Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

dokumen-dokumen yang mirip
Kesesuaian Kawasan Transit Tramstop Surabaya Mass Rapid Transit dengan Konsep Transit Oriented Development (Studi Kasus: Koridor Embong Malang)

PRIORITAS PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSIT STASIUN GUBENG DENGAN KONSEP TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

Muhammad Hidayat Isa, Mewujudkan Transportasi yang Berkelanjutan Melalui Seminar Nasional Cities 2014

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) C-196

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Penentuan Rute Angkutan Umum Berbasis Transport Network Simulator di Kecamatan Candi dan Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB III DESKRIPSI PROYEK

2015 STASIUN TRANSIT MONORELBERBASIS SISTEMTRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT

Studi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Jaringan Kereta Api di Surakarta dan Kota-Kota Sekitarnya

Peningkatan Pelayanan Bus Transjakarta Berdasarkan Preferensi Pengguna (Studi Kasus: Koridor I Blok M Kota, Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

TATA LOKA VOLUME 16 NOMOR 2, MEI 2014, BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Indikator pengukuran kinerja jalan perkotaan

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Perencanaan Trase Tram Sebagai Moda Transportasi Terintegrasi Untuk Surabaya Pusat

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

STASIUN MRT BLOK M JAKARTA DENGAN KONSEP HEMAT ENERGI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan

MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DIV TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan masyarakat Jakarta dengan kendaraan pribadi sudah sangat

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA KAWASAN NIAGA TERPADU SUDIRMAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Studi Perencanaan Rute LRT (Light Rail Transit) Sebagai Moda Pengumpan (Feeder) MRT Jakarta

I. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi

ANALISIS INTENSITAS BANGUNAN KORIDOR JALAN RAYA CIMAHI BERDASARKAN KAPASITAS JALAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penerapan TOD (Transit Oriented Development) sebagai Upaya Mewujudkan Transportasi yang Berkelanjutan di Kota Surabaya

MODA/ANGKUTAN DI PERKOTAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA

Studi Pemilihan Jenis dan Sebaran Fasilitas Penyeberangan di Koridor Urip Sumiharjo Kota Makassar

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. moda transportasi (jarak pendek antara 1 2 km) maupun dengan moda

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN SUBURBAN BERBASIS TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT (TOD) Studi Kasus: Kawasan Stasiun Pasar Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Arahan Peningkatan Pelayanan Kereta Komuter Surabaya-Lamongan Berdasarkan Preferensi Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR TERMINAL TAMBAK OSOWILANGUN PERAK KENJERAN SURABAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Penentuan Lokasi lokasi Potensial Pembangunan Bangunan Tinggi di Surabaya Pusat

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

OPTIMASI INTERAKSI TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI STUDI KASUS: KOTA BANDUNG. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERENCANAAN TRAYEK KERETA API DALAM KOTA JURUSAN STASIUN WONOKROMO STASIUN SURABAYA PASAR TURI TUGAS AKHIR

Penentuan Rute Angkutan Umum Optimal Dengan Transport Network Simulator (TRANETSIM) di Kota Tuban

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN MODA DI KOTA DENPASAR (STUDI KASUS KORIDOR JL. RAYA SESETAN) Putu Alit Suthanaya 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Persepsi Masyarakat terhadap Transportasi Umum di Jababodetabek

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TOD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)

STUDI ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS PEMBANGUNAN SURABAYA GRAMEDIA EXPO

Perancangan Terminal dalam Kawasan Pembangunan Berorientasi Transit: Studi Kasus Terminal Pinang Baris Medan

