BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan
|
|
- Susanto Hermanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan Notaris. Dalam Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2013, merupakan pasal yang dapat digunakan oleh profesi jabatan notaris berlindung manakala terjadi permasalahan hukum dengan akta yang dibuatnya. Sesuai dengan kewenangan, seorang notaris berwenang untuk membuat akta resmi selanjutnya disebut akta autentik, yaitu suatu akta yang didalamnya bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawaipegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. 1 Demikian juga diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, sebagai berikut : Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang 1 Subekti dan Tjitrosudibio, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hlm
2 2 pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Terhadap akta-akta yang dibuat notaris wajib menyimpan dalam kumpulan dokumen yang terjilid berdasarkan nomor akta yang disebut minuta akta, sedangkan yang dikeluarkan untuk para pihak dalam akta tersebut berupa salinan akta yang sama persis bunyinya dengan minuta akta yang disimpan dikantor notaris. Perbedaan antara minuta akta dengan salinan akta terletak diakhir akta, dalam minuta akta terdapat tandatangan para pihak saksi-saksi dan notaris, sedangkan dalam salinan akta pada akhir akta hanya terdapat tandatangan notaris saja. Akta notaris yang tersimpan dalam minuta akta atau protokol notaris, termasuk salah satu dokumen arsip negara yang harus disimpan dalam jangka waktu yang lama serta terjaga kerahasiaan terhadap akta-akta/dokumen/ protokol yang disimpan tersebut. Penyimpanan akta atau/ dokumen diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014) Pasal 1 angka 13 yang berbunyi : Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tentang menjaga kerahasiaan akta itu merupakan kewajiban seorang notaris yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Jabatan Notaris. Permasalahan hukum dapat terjadi dalam menjalankan profesi jabatan notaris, permasalahan hukum itu terjadi karena para pihak dalam akta tersebut baik sengaja ataupun tidak, menyampaikan dokumen pendukung maupun
3 3 materi yang akan dituangkan dalam akta kepada seorang notaris tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya / palsu / dipalsukan atau kurang lengkap, dapat pula terjadi apabila para pihak atau salah satu pihak mengingkari dari akta yang telah mereka sepakati. Selain itu dapat juga terjadi karena kelalaian dan/atau kurang ketelitian / kecerobohan seorang notaris sehingga mengakibatkan akta yang dibuatnya mengalami permasalahan hukum. Permasalahan hukum itu muncul bisa pada saat itu, atau dapat muncul setelah beberapa tahun kemudian saat minuta akta telah disimpan dalam protokol notaris lain. Dalam penyelesaian permasalahan hukum tersebut apabila tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan oleh para pihak, maka dapat diselesaikan secara hukum melalui proses peradilan. Terhadap permasalahan hukum yang terjadi dan memenuhi unsur perbuatan pidana maka penyidik dalam hal ini dilakukan oleh kepolisian republik Indonesia, sesuai domisili hukum yang dikehendaki para pihak atau wilayah kerja notaris yang bersangkutan. Penyidik berwenang melakukan pemanggilan kepada notaris yang bersangkutan, sebagai saksi maupun tersangka berkaitan dengan akta yang dibuatnya berdasarkan laporan kepolisian yang dibuat oleh para pihak dalam akta yang bermasalah tersebut. Guna kepentingan penyidikan, penyidik selanjutnya dapat meminta kepada notaris untuk menghadirkan alat bukti berupa minuta akta yang dibuat atau disimpan dalam protokol notaris yang bersangkutan. Namun demikian, hal inilah yang menjadikan kendala bagi penyidik untuk menindaklanjuti
4 4 setiap pelaporan dari para pihak / masyarakat yang berkaitan dengan adanya dugaan perbuatan pidana yang timbul dan berkaitan dengan akta yang dibuat oleh seorang notaris. Karena Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris sebelum putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 49/PUU- X/2013 terdapat frasa yang berbunyi : dalam pengambilan fotocopy minuta maupun pemanggilan seorang notaris oleh penyidik harus seijin Majelis Pengawas Daerah (MPD) pada daerah kerja notaris yang bersangkutan. Frasa inilah yang menjadi kendala penyidik dalam menindaklanjuti setiap pelaporan dari para pihak / masyarakat yang berkaitan dengan adanya dugaan perbuatan pidana yang timbul dan berkaitan dengan akta yang dibuat oleh seorang notaris. Seolah-olah Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut dapat dipergunakan sebagai perlindungan bagi seorang notaris yang berkaitan dengan adanya dugaan perbuatan pidana yang timbul dan berkaitan dari akta yang dibuat tersebut. Setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tentang uji materi dalam Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris berkaitan dengan frasa dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah sudah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau dapat disebut frasa tersebut telah dihapuskan dengan dikabulkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) Nomor 49/PUU-X/2013 dalam putusannya sebagai berikut :
5 5 1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya : a. Menyatakan frasa dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432) bertantangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun b. Menyatakan frasa dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432) tidak mempunyai hukum mengikat. 2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris (UU no. 30 tahun 2004) baik sebelum maupun setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.HT Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta dan Pemanggilan Notaris. Dengan dihapusnya frasa dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah, maka terhadap Peraturan Mentri tersebut sepanjang yang berkaitan dengan frasa yang dihapuskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai konsekuensi juga tidak berlaku lagi.
