Kajian learning obstacle materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel pada pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

DESAIN DIDAKTIS KONSEP BARISAN DAN DERET ARITMETIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dhias Mei Artanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah et.al open ended

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Intan Cahyaningrum, 2015

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Khususnya di Indonesia matematika sudah diajarkan sejak dalam. pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah.

BAB I PENDAHULUAN. Adakalanya seorang siswa mengalami kesulitan walaupun dia telah

2015 DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLE TOPIK PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DESAIN DIDAKTIS KONSEP GARIS SINGGUNG LINGKARAN PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tri Aprianti Fauzia, 2015

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Learning Obstacle pada Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matermatika yang dilakukan di Indonesia kira-kira seperti yang

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH TRAPESIUM PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nora Madonna, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KONSEP ALJABAR YANG TERLUPAKAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2016 DESAIN DIDAKTIS KONSEP GARIS SINGGUNG LINGKARAN PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Feni Febrianti Kencanawati, 2013

2015 DESAIN DIDAKTIS PERSAMAAN KUADRAT UNTUK SISWA SMP KELAS VIII

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari hasil penelitian ini diantaranya adalah : siswa dan terkait variasi informasi yang ada pada soal.

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATERI SPLDV SISWA KELAS VIII DI SMP KRISTEN 2 SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Panji Wiraldy, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Dini Asri Kusnia Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang berkaitan dengan aljabar banyak ditemukan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak Sumber Daya Manusia

\MODEL DESAIN DIDAKTIS PENGURANGAN PECAHAN BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR

BAB II KAJIAN TEORI. lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. rumusan kuntitatif, rumusan institusional, dan rumusan kualitatif.

Kemampuan Komunikasi Dan Pemahaman Konsep Aljabar Linier Mahasiswa Universitas Putra Indonesia YPTK Padang

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

09. Mata Pelajaran Matematika

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

Analisis Kesalahan Mahasiswa Pendidikan Matematika Dalam Menyelesaikan Soal Pertidaksamaan Pada Mata Kuliah Kalkulus I

DESAIN BAHAN AJAR BERBASIS KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS PADA MATA KULIAH KALKULUS VEKTOR

P 32 MODEL DISAIN DIDAKTIS PEMBAGIAN PECAHAN BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. metode dan desain penelitian. Adapun metode penelitian yang digunakan

Desain Didaktis Pembelajaran Konsep Energi dan Energi Kinetik Berdasarkan Kesulitan Belajar Siswa pada Sekolah Menengah Atas

44. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

DIAGNOSIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL SERTA UPAYA MENGATASINYA MENGGUNAKAN SCAFFOLDING

Persamaan dan Pertidaksamaan Linear

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengetahuan Prosedural Matematika

09. Mata Pelajaran Matematika

ANALISIS KESALAHAN PENYELESAIAN SOAL BANGUN RUANG SISI LENGKUNG SISWA KELAS IX SMP NEGERI 5 KOTA TASIKMALAYA

BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan serangkaian kegiatan penelitian, pada bab ini akan

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME PRISMA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP

2015 D ESAIN D IDAKTIS UNTUK MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SISWA TERHAD AP KONSEP SUD UT PAD A BANGUN RUANG BERD ASARKAN LEARNING TRAJECTORY

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.2 November 2016

PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN DEDUKTIF MAHASISWA PADA MATERI RUANG VEKTOR

MENGATASI HAMBATAN BELAJAR SISWA DALAM MENGGAMBAR GARIS DAN SUDUT DENGAN PENDEKATAN ANTISIPASI DIDAKTIS DI SMP

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

Desain Didaktis Bahan Ajar Matematika SMP Berbasis Learning Obstacle dan Learning Trajectory

DESAIN DIDAKTIS KONSEP VOLUME LIMAS PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP BERDASARKAN LEARNING TRAJECTORY

Desain Didaktis Konsep Mengukur Sudut di Kelas V Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 BALONGAN

Desain Didaktis Bahan Ajar Problem Solving pada Konsep Persamaan Linear Satu Variabel

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui tiga

PROFIL HAMBATAN BELAJAR EPISTIMOLOGIS SISWA KELAS VIII SMP PADA MATERI TEKANAN ZAT CAIR MELALUI TES KEMAMPUAN RESPONDEN

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Secara ringkas pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Kelas X SMA Prasetya Gorontalo,

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari seperti mengenal garis, bangun datar dan bangun ruang. Geometri

SILABUS PENGALAMAN BELAJAR ALOKASI WAKTU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe student facilitator and explaining terhadap pemahaman matematik peserta didik

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

DESAIN DIDAKTIS BAHAN AJAR KONEKSI MATEMATIKA PADA KONSEP LUAS DAERAH TRAPESIUM. Ihsan Ariatna Dindin Abdul Muiz Lidinillah Hj.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA SPLDV BERDASARKAN LANGKAH PENYELESAIAN POLYA

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN LANGKAH-LANGKAH POLYA PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL SISWA KELAS VII SMP N 1 BRINGIN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

SOAL DAN JAWABAN TENTANG NILAI MUTLAK. Tentukan himpunan penyelesaian dari persamaan nilai Mutlak di bawah ini.