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

C481 Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development Virta Safitri Ramadhani dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (I) e-mail: sardjito@urplan.its.ac.id Abstrak Stasiun Gubeng merupakan stasiun utama di Kota Surabaya yang memiliki peranan besar dalam melayani perjalanan kereta jarak jauh di pulau Jawa dan kereta komuter Surabaya-Sidoarjo. Adanya kebijakan pengembangan Kota Surabaya, menjadikan kawasan di sekitar lokasi transit Stasiun Gubeng menjadi salah satu kawasan yang akan dikembangkan dengan konsep Transit Oriented Development (TOD). Pembangunan sarana dan prasarana yang mengarah pada komponen TOD sudah dilakukan di kawasan transit Stasiun Gubeng. Namun, pembangunan tersebut belum terintegrasi antar komponen dan belum dapat segera teruwujud untuk mengarah ke bentuk kawasan TOD. Sehingga diperlukan penentuan prioritas dalam pelaksanaan pengembangan di kawasan transit agar dapat terintegrasi dan mendukung percepatan realisasi pengembangan TOD di kawasan Stasiun Gubeng. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditentukan prioritas pengembangan dalam rangka mewujudkan kawasan transit Stasiun Gubeng dengan konsep TOD. Kata Kunci Kawasan transit, Prioritas pengembangan, Stasiun Gubeng, Transit Oriented Development. P I. PENDAHULUAN ERMASALAHAN transportasi merupakan permasalahan yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Permasalahan ini meliputi terbatasnya sarana dan prasarana transportasi, urbanisasi yang cepat, rendahnya tingkat kedisiplinan dalam berlalu lintas dan lemahnya sistem perencanaan transportasi. Hal ini mengakibatkan kemacetan, polusi, kecelakaan, dan hal lain yang tidak bisa dihindari. [1] Stasiun Gubeng merupakan stasiun utama dan terbesar di Kota Surabaya maupun Jawa Timur, yang melayani perjalanan kereta jarak jauh di pulau Jawa dan kereta komuter Surabaya- Sidoarjo. Terdapat rencana jalur rel double-track Surabaya- Juanda-Mojokerto dan rencana pembangunan monorail di kawasan transit Stasiun Gubeng yang akan menimbulkan bangkitan besar di lokasi transit. Kawasan di sekitar lokasi transit tersebut dapat menjadi kawasan potensial dalam hal kegiatan ekonomi. Terlebih lagi dalam RTRW Kota Surabaya, kawasan di sekitar Stasiun Gubeng direncanakan menjadi kawasan kegiatan yang heterogen, khususnya untuk kegiatan perkantoran dan komersial yang tentunya akan menimbulkan bangkitan lalu lintas yang besar. [2][3] Dalam kebijakan perencanaan Kota Surabaya, kawasan di sekitar lokasi transit Stasiun Gubeng menjadi salah satu kawasan yang dikembangkan dengan konsep TOD. Keterkaitan antara karakteristik kawasan transit terhadap jumlah pergerakan di Stasiun Gubeng, menjadikan kawasan transit Stasiun Gubeng memiliki potensi untuk dikembangkan melalui konsep TOD. Transit Oriented Development (TOD) merupakan konsep kawasan yang nyaman untuk berjalan kaki, dibentuk dari pembangunan mix use, memiliki kepadatan yang tinggi yang membuat masyarakat nyaman dalam transit dan mendorong menggunakan transportasi publik. TOD juga mendukung penggunaan moda transportasi yang berkelanjutan seperti transportasi umum, berjalan dan bersepeda, serta mengurangi jarak perjalanan yang akan mengurangi kemacetan lalu lintas. [4][5] Di kawasan transit Stasiun Gubeng juga sudah terdapat pembangunan sarana dan prasarana yang mengarah pada komponen-komponen TOD dengan jenis kegiatan guna lahan seperti perdagangan dan jasa, perkantoran, fasilitas umum, dan pembangunan jaringan jalur pejalan kaki. Namun, pola pembangunan di sekitar kawasan transit belum terintegrasi satu sama lain antar komponen dalam mengarah ke bentuk kawasan dengan konsep TOD. Dengan pengembangan seperti itu, realisasi dalam pengembangan kawasan transit Stasiun Gubeng dengan konsep TOD belum dapat segera terwujud. Sehingga diperlukan prioritas dalam pelaksanaan pengembangan di kawasan transit dengan konsep TOD agar dapat terstruktur dan terintegrasi, baik dalam pembangunan antar komponen dan lembaga atau instansi yang nantinya akan menjalankannya. Berdasarkan penjelasan diatas, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui prioritas pengembangan pada kawasan transit di Surabaya, guna membentuk kawasan yang nyaman bagi pelaku pergerakan di sekitar kawasan transit Stasiun Gubeng dalam pengembangan TOD nantinya. II. METODE PENELITIAN A. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan survey primer dan survey sekunder. Survey primer dilakukan dengan cara observasi lapangan dan wawancara. Observasi lapangan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sedangkan survey sekunder dilakukan dengan cara

C482 survey instansional dalam mendapatkan data-data yang mendukung penelitian. B. Metode Analisis Data Dalam menganalisis kesesuaian kawasan transit Stasiun Gubeng dengan konsep TOD dilakukan tiga tahapan analisis, yakni: 1) Mengidentifikasi kriteria-kriteria konsep TOD yang sesuai dengan kawasan transit Stasiun Gubeng Dalam mengidentifikasi kriteria-kriteria konsep TOD yang sesuai dengan kawasan transit digunakan analisis Delphi, dengan menganalisis variabel-variabel konsep TOD yang didapatkan dari hasil kajian pustaka dengan menyatukan pendapat beberapa ahli (pemerintah, swasta dan akademisi) hingga terjadi konsensus. Terdapat dua belas variabel dalam penelitian ini, yaitu kepadatan bangunan, koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), penggunaan lahan perumahan, penggunaan lahan perkantoran, penggunaan lahan perdagangan dan jasa, penggunaan lahan fasilitas umum, ketersediaan jalur pejalan kaki, dimensi jalur pejalan kaki, konektivitas jalur pejalan kaki, ketersediaan fasilitas dan ketersediaan fasilitas sepeda. -variabel diatas mewakili prinsip-prinsip TOD berupa density (kepadatan penggunaan lahan), diversity (penggunaan lahan campuran), dan design (ramah terhadap pejalan kaki). [6][7][8][9][10] 2) Menganalisis kesesuaian karakteristik kawasan transit dengan kriteria kawasan TOD Dalam menganalisis kesesuaian karakteristik kawasan transit dengan kriteria TOD dilakukan dengan analisis kriteria. Analisis kriteria dilakukan dengan menggunakan teori yang menjadi pertimbangan dalam mengidentifikasi sejauh mana kesesuaian kondisi eksisting kawasan transit Stasiun Gubeng dengan kriteria TOD. yang digunakan dalam analisis ini diperoleh dari hasil tinjauan pustaka pada beberapa pedoman seperti TOD standard yang dikeluarkan oleh Institute for Transportation Development and Policy, Florida TOD Guidebook, dan beberapa peraturan menteri. [8]-[10] Standar yang digunakan sebagai kriteria bersifat umum dan sudah disesuaikan dengan beberapa peraturan menteri maupun daerah, sehingga dapat diadaptasikan di Indonesia. Berikut merupakan kriteria kawasan TOD. Tabel 1. Kawasan dengan Konsep TOD Kepadatan (Density) Kepadatan bangunan 100 1000 bangunan/ha KDB Minimal 70% KLB Minimal 2.0 Campuran (Diversity) Persentase penggunaan lahan 30% Residential dan 70% Non Residential Perdagangan dan Jasa Fasilitas Umum Jalur Pejalan Konektivitas Jalur Pejalan Dimensi jalur pejalan kaki fasilitas jalur sepeda fasilitas Ramah Terhadap Pejalan (Design) jalur pejalan kaki 100% Memiliki tactile pada permukaan pedestrian yang mendukung difabel Tersedia pohon peneduh di sepanjang jalur pejalan kaki Waktu tempuh maksimal 10 menit dari dan menuju lokasi transit Lebar minimal 2 meter Lebar jalur minimal 1,5 meter Memiliki jalur khusus yang aman dari kendaraan bermotor Memiliki fasilitas berupa jembatan, zebra cross, atau pelikan pada tiap persimpangan dan di pusat kegiatan. Sumber:TOD Guidebook, 2012 dan TOD Standars, 2014 3) Menentukan prioritas pengembangan kawasan transit Stasiun Gubeng dengan konsep TOD Penentuan prioritas pengembangan kawasan transit Stasiun Gubeng dilakukan dengan menggunakan analisis AHP (Analytical Hirerarchy Process). Hasil analisis ini didapatkan dari pendapat para ahli yang kemudian diolah menggunakan software Expert Choice 11. III. HASIL DAN DISKUSI Lingkup wilayah penelitian yang digunakan adalah kawasan Stasiun Gubeng dengan radius 700 meter. Kawasan transit ini memiliki luas 81,37 Ha yang terdiri dari tujuh blok pengembangan. Jenis penggunaan lahan di kawasan transit cukup beragam seperti perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran, fasilitas umum, dan RTH. Kawasan ini merupakan kawasan potensial dimana dalam RTRW Kota Surabaya akan direncanakan menjadi kawasan perkantoran dan komersial.

