BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Pada tahun 2015 Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pelayanan Terpadu Sidang Keliling Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar iyah dalam Rangka Penerbitan Akta Perkawinan, Buku Nikah, dan Akta Kelahiran dengan dasar pertimbangan sebagai berikut: a. Setiap orang berhak mendapatkan pengakuan hukum tanpa diskriminasi termasuk hak membentuk keluarga dan keturunan melalui perkawinan yang sah dan hak anak atas identitas diri yang dituangkan dalam akta kelahiran; b. Sebagian anggota masyarakat terutama kelompok miskin menghadapi hambatan biaya, jarak dan waktu dalam menyelesaikan proses pencatatan perkawinan dan pencatatan kelahiran; c. Untuk meingkatkan pelayanan terhadap masyarakat miskin dalam memperoleh Akta Perkawinan, Buku Nikah, dan Akta Kelahiran, maka Mahkamah Agung memandang perlu untuk berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dan Kementeriann Agama Republik Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan Pasal 28B Undang-Undang Dasar 1945, yakni: (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi Selanjutnya diatur pula dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Dengan demikian Negara telah menjamin setiap orang untuk 1
2 mendapatkan pengakuan hukum tanpa diskriminasi dalam hal perkawinan yang sah dan identitas anak berupa akta kelahiran. Dalam rangka menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Salah satu hal yang diatur dan berkaitan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah mengenai pencatatan perkawinan yang terdapat pada Pasal 2 ayat (2) yang merumuskan bahwa Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu juga diatur dalam Pasal 5 Kompilasi Hukum Islam, yakni: (1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat; (2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatatan Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954. Selanjutnya berdasarkan rumusan Pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Dengan demikian, akta nikah mempunyai syarat formil untuk pernikahan yang sah dan dapat digunakan sebagai alat bukti perkawinan. Dasar dibuatnya akta nikah adalah melalui pencatatan perkawinan sebagai bukti telah terjadi perkawinan yang sah secara hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,
3 sehingga akan mendapat pengakuan dan perlindungan secara hukum. Selanjutnya, pasangan suami istri akan diberikan kutipan akta nikah atau buku nikah oleh Pegawai Pencatat Nikah. Oleh karena itu, tujuan utama pencatatan perkawinan adalah demi mewujudkan ketertiban administrasi perkawinan dan menciptakan ketertiban hukum dalam masyarakat di samping untuk menjamin tegaknya hak dan kewajiban suami istri. 5 Kewajiban pencatatan perkawinan merupakan hal yang penting dalam kehidupan masyarakat Islam di Indonesia, karena dengan adanya pencatatan tersebut, maka perkawinan telah diakui dan dilindungi oleh Negara. Menurut Ketua DUKCAPIL Kabupaten Gunung Kidul, H. Tommy Harahap, S.H., M.Hum, 6 di Kabupaten Gunungkidul masih ada sekitar 2.000 lebih pasangan yang belum memiliki surat nikah yang dapat disebabkan karena kurangnya kesadaran hukum masyarakat maupun karena adanya perkawinan yang dilakukan sebelum diundangkannya Undang-Undang Perkawinan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan bukti autentik bahwa telah terjadi pernikahan yang sah diantara pasangan suami istri beragama Islam yang tidak mempunyai kutipan akta nikah atau buku nikah adalah dengan mengajukan itsbat (pengesahan) nikah ke Pengadilan Agama. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 7 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam bahwa Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama. Berdasarkan Pasal 1 5 Abdul Manan, 2006, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 96. 6 Ltiefah, Sidang Keliling Perdana PA Wonosari Tahun 2012, Website Pengadilan Agama Wonosari, http://pa-wonosari.net/index.php/component/content/article/1-latest-news/210- sidang-keliling, diakses tanggal 25 Maret 2017 Pukul 14.00 WIB.