BAB I PENDAHULUAN. SWT. Seperti firman-nya dalam surah Al-Jin ayat 28: Artinya: Supaya dia mengetahui, bahwa Sesungguhnya rasul-rasul itu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

IDENTIFIKASI KESALAHAN SOAL SISTEM PERSAMAAN LINEAR- KUADRAT DUA VARIABEL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang telah dilakukan, diperoleh hasil penelitian dan pembahasan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rianti Aprilia, 2015

Transkripsi:

Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika vol. 3 no. 2, pp. 151 159, September 2017 Kajian learning obstacle materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel pada pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama Lelis Sulastri, Ebih Abdul Rachim Arhasy Program Studi Pendidikan Matematika, Pascasarjana Universitas Siliwangi, Tasikmalaya, Indonesia E-mail: lelissulastri91@gmail.com ABSTRACT The purpose of this research is to identifying of learning obstacle in equalities and inqualities linear one variable. This research uses qualitative method. The data collection was a test that uses to identifying learning obstacle. The instrumental of this research is the reseacrher and test instrumental. The data source of this research are students were learned materials of equalities and inqualities one variable, they are students at the second grade, third grade of SMP IT Nurul Jannah and the students at the first grade of SMA Negeri 1 Ciawi. The data were analyzed by students response about instrumental is given, categorised students response into some categorys, analyzed causality of learning obstacle, and connected causality of learning obstacle with theoretical of learning to arrange initial of DDR. The result of this study was discovery five types of learning obstacle is learning obstacle type 1 (learning obstacle related concepts in materials equalities and inqualities linear one variable), learning obstacle type 2 (learning obstacle related prosedural to finished problem of equalities and inqualities linear one variable), learning obstacle type 3 (learning obstacle related problem solving materials equalities and inqualities linear one variable), learning obstacle type 4 (learning obstacle related connction equalities and inqualities linear one variable with other concept in mathematics). The result of repersonalization concept in equalities and inqualities linear variable. Keywords: Learning obstacle, repersonalization materials. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu pilar penting bagi peradaban sebuah bangsa. Pendidikan dan kemajuan bangsa bagaikan dua sisi mata uang, keberadaanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Karena itu, kemajuan sebuah bangsa tidak pernah lepas dari peranan pendidikan yang berkualitas. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan diharapkan akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang punya kemampuan unggul. Untuk menghasilkan SDM yang unggul diperlukan kualitas pendidikan dari berbagai bidang salah satunya adalah matematika. Disiplin ilmu matematika memegang peranan penting dalam kehidupan. Matematika dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah secara sistematis, kreatif, jujur, disiplin. Selain itu, matematika juga digunakan dalam bidang ahli lainnya seperti penerapan kalkulus dalam bidang kedokteran, penerapan trigonomerti pada teknik sipil, penerapan peluang dalam ilmu ekonomi, penerapan program linier dalam ilmu manajemen, penerapan kombinatorika dalam ilmu pemograman, penerapan aljabar dalam kegiatan perdagangan, dan sebagainya. Matematika yang dipelajari di sekolah meliputi aljabar, geometri, trigonometri, dan aritmatika. Menurut Orton (dalam Suhartati, 2012:1) menyatakan... aljabar merupakan salah satu bidang kajian inti matematika yang dianggap sulit. Hal ini dikarenakan aljabar merupakan konsep matematika yang abstrak. Salah satu materi yang termasuk ke dalam aljabar yang dianggap sulit adalah persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel penting dikuasai peserta didik karena merupakan prasyarat materi selanjutnya, seperti sistem persamaan linear satu variabel, persamaan kuadrat, pertidaksamaan kuadrat, limit dan sebagainya. Selain itu, banyak p-issn: 2460-8599 e-issn: 2581-2807 jurnal.unsil.ac.id/index.php/jp3m