C483 Berdasarkan hasil identifikasi kriteria-kriteria konsep TOD yang didapatkan dari variabel-variabel penelitian dan proses analisis, didapatkan dua belas variabel yang sesuai dengan kawasan transit Stasiun Gubeng. tersebut didapatkan dari hasil analisis Delphi dengan dua kali iterasi. variabel tersebut adalah kepadatan bangunan, KDB, KLB, penggunaan lahan perumahan, penggunaan lahan perkantoran, penggunaan lahan perdagangan dan jasa, penggunaan lahan fasilitas umum, ketersediaan jalur pejalan kaki, dimensi jalur pejalan kaki, konektivitas jalur pejalan kaki, ketersediaan fasilitas dan ketersediaan fasilitas sepeda. Hasil identifikasi tersebut kemudian menjadi input bagi proses analisis selanjutnya. Gambar 1. Peta Lingkup Wilayah Penelitian dan Blok Pengembangan. B. Analisis kesesuaian karakteristik kawasan transit dengan kriteria kawasan TOD Dalam menganalisis kesesuaian kawasan transit dengan konsep TOD, digunakan pedoman kriteria yang didapatkan dari beberapa standar TOD, sehingga dapat menunjukkan sejauh mana kondisi eksisiting kawasan transit sesuai dengan kriteria konsep TOD. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa kawasan transit Stasiun Gubeng masih belum sesuai dengan kriteria kawasan TOD, terutama pada kepadatan bangunan, penggunana lahan campuran, ketersediaan jalur pejalan kaki, dan ketersediaan jalur sepeda. Adapun hasil perbandingan kesesuaian kawasan transit dengan kriteria kawasan TOD dapat dilihat pada tabel berikut. Gambar 2. Peta di Kawasan Transit. Berdasarkan hasil identifikasi lapangan maupun data, pada indikator kepadatan penggunaan lahan, kepadatan bangunan di kawasan transit adalah 33 bangunan/ha yang masuk ke dalam kategori rendah. Ditinjau dari variabel KDB, kawasan transit memiliki rata-rata nilai KDB sebesar 70% dan untuk variabel KLB memiliki nilai rata-rata sebesar 3.30. Untuk indikator penggunaan lahan campuran, memiliki proporsi penggunaan lahan residential sebesar 36% dan penggunaan lahan non residential sebesar 64%. Dan pada indikator ramah terhadap pejalan kaki, rata-rata dimensi jalur pejalan kaki sebesar 2,5 meter, dengan rata-rata waktu tempuh dalam mencapai lokasi transit adalah 8,5 menit. A. Identifikasi kriteria-kriteria konsep TOD yang sesuai dengan kawasan transit Stasiun Gubeng