4 angka 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015, Itsbat nikah adalah pengesahan nikah bagi masyarakat beragama Islam yang dilakukan oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syar iyah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terdapat 2 (dua) jenis atau sifat itsbat nikah yang didasarkan pada pihak yang mengajukan permohonan, yaitu yang bersifat voluntair dan kontentius. Ketentuan mengenai pihak yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ke Pengadilan Agama adalah sebagai berikut: a. Permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh kedua suami istri bersifat voluntair, produknya berupa penetapan. Jika isi penetapan tersebut menolak permohonan itsbat nikah, maka suami dan istri bersama-sama atau suami, istri masing-masing dapat mengajukan upaya hukum kasasi. b. Permohonan itsbat nikah yang diajukan oleh salah seorang suami atau istri bersifat kontentius, dengan mendudukan istri atau suami yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak termohon, produknya berupa putusan dan terhadap putusan tersebut dapat diupayakan hukum banding dan kasasi. c. Apabila dalam proses pemeriksaan permohonan itsbat nikah dalam huruf a dan b di atas diketahui bahwa suami masih terikat dalam perkawinan yang sah dengan perempuan lain, maka istri terdahulu harus dijadikan pihak dalam perkara, bila tidak mau mengubah permohonannya harus dinyatakan tidak dapat diterima. d. Permohonan itsbat nikah yang dilakukan oleh anak, wali nikah dan pihak lain yang berkepentingan harus bersifat kontentius, dengan mendudukan suami dan istri dan/atau ahli waris lain sebagai termohon. e. Suami atau istri ditinggal mati oleh istri atau suaminya, dapat mengajukan permohonan itsbat nikah secara kontentius, dengan mendudukan ahli waris lainnya sebagai pihak termohon, produknya berupa putusan dan atas putusan tersebut dapat diupayakan banding dan kasasi. f. Dalam hal suami atau istri yang ditinggal mati tidak mengetahui ada ahli waris lain selain dirinya, maka permohonan itsbat nikah diajukan secara voluntair, produknya berupa penetapan. Apabila permohonan tersebut ditolak, maka pemohon dapat mengajukan upaya hukum kasasi. 7 7 Buku II, 2010, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, Edisi Revisi, Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Jakarta, hlm. 148-149.
5 Kemudian dalam Pasal 7 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam dirumuskan sebagai berikut: Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan: a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian; b. Hilangnya akta nikah; c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan; d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974; e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Salah satu lembaga peradilan yang memberikan pelayanan dan bantuan hukum bagi masyarakat dalam penyelesaian proses pencatatan perkawinan dan pencatatan kelahiran dengan pelayanan terpadu sidang keliling dalam perkara itsbat nikah adalah Pengadilan Agama Wonosari. Pelayanan terpadu sidang keliling sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 adalah Rangkaian kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan terkoordinasi dalam satu waktu dan tempat tertentu antara Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama/Mahkamah Syar iyah, Dinas Kepedudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota, Kantor Urusan Agama Kecamatan, dalam layanan keliling untuk memberikan pelayanan pengesahan perkawinan dan perkara lainnya sesuai dengan kewenangan Pengadilan Negeri dan itsbat nikah sesuai dengan kewenangan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar iyah dan untuk memenuhi pencatatan perkawinan dan pencatatan kelahiran. Kemudian pada angka 5 diuraikan mengenai pengertian dari sidang keliling, yakni Sidang Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama/Mahkamah Syar iyah yang dilakukan di luar gedung pengadilan, baik yang dilaksanakan secara berkala maupun insidentil. Pengadilan Agama Wonosari bahkan telah mengadakan pelayanan terpadu sidang keliling
6 tersebut sebelum dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2015 tersebut, yakni pertama kali diadakan pada tahun 2012. 8 Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Pelaksanaan Itsbat Nikah Melalui Pelayanan Terpadu Sidang Keliling oleh Pengadilan Agama Wonosari. B Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan itsbat nikah melalui pelayanan terpadu sidang keliling oleh Pengadilan Agama Wonosari? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan atau menolak pengajuan itsbat nikah melalui pelayanan terpadu sidang keliling oleh Pengadilan Agama Wonosari? C Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi-informasi yang telah didapatkan oleh penulis dan dari hasil penelusuran-penelusuran yang telah dilakukan secara seksama, tidak diketemukan penelitian dan penulisan mengenai pelaksanaan itsbat nikah melalui pelayanan terpadu sidang keliling oleh Pengadilan Agama Wonosari. Akan tetapi penulis menemukan penelitian dan penulisan yang secara khusus mengenai itsbat nikah, diantaranya yaitu: 8 Ltefah, Loc.cit.