152 Kajian learning obstacle materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel pada pembelajaran... permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diselesaikan dengan konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Fakta yang ditemukan oleh Wijaya (dalam Suhita, 2013:2) yang mengatakan... ditemukan banyak peserta didik yang merasa kesulitan mengerjakan soal cerita pada pokok bahasan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel.... Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa dalam kenyataanya banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah yang terkait dengan materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Menurut Herutomo, Agung dan Saputra (2014:174) menyatakan Kesulitan paling mendasar yang dialami siswa yaitu menerjemahkan masalah dalam soal cerita ke dalam bentuk matematika, seperti apa yang diketahui, apa yang harus dimisalkan dalam variabel, operasi apa yang digunakan dalam permasalahan dan proses penyelesaian. Jika peserta didik salah dalam membuat model matematika dari soal cerita maka dapat dipastikan bahwa proses penyelesaian selanjutnya juga salah. Muchlis (dalma Mukhtar, 2013:1) menyatakan Banyak siswa yang hanya hafal materi dalam pelajaran matematika, tetapi tidak bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mengindikasikan bahwa peserta didik mengalami hambatan dalam menggunakan konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dalam menyelesaikan masalah-masalah kehidupaan sehari-hari karena dari awal ketika pembelajaran berlangsung peserta didik sudah mengalami kesulitan. Sebagai seorang pendidik, dorongan untuk menganalisis hambatan-hambatan belajar peserta didik merupakan salah satu unsur dalam pengembangan profesi keguruan yang harus dikembangkan. Penting bagi seorang guru untuk memiliki pengetahuan tentang kesalahan atau hambatan yang dialami peserta didik dalam pembelajaran. Hal tersebut senada dengan pendapat Zevenbergen, (Herutomo, Rezky & Saputra, 2014:175) menyatakan Mengajar yang baik melibatkan pengetahuan guru tentang pemikiran siswa ke arah konstruksi yang lebih kompleks, lengkap dan kuat dengan menggunakan kegiatan, kebiasaan, dan lingkungan belajar yang terorganisir. Dalam pembelajaran matematika di sekolah, biasanya pada awal pembelajaran guru menyajikan soal matematika kemudian guru mendemonstrasikan cara menyelesaikannya, setelah itu guru meminta peserta didik untuk menyelesaikan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru atau soal-soal yang ada di buku paket. Proses pembelajaran tersebut tidak mendidik peserta didik untuk menjadi problem solver melainkan mendidik peserta didik untuk menjadi peniru dan penjawab soal semata. Prose pembelajaran tersebut oleh Koseki (dalam Turmudi, 2010:7) dinamakan sebagai copy method. Menurut pendapat Bransford, Brown dan cocking (dalam Turmudi 2010:28)...siswa yang hanya mengingatingat fakta dan prosedur tanpa pemahaman seringkali kurang merasa yakin ketika dan bagaimana menggunakan apa yang mereka tahu dan pembelajaran seperti ini seringkali agak rapuh. Sehingga sebaiknya guru tidak menggunakan copy method karena metode ini tidak akan membuat peserta didik memahami konsep matematika. Suryadi (2010:6) berpendapat mengenai proses pembelajaran yang ideal bagi peserta didik adalah Proses yang dilakukan siswa pada saat belajar matematika pada hakikatnya sama dengan yang dilakukan para matematikawan. Perbedaanya siswa tidak berproses untuk menemukan sesuatu yang betul-betul baru melainkan hanya melakukan redepersonalisasi dan redekontekstualisasi. Dalam melakukan repersonalisasi dan rekontekstualisasi ada kemungkinan matematikawan mengalami hambatan-hambatan dalam menemukan konsep matematika. hambatan-hambatan tersebut juga mungkin saja dialami peserta didik. Oleh karena itu, apabila seorang guru melakukan proses repersonalisasi dan rekontekstualisasi

