkapan dengan bobot kapal kurang dari 5 GT (Gross Tonase). Dengan armada penangkapan skala kecil, ruang gerak nelayan menjadi terbatas karena tidak mampu beroperasi lebih jauh sehingga konsentrasi daerah penangkapan (fishing ground) berada di perairan kurang dari 4 mil. Kondisi demikian berimplikasi pada rendahnya tingkat pendapatan dan rentan terjadi gejolak sosial masyarakat akibat perebutan lahan penangkapan di daerah pantai. Di sisi lain, sumberdaya ikan lepas pantai masih sedikit dimanfaatkan. Pola pemanfaatan ikan hasil tangkapan di Kota Singkawang umumnya masih dipasarkan untuk konsumsi dalam bentuk ikan segar, hanya sebagian kecil dalam bentuk olahan tradisional menjadi ikan asin dan terasi. Dengan kata lain pemanfaatan sumberdaya perikanan masih bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam semata belum ada upaya ke arah peningkatan nilai tambah. Padahal sifat tangkapan ikan yang musiman akan menyebabkan rendahnya harga ikan pada waktu puncak musim penangkapan ikan. Melimpahnya hasil tangkapan akan mengakibatkan harga jual ikan tersebut sangat rendah, sedangkan ikan merupakan komoditas yang cepat mengalami penurunan mutu (Dendi dkk., 2005). Kondisi demikian menjadi isu penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang. Oleh karena itu, pengembangan agribisnis perikanan tangkap selain orientasinya pada peningkatan 4

produksi perlu upaya diversifikasi usaha untuk dapat meningkatkan nilai tambah melalui upaya pengelolaan pasca panen hasil tangkapan lebih lanjut atau dikenal sebagai agroindustri. Pengolahan pasca panen perikanan yang sederhana seperti pembuatan ikan asin, pengasapan ikan, pembuatan abon ikan, pindang ikan, dan pengolahan ikan tradisional lainnya merupakan alternatif pengelolaan pasca panen yang memungkinkan untuk dikerjakan oleh nelayan kecil karena tidak membutuhkan dana yang besar. Sedangkan pengolahan hasil perikanan skala besar meliputi pembekuan dan penyimpanan dingin (cold storage), pengalengan, dan pembuatan tepung ikan perlu dikembangkan melalui pola kemitraan antara nelayan dengan pengusaha perikanan. Singkawang mempunyai pelabuhan perikanan tipe D yaitu Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kuala dengan dua buah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI Kuala dan TPI Sedau. Adapun alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Singkawang adalah jaring plastik, jaring insang, bagan, lampara dasar, payang, pancing, pukat pantai, jaring hanyut, serok, sero, jermal dan bubu. Jenisjenis ikan yang tertangkap atau didaratkan di TPI pada umumnya ikan pelagis kecil seperti kaben, tamban, kembung, dan ikan layang. Ikan pelagis besar seperti tongkol, bawal, dan tenggiri serta ikan demersal seperti manyung, hiu, kakap merah, kerapu dan udang. PPI Kuala sebagai sentra pengelolaan kegiatan perikanan tangkap di Kota Singkawang tidak dapat berfungsi dengan baik, karena mengalami pendangkalan akibat sedimentasi lumpur. Hal ini menyebabkan kapalkapal ikan tidak dapat berlabuh dan bongkar muat di dermaga PPI, tapi berlabuh dan bongkar muat di tempat lain sepanjang pinggir sungai dengan dermaga sederhana yang dibuat secara swadaya bahkan ada sebagian diantara armada 5

perikanan tangkap Kota Singkawang tidak lagi melakukan bongkar muat dan labuh di PPI Singkawang, tapi pindah ke PPI Selakau dan Pelabuhan Perikanan Pemangkat yang berada di luar wilayah Kota Singkawang. Hal-hal tersebut di atas menjadi kendala dalam pengembangan perikanan tangkap, sehingga perlu dicarikan strategi yang tepat untuk pengembangan perikanan tangkap di Kota Singkawang. 1.2 Rumusan Masalah Sebagai daerah pantai yang berbatasan langsung dengan Laut Natuna, perikanan tangkap merupakan salah satu sub dari sektor perikanan yang perlu di kembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat, mengingat sumberdaya alam yang potensial serta sebagian besar masyarakat pesisir Kota Singkawang bermata pencaharian sebagai nelayan (penangkap ikan). Namun pada kenyataannya hingga saat ini sebagian besar masyarakat pesisir, terutama nelayan masih merupakan bagian dari masyarakat yang tingkat pendapatannya relatif rendah dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Masih rendahnya pendapatan dan kualitas hidup nelayan merupakan isu utama dalam pembangunan perikanan Kota Singkawang, yang terus diupayakan pemecahan permasalahannya. Upaya pemecahan masalah tersebut tidak mudah, karena banyak faktor saling terkait dan saling mempengaruhi, baik dari segi teknis, sosial ekonomi, teknologi dan aspek finansial. Secara teknis parasarana perikanan tangkap seperti pangkalan pendaratan ikan belum mampu menunjang kelancaran kegiatan perikanan tangkap, armada penangkapan sebagian besar masih tradisional dengan mobilitas dan jangkauan daerah penangkapan terbatas. Pola pemanfaatan hasil tangkap masih dipasarkan dalam bentuk ikan segar tanpa 6

upaya pengolahan lebih lanjut untuk peningkatan nilai tambah. Dari uraian di atas, masalah perikanan tangkap Kota Singkawang dirumuskan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang; 2. Alternatif strategi apa saja yang dapat menunjang pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang; 3. Strategi prioritas apa yang sesuai untuk pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor kritis eksternal dan internal yang relevan terhadap pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang. 2. Merumuskan alternatif strategi dalam pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang; 3. Menetapkan strategi prioritas yang sesuai untuk pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Pemerintah Daerah Kota Singkawang dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan dalam rangka menyusun, program, kegiatan dan strategi pengembangan agribisnis perikanan tangkap; 7

2. Penulis, sebagai wahana melatih ketajaman analisis suatu masalah berdasarkan kondisi di lapangan, khususnya berkenaan dengan perumusan strategi pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang; 3. Pihak-pihak yang berkepentingan (nelayan, pengusaha perikanan, koperasi perikanan, dan lembaga keuangan) sebagai tambahan informasi terkait dengan pengembangan agribisnis perikanan tangkap di Kota Singkawang. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Supaya lebih fokus dan memberikan arah yang lebih mendalam, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada : 1. Pengembangan sistem agribisnis berbasis perikanan tangkap di Kota Singkawang. 2. Obyek penelitian untuk dianalisis adalah nelayan serta Dinas kelautan dan Perikanan Kota Singkawang. 3. Agribisnis perikanan tangkap dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu sistem agribisnis perikanan yang terdiri dari sub sistem sarana produksi, sub sistem usaha penangkapan, sub sistem pengolahan dan sub sistem pemasaran hasil perikanan berbasis perikanan tangkap yang memanfaatkan sumberdaya ikan melalui Laut Kota Sigkawang. 8