7 a. Kajian Yuridis tentang Itsbat Nikah di Pengadilan Agama yang ditulis oleh Rosina, 9 Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, tahun 2014, dengan rumusan masalah: 1) Apakah alasan diajukannya itsbat nikah ke Pengadilan Agama sesuai Pasal 7 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam? 2) Bagaimana pertimbangan hakim dalam menetapkan untuk mengabulkan atau menolak permohonan itsbat nikah di Pengadilan Agama? b. Pelaksanaan Itsbat Nikah di Pengadilan Agama Kota Payakumbuh yang ditulis oleh Muhammad Ali Ulhaq, 10 Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, tahun 2012, dengan rumusan masalah: 1) Alasan-alasan apa yang diberikan dalam pengajuan itsbat nikah di Pengadilan Agama Kota Payakumbuh? 2) Bagaimana pelaksanaan itsbat nikah di Pengadilan Agama Kota Payakumbuh? 3) Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan apabila itsbat nikah ditolak? c. Respon Masyarakat Tenjolaya Bogor Terhadap Pelayanan Itsbat Nikah Terpadu Pengadilan Agama Cibinong yang ditulis oleh Sena Siti Arafiah, 11 Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas 9 Rosina, 2014, Kajian Yuridis tentang Itsbat Nikah di Pengadilan Agama, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 10 Muhammad Ali Ulhaq, 2012, Pelaksanaan Itsbat Nikah di Pengadilan Agama Kota Payakumbuh, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 11 Sena Siti Arafiah, 2014, Respon Masyarakat Tenjolaya Bogor Terhadap Pelayanan Itsbat Nikah Terpadu Pengadilan Agama Cibinong, Skripsi, Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
8 Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2014, dengan rumusan masalah: 1) Bagaimana pelaksanaan program itsbat nikah terpadu Pengadilan Agama Cibinong di Kecamatan Tenjolaya Bogor? 2) Bagaimana respon masyarakat Tenjolaya terhadap pelayanan itsbat nikah terpadu Pengadilan Agama Cibinong? Dalam penelitian ini terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian tersebut di atas, baik mengenai permasalahan maupun pengkajian penelitiannya. Kesamaannya penelitian ini dengan penelitian tersebut di atas adalah sama-sama membahas mengenai pelaksanaan itsbat nikah. Perbedaan penelitian Rosina dan Muhammad Ali Ulhaq dengan penelitian ini, yakni kedua penelitian tersebut membahas mengenai pelaksanan itsbat nikah yang dilakukan di Pengadilan Agama, sedangkan penelitian ini akan membahas mengenai pelaksanan itsbat nikah di luar Pengadilan Agama yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Wonosari melalui pelayanan terpadu sidang keliling. Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sena Siti Arafiah adalah sama-sama mengenai pelaksanaan itsbat nikah melalui pelayanan terpadu yang dilakukan oleh Pengadilan Agama. Akan tetapi penelitian tersebut lebih mengarah kepada respon masyarakat terhadap program pelayanan itsbat nikah terpadu Pengadilan Agama Cibinong.
9 D Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan itsbat nikah melalui pelayanan terpadu sidang keliling oleh Pengadilan Agama Wonosari. b. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan atau menolak pengajuan itsbat nikah melalui pelayanan terpadu sidang keliling oleh Pengadilan Agama Wonosari. E Faedah yang Diharapkan Berdasarkan tujuan penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan faedah atau manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Faedah yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: a. Bagi ilmu pengetahuan Penulis berharap penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan yang berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum dan khususnya hukum yang mengatur tentang pelaksanaan itsbat nikah melalui pelayanan terpadu sidang keliling oleh Pengadilan Agama Wonosari. b. Bagi masyarakat Penulisan tesis ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan pembaca atau masyarakat serta dapat membantu memecahkan masalah yang mungkin sedang dihadapi oleh
10 pembaca terutama menyangkut tentang pelaksanaan itsbat nikah melalui pelayanan terpadu sidang keliling oleh Pengadilan Agama Wonosari. c. Bagi penulis Penulis berharap dengan penulisan tesis ini dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang hukum terutama tentang pelaksanaan itsbat nikah melalui pelayanan terpadu sidang keliling oleh Pengadilan Agama Wonosari.