6 6 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.HT Tahun 2007 pada Pasal 13 ayat (1) menyebutkan : Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim, setelah mendapat persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah, meminta Notaris membawa Minuta Akta yang dibuatnya dan/atau Minuta Akta Notaris lain yang berada dalam penyimpanan protokolnya, untuk diperiksa di Pusat Laboratorium Forensik mengenai keabsahan tanda tangan dan/ atau cap jempol yang tertera pada Minuta Akta pada hari yang ditentukan. Ayat (3) menyebutkan : Dalam hal pemeriksaan Minuta Akta yang dibuatnya dan/atau Minuta Akta notaris lain yang berada dalam penyimpanan protokolnya telah selesai dilaksanakan maka Minuta Akta yang dibuatnya dan/atau Minuta Akta notaris lain yang berada dalam penyimpanan protokolnya diserahkan kembali kepada Notaris. Pasal 66 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris terdapat penambahan frasa dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris, disamping itu ada penambahan pasal dalam Pasal 66A, dalam ayat (3) berbunyi : Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian, struktur organisasi, tata kerja, dan anggaran Majelis Kehormatan Notaris diatur dengan Peraturan Menteri, yang hingga saat ini belum ada diatur dalam peraturan peksanaannya. Terlihat jelas disini perbedaan peraturan yang mengatur tentang pemanggilan notaris dan pengambilan minuta akta dalam Peraturan Menteri
7 7 Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dengan yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, mengenai tata cara pengambilan fotokopi minuta akta sebagai bahan penyidikan di kepolisian. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.HT Tahun 2007 ini, pada tanggal 25 Maret 2008 berdasarkan surat permohonan hak uji materiil oleh beberapa Notaris pernah dilakukan upaya Uji Materil ke Mahkamah Agung Republik Indonesia, dengan dalil-dalil permohonannya agar Mahkamah Agung Republik Indonesia dapat memutuskan sebagai berikut : 1. Mengabulkan permohonan Pemohon sebagaimana tersebut dalam permohonan; 2. Memutuskan bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.HT Tahun 2007 Tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris; Bertentangan dengan : a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris; 1) Pasal 4 ayat (2); 2) Pasal 16 ayat (1) huruf e 3) Pasal 66 b. Pasal 322 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; c. Pasal 1909 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
8 8 d. Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara; e. Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Atau 1. Memutuskan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.HT Tahun 2007 Tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris tidak sah dan /atau tidak berlaku untuk umum, dan memerintahkan kepada Termohon untuk mencabutnya; 2. Dengan segala kewenangan yang ada pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, memohon dapat mengambil keputusan tersendiri untuk mengakhiri berlakunya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.HT Tahun 2007 Tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris. Terhadap permohonan Pemohon tersebut Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam keputusannya menolak terhadap permohonan Uji Materil dalam putusannya sebagai berikut : 1. Menolak seluruh permohonan Pemohon; 2. Memutuskan bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.HT Tahun 2007 Tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris tidak bertentangan dengan :
9 9 a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris; 1) Pasal 4 ayat (2); 2) Pasal 16 ayat (1) huruf e 3) Pasal 66 b. Pasal 322 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; c. Pasal 1909 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; d. Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara; e. Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 3. Memutuskan bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.HT Tahun 2007 Tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris adalah sah dan berlaku untuk umum dan untuk pihak yang terkait. B. Perumusan Masalah Melihat latar belakang masalah tersebut diatas maka terdapat permasalahan : 1. Bagaimanakah pemanggilan dan pengambilan minuta akta notaris dalam kajian yuridis Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.03.HT Tahun 2007 terhadap Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris sebagai Peraturan Pelaksanaan?