C484 Tabel 2. Kesesuaian Karakteristik TOD di Kawasan Transit Stasiun Gubeng Karakteristik Kawasan Kesesuaian Kepadatan 100 1000 bangunan bangunan/ha 33 bangunan/ha KDB Min 70% 70% S KLB Min 2.0 3.30 S 36% Perdagangan dan Jasa Fasilitas Umum Konektivitas Dimensi jalur pejalan kaki Persentase penggunaan lahan 30% Residential dan 70% Non Residential jalur pejalan kaki 100% Memiliki tactile pada permukaan pedestrian Tersedia pohon peneduh Waktu tempuh maks 10 menit Lebar jalur min 1,5 meter Memiliki jalur fasilitas jalur yang aman dari sepeda kendaraan bermotor Memiliki fasilitas berupa jembatan fasilitas, zebra cross, atau pelikan Keterangan: S= Sesuai, = Tidak Sesuai 64% Tersedia 62,7% Belum seluruhnya tersedia Tersedia C. Penentuan prioritas pengembangan kawasan transit Stasiun Gubeng dengan konsep TOD Berdasarkan hasil analisis, didapatkan output penilaian bobot dalam penentuan prioritas pengembangan kawasan transit Stasiun Gubeng. Hasil output tersebut dapat dilihat sebagai berikut: 8.5 menit S Lebar min 2 meter 2.5 m S Belum tersedia Tersedia S Pada grafik hasil output diatas, dapat dilihat urutan bobot dari tertinggi hingga terendah dalam prioritas pengembangan kawasan transit adalah: 1. Perdagangan dan Jasa = 0,200 2. = 0,150 3. = 0,127 4. Fasilitas Umum = 0,111 5. Konektivitas = 0,102 6. Fasilitas Penyebrangan = 0,073 7. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) = 0,052 8. Dimensi = 0,052 9. Kepadatan Bangunan = 0,044 10. Jalur Sepeda = 0,038 11. = 0,035 12. Koefisien Dasar Bangunan = 0,014 Dari hasil output penilaian bobot dengan menggunakan analisis AHP, dapat disimpulkan prioritas pengembangan kawasan transit terhadap variabel TOD dijelaskan pada tabel dibawah ini. Tabel 3. Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep TOD Prioritas 1 Perdagangan dan Jasa 2 3 4 Fasilitas Umum 5 Konektivitas 6 Fasilitas Penyebrangan 7 Koefisien Lantai Bangunan (KLB) 8 Dimensi 9 Kepadatan Bangunan 10 Jalur Sepeda 11 12 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Dari hasil prioritas diatas, penggunaan lahan perdagangan dan jasa (non residential) memiliki prioritas tertinggi. lahan campuran menjadi prinsip utama dalam pengembangan kawasan TOD. Dengan banyaknya aktivitas guna lahan di kawasan transit, akan mempengaruhi bangkitan dan tarikan, serta demand penumpang yang akan menggunakan transportasi publik di kawasan transit nantinya. Sebagai tindak lanjut dari penentuan prioritas pengembangan kawasan transit terhadap variabel TOD, dapat diberikan deskripsi pengembangan pada tiap variabel pada tabel berikut. Gambar 3. Hasil Output Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng

C485 Tabel 4. Prioritas dan Deskripsi Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng Prioritas Deskripsi Pengembangan 1 2 3 4 5 6 7 KLB 8 9 10 11 Perdagangan dan Jasa Fasilitas Umum Konektivitas Fasilitas Penyebrangan Dimensi Jalur Pejalan Kepadatan Bangunan 12 KDB Jalur Sepeda Menambah luas penggunaan lahan non residential yang khususnya dapat dialokasikan untuk kegiatan perdagangan dan jasa di seluruh kawasan transit. Menambah luas penggunaan lahan non residential khususnya dapat dialokasikan untuk kegiatan perkantoran pada blok 3, 5, dan 6. Meningkatkan ketersediaan jalur pejalan kaki di seluruh ruas jalan di kawasan transit. Mempertahankan area penggunaan lahan fasilitas umum yang berada di kawasan transit. Mengembangkan jalan-jalan penghubung, menerapkan pola jaringan jalan grid dan membangun fasilitas jalan (JPO) pada Blok 2 dan 7. Memelihara atau melakukan pengecekan secara berkala pada kondisi fasilitas di kawasan transit. Meningkatkan nilai rata-rata KLB sampai min 2.0 dan pada blok 1, 4 dan 7 yang dibatasi dengan KKOP. Menambahkan lebar dimensi pada jalur pejalan kaki pada blok 4 yakni Jalan Gerbong. Meningkatkan nilai kepadatan bangunan hingga 67% dari kepadatan bangunan saat ini di kawasan transit. Membangun sarana dan prasarana yang mendukung aktivitas sepeda pada Jalan Pemuda (blok 3 & 5) dan Jalan Raya Gubeng (blok 6). Mengurangi penggunan lahan residential atau dapat dialihfungsikan ke penggunaan lahan non residential sebesar, yang dapat dilakukan pada blok 1, 5 dan 6. Meningkatkan nilai rata-rata KDB sampai min 70% disesuaikan dengan arahan rencana tata ruang pada blok 1, 3, 5 dan 6. pengembangan pada kawasan transit Stasiun Gubeng dengan konsep TOD adalah: 1) penggunaan lahan perdagangan dan jasa; 2) penggunaan lahan perkantoran; 3) ketersediaan jalur pejalan kaki; 4) penggunaan lahan fasilitas umum; 5) konektivitas jalur pejalan kaki; 6) ketersediaan fasilitas ; 7) koefisien lantai bangunan (KLB); 8) dimensi jalur pejalan kaki; 9) kepadatan bangunan; 10) ketersediaan jalur sepeda; 11) penggunaan lahan perumahan; dan 12) koefisien dasar bangunan (KDB). Hasil dari penentuan prioritas pengembangan tersebut kemudian dapat direkomendasikan deskripsi pengembangan, dengan memperhatikan kondisi eksisting di kawasan transit Stasiun Gubeng. DAFTAR PUSTAKA [1] O. Z. Tamin, Perencanaan dn Permodelan Transportasi. Bandung: Penerbit ITB, 2000. [2] Bappeko Surabaya, Surabaya MRT. Surabaya, 2013. [3] Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur, Rencana Induk Perkeretaapian Provinsi Jawa Timur. 2015. [4] K. M. Isa, M. I., & Handayeni, Keterkaitan Karakteristik Kawasan Transit berdasarkan Prinsip Transit Oriented Development (TOD) terhadap Tingkat Kereta Komuter Koridor Surabaya- Sidoarjo, J. Tek. POMI, vol. 2, pp. 1 6, 203AD. [5] Land Use Planning & Policy, Transit Oriented development policy Guidelines. Calgary, 2005. [6] R. Cervero, Transit Oriented Development in The United States: Experiences, Challenges, and Prospects. Washington DC: Transportation Research Board, 2004. [7] R. Watson, D., Plattus, A., & Shibley, Time Saver Standards for Urban Design. New York: McGrawHill, 2003. [8] Florida Department of Transportation, Florida TOD Guidebook. Florida, USA, 2012. [9] J. Renne, Transit Oriented Development. Routledge, 2009. [10] Institute for Transportation Development and Policy, TOD Standard. New York: Despacio, 2014. IV. KESIMPULAN Dalam kebijakan pengembangan Kota Surabaya, kawasan transit Stasiun Gubeng menjadi salah satu kawasan yang dikembangkan dengan konsep TOD, yang membutuhkan prioritas pengembangan bagi kawasan transit agar dapat terintegrasi dengan baik dan mempercepat realisasi pengembangan kawasan transit Gubeng dengan konsep TOD. Hasil dari analisis kesesuaian konsep TOD di kawasan transit Stasiun Gubeng menujukkan terdapat dua belas variabel yakni kepadatan bangunan, koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), penggunaan lahan perumahan, penggunaan lahan perkantoran, penggunaan lahan perdagangan dan jasa, penggunaan lahan fasilitas umum, ketersediaan jalur pejalan kaki, dimensi jalur pejalan kaki, konektivitas jalur pejalan kaki, ketersediaan fasilitas dan ketersediaan fasilitas sepeda. Dalam mendukung pengembangan kawasan TOD di kawasan transit Stasiun Gubeng, dilakukan penentuan prioritas pengembangan. Hasil analisis menunjukan prioritas