Lelis Sulastri, Ebih Abdul Rachim Arhasy 153 akan menghasilkan bahan ajar yang cocok untuk mengatasi kesulitan (learning obstacle) dalam proses pembelajaran. Materi matematika dalam penelitian ini adalah materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel melalui DDR diharapkan peserta didik tidak lagi menemui hambatan yang sama di kemudian hari, oleh karena itu berdasarkan fenomena dan penjelasan diatas peneliti tertarik untuk mengkaji learning obstacle khususnya epistimological obstacle, untuk mengatasi hambatan belajar yang muncul pada proses pembelajaran. METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji learning obstcle peserta didik serta merumuskan DDR sebagai alternatif penyelesaian guna mengatasi atau mengurangi learning obstacle yang bersifat epistimologi pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Untuk itu peneliti memilih metode penelitian kualitatif. Oleh karena itu penelitian kualitatif dibutuhkan untuk mengembangkan kualitas pendidikan. Fokus dari penelitian ini adalah mengkaji learning obstacle yang bersifat epistimologis yaitu hambatan belajar yang terjadi disebabkan oleh pengetahuan peserta didik yang terbatas pada suatu konteks tertentu. Sumber data pada penelitian ini adalah peserta didik yang sudah mendapatkan materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Materi ini merupakan materi yang terdapat di SMP kelas VII semester 1. Oleh karena itu sumber data pada penelitian ini adalah peserta didik pada yang berada pada kelas VIII, IX dan X. Untuk mendapatkan data dari kelas VIII dan IX, peneliti melakukan penelitian di SMP IT Nurul Jannah sedangkan untuk mendapatkan data dari kelas X, peneliti mengambil data dari SMA Negeri 1 Ciawi. Teknik pengumpulan data sangat diperlukan dalam melaksanakan penelitian dan pengumpulan data. Teknik pengumpulan bertujuan agar data yang diperoleh relevan dengan tujuan dan pokok masalah. Data dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa tes. Hal ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Didi Suryadi, Kartika Yulianti dan Enjun Junaeti yang mengidentifikasi learning obstacle yang dilakukan mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal kombinatorika memakai teknik pengumpulan data berupa tes. Instrumen dalam penelitian ini melibatkan peneliti itu sendiri dan instrumen tes yang digunakan untuk mengidentifikasi learning obstacle yang dialami peserta didik dalam materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Instrumen tes yang digunakan telah memiliki validitas isi sehingga dapat mengukur indikator yang telah dirumuskan dengan meminta pertimbangan para ahli. Instrumen tes berbentuk 8 butir soal essay agar jawaban terhindar dari menebak dan secara langsung dapat menggambarkan learning obstacle yang dialami peserta didik. Instrumen tes dimodifikasi dari soal-soal latihan buku paket matematika dan sebagian lainnya dibuat oleh peneliti. Analisis data dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sebelum masuk lapangan, selama dilapangan dan setelah selesai dilapangan. Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini, yaitu: (1) Menganalisis materi; (2) Menyusun instrumen; (3) Menganalisis hasil uji instrumen yang diperoleh; (4) Membuat kategori; (5) Menginterpretasikan dalam bentuk narasi; dan (6) Menyajikan dalam bentuk tabel, gambar, dan lain-lain.

154 Kajian learning obstacle materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel pada pembelajaran... HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan ketidakmampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal tentang materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, ditunjukkan bahwa terdapat beberapa kesulitan atau hambatan yang dialami peserta didik. Dalam hal ini, berbagai hambatanhambatan epistimologis dalam memahami konsep-konsep dalam materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel atau learning obstacle dapat ditemukan dari setiap jawaban yang ditulis peserta didik. Learning obstacle tersebut dapat dikelompokkan menjadi menjadi 4 tipe yaitu: (1) tipe 1 terkait konsep-konsep materi; (2) tipe 2 terkait prosedur penyelesaikan soal; (3) tipe 3 terkait pemecahan masalah; dan (4) tipe 4 terkait koneksi materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dengan konsep matematika yang lain. Kemampuan peserta didik dalam mengerjakan soal tentang materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dapat dilihat dari proses pengerjaan pada tiap indikator kemampuan dari soal yang diberikan. Indikator kemampuan peserta didik mengerjakan soal nomor 1 bertujuan untuk mengukur pemahaman peserta didik terhadap konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Peserta didik kelas VIII SMP sama sekali tidak memahami konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Peserta didik kelas IX SMP hanya menerka-nerka mana yang termasuk kedalam persamaan dan pertidaksmaan linear satu variabel. Peserta didik kelas X SMA tidak punya cukup pemahaman mengenai konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Mayoritas responden tidak mengetahui tentang konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Mereka tidak mengindahkan adanya pangkat dalam variabel tersebut. Analisis menyimpulkan bahwa peserta didik mengalami hambatan terkait pemahaman konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Soal nomor 2 bertujuan untuk mengukur pemahaman peserta didik terhadap konsep persamaan maupun pertidaksamaan linear satu variabel yang setara. Peserta didik kelas VIII SMP mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan soal. Peserta didik kelas IX SMP hanya menerka-nerka mana yang termasuk kedalam persamaan dan pertidaksmaan linear satu variabel. Peserta didik kelas X SMA tidak punya cukup pemahaman mengenai konsep setara persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Hal ini terlihat dari jawaban peserta didik yang tidak membandingkan jawaban dengan penyelesaiannya. Mayoritas peserta didik menjawab soal ini dengan cara membandingkan soal dengan pilihan jawaban jika bentuknya hampir sama maka mereka nyatakan bahwa pilihan tersebut setara dengan soal dan jika pilihan tersebut berbeda maka mereka nyata pilihan tersebut tidak setara dengan soal. Analisis menyimpulkan bahwa peserta didik mengalami hambatan terkait pemahaman konsep persamaan linear satu variabel yang setara dan pertidaksamaan linear satu variabel yang setara. Soal nomor 3 bertujuan untuk mengukur pemahaman peserta didik dalam menentukan bentuk setara dari persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Peserta didik kelas VIII SMP sama sekali tidak memahami prosedur untuk menyetarakan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Peserta didik kelas IX SMP belum memahami cara mengoperasikan bentuk aljabar. Peserta didik kelas X SMA tidak punya cukup pemahaman mengenai konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Hal ini terlihat dari jawaban peserta didik yang menambah dan mengurangi dengan bilangan yang sama. Mayoritas peserta didik menjawab bahwa untuk menentukan bentuk setara dari sebuah persamaan dan pertidaksamaan dengan mengubah tanda sama dengan (=) atau tanda ketidaksamaan dengan tanda operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Analisis menyimpulkan bahwa peserta didik mengalami hambatan terkait prosedur untuk

Lelis Sulastri, Ebih Abdul Rachim Arhasy 155 menentukan bentuk setara dari persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Soal nomor 4 bertujuan untuk mengukur pemahaman peserta didik dalam menyelesaikan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Peserta didik kelas VIII SMP hanya menerka-nerka jawaban. Peserta didik kelas IX SMP mengalami kebuntuan ketika mengerjakan soal. Peserta didik kelas X SMA tidak punya cukup pemahaman untuk menyelesaikan soal. Mayoritas peserta didik mencoba menyelesaikan dengan operasi aljabar biasa, di antaranya bahkan mengalami hambatan. Ada pula yang bisa menyelesaikan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel tapi tidak mengindah syarat bahwa hasil yang ditemukan harus ada dalam suatu himpunan tertentu padahal mereka belajar materi himpunan di kelas VII SMP. Analisis menyimpulkan bahwa peserta didik mengalami hambatan terkait prosedur untuk menentukan bentuk setara dari persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Soal nomor 5 bertujuan untuk mengukur pemahaman peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah yang terkait konsep persamaan linear satu variabel. Untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah terkait konsep persamaan linear satu variabel responden harus terlebih dahulu membuat model matematika dari soal tersebut. Peserta didik kelas VIII SMP sama sekali tidak bisa memahami soal, dan tidak bisa memodelkan soal kedalam soal matematika. Peserta didik kelas IX SMP kurang memahami soal dan belum bisa memodelkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Peserta didik kelas X SMA tidak punya cukup pemahaman mengenai cara memodelkan masalah kedalam model matematika persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Mayoritas peserta didik dapat menyelesaikan soal ini namun dengan tidak menghubungkan soal dengan konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Jika hal ini terus berlanjut kedepannya peserta didik akan kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah yang harus di selesaikan dengan konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Analisis menyimpulkan bahwa peserta didik mengalami hambatan terkait pemecahan masalah persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Soal nomor 6 bertujuan untuk mengukur pemahaman peserta didik dalam menyelesaikan soal persamaan linear satu variabel yang berakitan dengan konsep geometri yaitu teorema pythagoras. Untuk menyelesaikan soal persamaan linear satu variabel yang terkait dengan teorema pythagoras, Responden harus terlebih dahulu memahamami konsep teorema pythagoras. Setelah itu, baru responden dapat menentukan persamaan linear satu variabel dalam variabel x. Peserta didik kelas VIII SMP belum memahami persamaan yang mana yang harus digunakan untuk menyelesaikan soal. Peserta didik kelas IX SMP hanya menerka-nerka menyelesaikan soal. Peserta didik kelas X SMA tidak punya cukup menguadratkan suku dua, sehingga peserta didik mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan soal. Mayoritas peserta didik masih tidak memasukan variabel x ke dalam teorema pythagoras. Analisis menyimpulkan bahwa peserta didik mengalami hambatan terkait koneksi persamaan linear satu variabel dengan konsep matematika lain. Soal nomor 7 bertujuan untuk mengukur pemahaman peserta didik dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah yang terkait konsep pertidaksamaan linear satu variabel. Untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah terkait konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel responden harus terlebih dahulu membuat model matematika dari soal tersebut. Peserta didik kelas VIII SMP sama sekali tidak memahami konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabeluntuk menyelesaikan masalah. Peserta didik malah menngerjakan soal menggunakan konsep sistem persamaan linear dua variabel. Peserta didik kelas IX SMP belum bisa memodelkan soal ke dalam bentuk matematika. Peserta didik kelas X SMA belum memahami soal dengan baik. Mayoritas peserta didik mengalami

156 Kajian learning obstacle materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel pada pembelajaran... hambatan terkait dengan soal pemecahan masalah yang harus di modelkan ke dalam bentuk pertidaksamaan linear satu variabel. Soal nomor 8 bertujuan untuk mengukur pemahaman peserta didik dalam menyelesaikan soal persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel yang berakitan dengan konsep geometri yaitu balok. Untuk menyelesaikan soal persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel yang terkait dengan balok, Responden harus terlebih dahulu memahamami tentang balok. Setelah itu, baru responden dapat menentukan persamaan linear satu variabel dalam variabel x. Peserta didik kelas VIII SMP belum memahami soal dengan baik. Peserta didik kelas X SMA hanya menerka-nerka jawaban. Peserta didik kelas X SMA belum memahami soal dengan baik. Mayoritas peserta didik menjawab bahwa soal ini berkaitan dengan volume balok. Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa peserta didik mengalami hambatan terkait pemahaman konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Berdasarkan ketidakmampuan peserta didik yang berada pada tingkat SMP kelas VIII dan kelas IX dapat diidentifikasi bahwa peserta didik mengalami learning obstacle yang berkaitan dengan: (1) pemahaman konsep, (2) prosedur penyelesaian masalah, (3) menyelesaikan masalah, dan (4) koneksi pada pokok bahasan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Hal ini terbukti dengan tidak adanya peserta didik yang memahami konsep-konsep yang ada pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel secara utuh. Demikian juga dengan peserta didik yang berada pada tingkat SMA, hanya 5% saja yang benar-benar memahami konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel secara utuh. Tidak adanya peserta didik yang bisa menyelesaikan prosedur dalam memecahkan soal. Demikian juga dengan peserta didik yang berada pada tingkat SMA, kurang dari 5% saja yang benar-benar mampu menyelesaikan prosedur persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel secara utuh.peserta didik belum mampu menyelesaikan permasalahan menggunakan konsep yang ada pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Demikian juga dengan peserta didik yang berada pada tingkat SMA, tidak adanya peserta didik yang belum mampu menyelesaikan permasalahan menggunakan konsep yang ada pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Peserta didik tidak bisa menyelesaikan permasalahan geometri menggunakan konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Demikian juga dengan peserta didik yang berada pada tingkat SMA, tidak ada peserta didik yang tidak bisa menyelesaikan permasalahan geometri menggunakan konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel Learning obstacle tipe 1 berkaitan dengan konsep-konsep yang ada dalam materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, di antaranya konsep persamaan linear satu variabel, konsep pertidaksamaan linear satu variabel, konsep bentuk setara dari persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Jawaban soal nomor 1 menunjukkan peserta didik masih tidak bisa membedakan mana yang merupakan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel maupun yang bukan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik kurang memahami konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Menurut Dahar (2006:62) menyatakan Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Hal ini mengintruksikan bahwa belajar matematika tidak boleh secara langsung diberikan rumus karena hal tersebut tidak akan membuat peserta didik memahami konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Namun pada pembelajaran matematika peserta didik harus diajak bersama mengkonstruksi suatu konsep matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Bruner dalam dalil konstruksi. Learning obstacle tipe 2 berkaitan dengan prosedur dalam menyelesaikan persamaan

Lelis Sulastri, Ebih Abdul Rachim Arhasy 157 dan pertidaksamaan linear satu variabel maupun dalam menentukan bentuk setara dari persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Jawaban soal nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 menunjukkan peserta didik masih tidak bisa menyelesaikan soal persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Bahkan masih banyak pula yang belum mahir mengoperasikan bentuk aljabar. Salah satu penyebabnya peserta didik lupa dengan prinsipprinsip yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dikarenakan cara belajar yang tidak bermakna. sehingga cara belajar peserta didik harus diubah menjadi belajar penemuan. Hal ini sejalan dengan pendapat Dahar (2006:80) pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama diingat atau lebih mudah diingat bila dibandingkan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain... Learning obstacle tipe 3 terkait dengan pemecahan masalah mengenai persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Jawaban soal nomor 5 dan 7 menunjukkan peserta didik masih tidak bisa menyelesaikan soal pemecahan masalah karena terkendala dengan pemodelan kedalam kalimat matematika. Hal ini dikarenakan peserta didik tidak biasa mengerjakan soal pemecahan masalah dengan berbagai variasi soal. Sehingga pengalaman peserta didik dalam belajar sangat kurang. Padahal seharusnya dalam pembelajaran peserta didik perlu diberikan soal-soal yang beragam agar pengalaman belajarnya maksimal. Selain itu dalam proses pembelajaran peserta didik diberikan kesempatan untuk mengajukan ide-ide dalam memecahkan suatu masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat Mukhtar (2013:358) yang menyatakan Pemberian kesempatan kepada siswa untuk membaca dan memahami permasalahan yang diberikan dengan dukungan guru yang sesedikit mungkin akan membawa siswa menemukan ide-ide tentang gambaran bagaimana menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan Learning obstacle tipe 4 terkait dengan koneksi materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dengan konsep matematika yang lain. Jawaban soal nomor 6 dan 8 menunjukkan peserta didik kesulitan dalam mengkoneksikan konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dengan konsep geometri. Padahal matematika adala disiplin ilmu yang didalamnya terdapat konsep-konsep yang saling berkaitan antara satu dan yang lainnya. Hal ini sejalan teorema konektivitas yang dinyatakan oleh Bruner. Banyak hal yang dialami peneliti ketika melakukan repersonalisasi materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Ketika peneliti menemukan kembali konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel peneliti mengalami hambatan dalam menentukan persamaan dan pertidaksamaan yang merupakan persamaan linear satu variabel atau bukan. Misalnya, x+x=2x pada soal tersebut nampaknya soal merupakan pernyataan yang bernilai benar maupun merupakan persamaan linear satu variabel karena memuat satu variabel yang berpangkat 1. Awalnya, peneliti merasa bingung menentukan apakah soal termasuk kedalam persamaan linear satu variabel atau bukan? Terlebih dahulu peneliti menentukan apakah soal termasuk kedalam kalimat tertutup atau kalimat terbuka. Definisi dari kalimat pernyataan adalah kalimat yang dapat dinyatakan benar atau salah. Sedangkan kalimat terbuka adalah kalimat yang dapat dinyatakan salah atau benar tergantung variabelnya diganti dengan nilai yang sesuai sehingga menjadikan kalimat terbuka tersebut menjadi pernyataan yang bernilai benar atau sebaliknya. Pada persamaan x+x=2x tidak mempunyai konstanta, pertanyaannya apakah setiap persamaan linear satu variabel boleh tidak mempunyai konstanta? Untuk menjawab soal seperti, Peneliti mencoba mengingat kembali bentuk umum persamaan linear satu variabel yaitu ax+b=0 dengan a 0, melalui bentuk umum peneliti dapat memperoleh kesimpulan bahwa pada persamaan linear satu variabel nilai koefien tidak boleh nol, namun pada nilai

158 Kajian learning obstacle materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel pada pembelajaran... konstanta nilainya boleh nol. Hal ini dikarenakan tidak ada aturan bahwa nilai koefisien tidak boleh nol. Pada persamaan x+x=2x akan mempunyai himpunan penyelesaian yang banyak karena jika kita substitusikan bilangan berapa pun akan menyebabkan persamaan menjadi kalimat yang benar. Pertanyaannya apakah suatu persamaan linear satu variabel bisa memiliki penyelesaian lebih dari satu. Setelah memaparkan beberapa kajian, peneliti menyimpulkan bahwa x+x=2x bukan merupakan persamaan linear satu variabel walaupun soal nampak seperti persamaan linear satu variabel. Hal ini disebabkan oleh soal yang merupakan kalimat tertutup karena jika variabel diganti dengan angka berapa pun akan menjadikan kalimat menjadi benar. Kemudian pada nilai konstanta, sebenarnya tidak masalah nilai konstantanya nol yang penting dalam suatu konsep persamaan linear satu variabel tidak boleh tidak punya konstanta. Kalau diperhatikan pada bentuk umum persamaan linear satu variabel ax+b=0 juga tidak boleh tidak punya konstanta. Kemudian pada penyelesaian persamaan linear satu variabel, apakah harus selalu mempunyai satu penyelesaian? Jawabannya ya, karena pada bentuk umum juga tersirat satu variabel berpangkat satu dengan nilai koefisien tidak boleh nol dijumlahkan dengan suatu konstanta harus sama dengan nol artinya dibatasi penyelesaiannya. Pada konsep pertidaksamaan linear satu variabel juga sama. Namun kesulitan yang dialami peneliti ketika merepersonalisasi materi ini adalah kesulitan dalam menentukan simbol-simbol dari ketidaksamaan dari kalimat-kalimat yang digunakan sehari-hari. Selain menemukan kembali konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel peneliti juga melakukan repersonalisasi terhadap konsep setara dalam persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Ada hal menarik yang terjadi ketika peneliti melakukan repersonalisasi yang terkait dengan konsep setara dalam persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel.. Misalnya ada suatu permasalahan 2x+6=0 sekilas peneliti mengetahui bahwa penyelesaian dari masalah tersebut adalah -3. Dalam menentukan penyelesaian dari soal biasanya peneliti akan menambah kedua ruas dengan -6 kemudian langkah selanjunya peneliti akan mengali kedua ruas dengan 1/2. Jika diperhatikan penambahan atau pengalian kedua ruas selalu berhubungan dengan invers yang ada dalam soal. Pertanyaannya apakah untuk menentukan suatu penyelesaian harus selalu melalui penambahan atau pengalian dengan invers nya? Kemudian apa yang terjadi jika soal dilakukan penambahan atau pengalian tapi bukan dengan inversnya. Setelah melakukan percobaan-percobaan ternyata untuk menentukan suatu penyelesaian dari persamaan dan pertidaksamaan tidak bisa dengan dilakukan penambahan atau pengalian dengan bukan inversnya, namun jika itu dilakukan hanya akan menghasilkan bentuk setara lain dari persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel tersebut. Setelah di cek ternyata nilai penyelesaiannya tidak berubah. Dalam menyelesaikan permasalahan, terdapat beberapa kemungkinan jawaban peserta didik. Kemungkinan kesatu, peserta didik menjawab konsep, proses dan hasil dengan benar. Kemungkinan kedua peserta didik menjawab konsep, proses dengan benar tapi hasilnya salah. Kemungkinan ketiga peserta didik menjawab konsep, proses dengan salah namun hasil yang benar.kemungkinan keempat peserta didik mengalami kesulitan dalam konsep, proses, maupun dalam menentukan hasil akhir sehingga memilih untuk tidak mengerjakan soal. Untuk mengantisipasi semua kemungkinan berfikir peserta didik,guru memberikan bantuan berupa pertanyaan ataupun ilustrasi yang memicu pemikiran peserta didik ke arah penyelesaian yang benar. Bantuan-bantuan ini didasarkan pada teori Vygotsky tentang scaffolding. Bantuan yang diberikan dapat berupa dorongan, petunjuk, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan peserta didik dapat mandiri. Agar lebih

Lelis Sulastri, Ebih Abdul Rachim Arhasy 159 memantapkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal koneksi pertidaksamaan linear satu variabel dengan materi balok. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data kualitatif analisis data, dan jawaban dari pertanyaan penelitian yang dilaksanakan di kelas VIII, IX SMP IT Nurul Jannah dan kelas X SMA Negeri 1 Ciawi maka diperoleh simpulan bahwa Learning obstacle yang muncul pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel terbagi menjadi 4 tipe yaitu: (1) tipe 1 terkait konsep-konsep materi, (2) tipe 2 terkait prosedur penyelesaian soal, (3) tipe 3 terkait pemecahan masalah, dan (4) tipe 4 terkait koneksi materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel dengan konsep matematika yang lain; Berdasarkan simpulan dari pembahasan pada penelitian ini, maka peneliti menyarankan: (1) Dalam pembelajaran materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel hendaklah seorang guru melakukan penyusunan bahan ajar dari berbagai sumber agar pemahaman peserta didik tidak terbatas pada satu konteks saja; (2) Dalam pembelajaran diperlukan variasi soal terkait materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel agar peserta didik memiliki pengalaman belajar yang lebih banyak; (3) Pada pengembangan bahan ajar konsep persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai perumusan prediksi jawaban peserta didik; dan (4) Diperlukan pengujian untuk DDR yang diajukan. Hal ini untuk mengetahui apakah DDR yang diajukan dapat mengatasi learning obstacle. DAFTAR RUJUKAN Dahar, R. W. (2006). Teori-teori belajar dan pembelajaran. Jakarta, Indonesia: Erlangga. Herutomo, R. A., & Saputro, T. E. (2014). Analisis kesalahan dan miskonsepsi siswa kelas VIII pada materi aljabar. Ilmu Pendidikan dan Pengajaran, 1. Mukhtar. (2013). Pengembangan bahan ajar matematika berbasis masalah untuk memfasilitasi pencapaian kemampuan penalaran dan pemahaman konsep siswa. Makalah seminar FPMIPA Universitas Lampung. Suhartati. (2012). Representasi geometris dari bentuk aljabar. Peluang, 1. Suhita, R. (2013). Analisis kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita dalam matematika. Pendidikan Matematika, 1. Suryadi, D. (2012). Menciptakan proses belajar aktif: Kajian dari sudut pandang teori belajar dan teori didaktis. Makalah Seminar Nasional Pendidikan Matematika Surakarta. Turmudi. (2010). Pembelajaran matematika masa kini dan kecenderungan masa mendatang. Bandung, Indonesia: FPMIPA UPI.