10 10 2. Bagaimanakah implementasi pemanggilan, pemeriksaan dan pengambilan minuta akta oleh penyidik pasca berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 49/PUU-X/2012 tanggal 23 Maret 2013? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran dan pengamatan dilingkungan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada sampai saat ini belum pernah ada penulisan mengenai tinjauan yuridis maupun implementasi pemanggilan pemeriksaan dan pengambilan minuta akta pasca berlakunya pasal 66 Undang- Undang Jabatan Notaris / Undang-Undang Nomor 2 Tahun Sedangkan penelitian saudara Zamrony 2 dengan judul Kesesuaian Regulasi Mengenai izin Pemanggilan Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Proses Peradilan ditinjau Dari Asas Equality Before The Law dengan permasalahan sebagai berikut : 1. Sejauh mana kesesuaian regulasi mengenai izin pemanggilan notaris dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap UUD 1945 ditinjau dari asas equality before the law? 2. Bagaimana perbandingan proses pemanggilan dalam proses peradilan antara notaris, pejabat pembuat akta tanah dan pejabat lelang? 3. Sejauh mana kesesuaian regulasi mengenai izin pemanggilan notaris dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik 2 Zamroni, 2008, Kesesuaian Regulasi Mengenai izin Pemanggilan Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Proses Peradilan ditinjau Dari Asas Equality Before The Law, Tesis, Pascasarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
11 11 Indonesia Nomor : M.03.HT Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris? Dalam kesimpulan terhadap ketiga permasahan tersebut adalah : 1. Ketentuan dalam pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidak bertentangan dengan asas equality before the law. Izin pemeriksaan terhadap notaris hanya berlaku dalam kapasitasnya sebagai seorang notaris saja, artinya izin pemanggilan hanya diperlukan jika dugaan tindak pidana berkaitan dengan Akta dan / atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris. 2. Terdapat perbedaan prosedur terhadap pemanggilan antara notaris, pejabat pembuat akta tanah dan pejabat lelang. Hal ini disebabkan karena tidak semua peraturan perundang-undangan mengatur prosedur izin tersebut. Padahal kualifikasi notaris dan PPAT dapat disamakan yaitu sebagai pejabat umum yang wajib merahasiakan isi akta sebagaimana tercantum dalam sumpah jabatan. Sedangkan pejabat lelang tidak memiliki kewajiban untuk merahasiakan isi risalah lelang sehingga izin pemeriksaan belum diperlukan. 3. Berdasarkan asas freies ermessen, menteri hukum dan hak asasi manusia berwenang mengeluarkan peraturan menteri yang tidak diamanatkan oleh peraturan yang lebih tinggi apabila dibutuhkan dalam pelaksanaan Undang-Undang. Dalam Peraturan Menteri
12 12 Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.03.HT Tahun 2007, muatannya hanya memperjelas ketentuan dalam Pasal 66 UUJN. Sebab jika tidak diatur lebih lanjut akan menimbulkan kekosongan hukum. Sedangkan muatan tentang izin pemeriksaan terhadap notaris melalui Majelis Pengawas Daerah tidak bertentangan dengan ketentuan pasal 66 UUJN. Demikian juga terhadap penulisan saudara Mochammad Sigit Gunawan, SH. 3 dengan judul Tinjauan Yuridis Pemanggilan Notaris Oleh Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim Dalam Proses Pengadilan dengan permasalahan : 1. Apa yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Pengawas Daerah, dalam pemberian persetujuan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UUJN? 2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap pemberian persetujuan pemanggilan notaris, jika melebihi batas waktu sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana? Dengan kesimpulannya sebagai berikut : 1. Bahwa keberadaan Pasal 66 UUJN merupakan penambahan prosedural yang harus diikuti oleh aparat penegak hukum. Mengenai subtansi materi Pasal 66 UUJN, Kewenangan MPD yang bersifat administratif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat 3 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 3 Mochammad Sigit Gunawan, Tinjauan Yuridis Pemanggilan Notaris oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim dalam Proses Pengadilan, Tesis, Pascasarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
13 13 Nomor M.02.PR Tahun 2004, sebagai dasar pertimbangan pemberian persetujuan pemanggilan oleh aparat penegak hukum mengacu pada ketentuan Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 dan Pasal 53 UUJN. Sebagai bahan pertimbangan yang lain Majelis Pengawas Daerah (MPD) dalam pemutusan rapat Majelis berpegang pada ketentuan Pasal 4, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18, Pasal 19 UUJN, yang menyangkut pelaksanaan Jabatan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya. Jika di temukan adanya pelanggaran Kode Etik, maka MPD akan melibatkan Dewan Kehormatan Organisasi Notaris. 2. Dalam hal proses pemanggilan notaris oleh Penyidik yang bersifat segera mungkin mengingat jangka waktu pengembalian Berkas Acara Pemeriksaan, berdasarkan petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum, maka Penyidik dapat mendatangi kantor notaris yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap notaris tersebut, sebagaimana yang diatur pada Pasal 113 KUHAP. Dalam hal ini, Penyidik hanya memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD), tanpa adanya surat permohonan persetujuan kembali kepada MPD untuk diadakan proses pemeriksaan tersebut di empat kediaman notaris. Jika notaris yang bersangkutan tidak memberikan atau menolak dengan dalil tidak adanya persetujuan dari MPD, maka Penyidik karena jabatannya
14 14 memiliki kewenangan untuk melakukan upaya paksa sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 224 KUHP dan Pasal 522 KUHP, sehingga notaris yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana yang diatur di dalam kedua pasal tersebut. Terhadap penelitian tersebut diatas walaupun hampir mempunyai kesamaan judul namun terhadap isi dan pokok penelitiannya berbeda. sehingga dengan demikian penelitian yang dilakukan penulis belum pernah dilakukan penulis lain sehingga penulis yakin bahwa tulisan ini adalah asli, apabila ada penelitian yang sama dengan penelitian ini, maka penelitian ini dapat dipergunakan sebagai pelengkap. D. Tujuan Penelitian a. Mengetahui dan menganalisis pemanggilan dan pengambilan minuta akta terhadap Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.03.HT Tahun 2007 sebagai Peraturan Pelaksana dalam melaksanakan Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris, mempunyai kekuatan yuridis terhadap pelaksanaan Pasal 66 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. b. Mengetahui pelaksanaan pemanggilan, pemeriksaan dan pengambilan minuta akta notaris yang dilakukan penyidik sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku terutama berkaitan dengan pasca berlakunya Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris / Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.
15 15 E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Secara Teoritis Sebagai bahan masukan atau sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum khususnya dalam bidang kenotariatan terutama dalam Organisasi dan Pengawasan Notaris dalam menjalankan profesinya secara aman dan benar berdasarkan Undang-Undang tentang Jabatan Notaris. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan informasi kepada Penulis, Notaris, Organisasi Notaris dan pihak-pihak yang berkaitan dengan ilmu hukum kenotariatan.
BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Notaris sebagai pejabat umum dipandang sebagai pejabat publik yang menjalankan profesinya dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, untuk membuat akta otentik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini berdasarkan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum. berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan I. PEMOHON Kan Kamal Kuasa Hukum: Tomson Situmeang, S.H., dkk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi di bidang hukum merupakan profesi luhur yang terhormat atau profesi mulia ( nobile officium) dan sangat berpengaruh di dalam tatanan kenegaraan. Profesi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-undang
Lebih terperinciI. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 72/PUU-XII/2014 Pembatasan Kewenangan Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik dalam hal Pengambilan Fotokopi Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris I. PEMOHON Tomson Situmeang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum perdata mengenal mengenal tentang adanya alat-alat bukti. Alat bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata)
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari arti pentingnya sebuah jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari, sehingga banyak orang yang menuangkannya
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-X/2012
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 49/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris [Pasal 66 ayat ( 1)] terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum menjamin adanya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangPermasalahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017 Keterangan Saksi Yang Diberikan di Bawah Sumpah dan Tidak Hadir Dalam Persidangan Disamakan Nilainya dengan Keterangan Saksi Di Bawah Sumpah Yang Diucapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris merupakan profesi yang terhormat dan selalu berkaitan dengan moral dan etika ketika menjalankan tugas jabatannya.saat menjalankan tugas jabatannya, Notaris
Lebih terperinciIMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK
IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK TIM PENELITI Prof. DR. I WAYAN PARSA, SH., M.Hum. (19591231 198602 1 007) KADEK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut, sebagaimana
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan I. PEMOHON Barisan Advokat Bersatu (BARADATU) yang didirikan berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semula dilakukan oleh Pengadilan Negeri. Berlakunya Undang-Undang. kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Notaris adalah pejabat umum yang diberi kewenangan menjalankan sebagian dari kewenangan negara untuk membuat alat bukti tertulis secara otentik dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak
1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari keterikatan dengan sesamanya. Setiap individu mempunyai kehendak dan kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Negara Indonesia adalah negara hukum,
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dibentuk dengan suatu tujuan mulia yaitu mendorong dan menciptakan kesejahteraan umum dalam payung Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Akta merupakan suatu tulisan yang dibuat sebagai bukti suatu perbuatan hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga negaranya. Di dalam menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang pelayanan kesehatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya
Lebih terperinciPENGAMBILAN FOTO COPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS
PENGAMBILAN FOTO COPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS Djoko Sukisno * Abstract The main problem of this paper is what can be used as limitation of Majelis Pengawas Daerah Notaris in implementing Article
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut sebagai perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan
Lebih terperinciBAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA
BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam
Lebih terperinciBAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS
BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS PERPADUAN NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka diperlukanlah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara untuk melayani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencatat bahwa pada era reformasi terjadi perubahan pada lembaga Notariat yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan Notaris Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan bangsa dan Negara Indonesia. Sejarah kontemporer Indonesia mencatat bahwa pada
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang I. PEMOHON Mardhani Zuhri Kuasa Hukum Neil Sadek, S.H.dkk., berdasarkan
Lebih terperinciKEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS TERKAIT ASPEK PIDANA DIBIDANG KENOTARIATAN
Vol. 18, No. 1, (April, 2016), pp. 37-49. KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS TERKAIT ASPEK PIDANA DIBIDANG KENOTARIATAN THE AUTHORITY OF HONOUR BOARD OF NOTARY IN REGARD WITH CRIMINAL IN THE FIELD OF
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh negara memiliki kewajiban dan kewenangan yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai pejabat umum memiliki peran sentral dalam menegakkan hukum di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaris dikenal
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015
KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik
10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum, dimana hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam segala hal. Keberadaan hukum tersebut juga termasuk mengatur hal-hal
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR I. PEMOHON Nining Elitos...(Pemohon 1) Sunarno...(Pemohon 2) Eduard
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kebijakan pemerintah terhadap jabatan notaris, bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD Negara R.I. tahun 1945
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan perlindungan hukum menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam
Lebih terperinciBerdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak dapat lepas dari etika karena dapat menjaga martabat sebagai makhluk yang sempurna. Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang jabatan notaris.
Lebih terperinciBAB II KETENTUAN HUKUM DAN PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI DAN TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA
30 BAB II KETENTUAN HUKUM DAN PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI DAN TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA A. Ketentuan Hukum Proses Penyidikan Terhadap Notaris Sebagai Saksi dan Tersangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan notaris dalam kehidupan masyarakat sangat dibutuhkan bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban,
Lebih terperinciBAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT
27 BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT 1. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Di dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945 Menentukan : (1)
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam
BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Keberadaan lembaga Notariat di Indonesia adalah untuk memenuhi kebutuhan akan alat bukti otentik yang sangat diperlukan, guna menjamin kepastian hukum serta kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat autentik dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris merupakan pejabat umum yang kedudukannya sangat dibutuhkan dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat autentik dari suatu perbuatan hukum
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinci2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2015 KEMENKUMHAM. Anggota Majelis Pengawas. Organisasi. Pengangkatan. Penggantian. Pencabutan PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Lebih terperinciBagian Kedua Penyidikan
Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan
Lebih terperinciPERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai keperluan semakin meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris
No.180,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 HA PIOAUSPOI TENTANG MAJELIS KEHORMATAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.180,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 HA PIOAUSPOI TENTANG MAJELIS KEHORMATAN
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor 49/PUU-X/2012
PUTUSAN Nomor 49/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari kehidupan tradisional kekehidupan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinci